BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pneumonia -...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pneumonia -...
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pneumonia
2.1.1 Pengertian dan Gambaran Klinis
Infeksi Saluran Pernapasan Akut dapat dijumpai dalam berbagai
bentuk, tersering adalah dalam bentuk Pneumonia. Pneumonia adalah proses
infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Juga bisa
didefinisikan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat,
dan menimbulkan angka kesakitan yang tinggi, dengan gejala-gejala batuk,
demam, dan sesak nafas (Qaulyiah, 2010).
Secara klinis Pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai suatu
peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur,
parasit, dan lain-lain). Secara anatomi Pneumonia dapat diklasifikasikan
sebagai Pneumonia lobaris, Pneumonia segmentalis, dan Pneumonia lobularis
yang dikenal sebagai Bronko pneumonia dan biasanya mengenai paru bagian
bawah. Selain itu Pneumonia dapat juga dibedakan berdasarkan tempat
dapatannya, yaitu Pneumonia komunitas dan Pneumonia rumah sakit
(Qaulyiah, 2010).
2.1.2 Insiden Peneumonia
Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan
dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (Pneumonia
2
komunitas). Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah
akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20% (Qaulyiah, 2010).
Unicef memperkirakan bahwa 3 juta anak di dunia meninggal karena
penyakit Pneumonia setiap tahun. Meskipun penyakit ini lebih banyak
ditemukan pada Daerah berkembang akan tetapi di Negara majupun ditemukan
kasus, yang cukup signifikan.
Berdasarkan umur Pneumonia dapat menyerang siapa saja, meskipun
lebih banyak ditemukan pada Balita. Dalam penentuan klasifikasi penyakit
Pneumonia pada Balita, yaitu kelompok umur 2 bulan - <5 tahun dan
kelompok umur <2 bulan (Depkes RI, 2005).
2.1.3 Epidemiologi Pneumonia
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang
terbanyak di dapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di
seluruh dunia. Di Inggris Pneumonia menyebabkan kematian 10 kali lebih
banyak dari pada penyakit infeksi lain, sedangkan di AS merupakan penyebab
kematian urutan ke-15 (Qaulyiah, 2010).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,
menunjukkan prevalensi Nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka
nasional), angka kesakitan (morbidita) Pneumonia pada Bayi: 2,2 %, Balita:
3%, angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5% (Depkes
RI, 2007).
Pneumonia pada balita dapat terjadi tanpa kelainan imunitas yang
jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita Pneumonia
3
didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan
tubuh. Frekuensi relative terhadap Mikroorganisme petogen paru bervariasi
menurut lingkungan ketika infeksi tersebut didapat. Misalnya lingkungan
masyarakat, sanitasi fisik rumah, panti perawatan, ataupun rumah sakit. Selain
itu faktor iklim dan letak geografis mempengaruhi peningkatan frekuensi
infeksi penyakit ini (Qaulyiah, 2010).
2.1.4 Etiologi Pneumonia
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme
yaitu bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh
bakteri. Penyebab tersering Pneumonia bakterialis adalah bakteri positif-gram,
Streptococcus pneumonia yang menyebabkan Pneumonia streptokokus. Bakteri
staphylococcus aureus dan streptococcus aeruginosa. Pneumonia lainnya
disebabkan oleh virus, misalnya influenza (Qaulyiah, 2010).
Pneumonia dapat disebabkan oleh mikroorganisme, namun di
Indonesia Pneumonia pada balita sukar untuk ditetapkan karena dahak
biasanya sukar untuk diperoleh, sedangkan dengan memeriksa imunologi
belum memberikan hasil yang memuasakan untuk menentukan adanya bakteri
sebagai penyebab Pneumonia, hanya biakan dari aspirat paru, serta
pemeriksaan specimen darah yang dapat diandalkan untuk membantu
penetapan etiologi Pneumonia (Depkes RI, 2005).
Menurut Hisao dari beberapa pathogen penyebab Pneumonia,
Streptococcus pneumonia merupakan pathogen paling paling banyak sebagai
penyebab Pneumonia pada semua kelompok umur (Depkes RI, 2005).
4
Negera berkembang, bakteri merupakan penyebab utama dari
Pneumonia pada balita. Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai
Negara juga menunjukkan bahwa, di Negara berkembang Streptococcus
pneumonia dan Haemophylus influinzae merupakan bakteri yang selalu di
temukan pada dua per tiga dari hasil isolasi (73,9 % aspirat paru dan 69,1%
dari spesimen darah).
Termasuk di Indonesia, hasil penelitian di Pulau Lombok 1997-2003
memperlihatkan hasil usap tenggorok pada anak usia <2 tahun ditemukan
Streptococcus Pneumonia (48%) dan Haemophylus influinzae (8%) (Depkes
RI, 2005).
Gejala Pneumonia menular disebabkan oleh invasi paru-paru oleh
mikroorganisme dan respon sistem kekebalan tubuh untuk infeksi. Meskipun
lebih dari seratus jenis mikroorganisme dapat menyebabkan Pneumonia, hanya
sedikit yang bertanggung jawab untuk kebanyakan kasus. Penyebab paling
umum Pneumonia adalah bakteri dan virus.Penyebab kurang umum
Pneumonia menular adalah jamur dan parasit, seperti yang di lansir di News
Medical yakni:
1. Virus
Virus menyerang sel untuk mereproduksi. Biasanya, virus mencapai
paru-paru ketika tetesan udara yang dihirup melalui mulut dan hidung. Setelah
di paru-paru, virus menyerang sel-sel yang melapisi saluran udara dan alveoli.
Hal ini sering menyebabkan kematian sel, baik ketika virus langsung
membunuh sel.
5
Ketika sistem kekebalan tubuh merespon infeksi virus, kerusakan
paru-paru. Sel darah putih, terutama limfosit, mengaktifkan sitokin kimia
tertentu yang memungkinkan cairan bocor ke dalam alveoli. Kombinasi dari
kerusakan sel dan alveoli berisi cairan mengganggu transportasi normal
oksigen ke dalam aliran darah.Serta merusak paru-paru, banyak virus
mempengaruhi organ-organ lain dan dengan demikian mengganggu banyak
fungsi tubuh. Virus juga dapat membuat tubuh lebih rentan terhadap infeksi
bakteri, karena alasan Pneumonia bakteri yang sering mempersulit radang
paru-paru.
Viral Pneumonia umumnya disebabkan oleh virus seperti virus
influenza, virus RSV, adenovirus, dan metapneumovirus. Herpes simplex virus
merupakan penyebab Pneumonia langka, kecuali pada bayi baru lahir. Orang
dengan sistem kekebalan yang lemah juga berisiko Pneumonia yang
disebabkan oleh sitomegalovirus.
2. Bakteri
Bakteri biasanya masuk paru-paru ketika tetesan udara yang terhirup,
tetapi juga dapat mencapai paru-paru melalui aliran darah bila ada infeksi di
bagian lain dari tubuh. Banyak bakteri hidup di bagian saluran pernapasan atas,
seperti hidung, mulut dan sinus, dan dapat dengan mudah terhirup ke dalam
alveoli. Setelah masuk, bakteri bisa menyerang ruang antara sel dan alveoli
melalui pori-pori. Invasi ini memicu sistem kekebalan tubuh untuk mengirim
neutrofil, sejenis sel darah putih defensif, ke paru-paru. Melanda neutrofil dan
membunuh organisme menyinggung, dan juga sitokin rilis, menyebabkan
6
aktivasi umum sistem kekebalan tubuh. Hal ini menyebabkan demam,
menggigil, dan umum kelelahan pada Pneumonia bakteri dan jamur. Neutrofil,
bakteri, dan cairan dari pembuluh darah sekitarnya mengisi alveoli dan
mengganggu transportasi oksigen normal.
Bakteri sering melakukan perjalanan dari paru-paru terinfeksi ke
dalam aliran darah, menyebabkan penyakit serius atau bahkan fatal seperti
syokseptik, dengan tekanan darah rendah dan kerusakan beberapa bagian tubuh
termasuk otak, ginjal, dan jantung. Bakteri juga dapat melakukan perjalanan ke
daerah antara paru-paru dan dinding dada (rongga pleura) menyebabkan
komplikasi yang disebut empiema.
Penyebab paling umum Pneumonia yaitu bakteri Streptococcus
pneumoniae dan atypical bakteri. Bermacam-macam Pneumonia yang
disebabkan oleh bakteri lain, misalnya Bronko pneumonia.
Atypical bakteri adalah bakteri parasit yang hidup tidak memiliki
dinding sel. Selain itu mereka menyebabkan Pneumonia umumnya kurang
parah, sehingga gejala atypical, dan merespon terhadap antibiotik yang berbeda
dari bakteri lain.
Jenis bakteri Gram-positif yang menyebabkan Pneumonia dapat
ditemukan dalam hidung atau mulut orang sehat banyak. Streptococcus
pneumoniae, sering disebut pneumokokus, adalah bakteri penyebab paling
umum Pneumonia pada semua kelompok umur kecuali bayi baru lahir.
Pneumococcus membunuh sekitar satu juta anak setiap tahunnya, terutama di
negara-negara berkembang. Penyebab lain Gram-positif penting dari
7
Pneumonia adalah Staphylococcus aureus, dengan Streptococcus agalactiae
menjadi penyebab penting Pneumonia pada bayi baru lahir.
Bakteri Gram-negatif menyebabkan Pneumonia lebih jarang daripada
bakteri gram positif. Beberapa bakteri gram-negatif yang menyebabkan
Pneumonia termasuk Haemophilus influenzae, Klebsiella pneumoniae,
Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan Moraxella catarrhalis. Bakteri
ini sering hidup dalam perut atau usus dan bisa masuk paru-paru jika dihirup
muntah. Atypical bakteri yang menyebabkan Pneumonia termasuk
Chlamydophila pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, dan Legionella
pneumophila.
3. Jamur
Pneumonia jamur jarang, tetapi dapat terjadi pada individu dengan
masalah sistem kekebalan tubuh karena AIDS, obat-obatan immunosuppresive,
atau masalah medis lainnya. Patofisiologi Pneumonia yang disebabkan oleh
jamur adalah mirip dengan Pneumonia bakteri. Pneumonia jamur yang paling
sering disebabkan olehHistoplasma capsulatum, blastomyces, Cryptococcus
neoformans, Pneumocystis jiroveci, dan Coccidoide immitis.
4. Parasit
Berbagai parasit dapat mempengaruhi paru-paru. Parasit ini biasanya
memasuki tubuh melalui kulit atau dengan ditelan. Setelah masuk, mereka
melakukan perjalanan ke paru-paru, biasanya melalui darah. Ada,seperti dalam
kasus lain Pneumonia, kombinasi kerusakan seluler dan respon imun
menyebabkan gangguan transportasi oksigen. Salah satu jenis sel darah putih,
8
eosinofil itu, merespon dengan penuh semangat untuk infeksi parasit. Eosinofil
di paru-paru dapat menyebabkan Pneumonia eosinofilik, sehingga menyulitkan
Pneumonia parasit yang mendasarinya. Parasit yang paling umum yang
menyebabkan Pneumonia toxoplasma gondii, Strongyloides stercoralis, dan
Ascariasis.
5. Idiopathic
Pneumonia interstisial Idiopatik (IIP) adalah kelas penyakit paru
difus. Dalam beberapa jenis IIP, misalnya beberapa jenis Pneumonia
interstisial biasa penyebabnya, memang, tidak diketahui atau Idiopatik. Dalam
beberapa jenis IIP penyebab Pneumonia diketahui, Pneumonia
interstisialdeskuamatif misalnya disebabkan oleh prilaku merokok (News
Medical, 2010)
2.1.5 Patofisiologi Pneumonia
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari
bayi sampai usia lanjut. Pecandu alkohol, pasien paska operasi, orang-orang
dengan gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun
kekebalan tubuhnya , adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri
Pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat
pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan
malnutrisi, bakteri Pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan
merusak organ paru-paru (Qaulyiah: 2010).
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme
paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh
9
pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada
Pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system
pernapasan bawah. Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan
peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari
lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus
paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi
cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh
tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang
paling umum sebagai penyebab Pneumonia (Qaulyiah: 2010).
2.1.6 Klasifikasi Pneumonia
Menurut Departemen Kesehatan tahun 2009 klasifikasi pneumonia
berdasarkan adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai peningkatan
frekuensi napas seuai kelompok umur yakni:
a. Kelompok umur 2 bulan - ≤ 5 Tahun
1) Klasifikasi Pneumonia berat selain batuk dan atau sukar bernapas,
tanda penyerta lain yaitu tarikan dinding dada bagian bawah kedalama
(chest indrawing),
2) Klasifikasi Pneumonia selain ditandai dengan batuk dan atau sukar
bernapas, tanda penyerta lainnya yaitu napas cepat sesuai golongan
umur. Umur 2 Bulan - < 1 Tahun irama napas sama dengan 50 kali
atau lebih/menit sedangkan untuk umur 1 - <5 Tahun irama napasnya
40 kali atau lebih/menit.
10
3) Klasifikasi bukan Pneumonia hanya ditandai dengan batuk dan atau
sukar bernapas tidak ada tanda penyerta lain yakni tidak ada napas
cepat dan tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah kedalam.
b. Kelompok umur < 2 Bulan
1) Klasifikasi pneumonia berat untuk umur <2 Bulan ditandai dengan
napas cepat > 60 kali atau lebih/menit atau ada tarikan kuat dinding
dada bagian bawah kedalam serta dibarengi dengan batuk dan atau
sukar bernapas.
2) Klasifikasi bukan pneumonia untuk kelompok umur <2 Bulan hanya
ditandai dengan batuk dan atau sukar bernapas serta tidak ada napas
cepat dan tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
(Depkes: 2009)
2.1.7 Faktor Risiko Pneomonia
Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai Negara termasuk Indonesia
dan berbagai publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor risiko baik yang
meningkatkan insiden (morbiditas) maupun kematian (mortalitas) akibat
pneumonia.Faktor risiko yang meningkatkan insiden termasuk didalamnya
adalah kepadatan penghuni dan kondisi ventilasi yang tidak memadai.
Sedangkan faktor risiko yang meningkatkan angka kematian Pneumonia
didalamnya termasuk tingkat sosio-ekonomi rendah dan kepadatan tempat
tinggal dan masih banyak lagi yang lainnya (Dinkes RI, 2005).
Penelitian yang dilakukan Yuwono mengenai faktor – faktor
lingkungan di wilayah kerja puskesmas Kawunganten Kabupaten Cilacap
11
yakni kondisi jenis lantai, kondisi dinding rumah, luas ventilasi rumah, tingkat
kepadatan hunian, tingkat kelembaban, penggunaan jenis bahan bakar kayu dan
kebiasaan anggota keluarga yang merokok mempunyai hubungan dengan
kejadian pneumonia. (Yuwono, 2008).
Dari semua penelitian yang dilakukan baik individual maupun instansi
terkait, menjelaskan bahwa ada hubungan kondisi fisik rumah dengan kejadian
pneumonia pada balita oleh karena itu kondisi fisik rumah harus memenuhi
syarat dalam mencegah terjadinya penyakit Pneumonia pada balita.
2.2 Rumah
2.2.1 Pengertian rumah
Suatu bangunan umumnya menggambarkan kesakitan sekitar 20%
atau lebih pada penghuni bangunan dengan gejala ( seperti sakit kepala, mual-
mual, hidung tersumbat, iritasi hidung dan gejala kelelahan berlebihan) dan
jika gejala ini tetap berlangsung lebih dari dua minggu kecuali jika penghuni
meninggalkan bangunan untuk dua pekan gejala akan tidak nampak lagi (Daud,
2011).
Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk
tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan
rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan individu.
Rumah merupakan tempat berlindung dan beristirahat serta sebagai sarana
pembinaan keluarga yang menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental
dan sosial, sehingga seluruh anggota keluarga dapat bekerja secara produktif.
12
Rumah adalah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia, rumah
sebagai bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan
sarana pembinaan keluarga (Notoatmodjo, 2007).
Rumah menurut Entjang disamping merupakan lingkungan fisik
sebagai tempat tinggal, juga dapat merupakan tempat yang menyebabkan
penyakit, hal ini akan terjadi bila kriteria rumah sehat belum terpenuhi.
Menurut angka statistik kematian dan kesakitan paling tinggi terjadi pada
orang-orang yang menempati rumah yang tidak memenuhi syarat dan terletak
pada tempat yang tidak sanitar. (Yuwono: 2008).
2.2.2 Pengertian Rumah Sehat
Rumah sehat adalah proporsi rumah yang memenuhi kriteria sehat
minimum komponen rumah dan sarana sanitasi dari tiga komponen (rumah,
sarana sanitasi dan perilaku) di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
(Dinkes RI: 2007).
Bila kondisi lingkungan buruk, derajat kesehatan akan rendah
demikian sebaliknya. Oleh karena itu kondisi lingkungan pemukiman harus
mampu mendukung tingkat kesehatan penghuninya.
2.2.3 Syarat Rumah Sehat
Standar arsitektur bangunan pada dasarnya ditujukan untuk
menyediakan rumah tinggal yang cukup baik dalam bentuk desain, letak dan
luas ruangan, serta fasilitas lain agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga atau
dapat memenuhi persyaratan rumah tinggal yang sehat dan menyenangkan
(Daud, 2005).
13
Syarat-syarat rumah sehat dapat dilihat dari adanya indikator, bahan
bangunan, ventilasi, cahaya, luas bangunan serta fasilitas-fasilitas dalam rumah
sehat. Bahan bangunan dapat diadakan sesuai dengan kondisi ekonomi
masyarakatnya dan kondisi alam. Syarat-syarat rumah sehat yang tidak kalah
penting yaitu cahaya, luas bangunan, dan fasilitas-fasilitas dalam rumah sehat.
Maka dari itu penulis menarik suatu titik masalah yakni apabila
syarat-syarat rumah sehat tidak terpenuhi seperti Ventilasi, kelembaban,
kepadatan penghuni serta perilaku merokok dalam keluarga dapat
menjadipemicu tingginya angka kejadian bahkan kematian akibat penyakit
infeksi saaaluran pernapasan akut seperti Pneumonia. Maka dari itu kriteria
rumah sehat menurut WHO (1974) yang tercantum dalam Residential
Environment antara lain:
a. Harus dapat melindungi dari hujan, panas, dingin, dan berfungsi sebagai
tempat istirahat.
b. Mempunyai tempat-tempat untuk tidur, masak, mandi, mencuci, kakus, dan
kamar mandi.
c. Dapat melindungi dari bahaya kebisingan dan bebas dari pencemaran
d. Bebas dari bahan bangunan berbahaya
e. Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh dan dapat melindungi
penghuninya dari gempa, keruntuhan, dan penyakit menular
f. Memberi rasa aman dan lingkungan tetangga serasi.
14
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 829 Tahun 1999, juga
menyebutkan secara umumrumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi
kriteria yaitu:
a. Memenuhi kebutuhan fisiologis meliputi pencahayaan, penghawaan, ruang
gerak yang cukup, dan terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
b. Memenuhi kebutuhan psikologis meliputi privacy yang cukup, komunikasi
yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah.
c. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni
rumah meliputi penyediaan air bersih, pengelolaan tinja, limbah rumah
tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak
berlebihan, dan cukup sinar matahari pagi.
d. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul
karena keadaan luar maupun dalam rumah, antara lain fisik rumah yang
tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar dan tidak cenderung membuat
penghuninya jatuh tergelincir.
Rumah yang tidak sehat merupakan penyebab dari rendahnya taraf
kesehatan jasmani dan rohani yang memudahkan terjangkitnya penyakit dan
mengurangi daya kerja atau daya produktif seseorang. Rumah tidak sehat ini
dapat menjadi reservoir penyakit bagi seluruh lingkungan, jika kondisi tidak
sehat bukan hanya pada satu rumah tetapi pada kumpulan rumah (lingkungan
pemukiman). Timbulnya permasalahan kesehatan di lingkungan pemukiman
pada dasarnya disebabkan karena tingkat kemampuan ekonomi masyarakat
15
yang rendah, karena rumah dibangun berdasarkan kemampuan keuangan
penghuninya (Notoatmodjo, 2007).
Kondisi fisik rumah menentukan dapat terpenuhinya persyaratan
rumah sehat yang akan memberi kenyaman bagi penghuninya dan berdampak
bagi kesehatannya. Kondisi fisik rumah sehat yang di maksud yakni meliputi
ventilasi, kelembaban, kepadatan penghuni, pencemar dalam rumah,
pencahayaan, kondisi lantai, dinding dan kondisi atap.
a. Ventilasi
Menurut Sukar Ventilasi adalah proses pergantian udara segar ke
dalam dan mengeluarkan udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara
alamiah maupun buatan (Oktaviani 2009).
Ventilasi terdiri dari dua macam yakni ventilasi alamiah dan buatan.
Fungsi dari ventilasi yang pertama menjaga agar udara dalam rumah tetap
segar, dan fungsi ventilasi yang kedua adalah untuk membebaskan udara
ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen termasuk bakteri
penyebab Pneumonia dan fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan
rumah selalu tetap dalam kelembaban yang optimum (Notoatmodjo, 2007).
Ada dua macam ventilasi yaitu:
1) Ventilasi alamiah
Ventilasi alamiah yaitu dimana aliran udara dalam ruangan tersebut
terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu lubang angin, lubang-lubang
pada dinding, dan sebagainya.
16
2) Ventilasi buatan
Ventilasi buatan menurut Dinata yaitu dengan mempergunakan alat-
alat khusus untuk mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas angin, dan
mesin penghisap udara. Syarat ventilasi yang baik adalah sebagai berikut
(Oktaviani, 2009)
a. Luas lubang ventilasi tetap minimal lima persen dari luas lantai ruangan,
sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup)
minimal lima persen dari luas lantai. Jumlah keduanya menjadi 10% dari
luas lantai ruangan.
b. Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah atau
pabrik, knalpot kendaraan, debu, dan lain-lain.
c. Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang
ventilasi berhadapan antar dua dinding. Aliran udara ini jangan sampai
terhalang oleh barang-barang besar, misalnya lemari, dinding, sekat, dan
lain-lain.
Secara umum penilaian ventilasi rumah dapat dilakukan dengan cara
membandingkan antara luas ventilasi dan luas lantai rumah, dengan
menggunakan rollmeter. Berdasarkan indikator penghawaan rumah, luas
ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah ≥10% dari luas lantai rumah
dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah kurang dari
10% dari luas lantai rumah (Kemenkes, 1999).
17
b. Pencahayaan alami
Cahaya matahari sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-
bakteri patogen di dalam rumah. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus
mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Jalan masuk cahaya (jendela)
luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang terdapat di
dalam ruangan rumah (Notoatmodjo, 2007).
Pencahayaan alami dianggap baik menurut Suryanto jika besarnya
antara 60–120 lux dan buruk jika kurang dari 60 lux atau lebih dari 120 lux.
Hal yang perlu diperhatikan dalam membuat jendela, perlu diusahakan agar
sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, dan tidak terhalang
oleh bangunan lain.
Fungsi jendela di sini, di samping sebagai ventilasi juga sebagai jalan
masuk cahaya. Lokasi penempatan jendela pun harus diperhatikan dan
diusahakan agar sinar matahari lebih lama menyinari lantai (bukan menyinari
dinding), maka sebaiknya jendela itu harus di tengah-tengah tinggi dinding
tembok (Notoatmodjo, 2007).
c. Kelembaban
Kelembaban rumah yang tinggi dapat mempengaruhi penurunan daya
tahan iotubuh seseorang dan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit
terutama penyakit infeksi. Kelembaban juga dapat meningkatkan daya tahan
hidup bakteri (Notoatmodjo, 2007).
Kelembaban berkaitan erat dengan ventilasi karena sirkulasi udara
yang tidak lancar akan mempengaruhi suhu udara dalam rumah menjadi
18
rendah sehinggakelembaban udaranya tinggi. Sebuah rumah yang memiliki
kelembaban udara tinggi memungkinkan adanya tikus, kecoa dan jamur yang
semuanya memiliki peran besar dalam patogenesis penyakit pernafasan
(Notoatmodjo, 2007).
Kualitas udara dalam rumah yang memenuhi syarat adalah
bertemperatur ruangan sebesar 18o – 30oC dengan kelembaban udara sebesar
40 % - 70 %, buruk jika kurang dari 40% atau lebih dari 70% (Depkes, 1994).
d. Kepadatan Penghuni
Kepadatan penghuni menurut (Daud, 2011: 164) perbandingan jumlah
kamar atau ruangan dengan penghuni dalam rumah dari luas lantai. Ruangan
atau kamar diperhitungkan berdasarkan jumlah penghuni atau jumlah orang
yang tinggal bersama di dalam satu rumah yaitu 5m2/orang.
Menurut Yuwono tahun (2008) rumah yang memenuhi syarat yaitu
rumah yang rasio ruangan atau kamar ≥ 9m2/orang dan yang tidak memenuhi
syarat yang rasio ruangannya <9m2/orang.
e. Pencemar dalam rumah
Sumber pencemaran udara dalam ruangan menurut penelitian NIOSH
dirinci menjadi lima sumber (Keman, 2005) yaitu :
1) pencemaran akibat kegiatan penghuni dalam gedung seperti asap rokok,
pestisida, bahan pembersih ruangan,
2) pencemaran dari luar gedung meliputi masuknya gas buangan kendaraan
bermotor, cerobong asap dapur karena penempatan lokasi lubang
ventilasiyang tidak tepat,
19
3) pencemaran dari bahan bangunan ruangan seperti formaldehid, lem,
asbestos, fibreglass , dan bahan lainnya,
4) pencemaran mikroba meliputi bakteri, jamur, virus atau protozoa yang
dapat ditemukan di saluran udara dan alat pendingin ruangan beserta
seluruh sistemnya,
5) kurangnya udara segar yang masuk karena gangguan ventilasi udara dan
kurangnya perawatan sistem peralatan ventilasi.
f. Lantai
Lantai rumah dapat mempengaruhi terjadinya penyakit infeksi saluran
pernapasan akut karena lantai yang tidak memenuhi standar merupakan media
yang baik untuk perkembangbiakan bakteri atau virus penyebab infeksi saluran
pernapasan akut. Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering
dan tidak lembab. Bahan lantai harus kedap air dan mudah dibersihkan, jadi
paling tidak lantai perlu diplester dan akan lebih baik kalau dilapisi ubin atau
keramik yang mudah dibersihkan (Oktaviani, 2009). Syarat yang penting untuk
lantai yakni tidak berebu pada musim kemarau dan tidak basah pada saat
musim hujan (Notoatmodjo, 2007).
g. Dinding
Dinding rumah yang baik menggunakan tembok, tetapi dinding rumah
di daerah tropis khususnya di pedesaan banyak yang berdinding papan, kayu
dan bambu. Hal ini disebabkan masyarakat pedesaan perekonomiannya kurang.
Menurut Suryanto rumah yang berdinding tidak rapat seperti papan,
kayu dan bambu dapat menyebabkan penyakit pernafasan yang berkelanjutan
20
seperti ISPA, karena angin malam yang langsung masuk ke dalam rumah. Jenis
dinding mempengaruhi terjadinya ISPA, karena dinding yang sulit dibersihkan
akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai media
yang baik bagi berkembangbiaknya kuman (Oktaviani, 2009).
h. Atap
Salah satu fungsi atap rumah menurut Nurhidayah yaitu melindungi
masuknya debu dalam rumah. Atap sebaiknya diberi plafon atau langit-langit,
agar debu tidak langsung masuk ke dalam rumah. Atap juga berfungsi sebagai
jalan masuknya cahaya alamiah dengan menggunakan genteng kaca. Genteng
kaca pun dapat dibuat secara sederhana, yaitu dengan melubangi genteng,
biasanya dilakukan pada waktu pembuatannya, kemudian lubang pada genteng
ditutup dengan pecahan kaca (Oktaviani, 2009).
2.3 Kerangka Berpikir
2.3.1 Kerangka Teori
Rumah
Sanitasi/kondisi Fisik
Rumah
1. Ventilasi 2. Kelembaban 3. Pencahayaan
alami 4. Kepadatan
penghuni 5. Pencemar
dalam rumah 6. Pencahayaan 7. Dinding 8. Lantai 9. Atap
Kejadian Pneumonia pada Balita
Bakteri (Stertococcus
pneumoniae) di Lingkungan rumah
- Perilaku - Tingkat
Pengetahuan - Daya Tahan
subjek
Bakteri (Stertococcus
pneumoniae) masuk Kedalam Tubuh
21
Kondisi fisik antara lain keadaan ventilasi, tingkat kelembaban,
pencahayaan, kepadatan penghuni, pencemar dalam rumah, dinding, lantai dan
atap rumah, mempengaruhi penyebaran bakteri penyebab penyakit, salah satunya
bakteri Stertococcus pneumoniae di lingkungan rumah sebagai penyebab penyakit
Pneumonia.
Faktor penyebab masuknya bakteri Streptococcus pneumonia kedalam
tubuh penghuni rumah dipengaruhi beberapa faktor antara lain, perilaku penghuni,
tingkat pengetahuan mengenai penyebab penyakit Pneumonia dan sanitasi
lingkungan dan kondisi daya tahan tubuh penghuni rumah terutama balita..
2.3.2 Kerangka Konsep
Keterangan :
= Variabel Independen
= Variabel Dependen
= Variabel yang diteliti
Berdasarkan uraian kerangka berpikir, maka dapat ditarik kesimpulan
dalam penelitian ini, digunakan dua variabel yaitu, variabel independen meliputi,
Ventilasi
Pencemar dalam Rumah
Kelembaban
Kepadatan Hunian
Ventilasi
Kejadian Pneumonia pada balita
22
ventilasi, tingkat kelembaban, kepadatan penghuni, dan pencemar dalam rumah,
sedangkan variabel dependen meliputi kejadian Pneumonia pada balita.
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini yakni :
1. Ada hubungan antara kondisi fisik rumah berdasrkan ventilasi dengan
kejadian Pneumonia pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Wongkaditi Kecamatan Kota Utara Kota Gorontalo.
2. Ada hubungan antara kondisi fisik rumah berdasrkan kelembaban
dengan kejadian Pneumonia pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Wongkaditi Kecamatan Kota Utara Kota Gorontalo.
3. Ada hubungan antara kondisi fisik rumah berdasrkan kepadatan
penghuni dalam rumah dengan kejadian Pneumonia pada balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Wongkaditi Kecamatan Kota Utara Kota
Gorontalo.
4. Ada hubungan antara kondisi fisik rumah berdasrkan pencemar dalam
rumah dengan kejadian Pneumonia pada balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Wongkaditi Kecamatan Kota Utara Kota Gorontalo.