BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - Universitas...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - Universitas...
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kopi Arabika
Kopi menjadi salah satu komoditas dari sektor perkebunan yang berperan
dalam perekonomian di Indonesia. Kopi arabika dan kopi robusta merupakan dua
jenis kopi yang secara umum ditanam di Indonesia. Kopi arabika memiliki ciri
khas aroma yang wangi dan merupakan pencampuran aroma bunga serta buah.
Kopi arabika terdiri dari beberapa varietas yang bergantung dari negara, iklim dan
tanah tempat ditanamnya kopi tersebut. Perbedaannya dengan kopi robusta yaitu
tingkat rasa asam pada kopi arabika yang tinggi (Wida, 2012).
Kopi Arabika (Coffea Arabica L.) masuk ke dalam genus Coffea dengan
famili Rubiaceae. Kopi arabika merupakan tanaman yang berkeping dua (dikotil)
dan memiliki akar tunggang dengan beberapa akar kecil yang tumbuh melebar ke
samping atau biasa disebut akar lateral. Daun kopi arabika memiliki warna hijau
gelap dengan lapisan lilin yang mengkilap. Panjang daun kopi arabika berkisar
empat hingga enam inci dengan bentuk daun oval atau lonjong (Panggabean,
2011). Kopi arabika merupakan kopi yang banyak dikembangkan di Indonesia.
Kopi arabika cocok ditanam pada dataran tinggi dengan iklim kering dan
ketinggian diatas 1.300 mdpl (Cahyono, 2012).
Beragam varietas kopi arabika yang ditanam di Indonesia menurut
Prastowo et al, (2010) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Varietas Kopi Arabika
Varietas Tipe
Pertumbuhan
Bentuk
daun
Bentuk biji Rata – rata
produktivitas
Kartika 1 Kate (dwarft) Oval
meruncing
Biji
membulat
41,75 kwintal/ha
dengan populasi
6.400 pohon/ha
11
Varietas Tipe
Pertumbuhan
Bentuk
daun
Bentuk biji Rata – rata
produktivitas
Kartika 2 Kate (dwarft) Oval
membulat
Biji agak
lonjong
37,17 kwintal/ha
dengan populasi
6.400 pohon/ha
Abesinia 3 Tinggi melebar Oval agak
memanjang
Biji besar
memanjang
7,5 – 10 kwintal/ha
dengan populasi
1.600 pohon/ha
Lini S 795 Tinggi melebar Oval agak
memanjang
Biji agak
bulat
10 – 15 kwintal/ha
dengan populasi
1.600 pohon/ha
USDA 762 Tinggi melebar Oval agak
melebar
Biji
membulat
8 – 15 kwintal/ha
dengan populasi
1.600 pohon/ha
Andungsari
1
Kate (dwarft) Oval agak
memanjang
Biji agak
lonjong
35 kwintal/ha
dengan populasi
3.300 pohon/ha
Gayo 1 Tinggi melebar Oval
memanjang
Biji agak
lonjong
9 – 12 kwintal/ha
dengan populasi
1.600 pohon/ha
Gayo 2 Tinggi melebar Oval agak
memanjang
Biji
membulat
9 – 11 kwintal/ha
dengan populasi
1.600 pohon/ha
Ateng
super
Kate (dwarft) Oval
memanjang
Biji
memanjang
9 – 12 kwintal/ha
dengan populasi
1.600 pohon/ha Sumber: (Prastowo, 2010)
2.2 Rantai Pasok
Rantai pasok merupakan serangkaian kegiatan produktif dari hulu ke hilir
yang saling berkaitan antar aktivitas dan membentuk suatu rantai nilai dalam
industri. Rantai pasok terdiri dari beberapa unsur dan pihak yang terlibat baik
secara langsung ataupun tidak langsung (Noviantari et al., 2015).
Menurut (Rega, 2016) Rantai Pasok adalah seluruh rangkaian aktivitas
yang meliputi transportasi, pengendalian persediaan, dan sebagainya yang
membutuhkan waktu disepanjang jaringan untuk memproses bahan baku menjadi
produk jadi serta informasi yang diteruskan ke pelanggan akhir dan memiliki nilai
tambah bagi pelanggan.
12
Rantai pasok merupakan rangkaian dari kegiatan – kegiatan (fisik dan
pengambilan keputusan) yang terhubung oleh saluran produk dan informasi serta
terkait dengan aliran – aliran finansial. Oleh karena itu manajemen terhadap
rantai pasok penting untuk menciptakan integrasi dari perencanaan, koordinasi,
dan pengawasan dari semua proses bisnis dan aktivitas di dalam rantai pasok
untuk menyampaikan nilai yang diharapkan konsumen dengan biaya sekecil
mungkin terhadap rantai pasok secara keseluruhan yang pada saat bersamaan
memenuhi berbagai persyaratan dari pelaku lain dalam rantai pasok (Jack, Van
Der Vorst, Van Der Vorst, & Vorst, 2004).
Terbentuknya rantai pasok dikarenakan adanya hubungan antara elemen –
eleman yang bertujuan agar produk akhir bisa sampai di tangan konsumen,
channel merupakan nama lain dari elemen – elemen yang terlibat dalam sistem
rantai pasok seperti produsen, distributor, gudang, pengecer hingga ke konsumen
akhir (Pujawan, 2005).
Tahap pertama dalam proses terjadinya rantai pasok kopi di Indonesia
adalah tahap primer produksi kopi. Kegiatan yang terjadi pada tahap ini meliputi
penanaman kopi (bibit atau tanaman), pemanenan buah kopi, dan pengolahan
awal buah menjadi green bean (yaitu kopi mentah).
Pengolahan sekunder, salah satu tahap hilir dalam rantai pasok kopi
Indonesia, merupakan “pengguna” terbesar kopi mentah di Indonesia. Menurut
data Input-Output Indonesia, hampir 42% kopi mentah ditujukan untuk
pengolahan lebih lanjut jauh di atas 32% kopi mentah yang diekspor dan 25%
yang digunakan untuk menanam kembali tanaman kopi di masa mendatang.
13
Aktivitas yang termasuk dalam bagian dari rantai pasok kopi ini adalah
penyangraian, penggilingan, dan pengemasan kopi (Rachman, 2017).
Rantai pasok terbagi menjadi tiga bagian (Anatan & Ellitan, 2008) :
1. Upstream Supply Chain : bagian ini meliputi tahap pertama pada
pengadaan bahan baku atau pelaku pertama dari sebuah organisasi dan
suplier yang sudah saling terjalin kerjasama.
2. Internal Supply Chain : bagian ini meliputi seluruh proses yang mengubah
bahan baku yang dikirimkan oleh supplier menjadi sebuah produk, mulai
dari masuknya bahan baku sampai dengan produk tersebut siap
didistribusikan kepada konsumen.
3. Downstream Supply Chain : bagian ini meliputi seluruh proses yang
bertujuan dan berperan dalam proses pendistribusian produk kepada
konsumen akhir.
Terdapat tiga aliran yang dikelola pada sistem rantai pasok, aliran pertama
yaitu aliran produk yang mengalir pada setiap elemen rantai pasok dari mulai hulu
ke hilir. Aliran kedua yaitu aliran keuangan yang terjadi pada proses rantai pasok
dari hilir ke hulu dan aliran ketiga yaitu aliran informasi yang terjadi dari hulu ke
hilir maupun dari hilir ke hulu (Pujawan, 2005).
Selain dari pedagang perantara, aliran keuangan juga terjadi dari
konsumen akhir kepada agroindustri. Aliran keuangan ini berupa pembayaran
yang dilakukan oleh konsumen ketika menerima produk dari agroindustri.
Pembayaran produk dilakukan secara tunai saat produk sampai ke tangan
konsumen. Aliran informasi merupakan suatu proses penyampaian informasi yang
14
tepat dan sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan seseorang (Hariyati &
Rahayu, 2014).
2.3 Food Supply Chain Network (FSCN)
Analisis rantai pasok yang dievaluasi dalam konteks dari jaringan yang
kompleks dari rantai pangan, dinamakan Food Supply Chain Network (FSCN).
Singkatnya, pelaku rantai kemungkinan terlibat pada rantai pasok yang berbeda
pada FSCN yang berbeda, berpartisipasi pada proses bisnis yang beranekaragam
yang dapat berubah setiap waktu dan hubungan vertikal dan horizontal yang
dinamis. FSCN terdiri dari empat unsur untuk menggambarkan, menganalisis, dan
mengembangkan FSCN secara spesifik (Vorst, 2006).
Gambar 2. Kerangka Food Supply Chain Network (Vorst, 2006)
Kerangka FSCN pada Gambar 2 terdiri dari empat unsur yaitu:
1. Struktur jaringan/ rantai pasok (Network Structure) menetapkan batas dari
jaringan rantai pasok dan menggambarkan pelaku yang utama dalam
jaringan, menetapkan aturan yang berlaku dan susunan kelembagaan yang
terdapat pada jaringan. Intinya menetapkan pelaku utama dalam
15
keberhasilan usaha dan rantai pasok sesuai dengan kendali manajerial dan
sumber daya.
2. Proses bisnis dalam rantai (Chain Business Processes) Serangkaian
aktivitas bisnis yang terukur dan terstruktur dibangun untuk memproduksi
output tertentu (produk fisik, jasa dan informasi) untuk pasar/ konsumen
tertentu.
3. Manajemen jaringan dan rantai (network and chain management)
melambangkan koordinasi dan manajemen struktur dalam pelaksanaan
proses oleh pelaku di dalam jaringan.
4. Sumber daya rantai (Chain resources) digunakan untuk menghasilkan
produk dan mengirim hingga sampai kepada pelanggan sebagai contoh
sumber daya yaitu sumber daya manusia, mesin, dan informasi (Vorst,
2006).
2.4 Kinerja rantai pasok
Aspek penting dalam rantai pasok yaitu manajemen kinerja dan perbaikan
yang dilakukan secara berkelanjutan. Terciptanya manajemen kinerja yang efektif
dibutuhkan sebuah pengukuran yang didalamnya dapat mengevaluasi kinerja
rantai pasok secara menyeluruh. Pengukuran kinerja rantai pasok diperlukan
untuk memantau dan mengendalikan terhadap proses terjadinya rantai pasok,
mengkomunikasikan tujuan setiap elemen – elemen yang terlibat pada sistem
rantai pasok, mengetahui dimana posisi relatif sebuah elemen terhadap pesaing
dan merencanakan perbaikan untuk menciptakan keunggulan pada persaingan
(Pujawan, 2005).
16
Pengukuran kinerja tidak akan berpengaruh jika tidak dilakukan upaya
perbaikannya, proses upaya perbaikan rantai pasok dapat dilakukan dengan proses
benchmarking atau membandingkan kinerja suatu perusahaan dengan sebuah
perusahaan lain yang sama – sama bergerak dibidang tersebut dan digolongkan
pada perusahaan yang terbaik dibidangnya. Tujuan dilakukannya benchmarking
yaitu untuk mengidentifikasi pada aspek mana sebuah perusahaan sudah baik
kinerjanya dan pada aspek mana sebuah perusahaan perlu perbaikan jika
dibandingkan dengan perusahaan sejenis. Perusahaan yang sudah menerapkan
manajemen rantai pasok yang baik biasanya juga memiliki nilai kinerja yang lebih
baik jika dibandingkan dengan perusahaan lainnya yang belum menerapkan
manajemen rantai pasok dengan baik.
Terdapat salah satu elemen penting dalam pengukuran kinerja rantai pasok
yaitu metrik atau suatu ukuran yang dapat diverifikasi, dapat diwujudkan dalam
bentuk kuantitatif maupun kualitatif serta dapat didefinisikan terhadap suatu titik
acuan tertentu. Sistem pengukuran rantai pasok biasanya mencakup antara
gabungan dari metrik individual maupun kelompok. Selain dapat
mengembangkan rantai pasok, pengukuran kinerja juga memiliki tujuan
mengurangi masalah yang terjadi antara elemen – elemen rantai pasok (Pujawan
& Mahendrawathi, 2010).
2.5 Pengukuran Kinerja Rantai Pasok dengan Metode Supply Chain
Operations Reference (SCOR)
Supply Chain Operations Reference (SCOR) merupakan suatu model
pengukuran yang dikembangkan oleh lembaga non-profit yaitu dewan rantai
pasok atau biasa disebut Supply Chain Council yang bertujuan untuk mengukur
17
kinerja dari suatu sistem rantai pasok yang diterapkan pada sebuah organisasi.
Pengukuran yang dilakukan mencakup dari mulai pengadaan bahan baku sampai
dengan produk diterima oleh konsumen akhir. Menurut (Bolstorff & Rosenbaum,
2003) pengukuran dengan menggunakan metode SCOR terbagi menjadi tiga
elemen utama dan memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Business process reengineering : tahap ini mendefinisikan proses
kompleks yang terjadi saat ini dan proses yang diinginkan atau target
sebuah perusahaan.
2. Benchmarking : tahap ini melakukan pengukuran kinerja dan
membandingkan nilai kinerja dengan perusahaan sejenis.
3. Process measurement : mengendalikan dan memperbaiki proses – proses
rantai pasok serta melakukan praktik – praktik terbaik.
Menurut (Supply Chain Council, 2010), proses pengukuran rantai pasok
terbagi menjadi empat level, yaitu :
a. Level 1 : menjabarkan mengenai ruang lingkup dan isi dari SCOR Model
dan penetapan target – target kinerja perusahaan untuk bersaing.
b. Level 2 : pendefinisian kategori – kategori terhadap setiap proses yang
terjadi pada level 1.
c. Level 3 : tahap penguraian proses – proses yang ada pada rantai pasok
menjadi unsur – unsur yang mendefinisikan kemampuan perusahaan untuk
berkompetisi. Tahap ini terdiri dari definisi unsur – unsur proses, masukan
dan keluaran dari informasi mengenai proses unsur, metrik – metrik dari
kinerja proses, praktik terbaik dan kapabilitas sistem yang diperlukan
untuk mendukung praktik terbaik.
18
d. Level 4 : tahap penggambaran secara detail mengenai tugas – tugas pada
setiap aktivitas yang dibutuhkan pada level 3 dan
mengimplementasikannya untuk mencapai keunggulan bersaing.
Pengukuran kinerja rantai pasok terbagi lagi kedalam lima bagian dan
merupakan penjabaran dari tahap level 1, lima proses tersebut :
1. Plan , proses ini mendefinisikan dari mulai perencanaan dan menentukan
apa saja yang harus dilakukan kedepannya agar sesuai dengan visi, misi
dan tujuan perusahaan.
2. Source ¸ proses ini berkaitan dengan pelaksanaan apa saja yang akan
dilakukan di dalam perusahaan sehingga menciptakan nilai guna serta
proses ini menjabarkan sumber daya apa saja yang digunakan.
3. Make , proses ini mendefinisikan kegiatan yang berkaitan dengan
penciptaan produk.
4. Deliver , tahap ini menjabarkan tentang proses pengiriman produk yang
sudah diciptakan perusahaan kepada konsumen akhir.
5. Return , proses ini berkaitan dengan pengembalian produk atau barang
dari perusahaan jika kondisi produk tersebut rusak.
Pengukuran kinerja rantai pasok dengan menggunakan metode Supply
Chain Operations Reference (SCOR) dilakukan dengan penilaian terhadap atribut
– atribut kinerja pada manajemen rantai pasok (Supply Chain Council, 2010),
atribut kinerja disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Atribut Penilaian Kinerja Rantai Pasok
Atribut Kinerja Definisi Metrik Level 1
Reliabilitas
Rantai Pasok
Performa rantai pasokan perusahaan dalam
memenuhi pesanan pembeli dengan produk,
jumlah, waktu, kemasan, kondisi dan
dokumentasi yang tepat sehingga mampu
Pesanan
terkirim secara
utuh
Ketepatan
19
Atribut Kinerja Definisi Metrik Level 1
memberikan kepercayaan kepada pembeli
bahwa pesanannya akan dapat terpenuhi
dengan baik.
kuantitas
pengiriman
Pesanan
kondisi
sempurna
Responsivitas
Rantai Pasok
Kecepatan rantai pasok perusahaan dalam
memenuhi pesanan konsumen.
Waktu
pemenuhan
pesanan
Waktu siklus
pengemasan
Waktu siklus
penjadwalan
pengiriman
Waktu
pengolahan
Adaptabilitas
Rantai Pasok
Kemampuan untuk beradaptasi terhadap
perubahan pasar utuk memelihara keuntungan
kompetitif rantai pasok.
Fleksibilitas
rantai pasokan
atas
Penyesuaian
rantai pasokan
atas
Penyesuaian
rantai pasokan
bawah
Biaya rantai
pasok
Biaya yang berkaitan dengan pelaksanaan
proses rantai pasokan.
Biaya Komersil
Biaya produksi
Biaya
pengiriman
Manajemen
aset rantai
pasok
Efektifitas suatu perusahaan dalam
memanajemen asetnya untuk mendukung
terpenuhinya kepuasan konsumen.
Siklus Cash to
Cash
Lama
pembayaran
hutang
Lama
penerimaan
piutang Sumber : (Supply Chain Council, 2010)
Setiap atribut kinerja masing – masing memiliki matrik kinerja sebagai
indikator pengukuran kinerja rantai pasok. Banyaknya matrik kinerja disesuaikan
dengan jenis dan banyaknya proses serta tingkatan proses rantai pasok yang
diterapkan pada perusahaan. (Supply Chain Council, 2010). Penggunaan metode
Analytical Hierarchi Process (AHP) bertujuan untuk pembobotan hierarki SCOR
20
yang nantinya akan menghasilkan nilai prioritas pada setiap level hierarki yang
didasarkan pada tingkat kepentingan yang diperoleh berdasarkan pendapat para
pakar. Nilai perhitungan kinerja dengan metode SCOR – AHP akan
diklasifikasikan pada kategori standar kinerja (Monzcka & Handfield, 2011).
Klasifikasi nilai kinerja disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Klasifikasi Nilai Kinerja
Nilai Kinerja Kriteria
95 – 100 Sangat baik (Excellent)
90 – 94 Baik (Above Average)
80 – 89 Sedang (Average)
70 – 79 Kurang (Below Average)
60 – 69 Sangat Kurang (Poor)
<60 Buruk (Unacceptable) Sumber : (Monzcka & Handfield, 2011)
2.6 Analytical Hierarcy Process (AHP)
Analytical Hierarcy Process merupakan metode untuk membantu dalam
pengambilan keputusan sesuai dengan kriteria atau syarat yang telah ditentukan.
Metode ini dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 1970-an, metode ini
dilakukan dengan membentuk score secara numerik untuk menyusun cara
alternatif setiap pengambilan keputusan dimana keputusan tersebut dicocokkan
dengan kriteria pembuat keputusan (Faris, 2010). AHP merupakan salah satu alat
yang paling banyak digunakan dalam pengambilan keputusan multi-kriteria untuk
pemecahan masalah keuntungan lain dari metode ini adalah penggunaan hierarki
struktur multi – periode, multi – orang dan multi – kriteria untuk masalah yang
kompleks, karena langkah – langkah dari solusi termasuk mengkonfigurasi
hierarki ini dan sintesis hasil penilaian (Yusuff, Yee, & Hashmi, 2001). Konsep
AHP dimulai dari konsep tradisional dari urutan peringkat untuk membagi atas
tingkatan – tingkatan sebuah hierarki dan kemajuan lebih lanjut dari AHP adalah
21
perbandingan berpasangan numerik dari sebuah elemen satu dengan elemen
lainnya di setiap level (Saaty, 1994).
Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang
tidak terstruktur, strategi dan dinamik menjadi sebuah bagian – bagian dan tertata
dalam suatu hierarki. Tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik,
secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut dan secara relatif
dibandingkan dengan variabel yang lain (Marimin & Maghfiroh, 2010).
2.6.1 Langkah Penyusunan AHP
Secara umum dalam penyusunan AHP terdapat beberapa langkah :
a. Penyusunan model struktur hierarki
Penyusunan hierarki dilakukan dengan cara mengidentifikasi pengetahuan
atau informasi yang sedang diamati. Penyusunan tersebut dimulai dari
permasalahan yang kompleks yang diuraikan menjadi elemen pokoknya, elemen
pokok ini diuraikan ladi ke dalam bagian – bagiannya dan seterusnya. Susunan
hierarki AHP terdiri dari tujuan, kriteria dan alternatif (Marimin & Maghfiroh,
2010). Susunan hierarki AHP akan ditampilkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Hierarki AHP (Saaty, 1994)
b. Penilaian perbandingan berpasangan dalam bentuk matriks
22
Penilaian perbandingan pasangan dilakukan dengan membuat penilaian
tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu. Penilaian
perbandingan berpasangan menggunakan skala dasar numerik 1 yang menunjukan
tingkat paling rendah sampai dengan skala 9 yang menunjukan tingkatan paling
tinggi (Saaty, 1994). Skala numerik perbandingan berpasangan disajikan pada
Tabel 5.
Tabel 5. Skala Perbandingan Pasangan
Intensitas kepentingan Definisi
1 Kedua elemen sama pentingnya
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada yang lain
5 Elemen yang satu lebih penting daripada yang lain
7 Elemen yang satu jelas lebih penting daripada yang lain
9 Satu elemen mutlak lebih penting daripada yang lain
2, 4, 6, 8 Nilai antara 2 pertimbangan yang berdekatan
Sumber : (Saaty, 1994).
Hasil dari penilaian perbandingan pasangan kemudian disajikan dalam
bentuk matriks n x n yang memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk
tiap kriteria. Bentuk matriks perbandingan berpasangan ditunjukan pada Gambar
4.
Gambar 4. Matriks Perbandingan Pasangan
c. Menghitung nilai Eigenvector
Eigenvector merupakan bobot rasio dari masing – masing faktor. Beberapa
cara untuk menghitung eigenvector yaitu dengan mencari nilai rata – rata
geometrik setiap baris terlebih dahulu.
23
𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑔𝑒𝑜𝑚𝑒𝑡𝑟𝑖𝑐 = √𝑎𝑖𝑗1𝑎𝑖𝑗2 … . 𝑎𝑖𝑗𝑛𝑛
Dimana hasil eigenvector pada setiap baris dapat diperoleh dengan rumus
dibawah ini :
𝑊𝑖 =𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑔𝑒𝑜𝑚𝑒𝑡𝑟𝑖𝑐 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑖
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑔𝑒𝑜𝑚𝑒𝑡𝑟𝑖𝑐
d. Menghitung nilai Eigenvalue Max
Untuk mencari nilai eigenvalue (λi) adalah dengan cara mengalikan semua
elemen matriks perbandingan berpasangan dengan eigenvector masing – masing
kriteria sehingga mendapatkan matriks kolom baru, sedangkan untuk mencari
nilai eigenvalue max (λ max) yaitu dengan menghitung nilai maksimal dari
eigenvalue (λi).
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑎𝑡𝑟𝑖𝑘𝑠 = ∑ 𝑎𝑖𝑥𝑤𝑗
𝑚
𝑗=𝑖
Eigenvalue (λi) dapat dihitung dengan rumus :
𝜆𝑖 = ∑ 𝑎𝑖 𝑥 𝑤𝑗
𝑤𝑖
𝑚
𝑗=𝑖
Dimana : λi : nilai eigenvalue baris i
𝑎𝑖 : nilai matriks baris i
𝑤𝑗 : eigenvector kolom j
𝑤𝑖 : eigenvector baris i
𝑚 : jumlah baris
e. Uji konsistensi
Pengujian ini dilakukan untuk memeriksa apakah data yang diperoleh
sudah valid atau belum. Data dapat dinyatakan konsisten jika nilai consistency
24
ratio (CR) ≤ 0.10, jika nilai tersebut lebih dari 0.10 maka nilai perbandingan
berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan tidak konsisten, sehingga
pengisian nilai – nilai pada matriks berpasangan pada unsur kriteria maupun
alternatif harus diulang. Nilai CR dapat dihitung dari pembagian nilai Consistency
Index (CI) dengan nilai Random Consistency Index (RI).
𝐶𝑅 = 𝐶𝐼
𝑅𝐼
𝐶𝐼 = (𝜆 max − 𝑛)
(𝑛 − 1)
Dimana : CI : Consistency Index
CR : Consistency Ratio
λmax : eigenvalue maksimum
n : ordo matriks
nilai rata – rata random index (RI) disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Daftar Nilai Random Index (RI)
Ordo matriks (n) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Random Index(RI) 0 0 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 Sumber : (Saaty, 1994).
f. Menghitung nilai bobot
Nilai bobot global dapat dihitung dengan cara mengalikan nilai bobot
kriteria nilai bobot sub kriteria dan nilai bobot alternatif.