BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Lanjut …repository.ump.ac.id/1268/3/MAOLA SABILA...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Lanjut …repository.ump.ac.id/1268/3/MAOLA SABILA...
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Lanjut Usia (Lansia)
a. Pengertian
Seseorang dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau
lebih, karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial (Nugroho, 2012).
Secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila
usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun
merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai
dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres
lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan
seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi
stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya
kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara
individual (Efendi, 2009).
Usia 65 tahun merupakan batas minimal untuk kategori lansia.
Usia kronologis biasanya tidak memiliki banyak keterkaitan dengan
kenyataan penuaan lansia. Setiap orang menua dengan cara yang
berbeda-beda, berdasarkan waktu dan riwayat hidupnya. Setiap lansia
adalah unik, oleh karena itu perawat harus memberikan pendekatan
Faktor Risiko Terjadinya..., MAOLA SABILA JAZMI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
9
yang berbeda antara satu lansia dengan lansia lainnya (Potter et al.
2009).
b. Batasan Umur Lansia
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-
batasan umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai
berikut:
1) Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1
Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang
mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.
2) Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi
menjadi empat kriteria yaitu : usia pertengahan (middle age) ialah
45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua
(old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90
tahun.
3) Menurut Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu :
pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities)
ialah 40-55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun,
keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia.
4) Menurut Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age): > 65 tahun
atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi
menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old
(75-80 tahun), dan very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).
Faktor Risiko Terjadinya..., MAOLA SABILA JAZMI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
10
c. Klasifikasi Lansia
Menurut Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari:
1) Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
2) Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3) Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau
lebih dengan masalah kesehatan.
4) Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau
jasa.
5) Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari
nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
d. Karakteristik Lansia
Lansia memiliki karakteristik yaitu berusia lebih dari 60 tahun,
kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai
sakit, kebutuhan biopsikososial dan spiritual, kondisi adaptif hingga
kondisi maladaptif (Maryam, 2008).
e. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Menurut Nugroho (2012) perubahan-perubahan yang terjadi
pada lansia diantaranya adalah:
1) Perubahan Pada Sistem Gastrointestinal
Proses penuaan memberikan pengaruh pada setiap bagian
dalam saluran gastrointestinal (GI) yaitu perubahan pada rongga
Faktor Risiko Terjadinya..., MAOLA SABILA JAZMI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
11
mulut, esofagus, lambung, usus halus, usus besar dan rektum,
pankreas, dan hati.
2) Perubahan pada Sistem Muskuloskeletal
a) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)
Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit,
tendon, kartilago, dan jaringan pengikat mengalami
perubahan menjadi tidak teratur dan penurunan hubungan
pada jaringan kolagen, merupakan salah satu alasan
penurunan mobilitas pada jaringan tubuh. Sel kolagen
mencapai puncak mekaniknya karena penuaan, kekakuan dari
kolagen mulai menurun. Kolagen dan elastin yang
merupakan jaringan ikat pada jaringan penghubung
mengalami perubahan kualitas dan kuantitasnya.
Perubahan pada kolagen ini merupakan penyebab
turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan
dampak berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk
meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk
ke berdiri, jongkok dan berjalan dan hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Upaya fisioterapi untuk
mengurangi dampak tersebut adalah memberikan latihan
untuk menjaga mobilitas.
Faktor Risiko Terjadinya..., MAOLA SABILA JAZMI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
12
b) Kartilago
Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan
mengalami granulasi akhirnya permukaan sendi menjadi rata.
Selanjutnya kemampuan kartilago untuk regenerasi
berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung ke arah
progresif. Proteoglikan yang merupakan komponen dasar
matrik kartilago, berkurang atau hilang secara bertahap
sehingga jaringan fibril pada kolagen kehilangan
kekuatannya dan akhirnya kartilago cenderung mengalami
fibrilasi. Kartilago mengalami klasifikasi di beberapa tempat
seperti pada tulang rusuk dan tiroid. Fungsi kartilago menjadi
tidak efektif tidak hanya sebagai peredam kejut, tetapi
sebagai permukaan sendi yang berpelumas. Konsekuensinya
kartilago pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan.
Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar
penumpu berat badan. Akibat perubahan itu sendi mudah
mengalami peradangan, kakakuan, nyeri, keterbatasan gerak
dan terganggunya aktivitas sehari-hari.
c) Sistem Skeletal
Manusia mengalami penuaan dan jumlah masa otot
tubuh mengalami penurunan. Berikut ini merupakan
perubahan yang terjadi pada sistem skeletal akibat proses
menua:
Faktor Risiko Terjadinya..., MAOLA SABILA JAZMI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
13
- Penurunan tinggi badan secara progresif.
- Penurunan produksi tulang kortikal dan trabekular yang
berfungsi sebagai perlindungan terhadap beban gerakan
rotasi dan lengkungan. Implikasi dari hal ini adalah
peningkatan terjadinya risiko fraktur (Stanley, 2007).
d) Sistem Muskular
Perubahan yang terjadi pada sistem muskular akibat
proses menua yaitu waktu untuk kontraksi dan relaksasi
muskular memanjang. Implikasi dari hal ini adalah
perlambatan waktu untuk bereaksi, pergerakan yang kurang
aktif. Perubahan kolumna vertebralis, akilosis atau kekakuan
ligamen dan sendi, penyusutan dan sklerosis tendon dan otot,
dan perubahan. (Stanley, 2007).
e) Sendi
Perubahan yang terjadi pada sendi akibat proses menua
yaitu pecahnya komponen kapsul sendi dan kolagen.
Implikasi dari hal ini adalah nyeri, inflamasi, penurunan
mobilitas sendi, deformitas, kekakuan ligamen dan sendi.
Implikasi dari hal ini adalah peningkatan risiko cedera
(Stanley, 2007).
3) Perubahan pada Sistem Persarafan
Sistem neurologis, terutama otak adalah suatu faktor utama
dalam penuaan. Neuron menjadi semakin komplek dan tumbuh,
Faktor Risiko Terjadinya..., MAOLA SABILA JAZMI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
14
tetapi neuron tersebut tidak dapat mengalami regenerasi.
Perubahan struktural yang paling terlihat tejadi pada otak itu
sendiri. Perubahan ukuran otak yang dipengaruhi oleh atrofi girus
dan dilatasi sulkus dan ventrikel otak. Korteks serebal adalah
daerah otak yang paling besar dipengaruhi oleh kehilangan
neuron. Penurunan aliran darah serebral dan penggunaan oksigen
dapat pula terjadi dengan penuaan.
4) Perubahan pada Sistem Endokrin
Perubahan pada sistem endokrin akibat penuaan antara lain
produksi dari semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan
sekresinya tidak berubah, terjadinya pituitari yaitu pertumbuhan
hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya di dalam pembuluh
darah. Menurunnya aktivitas tiroid, menurunnya BMR (Basal
Metabolic Rate) dan menurunnya daya pertukaran zat.
Menurunnya produksi aldosteron dan menurunnya sekresi
hormon kelamin, misalnya progesteron, estrogen dan testosteron
(Darmojo dan Martono, 2006).
2. Rematik Artritis
a. Pengertian
Kata artritis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata.
Pertama, arthron yang berarti sendi. Kedua, itis yang berarti
peradangan. Secara harfiah, artritis berarti radang sendi. Rematik artritis
adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi
Faktor Risiko Terjadinya..., MAOLA SABILA JAZMI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
15
tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembengkakan, nyeri dan akhirnya menyebabkan kerusakan bagian
dalam sendi (Gordon, 2002).
Rematik artritis adalah penyakit autoimun yang menyebabkan
peradangan kronis di sendi. Penyakit autoimun adalah penyakit yang
terjadi ketika jaringan tubuh diserang oleh sistem imunnya sendiri yang
keliru. Rematik artritis adalah penyakit progresif yang memiliki potensi
untuk menyebabkan kerusakan sendi dan kecacatan fungsional (Indra,
2010).
b. Etiologi
Etiologi rematik artritis belum diketahui dengan pasti.
Kejadiannya dikorelasikan dengan interaksi yang kompleks antara
faktor genetik dan lingkungan (Indra, 2010).
Agen infeksi seperti virus, bakteri dan jamur telah lama dicurigai,
tetapi tidak ada bukti sebagai penyebab. Beberapa ilmuwan percaya
bahwa kecenderungan rematik artritis diturunkan secara genetik. Faktor
lingkungan juga dapat berperan sebagai peyebab rematik artritis. Para
ilmuwan telah melaporkan bahwa merokok tembakau meningkatkan
resiko perkembangan rematik artritis (Indra, 2010).
c. Patofisiologi
Pada rematik artritis, reaksi autoimun terjadi dalam jaringan
sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dan akan
memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial
Faktor Risiko Terjadinya..., MAOLA SABILA JAZMI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
16
dan akhirnya terjadi pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan
tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah
menghilangkan permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi.
Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan
degenerative dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan
kontraksi otot (Smeltzer dan Bare, 2002).
Asuhan keperawatan pada penyakit rematik artritis diantaranya
seperti nyeri, resiko cidera, gangguan mobilitas fisik dan defisit
perawatan diri.
d. Manifestasi Klinis
Gejala umum rematik artritis tergantung pada tingkat peradangan
jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang, penyakit ini tidak aktif.
Gejala dapat termasuk kelelahan, kehilangan energi, kurangnya nafsu
makan, demam, nyeri otot, nyeri sendi dan kekakuan. Nyeri otot dan
kekakuan sendi biasanya paling sering di pagi hari. Manifestasi klinis
rematik artritis bervariasi dan biasanya mencerminkan stadium serta
beratnya penyakit. Rasa nyeri, pembengkakan, panas, eritema dan
gangguan fungsi merupakan gambaran klinis yang klasik untuk rematik
artritis (Smeltzer & Bare, 2002).
Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah mulai pada
persendian kecil di tangan, pergelangan dan kaki yang secara progresif
mengenai persendian, lutut, bahu, panggul siku, pergelangan kaki,
tulang belakang. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, kaku pada
Faktor Risiko Terjadinya..., MAOLA SABILA JAZMI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
17
pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit. Deformitas tangan
dan kaki adalah hal yang umum.
Jika ditinjau dari stadium penyakinya, terdapat tiga stadium
diantaranya yaitu:
1) Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang
ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak
maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.
2) Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi
juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
3) Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.
Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi sekalipun stadium pada
penyakit yang dini sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika terdapat
reaksi inflamasi yang akut pada sendi tersebut. Persendian yang teraba
panas, membengkak, tidak mudah digerakkan dan penderita cendrung
menjaga atau melindungi sendi tersebut dengan imobilisasi. Imobilisasi
dalam waktu yang lama dapat menimbulkan kontraktur sehingga terjadi
deformitas jaringan lunak. Deformitas dapat disebabkan oleh
ketidaksejajaran sendi yang terjadi ketika sebuah tulang tergeser
Faktor Risiko Terjadinya..., MAOLA SABILA JAZMI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
18
terhadap yang lainnya dan menghilangkan rongga sendi (Smeltzer &
Bare, 2002).
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan rematik artritis bisa dilakukan dengan cara
farmakologi pada awal penyakit tersebut. Pengendalian gejala dan
perbaikan terdapat dalam dua tahun pertama penyakit tersebut
(Chintyawati, 2014).
Menjaga supaya rematik artritis tidak terlalu mengganggu
aktivitas, sebaiknya menggunakan air hangat saat mandi pada pagi hari.
Air hangat dapat membauat pergerakan sendi menjadi lebih mudah
bergerak. Mencegah datangnya penyakit ini bisa dilakukan dengan cara
tidak melakukan olahraga secara berlebihan, menjaga berat badan tetap
stabil, menjaga asupan makanan selalu seimbang sesuai dengan
kebutuhan tubuh.
f. Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Rematik Artritis
Faktor risiko dalam peningkatan terjadinya rematik artritis antara
lain:
1) Usia
Usia adalah salah satu dari faktor resiko rematik artritis yang
tidak dapat direkayasa. Daya serap kalsium pada lansia akan
menurun seiring dengan bertambahnya usia (Kemenkes, 2008).
Faktor Risiko Terjadinya..., MAOLA SABILA JAZMI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
19
2) Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
rematik artritis. Wanita memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
terjadinya rematik artritis (Migliaccio dan Malavolta, 2008).
3) Gaya Hidup
a. Merokok
Tembakau dapat meracuni tulang dan juga menurunkan
kadar estrogen, sehingga kadar estrogen pada orang yang
merokok akan cenderung lebih rendah daripada yang tidak
merokok. Wanita pasca menopause yang merokok dan
mendapatkan tambahan estrogen masih akan kehilangan massa
tulang. Berat badan perokok juga lebih ringan dan dapat
mengalami menopause dini. Dapat diartikan bahwa wanita yang
merokok memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya
osteoporosis dibandingkan wanita yang tidak merokok.
b. Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan selama bertahun-tahun
mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Alkohol dapat
secara langsung meracuni jaringan tulang atau mengurangi
massa tulang karena adanya nutrisi yang buruk. Hal ini
disebabkan karena pada orang yang selalu mengkonsumsi
alkohol biasanya tidak mengkonsumsi makanan yang sehat dan
mendapatkan hampir seluruh kalori dari alkohol. Disamping
Faktor Risiko Terjadinya..., MAOLA SABILA JAZMI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
20
akibat dari defisiensi nutrisi, kekurangan vitamin D juga
disebabkan oleh terganggunya metabolisme di dalam hepar,
karena pada konsumsi alkohol berlebih akan menyebabkan
gangguan fungsi hepar.
c. Pola makan
Mengkonsumsi makanan yang mengandung purin dapat
meningkatkan kadar asam urat yang menyebabkan terjadinya
pengkristalisasian dalam sendi. Agar terhindar dari penyakit
rematik artritis akut salah satunya menjaga kadar asam urat
dalam darah di posisi normal, yaitu 5-7 mg% (Vitahealth, 2007).
4) Mobilitas Fisik
Rematik Artritis banyak ditemukan pada pekerja fisik berat,
terutama yang banyak menggunakan kekuatan yang bertumpu pada
lutut. Prevalensi lebih tinggi menderita rematik artritis lutut
ditemukan pada kuli pelabuhan, petani dan penambang
dibandingkan pekerja yang tidak banyak menggunakan kekuatan
lutut seperti pekerja administrasi. Terdapat hubungan signifikan
antara pekerja yang menggunakan kekuatan lutut dengan kejadian
rematik artritis lutut.
5) Diabetes Militus
Penderita diabetes militus (DM) dimana gula darah yang
tidak terkontrol juga sering sebagai penyebab sumbatan peredaran
darah, baik di otak maupun di jantung, sehingga menyebabkan
Faktor Risiko Terjadinya..., MAOLA SABILA JAZMI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
21
jantung koroner atau stroke. Banyak penderita stroke yang
mempunyai keluhan pada sendi-sendinya (seperti pada lutut,
pinggul dan pergelangan kaki). Apabila terdapat penyakit sendi
yang sistemik, akan mengakibatkan sumbatan di pembuluh darah
(Budi, 2012).
3. Kerangka Teori Penelitian
Bagan 2.1 Kerangka teori penelitian (Nugroho, 2012; Suarjana, 2008; Kemenkes, 2008; Migliaccio & Malavolta,
2008; Sutanto, 2008; Budi, 2012; Judha, 2012).
Lansia
FAKTOR YANG
TIDAK BISA DIUBAH
Jenis kelamin
Usia
Genetik
Gangguan hormonal
FAKTOR YANG BISA
DIUBAH
Merokok
Konsumsi alkohol
Pola makan
Mobilitas fisik
Gizi rendah
Lingkungan
PERRUBAHAN
PADA LANSIA
Sistem
Gastrointestinal
Sistem
Muskuloskeletal
Sistem Persarafan
Sistem Endokrin
Rematik Artritis
Faktor Risiko Terjadinya..., MAOLA SABILA JAZMI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
22
4. Kerangka Konsep Penelitian
Bagan 2.2 Kerangka konsep penelitian
5. Hipotesis
Faktor usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol,
pola makan dan mobilitas fisik beresiko terhadap terjadinya rematik artritis
pada lansia di Posyandu wilayah kerja Puskesmas II Baturraden.
FAKTOR YANG TIDAK
BISA DIUBAH
FAKTOR YANG TIDAK
BISA DIUBAH
Jenis Kelamin
Usia
Mobilitas Fisik
Rematik
Artritis
Konsumsi Alkohol
Merokok
Pola Makan
Faktor Risiko Terjadinya..., MAOLA SABILA JAZMI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016