BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar...

25
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan kota dapat diartikan sebagai perencanaan yang berkaitan dengan pengalokasian lahan dalam berbagai macam fungsi dan kegiatan (Hariyono 2010). Salah satu bentuknya adalah perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Dalam tata ruang dan perencanaan daerah biasanya memiliki jangka waktu dan diperbaharui setiap 20 tahun sekali, dimana dalam jangka waktu tersebut perlu dilakukan review-review dan penyesuaian kembali terutama daerah yang mengalami perkembangan pesat. Review ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana penyimpangannya dimana dalam hal ini adalah penyimpangan penggunaan lahan yang telah ditetapkan pada rencana tata ruang, apakah penggunaan lahan saat ini sudah selaras dengan penggunaan lahan yang ada pada rencana tata ruang kota. Proses perubahan penggunaan lahan akan berlangsung terus menerus sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan semakin meningkatnya aktivitas masyarakat setempat. Laju pertumbuhan penduduk yang cepat mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan ruang, baik itu sebagai tempat tinggal maupun untuk fungsi lain, sehingga penggunaan lahan yang tidak terencana akan menimbulkan dampak kerusakan dimasa mendatang. Perencanaan merupakan sebuah proses yang berkelanjutan yang menghasilkan keputusan-keputusan, atau pilihan-pilihan, tentang alternatif cara penggunaan sumberdaya yang memungkinkan, dengan tujuan untuk mencapai suatu bagian dari tujuan dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang (Conyers dan Hill 1984:3) dalam (Hariyono 2010). Oleh karena itu, sangat diperlukan suatu kegiatan perencanaan dan pengawasan yang baik dan efisien agar pertumbuhan dan pembanguan suatu wilayah dapat terarah sesuai dengan yang direncanakan sehingga mencapai hasil yang optimal dan kelestarian lingkungan tetap terjaga.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perencanaan kota dapat diartikan sebagai perencanaan yang berkaitan

dengan pengalokasian lahan dalam berbagai macam fungsi dan kegiatan

(Hariyono 2010). Salah satu bentuknya adalah perencanaan penggunaan lahan

(land use planning). Dalam tata ruang dan perencanaan daerah biasanya memiliki

jangka waktu dan diperbaharui setiap 20 tahun sekali, dimana dalam jangka waktu

tersebut perlu dilakukan review-review dan penyesuaian kembali terutama daerah

yang mengalami perkembangan pesat. Review ini dimaksudkan untuk melihat

sejauh mana penyimpangannya dimana dalam hal ini adalah penyimpangan

penggunaan lahan yang telah ditetapkan pada rencana tata ruang, apakah

penggunaan lahan saat ini sudah selaras dengan penggunaan lahan yang ada pada

rencana tata ruang kota.

Proses perubahan penggunaan lahan akan berlangsung terus menerus

sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan semakin meningkatnya

aktivitas masyarakat setempat. Laju pertumbuhan penduduk yang cepat

mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan ruang, baik itu sebagai tempat

tinggal maupun untuk fungsi lain, sehingga penggunaan lahan yang tidak

terencana akan menimbulkan dampak kerusakan dimasa mendatang.

Perencanaan merupakan sebuah proses yang berkelanjutan yang

menghasilkan keputusan-keputusan, atau pilihan-pilihan, tentang alternatif cara

penggunaan sumberdaya yang memungkinkan, dengan tujuan untuk mencapai

suatu bagian dari tujuan dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang

(Conyers dan Hill 1984:3) dalam (Hariyono 2010). Oleh karena itu, sangat

diperlukan suatu kegiatan perencanaan dan pengawasan yang baik dan efisien

agar pertumbuhan dan pembanguan suatu wilayah dapat terarah sesuai dengan

yang direncanakan sehingga mencapai hasil yang optimal dan kelestarian

lingkungan tetap terjaga.

2

Wilayah Kota Magelang secara regional terletak di posisi yang sangat

strategis. Kota Magelang berada di tengah (pusat) wilayah Jawa Tengah. Lokasi

kota berada di jalur arteri yang menghubungkan kota Propinsi yaitu Yogyakarta-

Semarang. Kota Magelang tumbuh dan berkembang dengan pesat baik fungsi

maupun aktivitas kota, migrasi sirkuler/perpindahan penduduk secara lokal dari

daerah-daerah lain diluar Kota Magelang merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi perkembangan Kota Magelang. Seiring pertumbuhan penduduk,

Kota Magelang mengalami berbagai masalah tata ruang dan penggunaan lahan

perkotaan. Masalah utama Kota Magelang yaitu pada penataan fisik ruang kota

berupa perubahan penggunaan lahan dan fungsinya, serta masalah transportasi

kota, seperti kemacetan dan penempatan lokasi terminal yang tidak optimal dan

fungsioanal secara tata ruang kota (Bagus.A, 2008).

Mengingat pentingnya perencanaan kota diperlukan data yang mempunyai

keakuratan, kemudahan untuk diakses dan kemutakhiran untuk pengolahan. Salah

satu teknologi yang mampu menyediakan data/informasi yang handal, mempunyai

kemampuan yang tinggi dalam pengumpulan data/informasi secara cepat, akurat,

rinci dan mutakhir adalah teknik penginderaan jauh. Teknologi penginderaan jauh

yang semakin berkembang telah menghasilkan berbagai data penginderaan jauh

yang memiliki kualifikasi baik untuk identifikasi penggunaan lahan kota, salah

satunya adalah citra Quickbird.

Quickbird adalah citra dengan resolusi tinggi yang dioperasikan oleh

Digital Globe. Citra Quickbird memiliki resolusi spasial 61 centimeter untuk

pankromatik dan 2,44 meter untuk multispektral. Pada resolusi seperti ini ,

bngunan, jalan, jembatan, dan detail infrastruktur lainnya akan tampak dengan

jelas. Aplikasi citra Quickbird ini meliputi pemetaan kota dan pedesaan serta

sumber daya alam dan bencana, pemetaan objek pajak, pertanian dan analisis

hutan, pertambangan, teknik sipil, konstruksi, dan deteksi perubahan. Ditinjau dari

kemampuan resolusi yang dimiliki, data citra resolusi ini dapat digunakan sebagai

sumber data utama untuk melakukan penyadapan informasi penggunaan lahan.

Pemanfaatan citra Quickbird ini digunakan untuk mengidentifikasi penggunaan

lahan. Proses identifikasi dilakukan secara onscreen dengan memanfaatkan

3

perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG). Dengan data ini obyek yang

luas dapat diteliti tanpa harus mengadakan penjelajahan seluruh areal, sehingga

akan efisien dalam waktu. Namun hasil penyadapan data membutuhkan data

lapangan yang memadai untuk memperoleh hasil analisis yang baik.

1.2 Perumusan Masalah

Kota pada dasarnya sebagai lokasi pusat kegiatan ekonomi perlu dikelola

secatra optimal melalui suatu perencanaan dan pengawasan atau pemantauan

untuk mewujudkan efesiensi pemanfaatan ruang. Evaluasi terhadap tata ruang

wilayah perkotaan perlu dilakukan mengingat banyak factor-faktor yang

memungkinkan terjadinya penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan.

Pertambahan jumlah penduduk yang terjadi terus menerus dan meningkatnya

pelaksanaan pembangunan disegala bidang menyebabkan lahan yang tersedia

akan terus berkurang. Lahan yang seharusnya diprioritas sebagai jalur hijau

dialihfungsikan sebagai area permukiman atau fungsi lain. Hal ini menyebabkan

kota keliatan kurang tertata dengan baik. Banyaknya penggunaan lahan yang tidak

sesuai dengan kemampuan dan potensinya akan menyebabkan lahan menjadi

kritis.

Penelitian ini dilakukan di Kota Magelang. Kota Magelang dapat dikatakan

sebagai kota transit dengan adanya jalur jalan penghubung antar kota. Hal ini

menjadikan kota Magelang mengalami perkembangan yang sangat pesat pada

sektor kependudukan maupun jenis kegiatan yang makin beragam. Kota

Magelang merupakan wilayah Kota Madya yang berada di Provinsi Jawa Tengah,

dengan luas mencapai 1.812,00 Ha, secara administratif Kota Magelang terbagi

menjadi 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Magelang Utara, Magelang Tengah dan

Magelang Selatan serta memiliki 17 Kelurahan yang tersebar di tiga kecamatan

tersebut. Pada tahun 2004 jumlah penduduk di Kota magelang adalah 116.839

jiwa kemudian pada tahun 2008 meningkat menjadi 124.627 jiwa. Peningkatan ini

tentunya nanti berpengaruh terhadap peningkatan kebutuhan akan lahan dan

pemanfataan lahan yang terdesak tanpa mempertimbangkan kebijakan yang ada

dalam tata ruang kawasan perkotaan, untuk itu sangat perlu dilakukan

4

pengawasan dan pemantauan kembali penggunaan lahannya terhadap penggunaan

lahan yang sudah direncanakan agar tetap terjadi keselarasannya.

Peran masyarakat sangat penting dalam mensukseskan hasil rencana tata

ruang wilayah. Masyarakat berhak dan berkewajiban dalam penyusunan dan

pelaksanaan tara ruang wilayah. Masyarakat sudah seharusnya mematuhi aturan

dari hasil rencana tata ruang kawasan perkotaan demi terwujudnya kelestarian

lingkungan di masa yang akan datang. Akan tetapi itu semua tidak bisa menjadi

jaminan, banyak masyarakat yang melakukan pelanggaran pemanfataan lahan

semata-mata untuk tujuan tertentu mereka tanpa mempertimbangkan aturan

rencana tata ruang. Mengenai hal ini, diharapkan pihak-pihak yang memiliki

tugas dan wewenang dalam hal ijin mendirikan usaha dan bangunan harus benar-

benar bekerja secara tegas dan professional.

Untuk mengetahui keselarasan penggunaan lahan Kota Magelang terhadap

penggunaan lahan yang ada pada rencana tata ruang wilayah kota dibutuhkan

penggunaan lahan Kota Magelang saat ini. Penggunaan lahan aktual didapatkan

dari identifikasi citra penginderaan jauh yaitu Quickbird. Proses identifikasi

dilakukan secara visual dengan bantuan softwer SIG yaitu ArcGis. Citra

Quickbird diharapkan mampu mengidentifikasi penggunaan lahan Kota Magelang

dengan kedetailan yang sangat tinggi. Hasil pemantauan keselarasan ini dapat

dijadikan input sebagai bahan refrensi dalam pengambilan kebijakan-kebijakan

dalam penyusunan rencana tata ruang berikutnya.

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Mengetahui penggunaan lahan tahun aktual Kota magelang dan

mengetahui penggunaan lahan Kota Magelang dalam rencana

penggunaan lahan pada RTRW Kota Magelang tahun 2001-2011

2. Mengkaji keselarasan penggunaan lahan Kota Magelang terhadap

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang

5

1.4 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Pemanfaatan citra penginderaan jauh dan sistem informasi geografi bagi

studi evaluasi rencana tata ruang kota

2. Dapat digunakan sebagai salah satu rujukan dan informasi bagi pihak-

pihak yang berkepentingan dalam masalah tata ruang kota, khususnya di

Kota Magelang.

1.5 Tinjauan Pustaka

1.5.1 Konsep Mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Penataan ruang merupakan salah satu aspek yang semakin penting dalam

kegiatan pembangunan daerah sebagai alat pengendali pembangunan fisik kota

(lewat perijinan lokasi dan ijin mendirikan bangunan). Hal ini terjadi karena

berbagai permasalahan yang timbul di daerah dan menuntut penyelesaian dari segi

penataan ruang. Pengertian ruang dalam Undang-Undang Republik Indonesia

No.26 Tahun 2007 bab 1 pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa ruang adalah wadah

yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang didalam

bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup,

melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.

Rencana Tata Ruang Kota merupakan arahan bagi pemanfaatan ruang

untuk tiap wilayah. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang

penataan ruang, rencana tata ruang dirumuskan secara berjenjang mulai dari

tingkat yang sangat umum sampai tingkat yang sangat rinci seperti yang

dicerminkan dari tata ruang tingkat Nasional, propinsi, kabupaten, perkotaan,

desa, dan bahkan untuk tata ruang yang bersifat tematis, misalnya untuk kawasan

pesisir, pulau-pulau kecil, dan lain sebagainya.

Rencana tata ruang wilayah kota salah satunya memuat tentang rencana

pola ruang. Sebagaimana yang diuraikan dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun

2007 bahwa rencana pola ruang wilayah kota yang meliputi kawasan lindung kota

dan kawasan budi daya kota.

6

Dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang

diselenggarakan berdasarkan asas:

a. keterpaduan;

b. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;

c. keberlanjutan;

d. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;

e. keterbukaan;

f. kebersamaan dan kemitraan;

g. pelindungan kepentingan umum;

h. kepastian hukum dan keadilan; dan

i. akuntabilitas.

Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah

nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan

Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:

a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam lingkungan buatan;

b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber

daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan

c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negative

terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

1.5.2 RTRW Kota Magelang

Wilayah Kota adalah pusat kegiatan ekonomi dan kegiatan lainnya untuk

mewujudkan efektifitas dan efisiensi pemanfaatan ruang. Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) tidak hanya menggambarkan tata letak dan keterkaitan

hierarkhis ruang, tetapi juga kualitas komponen-komponen yang menjadi

penyusun ruang. RTRW disusun berdasarkan pendekatan wilayah administrasi

dengan muatan substansi yang mencakup rencana struktur dan pola ruang untuk

mewujudkan ruang yang aman, nyaman, sehat, dan serasi.

Tujuan pembangunan Kota Magelang adalah untuk kesejahteraan rakyat.

Pencapaian tujuan dilaksanakan melalui langkah-langkah kebijakan yang tertuang

dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan

7

Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD) yang

merupakan hierarkhis lingkup waktu perencanaan di Kota Magelang. Agar

kebijakan menjadi implementatif, efektif, efisien, maka penyusunan kebijakan dan

strategi pembangunan harus berlandaskan kepada Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW) Kota Magelang.

RTRW merupakan perencanaan dalam bentuk rencana pola dan struktur

ruang yang perwujudannya dilakukan melalui pelaksanaan indikasi program.

Didukung dengan kenyataan bahwa ruang adalah wadah interaksi sosial, ekonomi,

dan budaya antarmanusia, ekosistem, dan sumberdaya buatan, maka RTRW juga

merupakan perencanaan kota sebagai kerangka kerja untuk mendorong

perwujudan dan mengantisipasi berbagai kemungkinan perubahan pemanfaatan

ruang yang dapat berdampak pada kesejahteraan rakyat. RTRW juga bermanfaat

menjaga keserasian pembangunan wilayah dan sektor dalam pelaksanaan

program-program pembangunan.

RTRW menjadi acuan instansi pemerintah dan masyarakat untuk

mengarahkan lokasi dan memanfaatkan ruang dalam menyusun program

pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang. Sebagai arahan

pelakasanaan pembangunan wilayah kota dan solusi penanganan permasalahan

kota dalam wilayah pada waktu yang akan datang, penyusunan RTRW harus

memperhatikan :

a. Isu-isu permasalahan tata ruang, sosial budaya, ekonomi, dan sarana prasarana

lingkungan

b. Potensi dan karakteristik wilayah

c. Tuntutan kebutuhan yang akan datang

d. Kelestarian lingkungan sebagai aspek penting dalam pembangunan

berkelanjutan

Sehubungan dengan fungsi dan peran RTRW dalam pembangunan dan

pengembangan wilayah kota, maka penyusunan RTRW harus pula

memperhatikan aturan-aturan atau pedoman-pedoman yang terkait dengan

penyusunan RTRW. Aturan tersebut antara lain adalah :

a. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

8

b. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Penataan

Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)

c. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Jawa Tengah

d. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten di wilayah perbatasan (RTRW

Kabupaten Magelang)

e. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kota Magelang Tahun 2005-2025

Penyusunan RTRW memerlukan persamaan persepsi sebagai pemahaman

kepentingan dalam kebutuhan pemanfaatan ruang serta implementasinya,

sehingga partisipasi aktif masyarakat sangat diperlukan dengan tujuan:

a. Mengembangkan rasa memiliki terhadap tujuan pembangunan yang ingin

dicapai

b. Menumbuhkan arti penting perencanaan

c. Menjaring isu-isu permasalahan serta memancing aspirasi tentang kondisi

wilayah yang akan datang melalui alternatif pengembangan pola pikir yang

obyektif

Jaring aspirasi masyarakat yang dilaksanakan secara obyektif dalam

bentuk dengar pendapat umum (public hearing) sangat mendorong kualitas

substansi rencana tata ruang sehingga dapat dilaksanakan sesuai dengan

kebutuhan masyarakat.

Dengan berubahnya UU No. 24 Tahun 1992 menjadi Undang-undang

Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka produk penataan ruang di

daerah juga harus mengikuti pedoman baru tersebut. Dari sisi spasial

kewilayahan, secara internal Kota Magelang juga mengalami pengembangan

terutama di kawasan strategis yang diharapkan dapat menjadi pusat pertumbuhan

baru di masa mendatang. Pengembangan kawasan strategis tersebut tercantum

dalam RPJP Kota Magelang Tahun 2005-2025.

9

Selain dari sisi kebijakan, Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Magelang juga tidak terlepas dari berbagai macam latar belakang masalah internal

Kota Magelamg itu sendiri. Adapun masalah tersebut seperti masalah tata ruang,

masalah sosial budaya, masalah ekonomi dan berbagai masalah penyediaan sarana

prasarana lingkungan yang harus segera dicari solusi pemecahannya (problem

solving). Secara garis besar latar belakang penyusunan RTRW Kota Magelang

dapat digambarkan seperti diagram gambar berikut :

Sumber : Bappeda Kota Magelang

Gambar 1.1 Diagram Latar Belakang Penyusunan RTRW Kota Magelang

1.5.2 Penginderaan Jauh

Sebelum melakukan analisis, data terlebih dahulu diperoleh dari suatu alat

dengan tidak mengalami kontak langsung dengan obyek, area atau kejadian

tersebut. Dengan menggunakan berbagai sensor kita mengumpulkan data dari

jarak jauh yang dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang obyek,

Perubahan UU No. 24 Tahun 1992 menjadi UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

RTRWN

RTRW Provinsi Jawa Tengah

Penyusunan RTRW Kota Magelang

Kebijakan Eksternal Kota Magelang: RTR Kawasan

GELANGMANTEN

Kawasan PROGO-OPAK –SERANG

Kawasan BOROBUDUR

RIP Pariwisata Jawa Tengah

Rencana Tata

Kebijakan Internal Kota Magelang: RPJP Kota Magelang RPJM Kota Magelang RKPD Kota Magelang

Pengembangan kawasan strategis dan pusat pertumbuhan baru Kota Magelang RPJP Kota Magelang Tahun 2005-2025: Kawasan Sidotopo Kawasan Wisata dan Pengembangan Wisata

Bangunan Kuno/Heritage Kawasan Terminal Sukarno Hatta Kawasan Kebonpolo Kawasan Alun-alun dan sekitarnya (Losmenan

dan lain sebagainya) Kawasan GOR Samapta Kawasan Lembah Gunung Tidar Kawasan Gunung Tidar (kawasan konservasi)

Produk tata ruang menyesuaikan dengan pedoman penataan ruang terbaru

Perlunya memperhatikan Arah dan Kebijakan RTRW Kabupaten Magelang untuk sinkronisasi serta melihat potensi dan tantangan dalam perencanaan RTRW Kota Magelang

Berbagai Permasalahan yang terjadi di Kota Magelang (Eksternal maupun Internal)

10

daerah atau fenomena yang diteliti. Pengumpulan data dari jarak jauh dapat

dilaku5kan dengan berbagai bentuk, termasuk variasi agihan daya, agihan

gelombang bunyi, atau agihan energi elektromagnetik (Lillesand, Kiefer &

Chipman, 2004).

Alat utama untuk dapat mengenali dan memahami berbagai kenampakan

atau obyek dipermukaan bumi melalui penginderaan jauh adalah citra. Citra

dihasilkan melaui proses perekaman dengan bantuan sensor. Secara garis besar

sensor dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu sensor fotografik (kamera)

dan sensor non fotografik. Masing-masing jenis sensor ini bekerja dengan cara

yang berbeda, sehingga menghasilkan karakteristik citra yang berbeda. Perbedaan

antara citra foto dan citra non foto dapat dilihat pada tabel 1.1.

Tabel 1.1. Perbedaan antara citra foto dan citra non foto

Variabel Pembeda Citra Foto Citra Non Foto

Sensor Kamera Non kamera, mendasarkan atas penyiaman. Kamera yang detektornya bukan film.

Detektor Film Pita magnetik, termistor, foto kondusif, foto voltaik, dsb

Proses perekaman Fotografi/kimiawi Elektronik Mekanisme perekaman Serentak Parsial

Spektrum elektromagtik

Spektrum tampak dan perluasannya

Spektra tampak dan perluasannya, termal, dan gelombang mikro

Sumber : Sutanto, 1987

1.5.3 Citra Quickbird

Quickbird adalah citra resolusi tinggi yang dioperasikan oleh Digital

Globe. Quickbird mempunyai resolusi spasial 0,61 m atau 61 cm. citra

Quickbird sangat bagus untuk sumber-sumber data lingkungan untuk

menganalisis perubahan penggunaan lahan, pertanian, dan iklim hutan.

Citra Quickbird dapat diterapkan pada bidang industry-industri, termasuk

produksi dan eksplorasi minyak dan gas, infrastruktur dan konstruksi, dan

11

studi lingkungan. Adapun karakteristik sensor citra quickbird adalah

sebgai berikut :

Tabel 1.2. Karekteristik Citra Quickbird

Launch Date October 18, 2001

Launch Vehicle Boeing Delta II

Launch location Vandenberg Air Force Base

California, USA

Orbit Altitude 450 km

Orbit Inclination 97,2˚, sun-syncrhonous

Speed 7,1 km/second – 25,560 km/hour

Equator Crossing Time 10:30 a.m (descending node)

Orbit Time 93,5 minutes

Revisit time 1-3,5 daus depending on Latitude

(30˚ off – nadir)

Swath Width 16,5 km x 16,5 Km at nadir

Metric Accuracy 23 meter horizontal (CE90%)

Digitization 11 bits

Resolution Pancromatic : 61 cm (nadir) to 72

cm (25˚ off-nadir)

Multispectral : 2,44 m 9nadir) to

2,88 m (25˚ off nadir)

Image Bands

Image Bands

Pan : 450 – 900 nm

Blue : 450 – 520 nm

Green : 520 – 600 nm

Red : 630 – 690 nm

Near IR : 760 – 900 nm

http://www.satimagingcorp.com/satellite-sensors/quickbird.html ˚

12

1.5.4 Interpretasi Citra

Interpretasi adalah proses mengkaji citra dengan maksud untuk

mengidentifikasi obyek yang tergambar dalam citra (Sutanto, 1986)

1.5.4.1 Interpretasi Manual

Interpretasi secara manual dilakukan dengan cara mengenali karakteristik

obyek berdasarkan 8 unsur interpretasi, yaitu : rona atau warna, bentuk, ukuran,

pola, tekstudr, bayangan, situs, asosiasi ( Sutanto, 1986).

a. Rona (tone)

Rona mengacu pada kecerahan relatif obyek pada citra. Rona

biasanya dinyatakan dalam derajat keabuan (Grey Scala), misalnya sangat

gelap, agak gelap, cerah, sangat cerah. Apabila citra yang digunakan itu

adalah berwarna, maka unsur interpretasi yang digunakan adalah warna

(colour), meskipun penyebutnya masih terkombinasi dengan rona.

Misalnya merah, hijau, biru, coklat kekuningan, biru kehijauan agak gelap

dan sebagainya.

b. Bentuk (shape)

Bentuk merupakan konfigurasi atau kerangka dari suatu obyek.

Bentuk beberapa obyek kadang-kadang begitu mencirikan sehingga obyek

tersebut dapat langsung dikenali hanya berdasarkan kriteria ini.

c. Ukuran (size)

Ukuran merupakan atribut obyek yang antara lain berupa jarak,

luas, tinggi, lereng dan volume. Ukuran obyek pada foto udara atau citra

harus dipertimbangkan dalam konteks skala yang ada. Penyebutan ukuran

juga tidak selalu dapat dilakukan untuk semua jenis obyek

d. Pola (pattern)

Pola adalah hubungan susunan spasial obyek. Pola biasanya terkait

pula dengan adanya pengulangan bentuk umum suatu atau sekelompok

obyek dalam ruang. Istilah-istilah yang digunakan untuk menyatakan pola

misalnya adalah teratur, tidak teratur, kurang teratur, namun kadang-

13

kadang juga digunakan istilah yang lebih ekspresif , misalnya melingkar,

memanjang, terputus-putus, konsentris dan sebagainya.

e. Bayangan (shadow)

Bayangan sangat penting bagi penafsir karena dapat memberikan

dua macam efek yang berlawanan. Pertama, bayangan mampu

menegaskan bentuk obyek pada citra, karena outline obyek menjadi lebih

tajam atau jelas, begitu pula kesan ketinggiannya. Kedua, bayangan justru

kurang memberikan pantulan obyek ke sensor sehingga obyek yang

diamati menjadi tidak jelas.

f. Tekstur (texture)

Tekstur merupakan ukuran frekuansi perubahan rona pada gambar

obyek. Tekstur dapat dihasilkan oleh agregasi atau pengelompokan satuan

kenampakan yang terlalu kecil untuk dapat dibedakan secara individual.

Kesan tekstur juga bersifat relatif, tergantung pada skala dan resolusi citra

yang digunakan.

g. Situs (site)

Situs atau letak merupakan penjelasan tentang lokasi obyek relatif

terhadap obyek atau kenampakan lain yang lebih mudah untuk dikenali

dan dipandang dapat dijadikan dasar untuk identifikasi obyek yang dikaji.

h. Asosiasi (association)

Asosiasi merupakan unsur yang memperhatikan keterkaitan antar

suatu obyek atau fenomena dengan obyek atau fenomena lain yang

digunakan sebagai dasar untuk mengenali obyek yang dikaji.

Dalam mengenali obyek, tidak semua unsur interpretasi digunakan secara

bersama-sama. Ada beberapa jenis fenomena atau obyek yang langsung dapat

dikenali hanya berdasarkan satu jenis unsur interpretasi saja. Ada kecenderungan

pengenalan obyek penutup atau penggunaan lahan pada skala besar untuk wilayah

perkotaan membutuhkan lebih banyak unsur interpretasi dibandingkan pengenalan

penggunaan lahan pada citra skala sedang hingga kecil pada liputan wilayah yang

luas.

14

1.5.5 Sistem Informasi Geografi (SIG)

1.5.5.1 Pengertian Sistem Informasi Geografi (SIG)

Sistem Informasi Geografi adalah sistem yang berbasiskan komputer yang

digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi.

SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis obyek-obyek

dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau

kritis untuk dianalisis. Dengan demikian SIG merupakan sistem komputer yang

memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi

geografi : (a) masukan, (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data),

(c) analisis dan manipulasi data, (d) keluaran (Arronof, 1989).

Dari pengertian tersebut diketahui bahwa SIG merupakan sistem komputer

yang memiliki empat kemampuan utama untuk menangani data bereferensi

geografis. Keempat kemampuan tersebut adalah pemasukan, pengelolaan atau

manajemen, manipulasi dan analisis data, serta keluaran. SIG digunakan untuk

membantu manusia dalam memahami “dunia nyata” dengan melakukan proses-

proses manipulasi dan presentasi data yang direalisasikan dengan lokasi-lokasi

geografis di permukaan bumi, seperti terlihat pada gambar berikut yaitu:

Gambar 1.2. model Dunia Nyata Diredyuksi Menjadi Peta (Prahasta, 2001)

Unsur Lokasi Pelanggan

Unsur Bagunan

Realitas di Permukaan Bumi

Unsur Jalan-jalam

15

Menurut Prahasta, 2001 SIG dibagi menjadi empat sub sistem yaitu :

1. Data masukan

Sub sistem ini bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan

data spasial dan atribut dari berbagai sumber. Sub sistem ini pula yang

bertanggung jawab dalam mengkonversi atau mentransformasikan format-

format data aslinya kedalam format yang dapat digunakan oleh SIG. Data

masukan dalam SIG sangat bervariasi, yaitu berupa data spasial maupun

data non spasial. Data spasial merupakan data yang menayangkan

kenampakan-kenampakan lokasi geografis. Data spasial umumnya berupa

kenampakan titik, garis, ataupu area, sedangkan data non spasial

merupakan informasi deskriptif baik dalam bentuk tabel maupun laporan.

Kumpulan informasi spasial dan nonspasial saling terkait satu dengan

yang lain dinamakan basis data (database). Pemasukan data dalam SIG

dapat dilakukan dengan cara digitasi. Digitasi adalah pengubahan data

grafis analog menjadi data grafis digital dalam struktur vektor.

2. Data keluaran

Sub sistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh

atau sebagian basis data baik dalam bentuk softcopy maupun bentuk

hardcopy. Softcopy merupakan data yang ditayangkan berupa tampilan

gambar pada layar monitor komputer dan dalam bentuk data digital berupa

file yang dapat dibaca oleh komputer, sedangkan hardcopy merupakan

bentuk cetakan berupa peta maupun tabel yang dicetak dengan media

kertas.

3. Data manajemen

Sub sistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun atribut

ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil,

di-update, dan di-edit. Pengelolaan data memerlukan adanya data yang

telah tersusun kedalam database. Dalam pengelolaan data ini diperlukan

suatu sistem yang dapat melakukan beberapa aplikasi program sekaligus.

Kumpulan program terpadu yang menangani data dinamakan Database

Management System (DBMS). Keuntungan adanya DBMS ini adalah

16

kualitas, kerahasiaan dan keutuhan data dapat dijamin dan dipelihara serta

efisien dalam aplikasinya.

4. Data Manipulasi dan Analisis

Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat

dihasilkan oleh Sistem Informasi Geografi (SIG). Selain itu sub sistem ini

juga melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan

informasi yang diharapkan.

Raper J., dan Green N. (1984, dalam Prahasta 2001) mengemukakan bahwa

Sistem Informasi Geografi terdiri dari beberapa komponen, diantaranya :

1. Perangkat keras

Pada saat ini SIG tersedia untuk berbagai platform perangkat keras

mulai dari PC desktop, workstations, hingga multi user host yang dapat

digunakan oleh banyak orang secara bersamaan dalam jaringan komputer

yang luas, berkemampuan tinggi, memiliki ruang penyimpanan (hard disk)

yang besar, dan mempunyai kapasitas memori (RAM) yang besar.

Walaupun demikian, fungsionalitas SIG tidak terikat secara ketat terhadap

karakteristik-karakteristik fisik perangkat keras ini sehingga keterbatasan

memori pada PC pun dapat diatasi. Adapun perangkat keras yang sering

digunakan untuk SIG adalah komputer (PC), mouse, digitizer, printer,

plotter, dan scanner.

2. Perangkat Lunak

Bila dipandang dari sisi lain, SIG juga merupakan sisitem perangkat lunak

yang tersusun secara modular dimana basis data memegang peranan kunci.

Setiap sub sistem diimplementasikan dengan menggunakan perangkat

lunak yang terdiri dari beberapa modul, hingga tidak mengherankan jika

ada perangkat SIG yang terdiri dari ratusan modul program (*.exe) yang

masing-masing dapat dieksekusi sendiri.

3. Data dan Informasi Geografi

SIG dapat mengumpulkan dan menyimpan data dan informasi yang

diperlukan baik secara tidak langsung dengan cara melakukan import dari

perangkat-perangkat lunak SIG yang lain maupun secara langsung dengan

17

cara melakukan digitasi pada data spasialnya dari peta dan memasukkan

data atributnya dari tabel-tabel dan laporan dengan menggunakan

keyboard.

4. Manajemen

Suatu proyek SIG akan berhasil dengan baik jika di manage dengan baik

dan dikerjakan oleh orang-orang yang memiliki keahlian yang tepat pada

semua tingkatan.

1.5.5.2 ArcGIS

ArcGIS merupakan suatu software yang diciptakan oleh ESRI yang

digunakan dalam Sistem Informasi Geografi. ArcGIS merupakan Software

pengolah data spasial yang mampu mendukung berbagai format data gabungan

dari tiga software yaitu ArcInfo, ArcView dan ArcEdit yang mempunyai

kemampuan lengkap dalam geoprocessing, modelling dan scripting serta mudah

diaplikasikan dalam berbagai tipe data. Dekstop ArcGIS terdiri dari 4 modul yaitu

Arc Map, Arc Catalog, Arc Globe, Arc Toolbox dan model builder.

Arc Map mempunyai fungsi untuk menampilkan peta untuk proses,

analisis peta, proses editing peta, dan juga dapat digunakan untuk

mendesain secara kartografis.

Arc Catalog digunakan untuk management data atau mengatur data-data,

jika dalam Windows fungsinya sama dengan explor.

Arc Globe dapat digunakan untuk data yang terkait dengan data yang

universal, untuk tampilan tiga dimensi, dan juga dapat digunkan untuk

menampilkan geogle earth.

Model Builder digunakan untuk membuat model builder / diagram alur.

Arc Toolbox digunakan untuk menampilkan tools – tools tambahan.

Modul spatial adjusment merupakan suatu modul tambahan yang

digunakan untuk menggabungkan peta – peta yang memiliki cakupan

wilayah yang sama tetapi hasil digitasinya beda. Dalam spasial adjusment

terdapat tiga modul yang digunakan yaitu transformasi koordinat,

18

rubbersheting, dan edge match. Transformasi koordinat merupakan suatu

cara untuk merubah / meminahkan suatu koordinat peta dari asal koordinat

ke koordinat tujuan. Rubber sheeting digunakan untuk mengoreksi

kesalahan koordinat dengan geometrik adjustment. Sama seperti

transformasi koordinat, displacement link yang digunakan dalam rubber

sheeting ini digunakan untuk menggambarkan feature yang dipindah.

Edge match merupakan suatu proses untuk mengatur feature sepanjang

edge dari suatu layer ke feature dari feature addjoint. Layer yang kurang

akurat di-adjust, dan layer lainnya sebagai kontrol.

Tipe layer dalam ArcGIS :

Point

Misalnya bangunan, tempat wisata. Layer point tidak mempunyai

dimensi.

Line atau arc

Misalnya jalan, sungai, jalan kereta api. Layer line mempunyai satu

dimensi.

Polygon

Misalnya batas administrasi, lereng, kerawanan bencana. Layer

polygon mempunyai dua dimensi.

Raster images

Misalnya citra, peta hasil scan.

19

Tabel 1.3. Spesifikasi Software ArcGIS

No Spesifikasi Uraian Keterangan 1 Nama Software ArcGIS Merupakan paket software yang

digunakan oleh masyarakat geographic imaging (pencitraan mengenai ilmu bumi), dirancang untuk pengolahan citra dan GIS.

2 Versi/Release 9.2 Merupakan versi yang terbaru dari seri ArcGIS 9.X

3 Diluncurkan tahun 2006 Software ini mulai dipasarkan dan dipakai oleh banyak pengguna mulai tahun 2006.

4 Pembuat Environment System Research Institute (ESRI)

Perusahaan pembuat software Sistem Informasi Geografi yang berasal dari USA. Produk terkenal lainnya adalah Arc/Info dan ArcView GIS

5 Minimum Hardware

- Processor - RAM - VGA Card - Free space

Pentium X 800 MHz minimum 512 MB 800 X 600 @256 color resolution 207 MB hard disk

Software ini menggunakan spesifikasi hardware yang besar karena data yang dapat diolah merupakan data yang kompleks baik data raster maupun vektor. Semakin tinggi kapasitas hardware yang ada maka akan lebih mempercepat proses pada saat analisis data.

6 Operating System Windows server 2003, NT 4.0, 2000, XP, Linux

Software ini dapat beroperasi di berbagai macam sistem windows, minimal windows 2000.

7 Kategori Software GIS - Profesional IP - Viewer

Software GIS ini termasuk profesional karena memiliki berbagai fasilitas input data hingga output data yang lengkap. Image processing software ini termasuk hanya viewer saja karena kurang memiliki fasilitas format data yang lengkap.

8 Struktur Data/File Raster dan vektor Mampu menampilkan data baik dari format raster maupun vektor. Sangat banyak mendukung format data raster seperti *.tiff

20

dan lain-lain. Format data vektor yang didukung antara lain format data ErMapper yaitu *.ers.

9 Format Data/File *.shp *.shx *.dbf *.sbn *.sbx *.prj

*.shp format file yang menjelaskan feature geometri *.shx format file yang menjelaskan index pada feature geometri *.dbf format dBase yang menjelaskan tentang atribut feature *.prj format file hasil output

10 Fasilitas pada Software Inti (core)

Input + editing

Processing

Output (layout)

On screen digitizing dan register and transform tools Editing : edit theme dan atributnya. Overlay, buffering, 3D scene dan manipulasi analisis data lainnya. Peta data grafis dan atribut

Input (Digitasi on screen), yaitu proses pengubahan data grafis menjadi data grafis digital, dalam struktur data vektor yang disimpan dalam bentuk titik, garis dan area dengan mengguna kan mouse langsung pada komputer. Kesalahan hasil input dapat dikoreksi atau diedit dengan menggunakan fasilitas yang ada. Processing merupakan fasilitas untuk menganalisis data yang ada seperti overlay peta, buffering dan sebagainya. Fasilitas layout merupakan fungsi untuk membuat komposisi peta untuk dicetak dalam bentuk hardcopy.

11 Fasilitas paket program yang terintegrasi dengan software inti

Database Manager

Avenue

Database manager meng gunakan query builder dan fasilitas tabel (*dbf). Avenue merupakan fasilitas paket program yang berupa bahasa pemrograman untuk costumize data.

21

12 Format I/O data Data Raster : *.tiff *.prj *.bmp *.hdr Data Vektor : *.arc *.pnt *.shp *.mif *.dxf *.sdl *.xyz

Format input data yang mendukung software ArcGIS sangat banyak berupa format raster dan format vektor.

13 Fasilitas khusus/fasilitas lainnya

- 3D analyst - Image analyst - Spasial analyst - Edit tools - X-tools - dan sebagainya

Fasilitas-fasilitas khusus lainnya dapat digunakan dengan terlebih dahulu membuka extentions yang ada.

Sumber : (www.esri.com)

1.6 Penelitian Sebelumnya

Suryo Bagus (2008) melakukan penelitian tentang Keselarasan

Penggunaan lahan Aktual Kota Yogyakarta terhadap Rencana Pemanfataan Lahan

Pada rencana Umum Tata Ruang Kota Yogyakarta Tahun 1994-2004. Tujuan

penelitian ini adalah mengetahui penggunaan lahan actual Kota Yogyakarta,

mengetahui pemanfataan lahan dalam rencana pemanfaatan lahan pada RUTRK

Yogyakarta tahun 1994-2004, dan mengkaji keselarasan penggunaan lahan actual

Kota Yogyakarta terhadap rencana pemanfaatan lahan pada RUTRK Yogyakarta

tahun 1994-2004. Metode yang digunakan adalah overlay (tumpang susun) dan

pendekatan analisis keruangan (spatial analysis). Data yang digunakan adalah

peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) lembar 1408-224 daerah Timoho dan lembar

1408-223 daerah Yogyakarta skala 1 : 25.000, citra Quickbird wilaah Kota

Yogyakarta perekaman tahun 2003, peta administrasi Kota Yogyakarta skala 1 :

50.000, peta Rencana Pemanfaatan lahan Kota Yogyakarta skala 1 : 50.000 tahun

1994-2004, dan dokumen Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK)

Yogyakarta tahun 1994-2004. Hasil yang diperoeh dari penelitian tersebut adalah

22

peta penggunaan lahan tahun 2003 dan peta keselarasan penggunaan lahan actual

Kota Yogyakarta terhadap rencana pemanfaatan lahan pada (RUTRK)

Yogyakarta tahun 1994-2004.

Hendarjono (2003) melakukan penelitian berjudul Keselarasan Bentuk

Penggunaan Lahan Dengan Rencana Detail Tata Ruang Kota Kecamatan

Cibinong Tahun 2003 Menggunakan Foto Udara Dan Sistem Sistem Informasi

Geografi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk pemetaan bentuk penggunaan

lahan tahun 2003 dan mengevaluasi peruntukan ruang berdasarkan Rencana

Detail Tata Ruang Kota kecamatan Cibinong. Metode yang digunakan adalah

digitasi on screen dan analisisnya dengan metode tumpang susun (overlay). Data-

data yang digunakan adalah foto udara pankromatik hitam putih skala 1 : 15.000

tahun 1994, peta administrasi Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor skala 1:

10.000, peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1 : 25.000 tahun 1993 lembar

1209-421 dan 1209-143, peta penggunaan lahan kota Cibinong skala 1 : 10.000

tahun 1995, dan peta Rencana Detail Tata Ruang Kota Kecamatan Cibinong tahun

1998-2008 skala 1 : 5.000.

1.7 Kerangka Pemikiran

Penggunaan lahan merupakan hasil aktivitas manusia dengan lahan untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu jumlah penduduk dan

aktivitasnya semakin meningkat atau bertambah jumlahnya, menyebabkan

terjadinya perubahan penggunaan lahan kota. Perubahan penggunaan lahan

apabila dibiarkan tidak terkendali tentu akan membawa akibat menurunnya

kualitas lingkungan dan kehidupan penduduk kota. Untuk itu rencana penggunaan

lahan kota ditetapkan oleh pemerintah kota sebagai usaha untuk mengatur

perkembangan dan pembangunan fisik kota.

Rencana penggunaan lahan yang merupakan suatu materi dari Rencana

Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) ditetapkan dalam suatu ketetapan

pemerintah sehingga berkekuatan hukum yang tetap dan dilaksanakan dalam

lingkup perencanaan harus mengacu pada rencana tersebut. RTRWK ini

kemudian dijadikan sebagai alat untuk membantu membuat keputusan dalam

23

menggunakan lahan, sehingga diharapkan dapat mengurangi masalah penggunaan

lahan dan mewujudkan tujuan pembangunan social, ekonomi, dan lingkungan.

Dalam memanfaatkan lahan, fungsi pemanfaatan ruang tersebut harus mengacu

pada kebijakan penataan ruang kawasan. Akan tetapi, dalam kenyataannya ada

yang tidak mengacu pada kebijaksanaan pemanfaatan ruang sehingga

pemanfaatan ruangnya tidak selaras dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah

Kota (RTRWK).

Sejauh mana lahan kota telah diarahkan selaras dengan Rencana Tata

Ruang Wilayah Kota (RTRWK) diwujudkan dalam persentase keselarasan

penggunaan lahan aktual dengan RTRWKnya. Penentuan Keselarasan

Penggunaan lahan aktual terhadap RTRWK dapat dilakukan dengan

menggunakan bantuan Sistem informasi Geografi (SIG). Kelebihan SIG terletak

pada kemudahan, kecepatan dan cara analisis sehingga penggunaan SIG dalam

pengelolaan data penginderaan jauh atau data keruangan lainnya menjadi sangat

penting terutama dalam hal efisiensi pengolahan data. Analisis SIG yang

digunakan adalah menggunakan tumpang susun (overlay) penggunaan lahan saat

ini dengan penggunaan lahan pada RTRWK. Penggunaan lahan aktual

didapatatkan dari interpretasi citra Quickbird tahun 2009 dan penggunaan lahan

pada RTRWK dan didapatkan dengan proses digitasi peta penggunaan lahan pada

RTRWK tahun 2001-2011.

1.8 Batasan Istilah

Citra adalah gambar yang diperoleh dari satelit atau pesawat terbang melalui

bantuan scanner, disimpan, dimanipulasi dan ditampilkan dalam bentuk

basis logika binner (Danoedoro, 1996)

Penginderaan jauh adalah suatu ilmu dan seni untuk memperoleh informasi

mengenai obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang

diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah,

atau fenomena yang dikaji (Lillesand, Kiefer & Chipman, 2004).

24

Sistem Informasi Geografi adalah sistem yang berbasiskan komputer yang

digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi

geografi (Prahasta, 2001)

Penggunaan Lahan adalah segala macam campur tangan manusia, baik secara

menetap ataupun berpindah-pindah terhadap suatu kelompok sumber daya

daya alam dan sumber daya buatan, yang secara keseluruhan disebut

lahan, dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan baik material maupun

spiritual taupun kedua-duanya (Malingreau, 1978 dalam Bagus 2008)

Klasifikasi penggunaan lahan adalah pengelompokan data penggunaan lahan atas

kelas atau kategori tertentu (Sutanto, 1981)

Interpretasi citra adalah proses mengkaji citra dengan maksud untuk

mengidentifikasi obyek yang tergambar dalam citra (Sutanto, 1986)

Lahan adalah suatu wilayah diprmukaan bumi yang mempunyai sifat-sifat agak

tetap atau pengulangan sifat-sifat dari biosfer secara vertikal diatas

maupun dibawah wilayah tersebut termasuk atmosfer, tanah, geologi,

geomorfologi, hidrologi, vegetasi, dan binatang yang merupakan hasil

aktifitas manusia dimasa lampau maupun masa sekarang, dan perluasan

sifat-sifat tersebut mempunyai pengaruh terhadap penggunaan lahan oleh

manusia disaat sekarang maupun dimasa yang akan datang (FAO, 1976

dalam Hendarjono 2003).

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat

manusia dan mahluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara

kelangsungan hidupnya (UU No. 26/2007 )

Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang (UU No. 26/2007)

Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang (UU No. 26/2007)

Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsure

terkait yang batas dan system nya ditentukan berdasarkan aspek

administratif dan atau aspek fungsional (UU No. 26/2007)

Kota adalah sebuah bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alamai

dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup

25

besar dan corak kehidupan yang bersifat heterogin dan materialistic

dibandingkan dengan daerah belakangnya (Bintarto, 1977)

Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan

pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman

perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,

pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi (UU No. 26/2007)

Perencanaan tata ruang Kawasan Perkotaan, secara sederhana dapat diartikan

sebagai kegiatan merencanakan pemanfaatan potensi dan ruang perkotaan

serta pengembangan infrastruktur pendukung yang dibutuhkan untuk

mengakomodasikan kegiatan sosial ekonomi yang diinginkan (UU No.

26/2007)

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota merupakan penjabaran arahan kebijakan dan

strategi pemanfaatan ruang wilayah nasional dan provinsi ke dalam

struktur wilayah Daerah dan pola pemanfaatan ruang dearah yang menjadi

pedoamn bagi pengembangan dan pemanfaatan ruang daerah (Peraturan

Daerah Kota Magelang No 4 Tahun 2012)

Selaras yaitu penggunaan lahan aktual yang mendominasi dalam suatu blok

peruntukan lahan sesuai dengan penggunaan lahan yang direncanakan

dalam blok peruntukan tersebut.

Tidak Selaras yaitu penggunaan lahan aktual yang mendominasi dalam suatu blok

peruntukan lahan tidak sesuai dengan pemanfaatan lahan yang

direncanakan dalam blok peruntukan tersebut.

Belum Selaras yaitu penggunaan lahan aktual yang mendominasi dalam suatu

blok peruntukan lahan belum sesuai dengan penggunaan lahan yang

direncakan dalam blok peruntukan tersebut, artinya penggunaan lahan

yang direncanakan belum terlaksana atau masih berfungsi lain tetapi

merupakan tahap perkembangan kebentuk lahan yang direncanakan.