BAB II Lapsus Perianal Fistula

24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Asal embriologi kanalis analis dari proktoderm yang merupakan invaginasi ectoderm, sedangkan rektum berasal dari entoderm, sehingga hal ini menyebabkan epitel, arterialisasi, persarafan, serta penyaliran limfenya berbeda 1 . Rektum dilapisi oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh anoderm yang merupakan kelanjutan dari sel gepeng kulit luar. Perubahan daerah antara rektum dan anus ditandai dengan perubahan epitel. Pada persarafan rectum yang dipersarafi oleh saraf otonom tidak peka terhadap nyeri, berbeda dengan kanalis analis yang dipersarafi oleh saraf simpatis yang kaya akan persarafan. Sistem arterialisasi di atas garis anorektum mengalir melalui system porta, sedangkan yang berasal dari anus dialirkan ke sistem kava melaui cabang vena iliaka 1,2 . Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 sentimeter. Sumbunya mengarah ke umbilikus dan membentuk sudut yang nyata ke dorsal dengan rectum dalam keadaan istirahat. Pada saat defekasi sudut ini menjadi lebih besar. Batas atas kanalis anus disebut dengan linea dentate yang artinya bergigi. Di daerah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara kolumna rectum. Infeksi yang terjadi di sini dapat menimbulkan abses anorektum yang dapat membentuk fistula 1 . Kanalis analismemiliki struktur silinder yang dikelilingi oleh dua lapisan otot, internal sfingter (IS) dan eksternal

description

hi

Transcript of BAB II Lapsus Perianal Fistula

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 AnatomiAsal embriologi kanalis analis dari proktoderm yang merupakan invaginasi ectoderm, sedangkan rektum berasal dari entoderm, sehingga hal ini menyebabkan epitel, arterialisasi, persarafan, serta penyaliran limfenya berbeda1. Rektum dilapisi oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh anoderm yang merupakan kelanjutan dari sel gepeng kulit luar. Perubahan daerah antara rektum dan anus ditandai dengan perubahan epitel. Pada persarafan rectum yang dipersarafi oleh saraf otonom tidak peka terhadap nyeri, berbeda dengan kanalis analis yang dipersarafi oleh saraf simpatis yang kaya akan persarafan. Sistem arterialisasi di atas garis anorektum mengalir melalui system porta, sedangkan yang berasal dari anus dialirkan ke sistem kava melaui cabang vena iliaka1,2. Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 sentimeter. Sumbunya mengarah ke umbilikus dan membentuk sudut yang nyata ke dorsal dengan rectum dalam keadaan istirahat. Pada saat defekasi sudut ini menjadi lebih besar. Batas atas kanalis anus disebut dengan linea dentate yang artinya bergigi. Di daerah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara kolumna rectum. Infeksi yang terjadi di sini dapat menimbulkan abses anorektum yang dapat membentuk fistula1. Kanalis analismemiliki struktur silinder yang dikelilingi oleh dua lapisan otot, internal sfingter (IS) dan eksternal sfingter (ES).Sfingter internal terdiri dari otot halus , serat yang berkelanjutan dengan otot polos rektumdan melingkari bagian dua pertiga kranialkanalis analis. Sedangkan sfingter eksternus terdiri atas serabut otot lurik yang terdapat pada sepertiga kaudal kanalis analis. Dua sfingter ini dipisahkan ruang intersfingterikyang terdiri atas lemak, jaringan areolar , dan otot longitudinal.Ruang ini membentuk bidang yang memudahkan pus atau fistula menyebar3.Arteria rektalis superior memasok darah kepada kanalis analis kranial dari linea pektinata dan bagian proksimal rektum. Kedua arteria rectalis inferior mengurus pendarahan arterial bagian kaudal kanalis analis , bagian distal rektum, dan juga otot-otot di sekitarnya kulit perianal. Arteria rectalis media membantu pemasokan darah dengan membentuk anastomosis dengan arteria rectalis superior dan arteria rectalis inferior , serta memasok darah kepada rectum bagian tengah dan bagian distal1,2,3.Pembuluh darah balik vena pada anorektum berasal dari plexus hemoroidalis internus yang berjalan kearah kranial ke dalam vena mesenterika inferior dan seterusnya melalui vena lienalis ke vena porta. Vena hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke dalam vena pudenda interna dan ke dalam vena iliaka interna dan sistem kava1.Pembuluh limfe dari kanalis membentuk pleksus halus yang menyalirkan isinya menuju ke kelenjar limfe inguinal. Selanjutnya, cairan limfe terus mengalir sampai ke kelenjar limfe iliaka. Pemebuluh limfe dari rektum di atas garis anorektum berjalan seiring dengan vena hemoroidalis superior dan melanjut ke kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta1. Persarafan rectum terdiri atas sistem simpatik dan sistem parasimpatik. Serabut simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior dan system parasakral yang terbentuk dari ganglion simpatis lumbal ruas kedua, ketiga, dan keempat. Persarafan kranial dari linea pektinata persarafan kanalis analis berasal dari plexus hypogastricus inferior. Persarafan kanalis analis dari kaudal berasal dari nervus rektalis inferior cabang nervus pudendus1,2,3.

Gambar 2.1 . Gambar anatomi kanalis analis

Gambar 2.2 Vaskularisai Anorektum

2.2 Fisiologi Fungsi utama dari rektum dan kanalis anal ialah untuk mengeluarkan massa feses yang terbentuk di tempat yang lebih tinggi dan melakukan hal tersebut dengan cara yang terkontrol. Rektum dan kanalis anal tidak begitu berperan dalam proses pencernaan, selain hanya menyerap sedikit cairan. Selain itu sel-sel Goblet mukosa mengeluarkan mukus yang berfungsi sebagai pelicin untuk keluarnya massa feses3,4. Pada hampir setiap waktu rektum tidak berisi feses. Hal ini sebagian diakibatkan adanya otot sfingter yang tidak begitu kuat yang terdapat pada rectosigmoid junction, kira-kira 20 cm dari anus. Terdapatnya lekukan tajam dari tempat ini juga memberi tambahan penghalang masuknya feses ke rektum. Akan tetapi, bila suatu gerakan usus mendorong feses ke arah rektum, secara normal hasrat defekasi akan timbul, yang ditimbulkan oleh refleks kontraksi dari rektum dan relaksasi dari otot sfingter. Feses tidak keluar secara terus-menerus dan sedikit demi sedikit dari anus berkat adanya kontraksi tonik otot sfingter ani interna dan eksterna3,42.3 Definisi Perianal FistulaPerianal fistula didefinisikan sebagai saluran abnormal yang menghubungkan saluran anal atau rektum ke permukaan kulit di sekitar anus, biasanya disebabkan oleh perforasi atau penyaliran abses anorektum, sehingga kebanyakan fistel mempunyai satu muara di kripta di perbatasan anus dan rektum dan lubang lain di perineum di kulit perianal. Bentuk kronik dari abses yang tidak sembuh yang akan membentuk traktus akibat inflamasi4,5.

2.4 EpidemiologiPerianal fistulas memiliki prevalensi sekitar 18,2 % dengan rasio laki-laki : perempuan sebesar 2 : 1. Pada laki-laki diketahui angka prevalensi adalah sebesar 12,6% dari 100.000 populasi sedangkan pada perempuan adalah 5,6% dari 100.000 populasi. Umumnya rata-rata 40 tahun (20 tahun 60 tahun) 4,5.

2.5 EtiopatofisiologiTeori kriptoglandular oleh Eisenhammer dan Parks kini secara luas telah digunakan. Eisenhammer mengatakan bahwa kelenjar intramuskular anal mengalami infeksi dan akibat infeksi berulang dan mengakibatkan obstruksi duktus penghubungnya, kelenjar anal tidak dapat melakukan pengosongan secara spontan ke kanalis analis. Sedangkan Parks menemukan adanya dilatasi kista dari kelenjar anal sebanyak delapan dari tiga puluh kasus anal fistula. Sehingga dia menghubungkannya dengan dilatasi duktus yang didapat atau kongenital. Infeksi dimulai pada bidang intersfingterik. Jika terjadi penjalaran kebawah dari bidang intersfingterik maka akan terbentuk perianal abses. Jika terjadi penjalaran keatas dari bidang intersfingterik maka, kemungkinan terbentuk abses intersfingterik yang tinggi atau abses supralevator. Sepsis yang menjalar melewati ES akan membentuk abses ischiorectal.Jika hal ini kemudian meluas ke atas levator, maka akan terbentuk abses supralevator. Abses Horseshoe terbentuk pada penyebaran yang melingkar4,5.

2.6 KlasifikasiA. Hukum Goodsall Untuk membantu pemeriksa memperkirakan arah saluran dan kemungkinan lokasi dari muara interna, dapat digunakan Hukum Goodsall. Ketika pasien berada dalam posisi litotomi : jika muara eksterna terletak anterior dari garis imajiner yang ditarik horizontal dari kanalis ani, fistula biasanya berjalan langsung menuju anal kanal ; jika muara eksterna terletak sebelah posterior dari garis, fistula biasanya membentuk lengkungan terhadap garis tengah dari kanalis ani5.

Gambar 2.3Klasifikasi Hukum Goodsall

Fistel dengan lobang kripta di sebelah anterior umumnya berbentuk lurus. Fistel dengan lobang yang berasal dari kripta di sebelah dorsal umumnya tidak lurus, tetapi bengkok ke depan karena radang dan pus terdorong ke anterior di sekitar m.puborektalis dan dapat membentuk satu lobang perforasi atau lebih di sebelah anterior, sesuai hukum Goodsall. Beragam perbedaan anatomis dari abses dan fistula ini dapat terjadi, pemahaman mengenai hal itu dipermudah oleh pengetahuan tentang rute penyebaran infeksi5. Lokasi muara fistula eksterna adalah kunci dari posisi muara interna. Jalur umum traktus fistulosa anorektum. Muara interna (primer) hampir selalu berada dalam kripta; fistula biasanya tunggal dan hanya melibatkan bagian muskulus sfingter; fistula majemuk atau fistula yang melibatkan seluruh muskulus sfingter eksterna jarang ditemukan4. Harus dicatat, walau bagaimanapun, semakin jauh muara eksterna dari anus, hukum Goodsall semakin tidak dapat dipercaya. Sebagai tambahan, arah saluran pada fistula yang rumit tidak dapat diprediksi4.

B. Klasifikasi ParksSistem klasifikasi Parks menjelaskan ada 4 tipe fistula perianal yang terjadi akibat infeksi kriptoglandular yaitu : A. Fistula IntersfingterikaMerupakan bentuk fistula yang sering terjadi (70%) yang disebabkan oleh karena abses perianal. Saluran yang terbentuk oleh karena pecahnya abses menembus kedalam ruang interfingterika. Sebuah high blind track dapat melewati jalur fistula menuju dinding rektum dan dapat menembus ke rektum bagian bawah sehingga proses infeksi dapat menyebar hingga ke rektum bagian bawah. Infeksi juga dapat menyebar hingga ke pelvic cavity yang berada di atas levator ani. Selain itu fistula intersfingterika juga dapat disebabkan oleh adanya pelvic abses yang kemudian bermanifestasi ke area perianal 5.B. Fistula Transsfingterika Fistula ini merupakan hasil dari abses ischioanal dan merupakan fistula dengan prevalensi sebesar 23% dari keseluruhan distula. Saluran fistel berjalan dari internal dan eksternal sfingter menuju ischioanal fossa. Sebuah saluran buta juga dapat terjadi dimana bagian lengan atas dari saluran fistel dapat berjalan ke arah apeks dari ischioanal fossa atau meluas melalui otor levator ani dan menuju pelvis. Salah satu bentuk dari fistula transsfingterika adalah fistula rectovaginal5.C. Fistula SuprasfingterikaSaluran fistel ini merupakan hasil dari abses supralevator dan memiliki prevalensi kejadian sebesar 5% dari keseluruhan fistel. Saluran fistel berjalan diatas puborektalis setelah muncul sebagai abses intersfingterika. Saluran fistel membelok ke lateral bawah menuju sfingter eksternal pada ruang ischioanal ke kulit perianal. Sebuah saluran buta juga dapat terjadi dan merupakan penyebab dari pelebaran pada horseshoe5.D. Fistula EkstrasfingterikaFistel ini merupakan tipe yang sangat jarang terjadi dengan prevalensi sebesar 2% dari keseluruhan fistel. Saluran fistel berjalan dari rektum dan menuju kulit perianal melalui ruang ischioanal. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya penetrasi benda asing ke rektum sehingga terjadi drainase melewati levators, trauma penetrasi ke perineum, atau berasal dari penyakit Crohns atau karsinoma. Namun penyebab tersering adalah iatrogenik sekunder pada saat operasi fistula yang berlebihan5

IntersphinctericTransphinctericSuprasphinctericExtrasphinctericGambar 2.4 Klasifikasi Parks

2.7 Manifestasi KlinisGejala paling umum yang dikeluhkan adalah adanya discharge, meskipun nyeri lokal juga tidak jarang. Namun kebanyakan fistula juga dapat asymptomatik.Adanya riwayat abses ani yang berulang dengan drainase merupakan suatu petunjuk bahwa seseorang mungkin mempunyai fistula. Biasanya gejala terbatas pada pembengkakan intermiten, drainase, pruritus dan ketidaknyamanan yang bervariasi. Riwayat abses bermanfaat dalam diagnosis. Adanya riwayat kambuhan abses perianal dengan selang waktu diantaranya, disertai pengeluaran nanah sedikit-sedikit3. Muara eksterna biasanya terlihat sebagai titik berwarna merah, mengalami inflamasi, mengeluarkan nanah yang bercampur darah, tinja. Muara kulit secara khas agak meninggi, papila abu-abu merah muda dari jaringan granulasi. Pada waktunya, pembentukan parut sepanjang saluran ini menjadi dapat dipalpasi. Sonde kadang-kadang dapat dimasukkan melalui fistula ke dalam linea pektineus. Biasanya tidak nyeri. Pada colok dubur umumnya fistel dapat diraba antara telunjuk di anus (bukan di rectum) dan ibu jari di kulit perineum sebagai tali setebal kira-kira 3 mm (colok dubur bidigital). Jika fistel agak lurus dapat disonde sampai sonde keluar di kripta asalnya3. Fistel perineum jarang menyebabkan gangguan sistemik. Fistel kronik yang lama sekali dapat mengalami degenerasi maligna menjadi karsinoma planoseluler kulit.Fistula dicurigai apabila : discharge persisten pada tempat drainase abses ; ditemukan organisme usus dari hasil kultur ; abses terjadi rekuren ; terdeteksi adanya indurasi baik secara klinis atau di fistula5.

2.8 Diagnosis Anamnesis , pemeriksaan fisk, dan pemeriksaan penunjang berperan dalam menentukan diagnosis perianal 1. Anamnesis Pada anamnesis dapat kita nilai dari faktor resiko seperti usia, jenis kelamin. Adanya pengeluaran discharge dari anus biasanya menjadi keluhan tersering. Sedangkan riwayat abses perianal yang sering kambuh dengan selang waktu disertai dengan pengeluaran nanah sering dijumpai. Adanya ulkus, kemerahan dan iritasi di kulit sekitar anus, dan general malaise. Meskipun demikian perianal fistula sering asymptomatik4.

2. Pemeriksaan FisikTemuan pemeriksaan fisik tetap menjadi andalan diagnosis. Pada pemeriksaan fisik di daerah (dengan pemeriksaan digital/rectal toucher) ditemukan satu atau lebih eksternal opening fistula atau teraba adanya fistula di bawah permukaan kulit. Pada umumnya fistula akan teraba pada telunjuk jari di anus dan ibu jari di kulit perineum sebagai tali setebal kira-kira 3mm. Eksternal opening fistula tampak sebagai bisul (bila abses belum pecah) atau tampak sebagai saluran yang dikelilingi oleh jaringan granulasi. Internal opening fistula dapat dirasakan sebagai daerah indurasi/nodul di dinding anus setinggi garis dentata. Terlepas dari jumlah eksternal opening, terdapat hampir selalu hanya satu internal opening5. 3. Pemeriksaan PenunjangPada pemeriksaan laboratorium tidak terdapat pemeriksaan spesifik untuk penyakit ini. Pemeriksaan harus dilengkapi dari rektoskopi untuk menentukan adanya penyakit di rektum, seperti karsinoma atau proktitis TBC, amuba, atau morbus Chron. Fistulografi kadang berguna pada keadaan kompleks. Dalam hal ini mengacu pada hukum Goodsall yang menguraikan lima poin dasar dalam menilai fistula yaitu; lokasi dari internal opening (sebuah fistula tidak akan dapat diobati jika hal ini tidak dapat di identifikasi) ; lokasi dari external opening ; jalan primary track fistula ; adanya penyebaran sekunder ; adanya komplikasi penyakit lain1,2,3.Pemeriksaan radiologi bukanlah pemeriksaan rutin untuk evaluasi fistula. Pemeriksaan dilakukan untuk membantu saat dari bukaan primer/internal sulit diidentifikasi atau pada kasus fistula rekuren atau fistulae multipel untuk mengidentifikasi traktus sekunder atau bukaan primer yang terlewatkan3. Fistulografi dapat dilakukan dengan menginjeksi zat kontras melalui bukaan internal yang kemudian diikuti dengan x-ray anteroposterior, lateral, dan oblik untuk melihat jalannya traktus fistula.Prosedur ini mempunyai tingkat akurasi 16-48 % dan membutuhkan kemampuan untuk memvisualisasi bukaan internal.Jaringan granulosa dan materi purulen di dalam traktus fistula seringkali mengobstruksi aliran kontras menuju perpanjangan fistula sehingga dapat memberikan gambaran yang salah.Yang lebih menambah kesulitan adalah tidak adanya patokan anatomis dalam melihat fistula pada pemeriksaan ini4. CT-scan yang dilakukan dengan kontras intravena dan rektal merupakan metode noninvasif untuk melihat ruang perirektal.Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengidentifikasi abses-abses anorektal dengan letak dalam, tapi jarang digunakan sebagai evaluasi preoperatif fistula ani. CT-scan mempunyai resolusi yang kurang baik dalam memberi gambaran jaringan lunak sehingga sulit memberikan gambaran fistula berkaitan dengan otototot levator dan sfingter khususnya pada potongan aksial4. USG endoanal dilakukan untuk menentukan hubungan antara traktus primer dengan sfingter anal, untuk menentukan apakah fistula sederhana atau kompleks dengan perpanjangan, dan untuk menentukan lokasi bukaan primer.Transduser dimasukkan ke dalam kanalis analis kemudian hidrogen peroksida dapat dimasukkan melalui bukaan eksternal. USG endo anal memberikan gambaran yang baik dari daerah anal dan sangat akurat dalam mengidentifikasi pengumpulan cairan dan traktus fistula. Akan tetapi identifikasi dari bukaan internal masih sukar.Bahkan dengan penggunaan hidrogen peroksida yang masih sering terasa agak sulit. Pada beberapa penelitian, pemeriksaan ini 50% lebih baik dalam menemukan bukaan internal yang sulit daripada pemeriksaan fisik saja3,4. MRI mempunyai resolusi jaringan yang bagus dan kapabilitas multiplanar sehingga sangat akurat dalam mengidentifikasi bukaan internal dan traktus fistula.Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hasil MRI 80-90% mendekati penemuan saat operasi.Hal ini membuat MRI menjadi pilihan utama dalam mengidentifikasi fistulae yang kompleks.Walaupun terlihat lebih baik daripada USG dalam mengevaluasi fistula ani, namun USG lebih murah dan dapat digunakan saat operasi sedang berlangsung dalam kamar operasi3,4.

2.9 Diagnosis Banding Hidradenitis SupuratifHidradenitis merupakan radang kelenjar apokrin. Hidradenitis Supuratif (HS) adalah suatu keadaan kronik, yaitu infeksi kelenjar apokrin yang berhubungan dengan axilla dan regio anogenital.HS biasanya membentuk fistula multipel subkutan yang sering ditemukan di ketiak, lipat paha, perianal dan umumnya tidak meluas ke struktur yang lebih dalam. Faktor predisposisi HS disebutkan sebagai obesitas, perokok, penggunaan deodorant, mencukur rambut pada axilla, hyperhidrosis, recurrent folliculitis1,4,7.Pada Seseorang dengan HS sering didahului oleh trauma/mikrotrauma, seperti banyak keringat, pemakaian deodoran, atau pencabutan rambut ketiak. Pada pemeriksaan fisis didapatkan awalnya akan muncul abses yang berbatas tegas, tanpa bekas luka dan tanpa adanya saluran sinus. Kemudian akan terbentuk bekas luka akibat bekas garukan serta abses berulang. Selanjutnya lesi akan menyatu membentuk skar serta adanya inflamasi dan discharge saluran sinus7. Terdapat kriteria diagnostik HS menurut the 2nd International Conference on Hidradenitis supurativa, March 5, 2009, San Francisco, CA US adalah: Lesi yang khas berupa nodul yang nyeri blind boild pada lesi yang akut: abses, sinus dan tombstone serta komedo terbuka pada lesi sekunder Topografi yang khas : pada region axilla, pangkal paha, perineum dan region perianal, bokong dan area lipatan infra mammae dan intermammae. Kronik dan berulangTerdapat beberapa pemeriksaan penunjang berupa tes laboratorium, dimana akan ditemukan leukositosi, peningkatan sedimentasi eritrosit, dan peningkatan C-Reaktif Protein (CRP). Radiologi berupa ultrasonografi dilakukan pada dermis dan folikel untuk melihat formasi abses dan kelainan bagian profunda dari folikel. Pada histopatologi akan ditemukan lesi awal dengan tanda ada sumbatan keratinosa dalam duktus apokrin atau orifisium folikel rambut dan distensi kistik folikel. Proses ini meluar ke kelenjar apokrin. Dapat pula ditemukan hyperkeratosis, folikulitis aktif atau abses, pembentukan traktus sinus, fibrosis dan granuloma 7.

Gambar 2.5 Hidradenitis Supuratif

Pengobatan yang diberikan pada pasien dengan HS berupa antibiotic topical, oral, kortikosteroid, isotretionin oral, radioterapi, dan manajemen operatif pada abses akut dan kronik yang rekuren dengan nodul fibrotic atau sinus tract, Pengobatan definitive membutuhkan eksisi komplit yang melibatkan daerah yang terkena 1,7. Sinus pilonidalis terdapat hanya di lipatan sakromakoksigeal dan berasal dari sarang rambut dorsal dari tulang koksigeus atau ujung tulang sakrum1. Sinus poilonidalis sering mengenai dewasa muda dan jarang ditemukan pada anak-anak dan orang diatas 40 tahun. Kejadian pada laki-laki lebih tinggi dibanding pada perempuan, juga pada mereka yang memiliki rambut pada tubuh yang banyak. Adapaun predisposisi penyakit ini berupa aktivitas lebih sering duduk, obesias, adanya trauma pada kulit, iritasi kulit yang sering, adanya riwayat keluarga dengan keluhan serupa.Mereka dengan sinus pilonidalis biasanya mengeluhkan nyeri dan muncul bengkak pada lipatan pantat yang berubah menjadi abses dalam beberapa hari. Pada fase akut penatalaksanaan yang disarankan adalah insisi drainase, sedangkan pada infeksi kronis dilakukan wide excision.

2.10 Penatalaksanaana. Abses Perianal Antibiotik mempunyai peranan yang sedikit karena tidak dapat penetrasi ke dalam pus, dan seringkali terdapat nekrosis jaringan lemak. Abses akut membutuhkan drainase bedah. Tidaklah bijaksana untuk melakukan sesuatu lebih jauh lagi meskipun kita mencurigai adanya fistula, bengkak dan hiperemis menutupi lokasi yang tepat dari sphincter. Pus harus selalu dikirim untuk pemeriksaan mikrobiologik karena keberadaan organisme usus mengindikasikan kecenderungan adanya fistula4. b. Manajemen FistulaPrinsip umum dalam penanganan bedah fistula ani adalah untuk menghilangkan fistula, mencegah rekurens, dan untuk memelihara fungsi sfingter. Keberhasilan biasanya ditentukan oleh identifikasi muara primer dan memotong otot dengan jumlah yang paling minimal. Perencanaan akan bergantung pada lokasi fistula dan kerumitannya, serta kekuatan otot sfingter pasien. Pengelolaan berdasar pada eradikasi sepsis dengan seoptimal mungkin menjaga fungsi anal. Jalur fistula harus dibuka dan diizinkan untuk sembuh dari dasarnya. Mayoritas fistula superfisial dan intersphincter (85%) langsung dapat diatasi. Sisanya (transfingterik dan suprasfingterik) jauh labih sulit dan membutuhkan perawatan spesialis. Biasanya perawatannya lebih lama; dilakukan secara bertahap untuk mencegah kerusakan sfingter. Operasi bertujuan menginsisi di atas saluran fistula, meninggalkan insisi tesebut terbuka untuk bergranulasi nantinya. Biasanya dicapai dengan menempatkan sonde melalui kedua muara fistula dan memotong di atas sonde. Jika fistula mengikuti perjalanan yang mengharuskan pemotongan sfingter, maka insisi harus memotong serabut otot tegak lurus dan hanya pada satu tingkat. Akan timbul inkontinensia, jika otot terpotong lebih dari satu tempat3. Benang yang halus monofilamen (seton) sering ditaruh melalui jalur primer di sekitar sfingter eksterna sebagai drain sementara luka lebar di sebelah exterior striated muscle dari sfingter eksternus mengalami penyembuhan4. 1. Fistulotomy Pertama-tama dilakukan pelacakan untuk mencari muara interna fistula. Lalu, dilakukan pemotongan dan membiarkan jalurnya dalam keadaan terbuka, mengkuretnya (mengeluarkan isinya), lalu menempelkan sisinya ke sisi yang diinsisi sehingga fistula dibiarkan terbuka (diratakan) flattenedout. Untuk memperbaiki fistula yang lebih rumit, seperti horshoe fistula (dimana jalurnya melewati sekitar dua sisi tubuh dan mempunyai muara eksternal pada kedua sisi dari anus), dokter bedah dapat membiarkan terbuka hanya pada segmen dimana jalurnya bersatu dan mengeluarkan jalur sisanya. Jika sejumlah banyak otot sfingter yang harus digunting, pembedahan dapat dilakukan dalam lebih dari satu tahap dan harus diulang jika seluruh saluran belum dapat ditemukan. Teknik dibiarkan terbuka (Fistulotomi) berguna pada mayoritas perbaikan fistula. Pada prosedur ini, dimasukkan probe melalui fistula (melalui kedua muara), dan kulit yang menutupinya, jaringan subkutis, dan otot sfingter dipisahkan, oleh sebab itu membuka salurannya. Kuretasi dilakukan untuk memindahkan jaringan granulasi pada dasar saluran. Teknik ini dilakukan secara hati-hati untuk menghindari terlalu banyak menggunting sfingter (yang dapat menyebabkan inkontinensia). Fistulotomi dibiarkan menutup secara sekunder2. Pada fistel dapat dilakukan fistulotomi atau fistulektomi. Dianjurkan sedapat mungkin di lakukan fistulotomi, artinya fistel dibuka dari lubang asalnya sampai ke lubang kulit. Luka dibiarkan terbuka sehingga menyembuh mulai dari dasar per sekundam intentionem. Lukanya biasanya akan sembuh dalam waktu agak singkat. Kadang dibutuhkan operasi dua tahap untuk menghindari terpotongnya sfingter anus4.2. Flap Rektal Terkadang, untuk mengurangi jumlah otot sfingter yang digunting, dokter bedah dapat mengeluarkan jalurnya dan membuat flap ke dalam dinding abdomen untuk mencapai dan mengeluarkan muara fistula interna. Flap nya kemudian ditempelkan ke belakang6.

3. Penempatan Seton Fungsi dari pada penempatan seton adalah untuk menciptakan jaringan parut di sekitar otot sphincter sebelum memotongnya dengan pisau ; mengizinkan seton untuk secara lambat memotong seluruh jalur melalui otot selama beberapa minggu ; seton juga dapat membantu drainase fistula. Pada pasien dengan fistula kompleks, fistula rekuren, penyakit Crohn, keadaan imunokompromised, seton dapat digunakan sendiri, atau kombinasi dengan fistulotomi. Seton dibuat dari benang silk yang besar, penanda silastik, atau pita karet, yang dipasang pada saluran fistula dan menyediakan tiga tujuan. Yang pertama, kita dapat melihat langsung ke saluran, sebagai drain dan pemicu fibrin, dan juga memotong melalui fistula. oleh sebab itu, seiring waktu, sejalan dengan terjadinya fibrosis diatas seton. Secara perlahan memotong melalui otot sfingter, dan menampakkan saluran. Seton diketatkan selama kunjungan ke poli sampai ia ditarik selama lebih dari 6-8 minggu. Keuntungan pemakaian seton, adalah bahwa fistulotomi bertahap ini mengizinkan untuk pembelahan progresif dari otot sfingter, menghindari terjadinya komplikasi inkontinensia2. Gambar 2.5 Penempatan Seton4. Lem fibrin atau sumbat kolagen Pada beberapa kasus, dokter dapat menggunakan lem fibrin, terbuat dari protein plasma, untuk menyumbat dan menyembuhkan fistula daripada memotong dan membiarkannya terbuka. Dokter menyuntikkan lem melalui lubang eksterna setelah membersihkan salurannya lebih dahulu dan menempelkan lubang yang di dalam agar tertutup. Saluran fistula dapat juga disumbat dengan protein kolagen dan kemudian ditutup6. Pada fistel dapat dilakukan fistulotomi atau fistulektomi. Dapat dianjutkan sedapat mungkin dilakukan fistulotomi, artinya fistel dibuka dari lubang asalnya sampai ke lubang kulit. Luka dibiarkan terbuka sehingga menyembuhkan mulai dari dasar per sekundam intentionem. Lukanya biasanya akan sembuh dalam waktu agak singkat. Kadang dibutuhkan operasi dua tahap untuk menghindari terpotongnya sfingter anus1.

2.11 KomplikasiKomplikasi dapat terjadi langsung setelah operasi atau tertunda. Komplikasi yang dapat langsung terjadi antara lain: perdarahan, impaksi fecal, hemorrhoid. Komplikasi yang tertunda antara lain adalah: Inkontinensia, munculnya inkontinensia berkaitan dengan banyaknya otot sfingter yang terpotong, khususnya pada pasien dengan fistula kompleks seperti letak tinggi dan letak posterior. Drainase dari pemanjangan secara tidak sengaja dapat merusak saraf-saraf kecil dan menimbulkan jaringan parut lebih banyak. Apabila pinggiran fistulotomi tidak tepat, maka anus dapat tidak rapat menutup, yang mengakibatkan bocornya gas dan feces. Risiko ini juga meningkat seiring menua dan pada wanita ; Rekurens, terjadi akibat kegagalan dalam mengidentifikasi bukaan primer atau mengidentifikasi pemanjangan fistula ke atas atau ke samping.Epitelisasi dari bukaan interna dan eksterna lebih dipertimbangkan sebagai penyebab persistennya fistula.Risiko ini juga meningkat seiring penuaan dan pada wanita; Stenosis analis ; Proses penyembuhan menyebabkan fibrosis pada kanalis anal; Penyembuhan luka yang lambat, penyembuhan luka membutuhkan waktus 12 minggu, kecuali ada penyakit lain yang menyertai (seperti penyakit Crohn).Sedangkan komplikasi yang dapat disebabkan oleh perianal fistula adalah Fournier ganggren. Fournier ganggren diketahui sebagai suatu kegawatan urologi dengan onset mendadak , cepat berkembang dan bisa menjadi gangrene yang luas hingga menyebabkan septikemia. Penyakit ini merupakan bentuk dari fasitis nekrotikan yang terdapat di sekitar genitalia eksterna yang disebabkan akibat infeksi kolorectal (13%-50%) , infeksi dari urogenitalia (17 % -87%) dan sisanya adalah trauma lokal atau infeksi kulit di sekitar genitalia. Kelainan kolorectal yang sering menyebabkan terjadinya fournier gangren adalah abses perianal, perirektal, atau isiorektal dan perforasi kanker kolon, instrumentaasi atau divertikulitis. Sehingga fournier ganggren merupakan salah satu komplikasi dari perianal fistula yang merupapakan suatu kegawatan urologi7.

2.12 PrognosisFistel dapat kambuh bila lubang dalam tidak turut dibuka atau dikeluarkan, cabang fistel tidak turut dibuka , atau kulit sudah menutup luka sebelum jaringan granulasi mencapai permukaan. Fistel dapat kambuh bila lubang dalam tidak turut dibuka atau dikeluarkan, cabang fistel tidak turut dibuka, atau kulit sudah menutup luka sebelum jaringangranulasi menempel permukaan. Setelah fistulotomy standar, tingkat kekambuhan dilaporkan adalah 0-18% dan tingkat dari setiap inkontinensia tinja adalah 3-7%. Setelah menggunakan Seton, melaporkan tingkat kekambuhan adalah 0-17% dantingkat dari setiap inkontinensia feses adalah 0-17%. Setelah flap, tingkat kekambuhan dilaporkan adalah 1-17% dan tingkat dari setiap inkontinensia feses adalah 6-8%1.