Bab i Tifoid

download Bab i Tifoid

of 2

description

Ilmu kesehatan anak

Transcript of Bab i Tifoid

BAB I PENDAHULUANA. LATAR BELAKANGLingkungan yang kotor merupakan faktor predisposisi munculnya banyak penyakit terutama penyakit infeksi. Infeksi tersebut diakibatkan oleh banyak mikroorganisme seperti bakteri, virus atau parasit. Salah satunya bakterisalmonella typhi yang berkembang lebih banyak pada lingkungan yang kotor dan tingkat perilaku hidup bersih dan sehat yang kurang. Rendahnya kesadaran masyarakat dalam berperilaku hidup bersih dan sehat akan meningkatkan terjadinya kasus penyakit demam tifoid ini.

Demam tifoidmenjadi masalah kesehatan, yang umumnya terjadi di negara yang sedang berkembang.Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah (Simanjuntak, C.H, 2009).

Suatu penelitian epidemiologi di masyarakat Vietnam khususnya di delta Sungai Mekong, diperoleh angka insidensi 198 per 100.000 penduduk dan di Delhi India sebesar 980 per 100.000 penduduk.Pada beberapa dekade terakhir demam tifoid sudah jarang terjadi di negara-negara industri, namun tetap menjadi masalah kesehatan yang serius di sebagian wilayah dunia, seperti bekas negara Uni Soviet, anak benua India, Asia Tenggara, Amerika Selatan dan Afrika. Menurut WHO, diperkirakan terjadi 16 juta kasus per tahun dan 600 ribu diantaranya berakhir dengan kematian. Sekitar 70 % dari seluruh kasus kematian itu menimpa penderita demam tifoid di Asia.

Angka kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2% dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4% per 10.000 penduduk. Prevalensi demam tifoid di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2007 adalah 1,60%. Sedangkan prevalensi di Provinsi Banten sebesar 2,2 %. Insiden demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan; di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan di daerah urban ditemukan 760 sampai 810 kasus per 100.000 penduduk.(Riskesdas, 2007).

Berdasarkan laporan Ditjen Pelayanan Medis Depkes RI, pada tahun 2008, demam tifoid menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan proporsi 3,15%, urutan pertama ditempati oleh diare dengan jumlah kasus 193.856 dengan proporsi 7,52%, urutan ketiga ditempati oleh DBD dengan jumlah kasus 77.539 dengan proporsi 3,01% (Depkes RI, 2009).

Berdasarkan penelitian Cyrus H. Simanjuntak., di Paseh (Jawa Barat) tahun 2009, insidens rate demam tifoid pada masyarakat di daerah semi urban adalah 357,6 per 100.000 penduduk per tahun. Insiden demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanyaterkait dengan sanitasi lingkungan; di daerah Jawa Barat, terdapat 157 kasus per 100.000 penduduk sedangkan di daerah urban di temukan 760-810 per 100.000 penduduk.

Apabila demam tifoid tersebut tidak dideteksi dan diobati secara cepat dan tepat dapat menyebabkan komplikasi yang berujuang pada kematian, seperti perdarahan usus, kebocoran usus, infeksi selaput usus, renjatan bronkopnemonia (peradangan paru), dan kelainan pada otak. Maka dari itu untuk mencegah terjadinya demam tifoid dan menurunkan angka kejadian, harus memperhatikan sanitasi lingkungan, pola makan yanjg sehat dan rajin mencuci tangan terutama sebelum dan setelah makan.