BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lanjut...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lanjut...
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Lanjut Usia
1. Pengertian Lanjut usia
Pengertian lanjut usia dibedakan menjadi dua bagian yaitu usia
kronologis dan usia biologis. Usia kronologis dihitung berdasarkan tahun
kalender. Indonesia melakukan penetapan usia pensiun adalah 56 tahun
yang kemungkinan dapat dijadikan sebagai patokan seseorang memasuki
usia lanjut. Sementara berdasarkan UU No 13 tahun 1998 dinyatakan usia
60 tahun ke atas sebagai usia lanjut (Tamher dan Noorkasiani, 2009).
Usia biologis adalah usia yang sebenarnya, dimana biasanya
diterapkan kondisi pematangan jaringan sebagai indeks usia biologis. Pada
usia lanjut ini telah terjadi penurunan kondisi fisik/biologis, kondisi
psikologis dan perubahan kondisi sosial (Tamher dan Noorkasiani, 2009).
2. Batasan Lanjut Usia
Menurut WHO dan Undang-Undang No 13 tahun 1998
mneyebutkan bahwa lanjut usia (elderly) ialah kelompok usia 60 ke atas.
Berdasarkan Smith dan Smith (dalam Tamher dan Noorkasiani, 2009)
menggolongkan lanjut usia menjadi 3 yaitu young old (65-74 tahun);
midle old (75-84 tahun); dan old (lebih dari 85 tahun).
Setyonegoro dalam (Tamher dan Noorkasiani, 2009) menyebutkan
bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang berusia lebih dari 65
tahun, selanjutnya terbagi dalam usia 70-75 tahun (young old), 75-80
tahun (old), dan lebih dari 80 tahun (very old). Bandiyah (2009).
Sedangkan menurut pendapat Sumiati (dalam Bandiyah, 2009) membagi
periodisasi biologis perkembangan manusia sebagai berikut: Umur 40 –
65 tahun : masa setengah umur (prasenium), 65 tahun ke atas : masa lanjut
usia (senium).
7
3. Teori Penuaan
Gerontologis tidak setuju tentang adaptasi penuaan. Tidak ada satu
teoripun dapat memasukan semua variabel yang menyebabkan penuaan
dan respon individu terhadap hal itu. Secara garis besar teori penuaan
dibagi menjadi teori biologis, teori psikologis, dan teori sosiokultural
(Stanley dan Beare, 2007).
a. Teori Biologis
Teori biologi mencoba untuk menjelaskan proses fisik penuaan,
termasuk perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia
dan kematia. Perubahan-perubahan dalam tubuh termasuk perubahan
molekuler dan seluler dalam sistem organ utama dan kemampuan
tubuh untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit.
1) Teori genetika
Teori ini menjelaskan bahwa penuaan terutama dipengaruhi
oleh pembentukan gen dan dampak lingkungan pada pembentukan
kode genetik. Penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar
diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu untuk mengubah sel
atau struktur jaringan.
2) Wear and Tear Theory
Teori wear and tear ini menyatakan bahwa perubahan
struktur dan fungsi terjadi akibat akumulasi sampah metabolik
atau zat nutrisi yang dapat merusak sintesis DNA, sehingga
mendorong malfungsi molekuler dan akhirnya malfungsi organ
tubuh. Konsep penuaan ini memperlihatkan penerimaan terhadap
mitos dan stereotif penuaan.
3) Riwayat lingkungan
Faktor-faktor di dalam lingkungan dapat membawa
perubahan dalam proses penuaan, walaupun faktor-faktor ini dapat
mempercepat penuaan, dampak dari lingkungan lebih merupakan
dampak sekunder dan bukan merupakan faktor utama terhadap
terjadinya penuaan.
8
4) Teori imunitas
Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam
sistem imun yang berhubungan dengan penuaan. Ketika orang
bertambah tua, pertahanan mereka terhadap organisme asing
mengalami penurunan, sehingga mereka lebih rentan untuk
menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi.
5) Teori neuroendokrin
Teori-teori biologi penuaan, berhubungan dengan hal-hal
seperti yang telah terjadi pada struktur dan perubahan pada tingkat
molekul dan sel.
b. Teori psikososiologis
Teori ini memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan perilaku yang
menyertai peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi bilogi pada
kerusakan anatomis
1) Teori kepribadian
Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan
psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas spesifik lansia.
Tahap akhir kehidupan sebagai waktu ketika orang mengambil suatu
inventaris dari hidup mereka, suatu waktu untuk melihat kebelakang
dari pada melihat ke depan. Selama proses refleksi ini lansia harus
mengahadpi kenyataan hidupya secara retrospektif.
b. Teori tugas perkembangan
Tugas perkembangan adalah aktivitas dan tantangan yang harus
dipenuhi oleh seseorang pada tahap-tahap spesifik dalam hidupnya
untuk mencapai penuaan yang sukses.
c. Teori disengagement
Teori ini menggambarkan penarikan diri oleh lansia dari peran
bermasyarakat dan tanggung jawabnya. Penarikan diri ini dapat
diprediksi, sistematis, tidak dapat dihindari dan penting untuk fungsi
yang tepat dari masyarakat yang sedang tumbuh.
9
d. Teori aktivtas
Teori ini merupakan jalan menuju penuaan yang sukses yaitu
dengan cara tetap aktif.
e. Teori kontinuitas
Teori kontibuitas ini juga dikenal sebagai teori perkembangan yang
merupakan suatu kelanjutan dari kedua teori sebelumnya dan
mencoba untuk menjelaskan dampak kepribadian pada kabutuhan
untuk tetap aktif atau memisahkan diri agar mencapai kebahagiaan
dan terpenuhinya kebutuhan di masa tua.
4. Proses menua
Menurut Constantindes (1994) dalam Nugroho (2000) mengatakan
bahwa proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaikinya kerusakan yang diderita.
Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alamiah
dimulai sejak lahir dan setiap individu tidak sama cepatnya. Menua bukan
status penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh
dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh.
Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan
terhadap infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik
dan stuktural yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti, hipertensi,
aterosklerosis, diabetes militus dan kanker yang akan menyebabkan kita
menghadapi akhir hidup dengan episode terminal yang dramatik seperti
strok, infark miokard, koma asidosis, metastasis kanker dan sebagainya
(Martono & Darmojo, 2006).
Nugroho (2008) menyebutkan beberapa perubahan pada lanjut usia
diantaranya adalah :
a. Perubahan Fisik
1) Sel
2) Sistem Persarafan
10
3) Sistem Pendengaran
4) Sistem Penglihatan
5) Sistem Kardiovaskuler
6) Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
7) Sistem Respirasi
8) Sistem Gastrointestinal
9) Sistem Genitourinaria
10) Sistem Endokrin
1) Produksi dari hampir semua hormon menurun.
2) Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.
3) Menurunya aktivitas tiroid, menurunya BMR= Basal Metabolic
Rate, dan menurunya daya pertukaran zat.
4) Menurunnya produksi aldesteron.
5) Menurunnya sekresi hormon kelamin, misalnya: progesteron,
estrogen, dan testeron.
11) Sistem Kulit (Integumentary System)
12) Sistem Muskulosletal (Musculosceletal System)
b. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang menpengaruhi perubahan mental antara lain :
Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa. Kesehatan
umum. Tingkat pendidikan. Keturunan (Herediter). Lingkungan.
Perubahan kepribadian yang drastis, keadaan ini jarang terjadi. Lebih
sering berupa ungkapan yang tulus dari perasaan seseorang, kekakuan
mungkin karena faktor lain seperti pentakit-penyakit.
c. Perubahan Psikososial
1) Pensiun
Nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas
dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang
pensiun (purna tugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan,
antara lain :
11
1) Kehilangan finansial (income berkurang).
2) Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup
tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya).
3) Kehilangan teman/kenalan atau relasi.
4) Kehilangan pekerjaan atau kegiatan.
2) Bila seseorang pensiun (purna tugas), ia akan mengalami
kehilangan-kehilangan, antara lain:
3) Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of
mortality).
4) Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan
bergerak lebih sempit.
5) Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic
deprivation).
Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit,
bertambahnya biaya pengobatan.
6) Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
7) Gangguan saraf pancaindera, timbul kebutaan dan ketulian.
8) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
9) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan dengan teman-teman
dan family.
10) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.
d. Perkembangan Spiritual
Menurut Maslowagama atau kepercayaan semakin terintegrasi
dalam kehidupan seseorang, dan perkembangan spiritual pada usia 70
tahun perkembangan yang dicapai tingkatan ini berfikir dan bertindak
dengan memberikan contoh cara mencintai dan keadilan (Nugroho
(2008).
Bentuk-bentuk permasalahan yang dihadapi selama proses menua
oleh lanjut usia adalah sebagai berikut :
12
a. Demensia
Demensia adalah suatu gangguan intelektual / daya ingat yang
umumnya progresif dan ireversibel. Biasanya ini sering terjadi pada
orang yang berusia > 65 tahun.
b. Stres
Gangguan stres merupakan hal yang terpenting dalam problem lansia.
Usia bukan merupakan faktor untuk menjadi depresi atau stres tetapi
suatu keadaan penyakit medis kronis dan masalah-masalah yang
dihadapi lansia yang membuat mereka depresi. Gejala depresi pada
lansia dengan orang dewasa muda berbeda dimana pada lansia
terdapat keluhan somatik.
c. Skizofrenia
Skizofrenia biasanya dimulai pada masa remaja akhir / dewasa muda
dan menetap seumur hidup. Wanita lebih sering menderita skizofrenia
lambat dibanding pria. Perbedaan onset lambat dengan awal adalah
adanya skizofrenia paranoid pada tipe onset lambat.
d. Gangguan Delusi
Onset usia pada gangguan delusi adalah 40 – 55 tahun, tetapi dapat
terjadi kapan saja. Pada gangguan delusi terdapat waham yang
tersering yaitu : waham kejar dan waham somatik.
e. Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan adalah berupa gangguan panik, fobia, gangguan
obsesif konfulsif, gangguan kecemasan umum, gangguan stres akut,
gangguan stres pasca traumatik. Onset awal gangguan panik pada
lansia adalah jarang, tetapi dapat terjadi. Tanda dan gejala fobia pada
lansia kurang serius daripada dewasa muda, tetapi efeknya sama, jika
tidak lebih dapat menimbulkan debilitasi pada pasien lanjut usia. Teori
eksistensial menjelaskan kecemasan tidak terdapat stimulus yang
dapat diidentifikasi secara spesifik bagi perasaan yang cemas secara
kronis.
13
Kecemasan yang tersering pada lansia adalah tentang kematiannya.
Orang mungkin menghadapi pikiran kematian dengan rasa putus asa
dan kecemasan, bukan dengan ketenangan hati dan rasa integritas.
Kerapuhan sistem saraf anotomik yang berperan dalam perkembangan
kecemasan setelah suatu stresor yang berat. Gangguan stres lebih
sering pada lansia terutama jenis stres pasca traumatik karena pada
lansia akan mudah terbentuk suatu cacat fisik.
f. Gangguan Somatiform
Gangguan somatiform ditandai oleh gejala yang sering ditemukan
apada pasien > 60 tahun. Gangguan biasanya kronis dan prognosis
adalah berhati-hati. Untuk mententramkan pasien perlu dilakukan
pemeriksaan fisik ulang sehingga ia yakin bahwa mereka tidak
memliki penyakit yang mematikan. Terapi pada gangguan ini adalah
dengan pendekatan psikologis dan farmakologis.
g. Gangguan penggunaan Alkohol dan Zat lain
Riwayat minum / ketergantungan alkohol biasanya memberikan
riwayat minum berlebihan yang dimulai pada masa remaja / dewasa.
Mereka biasanya memiliki penyakit hati. Sejumlah besar lansia
dengan riwayat penggunaan alkohol terdapat penyakit demensia yang
kronis seperti ensefalopati wernicke dan sindroma korsakoff.
Presentasi klinis pada lansia termasuk terjatuh, konfusi, higienis
pribadi yang buruk, malnutrisi dan efek pemaparan. Zat yang dijual
bebas seperti kafein dan nikotin sering disalahgunakan. Di sini harus
diperhatikan adanya gangguan gastrointestiral kronis pada lansia
pengguna alkohol maupun tidak obat-obat sehingga tidak terjadi suatu
penyakit medik.
h. Gangguan Tidur / Insomnia
Usia lanjut adalah faktor tunggal yang paling sering berhubungan
dengan peningkatan prevalensi gangguan tidur atau insomnia.
Fenomena yang sering dikeluhkan lansia daripada usia dewasa muda
14
adalah gangguan tidur, ngantuk siang hari dan tidur sejenak di siang
hari.
Secara klinis, lansia memiliki gangguan pernafasan yang
berhubungan dengan tidur dan gangguan pergerakan akibat medikasi
yang lebih tinggi dibanding dewasa muda. Disamping perubahan
sistem regulasi dan fisiologis, penyebab gangguan tidur primer pada
lansia adalah insomnia. Selain itu gangguan mental lain, kondisi medis
umum, faktor sosial dan lingkungan. Gangguan tersering pada lansia
pria adalah gangguan rapid eye movement (REM). Hal yang
menyebabkan gangguan tidur juga termasuk adanya gejala nyeri,
nokturia, sesak napas, nyeri perut.
Keluhan utama pada lansia sebenarnya adalah lebih banyak
terbangun pada dini hari dibandingkan dengan gangguan dalam tidur.
Perburukan yang terjadi adalah perubahan waktu dan konsolidasi yang
menyebabkan gangguan pada kualitas tidur pada lansia.
Berdasarkan The National Old People’s Welfare Council di Inggris
(dalam Nugorho, 2008) menyebutkan bahwa penyakit atau gangguan
umum pada lanjut usia meliputi depresi mental, gangguan pendengaran,
bronkitis kronis, gangguan pada tungkai/sikap berjalan, gangguan pada
koksa/sendi panggul, anemia, demensia, gangguan penglihatan,
ansietas/kecemasan, dekompensasi kordis, diabetes mellitus, osteomalasia,
hipotiroidisme dan gangguan defekasi.
5. Masalah yang sering dihadapi oleh lansia berkaitan dengan status mental
Masalah yang kerap muncul pada usia lanjut, yang disebutnya
sebagai a series of I’s, yang meliputi immobility (imobilisasi), instability
(instabilitas dan jatuh), incontinence (inkontinensia), intellectual
impairment (gangguan intelektual), infection (infeksi), impairment of
vision and hearing (gangguan penglihatan dan pendengaran), isolation
(depresi), Inanition (malnutrisi), insomnia (ganguan tidur), hingga
immune deficiency (menurunnya kekebalan tubuh) (Kemala Sari, 2010).
15
B. Status mental
1. Pengertian Status Mental
Status mental adalah suatu pengkajian status mental yang
merupakan komponen penting dari setiap evaluasi apapun tentang fungsi
sensorinya, penampilan, perilaku fisik dan kemampuan kognitif. Proses
wawancara dengan lanjut usia selama pengambilan data tentang riwayat,
pemeriksaan fisik, dan pemberian perawatan memberikan data berharga
yang berfungsi sebagai dasar evaluasi untuk pengkajian status mentalnya
(Potter. 2005).
Masa tua adalah masa dimana terjadinya berbagai macam perubahan
terutama perubahan fisik dan datangnya penyakit. Penyebabnya antara
lain rasa kesepian karena ruang lingkup yang menyempit, rutinitas
kehidupan yang statis dan tidak variatif. Berkaitan dengan hal tersebut
lansia yang nampak lesu, tidak bergairah, merasa tidak dihargai, serta
merasa tidak bermakna akan lebih mempercepat penuaan, sementara
seseorang akan terus merasa muda jika lingkup pergaulannya luas,
memiliki banyak teman, intelektualitasnya selalu terasa, aktif dan
menjalankan kehidupan secara dinamis. Model kehidupan seperti ini yang
menyebabkan awet muda, gembira dan sikap positif yang menunjukkan
seorang lansia berada pada status mental yang baik.
2. Pengkajian Status Mental
Pengkajian keperawatan pada klien psikogeriatri merupakan proses
yang komplek. Pengaruh aspek biologik, psikologik, dan sosiokultural
akibat proses penuaan menyebabkan kesulitan dalam mengidentifikasi
masalah yang muncul. Pengkajian status mental merupakan pendekatan
sistematis untuk mengumpulkan data tentang fungsi psikososial.
Pengkajian ini meliputi penampilan umum klien, kesadaran, fungsi
afektif, karakteristik bicara, orientasi, perhatian dan konsentrasi, penilaian,
memori, persepsi, serta isi dan proses pikir. Pengkajian ini bertujuan untuk
menentukan pikiran – pikiran dan proses mental yang mempengaruhi pada
pencapaian tingkat optimal dari fungsi lansia. Pengkajian ini terintegrasi
16
dalam wawancara dan pemeriksaan fisik. Pengkajian Status Mental Lansia
menurut (Keliat, 2005), yaitu:
a. Penampilan
Mengkaji penampilan klien rapi atau tidak seperti penampilan klien
sehari-hari, mandi pagi, sore, rambut disisir, berpakaian yang sesuai,
gigi bersih, kuku pendek.
b. Pembicara
Mengkaji pembicaraan klien apakah cepat, keras, gagap, membisu,
apatis, atau lambat, apakah pembicara berpindah dari satu kalimat ke
kalimat lain dan tidak ada kaitannya.
c. Aktivitas Motorik
Mengkaji apakah klien tampak lesu, tegang, gelisah yang tampak jejas,
agitas (gerak motorik yang menunjukkan gegelisahan), tik (gerakan
gerakan kecil yang tidak terkontrol), grimasen (gerak otot muka yang
berubah-ubah dan tidak dapat di kontrol oleh klien), tremor (jari-jari
tampak gemetar ketika klien mengulurkan tangan dan merentangkan
jari-jari), kompulsif (kegiatan yang dilakukan berulang-ulang seperti
mencuci tangan, mencuci muka, mandi, mengeringkan tangan).
d. Alam Perasaan
Mengkaji apakah klien tampak sedih, putus asa, gembira yang
berlebihan yang tampak jelas, ketakutan, kekawatiran.
e. Afek
Mengkaji apakah ada perubahan datar, (tidak ada perubahan roman
muka pada saat ada stimulus yang menyenangkan atau menyedihkan),
tumpul (hanya bereaksi kalau ada stimulus emosi yang kuat), labil
(emosi berubah dengan cepat), tidak sesuai (emosi tidak sesuai dengan
atau bertentangan dengan stimulus yang ada).
f. Interaksi selama wawancara
Mengkaji apakah klien bermusuhan, tidak kooperatif, dan mudah
tersinggung, kurangnya kontak mata (tidak mau menatap orang lain),
defensive (selalu berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran
17
dirinya), curiga (menunjukkan sikap atau tidak percaya pada orang
lain)
g. Persepsi
Mengkaji jenis-jenis halusinasi seperti klien mengatakan sering
mendengar suara-suara, dan klien sering melihat bayangan hitam
mengejar kearahnya
h. Proses pikir
Mengkaji sirkumtansial seperti berbicara berbelit-belit tetapi sampai
pada tujuan pembicara, tangensial (pembicaraan berbelitbelit, tapi
tidak sampai pada tujuan pembicara), kehilangan asosial (pembicara
tidak memiliki hubungan antara satu kalimat dan kalimat lainnya, serta
klien tidak menyadarinya), flig of ideas (pembicaraan yang meloncat
daridari satu topik ke topik lainnya, dan msih ada hubungan yamg
tidak logis dan tidak sampai pada tujuannya), blocking (pembicaraan
berhenti tiba-tiba tanpa gangguan eksternal kemudian di lanjutkan
kembali), perseverasi (pembica yang diulang berkali-kali),
i. Isi pikir
Mengkaji tentang obsesi (pikiran yang sering muncul walaupun klien
berusaha menghilangkannya), fobio (ketakutan yang patologi atau
logis terhadap obyek atau situasi tertentu), hipokondri (keyakinan
terhadap adanya gangguan pada organ dalam tubuh yang sebenarnya
tidak ada), depersonalisasi (perasaan klien yang asing terhadap diri
sendiri, orang atau lingkungan), ide yang terkait (kenyakinan klien
terhadap kejadian yang terjadi di lingkungan, bermakna, dan terkait
pada dirinya), pikiran magis (kenyakinan klien tentang kemampuannya
untuk melakukan hal-hal yang mustahil atau di luar kemampuan).
j. Tingkat kesadaran
Mengkaji klien apakah klien tampak bingung dan kacau, dedasi
(pasien mengatakan bahwa ia melayang-layang atara sadar dan tidak
sadar, stupor (gangguan motorik, seperti ketakutan, gerakan diulang-
ulang), orentasi waktu, tempat dan orang cukup jelas.
18
k. Memori
Memgkaji adanya gangguan daya ingat jangka panjang (tidak dapat
mengingat kejadian yang terjadi lebih dari satu bulan), adanya
gangguan daya ingat jangka pendek (tidak dapat mengingat kejadian
yang terjadi dalam minggu terakhir), gangguan daya ingat saat ini
(klien dapat mengingat kejadian saat ini).
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien mudah dialihkan (perhatian klien mudah berganti dari satu
obyek ke obyek lain), tidak mampu berkonsentrasi dan klien selalu
pertanyaan diulang atau tidak dapat menjelaskan kembali pembicaraan,
tidak mampu berhitung, (tidak dapat melakukan penambahan dan
pengurangan).
m. Kemampuan penilaian
Mengkaji gangguan kemampuan ringan (dapat mengambil keputusan
yang sederhana dengan bantuan orang lain, gangguan menilai
bermakna (tidak mampu megambil keputusan walaupun dibantu orang
lain.
n. Daya tilik diri
Klien mengkikari penyakit yang diderita, tidak menyadari adanya
penyakit (perubahan fisik, emosi) pada dirinya dan merasa tidak perlu
pertolongan, menyalahkan orang lain dan lingkungannya dengan
kondisinya saat ini.
3. Faktor-Faktor Predisposisi Sehat Sakit Mental
Faktor- Faktor Predisposisi Sehat Sakit Mental meurut (Rasmun, 2001)
yaitu:
a. Biologis
Penusuran gen-gen yang menyebabkan penyakit mental yang
merupakan hal yang sulit di lakukan hingga saat ini, satu-satunya gen
yang mempunyai hubungan dengan beberapa penyakit mental yang
menyebabkan perkembangan penyakit Alzeimer’s pada sekitar 10%
orang dengan kelainan ini. Informasi terakhir tentang penyebaran
19
penyakit mental terutama berdasarkan atas penyelidikan tentang sifat
keturunan manusia.
b. Psikologi
1) Intelegensia kemampuan individu dalam menyelesaikan konflik
diri dengan menggunakan berbagai upaya koping yang sesuai
untuk mengurangi ketegangan menuju keseimbangan kontinum.
2) Kemampuan berbahasa, individu dapat mengurangi ketegangan
psikis dengan kemampuanya menguraikan atau menyusaikan diri
dengan lingkungan.
3) Pengalaman masa lalu, bagi individu kesehatan mental dapat
dihubungkan dengan pengalaman masa lalu yang menyenangkan
ataupun menyakitkan misalnya peristiwa kehilanagan.
4) Konsep diri, bagaimana kesusuaikan atau persepsi terhadap diri,
yang meliputi gambaran diri, peran diri, ideal diri, harga diri, dan
identitas diri.
5) Motivasi, bagaimana motivasi diri dalam menghadapi tantangan
dan dinamika hidup apakah motivasi tinggi motivasi rendah.
6) Faktor lain yang mempengaruhi sehat sakit mental adalah: sosio
kultural, usia, pendidikan, penghasilan, pekerjaan, kedudukan
social dan latar belakang budaya.
c. Respon Fisiologis
Stimulus system syaraf otonom dan simpatis serta peningkatan
aktifitas hormon, tremor, palpitasi, peningkatan mobilitas.
d. Respon Perilaku
Bervariasi tergantung pada tingkat kecemasan, dapat berupa isolasi diri
atau agresif.
e. Respon Sosial
Mencari arti: atribut sosial, perbandingan sosial.
20
4. Pengukuran status mental
Pengukuran status mental pada lanjut usia dapat dilakukan melalui
mini mental status exam (MMSE). Perhitungan status mental berdasarkan
MMSE dapat dikategorikan menjadi skor 0-2 kesalahan = baik, 3-4
kesalahan = gangguan intelektual ringan. Skor 5-7 kesalahan = gangguan
intelek sedang, 8-10 kesalahan = gangguan berat. Bila lanjut usia tidak
pernah sekolah nilai kesalahannya diperbolehkan +1 dan nilai di atas. Bila
lanjut usia sekolah lebih dari SMA, kesalahan yang diperbolehkan -1 dari
di atas (Folestein, 1990 dalam Subiyanto, dkk, 2011).
C. Kemampuan Aktifitas Sehari-hari Pada lansia
1. Pengertian Kemampuan Aktifitas
Aktivitas sehari-hari merupakan semua kegiatan yang dilakukan
oleh lanjut usia setiap hari. Aktivitas ini dilakukan tidak melalui upaya
atau usaha keras. Aktifitas tersebut dapat berupa mandi, berpakaian,
makan, atau melakukan mobilisasi (Luekenotte (2000). Seiring dengan
proses penuaan maka terjadi berbagai kemunduruan kemampuan dalam
beraktifitas karena adanya kemunduran kemampuan fisik, penglihatan dan
pendengaran sehingga terkadang seorang lanjut usia membutuhkan alat
bantu untuk mempermudah dalam melakukan berbagai aktivitas sehari-
hari tersebut.
Aktifitas dasar sehari-hari bagi lanjut usia sebenarnya meliputi
tugas-tugas perawatan pribadi setiap harinya yang berkaitan dengan
kebersihan diri, nutrisi dan aktivitas-aktivitas lain yang terbatas. Agar
tetap dapat menjaga kebugaran dan dapat melakukan aktivitas dasar maka
lanjut usia perlu melakukan latihan fisik seperti olah raga. Latihan
aktifitas fisik sangat penting bagi orang lanjut tua untuk menjaga
kesehatan, mempertahankan kemampuan untuk melakukan ADL, dan
meningkatkan kualitas kehidupan (Luekenotte (2000).
21
2. Manfaat Kemampuan Aktifitas Sehari-hari Pada Lansia
a. Meningkatkan kemampuan dan kemauan seksual lansia. Terdapat
banyak faktor yang dapat membatasi dorongan dan kemauan seksual
pada lanjut usia khususnya pria. Sejumlah masalah organik dan
jantung serta sistem peredaran darah, sistem kelenjar dan hormon serta
sistem saraf dapat menurunkan kapasitas dan gairah seks. Efek
samping dari berbagai obat-obatan yang digunakan untuk
menyembuhkan beberapa macam penyakit dapat menyebabkan
masalah organik, selain itu masalah psikologis juga berpengaruh
terhadap kemampuan untuk mempertahankan gairah seks (Bandiyah,
2009).
b. Kulit tidak cepat keriput atau menghambat proses penuaan
c. Meningkatkan keelastisan tulang sehingga tulang tidak mudah patah.
d. Menghambat pengecilan otot dan mempertahankan atau mengurangi
kecepatan penurunan kekuatan otot. Pembatasan atas linkup gerak
sendi banyak terjadi pada lanjut usia, yang sering terjadi akibat
keketatan/kekakuan otot dan tendon dibanding sebagai akibat
kontraktur sendi. Keketatan otot betis sering memperlambat gerak
dorso-fleksi dan timbulnya kekuatan otot dorsoflektor sendi lutut yang
diperlukan untuk mencegah jatuh ke belakang.
e. Self efficacy (keberdayagunaan mandiri) yaitu suatu istilah untuk
menggambarkan rasa percaya diri atas keamanan dalam melakukan
aktivitas. Hal ini berhubungan dengan ketidaktergantungan terhadap
instrumen ADL (IADL). Dengan keberdayagunaan mandiri ini
seorang lanjut usia mempunyai keberanian dalam melakukan aktivitas
atau olah raga (Darmojo, 2006).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktifitas sehari-hari pada lansia
Kemp dan Mitchel (dalam Blackburn dan Dulmus, 2007)
menyebutkan bahwa aktivitas sehari-hari pada lansia dipengaruhi oleh
depresi. Kemp dan Mitchel juga menyebutkan kemampuan aktivitas
sehari-hari dapat menyebabkan ketakutan, kemarahan, kecemasan,
22
penolakan dan ketidakpastian. Kemauan dan kemampuan untuk
melaksanakan aktifitas sehari-hari pada lansia adalah sebagian berikut
(Potter, 2005):
a. Faktor-faktor dari dalam diri sendiri
1) Umur
Mobilitas dan aktivitas sehari-hari adalah hal yang paling
vital bagi kesehatan total lansia. Perubahan normal
muskuloskelatal terkait usia pada lansia termasuk penurunan
tinggi badan, redistribusi massa otot dan lemak subkutan,
peningkatan porositas tulang, atrofi otot, pergerakan yang lambat,
pengurangan kekuatan dan kekakuan sendi-sendi yang
menyebabkan perubahan penampilan, kelemahan dan lambatnya
pergerakan yang menyertai penuaan (Stanly dan Beare, 2007)..
2) Kesehatan fisiologis
Kesehatan fisiologis seseorang dapat mempengaruhi
kemampuan partisipasi dalam aktifitas sehari-hari, sebagai contoh
sistem nervous menggumpulkan dan menghantarkan, dan
mengelola informasi dari lingkungan. Sistem muskuluskoletal
mengkoordinasikan dengan sistem nervous sehingga seseorang
dapat merespon sensori yang masuk dengan cara melakukan
gerakan. Gangguan pada sistem ini misalnya karena penyakit, atau
trauma injuri dapat mengganggu pemenuhan aktifitas sehari-hari.
Diabetes mellitus (DM) merupakan kumpulan gejala yang timbul
pada seseorang akibat tubuh mengalami gangguan dalam
mengontrol kadar gula darah. Gangguan tersebut dapat disebabkan
oleh sekresi hormon insulin tidak adekuat atau fungsi insulin
terganggu (resistensi insulin) atau justru gabungan dari keduanya.
DM disebut sebagai penyakit kronis sebab DM dapat
menimbulkan perubahan yang permanen bagi kehidupan
seseorang. Penyakit kronis tersebut memiliki implikasi yang luas
bagi lansia maupun keluarganya, terutama munculnya keluhan
23
yang menyertai, penurunan kemandirian lansia dalam melakukan
aktivitas keseharian, dan menurunnya partisipasi sosial lansia
Dikatakan paling sedikit separuh dari populasi lanjut usia tidak
tahu bahwa mereka terkena DM. Keluhan tradisional dari
hiperglikemia seperti polidipsi dan poliuria sering tidak jelas,
karena penurunan respon haus dan peningkatan nilai ambang
ginjal untuk pengeluaran glukosa urin. Penurunan berat badan,
kelelahan dan kencing malam hari dianggap hal yang biasa pada
lanjut usia, berakibat tertundanya deteksi adanya DM. Penampilan
klinis seperti dehidrasi, konfusio, inkontinentia dan komplikasi-
komplikasi yang berkaitan DM merupakan gejala-gejala yang
tampak.
Komplikasi mikrovaskuler seperti neuropati dapat berupa
kesulitan untuk bangkit dari kursi atau menaiki tangga. Pandangan
yang kabur atau diplopia juga dapat dikeluhkan, akibat
mononeuropati yang mengenai syaraf kranialis yang mengatur
okulomotorik. Proteinuria tanpa adanya infeksi, harus dicari
kemungkinan adanya DM.
Infeksi khusus yang sering berkaitan dengan DM, lebih
banyak dijumpai pada lanjut usia antara lain otitis eksterna
maligna dan kandidiasis urogenital. Sebaliknya adanya penyakit-
penyakit akut seperti bronkopneumoni, infark miokard atau stroke
dapat meningkatkan kadar glukosa sehingga berakibat tercapainya
kriteria diagnosis DM, pada mereka yang telah ada peningkatan
kadar intoleransi glukosa. Beberapa gejala unik yang dapat terjadi
pada penderita lanjut usia antara lain adalah: neuropati diabetika
dengan kaheksia, neuropati diabetic akut, amiotropi, otitis eksterna
maligna, nekrosis papilaris dari ginjal dan osteoporosis.
Secara garis besar DM dikelompokkan menjadi 2 tipe2
macam diabetes, DM tipe 1 yaitu Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM) dan DM tipe 2 yaitu Non Insulin Dependent
24
Diabetes Mellitus (NIDDM).Pada diabetes mellitus tipe 1 terdapat
ketidak mampuan untuk menghasilkan insulin karena sel sel beta
pancreas telah dihancurkan oleh proses auto imun/ hiperglikemia
puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.
Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia posprandial (sudah makan ) jika
kosentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa
yang berlebihan diekskresikan kedalam urin mekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elekrolit yang berlebihan. Keadaan
ini dinamakan dieresis osmotik. Sebagai akibat kehilangan cairan
yang berlebihan. Sedangkan pada diabetes mellitus tipe 2,
pankreas masih bisa membuat insulin tetapi kualitas insulinnya
buruk, tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk
memasukan glukosa dalam sel. Akibatnya, glukosa dalam darah
meningkat, Kemungkinan lain terjadinya diabetes tipe II adalah
bahwa sel sel jaringan tubuh otot si pasien tidak peka atau sudah
resisten terhadap insulin ( insulin resisten) sehingga glukosa tidak
masuk dalam sel dan akhirnya tertimbun dalam peredaran darah.
Keadaan ini umumnya terjadi pada pasien gemuk dan mengalami
obesitas
3) Fungsi kognitif
Kognitif adalah kemampuan berfikir dan memberi rasional,
termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan
memperhatikan (Keliat,1995). Tingkat fungsi kognitif dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas
sehari-hari. Fungi kognitif menunjukkan proses menerima,
mengorganisasikan dan menginterpestasikan sensor stimulus
untuk berfikir dan menyelesaikan masalah. Proses mental
25
memberikan kontribusi pada fungsi kognitif yang meliputi
perhatian memori, dan kecerdasan. Gangguan pada aspek-aspek
dari fungsi kognitif dapat mengganggu dalam berfikir logis dan
menghambat kemandirian dalam melaksanakan aktifitas sehari-
hari.
4) Fungsi psikologis
Fungsi psikologis menunjukkan kemampuan seseorang
untuk mengingat sesuatu hal yang lalu dan menampilkan
informasi pada suatu cara yang realistik. Proses ini meliputi
interaksi yang komplek antara perilaku interpersonal dan
interpersonal. Kebutuhan psikologis berhubungan dengan
kehidupan emosional seseorang. Meskipun seseorang sudah
terpenuhi kebutuhan materialnya, tetapi bila kebutuhan
psikologisnya tidak terpenuhi, maka dapat mengakibatkan dirinya
merasa tidak senang dengan kehidupanya, sehingga kebutuhan
psikologi harus terpenuhi agar kehidupan emosionalnya menjadi
stabil (Tamher, 2009).
5) Tingkat stres
Stres merupakan respon fisik non spesifik terhadap berbagai
macam kebutuhan. Faktor yang menyebabkan stres disebut
stressor, dapat timbul dari tubuh atau lingkungan dan dapat
mengganggu keseimbangan tubuh. Stres dibutuhkan dalam
pertumbuhan dan perkembangan. Stres dapat mempunyai efek
negatif atau positif pada kemampuan seseorang memenuhi
aktifitas sehari-hari (Miller, 1995).
b. Faktor-faktor dari luar meliputi :
7) Lingkungan keluarga
Keluarga masih merupakan tempat berlindung yang paling
disukai para lanjut usia. Lanjut usia merupakan kelompok lansia
yang rentan masalah, baik masalah ekonomi, sosial, budaya,
kesehatan maupun psikologis, oleh karenanya agar lansia tetap
26
sehat, sejahtera dan bermanfaat, perlu didukug oleh lingkungan
yang konduktif seperti keluarga.
8) Lingkungan tempat kerja
Kerja sangat mempengaruhi keadaan diri dalam mereka
bekerja, karena setiaap kali seseorang bekerja maka ia memasuki
situasi lingkungan tempat yang ia kerjakan. Tempat yang nyaman
akan membawa seseorang mendorong untuk bekerja dengan
senang dan giat.
9) Ritme biologi
Waktu ritme biologi dikenal sebagai irama biologi, yang
mempengaruhi fungsi hidup manusia. Irama biologi membantu
mahluk hidup mengatur lingkungan fisik disekitarnya. Beberapa
faktor yang ikut berperan pada irama sakardia diantaranya faktor
lingkungan seperti hari terang dan gelap. Serta cuaca yang
mempengaruhi aktifitas sehar-hari. Faktor-faktor ini menetapkan
jatah perkiraan untuk makan, bekerja.
4. Macam-macam Aktifitas Sehari-hari Pada Lansia
a. Mandi (spon, pancuran, atau bak)
Tidak menerima bantuan (masuk dan keluar bak mandi sendiri jika
mandi dengan menjadi kebiasaan), menerima bantuan untuk mandi
hanya satu bagian tubuh (seperti punggung atau kaki), menerima
bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh (atau tidak dimandikan).
b. Berpakaian
Mengambil baju dan memakai baju dengan lengkap tanpa bantuan,
mengambil baju dan memakai baju dengan lengkap tanpa bantuan
kecuali mengikat sepatu, menerima bantuan dalam memakai baju, atau
membiarkan sebagian tetap tidak berpakaian.
c. Ke kamar kecil
Pergi kekamar kecil membersihkan diri, dan merapikan baju tanpa
bantuan (dapat mengunakan objek untuk menyokong seperti tongkat,
walker, atau kursi roda, dan dapat mengatur bedpan malam hari atau
27
bedpan pengosongan pada pagi hari, menerima bantuan kekamar kecil
membersihkan diri, atau dalam merapikan pakaian setelah eliminasi,
atau mengunakan bedpan atau pispot pada malam hari, tidak ke kamar
kecil untuk proses eliminasi.
d. Berpindah
Berpindah ke dan dari tempat tidur seperti berpindah ke dan dari kursi
tanpa bantuan (mungkin mengunakan alat/objek untuk mendukung
seperti tempat atau alat bantu jalan), berpindah ke dan dari tempat
tidur atau kursi dengan bantuan, bergerak naik atau turun dari tempat
tidur.
e. Kontinen
Mengontrol perkemihan dan defekasi dengan komplit oleh diri sendiri,
kadang-kadang mengalami ketidak mampuan untuk mengontrol
perkemihan dan defekasi, pengawasan membantu mempertahankan
control urin atau defekasi, kateter digunakan atau kontnensa.
f. Makan
Makan sendiri tanpa bantuan, Makan sendiri kecuali mendapatkan
bantuan dalam mengambil makanan sendiri, menerima bantuan dalam
makan sebagian atau sepenuhnya dengan menggunakan selang atau
cairan intravena.
5. Tingkat aktifitas sehari-hari pada lanjut usia
Menurut Leukenotte (2000) tingkatan aktifitas shari-hari
Tingkatan 1 : Mandiri, berarti tanpa pengawasan , pengarahan, atau
bantuan pribadi secara aktif kecuali jika disebutkan secara spesifik sebelumnya.
Seseorang yang menolak untuk melaksanakan suatu fungsi dicatat sebagai tidak
melakukan fungsi tersebut walaupun dianggap mampu.
Tingkatan 2 : Memerlukan bantuan ketergantungan terhadap lebih dari
satu bagian tubuhnya. Dari kemampuan melaksanakan 18 aktifitas dasar
tersebut, kemudian diklasifikasikan menjadi 6 tahapan menurut Miller,
(1995) adalah sebagai berikut :
Skor 5: Aktivitas Mandiri
28
Skor 4: Aktivitas dengan menggunakan bantuan alat
Skor 3: Aktivitas dengan bantuan sebagian
Skor 2: Aktivitas dengan bantuan 1 orang
Skor 1: Aktivitas dengan bantuan 2 orang
Skor 0: Aktivitas dengan bantuan total
Pengkajian aktivitas sehari-hari pada lanjut usia didasarkan pada :
1) Mandi
2) Ambulasi
3) Aktivitas Di Tempat Tidur
4) Berpakaian
5) Perawatan Mulut
6) Perawatan Rambut
7) Mental Status
8) BAK dan BAB
9) Asupan Makanan
10) Aktivitas bergerak
11) Menyiapkan makan
12) Berbelanja
13) Telepon
14) Transportasi
15) Pengobatan
16) Merawat rumah
17) Mencuci
18) Pengelolaan uang
29
D. Kerangka teori
Gambar 2.1 Kerangka teori
Sumber : Potter (2005)
E. Kerangka konsep
Gambar 2.2 Kerangka konsep
Status mental ADL Lansia
Variabel bebas Variabel Terikat
ADL pada lansia
Faktor Internal
1. Kesehatan fisik
2. F. Kognitif 3. F. Psikologis 4. Tingkat Stres
Status mental
Faktor-faktor dari luar
Lingkungan keluarga
Lingkungan tempat kerja
Ritme biologi
Umur
30
F. Variabel penelitian
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat status mental pada
lansia
2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah aktivitas sehari-hari pada
Lansia
G. Hipotesis penelitian
Ada hubungan antara status mental dengan tingkat kemandirian dalam
aktivitas sehari-hari pada lanjut usia di Kelurahan Banjardowo Kecamatan
Genuk Semarang.