BAB I PENDAHULUAN - sumberrbelajar.files.wordpress.com · kiat, dan strategi membelajarkan orang...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN - sumberrbelajar.files.wordpress.com · kiat, dan strategi membelajarkan orang...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu aspek penting dalam pendidikan saat ini yang perlu mendapat perhatian
adalah mengenai konsep pendidikan untuk orang dewasa. Tidak selamanya kita berbicara dan
mengulas di seputar pendidikan murid sekolah yang relatif berusia muda. Kenyataan di
lapangan, bahwa tidak sedikit orang dewasa yang harus mendapat pendidikan baik
pendidikan informal maupun nonformal, misalnya pendidikan dalam bentuk keterampilan,
kursus-kursus, penataran dan sebagainya. Masalah yang sering muncul adalah bagaimana
kiat, dan strategi membelajarkan orang dewasa yang notabene tidak menduduki bangku
sekolah. Dalam hal ini, orang dewasa sebagai siswa dalam kegiatan belajar tidak dapat
diperlakukan seperti anak-anak didik biasa yang sedang duduk di bangku sekolah tradisional.
Oleh sebab itu, harus dipahami bahwa, orang dewasa yang tumbuh sebagai pribadi dan
memiliki kematangan konsep diri bergerak dari ketergantungan seperti yang terjadi pada
masa kanak-kanak menuju ke arah kemandirian atau pengarahan diri sendiri. Kematangan
psikologi orang dewasa sebagai pribadi yang mampu mengarahkan diri sendiri ini mendorong
timbulnya kebutuhan psikologi yang sangat dalam yaitu keinginan dipandang dan
diperlakukan orang lain sebagai pribadi yang mengarahkan dirinya sendiri, bukan diarahkan,
dipaksa dan dimanipulasi oleh orang lain. Dengan begitu apabila orang dewasa menghadapi
situasi yang tidak memungkinkan dirinya menjadi dirinya sendiri maka dia akan merasa
dirinya tertekan dan merasa tidak senang. Karena orang dewasa bukan anak kecil, maka
pendidikan bagi orang dewasa tidak dapat disamakan dengan pendidikan anak sekolah. Perlu
dipahami apa pendorong bagi orang dewasa belajar, apa hambatan yang dialaminya, apa yang
diharapkannya, bagaimana ia dapat belajar paling baik dan sebagainya (Lunandi, 1987).
Pemahaman terhadap perkembangan kondisi psikologi orang dewasa tentu saja
mempunyai arti penting bagi para pendidik atau fasilitator dalam menghadapi orang dewasa
sebagai siswa. Berkembangnya pemahaman kondisi psikologi orang dewasa semacam itu
tumbuh dalam teori yang dikenal dengan nama andragogi. Andragogi sebagai ilmu yang
memiliki dimensi yang luas dan mendalam akan teori belajar dan cara mengajar. Secara
singkat teori ini memberikan dukungan dasar yang esensial bagi kegiatan pembelajaran orang
dewasa. Oleh sebab itu, pendidikan atau usaha pembelajaran orang dewasa memerlukan
2
pendekatan khusus dan harus memiliki pegangan yang kuat akan konsep teori yang
didasarkan pada asumsi atau pemahaman orang dewasa sebagai siswa.
Kegiatan pendidikan baik melalui jalur sekolah ataupun luar sekolah memiliki daerah
dan kegiatan yang beraneka ragam. Pendidikan orang dewasa terutama pendidikan
masyarakat bersifat non formal sebagian besar dari siswa atau pesertanya adalah orang
dewasa, atau paling tidak pemuda atau remaja. Oleh sebab itu, kegiatan pendidikan
memerlukan pendekatan tersendiri. Dengan menggunakan teori andragogi kegiatan atau
usaha pembelajaran orang dewasa dalam kerangka pembangunan atau realisasi pencapaian
cita-cita pendidikan seumur hidup dapat diperoleh dengan dukungan konsep teoritik atau
penggunaan teknologi yang dapat
dipertanggung jawabkan.
Salah satu masalah dalam pengertian andragogi adalah pandangannya yang
mengemukakan bahwa tujuan pendidikan itu bersifat mentransmisikan pengetahuan.
Tetapi di lain pihak perubahan yang terjadi seperti inovasi dalam teknologi, mobilisasi
penduduk, perubahan sistem ekonomi, dan sejenisnya begitu cepat terjadi. Dalam kondisi
seperti ini, maka pengetahuan yang diperoleh seseorang ketika ia berumur 21 tahun akan
menjadi usang ketika ia berumur 40 tahun. Apabila demikian halnya, maka pendidikan
sebagai suatu proses transmisi pengetahuan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan modern
(Arif, 1994).
Oleh karena itu, tujuan dari kajian/tulisan ini adalah untuk mengkaji berbagai aspek
yang mungkin dilakukan dalam upaya membelajarkan orang dewasa (andragogi) sebagai
salah satu alternatif pemecahan kependidikan, sebab pendidikan sekarang ini tidak lagi
dirumuskan hanya sekedar sebagai upaya untuk mentransmisikan pengetahuan, tetapi
dirumuskan sebagai suatu proses pendidikan sepanjang hayat (long life education).
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja inovasi dalam pembelajaran orang dewasa?
2. Bagaimana implikasi pembelajaran orang dewasa?
C. Tujuan
1. Dapat menjelaskan inovasi dalam pembelajaran orang dewasa.
2. Mengaplikasikan implikasi pembelajaran orang dewasa.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Jarak Jauh
Apakah Pendidikan Jarak Jauh itu?
Telah banyak ahli yang membahas mengenai pengertian dan karakteristik pendidikan
jarak jauh diantaranya Keegan (1984), Holmberg (1977), dan Moore (1973). Walaupun agak
sulit untuk mendapatkan satu definisi yang diterima oleh semua pakar pendidikan jarak jauh,
namun karakteristik pendidikan jarak jauh yang dikemukakan oleh Keegan (1984) dapat
dipakai sebagai acuan dasar untuk pembahasan dalam artikel ini.
Berikut ini adalah karakteristik pendidikan jarak jauh yang dikemukakan oleh Keegan:
Ada keterpisahan yang mendekati permanen antara tenaga pengajar (guru atau
dosen) dari peserta ajar (siswa atau mahasiswa) selama program pendidikan
Ada keterpisahan yang mendekati permanen antara seorang peserta ajar (siswa atau
mahasiswa) dari peserta ajar lain selama program pendidikan
Ada suatu institusi yang mengelola program pendidikannya
Pemanfaatan sarana komunikasi baik mekanis maupun elektronis untuk
menyampaikan bahan ajar
Penyediaan sarana komunikasi dua arah sehingga peserta ajar dapat mengambil
inisiatif dialog dan mengambil manfaatnya.
Definisi di atas menunjukkan bahwa pendidikan jarak jauh memilki ciri sebagai berikut:
1. Adanya lembaga formal yang menyelenggarakan program penididkan.
2. Kelompok peserta belajar terpisah dengan pengajar (isntruktur, tutor, dosen,
guru,widyaiswara.
3. Digunakannya sistem telekomunikasi untuk menghubungkan peserta belajar,sumber-
sumber belajar, dan pengajar.
Karena ciri khasnya adalah keterpisahan jarak baik dalam arti fisik dan non-fisik seperti
yang dikemukakan di depan maka kegiatan pembelajaran tatap muka dapat dikatakan terjadi
dalam frekuensi yang rendah. Isi pembelajaran disampaikan melalui media dalam berbagai
jenis sedangkan komunikasi/ interaksi antara peserta ajar dengan tenaga pengajarnya atau
dilakukan dengan memanfaatkan sarana komunikasi. Dengan demikian program pendidikan
dapat diikuti dari dari mana saja dan kapan saja selama media belajar dan sarana komunikasi
4
dua arah tersedia supaya peserta ajar dan tenaga pengajarnya dapat berinteraksi untuk
membahas isi pembelajaran.
Pendidikan yang diselenggarakan dengan system yang secara garis besar digambarkan
seperti di atas tentu akan membuka peluang belajar bagi mereka yang tidak bisa mengikuti
program pendidikan konvensional. Mereka yang sudah berkeluarga, bekerja biasanya tidak
mempunyai waktu yang cukup untuk mengikuti perkuliahan yang diselenggarakan dengan
jadwal dan hanya dapat diikuti dari tempat tertentu saja.
Aspek Pendidikan Jarak Jauh:
Kriteria tersebut diperkenalkan dalam sebuah akronim “ACTIONS” yang membantu
mengingat bahwa aspek Aksesibilitas, Cost (biaya), Teaching-Learning Functions (efektivitas
fungsi pembelajaran), Interactivity (interaktivitas)
1.Aksesibilitas mengacu pada proporsi sasaran program yang mempunyai akses pada
media/teknologi yang akan digunakan dalam aktivitas pembelajaran. Aspek akses ini tidak
terbatas pada akses secara fisik semata-mata namun aspek mampu atau bahkan kenyamanan
dalam memanfaatkan media tersebut. Semakin besar proporsi sasaran yang mempunyai akses
pada media, semakin besar peluang sukses dari media yang akan dipergunakan.
2.Biaya meliputi biaya yang harus dikeluarkan oleh institusi dan oleh peserta ajar. Biaya pada
institusi meliputi biaya tetap (investasi awal) yaitu biaya yang harus dikeluarkan pada waktu
mengembangkan media dan biaya tambahan bagi setiap penambahan jumlah peserta
(operasional).
3.Efektifitas fungsi pembelajaran mengacu pada kesesuaian media untuk menyampaikan isi
pembelajaran. Bila isi pembelajaran memerlukan presentasi materi dalam berbagai format,
misalnya teks, suara, gambar, animasi, film hidup, maka pertanyaan yang valid adalah apakah
media mendukung untuk hal ini.
4.Interaktivitas mengacu pada dua hal yaitu pertama apakah media yang akan dipilih mampu
melibatkan siswa dalam pembelajaran, yaitu interaksi individual antara peserta ajar dengan
materi ajarnya. Interaktivitas yang kedua menyangkut apakah media yang akan dipakai
mampu mendukung interaksi antara peserta ajar dengan nara sumber yang akan membantu
peserta ajar dalam memahami materi ajar dan interaksi antar peserta ajar.
Pendidikan Jarak Jauh Dan Bergerak Ke Ruang Kelas Virtual
Virtual Classroom: kelas virtual adalah suatu lingkungan belajar yang diciptakan di ruang
virtual. Tujuan dari kelas virtual adalah untuk meningkatkan akses ke pendidikan lanjutan
5
pengalaman dengan membiarkan siswa dan instruktur untuk berpartisipasi dalam komunitas
pembelajaran jarak jauh menggunakan komputer pribadi, dan untuk meningkatkan kualitas
dan efektivitas pendidikan dengan menggunakan komputer untuk mendukung proses
pembelajaran yang kolaboratif. Ledakan pengetahuan zaman telah mengubah konteks dari
apa yang dipelajari dan bagaimana mempelajari – konsep ruang kelas virtual adalah suatu
manifestasi dari revolusi pengetahuan ini.
Bagaimana menciptakan ruang kelas virtual?
Porter (1997) menyarankan, kalau kita akan menciptakan kelas virtual kita harus
mempertimbangkan berbagai hal supaya kelas virtual tersebut dapat menjadi wahana proses
belajar yang efektif.Kelas virtual tersebut dilengkapi dengan sumber belajar yang pada saat
diperlukan siswa telah tersedia dan mudah diakses. Andaikan sumber belajar itu tidak dapat
disediakan, penyelenggara kelas virtual tersebut harus dapat menunjukkan dimana sumber
belajar itu dapat dicari. Kelas virtual itu harus dilengkapi dengan peralatan (tool) yang dapat
digunakan untuk mencari dan mengirimkan pesan kepada guru atau sesama siswa. Sebagai
contoh, bila siswa ingin mempelajari buku atau dokumen tertentu yang berkaitan dengan
palajaran yang sedang dipelajari, bahan belajar tersebut harus dapat diakses secara on-line.
Bila tidak tersedia, setidaknya alat yang tersedia dapat digunakan untuk mencarinya di
sumber data yang lain.Kelas virtual seringkali juga menggunakan alat komunikasi lain selain
internet, seperti fax, telepon, konferensi audio dan konferensi video.
Kelas virtual tersebut harus dapat memberikan harapan kepada siswa untuk terjadinya
proses belajar dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar. Hal tersebut antara
lain dapat diwujudkan dengan merumuskan tujuan pembelajaran yang jelas dan spesifik.,
menyusun bahan belajar yang baik dan berkualitas tinggi, dan memfasilitasi terjadinya
komunikasi timbal balik antara siswa dan guru.Kelas tersebut harus dapat menyatukan siswa
dan guru supaya mereka bersikap terbuka untuk berbagi informasi dan bertukar gagasan.
Mungkin siswa dan guru dalam kelas virtual tidak pernah berjumpa satu dengan lainnya,
tetapi kalau mereka sering berdialog jarak komunikasi dan jarak psikologisnya (jarak
transaksinya) menjadi kecil. Dalam situasi seperti ini kemungkinan terjadi kesalahan dalam
menafirkan isi pelajaran juga kecil.Kelas virtual harus menyediakan ruang untuk percobaan
dan penerapan. Dalam sistem konvensional siswa sering diberi kesempatan melakukan
percobaan, menghadapi workshop, melakukan demonstrasi mengenai hasil pelaksanaan
tugas-tugas akademik, dan melakukan penyajian untuk mengungkapkan gagasan.Kelas
virtual juga perlu dirancang supaya siswa dapat berbagi (share) hasil karya dan bertukar
6
pengalaman dalam menerapkan pengetahuan yang telah diperolehnya. Misalnya konferensi
jarak jauh atau desktop video conference dapat digunakan untuk ceramah atau penyajian.
Dapat juga dilakukan simulasi secara on-line mengenai penerapan pengetahuan tentang
prosedur melakukan sesuatu yang baru dipelajari. Simulasi seperti ini harus dirancang untuk
dapat memperoleh umpan balik, sehingga dapat diketahui apakah penerapan pengetahuan
yang disimulasikan tersebut benar atau salah.Kelas virtual juga harus dapat memberikan
penilaian terhadap kinerja siswa. Dalam sistem pembelajaran ini harus dimasukkan evaluasi
kemajuan belajar siswa yang dapat dikerjakan secara on-line. Guru dapat memeriksa dan
memberikan penilaian secara on-line juga. Pekerjaan siswa dan nilainya hanya dapat dilihat
oleh siswa dan gurunya saja. Siswa lain tidak dapat mengetahui hasil tes tersebut. Dengan
perkataan lain kerahasiaan hasil tes itu terjaga dengan baik.
B. Pemikiran Belajar Organisasi
Faktor yang berperan pentingnya belajar organisasi.
lingkungan turbulensi
Sejak tahun 1960-an, lingkungan operasi dari banyak perusahaan telah menjadi semakin
bergolak, sebagai akibat dari perubahan yang berhubungan dengan tekanan untuk
menurunkan biaya dan meningkatkan keuntungan dan munculnya teknologi baru, pesaing
baru dan pilihan baru. Dihadapkan dengan lingkungan ini, sangat menarik untuk
membayangkan perusahaan sebagai makhluk hidup, yang belajar dan beradaptasi dengan
cepat.
pengetahuan sebagai sumber utama
Keberhasilan perusahaan semakin tergantung pada kapasitas untuk memperluas pengetahuan
dan menerapkannya secara efektif. Pada bagian ini , hasil transisi semakin penting dari
industri pelayanan dan informasi penurunan produksi di negara-negara seperti Usa, Inggris
dan Austraia. Tetapi bahkan dalam manufaktur itu sendiri ada peningkatan kesadaran bahwa
sebagian besar karyawan-yang terlibat dalam bidang seperti penjualan, pemasaran dan
pembelian-terutama terlibat dalam pekerjaan layanan di mana pengetahuan adalah sumber
daya utama mereka
Organisasi sebagai sistem yang kompleks
Suatu perusahaan merupakan sistem yang kompleks dalam kegiatan di sebuah salah satu
daerah yang sering berpengaruh (dan dipengaruhi oleh) situasi di daerah lain. Seperti dibahas
7
di tempat lain (ford 1991; field 1995) perusahaan yang sukses adalah mereka yang
mengintegrasikan hubungan karyawan, organisasi kerja, keterampilan, teknologi dan
informasi,. Banyak manajer dan karyawan perlu pemahaman yang baik tentang apa yang
terjadi di tempat lain dalam organisasi dan lingkungannya dan belajar adalah proses dimana
pemahaman ini diperoleh.
Mengurangi jangaka waktu
Untuk akses emerging market, perusahaan semakin harus mengembangkan kompetensi
mereka dan melakukan hal-hal lebih cepat. Usaha harus mengintegrasikan software baru dan
hadware, dan mengambil keuntungan dari produk baru, layanan dan kondisi pasar. Dalam
katalis utama untuk mengurangi jangka waktu dalam beberapa tahun terakhir dengan jaringan
komputasi dan internet. Sampai saat ini, keuntungan utama dari internet tampaknya tidak
begitu banyak mendorong jenis baru dari bisnis, seperti di jalur pembisnis kecil, seperti
meningkatkan kecepatan dan efisiensi bisnis yang ada. Ada korelasi langsung antara
kebutuhan perusahaan untuk mempercepat akuisisi pengetahuan dan aplikasi, dan keinginan
untuk meningkatkan pembelajaran organisasi.
Kelemahan Dalam Dasar Konseptual Pembelajaran Organisasi
Sementara banyak organisasi yang mengalami jenis perubahan saja, dalam sebagian besar
keadaan mereka tidak benar-benar terlibat dalam pembelajaran oganisational. Namun, penulis
pada pembelajaran organisasi sering gagal untuk membedakan antara (a) Belajar dari
kelompok manajer atau kelompok organisasi lainnya dan (b) Belajar dengan organisasi secara
keseluruhan. Hal ini mengaburkan hasil dari kebingungan konseptual dan resporting selektif
dalam literatur pada khususnya:
istilah organisasi dan pembelajaran yang sering digunakan dalam cara yang tidak jelas
dan membingungkan.
Literatur organisasi hampir secara eksklusif berkaitan dengan belajar yang
berhubungan dengan kepentingan teknis dan ekonomis.
Organisasi umumnya dianggap kesatuan, yang berarti bahwa mereka merupakan
kelompok kepentingan tunggal.
8
Minat Politik Dan Pembelajaran Organisasi
Sifat dari minat politik
Pada titik ini saya ingin menjauh dari mengkritisi literatur pembelajaran organisasi dan
menyarankan cara berpikir tentang belajar di dalam dan oleh organisasi yang lebih baik
kesepakatan dengan realitas. Fokus di sini adalah pada belajar yang berhubungan dengan
kepentingan politik kepentingan ontologi.
Saya ingin menekankan bahwa garis pemikiran disajikan di sini tidak menimbulkan dari
setiap perpspective teoritis tertentu melainkan tumbuh dari pengalaman bekerja sebagai
peneliti konsultan di perusahaan Australia selama bertahun-tahun, observasi dan wawancara.
dari pengalaman ini tampaknya bahwa belajar itu umumnya dipicu oleh hal-hal seperti
organisasi kerja kedatangan manajer senior baru mampu menarik pengalaman di perusahaan
lain atau budaya, shock atau trauma yang berhubungan dengan acara-acara seperti kehilangan
pekerjaan dan penutupan situs dan pengungkapan finacial informasi yang menciptakan
ketidakpastian atau provokasi. Karena belajar seperti ini tidak dicakup oleh rekening utama
dari pembelajaran organisasi. saya mulai mencari wawasan yang konsisten dengan apa yang
saya amati.
Minat Ontologis Dan Pembelajaran Organisasi
Sifat minat ontogical
The literatur psikoanalisis memiliki banyak untuk mengatakan tentang upaya untuk
mempertahankan rasa yang keamanan dan kesinambungan dalam menghadapi ancaman
inernal dan eksternal. Saya akan lihat sebagai pentingnya ontologis pada Laing’ 69.
sedangkan literatur psycoanalytical terutama berkaitan dengan individu itu juga mengandung
bukti cukup bahwa goups dengan kepentingan bersama memiliki kecenderungan untuk Bukti
sadar menjaga dan melindungi diri.
Hal Penting Dan Tingkat Pembelajaran Untuk Kepentingan Organisasi
telah diilustrasikan dua hal penting tentang apa yang disebut pembelajaran organisasi
pertama,belajar organisasi berada pada tingkat kepentingan bersama. pembelajaran yang
kedua tidak terbatas pada situasi di mana kepentingan rakyat sejajar dengan kepentingan
teknis ekonomi perusahaan. memang banyak belajar dari hasil tekanan dan tidak kompatibel
antara kepentingan ekonomis dari perusahaan dan kepentingan anggota organisasi.
Ketegangan ini dan digambarkan oleh panah doble dalam gambar di bawah ini seperti yang
saya telah mencoba untuk menunjukkan, literatur pembelajaran organisasi ke tingkat lebih
9
dalam politik dan ontologis berbayang cenderung diabaikan atau aktif menentang.
Kecenderungan untuk mengabaikan atau secara aktif menentang belajar yang terkait dengan
kepentingan politik dan ontologis sangat relevan dengan konsultan yang terlibat di daerah
seperti SDM dan perubahan organisasi. Meskipun ada banyak cara di mana manajer dapat
dan melakukan dukungan belajar yang berhubungan dengan tecnical-ekonomi dengan
menjaga kondisi pada faktor-faktor seperti umpan balik, peluang untuk retensi dialog,
pembentukan kelompok, refleksi kritis dan informasi - mereka mungkin enggan untuk
menggunakan pendekatan yang sama untuk mendukung pembelajaran yang terkait dengan
kepentingan politik ontologis.
Dalam pekerjaan konsultasi saya sendiri ada telah sering tekanan untuk membatasi fokus ke
tingkat teknis-ekonomis dan untuk menghindari menganalisis atau intervensi di tingkat
politik dan ontologis. Dengan demikian manajer, SMD dan konsultan tanpak harus (a)
menciptakan kondisi yang diperlukan untuk mendukung belajar yang berhubungan dengan
kepentingan teknis-ekonomi dan (b) meredam bawah belajar di tingkat politik dan ontologis
yang bisa memperkuat kepentingan kelompok dan melemahkan posisi ekonomi yang
dominan tekn
Pelayanan Terhadap Belajar Di Tingkat Teknis-Ekonomi, Politik Dan Ontologi
Tingkat belajar
1. Teknis ekonomi
The ontological interest
kepentingan dalam menjaga keamanan
dan kontinuitas serta melindungi
terhadap ancaman
The political interest
kepentingan dalam faktor seperti
mencapai ekuitas, keuntungan
kelompok, penghargaan dan pengakuan,
peran dan pengaruh
The technical interest
The economic interest
Technical economic
level of learning
Political level of
learning
Ontological level of
learning
10
Contoh: belajar untuk meningkatkan hubungan pasokan, desain produk, peralatan, proses dan
perangkat lunak
Tipikal sikap manajemen : dorongan, setidaknya pada tingkat retorika manajer informasi juga
cenderung untuk mendorong dalam praktek
Cakupan yang khas dalam literatur pembelajaran organisatonal: secara luas dibahas dalam
literatur
2. Politik
Contoh : Belajar tentang kondisi manusia, tentang aspek pluralis (majemuk) kerja, tentang
mendapatkan orang untuk melakukan, tentang pengelolaan informasi, dan tentang
meminimalkan kendala,
Tipikal sikap manajemen : Manajer mendorong pembelajaran yang melindungi posisi
mereka, meskipun pendekatan mereka mungkin beberapa tidak terkoordinasi. Mereka aktif
Mencegah belajar yang mungkin meningkatkan posisi kelompok-kelompok kepentingan
bersama
Cakupan yang khas dalam literatur pembelajaran organisatonal: Jarang dibahas dalam
literatur, kecuali sebagai iringan untuk tingkat pembelajaran teknik ekonomi. pembelajaran
organisasional oleh kelompok seperti serikat, yang kepentingannya mungkin berbeda dengan
managerment, umumnya diabaikan.
3. Ontologi
Contoh : Belajar untuk melindungi kepentingan kelompok dari ancaman, dan tentang dampak
dari uang dan kekuasaan pada kehidupan karyawan
Tipikal sikap manajemen : manajemen mengabaikan atau secara aktif menentang belajar
kelompok kepentingan bersama pada tingkat ontologis
Cakupan yang khas dalam literatur pembelajaran organisatonal: Tingkat pembelajaran
organisasi tidak mengakui dalam literatur
Leves of
learning Example
Tipycal management
stance
Typical coverage in
the organisatonal
learning literature
Technical
economic
learning to improve supply
relationships , product
design, equipment,
proceesses and sofware
encouragement, at
least at the level of
rhetoric informed
managers are also
likely to encourage in
practice
Extensively covered in
the literature
Political
Learning about the human
condition, about pluralist
Managers encourage
learning that protects
Rarely covered in the
literature , except as
11
aspects of work, about getting people to perform,
about managing information,
and about minimising
constraint,
their positon, although their
approach may be
some what
uncoordinated. They
actively discourage
learning that might
enhance the position
of other shared
interest groups
an accompaniment to techincal-economic-
level-learning .
organisational
learning by group
such as unions, whose
interests may be at
variance with
managerment , is
generally ignored.
Ontologi
Learning to protect group
interests from threat, and
about the impacts of money
and power on employees
lives
Management ignores
or actively opposes
shared interest group
learning at the
ontological level
This level of
organisational
learning is not
knowledged in the
literature
C. Workplace Learning
Workplace learning sering dicirikan, dikonsepkan dan dipromosikan sebagai metode yang
menguntungkan (atau setidaknya berpotensi) bagi pengusaha dan karyawan dan Negara.
Misalnya dari beberapa ahli menyebutkan :
- menjanjikan peningkatan kinerja dan produktivitas (Ashton & Sung, 2002)
-menciptakan peluang bagi pengembangan dan profesionalitas pribadi dan pemenuhan diri
(Matthews, 1999)
- Berpotensi memfasilitasi pergerakan menuju masyarakat yang setara dan inklusif secara
sosial di mana akan ada pekerjaan yang lebih terampil, berpengetahuan dan fleksibel (Senge,
1991)
Definisi
Boud dan Garrick (1999) “Tempat kerja telah menjadi tempat belajar yang berhubungan
dengan dua tujuan yang cukup berbeda. Yang pertama adalah pengembangan perusahaan
melalui kontribusi terhadap produksi, efektivitas dan inovasi. Yang kedua adalah
pembangunan individu melalui kontribusi terhadap pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan untuk melanjutkan pembelajaran mereka sendiri baik sebagai karyawan dan
warga negara dalam masyarakat yang lebih luas”
Candy and Matthews (1998) “Datang dari berbagai bidang studi (pendidikan orang dewasa,
pendidikan tinggi, antropologi budaya, teori organisasi, 5 inovasi penelitian, ekonomi
12
industri, studi manajemen, pendidikan kejuruan, dll), berbagai teori perspektif (behaviorisme,
interpretivisme dan kritis Teori), sudut pandang yang berbeda (manajer, pelajar / pekerja,
praktisi pembangunan), berbagai konteks atau lingkungan (manufaktur / produksi berbasis
industri, pengetahuan-atau layanan berbasis organisasi, sektor publik, universitas, praktek
profesional dll), dan menggunakan metodologi semua yg ada (dari survei dan wawancara,
untuk catatan harian dan observasi partisipatif) mereka menghasilkan berbagai macam dan
model”
Stevens et al (2001) “kegiatan pada umumnya tercakup dalam "training", jauh dari pekerjaan,
formal, pengalaman belajar, umumnya disampaikan oleh pelatih profesional dan ...
"pembelajaran informal" pada atau dekat dengan pekerjaan, melalui pengalaman”
Dari tiga penjelasan para ahli tersebut maka Workplace learning dapat mencakup tiga tema.
Tema-tema ini dapat diringkas sebagai berikut:
• Pendekatan untuk belajar
• Pembelajaran Formal / informal
• Struktur organisasi dan keterlibatan individu dalam pelajaran di tempat kerja, dan hubungan
struktur / lembaga
Pendekatan Untuk belajar
Teori dan pendekatan yang menunjukkan fitur ini cenderung luas, dipengaruhi oleh disiplin
psikologi kognitif dan behavioris. Contohnya “karya yang sangat berpengaruh di Schön
(1983) dan Argyris dan Schön (1978)” Argyris dan Schön mengidentifikasi proses
'pembelajaran fase tunggal' di mana pelajar bereaksi dan menyesuaikan dengan keadaan
berkaitan dengan asumsi dan pemahaman. dan bentuk yang lebih kompleks 'pembelajaran
fase ganda', di mana seluruh perubahan keadaan pelajar dibangun berdasarkan kondisi
sebelum belajar cara-cara yang dapat menantang atau bergerak di luar sistem keyakinan dan
pemahaman. Schön (1983). Schön melanjutkan dari karyanya untuk
menyelidiki 'reflektif praktek' di mana ia berpendapat bahwa pengetahuan dikembangkan dan
berubah dalam mode melingkar (fase) melalui praktek dan tindakan para pelajar dan
melalui refleksi batin mereka pada praktek-praktek dan tindakan. Fokus
ditempatkan pada akuisisi pengetahuan individu dan perhatian analitik terutama bagaimana
berbagai faktor kognitif dan afektif berkontribusi pada proses pembelajaran
Pembelajaran Formal / informal
13
Belajar formal didefinisikan sebagai pembelajaran terstruktur yang terjadi 'off-the-job' dan di
luar lingkungan kerja, biasanya dalam kelas berbasis pengaturan pendidikan formal (Marsick
dan Watkins, 1990; 2001). Eraut (2000) menguraikan belajar formal memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1. kerangka pembelajaran ditentukan
2. acara pembelajaran terorganisir atau paket
3. adanya seorang guru atau pelatih yang ditunjuk
4. penghargaan dari sebuah kualifikasi atau kredit
5. spesifikasi eksternal dari hasil akhir
Dalam 'pembelajaran informal' bisa dikonsepkan sesuai dengan empat prinsip:
• Konteks: pembelajaran yang terjadi di luar pengaturan kelas formal
• Pembelajaran yang disengaja / insidental
• praktek dan penilaian
• belajar melalui 'duduk di sebelah Pemelajar', mentoring, tim kerja
D. Pendidikan Kejuruan Dan Pelatihan
Pengertian Pendidikan Kejuruan
Banyak kontroversi tentang pengertian pendidikan kejuruan, semula pendidikan kejuruan
didefinisikan sebagai “vocational educational is simply training for skills, training the hands”
(Vocational Instructional Service, 1989). Pendidikan kejuruan merupakan latihan sederhana
untuk menguasai suatu keterampilan, yaitu keterampilan tangan. Pada abad kesembilan belas
dimunculkan konsep baru tentang pendidikan kejuruan, yaitu dengan dimasukkannya
pendidikan kejuruan ke dalam pemberdayaan profesional, seperti halnya hukum, profesi
keinsinyuran, kedokteran, keperawatan dan profesional lainnya.
Schippers (1994), mengemukakan bahwa pendidikan kejuruan adalah pendidikan non
akademis yang berorientasi pada praktek-praktek dalam bidang pertukangan, bisnis, industri,
pertanian, transportasi, pelayanan jasa, dan sebagainya. Dalam Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 tahun 2003 pasal 15 menyatakan bahwa pendidikan
kejuruan adalah pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk
bekerja dalam bidang tertentu.
14
Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang menghubungkan, menjodohkan, melatih
manusia agar memiliki kebiasaan bekerja untuk dapat memasuki dan berkembang pada dunia
kerja (industri), sehingga dapat dipergunakan untuk memperbaiki kehidupannya. Selanjutnya
Calhoun (1982:22) mengemukakan :
Vocational education is concerned with preparing people for work and with improving the
training potential of the labor force. It covers any forms of education, training, or retraining
designed to prepare people to enter or to continue in employment in a recognized occupation.
Memahami pendapat di atas dapat diketahui bahwa pendidikan kejuruan berhubungan dengan
mempersiapkan seseorang untuk bekerja dan dengan memperbaiki pelatihan potensi tenaga
kerja. Hal ini meliputi berbagai bentuk pendidikan, pelatihan, atau pelatihan lebih lanjut yang
dibentuk untuk mempersiapkan seseorang untuk memasuki atau melanjutkan pekerjaan
dalam suatu jabatan yang sah. Dapat dikatakan pendidikan kejuruan (SMK) adalah bagian
dari sistem pendidikan nasional yang bertujuan mempersiapkan tenaga yang memiliki
keterampilan dan pengetahuan sesuai dengan kebutuhan persyaratan lapangan kerja dan
mampu mengembangkan potensi dirinya dalam mengadopsi dan beradaptasi dengan
perkembangan teknologi. Dalam proses pendidikan kejuruan perlu ditanamkan pada siswa
pentingnya penguasaan pengetahuan dan teknologi, keterampilan bekerja, sikap mandiri,
efektif dan efisien dan pentingnya keinginan sukses dalam karirnya sepanjang hayat. Dengan
kesungguhan dalam mengikuti pendidikan kejuruan maka para lulusan kelak dapat menjadi
manusia yang bermartabat dan mandiri serta menjadi warga negara yang mampu membayar
pajak.
Pendidikan SMK merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional yang diselenggarakan
sebagai lanjutan dari SMP/MTS :
Sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan dalam rangka memenuhi
kebutuhan/kesempatan kerja yang sedang dan akan berkembang pada daerah tersebut.
Lulusan SMK merupakan tenaga terdidik, terlatih, dan terampil.
Mampu mengikuti pendidikan lanjutan dan atau menyesuaikan dengan perubahan
teknologi.
Berdampak sebagai pendukung pertumbuhan industri (kecil atau besar).
Mengurangi angka pengangguran dan kriminalitas.
Pertumbuhan ekonomi dan pendapatan negara melalui pajak penghasilan dan
pertambahan nilai.
15
Tujuan Pendidikan Kejuruan
Prosser (1949), mengemukakan bahwa pendidikan kejuruan akan lebih efektif jika mampu
merubah individu sesuai dengan perhatian, sifat dan tingkat intelegensinya pada tingkat
setinggi mungkin, artinya setelah melakukan pendidikan dan pelatihan (diklat) para peserta
latihan meningkat keterampilannya. Acuan keberhasilan suatu program pendidikan kejuruan
menurut pendapat Lesgold (1996), yaitu harus memperhatikan : (1) Sasaran produk haruslah
terdefinisi secara baik, akurat, dan jelas yang merupakan interaksi yang intens antara sekolah
dengan masyarakat, (2) perlengkapan (sarana dan prasarana) yang dibutuhkan untuk
mencapai yang telah ditetapkan haruslah mencukupi, sehingga merupakan unsur penjamin
bahwa sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai secara baik, (3) spesifikasi tim sukses atau
tim pelaksana program yang akan bertanggung jawab terhadap keberhasilan sasaran haruslah
lengkap dan jelas, (4) penelitian atau pengkajian terus menerus dan berkesinambungan agar
dapat diketahui, sehingga langkah perbaikan dan penanggulangan dapat ditetapkan segera.
Pada dasarnya pendidikan kejuruan menurut Indrajati Sidi (2003) berdasarkan kebutuhan
nyata pasar keja. Untuk dapat merealisasikan program ini maka peran serta dunia usaha dan
industri sangat diperlukan. Bahkan perlu mendudukkan mereka dalam posisi yang penting,
sehingga program kejuruan ditawarkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa sistem pendidikan kejuruan yang memberikan standar kompetensi nasional
yang baku. Standar kompetensi, standar kurikulum dan standar pengujian dimaksudkan untuk
menjamin bahwa sistem pendidikan kejuruan benar-benar memberikan kompetensi yang
telah dibutuhkan oleh industri. Oleh karenanya ukuran mutu tamatan pendidikan kejuruan
tidak hanya dilihat dari hasil Ujian Akhir Nasional., tetapi juga dari kompetensi yang dicapai.
Ketercapaian kompetensi dilihat dari keterampilan. Setiap keterampilan yang dicapai
diberikan sertifikat oleh lembaga yang berwenang seperti majelis pendidikan kejuruan
nasional (MPKN).
UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 15, menyatakan pendidikan menengah kejuruan bertujuan
untuk menyiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Tujuan
tersebut dapat dijabarkan lagi oleh Dikmenjur (2003) menjadi tujuan umum dan tujuan
khusus, sebagai berikut :
Tujuan umum, sebagai bagian dari sistem pendidikan menengah kejuruan SMK bertujuan :
(1) menyiapkan peserta didik agar dapat menjalani kehidupan secara layak, (2) meningkatkan
keimanan dan ketakwaan peserta didik, (3) menyiapkan peserta didik agar menjadi warga
negara yang mandiri dan bertanggung jawab, (4) menyiapkan peserta didik agar memahami
dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia, dan (5) menyiapkan peserta didik
16
agar menerapkan dan memelihara hidup sehat, memiliki wawasan lingkungan, pengetahuan
dan seni.
Tujuan khusus, SMK bertujuan : (1) menyiapkan peserta didik agar dapat bekerja, baik secara
mandiri atau mengisi lapangan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan industri sebagai tenaga
kerja tingkat menengah, sesuai dengan bidang dan program keahlian yang diminati, (2)
membekali peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan gigih dalam berkompetensi dan
mampu mengembangkan sikap profesional dalam bidang keahlian yang diminati, dan (3)
membekali peserta didik dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) agar mampu
mengembangkan diri sendiri melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Kompetensi lulusan pendidikan kejuruan sebagai subsistem dari sistem pendidikan nasional
menurut Depdikbud (2001) adalah : (1) penghasil tamatan yang memiliki keterampilan dan
penguasaan IPTEK dengan bidang dari tingkat keahlian yang sesuai dengan kebutuhan
pembangunan, (2) penghasil tamatan yang memiliki kemampuan produktif, penghasil sendiri,
mengubah status tamatan dari status beban menjadi aset bangsa yang mandiri, (3) penghasil
penggerak perkembangna industri Indonesia yang kompetitif menghadapi pasar global, (4)
penghasil tamatan dan sikap mental yang kuat untuk dapat mengembangkan dirinya secara
berkelanjutan. Dikmenjur (2000) mengatakan bahwa hasil kerja pendidikan harus mampu
menjadi pembeda dari segi unjuk kerja, produktifitas, dan kualitas hasil kerja dibandingkan
dengan tenaga kerja tanpa pendidikan kejuruan.
Jadi pendidikan kejuruan adalah suatu lembaga yang melaksanakan proses pembelajaran
keahlian tertentu beserta evaluasi berbasis kompetensi, yang mempersiapkan siswa menjadi
tenaga kerja setingkat teknisi.
Definisi Pelatihan
Menurut Mathis (2002), Pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai
kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, proses ini
terikat dengan berbagai tujuan organisasi, pelatihan dapat dipandang secara sempit maupun
luas. Secara terbatas, pelatihan menyediakan para pegawai dengan pengetahuan yang spesifik
dan dapat diketahui serta keterampilan yang digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini.
Terkadang ada batasan yang ditarik antara pelatihan dengan pengembangan, dengan
pengembangan yang bersifat lebih luas dalam cakupan serta memfokuskan pada individu
untuk mencapai kemampuan baru yang berguna baik bagi pekerjaannya saat ini maupun di
masa mendatang.
Sedangkan Payaman Simanjuntak (2005) mendefinisikan pelatihan merupakan bagian dari
investasi SDM (human investment) untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja,
17
dan dengan demikian meningkatkan kinerja pegawai. Pelatihan biasanya dilakukan dengan
kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan jabatan, diberikan dalam waktu yang relatif
pendek, untuk membekali seseorang dengan keterampilan kerja.
Pelatihan didefinisikan oleh Ivancevich sebagai “usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai
dalam pekerjaannya sekarang atau dalam pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera”.
Selanjutnya, sehubungan dengan definisinya tersebut, Ivancevich (2008) mengemukakan
sejumlah butir penting yang diuraikan di bawah ini: Pelatihan (training) adalah “sebuah
proses sistematis untuk mengubah perilaku kerja seorang/sekelompok pegawai dalam usaha
meningkatkan kinerja organisasi”. Pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan
yang diperlukan untuk pekerjaan yang sekarang dilakukan. Pelatihan berorientasi ke masa
sekarang dan membantu pegawai untuk menguasai keterampilan dan kemampuan
(kompetensi) yang spesifik untuk berhasil dalam pekerjaannya.
Pelatihan menurut Gary Dessler (2009) adalah Proses mengajarkan karyawan baru atau yang
ada sekarang, ketrampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan
mereka”. Pelatihan merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan mutu sumber daya
manusia dalam dunia kerja. Karyawan, baik yang baru ataupun yang sudah bekerja perlu
mengikuti pelatihan karena adanya tuntutan pekerjaan yang dapat berubah akibat perubahan
lingkungan kerja, strategi, dan lain sebagainya.
Tujuan Pelatihan
Tujuan umum pelatihan sebagai berikut : (1) untuk mengembangkan keahlian, sehingga
pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif, (2) untuk mengembangkan
pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional, dan (3) untuk
mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan teman-teman
pegawai dan dengan manajemen (pimpinan).
Sedangkan komponen-komponen pelatihan sebagaimana dijelaskan oleh Mangkunegara
(2005) terdiri dari :
Tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan harus jelas dan dapat di ukur
Para pelatih (trainer) harus ahlinya yang berkualitas memadai (profesional)
Materi pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak di
capai
Peserta pelatihan dan pengembangan (trainers) harus memenuhi persyaratan yang
ditentukan.
18
Dalam pengembangan program pelatihan, agar pelatihan dapat bermanfaat dan mendatangkan
keuntungan diperlukan tahapan atau langkah-langkah yang sistematik. Secara umum ada tiga
tahap pada pelatihan yaitu tahap penilaian kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan dan tahap
evaluasi. Atau dengan istilah lain ada fase perencanaan pelatihan, fase pelaksanaan pelatihan
dan fase pasca pelatihan.
Mangkunegara (2005) menjelaskan bahwa tahapan-tahapan dalam pelatihan dan
pengembangan meliputi : (1) mengidentifikasi kebutuhan pelatihan / need assesment; (2)
menetapkan tujuan dan sasaran pelatihan; (3) menetapkan kriteria keberhasilan dengan alat
ukurnya; (4) menetapkan metode pelatihan; (5) mengadakan percobaan (try out) dan revisi;
dan (6) mengimplementasikan dan mengevaluasi.
Struktur organisasi dan keterlibatan individu dalam pelajaran di tempat kerja, dan
hubungan struktur / lembaga
Mereka telah memikirkan bagaimana struktur organisasi dan dalam konteks tempat kerja
merupakan tempat keterlibatan bagi peserta didik perorangan dan bersamaan, bagaimana
bentuk ini, memfasilitasi atau membatasi pembelajaran mereka di tempat kerja.
Ashton (2004) terutama membahas kurangnya perhatian yang telah diberikan struktur
organisasi dalam wacana pelajaran di tempat kerja. Dia berpendapat bahwa menghadiri untuk
struktur organisasi tidak hanya mengungkapkan bagaimana mereka membentuk dan
dampaknya setelah proses pembelajaran, tetapi juga menjelasan mengapa pekerja akan
mengembangkan dan memperoleh berbagai tingkat pengetahuan dan keterampilan di tempat
kerja.
Ini dapat diringkas sebagai berikut:
1. Penataan hubungan hirarkis
2. Desain pekerjaan, dan pergerakan karyawan
3. pengambilan kebijakan Organisasi mengenai pembelajaran dan nilai pentingnya
4. Kebijakan mengenai sistem pemberian penghargaan
E. Radical Adult Education And Learning
Definisi
Untuk memulai kita harus mengakui bahwa bidang pendidikan orang dewasa terus dibentuk
oleh lingkungan politik dan ekonomi yang lebih luas (untuk pembahasan yang lebih lengkap
19
lihat bab 8). seperti kita menganggap belajar orang dewasa dalam konteks abad ke-21, kita
dihadapkan dengan slogan-slogan seperti "ekonomi pengetahuan:, organisasi pembelajaran
dan". aset pengetahuan "keributan ini terjadi terhadap resiko arah ekonomi negara maju dari
tahun 1970-an dan yang terpolarisasi yang menjadi serangkaian dualisme: mereka dengan
teknologi dan uang dan mereka yang tidak, orang-orang yang memandang masyarakat
Amerika yang kompetitif sebagai tujuan mereka dan mereka yang pergi dalam ketakutan itu,
mereka yang memiliki banyak makanan, tempat berlindung dan air dan mereka yang tidak,
orang-orang dengan harapan dan putus asa, secara sosial disertakan dan dikecualikan.
Berbagai Bentuk Pembelajaran Tindakan Radikal
kalimat belajar tindakan radikal memperkuat gagasan bahwa semua tindakan melibatkan
belajar. seperti pendidikan orang dewasa lainnya, ini dapat mengambil beberapa bentuk:
belajar insidental, pembelajaran informal, pendidikan informal Pendidikandan formal.
belajar insidental terjadi selama tindakan. orang dalam proyek-proyek pengembangan
masyarakat belajar menulis pengiriman, melakukan penelitian sejarah, tun kantor, kampas
pendapat masyarakat, pemerintah mengembangkan sekolah dan lobi
pembelajaran informal terjadi ketika orang menyadari potensi untuk belajar dalam kegiatan
mereka dan kemudian membuat keputusan untuk belajar dari pengalaman-pengalaman.
pendidikan informal diatur, meskipun tidak selalu dengan cara recognisably pendidikan. ini
pendidikan informal biasanya sangat paticipant diarahkan dan kadang-kadang satu off atau
sporadis.
pendidikan formal, sebaliknya, terstruktur proses yang terjadi di dalam isntituion atau
dirancang atau diakreditasi oleh badan statelegitimised.
Learning To Challenge Common Sense
Mezirow (1981,1991) mengacu pada analisis habemas jurgen dari generasi pengetahuan yang
menggambarkan tiga domain pembelajaran: instrumental, interpretif atau komunikatif dan
kritis atau emansipatoris
pembelajaran instrumental adalah belajar dalam rangka mengelola dan mengendalikan
mengelola lingkungan-untuk melakukan pekerjaan dan mencari nafkah, untuk membangun
hal-hal dan untuk mengelola orang-orang ketika kita mempertimbangkan orang-orang yang
fungsi dan bagian dari lingkungan fisik.
interpretiv belajar membantu kita memahami kondisi manusia. fokusnya adalah pada orang,
apa yang mereka dan bagaimana mereka berhubungan, pada interaksi simbolik, terhadap
masyarakat dan sejarah sosial.
20
pembelajaran kritis membantu kita memahami asumsi psikologis dan budaya yang
membatasi cara kita melihat dunia dan pengaruh bahwa cara kita berpikir, merasa dan
bertindak.
pembelajaran tindakan radikal difokuskan pada tindakan kolektif purposive untuk menantang
kontrol sosial. karena kontrol sosial terjadi melalui campuran kompleks paksaan, berbagai
jenis otoritas kelembagaan dan berbagai upaya untuk mempengaruhi pemikiran orang,
pendidikan radikal yang efektif menggunakan campuran dari berbagai jenis belajar untuk
menantang dan mengubah kontrol sosial
Kesimpulan
pembelajaran dalam pendidikan radikal berbeda dari bentuk-bentuk lain dari tradisi
pendidikan orang dewasa. memiliki sejarah yang panjang, tidak ada prosedur kelembagaan
menghibur untuk jatuh kembali dan tidak ada jaminan bahwa pembelajaran dapat terkandung
dalam waktu yang ditetapkan dan terletak di tempat yang mengatur pra. pembelajaran terjadi
dalam bentuk yang berbeda dan saling terjalin dengan erat dengan tindakan. bagian dari peran
pendidik adalah untuk membantu peserta didik secara kolektif menganalisis dan bertindak
pada hubungan kekuasaan dan struktur sosial dan ekonomi yang membentuk hidup mereka.
hubungan antara pendidik dan peserta didik adalah kompleks. baik pendidik dan peserta didik
disajikan dengan dilema etika. sebagai aksi sosial radikal adalah tentang menantang kontrol
sosial dan mengubah hubungan kekuasaan yang mapan, akan ada saat-saat ketika pendidikan
radikal sama, aksi dapat memberikan pembelajaran bahwa exhilarates dan memerdekakan.
F. Pembelajaran Berbasis Masalah
Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah
Pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah secara ringkas sebagai berikut:
1. Tugas perencanaan
Sesuai dengan hakekat interaktifnya pembelajaran berbasis masalah membutuhkan banyak
perencanaan sepeti halnya model pembelajaran yang terpusat pada siswa lainnya:
a) penetapan tujuan
Hendaknya difikirkan dahulu dengan matang tujuan yang hendak dicapai sehingga dapat
dikomunikasikan dengan jelas kepada siswa
b) merancang situasi masalah yang sesuai
21
Beberapa guru dalam pembelajaran berbasis masalah memberikan siswa keleluasaan dalam
memilih masalah untuk diselidiki karena cara ini dapat meningkatkan motivasi siswa.
Masalah sebaiknya otentik (berdasarkan pada pengalaman dunia nyata siswa), mengandung
teka-teki dan tidak memungkinkan kerjasama, bermakna bagi siswa dan konsisten dengan
tujuan kurikulum
c) organisasi sumber daya dan rencana logistik
Dalam pembelajaran berbasis masalah ini siswa dimungkinkan bekerja dengan berbagai
material dan peralatan, dan pelaksanaannya bias dilakukan di dalam kelas, di perpustakaan
maupun di laboratorium, bahkan dapat pula dilakykuan di luar sekolah.
2. Tugas interaktif
a) orientasi siswa terhadap masalah
Siswa perlu memahami bahwa tujuan pembelajaran berbasis masalah tidak untuk
memperoleh masalah baru dalam jumlah besar, tetapi untuk melakukan penyelidikan
terhadap masalah yang penting dan untuk menjadi pembelajaran yang mandiri. Cara yang
baik untuk menyajikan masalah untuk sebuah pelajaran dalam pembelajaran berbasis masalah
adalah dengan menggunakan kejadian yang mencengangkan yang dapat menimbulkan misteri
dan keinginan untuk memecahkan masalah
b) mengorganisasikan siswa untuk belajar
Diperlukan pengembangan keterampilan kerjasama di antara siswa dan saling membantu
untuk menyelidiki masalah Guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi dari
berbagai sumber. Siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka memikirkan masalah dan
jenis informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah. Siswa diajarkan menjadi
penyelidik yang aktif dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang
dihadapinya.
Guru mendorong siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber, siswa
diberi pertanyaan yang membuat mereka memikirkan masalah dan jenis informasi yang
dibutuhkan untuk pemecahan masalah. Selama tahap penyelidikan guru member bantuan
yang dibutuhkan tanpa mengganggu siswa
Puncak proyek-proyek pembelajaran berbasis masalah adalah penciptaan dan
peragaan hasil karya seperti laporan, poster, model-model fisik. Tugas guru pada akhir
pembelajaran berbasis masalah adalah membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi
proses berpikir mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan yang mereka gunakan
secara bersama. Berkenaan dengan hal ini siswa memerlukan bantuan guru untuk
merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas pelaporan.
22
c) membantu penyelidikan mandiri dan kelompok
Tujuan dan Hasil Belajar Pembelajaran Berbasis Masalah
Tujuan utama PBL ini menurut Hsiao (Martinis Yamin, 2011) adalah untuk mengarahkan
peserta didik mengembang kemampuan belajar kolaboratif, kemampuan berpikir dan strategi-
strategi belajarnya sehingga peserta didik bisa belajar dengan kemampuan sendiri tanpa
bantuan orang lain atau pembelajar (self-directed learning strategies) (Hsiao,1996).
Adapun tujuan dan hasil dari model pembelajaran berbasis masalah ini adalah:
1. Keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah
Pembelajaran berbasis masalah ini ditujukan untuk mengembangkan keterampilan berpikir
tingkat tinggi.
2. Pemodelan peranan orang dewasa.
Resnick (Ibrahim dan Nur, 2004) mengemukakan bahwa bentuk pembelajaran berbasis
masalah penting menjembatani gap antara pembelajaran sekolah formal dengan aktivitas
mental yang lebih praktis yang dijumpai di luar sekolah. Aktivitas-aktivitas mental di luar
sekolah yang dapat dikembangkan adalah :
·PBL mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas.
·PBL memiliki elemen-elemen magang. Hal ini mendorong pengamatan dan dialog dengan
yang lain sehingga pebelajar secara bertahap dapat memi peran yang diamati tersebut.
·PBL melibatkan pebelajar dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang memungkinkan mereka
menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun femannya
tentang fenomena itu.
3. Belajar Pengarahan Sendiri (self directed learning)
Pembelajaran berbasis masalah berpusat pada pebelajar. Pebelajar harus dapat menentukan
sendiri apa yang harus dipelajari, dan dari mana informasi harus diperoleh, dibawah
bimbingan pembelajar (Barrows, 1996). Dengan bimbingan pembelajar yang secara
berulang-ulang mendorong dan mengarahkan mereka untuk mengajukan pertanyaan mencari
penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri, pebelajar belajar untuk
menyelesaikan tugas-tugas itu secara mandiri dalam kehidupan kelak (Ibrahim dan Nur,
2004).
23
G. Culture, Equity And Learning
Budaya konseptualisasi dan pembelajaran secara kritis memunculkan pertanyaan
penting tentang perbedaan akses peserta didik, partisipasi dan prestasi oleh anggota kelompok
budaya yang beragam. Pemeriksaan tersebut memfokuskan perhatian pada struktur
pendidikan orang dewasa dan mekanisme yang cermin struktur sosial yang lebih besar,
interaksi sosial di mana hubungan kekuasaan implisit membangun baik pendidik dan peserta
didik dewasa, dan ideologi yang membimbing struktur yang dominan, praktek dan
pemahaman. Pendekatan sosial budaya juga menandakan minat dalam memahami bentuk-
bentuk budaya kontekstual dari pendidikan orang dewasa, di mana makna diproduksi secara
lokal diciptakan oleh guru dan peserta didik melalui interaksi dalam konteks tertentu-(Sparks
2002a).
Makna Sistem
Karya Raymond Williams (1931), seorang ahli teori budaya dan pendidik dewasa dari kelas
pekerja Inggris, sangat membantu dalam memahami sifat kompleks dan dinamis dari budaya.
Dia mendefinisikan budaya 'sebagai sistem yang berarti di mana. Tatanan sosial
dikomunikasikan, direproduksi, dialami dan dieksplorasi '(1981:13). Terlibat dalam segala
bentuk kegiatan sosial, sistem ini menandakan adalah 'seluruh cara hidup' yang berbeda
(1981: 13) yang meliputi sistem kepercayaan tidak hanya, lembaga dan hubungan eksplisit
tapi pengalaman sosial, yang masih dalam proses. Seringkali pengalaman sosial bahkan tidak
diakui oleh individu karena dianggap sebagai pribadi atau istimewa, bahkan mungkin
mengisolasi, karena karakteristik mereka connecting dan muncul, ini struktur perasaan'
(Williams 1977:128) mendefinisikan interaksi, baik individu dan kelompok, dan segala
bentuk pemikiran dan menjadi bahwa pengaruh tertentu untuk dan dikontekstualisasikan
dalam kehidupan sehari-hari makna. Budaya sebagai cara seluruh hidup adalah pengaruh
yang menentukan dalam memutuskan apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukan dalam
mengekspresikan diri, struktur perasaan mendikte apa yang dipelajari.
Makna budaya yang dibangun melalui interaksi dan apa Giddens panggilan skema
interpretatif, yang membentuk inti dari pengetahuan saling ¬ tepi dan mempertahankan 'apa
yang terjadi sebelumnya' dan 'apa yang akan terjadi selanjutnya' (1979: 84).
24
BUDAYA KURIKULUM: LIFE SKILLS TRAINING
Life skills training pada umumnya bagi banyak program bagi para pengangguran, dan untuk
kelompok dan individu yang menghadapi berbagai hambatan untuk mengakses tenaga kerja
dibayar, seperti ibu tunggal pada kesejahteraan. Berbagai definisi kecakapan hidup dapat
ditemukan, tetapi untuk tujuan ini they'are diskusi pemecahan masalah perilaku tepat dan
bertanggung jawab digunakan dalam pengelolaan urusan pribadi '(Saskatchewan Newstart
1982). Apa saja yang termasuk dalam bidang pemecahan masalah perilaku dan bagaimana
lappropri-makan 'dan' siapa bertanggung jawab kehidupan ','? Mana keterampilan? ',' Untuk
apa? Dalam konteks kesejahteraan untuk kerja kebijakan dan program, wacana kecakapan
hidup seringkali mencerminkan model defisit, di mana pelajar dewasa dianggap sebagai
kurang atau 'perlu diperbaiki. Dalam wacana pekerjaan di sektor teknologi tinggi,
keterampilan hidup atau 'soft skill' dianggap sebagai 'nilai tambah', pekerja harus memiliki
pengetahuan dan keahlian industri khusus mereka dan mereka juga perlu untuk
mengembangkan dan memperoleh komunikasi, tim- bangunan dan pemecahan masalah
keterampilan.
Analisis program kecakapan hidup telah menunjuk agenda perusahaan di tempat kerja
dalam bagaimana kecakapan hidup didefinisikan (Gaskell 1986, Griffith 1988):
"Kompleksitas individu penilaian ... dikurangi sini untuk satu set disepakati prosedur untuk
akting, prosedur yang menganggap pengusaha bunga adalah sama dengan siswa (Gaskell
1986: 435) Norma-norma maskulin dan kelas menengah putih beroperasi di program
kecakapan hidup juga telah diilustrasikan. Lukas (1995) berpendapat, kurikulum yang akan
digunakan oleh pendidik merupakan pusat operasi dan reproduksi hubungan kekuasaan sosial
/ budaya dalam institusi.
Bell hooks berpendapat bahwa 'kritik budaya dapat menjadi agen perubahan,
mendidik untuk kesadaran kritis dengan cara pembebas, hanya jika kita mulai dengan pola
pikir dan politik progresif yang secara fundamental anti-penjajah, yang meniadakan
imperialisme budaya dalam segala manifestasinya '(1994: 6). Pekerjaan kritis reflektif adalah
kerja keras karena memerlukan keterbukaan dalam bagaimana kita melakukan sesuatu, dan
bagaimana kita berpikir bukan hanya dunia kita tetapi dunia dan realitas dari semua siswa
kami. Melalui kerja keras, pendidikan orang dewasa dapat direkonstruksi untuk pembelajaran
yang adil.
Sebagai pendidik dewasa kita harus menjadi kritis mencerminkan bagaimana budaya
dikodekan dunia kita sendiri sudut pandangan dan bagaimana semua kebijakan, program dan
lembaga pendidikan dewasa mencerminkan dan mereproduksi pandangan dunia tertentu.
25
Pendekatan ini menunjukkan bahwa mode reflektif 'dimulai dari pendekatan skeptis untuk
apa yang tampak sekilas dangkal sebagai replika bermasalah dari fungsi jalan realitas'
(Alvesson & Skoldberg 2000: 5). Salah satu respon potensial untuk peningkatan kesadaran
tentang hubungan antara budaya dan struktur dalam pendidikan orang dewasa adalah menjadi
bergerak. Untuk memperluas cakrawala kita kita perlu bergerak melampaui perasaan
bergerak dan mengambil tindakan, sementara itu mengakui bagaimana hubungan sosial kita
dan praktek yang dibentuk oleh kekuatan dan perbedaan. Seperti Young (1997: 59)
berpendapat: Dengan cara mempertanyakan keterbukaan UNCI, serta upaya untuk
mengekspresikan pengalaman dan nilai dari perspektif yang berbeda, orang-orang. kadang-
kadang memahami satu sama lain di seluruh perbedaan, bahkan ketika Ihey tidak
mengidentifikasi dengan masing-masing dialog other.Through tersebut yang mengakui
asimetri orang lain, apalagi, orang bisa memperbesar pemikiran mereka dalam setidaknya dua
cara. Asumsi mereka sendiri dan sudut pandang menjadi relativised bagi mereka sebagai
mereka ditetapkan dalam kaitannya dengan orang lain. Dengan belajar dari orang lain
bagaimana dunia dan hubungan kolektif mereka telah ditempa melalui interaksi melihat ke
mereka, apalagi, setiap orang dapat mengembangkan pemahaman diperbesar itu dunia dan
mereka hubungan yang tidak tersedia untuk salah satu dari mereka dari perspektif mereka
sendiri saja.
26
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat kami simpulkan bahwa Inovasi dalam pembelajaran orang
dewasa yaitu meliputi : (1) Pendidikan Jarak Jauh, (2) Pemikiran Belajar Organisasi,
(3) Workplace Learning, (4) Pendidikan Kejuruan Dan Pelatihan, (5) Radical
Adult Education And Learning, (6) Pembelajaran Berbasis Masalah dan (7)
Culture, Equity And Learning. Dimana inovasi dalam pembelajaran orang dewasa
bertujuan untuk memberikan suatu gagasan atau pikiran yang baru tentang konsep
bagaimana pembelajaran orang dewasa sekarang ini.
27
DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/104405158/Problem-Based-Learning
http://alida-utami.blogspot.com/2011_12_01_archive.html
http://langitpena.wordpress.com/gudang-ilmu/model-pembelajaran-berbasis-masalah/