BAB II KONSEP DASAR -...

30
BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian 1. BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah ( Sjamsuhidayat, 1997 ). 2. Benigna proastat hyperplasi adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostate ( secara umum terjadi pada pria lebih dari 50 th ) yang menyebabkan berbagai daerah obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinaria ( Doenges, 1999 ). 3. Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) adalah kondisi terjadinya pembesaran sel epitel dan stromal kelenjar prostat karena pengaruh hormon ( Rina. 2005 ). 4. Hyperplasia Noduler Benigna merupakan pembesaran kelenjar prostat yang non neoplasti, yang sering terjadi setelah berumur 50 th dan timbul gejala obstruksi urinarisasi ( Underwood, 2000 ). 5. Jadi sesuai dengan kesimpulan di atas, maka Benigna Prostat Hyperplasia adalah suatu pembesaran prostat yang terjadi secara progresif karena pengaruh hormon yang menyebabkan terjadinya obstrukasi saluran urinaria ( biasanya terjadi pada pria yang lebih dari 50 th ). B. Anatomi dan Fisiologi

Transcript of BAB II KONSEP DASAR -...

Page 1: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

1. BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak jaringan

prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah

( Sjamsuhidayat, 1997 ).

2. Benigna proastat hyperplasi adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostate (

secara umum terjadi pada pria lebih dari 50 th ) yang menyebabkan berbagai

daerah obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinaria ( Doenges, 1999 ).

3. Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) adalah kondisi terjadinya pembesaran sel

epitel dan stromal kelenjar prostat karena pengaruh hormon ( Rina.

2005 ).

4. Hyperplasia Noduler Benigna merupakan pembesaran kelenjar prostat yang non

neoplasti, yang sering terjadi setelah berumur 50 th dan timbul gejala obstruksi

urinarisasi ( Underwood, 2000 ).

5. Jadi sesuai dengan kesimpulan di atas, maka Benigna Prostat Hyperplasia adalah

suatu pembesaran prostat yang terjadi secara progresif karena pengaruh hormon

yang menyebabkan terjadinya obstrukasi saluran urinaria ( biasanya terjadi pada

pria yang lebih dari 50 th ).

B. Anatomi dan Fisiologi

Page 2: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

1. Anatomi

a. Sistem reproduksi

Struktur reproduksi pria terdiri dari penis, testis, skrotum, system duktus

yang terdiri dari epididimis, vasdeverens, duktus ejakulatorius, uretra dan

glandulla asesoria yang terdiri dari vesika seminalis, kelenjar postat dan

kelenjar bulbouretralis. Testis bagian dalam terbagi atas lobulus yang terdiri

dari lobulus semiferus sel yang mengsekresi testosteron. Pada bagian posterior

tiap-tiap testis terdapat duktus yang melingkar yang disebut epididimis.

Bagian kepalanya berhubungan dengan duktus semiferus (duktus untuk aliran

keluar dari testis), dan bagian ekornya terus berlanjut ke vasdeverens (duktus

ekskretorius). Testis yang membentang hingga ke duktus vesika seminalis,

kemudian bergabung membentuk duktus ejakulatorius.

Duktus ejakulatorius selanjutnya bergabung dengan sisten duktus,

prostat mengelilingi leher vesika urinaria dan uretra bagian atas, saluran

kelenjar bermuara pada uretra. Kelenjar bulbouretralis (kelenjar cowper)

terletak dekat meatus uretra penis terdiri dari tiga massa jaringan erektil

berbentuk silinder memanjang yang terbentuk pada penis.

Lapisan dalamnya adalah korpus spongium yang membungkus uretra

dan kedua masa paralel dibagian luarnya yaitu korpus karvenosum. Ujung

distal penis dikenal sebagai glans penis yang ditutupi prepusium ( Price, 1995

).

Testis terbentuk dari lengkungan–lengkungnya tubulus semi ferus yang

bergelung, yang dindingnya merupakan tempat pembentukan spermatozoa

Page 3: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

dari sel germinatium primitive (spermatogenesis). Kedua ujung

setiap lengkungan disalurkan ke dalam jaringan duktus di kepala epididimis.

Spermatozoa berjalan melalui ekor epididimis menuju vas deverens.

Spermatozoa masuk melalui duktus ejakulatorius ke uretra di dalam prostat

pada saat ejakulasi. Diantara tubulus - tubukus testis terdapat sarng sel yang

mengandung granula lemak (sel interstisium leydig), yang mengsekresikan

testosteron ke dalam aliran darah. Arteri spermatika ke testis dan darah yang

mengalir di dalamnya sejajar tetapi berlawanan arah dengan pleksus

pampiniformis vena spermatika. Susunan ini memungkinkan pertukaran arus

balik panas dan testosteron ( Ganong, 2002 ).

b. Pada sitem perkemihan bagian vesika urinaris terdiri dari :

1. Fundus yaitu bagian yang menghadap kearah belakang dan bawah, bagian

ini terpisah dari rectum oleh spatium rectovesikale yang terisi oleh

jaringan duktus deverens, vesika seminalis dan prostat.

2. Korpus yaitu bagian antara veneks dan fundus.

3. Vertek bagian yang runcing kearah muka dan berhubungan dengan

ligamentum vesika umbilikalis.

2. Fisiologi

a. Gametogenesis dan ejakulasi

1). spermatogenesis

Spermatogonia sel-sel germinativum primitive yang terletak di

samping lamina basalis tubulus seminiferus. Berkembang menjadi spermatosit

primer. Spermatosit primer membelah menjadi meiotik sehingga

Page 4: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

kromosomnya berkurang. Sel tersebut membelah menjadi spermatosit

sekunder lalu menjadi spermatid. Yang mengandung jumlah kromosom

haploid (23). Spermatid berkembang menjadi spermatozoa (sperma).

Perkiraan jumlah spermatid yang terbentuk dari sebuah spermatogonium

adalah 512, melalui proses spermatogenesis yang membentuk sebuah sperma

diperlukan waktu rata-rata 74 hari untuk membentuk sebuah sperma yang

matang dari sel germinativum primitive.

Setiap sperma bergerak rumit, kaya DNA dengan sebuah susunan

kromosom yang besar. Penutup kepala disebut akrosom (organel mirip

lisosom yang kaya enzim yang bertangguang jawab dalam penetrasi sperma

ke ovum dan proses selam pembuahan). Bagian proksimal sperma yang motil

ditutupi oleh suatu selaput yang berisi banyak metokondria, membran

spermatid dan spermatozoa mengandung enzim pengubah angiotensin tipe

kecil khusus. Fungsi enzim ini tidak diketahui.

Spermatid matang menjadi spermatozoa, sehingga dilepaskan dari sel sertoli

dalam lumen tubulus. Sel sertoli mensekresikan protein pengikat androgen,

inhibin dan MIS. Sel ini tidak mensintesis androgen, tetapi mengandung

Aromatase (CYP 19) merupakan enzim yang berperan dalam menguah

androgen menjadi estrogen, dan sel ini dapat menghasilkan estrogen. Inhibin

menghambat sekresi FSH. MIS menyebabkan regresi duktus mullerian pada

pria selama masa janin. FSH dan androgen mempertahankan fungsi

gametogenik testis. Stadium spermatogonia menjadi spermatid tidak

tergantung pada androgen, namun pematangan spermatid menjadi

Page 5: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

spermatozoa tergantung pada androgen. FSH berfungsi sebagai pelancar

stadium akhir pematangan spermatid.

Kandungan estrogen dari cairan rete testis berfungsi sebagai cairan

reabsorpsi dan spermatozoa dipekatkan. Apabila hal ini tidak terjadi maka

sperma masuk di epididimis mengalami pengenceran dalam volume cairan

yang besar akan terjadi kemandulan.Spermatozoa meninggalkan testis

sebelum sepenuhnya mampu bergerak. Spermatozoa melanjutkan pematangan

sewaktu melintasi epididimis. Meningkatnya motilitas spermatozoa akan

mempermudah spermatozoa mengalami reaksi akrosom.

2). Efek suhu

Spermatogenesis memerlukan suhu yang lebih rendah dari pada suhu

bagian dalam tubuh. Testis dalam keadaan normal memiliki suhu sekitar

32°C. testis mempertahankan dingin oleh udara yang mengintari skrotum dan

mungkin oleh pertukaran panas melalui arus balik antara arteri dan vena

spermatika. Bila testis tetap berada dalam abdomen akan terjadi degenerasi

dinding tubulus dan sterilisasi. Mandi air panas (43-45 °C selam 30 menit

perhari) akan menyebabkan suatu penurunan sperma kira-kira 90%.

3). Semen

Cairan yang diejakulasikan pada saat orgasme, semen mengandung

sperma dan sekresi vesika seminalis, prostate, kelenjar cowper, dan mungkin

kelenjar uretra. Volume rata-rata per ejakulasi adalah 2,5 - 3,5 ml setelah

beberapa hari tidak dikeluarkan. Volume semen dan hitung sperma menurun

cepat bila ejakulasi berulang. Setiap mililiter semen secara normal

Page 6: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

mengandung 100 juta sperma. Jumlah sperma antara 20-40 juta/ ml dan bila

kurang dari 20 juta/ ml dikatakan mandul. Setiap sperma bergerak dengan

kecepatan sekitar 3 mm/ menit melintasi saluran genetalia wanita. Sperma

mencapi tuba uteri 30-60 menit setelah ovulasi.

4). Ereksi

Ereksi diawali oleh dilatsi arteriol-arteriol penis. Sewaktu jaringan

erektil penis terisi darah, vena mengalami tekanan dan aliran keluar terhambat

sehingga turgor organ bertambah. Pusat terdapat pada medulla spinalis.

5). Ejakulasi

Merupakan suatu reflek spinal dua tahap yang melibatkan emisi,

pergerakkan semen ke dalam uretra dan ejakulasi. Terdorongnya semen keluar

uretra saat orgasme. sebagian besar merupakan serat dari reseptor di glans

penis mencapai medulla spinalis. Emisi adalah suatu respon simpatis di

lumbal bagian atas medulla spinalis akan terjadi kontraksi otot polos

vasdeferensia dan vesikula seminalis sebagai ranngsang di saraf hipogastrik.

Semen terdorong keluar uretra oleh kontraksi bulbo karnevosa (otot rangka).

Reflek ini terletak di segmen sakral bagian atas dan lumbal bawah medulla

spinalis.

6). PSA (Prostate Specific Antigen).

Prostat membentuk dan mengsekresi dalam semen dan darah. Gen

PSA memiliki dua respon element androgen. Zat ini menghidrolisis inhibitor

motalitas sperma semenogelin dalam semen dan funsi pastinya belum

Page 7: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

diketahui. PSA dijumpai pada kanker prostat dan deteksi dini, walaupun PSA

juga meningkat pada hipertrofi prostat jinak dan prostatitis.

7). Fungsi endokrin testis

Testosteron merupakan hormon utama testis. Testosterone akan

menurun dengan bertambahnya usia pada pria. Testosteron dan androgen

memiliki umpan balik dalam membentuk sifat kelamin sekunder pria yaitu

sebagai anabolic protein, pendorong pertumbuhan dan mempertahankan

spermatogenesis (Ganong, 2002).

Gmb 1. Anatomi system reproduksi dan perkemihan

Sumber: Sobota

C. Etiologi

Page 8: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

Penyebab pasti terjadinya BPH saat ini belum diketahui secara pasti, akan

tetapi terdapat faktor predisposisi, yaitu :

1. Adanya proses penuaan dan ketidak seimbangan antara estrogen dan testosteron.

Pada usia yang makin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen

relatif tetap. Estrogen di dalam prostat berperan dalam pembelahan sel-sel

kelenjar prostat. ( Saraswati, 2006 ).

2. Berfungsinya sel leydig pada testis. Testis sendiri merupakan penghasil hormon

androgen dan faktor genetik ( Suharti, dr.SpKp, 2005 ).

D. Patofisiologi

Prostat merupakan kelenjar yang berkapsul kira-kira beratnya 20 gr, yang

melingkari uretra pria dibawah vesika urinaria. Tanda dan gejala yang berhubungan

adanya Benigna Prostat Hyperplasi ( BPH ) adalah terjadinya pembesaran prostat

yang berdampak pada penyumbatan parsial atau penuhnya pada saluran kemih, hal ini

disebabkan oleh adanya tanda, gejala obstruksi dan iritasi pada uretra.

Salah satu gejala dari BPH adalah obstruksi saluran kemih, sehingga penderita

harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes pada akhir miksi,

pancaran miksi menjadi melemah dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala iritasi

disebabkan karena adanya hipersentivitas otot detrusor yang berarti bertambahnya

frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan dan mungkin terjadinya disuria. Gejala

obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal

berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi

Karena pengosongan yang tidak sempurna. Pada saat miksi atau pembesaran prostat

Page 9: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, sehingga vesika sering berkontraksi

meskipun belum penuh. Tanda dan gejala ini untuk menentukan berat ringannya

keluhan.

Apabila vesika urinaria menjadi dekompensasi akan terjadi retensi urin

sehingga pada akhir miksi masih ditemukan urin dalam vesika urinaria dan timbul

rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan

terjadi kemacetan total, menyebabkan penderita tidak mampu lagi miksi, karena

produksi urin terus terjadi, maka vesika tidak mampu lagi menampung urin,

menyebabkan tekanan intra vesika meningkat. Apabila tekanan vesika terus

meningkat dan tekanan vesika lebih tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi akan

terjadi inkontinensia.

Retensi kronik menyebabkan refluk vesika ureter, hydroureter, hydronefrosis

dan gagal ginjal. Bila terjadi infeksi maka akan mempercepat terjadinya kerusakan

ginjal.

Pada waktu miksi penderita harus selalu mengejan yang lama kelamaan akan

menyebabkan terjadinya terjadinya hernia atau hemoroid, dan bila selalu terdapat sisa

urin akan terbentuk endapan dalam vesika urinaria, menyebakan terjadinya batu. Batu

ini yang akan menyebkan terjadinya iritasi sehingga menimbulkan hematuria dan

statis, apabila terjadinya refluk maka akan terjadi pielonefritis ( Sjamsuhidajat, 1997

).

E . Manifestasi klinik

Page 10: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

Gejala Benigna Prostat Hyperplasi (BPH) dapat digolongkan menjadi dua

yaitu gejala obstruktif dan gejala iritatif.

1. Gejala Obstruksi : pembesaran prostat meliputi distensi kandung kemih

“Hesitancy”, pancaran kencing melemah, terputus-putus, tidak lampias saat

selesai berkemih, rasa ingin kecing sesudah kencing dan keluarnya sisa kencing

pada akhir berkemih.

2. Gejala iritatif : frekuensi kencing yang tidak normal, seperti sering miksi dan

terbangun saat malam hari ( nokturia ), sulit menahan kencing dan rasa sakit (

nyeri ) waktu kencing. Terkadang bisa juga teerjadi hematuria dan nyeri saat

ejakulasi ( Sjamsuhidajat, 1997 ).

F. Penatalaksanaan

1. Observasi

Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasehat yang diberikan

ialah dengan mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,

menghindari obat-obatan dekongestan (parasimpalitik), mengurangi minum kopi

dan tidak diperbolehakn minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi.

2. Medikamentosa

Penderita derajat satu biasanya diberikan pengobatan konservatif misalnya dengan

pemberian penghambat adrenoreseptor alfa seperti : alfarosin, prazosin dan

terazosin. Keuntungannya adalah efek positif pada keluhan pasien tetapi tidak

mempengaruhi proses hiperplasia prostat sedikit pun.

Page 11: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

Mengurangi volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon testoteron/

dehidrotestoteron (DHT) yaitu dengan finasteride penghambat 5 alfa reduktase yang

mencegah perubahan testoteron menjadi dehidrotestoteron sehingga kadar zat aktif

dehidrostestoteron menyebabkan mengecilnya ukuran prostat.

3. Terapi bedah

Prosedur yang digunakan untuk mengangkat kelenjar prostat, ialah :

a. Transurethral resection of the prostate (TURP)

Merupakan prosedur yang paling umum dan dapat dilakukan melalui endoskpoi.

Instrumen bedah dimasukkan secara langsung melalui uretra ke dalam prostat.

Prosdur ini tidak memerlukan insisi dan digunakan untuk kelenjar yang

berukuran beragam.

b. Prostatektomi suprapubis/ Transmilad prostatectomy ( TMP ).

merupakan salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen ( ke

dalam kandung kemih ), dapat digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran.

c. Prostatektomi perineal

Merupakan penggangkatan kelenjar melalui suatu insisi dalam perinium.

d. Prostatektomi suprapubik

Merupakan teknik lain dan lebih umum dibanding pendekatan suprapubik,

yaitu bedah insisi abdomen rendah mendekati kelenjar prosta tanpa memasuki

kandung kemih. Prosedur ini sangant cocok untuk kelenjar besar yang terletak

tinggi dalam pubis.

e. Transurethral incision of the prostate (TUIP).

Page 12: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

Merupakan prosedur lain untuk menangani BPH dengan cara memasukkan

instrumen melalui uretra. Insisi ini dibuat untuk mengurangio tekanan prostat

pada uretra dan mengurangi konstriksi uretra. Metode ini diindikasikan pada

prostat yang berukuran kecil ( ± 30 gr ).

G. Komplikasi

Obstruksi yang berkelanjutan dari aliran vesika urinaria menyebabkan

terjadinya hyperplasia yang bertahap dari otot vesika urinaria. Trabekulasi dinding

vesika urinaria terbentuk akibat serabut pronium dari otot polos yang menebal dimana

diantaranya dapat terjadi penonjolan divertikum. Mekanisme kompensasi seperti ini

sering mengalami kegagalan , yang mengakibatkan terjadinya dilatasi pada vesika

urinaria. Ureter secara bertahap akan mengalami dilatasi ( hydroureter )

menyebabkan pengembalian urin, dan jika tidak segera diobati akan terjadi

hydronefrosis disertai dilatasi pelvis renalis dan kalies.

Akibatnya vesika gagal melakukan pengosongan secara penuh sehabis kencing,

sedikit urin tersisa dan tertinggal di dalam vesika. Sisa urin sisa ini memungkinkan

untuk terjadinya infeksi, biasanya organisme koliform. Sistitis yang terjadi adanya

nyeri dan disertai hematuria. Sedangkan infeksi pada kejadian obstruksi di traktus

urinarius dapat mengakibatkan terjadinya pielonefritis dan gangguan fungsi ginjal.

Infeksi ini berulang merupakan faktor predisposisi terjadinya batu dalam vesika

urinaria yang sering mengandung fosfat. Septicemia sering terjadi sebagai komplikasi

pielonefritis ( Underwood, 2000 ).

Page 13: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

Pada waktu miksi penderita harus selalu mengejan yang lama kelamaan akan

menyebabkan terjadinya terjadinya hernia atau hemoroid. Retensi kronik

menyebabkan refluk vesika ureter, hydroureter, hydronefrosis dan gagal ginjal (

Sjamsuhidajat, 1997 ).

H. Teori inflamasi

1. Pengertian inflamasi

Merupakan reaksi vaskuler yang hasilnya merupakan pengiriman cairan,

zat-zat terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan intertisial pada

daerah cidera atau nekrosis ( Price, 1994 ).

2. Tanda-tanda inflamasi

a. Rubor ( kemerahan )

Merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami

peradangan. Reaksi ini timbul karena arteriol yang menyuplai daerah tersebut

melebar, sehingga darah yang mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal

menyababkan terjadinya hiperemia. Timbulnya Hiperemia pada reaksi

peradangan diatur oleh tubuh secara neurogenik maupun secara kimia,

melalui pengeluaran zat histamin.

b. Kalor (panas)

Merupakan sifat reaksi peradangan yang hanya terjadi dipermukaan tubuh.

Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, hal ini

disebabkan karena darah (pada suhu 37°C) yang dialirkan tubuh kepermukaan

daerah yang terkena lebih banyak dari pada daerah normal.

c. Dolor (rasa sakit)

Page 14: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

Merupakan reaksi peradangan yang dihasilkan dengan berbagai cara. Hal

ini disebabkan oleh perubahan pH lokal atau terjadi pengeluaran zat kimia

(histamin)yang dapat merangsang ujung-ujung saraf dan pembengkakan

jarngan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang menyebabkan

timbulnya rasa sakit.

d. Tumor (pembengkakan)

Pembengkakan terjadi karena cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke

jaringan interstisial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah

peradangan disebut eksudat, eksudat ini merupakan keadaan awal dari reaksi

peradangan.

e. Fungsio laesa (perubahan fungsi)

Merupakan perubahan fungsi yang sisebakan karena fungsi jaringan yang

meradang terganggu ( Price, 1994 ).

L. Proses penyembuhan luka

Luka merupakan gangguan dalam kontinuitas sel-sel, kemudian diikuti

dengan penyembuhan luka yang merupakan pemulihan kontinuitas.

1. Fisiologi dari penyembuhan luka

Respon jaringan terhadap cidera melewati beberapa fase yaitu inflamasi,

poliferatif dan maturasi.

a. fase Inflamasi

Merupakan reaksi tubuh terhadap luka yang dimulai beberapa menit

dan berlangsung 3 hari setelah cidera. Proses perbaikan terdiri dari

Page 15: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

mengontrol perdarahan (hemostasis), mengirim darah dan sel ke area yang

mengalami cidera (inflamasi), dan membentuk sel-sel epite pada tempat cidera

(epiteliasasi). Selama proses hemostasis, pembulh darah yang cidera

mengalamikontriksi dan trombosit terkumpul untuk menghentikan

perdarahan. Bekuan darah membentuk matrik fibrin yang akan menjadi

perbaikan sel. Jaringan yang rusakdan sel mast mengsekresi histamin,

menyebabkan vasodilatasi kapiler dasekitarnya dan mengeluarkan serum dan

sel darah putih pada jaringan yang rusak. Hal ini menyebabkan terjadinya

respon inflamsi.

Leukosit utama yang bekerja pada luka adalah netrofil. Netrofil mati

akan meninggalkan eksudat enzim yang akan menyerang bakteri atau

membantu perbaikan jaringan. Leukosit kedua yang penting adalah monosit

yang akan berubah menjadi makrofag. Makrofag akan membersihkan luka

dari bakteri, sel mati dan mendaur ulang zat-zat tertentu, seperti amino dan

gula, yang dapat membantu dalam perbaikan luka. Makrofag akan

melanjutkan proses pembersihan luka dan menstimulasi pembentukan

fibroblast, yaitu sel mensintesis kolagen.

Setelah makrofag memberihkan luka dan menyiapkan untuk perbaikan

jaringan , sel epitel bergerak dari bagian tepi luka di bawah dasar bekuan

darah atau keropeng. Akhirnya luka akanterbentuk lapisan tipis dari jaringan

epiteldan menjadi barier terhadap organisme penyebab infeksi dan zat-zat

beracun.

b. Fase proliferasi (regenerasi)

Page 16: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

Dengan munculnya pembuluh darah baru sebagai hasil rekontruksi,

fase proliferasi terjadi 3-24 hari. Fase regenerasi ini adalah mengisi luka

dengan jaringan penyambung atau jaringan granulasi yang baru dan menutup

luka dengan epitelisasi. Fibroblast adalah sel-sel yang mwensintesis kolagen

yang akan menutup defek luka. Fibroblast membutuhkan vitamin B dan C,

oksigen dan asam amino. Kolagen memberikan kekuatan dan integritas

struktur pada luka.

c. Maturasi (remodelling)

Merupakan tahap akhir proses penyembuhan luka, dapat memerlukan

waktu lebih 1 tahun, tergantung pada kedalaman dan keluasan luka. Serat

kolagen mengalami remodeling atau reorganisasi sebelum mencapai bentuk

normal. Biasanya jaringan parut mengandung lebih sedikit sel-sel pigmentasi

(melanosit) dan memiliki warna yang lebih terang dari pada warna kulit

normal ( Potter, 2005 ).

J. Pengkajian focus

1. Demografi

a. Usia : Lebih dari 50 th

b. Jenis kelamin : Laki – laki. ( Smeltzer, 2001 ).

2. Riwayat kesehatan

a. BPH dengan penyumbatan aliran urinaria.

b. Kanker prostate. ( Engram, 1998 ).

3. Perubahan pola fungsional

Page 17: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

a. Sirkulasi

Tanda : Peningkatan Tekanan darah (efek dari pembesaran ginjal).

b. Eliminasi

Gejala : Penurunan kekuatan/ dorongan aliran urin, keaguan-raguan pada

awal kemih, ketidak mampuan untuk mengosongkan kandung

kemih dengan lengkap, dorongan dan frekuensi berkemih,

nokturia, disuria dan hematuria, duduk untuk berkemih, ISK

berulang, riwayat batu, konstipasi.

Tanda : Masa padat di bawah abdomen bawah ( distensi kandung kemih),

nyeri teksn ksndung kemih. Hernia inguinalis, hemoroid (

mengakibatkan peningkatan tekanan abdominalyang

memerlukan pengosongan kandung kemih mengatasi tahana ).

c. Makanan/ cairan

Gejala : Anoreksia, mual, muantah dan penurunan berat badan.

d. Nyeri dan kenyamanan

Gejala : Nyeri suprapubis, panggul atau punggung, kuat, tajam dan nyeri

punggung bawah.

e. Keamanan

Gejala : Demam

f. Seksualitas

Page 18: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

Gejala : Masalah tentang efek kondisi/ terapi pada kemampuan seksual,

takut inkontinensia/ menetes selam berhubungna intim dan

penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi.

Tanda : Pembesaran dan nyeri tekan prostat.

g. Penyuluhan dan pembelajaran

Gejala : Riwayat keluarga kanker, hipertensi dan penyakit ginjal,

penggunaan antihipertensi atau anti depresan, antibiotic urinaria

atau agen antibiotic, obat yan dijual bebas untuk flu/ alergi obat

mengandung simpatomimetik.

Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama di rawat 22 hari.

Rencana pemulangan : Memerlukan bantuan denagn management terapi, contoh

kateter ( Doenges, 1999 ).

4. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan fisik

Untuk mengukur besarnya hyperplasi prostat dapat dipakai berbagai ukuran,

yaitu rectal grading, clinical grading dan intra uretral grading.

1). Rectal grading

Rectal toucher diperkirakan beberapa sentimeter prostate menonjol ke dalam

lumen dari rectum. Rectal toucher sebaiknya dilakukan denagn buli-buli

kosong karena bila penuh, dapat tyerjadi kesalahan.

Grasi ini adalah sebagi berikut :

Page 19: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

0-1 cm ………………grade 0

1-2 cm ………………grade 1

2-3 cm ………………grade 2

3-4 cm ………………grade 3

>4 cm ……………….grade 4

Biasanya pada grade 3 dan 4 batas dari prostate tidak dapat diraba. Bila

prostat besar sekali grade 3 dan 4, orang lebih suka memilih

prostatektomiterbuka secara trans vesikal.

2). Clinical grading

Pada pengukuran ini yang menjadi patokkan adalah banyaknya sisa urin

pada pagi hari setelah [asien bangun, disuruhkencing sampai selesai.

Kemudian dimasukkan kateter ke dalam buli-buli untuk mengukur sisa urin

Sisa urin 0 cc …………………….…….normal

Sisa urin 0-50 cc………………………..grade 1

Sisa urin 50-150 cc…………………..…grade 2

Sisa urin > 150 cc…………………..…..grade 3

Sama ssekali tidak bisa kencing ……… grade 4

3). Intra uretral grading

Melihat berapa jauh penonjolan lobus lateral kedalam lumen uretra.

Pengukuran ini hanya dapat dilihat dengan endoskopy dan sudah menjadi

bidang dari urologi yang khusus.

b. Pemeriksaan penunjang

1). Pemeriksaan laboratorium

Page 20: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

Analis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya

sel leukosit, bskteri dan infeksi. Bila tardapat hematuria harus

diperhitungkan etiologi lainnya, seperti keganasan pada saluran kemih, batu

infekasi saluran kemih. Walaupun BPH sendiri dapat dapat menyebabkan

hematuria. Kadar ureum dan kreatinin darah merupakan n informasi faal

ginjal. Pemeriksaan PSA ( Prostat Spesific Antigen )sebagai dasar deteksi

dini keganasan. Bila nilai PSA , 4 mg/ ml tidak perlu biopsy, sedangkan bila

nilai PSA 4 -10 mg/ml, hitunglah PSAD ( Prostat Spesific Antigen Density )

yaitu PSA dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD. 0,15 maka sebaiknya

dilakukan biops prostat, demikian dengan nilai PSA > 10mg/ml.

2). Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi,

intravena, USG dan sistokopi. Dengan tujuan untuk memperkirakan volume

BPH, menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residu urin dan

mencari kelainan patologi lain, baik yang berhubungan maupun tidak

berhubungan dengan BPH.

Jenis pemeriksaan antara lain :

a). Foto polos, dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran

ginjal atau buli-buli.

b). Pielonografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal,

hydronefrosisi dan hydroureter, fish hook appearance ( gamabaran

ureter berkelok-kelok di vesika ).

Page 21: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

c). USG dapat diperkirakan pembesaran prostate, pemeriksaan masa ginjal,

residu urin, batu ginjal, diverikulum atau tumor buli-buli. ( Manjoer,

2000 ).

c. Pemeriksaan diagnostik

1). Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah

gelap/terang, penampilan keruh, pH : 7 atau lebih besar, bakteria.

2). Kultur urin : adanya staphylokokus aureus. Proteus,

klebsiella, pseudomonas atau E coli.

3). IVP : menunjukkan pelambatan

pengosongan kandung kemih dan adanya pembesaran prostat, penebalan

abnormal otot kandung kemih.

4). Sistogram : mengukur tekanan darah dan volume

dalam kandung kemih

5). Sistouretrografi berkemih : Sebagai ganti IVP untuk memvisualisasi

kandung kemih dan uretra dengan menggunakan bahan kontras lokal.

6). Sistouretroscopy : Untuk menggambarkan derajat pembesaran

prostat dan dikandung kemih

7). Ultrasonografi Transrectal : mengetahui pembesaran prostate,

mengukur sisa urin dan keadaan patologi seperti tumor atau batu. (

Doenges, 1999 ).

I. Patway

Perubahan usia (usia lanjut) Ketidakseimbangan produksi estrogen dan testosteron

Page 22: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

Kadar testoteron menurun Kadar estrogen meningkat Diit kompleks hiperplasia sel stroma pada jaringan prostat Mempengaruhi DNA dalam inti sel Proliferasi sel prostat BPH Obstruksi saluran kemih yg bermuara ke Vesika Urinaria Retensi urin Prosedur pembedahan Terpasang kateter Luka Efek dari anestesi Perdarahan

Irigasi

Disfunsi seksual

Perubahan pola kemih

Pereganaga Nyeri Gg. Rasa nyaman

J. Diagnosa keperawatan

Post operasi

1. Dx. Perubahan pola kem

darah, edema, traum

Resiko infeksi

n Resiko defisit cairan

Gg. Mobilisasi

nyeri

( Long C, Barbara, Sjamsuhidayat, Smeltzer ).

ih berhubungan dengan obstruksi mekanikal, bekuan

a prosedur pembedahan.

Page 23: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

2. Dx. Defisit volume cairan berhubungan dengan adanya perdarahan, ditandai

dengan adanya tanda – tanda dehidrasi.

3. Dx. Resiko infeksi berhubungan dengan insisi bedah, prosedur invasive, irigasi

pembedahan dan trauma jaringan.

4. Dx. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih, kolik

ginjal, infeksi urinary dan terapi radiasi.

5. Dx. Disfungsi seksual berhubungan dengan inkontinensia, kebocoran urin

setelah pengangkatan

6. Dx. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan efek anestesi.

K. Intervensi

1. Dx. Perubahan pola kemih berhubungan dengan obstruksi mekanikal, bekuan

darah, edema, trauma prosedur pembedahan.

Tujuan : aliran urin meningkat

Kriteria hasil : a. Berkemih dengan jumlah yang normal tanpa operasi

b. Menunjukkan perilaku yang meningkatkan control kandung

kemih.

Intervensi

a. Mengkaji haluaran urin

b. Membantu pasien memilih posisi untuk berkemih.

c. Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah kateter dilepas.

d. Mendorong pasien untuk berkemih bila teras dorongan.

Page 24: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

e. Mengukur volume residu.

f. Mendorong pemasukkan caiaran 3000 ml sesuai toleransi

g. Mengintruksikan pada pasien untuk latihan perineal.

h. Menganjurkan pasien bahwa “ penetesan ” diharapkan kateter dilepas.

i. rigasi kandung kemih.

Rasinal

a. Retensi dapat terjadi karena edema area bedah.

b. Mendorong pasase urin dan meningkatkan rasa normalitas.

c. Kateter biasanya dilepas 2-5 hari setelah bedah.

d. Berkemih denagn dorongan mencegah retensi urin. Keterbatsan berkemih

untuk setiap 4 jam.

e. Mengawasi keefektifan pengosongan kandung kemih, residu lebih dari 50 ml

menunjukkan perlunya kontinuitas kateter sampai tonus kandung kemih

membaik.

f. Mempertahankan dehidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran urin.

g. Membatu meningkatkan control kandung kemih/ sfingter.

h. Informasi membantu pasien untuk menerima masalah.

i. Mencuci kandung kemih dari bekuan darah ( Doenges, 1999 ).

2. Dx. Defisit volume cairan berhubungan dengan adanya perdarahan, ditandai

dengan adanya tanda – tanda dehidrasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi defisit

volume cairan.

Page 25: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

Kiteria hasil : a. Mempertahankan dehidrasi adekuat.

b. Tanda – tanda vital stabil

c. Pengisian kapiler baik.

d. Menunjukkan tidak adanya perdarahan

Intervensi

a. Benamkan kateter, hindari manipulasi berlebihan.

b. Mengawasi pemasukkan dan pengeluaran

c. Observasi drinase kateter.

d. Evaluasi warna, konsitensi urin.

e. Inspeksi balutan/ lika drain.

f. Mengawasi tand-tanda vital.

g. Memantau kegelisahan klien.

h. Mendorong pemasukkan cairan 3000 ml.

i. Menghindari penggukuran suhu rectal.

j. Mengawasi pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht dan jumlah sel darah merah).

Rasional

a. Penarikan kateter menyebabkan perdarahan.

b. Indikator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian pada irigasi

kandung kemih.

c. Perdarahan tidak umumterjadi pada 24 jam pertama.

d. Untuk mengetahui perdarahan.

Page 26: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

e. Perdarahan dapat dapat dibuktikan atau disingkirakan dalam jaringan

perineum.

f. Dehidrasi memerlukan intervensi cepat.

g. Dapat menurunkan perfusi cerebral.

h. Membilas ginjal/ kandung kemih dari bakteri.

i. Dapat mengakibatkan penyebaran iritasi terhadap prostat.

j. Berguna dalam mengevaluasi kehilangan darah ( Doenges, 1999 ).

3. Dx. Resiko infeksi berhubungan dengan insisi bedah, prosedur invasive, irigasi

pembedahan dan trauma jaringan.

Tujaun : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi infeksi.

Kriteria hasil : a. Mencapai waktu penyembuhan

b. Tidak terjadi tanda infeksi

Intervensi

a. Pertahankan system kateter steril dan berikan perawatan kateter.

b. Ambulasi dengan kantung drinase dependent.

c. Observasi tanda vital.

d. Observasi drainase luka sekitar supra pubik.

e. Menganti balutan dengan sering (insisi supra/ retropubik dan perineal).

f. Mengunakan pelindung kulit.

g. Kolaborasi dengan pemberian antibuiotik.

Rasional

a. Mencegah pemasukkan bakteri dari infeksi.

Page 27: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

b. Menghindari reflek balik urin.

c. Observasi terjadinya syok.

f. Insisi resiko terjadinya infeksi.

g. Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan pertumbuhan

bakteri.

h. Memberikan perlindungan untuk kulit sekitar.

i. Berhubugan dengan peningkatan resiko infeksi ( Doenges, 1999 ).

4. Dx. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih, kolik

ginjal, infeksi urinary dan terapi radiasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperwatan nyeri hilang/ terkontrol.

Kriteria hasil : a. Nyeri hilang/ terkontrol

b. Klien tampak rilek

c. Mampu untuk istirahat

Intervensi

a. Mengkaji nyeri

b. Mempertahankan patensi kateter dan system drainase.

c. Meningkatkan pemasukkan 3000 ml/ hari sesuai toleransi.

d. Berikan pasien informasi yang akurat tentang kateter, drainase dan spasme

kandung kemih.

e. Berikan tindakan kenyamanan.

f. Berikan rendam duduk.

Page 28: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

g. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.

Rasional

a. Memberikan informasi untuk membantu dan menentukan pilihan intervensi.

b. Mempertahankan fungsi kateter dan drainase.

c. Menurunkan iritasi dengan mempertahankan aliran cairan konstan ke mukosa

kandung kemih.

d. Menghilangkan ansietas.

e. Menurunkan ketegangan otot.

f. Meningkatkan perfusi jaringan, perbaikan edem dan perbaikan penyembuhan.

g. Meningkatkan rerlaksasi ( Doenges, 1999 ).

5. Dx. Disfungsi seksual berhubungan dengan inkontinensia, kebocoran urin

setelah pengangkatan kateter.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi disfungsi

seksual.

Kriteria hasil : a. Klien tampak rilek dan ansietas menurun.

b. Dapat mengerti tentang suatu masalah.

Intervensi

a. Memberikan keterbukaan pada pasien tentang inkontinensia dan disfungsi

seksual.

b. Memberikan informasi yang akurat.

c. Mendiskusikan tentang dasar anatomi.

Page 29: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

d. Mendiskusikan tentang ejakulasi retrogard bila pendekatan transurethral/

suprapubik yang digunakan.

e. Mengintruksikan latihan perianal.

Rasional

a. Ansietas dapat mempengaruhi kemampuan menerima informasi yang

diberikan.

b. Impotensi fisiologis terjadi bila perianal dipotong selama prosedur

pembedahan.

c. Saraf pleksus mengontrol aliran secara posterior ke prostat melalui kapsul.

Prosedur bedah mungkin tidak dapat memberikan pengobatan permanen dan

hipertrofi dapat berulang.

d. Cairan seminal mengalir kedalam kandung kemih dan disekresikan melalui

urin. Ini tidak mempengaruhi fungsi seksual tetapi akan menurunkan

kesuburan dan menyebabkan urin keruh.

e. Meningkatkan kontrol otot inkontinensia urinaria dan fungsi seksual (

Doenges, 1999 ).

6. Dx. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan efek anestesi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat beraktifitas

secara mandiri.

Kriteria hasil : Klien mampu menunjukkan aktifitas secara mandiri tanpa

bantuan keluarga dan perawat.

Intervensi

Page 30: BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-aisyahsury... · BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak

a. Mempertahankan posisi yang nyaman.

b. Mencegah klien jatuh.

c. Melakukan latihan aktif atau pasif.

d. Memonitor kulit kemungkinan terdapat dekubitus.

e. Meningkatkan aktivitas sesuai batas toleransi.

f. Pertahankan nutrisi adekuat.

g. Melakukan ambulasi sebanyak mungkin.

Rasional

a. Mencegah iritasi dan mencegah komplikasi.

b. Mempertahankan keamanan klien.

c. Meningkatkan sirkulasi dan mencegah kontraktur.

d. Memonitor gangguan integritas kulit.

e. Mempertahankan tonus otot.

f. Nutrisi diperlukan untuk energi.

g. Meneruskan perawatan setelah pulang.