BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6....

30
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar Kenyamanan atau rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri). Kenyamanan harus dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu: 1. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh. 2. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial. 3. Psikososial, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan. 4. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016). Dalam meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat lebih memberikan kekuatan, harapan, dorongan, hiburan, dukungan dan bantuan. Secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri, dan hipo/hipertermia. Hal ini disebabkan karena kondisi nyeri dan hipo/hipertermia merupakan kondisi yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien yang ditunjukkan dengan timbulnya gejala dan tanda pada pasien (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6....

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar

Kenyamanan atau rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya

kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan

yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah

terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah

dan nyeri). Kenyamanan harus dipandang secara holistik yang mencakup

empat aspek yaitu:

1. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.

2. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan

sosial.

3. Psikososial, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri

sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan.

4. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal

manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah

lainnya (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).

Dalam meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat lebih

memberikan kekuatan, harapan, dorongan, hiburan, dukungan dan bantuan.

Secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah

kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri, dan hipo/hipertermia. Hal ini

disebabkan karena kondisi nyeri dan hipo/hipertermia merupakan kondisi

yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien yang ditunjukkan dengan

timbulnya gejala dan tanda pada pasien (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

7

1. Gangguan Rasa Nyaman

a. Definsi gangguan rasa nyaman

Gangguan rasa nyaman adalah perasaan kurang senang, lega dan

sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan dan emosional

(SDKI PPNI, 2016).

b. Penyebab gangguan rasa nyaman:

1) Gejala penyakit

2) Kurang pengendalian situasional/lingkungan

3) Ketidakadekuatan sumber daya

4) Kurangnya privasi

5) Gangguan stimulus lingkungan

6) Efek samping terapi (misal medikasi, radiasi dan kemoterapi)

c. Gejala dan tanda mayor

Subjektif: Mengeluh tidak nyaman

Objektif: Gelisah

d. Gejala dan tanda minor

Subjektif:

1) Mengeluh sulit tidur dan mengeluh lelah

2) Tidak mampu rileks

3) Mengeluh kedinginan/kepanasan

4) Merasa gatal

5) Mengeluh mual

Objektif:

1) Menunjukkan gejala distres

2) Tampak merintih/menangis

3) Pola eleminasi berubah

4) Postur tubuh berubah

5) Iritabilitas

e. Kondisi klinis terkait:

1) Penyakit kronis dan Keganasan

2) Distres psikologis, Kehamilan (SDKI PPNI, 2016).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

8

2. Gangguan Rasa Nyaman Nyeri

a. Pengertian nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensori dan pengalaman emosional yang

tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual

atau potensial yang dirasakan dalam kejadian dimana terjadi kerusakan

jaringan tubuh (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).

Nyeri adalah pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan

dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset

mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang

berlangsung kurang dari 3 bulan (SDKI PPNI, 2016).

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan

nyeri merupakan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan,

presepsi nyeri seseorang sangat ditentukan oleh pengalaman dan status

emosionalnya. Presepsi nyeri bersifat sangat pribadi dan subjektif. Oleh

karena itu, suatu rangsang yang sama dapat dirasakan berbeda oleh dua

orang yang berbeda bahkan suatu rangsang yang sama dapat dirasakan

berbeda oleh satu orang karena keadaan emosionalnya yang berbeda.

b. Fisiologi nyeri

Terdapat tiga komponen fisiologis dalam nyeri yaitu resepsi,

presepsi, dan relaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls

melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis

dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di

dalam masa berwarna abu-abu di medula spinalis. Terdapat pesan nyeri

dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri

sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks

serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses

informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki serta

asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersiapkan nyeri (Wahyudi &

Abd.Wahid, 2016).

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

9

c. Klasifikasi nyeri

Nyeri dapat diklasifikasikan menjadi nyeri akut dan nyeri kronis.

Tabel 2.1 Klasifikasi Nyeri

Nyeri Akut Nyeri Kronis

Nyeri akut adalah pengalaman sensorik

atau emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan aktual atau

fungsional, dengan onset mendadak atau

lambat dan berintensitas ringan hingga

berat yang berlangsung kurang dari

kurang 3 bulan.

Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik

atau emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan aktual atau

fungsional, dengan onset mendadak atau

lambat dan berintensitas ringan hingga

berat dan konstan, yang berlangsung

lebih dari 3 bulan.

Penyebab nyeri akut antara lain:

1) Agen pencedera fisiologis (mis:

inflamasi, iskemia, meoplasma)

2) Agen pencedera kimiawi (mis:

terbakar, bahan kimia iritan)

3) Agen pencedera fisik (mis: abses,

amputasi, terbakar, terpotong,

mengangkat berat, prosedur

operasi, trauma, latihan fisik

berlebihan)

Penyebab nyeri kronis antara lain:

1) Kondisi muskuloskeletal kronis

2) Kerusakan sistem saraf

3) Penekanan saraf

4) Infiltrasi tumor

5) Ketidakseimbangan

neuromedulator, dan reseptor

6) Gangguan imunitas (mis: neuropati

terkait HIV, virus vericella-zoster)

7) Gangguan fungsi metabolik

8) Riwayat posisi kerja statis

9) Peningkatan indeks massa tubuh

10) Kondisi pasca trauma

11) Tekanan emosional

12) Riwayat penganiayaan (mis: fisik,

psikologis, seksual)

13) Riwayat penyalahgunaan obat/zat.

Sumber: (SDKI PPNI, 2016).

d. Respons terhadap nyeri

Reaksi terhadap nyeri terdiri atas respons fisiologis, psikologis, dan

perilaku yang terjadi setelah mempresepsikan nyeri.

1) Reaksi fisiologis

Pada saat impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju ke batang

otak dan talamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai

bagian dari respons stres. Nyeri dengan intensitas ringan hingga

sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi “flight-atau-

fight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum. Stimulasi pada

cabang simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan respons

fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus-menerus secara tipikal

akan melibatkan organ-organ viseral, sistem saraf parasimpatis

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

10

menghasilkan suatu aksi. Respons fisiologis terhadap nyeri sangat

membahayakan individu. Kecuali pada kasus-kasus nyeri berat yang

menyebabkan individu mengalami syok, kebanyakan individu

mencapai tingkat adaptasi, yaitu tanda-tanda fisik kembali normal.

Dengan demikian klien yang mengalami nyeri tidak akan selalu

memperlihatkan tanda-tanda fisik (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).

2) Reaksi psikologis

Respons psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien

tentang nyeri. Klien yang mengartikan nyeri sebagai sesuatu yang

“negatif” cenderung memiliki suasana hati sedih, berduka,

ketidakberdayaan, dan dapat berbalik menjadi rasa marah atau

frustasi. Sebaliknya, bagi klien yang memiliki presepsi yang

“positif” cenderung menerima nyeri yang dialaminya (Zakiyah,

2015).

3) Respons perilaku

Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Gerakan tubuh yang

khas dan ekspresi wajah yang mengindikasikan nyeri dapat

ditunjukkan oleh pasien sebagai respons perilaku terhadap nyeri.

Respons tersebut seperti: menkerutkan dahi, gelisah, memalingkan

wajah ketika diajak bicara (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).

e. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri

1) Usia

Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri,

khususnya pada anak-anak dan lansia. Anak kecil mempunyai

kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat

yang menyebabkan nyeri. Anak-anak juga mengalami kesulitan

secara verbal dalam mengungkapkan dan mengekspresikan nyeri.

Sedangkan pasien yang berusia lanjut, memiliki risiko tinggi

mengalami situasi yang membuat mereka merasakan nyeri akibat

adanya komplikasi penyakit dan degeneratif.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

11

2) Jenis kelamin

Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya

menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak

boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam

situasi yang sama. Namun secara umum, pria dan wanita tidak

berbeda secara bermakna dalam berespons terhadap nyeri.

3) Kebudayaan

Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah

suatu yang alamiah. Kebudayaan lain cenderung untuk melatih

perilaku yang tertutup (introvert). Sosialisasi budaya menentukan

perilaku psikologis seseorang. Dengan demikian hal ini dapat

mempengaruhi pengeluaran fisiologis opial endogen sehingga

terjadilah presepsi nyeri.

4) Perhatian

Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat

mempengaruhi presepsi nyeri. Perhatian yang meningkat

dihubungkan dengan nyeri yang meningkat sedangkan upaya

pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respons nyeri yang

menurun.

5) Makna nyeri

Individu akan mempresepsikan nyeri berbeda-beda apabila nyeri

tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan

tantangan. Makna nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara

seseorang beradaptasi terhadap nyeri.

6) Ansietas

Ansietas seringkali meningkatkan presepsi nyeri tetapi nyeri juga

dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas

tidak mendapat perhatian dapat menimbulkan suatu masalah

penatalaksanaan nyeri yang serius.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

12

7) Gaya koping

Individu yang memiliki lokus kendali internal mempresepsikan diri

mereka sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan

mereka dan hasil akhir suatu peristiwa seperti nyeri. Sebaliknya,

individu yang memiliki lokus kendali eksternal mempresepsikan

faktor lain di dalam lingkungan mereka seperti perawat sebagai

individu yang bertanggung jawab terhadap hasil akhir suatu

peristiwa.

8) Keletihan

Rasa keletihan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan

menurunkan kemampuan koping sehingga meningkatkan prespsi

nyeri.

9) Pengalaman sebelumnya

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya namun

tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri

dengan lebih mudah di masa datang.

10) Dukungan keluarga dan sosial

Kehadiran orang-orang terdekat dan bagaimana sikap mereka

terhadap klien dapat memengaruhi respons nyeri. Pasien dengan

nyeri memerlukan dukungan, bantuan dan perlindungan walaupun

nyeri tetap dirasakan namun kehadiran orang yang dicintai akan

meminimalkan kesepian dan ketakutan (Wahyudi & Abd.Wahid,

2016).

f. Efek yang ditimbulkan oleh nyeri

Nyeri merupakan kejadian ketidaknyamanan yang dalam

perkembangannya akan mempengaruhi berbagai komponen dalam tubuh.

Efek nyeri dapat berpengaruh terhadap fisik, perilaku, dan pengaruhnya

pada aktivitas sehari-hari (Andarmoyo, 2017).

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

13

1) Tanda dan gejala

Tanda fisiologis dapat menunjukkan nyeri pada klien yang

berupaya untuk tidak mengeluh atau mengakui ketidaknyamanan.

Sangat penting untuk mengobservasi keterlibatan saraf otonom. Saat

awitan nyeri akut, denyut jantung, tekanan darah, dan frekuensi

pernapasan meningkat (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).

2) Efek fisik

a) Nyeri akut

Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat

mempunyai efek yang membahayakan diluar ketidaknyamanan

yang disebabkannya. Selain merasakan ketidaknyamanan dan

mengganggu, nyeri akut yang tidak kunjung mereda dapat

memengaruhi sistem pulmonary, kardiovaskuler,gastrointestinal,

endokrin, dan imunologik (Andarmoyo, 2017).

b) Nyeri kronis

Seperti halnya nyeri akut, nyeri kronis juga mempunyai efek

negatif dan merugikan. Supresi atau penekanan yang terlalu

lama pada fungsi imun yang berkaitan dengan nyeri kronis dapat

meningkatkan pertumbuhan tumor (Andarmoyo, 2017).

3) Efek perilaku

Pasien yang mengalami nyeri menunjukkan ekspresi wajah dan

gerakan tubuh yang khas dan berespons secara vokal serta

mengalami kerusakan dalam interaksi sosial. Pasien seringkali

meringis, mengernyitkan dahi, menggigit bibir, gelisah, imobilisasi,

mengalami ketegangan otot, melakukan gerakan melindungi bagian

tubuh sampai dengan menghindari percakapan, menghindari kontak

sosial dan hanya fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri

(Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

14

4) Pengaruh pada aktivitas sehari-hari

Pasien mengalami nyeri setiap hari kurang mampu berpartisipasi

dalam aktivitas rutin, seperti mengalami kesulitan dalam melakukan

tindakan higiene normal dan dapat mengganggu aktivitas sosial dan

hubungan seksual (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).

g. Penanganan nyeri

1) Penanganan nyeri farmakologis

a) Analgesik narkotik

Analgesik narkotik terdiri dari berbagai derivate opium

seperti morfin dan kodein. Narkotik dapat memberikan efek

penurunan nyeri dan kegembiraan karena obat ini mengaktifkan

penekan nyeri endogen pada susunan saraf pusat. Namun

penggunaan obat ini menimbulkan efek menekan pusat

pernapasan di medulla batang otak sehingga perlu pengkajian

secara teratur terhadap perubahan dalam status pernapasan jika

menggunakan analgesik jenis ini (Wahyudi & Abd.Wahid,

2016).

b) Analgesik non narkotik

Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan

ibuprofen selain memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek anti

inflamasi dan anti piretik. Obat golongan ini menyebabkan

penurunan nyeri dengan menghambat produksi prostalglandin

dari jaringan yang mengalami atau inflamasi. Efek samping

yang paling umum terjadi adalah gangguan pencernaan seperti

adanya ulkus gaster dan perdarahan gaster (Wahyudi &

Abd.Wahid, 2016).

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

15

2) Penanganan nyeri non farmakologis

a) Distraksi

Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada

sesuatu selain nyeri, atau dapat diartikan lain bahwa distraksi

adalah suatu tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal-hal di

luar nyeri. Dengan demikian, diharapkan pasien tidak terfokus

pada nyeri lagi dan dapat menurunkan kewaspadaan pasien

terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri.

Distraksi diduga dapat menurunkan presepsi nyeri dengan

menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan

lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak.

Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk

menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri.

Berikut jenis-jenis teknik distraksi:

1. Distraksi visual/penglihatan

Yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan ke

dalam tindakan-tindakan visual atau melalui pengamatan.

2. Distraksi audio/pendengaran

Yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan ke

dalam tindakan melalui organ pendengaran.

3. Distraksi intelektual

Yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang dialihkan ke

dalam tindakan-tindakan dengan menggunakan daya

intelektual yang pasien miliki (Andarmoyo, 2017).

b) Relaksasi

Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan

mental dan fisik dari ketegangan dan stres sehingga dapat

meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Teknik relaksasi yang

sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat,

berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas

dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

16

dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat

bersama setiap inhalasi (“hirup, dua, tiga”) dan ekhalasi

(“hembuskan, dua, tiga”). Pada saat perawat mengajarkan ini,

akan sangat membantu bila menghitung dengan keras bersama

pasien pada awalnya. Napas yang lambat, berirama, juga dapat

digunakan sebagai teknik distraksi. Hampir semua orang dengan

nyeri mendapatkan manfaat dari metode-metode relaksasi.

Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk

melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan

nyeri akut dan yang meningkatkan nyeri (Andarmoyo, 2017).

c) Imajinasi terbimbing

Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi

seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk

mencapai efek positif tertentu. Tindakan ini membutuhkan

konsentrasi yang cukup. Upayakan kondisi lingkungan klien

mendukung untuk tindakan ini. Kegaduhan, kebisingan, bau

menyengat, atau cahaya yang sangat terang perlu

dipertimbangkan agar tidak mengganggu klien untuk

berkonsentrasi. Beberapa klien lebih rileks dengan cara menutup

matanya (Andarmoyo, 2017).

h. Pengukuran nyeri

1) Skala penilaian numerik

Numerical Rating Scale (NRS) menilai nyeri dengan

menggunakan skala 0-10. Skala ini sangat efektif untuk digunakan

saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi

terapeutik.

Gambar 2.1 pengukuran skala nyeri

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

17

Keterangan:

Tabel 2.2 Skala Nyeri

0 Tidak ada nyeri (merasa normal).

1 Nyeri hampir tidak terasa (nyeri sangat ringan). Sebagian besar tidak pernah

berfikir tentang rasa sakit, seperti gigitan nyamuk.

2 Tidak menyenangkan. Nyeri ringan, seperti cubitan ringan pada kulit.

3 Bisa ditoleransi. Nyeri sangat terasa, seperti suntikan oleh dokter.

4 Menyedihkan. Kuat, nyeri yang dalam, seperti sakit gigi atau rasa sakit dari

sengatan lebah.

5 Sangat menyedihkan. Kuat dalam, nyeri yang menusuk, seperti kaki terkilir.

6 Intens. Kuat dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat sehingga tampak

memengaruhi sebagian indra, menyebabkan tidak fokus, komunikasi terganggu.

7 Sakit intens. Sama seperti skala 6, rasa sakit benar-benar mendominasi indra, tidak

mampu berkomunikasi dengan baik dan tidak mampu melakukan perawatan diri.

8 Benar – benar mengerikan. Nyeri sangat kuat dan sangat mengganggu sampai

sering mengalami perubahan perilaku jika nyeri terjadi.

9 Menyiksa tak tertahankan. Nyeri sangat kuat, tidak bisa ditoleransi dengan terapi.

10 Nyeri tak terbayangkan dan tak dapat diungkapkan. Nyeri sangat berat sampai tidak

sadarkan diri.

Dikelompokkan menjadi: Tabel 2.3 Pengelompokan Skala Nyeri

Skala Nyeri Grade Interpretasi

1-3 Nyeri ringan Nyeri bisa ditoleransi dengan

baik/tidak mengganggu aktivitas

4-6 Nyeri sedang Mengganggu aktivitas fisik.

7-9 Nyeri berat Tidak mampu melakukan aktivitas

secara mandiri.

10 Nyeri sangat berat Malignan/nyeri sangat hebat dan tidak

berkurang dengan terapi/obat-obatan

pereda nyeri dan tidak dapat

melakukan aktivitas.

Sumber: (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).

B. Tinjauan Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian nyeri yang faktual dan tepat dibutuhkan untuk

menetapkan data dasar, menegakkan diagnosis keperawatan yang tepat,

menyeleksi terapi yang cocok, dan mengevaluasi respons klien terhadap

terapi. Keuntungan pengkajian nyeri bagi klien adalah nyeri dapat

diidentifikasi, dikenali sebagai suatu yang nyata, dapat diukur, dan dapat

dijelaskan serta digunakan untuk mengevaluasi perawatan (Andarmoyo,

2017).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

18

a. Identitas klien

Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,

alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk

rumah sakit, nomor register, diagnosis medis.

b. Alasan masuk rumah sakit

Yaitu keluhan utama pasien saat masuk rumah sakit dan saat

dikaji. Pasien mengeluh nyeri, dilanjutkan dengan riwayat kesehatan

sekarang, dan kesehatan sebelum (Wahyudi & Wahid, 2016).

c. Keluhan utama

Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta

pertolongan kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma

kepala disertai penurunan tingkat kesadaran, salah satunya nyeri

(Muttaqin, 2011).

d. Riwayat kesehatan sekarang

Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari

kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan trauma langsung ke

kepala. Pengkajian yang didapat meliputi tingkat kesadaran menurun

(GCS < 15), konklusi, muntah, takipnea/dispnea, sakit kepala, wajah

simetris/tidak, lemah, luka di kepala, paralisis, akumulasi sekret pada

saluran pernapasan, adanya liquor dari hidung dan telinga, serta

kejang (Muttaqin, 2011).

e. Riwayat kesehatan dahulu

Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi

pengaruh pada penyakit yang diderita sekarang, riwayat cedera

kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia,

penggunaan obat-obatan antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat

adiktif, konsumsi alkohol berlebihan (Muttaqin, 2011).

f. Riwayat kesehatan keluarga

Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang

menderita sakit yang sama seperti klien, dikaji pula mengenai

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

19

adanya penyakit keturunan yang menular dalam keluarga (Muttaqin,

2011).

g. Pengkajian psiko-sosio-spiritual

Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk

menilai proses emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan

perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons

atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam

keluarga maupun dalam masyarakat (Muttaqin, 2011).

h. Pengkajian nyeri

Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif. Data yang

terkumpul secara komprehensif dapat dijadikan sebagai acuan dalam

menentukan manajemen nyeri yang tepat.

Tabel 2.4 Komponen Pengkajian Nyeri JCAHO

P (provoking incident) 1. Faktor pencetus atau penyebab

2. Faktor yang meringankan: teknik atau

keadaan yang dapat menurunkan nyeri

3. Faktor yang memperberat: teknik atau

keadaan yang dapat meningkatkan nyeri

Q (Quality/Quantity) Deskripsi nyeri yang dirasakan seseorang,

karakteristik nyeri.

R (Region/Relief) Regio yang mengalami nyeri, dapat

ditunjukkan dengan gambar.

S (Severity) Kekuatan dari nyeri dengan menggunakan

skala nyeri.

T (Time) Waktu timbul nyeri, periode (durasi) nyeri

dirasakan.

Penatalaksanaan nyeri saat ini Penatalaksanaan yang digunakan untuk

mengontrol nyeri, hasil, dan keefektifan.

Riwayat penatalaksanaan

nyeri sebelumnya

Riwayat penatalaksanaan nyeri, baik

intervensi medis maupun nonmedis.

Dampak nyeri Perubahan gaya hidup seperti tidur, nutrisi,

dan sebagainya.

Tujuan mengontrol nyeri Harapan tentang tingkat nyeri, toleransi, dan

pemulihan.

Sumber : (Zakiyah, 2015)

i. Riwayat nyeri

Saat mengkaji nyeri, perawat harus memberikan pasien

kesempatan untuk mengungkapkan cara pandang mereka terhadap

nyeri dan situasi tersebut dengan cara atau kata-kata mereka sendiri.

Langkah ini akan membantu perawat memahami makna nyeri pada

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

20

pasien, pengkajian riwayat nyeri meliputi beberapa aspek, antara

lain:

1) Lokasi: untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, perawat

bisa memberikan bantuan dengan gambar tubuh untuk pasien

agar bisa menandai bagian mana yang dirasakan nyeri.

2) Intensitas nyeri: cara menentukan intensitas nyeri pasien,

biasanya paling banyak menggunakan skala nyeri biasanya

dalam rentang 0-5 atau 0-10. Angka „0‟ menandakan tidak

adanya nyeri dan angka tertinggi adalah nyeri „terhebat‟ yang

dirasakan pasien.

3) Kualitas nyeri: terkadang nyeri yang dirasakan bisa seperti,

tertusuk-tusuk, teriris benda tajam, disetrum dan rasa terbakar.

Perawat dapat mencatat kata-kata yang digunakan pasien dalam

menggambarkan nyerinya.

4) Pola: pola nyeri meliputi, waktu, durasi, dan kekambuhan

interval nyeri. Maka, perawat perlu mengkaji kapan nyeri

dimulai, berapa lama nyeri berlangsung, apakah nyeri berulang,

dan kapan nyeri terakhir kali muncul.

5) Faktor presipitasi: terkadang, aktivitas tertentu dapat memicu

munculnya nyeri. Seperti, aktivitas berlebih yang mengkibatkan

timbulnya nyeri dada, selain itu faktor lingkungan, suhu

lingkungan dapat berpengaruh terhadap nyeri, stresor fisik dan

emosional juga dapat memicu munculnya nyeri.

6) Gejala yang menyertai: nyeri juga bisa menimbulkan gejala

yang menyertai, seperti mual, muntah, dan pusing.

7) Pengaruh pada aktivitas sehari-hari: dengan mengetahui sejauh

mana nyeri mempengaruhi aktivitas harian pasien akan

membantu perawat dalam memahami prespektif pasien tentang

nyeri. Beberapa aspek kehidupan yang perlu dikaji terkait nyeri,

yaitu pola tidur, nafsu makan, konsentrasi, pekerjaan dan

aktivitas diwaktu senggang.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

21

8) Sumber koping: setiap individu memiliki strategi koping

berbeda-beda dalam menghadapi nyeri. Strategi tersebut dapat

dipengaruhi oleh pengalaman nyeri sebelumnya, atau pengaruh

agama dan budaya.

9) Respon afektif: respon afektif pasien terhadap nyeri bervariasi,

bergantung pada situasi, derjat dan durasi nyeri, dan faktor

lainnya. Perawat perlu mengkaji adanya perasaan ansietas, takut,

lelah, depresi, atau perasaan gagal pada diri pasien (Mubarak &

Chayatin, 2008).

j. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara lengkap dan

menyeluruh.

1) Ukur suhu tubuh, tekanan darah, nadi, serta tinggi dan berat

badan pada setiap pemeriksaan.

2) Amati seluruh tubuh pasien untuk melihat keberadaan lesi kulit,

hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas tusukan jarum, perubahan

warna dan ada tidaknya oedema.

3) Lakukan pemeriksaan status mental untuk mengetahui orientasi

pasien, memori, komprehensi, kognisi dan emosi pasien

terutama sebagai akibat dari nyeri.

4) Pemeriksaan sendi selalu lakukan pemeriksaan di kedua sisi

pasien apabila kemungkinan untuk mendeteksi adanya asimetri.

Lakukan palpasi untuk mengetahui area spesifik dari nyeri.

5) Pemeriksaan sensorik, menggunakan diagram tubuh sebagai alat

bantu dalam menilai nyeri terutama untuk menentukan letak dan

etiologi nyeri.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

22

2. Diagnosis Keperawatan

a. Menurut SDKI (2016), diagnosa keperawatan yang muncul

berhubungan dengan gangguan rasa nyaman nyeri adalah :

1) Nyeri dan Kenyamanan: Nyeri Akut berhubungan dengan agen

pencedera fisik: Trauma

Nyeri akut: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan

dengan kerusakan jaringan aktual/fungsional, dengan onset

mendadak/lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang

berlangsung kurang dari 3 bulan.

b. Berdasarkan diagnosa NANDA NIC NOC 2016 masalah yang

muncul pada gangguan rasa nyaman nyeri adalah:

1) Gangguan rasa nyaman nyeri: Nyeri akut berhubungan dengan

Agen cedera fisik (trauma pada kepala).

3. Perencanaan/Intervensi Keperawatan

Tujuan dari rencana tindakan untuk mengatasi nyeri antara lain:

a. Meningkatkan perasaan nyaman dan aman individu.

b. Meningkatkan kemampuan individu untuk dapat melakukan aktivitas

fisik yang diperlukan untuk penyembuhan (misal: batuk dan napas

dalam, ambulasi).

c. Mencegah timbulnya gangguan tidur (Wahyudi & Abd.Wahid,

2016).

Tabel 2.5 Intervensi Nyeri Akut Menurut SIKI 2018

Diagnosis

keperawatan

Intervensi Utama Intervensi

Pendukung

1. Nyeri akut ,

intervensi

utama:

a. Manajemen

nyeri

b. Pemberian

analgesik

Manajemen nyeri, yaitu

mengidentifikasi dan mengelola

pengalaman sensorik atau emosional

yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan atau fungsional dengan onset

mendadak atau lambat dan berintensitas

ringan hingga berat dan konstan.

Observasi:

1) Identifikasi lokasi, karakteristik,

durasi, frekuensi, kualitas, intensitas

nyeri.

2) Identifikasi skala nyeri.

1) Dukungan

pengungkapan

kebutuhan.

2) Edukasi efek

samping obat.

3) Edukasi

manajemen nyeri.

4) Edukasi proses

penyakit.

5) Edukasi teknik

napas

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

23

3) Identifikasi respons nyeri non verbal.

4) Identifikasi faktor yang memperberat

dan memperingan nyeri.

5) Identifikasi pengetahuan dan

keyakinan tentang nyeri.

6) Identifikasi pengaruh budaya

terhadap respon nyeri.

7) Identifikasi pengaruh nyeri pada

kualitas hidup.

8) Monitor keberhasilan terapi

komplementer yang sudah diberikan.

9) Monitor efek samping penggunaan

analgetik.

Terapeutik:

1) Berikan teknik nonfarmakologis

untuk mengurangi rasa nyeri ( mis:

TENS, hipnosis, akupresur, terapi

musik, biofeedback, terapi pijat,

aromaterapi, teknik imajinasi

terbimbing, kompres hangat/dingin,

terapi bermain), teknik distraksi dan

teknik relaksasi.

2) Kontrol lingkungan yang

memperberat rasa nyeri (mis: suhu

ruangan, pencahayaan, kebisingan)

3) Fasilitasi istirahat & tidur.

4) Pertimbangkan jenis dan sumber

nyeri dalam pemilihan strategi

meredakan nyeri

Edukasi:

1) Jelaskan penyebab, metode, dan

pemicu nyeri.

2) Jelaskan strategi meredakan nyeri.

3) Anjurkan memonitor nyeri secara

mandiri

4) Anjurkan menggunakan analgetik

secara tepat

5) Ajarkan teknik non farmakologis

untuk mengurangi rasa nyeri.

Kolaborasi:

1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika

perlu

6) Manajemen

kenyamanan

lingkungan.

7) Pemantauan nyeri.

8) Pemberian obat.

9) Pengaturan posisi.

10) Teknik distraksi

11) Teknik relaksasi

12) Teknik imajinasi

terbimbing.

Sumber: Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

24

Tabel 2.6 Intervensi Nyeri Akut Menurut NIC NOC 2016 No Diagnosis

keperawatan

Tujuan / kriteria Rencana keperawatan

1 a) Nyeri akut

berhubungan

dengan agen

cedera fisik

(trauma pada

kepala )

Tujuan

Pain level

Pain control

Comfort level

Kriteria hasil:

1) Secara subyektif

melaporkan/ mengatakan

nyeri berkurang dengan

skala nyeri 1-2 dan

menyatakan rasa nyaman

setelah nyerinya

berkurang

2) Mampu mengontrol nyeri

(tahu penyebab nyeri,

mampu menggunakan

teknik nonfarmakologi

untuk mengurangi nyeri,

mencari bantuan).

3) Mengatakan bahwa nyeri

berkurang dengan

menggunakan manajemen

nyeri.

4) Mampu mengenali nyeri

(skala, intensitas,

frekuensi dan tanda

nyeri).

5) Menyatakan rasa nyaman

setelah nyeri berkurang.

6) Tanda vital dalam rentang

normal.

7) Tidak mengalami

gangguan tidur

1) Kaji nyeri secara

komprehensif

termasuk lokasi,

karakteristik, durasi,

frekuensi, dan

kulitas.

2) Kaji faktor-faktor

yang meningkatkan

dan meringankan

nyeri.

3) Kaji pengalaman

nyeri klien dimasa

lampau.

4) Kaji tindakan

penanganan yang

diupayakan untuk

menurunkan nyeri.

5) Kaji tanda-tanda

vital (TD, N, R, S)

6) Berikan informasi

yang akurat

mengenai nyeri klien

(penyebab,

penanganan, dsb.)

7) Ajarkan tindakan

peredaan nyeri

nonfarmakologi

(misal: stimulasi

kutaneus, kompres

hangat, kompres

dingin, masase

kutaneus, distraksi,

relaksasi dsb).

8) Libatkan keluarga

dalam perawatan

klien.

9) Kolaborasi dengan

dokter, pemberian

analgesik

Sumber: ( NANDA NIC - NOC, 2016)

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

25

4. Pelaksanaan/Implementasi Nyeri

Implementasi keperawatan merupakan komponen dari proses

keperawatan yang merupakan kategori dari perilaku keperawatan di

mana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang

diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan.

Pengertian tersebut menekankan bahwa implementasi adalah melakukan

atau menyelesaikan suatu tindakan yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Terdapat berbagai tindakan yang bisa dilakukan untuk mengurangi

rasa nyeri. Implementasi lebih ditunjukkan pada:

a. Upaya perawatan dalam meningkatkan kenyamanan,

b. Upaya pemberian informasi yang akurat,

c. Upaya mempertahankan kesejahteraan,

d. Upaya tindakan peredaan nyeri nonfarmakologis, dan

e. Pemberian terapi nyeri farmakologis (Andarmoyo, 2017).

5. Evaluasi Nyeri

Evaluasi keperawatan adalah tahapan terakhir dari proses

keperawatan untuk mengukur respons klien terhadap tindakan

keperawatan dan kemajuan klien ke arah pencapaian tujuan.

Evaluasi keperawatan terhadap pasien dengan masalah nyeri

dilakukan dengan menilai kemampuan dalam merespons rangsangan

nyeri, diantaranya:

a. Klien menyatakan adanya penurunan rasa nyeri,

b. Mendapatkan pemahaman yang akurat mengenai nyeri,

c. Mampu mempertahankan kesejahteraan dan meningkatkan

kemampuan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki,

d. Mampu menggunakan tindakan-tindakan peredaan nyeri

nonfarmakologis,

e. Mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa

nyeri (Andarmoyo, 2017).

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

26

C. Tinjauan Konsep Penyakit

1. Definisi Cedera Kepala

Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala yang disebabkan

serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah

kesadaran, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif dan dapat

menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Brain

Injury Assosiation of America, 2006).

Trauma kepala/cedera kepala merupakan trauma yang mengenai

tengkorak yang menyebabkan kerusakan otak mulai dari ringan sampai

berat (Ikhya Ulya dkk, 2017). Menurut berat-ringannya trauma, cedera

kepala dibagi sebagai berikut (Krisanty, et al., 2016):

a. Cedera kepala ringan

1) Nilai GCS 13-15.

2) Amnesia kurang dari 30 menit.

3) Trauma sekunder dan trauma neurologis tidak ada.

4) Kepala pusing beberapa jam sampai beberapa hari.

b. Cedera kepala sedang

1) Nilai GCS 9-12.

2) Penurunan kesadaran 30 menit-24 jam.

3) Terdapat trauma sekunder.

4) Gangguan neurologis sedang.

c. Cedera kepala berat

1) Nilai GCS 3-8.

2) Kehilangan kesadaran lebih dari 24 jam sampai berhari-hari.

3) Terdapat cedera sekunder: kontusio, fraktur tengkorak, perdarahan

dan atau hematoma intrakranial.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

27

Perdarahan yang sering ditemukan pada kasus cedera kepala yaitu:

a. Epidural hematoma (EDH)

Perdarahan duramater dan skull. Frekuensi kejadian epidural

hematoma (EDH) sekitar 1-2% dari insiden cedera kepala. Tanda dan

gejala yang terjadi pada pasien dengan EDH adalah:

1) Sakit kepala

2) Penurunan kesadaran secara mendadak

Pola penurunan kesadaran disertai dengan fase lucid interval (pada

tahap awal tidak sadar, kemudian pasien sadar kembali sekitar lima

menit sampai enam jam yang disebut sebagai fase lucid interval, dan

secara cepat pasien akan mengalami penurunan kesadaran kembali).

3) Adanya hemiparese kontralateral

4) Dilatasi pupil ipsilateral

5) Brakikardia

6) TIK meningkat

7) Tekanan darah meningkat

8) Pola pernapasan abnormal

b. Subdural hematoma (SDH)

Perdarahan yang terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang

mengakibatkan akumulasi darah antara duramater dan arachnoid mater

atau disebut sebagai rongga subdural. Sumber perdarahan berasal dari

sinus vena dan korteks serebral. Perdarahan pada subdural ini memiliki

angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi dibandingkan dengan jenis

perdarahan intrakranial lainnya. Subdural hemtoma (SDH) lebih sering

dibandingkan dengan epidural hematoma (EDH) yaitu sekitar 10-20 %

dari jumlah trauma kepala. Tanda dan gejala pada pasien dengan SDH

adalah sebagai berikut:

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

28

1) Sakit kepala dan memberat seiring dengan meningkatnya perdarahan

2) Diameter pupil tidak sama antara kanan dan kiri yang

mengindikasikan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (TIK)

3) Penurunan tingkat kesadaran (akut) atau progresif

4) Kebingungan (confuse)

5) Kelemahan di salah satu sisi tubuh secara akut (hemiparese)

6) Dilatasi pupil secara akut

7) Refleks babinski positif

8) Peningkatan suhu tubuh

9) Mual dan atau muntah

10) Peningkatan TIK

c. Subarachnoid hemorrhage (SAH)

Perdarahan subaraknoid (subaraknoid hemoragik/SAH) merupakan

perdarahan yang terjadi akibat pecahnya pembuluh darah subaraknoid

sehingga menimbulkan akumulasi darah di antara membran araknoid

dan piamater yang mengelilingi jaringan otak atau disebut sebagai

ruang subaraknoid. Tanda dan gejala yang terdapat pada pasien dengan

perdarahan subaraknoid atau SAH adalah sebagai berikut:

1) Biasanya tanpa gejala

2) Sakit kepala hebat

3) Penurunan tingkat keasadaran

4) Muntah

5) Kejang

6) Kaku leher

7) Mengantuk (drowsiness)

8) Koma

9) Kebingungan (confusion)

10) Perdarahan pada bola mata (perdarahan intraokular)

11) Fotofobia (Ulya, K, N, & Drajat, 2017).

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

29

2. Anatomi Fisiologi

Struktur kepala terdiri atas bagian berikut.

a. Skalp (kulit kepala)

b. Skull (tengkorak)

c. Jaringan ikat yang melindungi otak (meningen: duramater, arachnoid

mater, piamater)

d. Jaringan otak

e. Cairan serebrospinal

f. Kompartmen vaskular

Skalp atau kulit kepala merupakan bagian yang melindungi tengkorak

dan memiliki jaringan vaskular yang banyak dan rawan terjadi perdarahan

saat terjadi laserasi. Tengkorak merupakan bagian tulang yang kaku dan

keras serta berfungsi melindungi otak dari mekanisme trauma kepala. Jika

mengalami cedera, maka dapat menyebabkan pembengkakan pada otak. Di

dalam rongga kepala, otak mengapung pada cairan serebrospinal sehingga

memungkinkan terjadinya pergerakan pada saat terjadi mekanisme cedera

atau mengelami benturan.

Otak diselimuti oleh jaringan fibrosa yang terdiri dari atas duramater

(tough mother), kemudian lapisan yang lebih tipis yaitu arakhnoid yang

terletak di bawah duramater dan mengandung pembuluh darah arteri dan

vena, serta lapisan yang lebih tipis lagi yaitu piamater (soft mother), yang

terletak di bawah arakhnoid dan melekat pada permukaan otak langsung.

Cairan serebrospinal (CSS) berada di bawah arakhnoid dan piamater.

Otak, cairan serebrospinal (CSS), dan darah yang berada dalam

pembuluh darah, merupakan komponen yang mengisi rongga kepala. Jika

terjadi peningkatan salah satunya, maka akan berpengaruh pada dua

komponen lainnya. Hal ini sangat berperan penting dalam patofisiologi

trauma kepala. Jika terjadi trauma, seperti halnya jaringan lainnya, otak

akan mengalami pembengkakan. Oleh karena kapasitas ruang yang tidak

berubah, jika terjadi pembengkakan atau bertambahnya cairan dalam

rongga tengkorak, maka akan menyebabkan peningkatan tekanan.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

30

Cairan serebrospinal berisi nutrisi yang membasahi otak dan spinal

cord atau sumsum tulang belakang. Cairan spinalis diproduksi di ventrikel

otak secara terus-menerus rata-rata 0,33 ml/menit. Jumlah normal cairan

serenrospinal 125-150 ml. Cairan serebrospinal bersirkulasi di arakhnoid

dan subaraknoid kemudian cairan serebrospinal akan diabsorbsi kembali.

Jika ada yang menghambat aliran cairan serebrospinal dapat menyebabkan

akumulasi cairan spinal dalam otak (hidrosefalus) dan meningkatkan

tekanan intrakranial (Ulya, K, N, & Drajat, 2017).

3. Etiologi Cedera Kepala

Trauma kepala/cedera kepala secara umum disebabkan oleh beberapa

hal berikut ini kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari tempat tinggi, pukulan

pada kepala, tertimpa benda berat, kecelakaan kerja, luka tembak, atau

cedera saat lahir (NANDA NIC NOC 2015-2017). Mekanisme cedera

kepala meliputi :

a. Cedera akselerasi, terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang

tidak bergerak (mis: alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang

ditembakkan ke kepala).

b. Cedera deselerasi, terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek

diam, seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala

membentur kaca depan mobil.

c. Cedera coup-countre coup, terjadi jika kepala terbentur yang

menyebabkan otak bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat

mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan serta area kepala

yang pertama kali terbentur. Sebagai contoh pasien dipukuli dibagian

belakang kepala

d. Cedera rotasional, terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak

berputar neuron dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan

peregangan atau robeknya memfiksasi otak dengan bagian dalam

rongga tengkorak (Nurarif & Kusuma, 2016).

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

31

4. Patofisiologi Cedera Kepala

Secara patologi, cedera kepala dapat dibagi menjadi dua tahapan yaitu

cedera primer dan sekunder.

a. Cedera primer

Cedera primer terjadi pada saat terjadi cedera atau tumbukan,

karena tenaga kinetik mengenai kranium atau otak. Cedera primer

dapat dibagi ke dalam cedera fokal dan difus. Cedera fokal

menyebabkan luka makroskopik, seperti fraktur tengkorak,

laserasi dan kontusio otak, perdarahan epidural, perdarahan

subdural, dan perdarahan intraserebral. Sedangkan cedera difus

menyebabkan cedera mikroskopis seperti concussion dan diffuse

axonal injury (Diagnosis NANDA NIC NOC 2015-2017).

b. Cedera kepala sekunder

Kerusakan otak yang timbul sebagai komplikasi dari

kerusakan primer termasuk kerusakan oleh hipoksia, iskemia,

pembengkakan otak, TTIK (Tekanan Tinggi IntraKranial),

hidrosefalus dan infeksi. Berdasarkan mekanisme nya, kerusakan

ini dapat dikelompokkan atas dua yaitu: kerusakan hipoksik-

iskemik menyeluruh dan pembengkakan otak menyeluruh

(Japardi, 2004).

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

32

Gambar 2.2 pathway cedera kepala

Trauma kepala

Ekstra kranial

Terputusnya kontinuitas

jaringan kulit, otot & vaskuler

Perdarahan hemastoma

Perubahan sirkulasi CSS

Peningkatan TIK

Gilus medialis lobus

temporalis tergeser

Gangguan kesadaran

Mesen falon tertekan

Herniasi ulkus

Tulang kranial Intra kranial

Ketidak efektifan bersihan jalan

nafas

- Bersihan jalan nafas

- Obstruksi jalan nafas

- Disepnea

- Henti nafas

- Perubahan pola nafas

kejang

- Perubahan autoregulasi

- Oedema serebral

Jaringan otak rusak (kontusio,

laserasi) Terputusnya kontinuitas

jaringan tulang

Nyeri akut

Gangguan neurologis

vokal

Defisit neurologis

Gangguan presepsi

sensori

Resiko infeksi Gangguan suplai darah

Resiko perdarahan

- Mual muntah

- Papilodema

- Pandangan kabur

- Penurunan fungsi

pendengaran

- Nyeri kepala

Iskemia

Hipoksia

Kerusakan memori

Resiko ketidakefektifan

perfusi jaringan otak

Kerusakan mobilitas

fisik

Ansietas

Kompresi medullaoblongata

Tonsil cerebrum

bergeser

imobilisasi

Resiko cedera

Resiko kekurangan

volume cairan

Sumber : (Nanda NIC-NOC, 2016)

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

33

5. Manifestasi Klinis Cedera Kepala

Gejala klinis dari trauma kepala ditentukan oleh derajat cedera dan

lokasinya. Derajat cedera otak kurang lebih sesuai dengan tingkat

gangguan, kesadaran penderita. Tingkat yang paling ringan ialah pada

penderita gegar otak, dengan gangguan kesadaran yang berlangsung hanya

beberapa menit saja.

a. Cedera kepala ringan (kelompok resiko rendah)

1) Skor skala koma glasgow 15 (sadar penuh, alternatif dan orientatif).

2) Tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya konkusi)

3) Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang

4) Klien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

5) Pasien dapat mengeluh abrasi, laserasi, atau hematoma kulit kepala

6) Tidak adanya kriteria cedera, sedang berat.

b. Cedera kepala sedang (kelompok resiko sedang)

1) Skor skala koma glasgow 9-14 (kontusi, latergi atau stupor)

2) Konfusi

3) Amnesia pasca trauma

4) Muntah

5) Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battel, mata rabun,

hemotimpanum, otore atau rinore cairan cerebrospinal)

6) Kejang

c. Cedera kepala berat (kelompok resiko berat)

1) Skor skala koma glasgow 3-8 (koma)

2) Penurunan derajat kesadaran secara progresif

3) Tanda neurologis fokal

4) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium

(Manurung, 2018).

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

34

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Laboratorium

1) GDA untuk menentukan adanya masalah vantilasi atau oksigenisasi

dan peningakatan tekanan intrakranial (TIK).

2) Kimia/elektrolit serum dapat menunjukkan ketidakseimbangan yang

memperberat peningkatan TIK. Peningkatan laju metabolisme dan

diaforesis dapat menyebabkan peningkatan natrium (hipernatremia)

b. Pencitraan

1) CT scan untuk mengidentifikasi adanya hemoragi, hematoma,

kontusio, fraktur tengkorak, pembengkakan atau pergeseran jaringan

otak.

2) MRI lebih sensitif untuk memeriksa defisit neurologis yang tidak

terdeteksi oleh CT scan. (Diagnosis NANDA NIC NOC, 2015-

2017).

7. Penatalaksanaan Medis

Penanganan cedera kepala: (Nurarif & Kusuma, 2016).

a. Stabilisasi koardiopulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC (Airway-

Breathing-Circulation). Keadaan hipoksemia, hipotensi, anemia akan

cenderung memperhebat peninggian TIK dan menghasilkan prognosis

yang lebih buruk.

b. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau

gangguan-gangguan dibagian tubuh lainnya.

c. Pemeriksaan neurologis mencakup respons mata, motorik, verbal,

pemeriksaan pupil, reflek okulosefalik dan reflex okuloves tubuler.

Penilaian neurologis kurang bermanfaat bila tekanan darah penderita

rendah (syok).

d. Penanganan cedera-cedera dibagian lainnya.

e. Tindakan pemeriksaan diagnostic seperti: sken tomografi computer

otak, angiografi serebral, dan lainnya.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/336/3/6. BAB II.pdf · Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

35

8. Komplikasi Cedera Kepala

Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan trauma kepala ada dua,

yaitu komplikasi jangka pendek dan komplikasi jangka panjang.

a. Komplikasi jangka pendek: terjadinya perdarahan serebral,

hematom, peningkatan tekanan intrakranial (TIK), infeksi, dan

kejang.

b. Komplikasi jangka panjang: terjadinya perubahan perilaku,

gangguan fungsi saraf kranial, dan kecacatan sesuai area otak

yang mengalami kerusakan (Ulya, K, N, & Drajat, 2017).