BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pneumonia -...

22
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pneumonia 2.1.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Infeksi Saluran Pernapasan Akut dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk Pneumonia. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Juga bisa didefinisikan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat, dan menimbulkan angka kesakitan yang tinggi, dengan gejala-gejala batuk, demam, dan sesak nafas (Qaulyiah, 2010). Secara klinis Pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit, dan lain-lain). Secara anatomi Pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai Pneumonia lobaris, Pneumonia segmentalis, dan Pneumonia lobularis yang dikenal sebagai Bronko pneumonia dan biasanya mengenai paru bagian bawah. Selain itu Pneumonia dapat juga dibedakan berdasarkan tempat dapatannya, yaitu Pneumonia komunitas dan Pneumonia rumah sakit (Qaulyiah, 2010). 2.1.2 Insiden Peneumonia Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (Pneumonia

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pneumonia -...

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pneumonia

2.1.1 Pengertian dan Gambaran Klinis

Infeksi Saluran Pernapasan Akut dapat dijumpai dalam berbagai

bentuk, tersering adalah dalam bentuk Pneumonia. Pneumonia adalah proses

infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Juga bisa

didefinisikan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus

terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta

menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat,

dan menimbulkan angka kesakitan yang tinggi, dengan gejala-gejala batuk,

demam, dan sesak nafas (Qaulyiah, 2010).

Secara klinis Pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai suatu

peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur,

parasit, dan lain-lain). Secara anatomi Pneumonia dapat diklasifikasikan

sebagai Pneumonia lobaris, Pneumonia segmentalis, dan Pneumonia lobularis

yang dikenal sebagai Bronko pneumonia dan biasanya mengenai paru bagian

bawah. Selain itu Pneumonia dapat juga dibedakan berdasarkan tempat

dapatannya, yaitu Pneumonia komunitas dan Pneumonia rumah sakit

(Qaulyiah, 2010).

2.1.2 Insiden Peneumonia

Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan

dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (Pneumonia

2

komunitas). Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah

akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20% (Qaulyiah, 2010).

Unicef memperkirakan bahwa 3 juta anak di dunia meninggal karena

penyakit Pneumonia setiap tahun. Meskipun penyakit ini lebih banyak

ditemukan pada Daerah berkembang akan tetapi di Negara majupun ditemukan

kasus, yang cukup signifikan.

Berdasarkan umur Pneumonia dapat menyerang siapa saja, meskipun

lebih banyak ditemukan pada Balita. Dalam penentuan klasifikasi penyakit

Pneumonia pada Balita, yaitu kelompok umur 2 bulan - <5 tahun dan

kelompok umur <2 bulan (Depkes RI, 2005).

2.1.3 Epidemiologi Pneumonia

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang

terbanyak di dapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di

seluruh dunia. Di Inggris Pneumonia menyebabkan kematian 10 kali lebih

banyak dari pada penyakit infeksi lain, sedangkan di AS merupakan penyebab

kematian urutan ke-15 (Qaulyiah, 2010).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,

menunjukkan prevalensi Nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka

nasional), angka kesakitan (morbidita) Pneumonia pada Bayi: 2,2 %, Balita:

3%, angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5% (Depkes

RI, 2007).

Pneumonia pada balita dapat terjadi tanpa kelainan imunitas yang

jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita Pneumonia

3

didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan

tubuh. Frekuensi relative terhadap Mikroorganisme petogen paru bervariasi

menurut lingkungan ketika infeksi tersebut didapat. Misalnya lingkungan

masyarakat, sanitasi fisik rumah, panti perawatan, ataupun rumah sakit. Selain

itu faktor iklim dan letak geografis mempengaruhi peningkatan frekuensi

infeksi penyakit ini (Qaulyiah, 2010).

2.1.4 Etiologi Pneumonia

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme

yaitu bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh

bakteri. Penyebab tersering Pneumonia bakterialis adalah bakteri positif-gram,

Streptococcus pneumonia yang menyebabkan Pneumonia streptokokus. Bakteri

staphylococcus aureus dan streptococcus aeruginosa. Pneumonia lainnya

disebabkan oleh virus, misalnya influenza (Qaulyiah, 2010).

Pneumonia dapat disebabkan oleh mikroorganisme, namun di

Indonesia Pneumonia pada balita sukar untuk ditetapkan karena dahak

biasanya sukar untuk diperoleh, sedangkan dengan memeriksa imunologi

belum memberikan hasil yang memuasakan untuk menentukan adanya bakteri

sebagai penyebab Pneumonia, hanya biakan dari aspirat paru, serta

pemeriksaan specimen darah yang dapat diandalkan untuk membantu

penetapan etiologi Pneumonia (Depkes RI, 2005).

Menurut Hisao dari beberapa pathogen penyebab Pneumonia,

Streptococcus pneumonia merupakan pathogen paling paling banyak sebagai

penyebab Pneumonia pada semua kelompok umur (Depkes RI, 2005).

4

Negera berkembang, bakteri merupakan penyebab utama dari

Pneumonia pada balita. Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai

Negara juga menunjukkan bahwa, di Negara berkembang Streptococcus

pneumonia dan Haemophylus influinzae merupakan bakteri yang selalu di

temukan pada dua per tiga dari hasil isolasi (73,9 % aspirat paru dan 69,1%

dari spesimen darah).

Termasuk di Indonesia, hasil penelitian di Pulau Lombok 1997-2003

memperlihatkan hasil usap tenggorok pada anak usia <2 tahun ditemukan

Streptococcus Pneumonia (48%) dan Haemophylus influinzae (8%) (Depkes

RI, 2005).

Gejala Pneumonia menular disebabkan oleh invasi paru-paru oleh

mikroorganisme dan respon sistem kekebalan tubuh untuk infeksi. Meskipun

lebih dari seratus jenis mikroorganisme dapat menyebabkan Pneumonia, hanya

sedikit yang bertanggung jawab untuk kebanyakan kasus. Penyebab paling

umum Pneumonia adalah bakteri dan virus.Penyebab kurang umum

Pneumonia menular adalah jamur dan parasit, seperti yang di lansir di News

Medical yakni:

1. Virus

Virus menyerang sel untuk mereproduksi. Biasanya, virus mencapai

paru-paru ketika tetesan udara yang dihirup melalui mulut dan hidung. Setelah

di paru-paru, virus menyerang sel-sel yang melapisi saluran udara dan alveoli.

Hal ini sering menyebabkan kematian sel, baik ketika virus langsung

membunuh sel.

5

Ketika sistem kekebalan tubuh merespon infeksi virus, kerusakan

paru-paru. Sel darah putih, terutama limfosit, mengaktifkan sitokin kimia

tertentu yang memungkinkan cairan bocor ke dalam alveoli. Kombinasi dari

kerusakan sel dan alveoli berisi cairan mengganggu transportasi normal

oksigen ke dalam aliran darah.Serta merusak paru-paru, banyak virus

mempengaruhi organ-organ lain dan dengan demikian mengganggu banyak

fungsi tubuh. Virus juga dapat membuat tubuh lebih rentan terhadap infeksi

bakteri, karena alasan Pneumonia bakteri yang sering mempersulit radang

paru-paru.

Viral Pneumonia umumnya disebabkan oleh virus seperti virus

influenza, virus RSV, adenovirus, dan metapneumovirus. Herpes simplex virus

merupakan penyebab Pneumonia langka, kecuali pada bayi baru lahir. Orang

dengan sistem kekebalan yang lemah juga berisiko Pneumonia yang

disebabkan oleh sitomegalovirus.

2. Bakteri

Bakteri biasanya masuk paru-paru ketika tetesan udara yang terhirup,

tetapi juga dapat mencapai paru-paru melalui aliran darah bila ada infeksi di

bagian lain dari tubuh. Banyak bakteri hidup di bagian saluran pernapasan atas,

seperti hidung, mulut dan sinus, dan dapat dengan mudah terhirup ke dalam

alveoli. Setelah masuk, bakteri bisa menyerang ruang antara sel dan alveoli

melalui pori-pori. Invasi ini memicu sistem kekebalan tubuh untuk mengirim

neutrofil, sejenis sel darah putih defensif, ke paru-paru. Melanda neutrofil dan

membunuh organisme menyinggung, dan juga sitokin rilis, menyebabkan

6

aktivasi umum sistem kekebalan tubuh. Hal ini menyebabkan demam,

menggigil, dan umum kelelahan pada Pneumonia bakteri dan jamur. Neutrofil,

bakteri, dan cairan dari pembuluh darah sekitarnya mengisi alveoli dan

mengganggu transportasi oksigen normal.

Bakteri sering melakukan perjalanan dari paru-paru terinfeksi ke

dalam aliran darah, menyebabkan penyakit serius atau bahkan fatal seperti

syokseptik, dengan tekanan darah rendah dan kerusakan beberapa bagian tubuh

termasuk otak, ginjal, dan jantung. Bakteri juga dapat melakukan perjalanan ke

daerah antara paru-paru dan dinding dada (rongga pleura) menyebabkan

komplikasi yang disebut empiema.

Penyebab paling umum Pneumonia yaitu bakteri Streptococcus

pneumoniae dan atypical bakteri. Bermacam-macam Pneumonia yang

disebabkan oleh bakteri lain, misalnya Bronko pneumonia.

Atypical bakteri adalah bakteri parasit yang hidup tidak memiliki

dinding sel. Selain itu mereka menyebabkan Pneumonia umumnya kurang

parah, sehingga gejala atypical, dan merespon terhadap antibiotik yang berbeda

dari bakteri lain.

Jenis bakteri Gram-positif yang menyebabkan Pneumonia dapat

ditemukan dalam hidung atau mulut orang sehat banyak. Streptococcus

pneumoniae, sering disebut pneumokokus, adalah bakteri penyebab paling

umum Pneumonia pada semua kelompok umur kecuali bayi baru lahir.

Pneumococcus membunuh sekitar satu juta anak setiap tahunnya, terutama di

negara-negara berkembang. Penyebab lain Gram-positif penting dari

7

Pneumonia adalah Staphylococcus aureus, dengan Streptococcus agalactiae

menjadi penyebab penting Pneumonia pada bayi baru lahir.

Bakteri Gram-negatif menyebabkan Pneumonia lebih jarang daripada

bakteri gram positif. Beberapa bakteri gram-negatif yang menyebabkan

Pneumonia termasuk Haemophilus influenzae, Klebsiella pneumoniae,

Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan Moraxella catarrhalis. Bakteri

ini sering hidup dalam perut atau usus dan bisa masuk paru-paru jika dihirup

muntah. Atypical bakteri yang menyebabkan Pneumonia termasuk

Chlamydophila pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, dan Legionella

pneumophila.

3. Jamur

Pneumonia jamur jarang, tetapi dapat terjadi pada individu dengan

masalah sistem kekebalan tubuh karena AIDS, obat-obatan immunosuppresive,

atau masalah medis lainnya. Patofisiologi Pneumonia yang disebabkan oleh

jamur adalah mirip dengan Pneumonia bakteri. Pneumonia jamur yang paling

sering disebabkan olehHistoplasma capsulatum, blastomyces, Cryptococcus

neoformans, Pneumocystis jiroveci, dan Coccidoide immitis.

4. Parasit

Berbagai parasit dapat mempengaruhi paru-paru. Parasit ini biasanya

memasuki tubuh melalui kulit atau dengan ditelan. Setelah masuk, mereka

melakukan perjalanan ke paru-paru, biasanya melalui darah. Ada,seperti dalam

kasus lain Pneumonia, kombinasi kerusakan seluler dan respon imun

menyebabkan gangguan transportasi oksigen. Salah satu jenis sel darah putih,

8

eosinofil itu, merespon dengan penuh semangat untuk infeksi parasit. Eosinofil

di paru-paru dapat menyebabkan Pneumonia eosinofilik, sehingga menyulitkan

Pneumonia parasit yang mendasarinya. Parasit yang paling umum yang

menyebabkan Pneumonia toxoplasma gondii, Strongyloides stercoralis, dan

Ascariasis.

5. Idiopathic

Pneumonia interstisial Idiopatik (IIP) adalah kelas penyakit paru

difus. Dalam beberapa jenis IIP, misalnya beberapa jenis Pneumonia

interstisial biasa penyebabnya, memang, tidak diketahui atau Idiopatik. Dalam

beberapa jenis IIP penyebab Pneumonia diketahui, Pneumonia

interstisialdeskuamatif misalnya disebabkan oleh prilaku merokok (News

Medical, 2010)

2.1.5 Patofisiologi Pneumonia

Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari

bayi sampai usia lanjut. Pecandu alkohol, pasien paska operasi, orang-orang

dengan gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun

kekebalan tubuhnya , adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri

Pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat

pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan

malnutrisi, bakteri Pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan

merusak organ paru-paru (Qaulyiah: 2010).

Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme

paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh

9

pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada

Pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system

pernapasan bawah. Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan

peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari

lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus

paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi

cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh

tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang

paling umum sebagai penyebab Pneumonia (Qaulyiah: 2010).

2.1.6 Klasifikasi Pneumonia

Menurut Departemen Kesehatan tahun 2009 klasifikasi pneumonia

berdasarkan adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai peningkatan

frekuensi napas seuai kelompok umur yakni:

a. Kelompok umur 2 bulan - ≤ 5 Tahun

1) Klasifikasi Pneumonia berat selain batuk dan atau sukar bernapas,

tanda penyerta lain yaitu tarikan dinding dada bagian bawah kedalama

(chest indrawing),

2) Klasifikasi Pneumonia selain ditandai dengan batuk dan atau sukar

bernapas, tanda penyerta lainnya yaitu napas cepat sesuai golongan

umur. Umur 2 Bulan - < 1 Tahun irama napas sama dengan 50 kali

atau lebih/menit sedangkan untuk umur 1 - <5 Tahun irama napasnya

40 kali atau lebih/menit.

10

3) Klasifikasi bukan Pneumonia hanya ditandai dengan batuk dan atau

sukar bernapas tidak ada tanda penyerta lain yakni tidak ada napas

cepat dan tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah kedalam.

b. Kelompok umur < 2 Bulan

1) Klasifikasi pneumonia berat untuk umur <2 Bulan ditandai dengan

napas cepat > 60 kali atau lebih/menit atau ada tarikan kuat dinding

dada bagian bawah kedalam serta dibarengi dengan batuk dan atau

sukar bernapas.

2) Klasifikasi bukan pneumonia untuk kelompok umur <2 Bulan hanya

ditandai dengan batuk dan atau sukar bernapas serta tidak ada napas

cepat dan tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

(Depkes: 2009)

2.1.7 Faktor Risiko Pneomonia

Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai Negara termasuk Indonesia

dan berbagai publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor risiko baik yang

meningkatkan insiden (morbiditas) maupun kematian (mortalitas) akibat

pneumonia.Faktor risiko yang meningkatkan insiden termasuk didalamnya

adalah kepadatan penghuni dan kondisi ventilasi yang tidak memadai.

Sedangkan faktor risiko yang meningkatkan angka kematian Pneumonia

didalamnya termasuk tingkat sosio-ekonomi rendah dan kepadatan tempat

tinggal dan masih banyak lagi yang lainnya (Dinkes RI, 2005).

Penelitian yang dilakukan Yuwono mengenai faktor – faktor

lingkungan di wilayah kerja puskesmas Kawunganten Kabupaten Cilacap

11

yakni kondisi jenis lantai, kondisi dinding rumah, luas ventilasi rumah, tingkat

kepadatan hunian, tingkat kelembaban, penggunaan jenis bahan bakar kayu dan

kebiasaan anggota keluarga yang merokok mempunyai hubungan dengan

kejadian pneumonia. (Yuwono, 2008).

Dari semua penelitian yang dilakukan baik individual maupun instansi

terkait, menjelaskan bahwa ada hubungan kondisi fisik rumah dengan kejadian

pneumonia pada balita oleh karena itu kondisi fisik rumah harus memenuhi

syarat dalam mencegah terjadinya penyakit Pneumonia pada balita.

2.2 Rumah

2.2.1 Pengertian rumah

Suatu bangunan umumnya menggambarkan kesakitan sekitar 20%

atau lebih pada penghuni bangunan dengan gejala ( seperti sakit kepala, mual-

mual, hidung tersumbat, iritasi hidung dan gejala kelelahan berlebihan) dan

jika gejala ini tetap berlangsung lebih dari dua minggu kecuali jika penghuni

meninggalkan bangunan untuk dua pekan gejala akan tidak nampak lagi (Daud,

2011).

Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk

tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan

rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan individu.

Rumah merupakan tempat berlindung dan beristirahat serta sebagai sarana

pembinaan keluarga yang menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental

dan sosial, sehingga seluruh anggota keluarga dapat bekerja secara produktif.

12

Rumah adalah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia, rumah

sebagai bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan

sarana pembinaan keluarga (Notoatmodjo, 2007).

Rumah menurut Entjang disamping merupakan lingkungan fisik

sebagai tempat tinggal, juga dapat merupakan tempat yang menyebabkan

penyakit, hal ini akan terjadi bila kriteria rumah sehat belum terpenuhi.

Menurut angka statistik kematian dan kesakitan paling tinggi terjadi pada

orang-orang yang menempati rumah yang tidak memenuhi syarat dan terletak

pada tempat yang tidak sanitar. (Yuwono: 2008).

2.2.2 Pengertian Rumah Sehat

Rumah sehat adalah proporsi rumah yang memenuhi kriteria sehat

minimum komponen rumah dan sarana sanitasi dari tiga komponen (rumah,

sarana sanitasi dan perilaku) di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu

(Dinkes RI: 2007).

Bila kondisi lingkungan buruk, derajat kesehatan akan rendah

demikian sebaliknya. Oleh karena itu kondisi lingkungan pemukiman harus

mampu mendukung tingkat kesehatan penghuninya.

2.2.3 Syarat Rumah Sehat

Standar arsitektur bangunan pada dasarnya ditujukan untuk

menyediakan rumah tinggal yang cukup baik dalam bentuk desain, letak dan

luas ruangan, serta fasilitas lain agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga atau

dapat memenuhi persyaratan rumah tinggal yang sehat dan menyenangkan

(Daud, 2005).

13

Syarat-syarat rumah sehat dapat dilihat dari adanya indikator, bahan

bangunan, ventilasi, cahaya, luas bangunan serta fasilitas-fasilitas dalam rumah

sehat. Bahan bangunan dapat diadakan sesuai dengan kondisi ekonomi

masyarakatnya dan kondisi alam. Syarat-syarat rumah sehat yang tidak kalah

penting yaitu cahaya, luas bangunan, dan fasilitas-fasilitas dalam rumah sehat.

Maka dari itu penulis menarik suatu titik masalah yakni apabila

syarat-syarat rumah sehat tidak terpenuhi seperti Ventilasi, kelembaban,

kepadatan penghuni serta perilaku merokok dalam keluarga dapat

menjadipemicu tingginya angka kejadian bahkan kematian akibat penyakit

infeksi saaaluran pernapasan akut seperti Pneumonia. Maka dari itu kriteria

rumah sehat menurut WHO (1974) yang tercantum dalam Residential

Environment antara lain:

a. Harus dapat melindungi dari hujan, panas, dingin, dan berfungsi sebagai

tempat istirahat.

b. Mempunyai tempat-tempat untuk tidur, masak, mandi, mencuci, kakus, dan

kamar mandi.

c. Dapat melindungi dari bahaya kebisingan dan bebas dari pencemaran

d. Bebas dari bahan bangunan berbahaya

e. Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh dan dapat melindungi

penghuninya dari gempa, keruntuhan, dan penyakit menular

f. Memberi rasa aman dan lingkungan tetangga serasi.

14

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 829 Tahun 1999, juga

menyebutkan secara umumrumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi

kriteria yaitu:

a. Memenuhi kebutuhan fisiologis meliputi pencahayaan, penghawaan, ruang

gerak yang cukup, dan terhindar dari kebisingan yang mengganggu.

b. Memenuhi kebutuhan psikologis meliputi privacy yang cukup, komunikasi

yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah.

c. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni

rumah meliputi penyediaan air bersih, pengelolaan tinja, limbah rumah

tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak

berlebihan, dan cukup sinar matahari pagi.

d. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul

karena keadaan luar maupun dalam rumah, antara lain fisik rumah yang

tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar dan tidak cenderung membuat

penghuninya jatuh tergelincir.

Rumah yang tidak sehat merupakan penyebab dari rendahnya taraf

kesehatan jasmani dan rohani yang memudahkan terjangkitnya penyakit dan

mengurangi daya kerja atau daya produktif seseorang. Rumah tidak sehat ini

dapat menjadi reservoir penyakit bagi seluruh lingkungan, jika kondisi tidak

sehat bukan hanya pada satu rumah tetapi pada kumpulan rumah (lingkungan

pemukiman). Timbulnya permasalahan kesehatan di lingkungan pemukiman

pada dasarnya disebabkan karena tingkat kemampuan ekonomi masyarakat

15

yang rendah, karena rumah dibangun berdasarkan kemampuan keuangan

penghuninya (Notoatmodjo, 2007).

Kondisi fisik rumah menentukan dapat terpenuhinya persyaratan

rumah sehat yang akan memberi kenyaman bagi penghuninya dan berdampak

bagi kesehatannya. Kondisi fisik rumah sehat yang di maksud yakni meliputi

ventilasi, kelembaban, kepadatan penghuni, pencemar dalam rumah,

pencahayaan, kondisi lantai, dinding dan kondisi atap.

a. Ventilasi

Menurut Sukar Ventilasi adalah proses pergantian udara segar ke

dalam dan mengeluarkan udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara

alamiah maupun buatan (Oktaviani 2009).

Ventilasi terdiri dari dua macam yakni ventilasi alamiah dan buatan.

Fungsi dari ventilasi yang pertama menjaga agar udara dalam rumah tetap

segar, dan fungsi ventilasi yang kedua adalah untuk membebaskan udara

ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen termasuk bakteri

penyebab Pneumonia dan fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan

rumah selalu tetap dalam kelembaban yang optimum (Notoatmodjo, 2007).

Ada dua macam ventilasi yaitu:

1) Ventilasi alamiah

Ventilasi alamiah yaitu dimana aliran udara dalam ruangan tersebut

terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu lubang angin, lubang-lubang

pada dinding, dan sebagainya.

16

2) Ventilasi buatan

Ventilasi buatan menurut Dinata yaitu dengan mempergunakan alat-

alat khusus untuk mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas angin, dan

mesin penghisap udara. Syarat ventilasi yang baik adalah sebagai berikut

(Oktaviani, 2009)

a. Luas lubang ventilasi tetap minimal lima persen dari luas lantai ruangan,

sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup)

minimal lima persen dari luas lantai. Jumlah keduanya menjadi 10% dari

luas lantai ruangan.

b. Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah atau

pabrik, knalpot kendaraan, debu, dan lain-lain.

c. Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang

ventilasi berhadapan antar dua dinding. Aliran udara ini jangan sampai

terhalang oleh barang-barang besar, misalnya lemari, dinding, sekat, dan

lain-lain.

Secara umum penilaian ventilasi rumah dapat dilakukan dengan cara

membandingkan antara luas ventilasi dan luas lantai rumah, dengan

menggunakan rollmeter. Berdasarkan indikator penghawaan rumah, luas

ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah ≥10% dari luas lantai rumah

dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah kurang dari

10% dari luas lantai rumah (Kemenkes, 1999).

17

b. Pencahayaan alami

Cahaya matahari sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-

bakteri patogen di dalam rumah. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus

mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Jalan masuk cahaya (jendela)

luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang terdapat di

dalam ruangan rumah (Notoatmodjo, 2007).

Pencahayaan alami dianggap baik menurut Suryanto jika besarnya

antara 60–120 lux dan buruk jika kurang dari 60 lux atau lebih dari 120 lux.

Hal yang perlu diperhatikan dalam membuat jendela, perlu diusahakan agar

sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, dan tidak terhalang

oleh bangunan lain.

Fungsi jendela di sini, di samping sebagai ventilasi juga sebagai jalan

masuk cahaya. Lokasi penempatan jendela pun harus diperhatikan dan

diusahakan agar sinar matahari lebih lama menyinari lantai (bukan menyinari

dinding), maka sebaiknya jendela itu harus di tengah-tengah tinggi dinding

tembok (Notoatmodjo, 2007).

c. Kelembaban

Kelembaban rumah yang tinggi dapat mempengaruhi penurunan daya

tahan iotubuh seseorang dan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit

terutama penyakit infeksi. Kelembaban juga dapat meningkatkan daya tahan

hidup bakteri (Notoatmodjo, 2007).

Kelembaban berkaitan erat dengan ventilasi karena sirkulasi udara

yang tidak lancar akan mempengaruhi suhu udara dalam rumah menjadi

18

rendah sehinggakelembaban udaranya tinggi. Sebuah rumah yang memiliki

kelembaban udara tinggi memungkinkan adanya tikus, kecoa dan jamur yang

semuanya memiliki peran besar dalam patogenesis penyakit pernafasan

(Notoatmodjo, 2007).

Kualitas udara dalam rumah yang memenuhi syarat adalah

bertemperatur ruangan sebesar 18o – 30oC dengan kelembaban udara sebesar

40 % - 70 %, buruk jika kurang dari 40% atau lebih dari 70% (Depkes, 1994).

d. Kepadatan Penghuni

Kepadatan penghuni menurut (Daud, 2011: 164) perbandingan jumlah

kamar atau ruangan dengan penghuni dalam rumah dari luas lantai. Ruangan

atau kamar diperhitungkan berdasarkan jumlah penghuni atau jumlah orang

yang tinggal bersama di dalam satu rumah yaitu 5m2/orang.

Menurut Yuwono tahun (2008) rumah yang memenuhi syarat yaitu

rumah yang rasio ruangan atau kamar ≥ 9m2/orang dan yang tidak memenuhi

syarat yang rasio ruangannya <9m2/orang.

e. Pencemar dalam rumah

Sumber pencemaran udara dalam ruangan menurut penelitian NIOSH

dirinci menjadi lima sumber (Keman, 2005) yaitu :

1) pencemaran akibat kegiatan penghuni dalam gedung seperti asap rokok,

pestisida, bahan pembersih ruangan,

2) pencemaran dari luar gedung meliputi masuknya gas buangan kendaraan

bermotor, cerobong asap dapur karena penempatan lokasi lubang

ventilasiyang tidak tepat,

19

3) pencemaran dari bahan bangunan ruangan seperti formaldehid, lem,

asbestos, fibreglass , dan bahan lainnya,

4) pencemaran mikroba meliputi bakteri, jamur, virus atau protozoa yang

dapat ditemukan di saluran udara dan alat pendingin ruangan beserta

seluruh sistemnya,

5) kurangnya udara segar yang masuk karena gangguan ventilasi udara dan

kurangnya perawatan sistem peralatan ventilasi.

f. Lantai

Lantai rumah dapat mempengaruhi terjadinya penyakit infeksi saluran

pernapasan akut karena lantai yang tidak memenuhi standar merupakan media

yang baik untuk perkembangbiakan bakteri atau virus penyebab infeksi saluran

pernapasan akut. Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering

dan tidak lembab. Bahan lantai harus kedap air dan mudah dibersihkan, jadi

paling tidak lantai perlu diplester dan akan lebih baik kalau dilapisi ubin atau

keramik yang mudah dibersihkan (Oktaviani, 2009). Syarat yang penting untuk

lantai yakni tidak berebu pada musim kemarau dan tidak basah pada saat

musim hujan (Notoatmodjo, 2007).

g. Dinding

Dinding rumah yang baik menggunakan tembok, tetapi dinding rumah

di daerah tropis khususnya di pedesaan banyak yang berdinding papan, kayu

dan bambu. Hal ini disebabkan masyarakat pedesaan perekonomiannya kurang.

Menurut Suryanto rumah yang berdinding tidak rapat seperti papan,

kayu dan bambu dapat menyebabkan penyakit pernafasan yang berkelanjutan

20

seperti ISPA, karena angin malam yang langsung masuk ke dalam rumah. Jenis

dinding mempengaruhi terjadinya ISPA, karena dinding yang sulit dibersihkan

akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai media

yang baik bagi berkembangbiaknya kuman (Oktaviani, 2009).

h. Atap

Salah satu fungsi atap rumah menurut Nurhidayah yaitu melindungi

masuknya debu dalam rumah. Atap sebaiknya diberi plafon atau langit-langit,

agar debu tidak langsung masuk ke dalam rumah. Atap juga berfungsi sebagai

jalan masuknya cahaya alamiah dengan menggunakan genteng kaca. Genteng

kaca pun dapat dibuat secara sederhana, yaitu dengan melubangi genteng,

biasanya dilakukan pada waktu pembuatannya, kemudian lubang pada genteng

ditutup dengan pecahan kaca (Oktaviani, 2009).

2.3 Kerangka Berpikir

2.3.1 Kerangka Teori

Rumah

Sanitasi/kondisi Fisik

Rumah

1. Ventilasi 2. Kelembaban 3. Pencahayaan

alami 4. Kepadatan

penghuni 5. Pencemar

dalam rumah 6. Pencahayaan 7. Dinding 8. Lantai 9. Atap

Kejadian Pneumonia pada Balita

Bakteri (Stertococcus

pneumoniae) di Lingkungan rumah

- Perilaku - Tingkat

Pengetahuan - Daya Tahan

subjek

Bakteri (Stertococcus

pneumoniae) masuk Kedalam Tubuh

21

Kondisi fisik antara lain keadaan ventilasi, tingkat kelembaban,

pencahayaan, kepadatan penghuni, pencemar dalam rumah, dinding, lantai dan

atap rumah, mempengaruhi penyebaran bakteri penyebab penyakit, salah satunya

bakteri Stertococcus pneumoniae di lingkungan rumah sebagai penyebab penyakit

Pneumonia.

Faktor penyebab masuknya bakteri Streptococcus pneumonia kedalam

tubuh penghuni rumah dipengaruhi beberapa faktor antara lain, perilaku penghuni,

tingkat pengetahuan mengenai penyebab penyakit Pneumonia dan sanitasi

lingkungan dan kondisi daya tahan tubuh penghuni rumah terutama balita..

2.3.2 Kerangka Konsep

Keterangan :

= Variabel Independen

= Variabel Dependen

= Variabel yang diteliti

Berdasarkan uraian kerangka berpikir, maka dapat ditarik kesimpulan

dalam penelitian ini, digunakan dua variabel yaitu, variabel independen meliputi,

Ventilasi

Pencemar dalam Rumah

Kelembaban

Kepadatan Hunian

Ventilasi

Kejadian Pneumonia pada balita

22

ventilasi, tingkat kelembaban, kepadatan penghuni, dan pencemar dalam rumah,

sedangkan variabel dependen meliputi kejadian Pneumonia pada balita.

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini yakni :

1. Ada hubungan antara kondisi fisik rumah berdasrkan ventilasi dengan

kejadian Pneumonia pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Wongkaditi Kecamatan Kota Utara Kota Gorontalo.

2. Ada hubungan antara kondisi fisik rumah berdasrkan kelembaban

dengan kejadian Pneumonia pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Wongkaditi Kecamatan Kota Utara Kota Gorontalo.

3. Ada hubungan antara kondisi fisik rumah berdasrkan kepadatan

penghuni dalam rumah dengan kejadian Pneumonia pada balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Wongkaditi Kecamatan Kota Utara Kota

Gorontalo.

4. Ada hubungan antara kondisi fisik rumah berdasrkan pencemar dalam

rumah dengan kejadian Pneumonia pada balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Wongkaditi Kecamatan Kota Utara Kota Gorontalo.