BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan...

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cerita rakyat yang merupakan bagian dari sastra rakyat adalah salah satu unsur kebudayaan yang perlu dikembangkan karena mengandung nilai- nilai budaya, norma-norma, dan nilai-nilai etika serta nilai moral masyarakat pendukungnya. Dengan mengetahui cerita rakyat tersebut, kita dapat mengetahui gambaran yang lebih banyak mengenai berbagai aspek kehidupan masyarakat tertentu dan dapat pula membina pergaulan serta pengertian bersama sebagai suatu bangsa yang memiliki aneka ragam kebudayaan. Dalam kebudayaan masyarakat lama dikenal beberapa bentuk sastra lisan. Di antara bentuk-bentuk sastra lisan yang merupakan hasil cipta masyarakat lama (tradisional) itu adalah peribahasa, pantun, syair, dan prosa. Bentuk-bentuk kesusastraan itu diciptakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, yakni sebagai alat mengekspresikan pikiran dan perasaan serta sebagai alat menyampaikan petuah-petuah dan pendidikan. Sastra lisan yang hidup dalam suatu kelompok masyarakat dikenal pula sebagai cerita rakyat. Cerita rakyat merupakan salah satu bentuk folklor yang berkembang dalam suatu kelompok masyarakat dan merupakan milik masyarakat yang bersangkutan. Folklor adalah sebagian kebu-dayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantaranya kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat bantu pengingat (Danandjaja, 1994:2). Lebih lanjut dijelaskan olen Danandjaja (1994:3) bahwa ciri-ciri folklor adalah (a) disebarkan dan diwariskan secara lisan, (b) bersifat tradisional dalam bentuk yang relatif tetap/standar, (c) ada dalam versi-versi, bahkan varian-va-rian Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19520/4/Chapter I.pdf · melunturkan identitas budaya bangsa yang tersebar di kepulauan Nusantara

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Cerita rakyat yang merupakan bagian dari sastra rakyat adalah salah

satu unsur kebudayaan yang perlu dikembangkan karena mengandung nilai-

nilai budaya, norma-norma, dan nilai-nilai etika serta nilai moral masyarakat

pendukungnya. Dengan mengetahui cerita rakyat tersebut, kita dapat

mengetahui gambaran yang lebih banyak mengenai berbagai aspek kehidupan

masyarakat tertentu dan dapat pula membina pergaulan serta pengertian

bersama sebagai suatu bangsa yang memiliki aneka ragam kebudayaan.

Dalam kebudayaan masyarakat lama dikenal beberapa bentuk sastra lisan.

Di antara bentuk-bentuk sastra lisan yang merupakan hasil cipta masyarakat

lama (tradisional) itu adalah peribahasa, pantun, syair, dan prosa. Bentuk-bentuk

kesusastraan itu diciptakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya, yakni sebagai alat mengekspresikan pikiran dan perasaan serta

sebagai alat menyampaikan petuah-petuah dan pendidikan.

Sastra lisan yang hidup dalam suatu kelompok masyarakat dikenal pula sebagai cerita rakyat. Cerita rakyat merupakan salah satu bentuk folklor yang berkembang dalam suatu kelompok masyarakat dan merupakan mi l ik masyarakat yang bersangkutan. Folklor adalah sebagian kebu-dayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantaranya kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat bantu pengingat (Danandjaja, 1994:2).

Lebih lanjut dijelaskan olen Danandjaja (1994:3) bahwa ciri-ciri folklor adalah (a) disebarkan dan diwariskan secara lisan, (b) bersifat tradisional dalam bentuk yang relatif tetap/standar, (c) ada dalam versi-versi, bahkan varian-va-rian

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19520/4/Chapter I.pdf · melunturkan identitas budaya bangsa yang tersebar di kepulauan Nusantara

yang berbeda, (d) bersifat anonim, (e) berbentuk beru-mus, berpola, (f) berkegunaan di dalam kehidupan bersama suatu kolektif, (g) bersifat pralogis, artinya memilikj logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum, (h) menjadi milik bersama dari kolektif tertentu, dan (i) folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu sehingga sering terkesan ka-sar, terlalu spontan.

Folklor yang terdapat dalam suatu komunitas masyarakat meniliki fungsi

tertentu. Fungsi yang dimaksud adalah sebagai (a) sistem proyeksi, yakni sebagai pencerminan angan-angan suatu kolektif, (b) alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, (c) alat pendidikan anak, (d) alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi oleh anggota kolektifnya (Danandjaja, 1991:19; Hutomo, 1991:69 —70)

Berkaitan dengan hal tersebut, pertanyaan yang bisa dikembangkan yaitu:

apakah peranan sastra (folklor) di dalam masyarakat; sedikit atau banyakkah ia

mencerminkan budaya dan tata susunan masyarakat; Jika ia merefleksikan

keadaan masyarakat, apakah yang direfleksikan itu keadaan yang sebenarnya

ataukah hanya yang terdapat dari luar saja; dan apakah ia sebagai reflektor dari

masyarakat berperanan aktif ataukah pasif (Hutomo, 1991:18).

Dalam masyarakat Deli Serdang hingga kini masih dapat dijumpai folklor

lisan dalam bentuk cerita rakyat yang merupakan hasil warisan turun-temurun.

Cerita rakyat yang dimaksud dapat dibagi atas tiga kelompok, yaitu mite, legenda,

dan fabel. Ketiga bentuk cerita rakyat ini memiliki nilai sosial maupun nilai budaya

sebagai cerminan kehidupan masyarakat Deli Serdang pada kurun waktu tertentu.

Cerita-cerita tersebut diceritakan dengan lisan secara turun-temurun. Akankah

cerita-cerita rakyat itu terus hidup untuk beberapa dekade yang akan datang

merupakan sebuah pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Kemajuan dalam bidang

ilmu pengetahuan dan teknologi dalam era globalisasi ini akankah merupakan

kemunduran atau bahkan kehilangan suatu aset kebudayaan tradisional yang sa-

rat dengan nilai-nilai?

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19520/4/Chapter I.pdf · melunturkan identitas budaya bangsa yang tersebar di kepulauan Nusantara

Hal ini mengingat bahwa setiap kebudayaan cepat atau lambat senantiasa

mengalami perubahan sejalan dengan perubahan masyarakat pendukungnya

serta pesatnya teknologi yang melanda. Pergantian generasi dalam suatu

masyarakat maupun perluasan interaksi sosial ke luar lingkungan masyarakat

dapat merangsang perkembangan kebudayaan yang bersangkutan. Berbagai

penemuan dan perekayasaan yang terdorong oleh kebutuhan yang timbul karena

perkembangan masyarakat dapat mempengaruhi kebudayaan setempat.

Demikian pula kemajuan teknologi yang memperlancar perpindahan penduduk

dan kemudahan komunikasi telah mempermudah dan mempercepat penyebaran

unsur-unsur kebudayaan melintasi batas-batas kebudayaan masing-masing.

Proses kontak budaya yang berjalan dengan cepat dan dengan intensitas

yang tinggi ternyata telah menimbulkan kekhawatiran banyak bangsa di dunia

bahwa kebudayaan mereka akan musnah. Di tingkat nasional, perkembangan

kebudayaan bangsa yang pesat tersebut telah menimbulkan kekhawatiran akan

melunturkan identitas budaya bangsa yang tersebar di kepulauan Nusantara ini.

Berdasarkan kenyataan tersebut diharapkan ada upaya menggali dan

mengungkapkan serta mengukuhkan nilai-nilai budaya daerah karena

mempunyai potensi integratif dan masih relevan dengan tuntutan zaman. Untuk itu

perlu dipikirkan pengembangan nilai-nilai baru yang dapat berfungsi sebagai

acuan guna mengembangkan sikap dan pola tingkah laku masyarakat yang

sedang mengalami proses perubahan dan perkembangan

Beberapa nilai budaya yang perlu diangkat dari khasanah budaya daerah adalah nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Dalam berbagai perwujudannya, nilai-nilai luhur itu antara lain terdiri atas beberapa nilai yang mencerminkan nilai religius (keagamaan), nilai filsafat (ajaran), nilai etika (moral), dan nilai estetika. Nilai-nilai tersebut mendidik manusia untuk menjadi hamba Tuhan yang saleh, manusia yang bijaksana, berbudi pekerti luhur, dan mencintai

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19520/4/Chapter I.pdf · melunturkan identitas budaya bangsa yang tersebar di kepulauan Nusantara

keindahan (Hazim Amir, 1986:xii). Di sisi lain, bila dilihat relevansi sastra daerah dengan nilai budaya akan terwujud dalam fungsinya sebagai (1) afirmasi, yaitu menetapkan norma-norma sosio budaya yang ada pada waktu tertentu, (2) restorasi, yaitu mengungkapkan keinginan kepada nilai yang sudah lama hilang, dan (3) negasi, yaitu memberontak atau mengubah nilai yang berlaku.

Dalam masyarakat yang sedang berkembang seperti halnya masyarakat

Indonesia sekarang ini, berbagai bentuk kebudayaan daerah termasuk cerita

rakyat Putri Pucuk Kelumpang, bukan hal yang mustahil akan terabaikan jika

upaya-upaya yang menuju pelestarian tidak dilakukan. Oleh karena itu,

dikhawatirkan cerita rakyat Putri Pucuk Kelumpang akan hilang begitu saja atau

tidak dikenali lagi. Dengan demikian, penelitian secara khusus terhadap masalah

tersebut dipandang penting untuk dilaksanakan .

Dalam Pembangunan Nasional yang terus dijalankan, pembangunan

budaya mendapat perhatian yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat dengan

adanya pencanangan tahun seni dan budaya. Ini merupakan perwujudan dari

perlunya penggalian dan pengembangan nilai-nilai budaya dari semua suku

bangsa di Indonesia sebagai warisan yang berharga, yang diwariskan oleh

nenek moyang kita. Dengan demikian, usaha untuk menginventarisasi dan

pengkajian sangat perlu dan penting.

Cerita rakyat Melayu yang hidupnya dalam tradisi lisan tidak terlepas

perannya untuk pembinaan dan pengembangan kebudayaan nasional. Cerita

rakyat Melayu selalu berhubungan dengan kepercayaan dan merupakan

refleksi peradaban yang erat pula hubungannya dengan kehidupan. Sastra

lisan Melayu Sumatera Utara yang berbentuk cerita rakyat, sangat relevan

dengan hal-hal tersebut di atas. Untuk itu sastra rakyat masyarakat Melayu

Sumatera Utara merupakan bahan analisis untuk dapat memahami tingkah laku

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19520/4/Chapter I.pdf · melunturkan identitas budaya bangsa yang tersebar di kepulauan Nusantara

dan pikiran, baik perorangan maupun kelompok di dalam masyarakat Melayu

Sumatera Utara.

Di Indonesia, penggarapan karya sastra rakyat terutama sastra lisan

yang berbentuk cerita rakyat masih kurang. Selama ini orang kurang berfokus

pada sastra rakyat, disebabkan berbagai hal, di antaranya merasa hal tersebut

tidak perlu dibicarakan sehingga karya sastra rakyat lama-kelamaan akan

menjadi hilang. Memang, selama ini ada upaya untuk melakukan penelitian dan

pengkajian yang dilakukan oleh badan-badan pemerintah melalui berbagai

Departemen, namun hasil yang diperoleh masih jauh dari yang diharapkan

karena tidak mendapat dukungan luas dari lembaga sosial kemasyarakatan

lainnya.

Melihat pandangan-pandangan di atas, penulis mengambil kesimpulan

cerita rakyat Sumatera Utara layak untuk dikaji dan dianalisis sebagai usaha

pelestarian dan pengembangan nilai-nilai karya sastra daerah sehingga dapat

menambah koleksi bacaan bagi generasi yang akan datang. Karena apabila

tidak dilestarikan dan dikembangkan nilai-nilai yang terkandung didalamnya

para generasi yang akan datang tidak akan mengenal lagi cerita-cerita tersebut,

sementara cerita yang tidak sesuai dengan prikehidupan masyarakat Indonesia

akan lebih dikenal dan mendapat posisi di hati masyarakat.

Harus diakui secara jujur pada saat ini minat dan perhatian masyarakat

generasi muda sangat rendah terhadap cerita rakyat bila dibandingkan dengan

generasi masa lalu. Hal ini terjadi karena jarangnya para orang tua berkumpul

bersama anak-anaknya dan mendidik mereka dengan berbagai cerita-cerita

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19520/4/Chapter I.pdf · melunturkan identitas budaya bangsa yang tersebar di kepulauan Nusantara

rakyat, ditambah lagi dengan masuknya cerita-cerita asing melalui sarana

komunikasi yang serba modern.

Dengan dasar pertimbangan tersebut, maka penelitian dan analisis

cerita-cerita rakyat Melayu Sumatera Utara dianggap penting dilakukan, sebab

semakin lama, semakin banyak pula kesulitan yang bakal dihadapi di masa-

masa yang akan datang, seperti hilangnya tukang-tukang cerita, dukun-dukun,

dan orang-orang tua yang dapat dikatakan sebagai pewaris aktif dari cerita-

cerita rakyat tersebut.

1.2 Batasan Masalah

Berbagai nilai dapat diungkapkan di dalam cerita-cerita rakyat Melayu

Deli. Dalam penelitian ini akan dianalisis nilai-nilai didaktis yang terkandung di

dalam cerita Tuan Putri Pucuk Kelumpang. Analisis yang akan dilaksanakan

hanya mengungkapkan nilai-nilai Didaktis yang terkandung di dalam cerita

rakyat tersebut dan struktur yang membentuk cerita tersebut.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Menjelaskan struktur yang membentuk cerita rakyat Tuan Putri Pucuk

Kelumpang.

2. Mengungkapkan nilai-nilai didaktis yang terdapat dalam cerita Tuan

Putri Pucuk Kelumpang.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19520/4/Chapter I.pdf · melunturkan identitas budaya bangsa yang tersebar di kepulauan Nusantara

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari pengkajian cerita Tuan Putri

Pucuk Kelumpang, adalah :

1. dapat menjadi rujukan bagi para peneliti tentang cerita rakyat Melayu,

khususnya Melayu Sumatera Utara.

2. untuk mengembangkan ilmu Sastra, khususnya Sastra Daerah.

3. dapat memberikan pemahaman terhadap masyarakat Melayu tentang

nilai-nilai didaktis yang terkandung di dalam cerita Tuan Putri Pucuk

Kelumpang.

1.4 Landasan Teori

Sebelum memulai suatau kajian, terlebih dahulu ditentukan landasan

teori. Landasan teori merupakan landasan dasar atau tempat berpijak suatu

pembahasan. Landasan teori dapat mengarahkan penganalisisan seperti apa

yang diharapkan. Untuk itu sangat diperlukan landasan teori yang tepat, agar

analisis terhadap cerita rakyat Tuan Putri Pucuk Kelumpang terarah dan

sesuai dengan tujuan penelitian.

Untuk lebih memperjelas penganalisisan struktur, Syaifuddin (1995:204)

mengatakan.

Analisis struktur dapat memberi jawaban kepada masalah pengklasifikasian sebuah teks yaitu apa yang disebut sebagai sebuah karya sastra. Kemudian analisis struktur juga dapat mengetahui persamaan dan perbedaan di dalam cerita-cerita yang wujud di suatu daerah tertentu juga dapat memperlihatkan keteguhan peristiwa-peristiwa di dalam sebuah cerita. Analisis ini juga bertujuan untuk memperlihatkan sejauh mana terdapat unsur-unsur keseragaman maupun ciri-ciri utama di dalam cerita rakyat, baik yang berbentuk puisi maupun prosa.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19520/4/Chapter I.pdf · melunturkan identitas budaya bangsa yang tersebar di kepulauan Nusantara

Dalam menganalisis nilai didaktis penulis mengemukakan pendapat

Aminuddin (1987:47) yang mengatakan,

Pendekatan didaktis adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan dan memahami gagasan, tanggapan, maupun sikap pengarang terhadap kehidupan. Gagasan, tanggapan maupun sikap dalam hal ini mampu terwujud dalam suatu pandangan etis, filosofis, maupun organis sehingga akan mengandung nilai-nilai yang mampu memperkaya kehidupan rohani pembaca.

Adapun landasan teori yang digunakan dalam pengkajian ini adalah teori

struktural dan teori didaktis. Berikut akan dijelaskan kedua teori tersebut.

1.4.1 Teori Struktural.

Penelitian ini merupakan penelitian struktur. Oleh karena itu, kerangka

teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural. Teori-teori yang

digunakan dalam penelitian ini antara lain mengacu pada konsep teori yang

dikemukakan oleh Esten (1987), Sudjiman (1988), Nurgiyantoro (1995) dan juga

beberapa ahli lain yang membahas teori struktural tersebut. Dengan demikian,

teori tentang struktur meliputi masalah tema, alur, penokohan, dan latar cerita.

Uraian tentang struktur sebuah cerita adalah sebagai berikut.

1) Tema

Setiap karya sastra mempunyai ide atau dasar cerita. Selanjutnya

berdasarkan ide atau dasar tersebutlah sebuah cerita disusun. Ide atau dasar

cerita disebut tema. Tema merupakan persoalan yang diungkapkan dalam

sebuah cipta sastra (Esten, 1987:22). Tema dapat berupa masalah yang menjadi

pokok pembicaraan atau yang menjadi inti topik dalam suatu pembahasan

(Kusdiratin, 1985:59). Tema dapat juga disebut sebagai gagasan yang

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19520/4/Chapter I.pdf · melunturkan identitas budaya bangsa yang tersebar di kepulauan Nusantara

mendasari karya sastra (Sujiman, 1988:51). Di sisi lain, Aminuddin (1987:91)

mengatakan bahwa tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga

berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karyanya.

Ginarsa (1985:5) menjelaskan bahwa tema merupakan makna karya

sastra secara keseluruhan. Tema yang dipilih oleh seorang pencerita erat sekali

hubungannya dengan amanat atau pesan yang ingin disampaikan kepada

pendengarnya. Tema dan amanat dalam sebuah karya sastra dapat

diungkapkan secara eksplisit (tersurat) dan implisit (tersirat). Tema yang sering

dijumpai dalam sastra lisan cenderung bersifat didaktis, terutama dalam bentuk

pertentangan antara kebaikan dan keburukan, kejujuran dan kebohongan,

keadilan dan kezaliman, dan sebagainya.

Tema dapat menjalin rangkaian cerita secara keseluruhan.

Penggambaran tokoh, latar maupun alur semuanya mengacu pada pokok

pikiran yang sama Hartoko dan Rahmanto (1986: 142) menyatakan, Tema

adalah gagasan dasar umum yang terdapat dalam sebuah karya sastra dan

yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut

persamaan dan perbedaan-perbedaan. Tema disaring dari motif-motif konkrit

yang menuturkan urut peristiwa atau situasi tertentu. Bila dalam sebuah cerita

tampil motif mengenai suka duka pernikahan, perceraian dan pernikahan

kembali maka kita dapat menyaring tema mengenai tak lestarinya pernikahan.

Purwadarminta, (1984:104) mengatakan, "... Tema adalah pokok pikiran,

dasar cerita atau sesuatu yang dipercakapkan dipakai sebagai dasar untuk

mengarang".

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19520/4/Chapter I.pdf · melunturkan identitas budaya bangsa yang tersebar di kepulauan Nusantara

Tema pada suatu karya sastra dapat ditentukan dengan beberapa

langkah. Esten, (1984:88) menyatakan, Untuk menentukan tema dalam sebuah

karya sastra ada tiga macam yang bisa ditempuh yakni:

1. Melihat persoalan yang paling menonjol.

2. Secara kualitatif persoalan mana yang paling banyak menimbulkan

konflik- konflik yang melahirkan peristiwa-peristiwa

3. Menghitung waktu perceritaan.

Cara yang paling umum dan sering digunakan adalah cara kedua yaitu

melihat persoalan mana yang paling banyak menimbulkan konflik-konflik

dengan melihat peristiwa-peristiwa selalu berulang-ulang dalam keseluruhan

cerita sehingga tema akall selalu terkait pada tokoh, alur dan latar".

Uraian–uraian di atas telah banyak menerangkan pengertian tema

sehingga dapat disimpulkan bahwa tema merupakan salah satu unsur penting

dalam suatu karya sastra menentukan tema suatu cerita hanya dapat dilakukan

bila telah memahami karya sastra tersebut secara keseluruhan.

2) Alur Cerita

Jalinan antara persoalan-persoalan dalam sebuah karya sastra disusun

dengan suatu jalinan peristiwa yang diseleksi dan diatur dalam waktu. Jalinan

peristiwa ini dapat dikatakan sebagai alur atau plot.

Alur dalam sebuah cerita secara umum dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu

bagian awal, bagian tengah, dan bagian akhir atau solusinya. Bagian awal dapat

dibagi lagi ke dalam tiga sub bagian, yaitu paparan, rangsangan, dan gawatan.

Bagian tengah di bagi lagi ke dalam tiga sub bagian, yaitu pertikaian.perumitan,

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19520/4/Chapter I.pdf · melunturkan identitas budaya bangsa yang tersebar di kepulauan Nusantara

dan klimaks. Bagian akhir sebuah alur dapat dibagi lagi ke dalam dua sub

bagian, yaitu peleraian, dan penyele-saian (Sudjiman, 1988:30).

Bagian awal cerita merupakan bagian penyampaian informasi awal

tentang tokoh atau hal lain sebagai pembuka cerita. Pada bagian ini pendengar

disiapkan dan sekaligus dirangsang untuk ingin tahu kelanjutan cerita.

Selanjutnya pertikaian dalam cerita merupakan bagian yang menggambarkan

perselisihan yang timbul antara para tokoh cerita karena adanya dua kekuatan

yang berbeda. Berikutnya cerita menggambarkan tentang suasana pertikaian

menuju klimaks cerita. Pada bagian klimaks, pertikaian dan perumitan dalam

cerita sampai pada tahap puncak sehingga terjadi perubahan nasib atau

kehidupan tokoh cerita. Peleraian merupakan bagian cerita yang menjelaskan

bagaimana tokoh cerita berusaha menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Pada bagian akhir, cerita diselesaikan dalam bentuk keberhasilan tokoh cerita,

ataupun kegagalan tokoh dalam cerita.

Terdapat tiga cara menjalin cerita. Pertama, jalinan tarik lurus atau biasanya

disebut alur maju, yaitu kejadian dari pertama berjalin dengan peristiwa-peristiwa

berikutnya sampai mencapai puncak dan akhirnya cerita tiba pada penyelesaian.

Kedua, tarik balik biasanya disebut alur mundur, yaitu cerita dimulai bukan dari

awal, melainkan dari bagian akhir atau bagian tengah, kemudian kembali kepada

peristiwa awal. Biasanya tokoh cerita dalam alur model ini mengenang masa lalu

sebelum peristiwa dalam cerita itu memuncak. Cara ketiga, yaitu jalinan cerita

campuran atau disebut alur campuran, yaitu cara menjalin cerita bercampur antara

alur maju dan alur mundur.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19520/4/Chapter I.pdf · melunturkan identitas budaya bangsa yang tersebar di kepulauan Nusantara

Selanjutnya, dalam hubungan dengan antarperistiwa, secara kualitatif,

alur ada dua macam, yaitu (1) alur erat dan (2) alur longgar (Prihatmi, 1990:11).

Dalam alur erat hubungan antar peristiwa sangat menyatu sehingga tidak dapat

dihilangkan tanpa merusak keseluruhan cerita. Sebaliknya, dalam alur longgar

hubungan antar peristiwa tidak sepadu alur erat sehingga jika ada bagian cerita

yang dihilangkan, penghilangan itu tidak akan merusak keutuhan cerita.

Alur merupakan unsur yang sangat penting dalam cerita. Alur berperan

mengatur hubungan peristiwa-peristiwa dalam suatu cerita. Karena peristiwa-

peristiwa dalanm suatu cerita mempunyai hubungan yang erat satu sama lain.

Suatu peristiwa atau kejadian dalam cerita dapat terjadi justru disebabkan oleh

adanya peristiwa sebelumnya. Rangkaian peristiwa yang terdapat dalam suatu

cerita inilah. yang disebut alur. Seperti apa yang diungkapkan oleh Semi

(1984:35), "Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang

disusun sebagai sebuah inter-relasi fungsional yang sekaligus fiksi. Dengan

demikian, alur ini merupakan perpaduan unsur–unsur yang membangun cerita.

Dalam pengertian ini alur merupakan rangkaian suatu jalur tempat lewatnya

rentetan peristiwa yang merupakan rangkaian pola tindak tanduk yang

berusaha memecahkan konfflik yang terdapat di dalamnya".

Alur suatu cerita sangat erat hubungannya dengan unsur-unsur yang lain

seperti perwatakan, setting, suasana lingkungan begitu juga dengan waktu.

Berdasarkan hubungan antara tokoh-tokoh dalam cerita, yang biasanya

ditentukan oleh jumlah tokoh, maka alur terbagi atas dua bagian seperti yang

dikemukakan oleh Semi (1984:36), “Alur yang bagian-bagiannya diikat dengan

erat disebut alur erat, sedangkan yang diikat dengan longgar disebut alur

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19520/4/Chapter I.pdf · melunturkan identitas budaya bangsa yang tersebar di kepulauan Nusantara

longgar. Biasanya alur erat ditemui pada cerita yang memiliki jumlah pelaku

menjadi lebih sering dan membentuk jaringan yang lebih rapat".

Bila dilihat menurut urutan peristiwa, alur dapat dibagi atas dua bagian,

yaitu alur maju dan alur sorot batik. Alur maju ialah rangkaian peristiwa dijalin

secara kronologis. Sedangkan alur sorot balik (flash back) ialah rangkaian

peristiwa dijalin tidak berurutan, tidak kronologi.

Lebih lanjut Tasrif dalam Tarigan (1984: 128) menyatakan bahwa ada

lima tahapan dalam alur, yaitu:

1. Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)

2. Generating circumtances (peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak)

3. Rising action (keadaan mulai memuncak)

4. Climax (peristiwa-peristiwa mencapai klimaks)

5. Denoument (pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa)

3) Tokoh dan Penokohan.

Biasanya di dalam suatu cerita fiksi terdapat tokoh cerita atau pelaku

cerita. Tokoh cerita bisa satu atau lebih. Tokoh yang paling banyak peranannya

di dalam suatu cerita di sebut tokoh utama. Antara tokoh yang satu dengan

yang lain ada keterkaitan. Tindakan tokoh cerita ini merupakan rangkaian

peristiwa antara satu kesatuan waktu dengan waktu yang lain. Setiap perbuatan

yang dilakukan oleh seseorang tokoh tentu ada penyebabnya dalam hal ini

adalah tindakan-tindakan atau peristiwa sebelumnya. Jadi mengikuti atau

menelusuri jalannya cerita sama halnya dengan mengikuti perkembangan tokoh

melalui tindakan-tindakannya.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19520/4/Chapter I.pdf · melunturkan identitas budaya bangsa yang tersebar di kepulauan Nusantara

Stanton dalam Semi (1984:31) menyatakan bahwa,

"Yang dimaksud dengan perwatakan dalam suatu fiksi biasanya dipandang dari dua segi. Pertama: mengacu kepada orang atau tokoh yang bermain dalam cerita; yang kedua adalah mengacu kepada perbauran dari minat, keinginan, emosi, dan moral yang membentuk individu yang bermain dalam suatu cerita".

Jadi perwatakan mengacu kepada dua hal yaitu tokoh itu sendiri dan

bagaimana watak atau kepribadiaan yang dimiliki oleh tokoh tersebut. Dalam

suatu cerita fiksi, pengarang menggambarkan atau memperkenalkan

bagaimana watak sang tokoh melalui dua cara yaitu dengan terus terang

pengarang menyebutkan bagaimana sifat tokoh dalam cerita misalnya keras

kepala, tekun, sabar, tinggi hati atau yang lain, dan yang kedua yaitu

pengarang menggambarkan watak tokoh melalui beberapa hal seperti

pemilikan nama, penggambaran melalui dialog antara tokoh dalam cerita.

Setiap cerita memiliki tokoh. Tokoh cerita dapat didefinisikan sebagai

individu rekaan yang mengalami peristiwa dalam suatu cerita. Individu rekaan ini

dapat berupa manusia, binatang, atau benda-benda lain yang dianggap atau

diperankan sebagai manusia (Sudjiman, 1988:16-21).

Terdapat berbagai macam cara pengarang memunculkan tokoh dalam

cerita, misalnya pengarang memunculkan tokoh yang hanya hidup dalam angan-

angan, pelaku mempunyai daya juang yang keras untuk mempertahankan

hidupnya atau pelaku tidak mempunyai sifat-sifat yang khas dalam

kehidupannya.

Berdasarkan fungsinya dalam cerita, tokoh dapat dibedakan atas tokoh

utama atau tokoh sentral dan tokoh bawahan atau tokoh pembantu serta tokoh

lataran. Tokoh utama atau tokoh sentral merupakan tokoh yang mempunyai

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19520/4/Chapter I.pdf · melunturkan identitas budaya bangsa yang tersebar di kepulauan Nusantara

peran penting dalam suatu cerita. Tokoh ini biasanya sering muncul dan

tentangnya selalu dibicarakan. Tokoh sentral ini dapat dibedakan atas tokoh

protagonis dan tokoh antagonis. Selanjutnya tokoh pembantu atau tokoh

bawahan merupakan tokoh yang berperan sepintas dalam cerita. Meskipun

demikian, kehadirannya sangat diperlukan sebagai penunjang tokoh sentral.

Tokoh lataran merupakan tokoh yang menjadi bagian dari latar cerita.

4) Latar atau Setting

Latar merupakan tempat peristiwa dalam suatu cerita berlangsung. Latar

dapat dibagi atas latar fisik dan latar sosial. Latar fisik meliputi semua lingkungan

yang mengelilingi pelaku, termasuk di dalamnya lingkungan geografis, rumah

tangga, pekerjaan, dan sebagainya. Latar dapat berfungsi menciptakan iklim

atau suasana tertentu seperti iklim perang, aman, bahagia, dan sebagainya (Saad

dslam Prihatmi, 1990:14). Latar sosial antara lain diwujudkan dalam

penggambaran tingkah laku, tata kerama, adat istiadat, pandangan hidup,

keadaan masyarakat dan bahasa.

Suatu cerita dapat terjadi pada suatu tempat atau lingkungan tertentu.

Tempat dalam hal inim ernpunyai ruang lingkup yang sangat luas termasuk

nama kota, desa, sungai, gunung, lembah, sekolah, rumah), toko, dan lain-lain.

Unsur tempat sangat mendukung terhadap perwatakan tema, alur serta unsur

yang lain. Seseorang yang hidup di lingkungan sekolah tentu secara umum

akan mempunyai watak yang berbeda dengan orang yang tinggal di lingkungan

kebun. Atau seseorang yang dibesarkan di desa tentu akan memiliki walak

yang berbeda dengan orang yang lahir dan dibesarkan di kota (secara umum).

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19520/4/Chapter I.pdf · melunturkan identitas budaya bangsa yang tersebar di kepulauan Nusantara

Unsur waktu juga bagian yang tidak terpisahkan dalam suatu cerita.

Suatu cerita dapat terjadi pada suatu saat tertentu misalnya pada abad XX,

pada masa penjajahan Jepang di Indonesia, ketika musim hujan, ketika musim

semi, tahun, bulan, hari dan sebagainya. Lingkungan terjadinya peristiwa-

peristiwa atau suasana cerita seperti orang-orang di sekitar tokoh atau juga

benda-benda di sekitar tokoh termasuk ke dalam latar belakang atau setting.

Dalam hal ini Atar Semi (1984:38) mengatakan bahwa

Latar atau landas lampu (setting) cerita adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi. Termasuk di dalam latar ini adalah, tempat atau ruang yang dapat diamati, seperti di kampus, di sebuah puskesmas, di dalam penjara, di Paris dan sebagainya. Termasuk di dalam unsur latar atau kerumunan orang yang berada di sekitar tokoh, juga dapat dimasukan kedalam unsur latar, namun tokoh itu sendiri tentu tidak termasuk."

Latar belakang setting bukanlah hanya sebagai pelengkap dalam suatu

cerita. Unsur ini sangat mendukung terhadap unsur yang lain seperti tema,

perwatakan. Tempat terjadinya peristiwa, waktu terjadinya peristiwa dalam

suatu cerita tentu tentu tidak dipilih begitu saja oleh pengarang, tetepi juga

disesuaikan dengan tindakan tokoh cerita, pesan yang hendak disampaikan

pengarang, atau hal lain. Keberhasikan suatu cerita tentu sangat tergantung

kepada keharmonisan (keterpaduan) unsur-unsur tadi.

Di sisi lain, Nurgiyantoro (1995:227) membagi unsur latar ke dalam tiga

unsur pokok, yaitu latar tempat, latar waktu. dan latar sosial. Ketiga unsur latar ini

saling ter-kait dan saling mempengaruhi. Pelukisan tentang suasana dalam

sebuah cerita dapat pula digolongkan sebagai latar.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19520/4/Chapter I.pdf · melunturkan identitas budaya bangsa yang tersebar di kepulauan Nusantara

1.4.2 Teori Didaktis

Pendidikan adalah sesuatu yang esensial bagi manusia. Melalui

pendidikan manusia dapat belajar menghadapi segala problematika yang ada

di alam semesta demi mempertahankan kehidupannya. Pendidikan dalam

kehidupan manusia mempunyai peranan yang sangat penting. Pendidikan

dapat membentuk kepribadian seseorang dan dapat diakui sebagai kekuatan

yang dapat menentukan prestasi dan produktivitas seseorang. Dengan bantuan

pendidikan, seseorang memahami dan menginterpretasikan lingkungan yang

dihadapi, sehingga ia mampu menciptakan karya yang gemilang dalam

hidupnya atau dengan kata lain manusia dapat mencapai suatu peradaban dan

kebudayaan yang tinggi dengan bantuan pendidikan. Begitu pula dengan

seorang pengarang yang selalu menyelipkan unsur-unsur pendidikan (didaktis)

dalam karya-karyanya agar terjadi sublimasi terhadap pembacanya sehingga

diharapkan apa yang dibacanya dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam

bersikap dan bertindak.

Karya sastra berfungsi sebagai dulce et utile, yaitu sebagai penghibur

sekaligus berguna. Dari pengertian dipahami bahwa peranan novel bukan

sekedar menghibur tetapi juga mengajarkan sesuatu. Montgomery Belgion

dalam buku Renne Wellek mengatakan; “Irresponsible propagandist”. That is to

say, every writer adopts a view or theory of life… the effect of the work is

always to persuade the reader to accept that view or theory. This persuasion is

to say, the reader is always led to believe something, and that assent is

hypnotic-the art of the presentation seduces the reader…

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19520/4/Chapter I.pdf · melunturkan identitas budaya bangsa yang tersebar di kepulauan Nusantara

Karya sastra yang berkaitan dengan agama bisa kita lihat pada karya

novel modern saat ini. Karya Helvi Tiana Rosa yang berjudul Bianglala

Kehidupan misalnya merupakan contoh yang paling kongkrit dari novel yang

berbau keagamaan. Karya-karya Helvi telah mempengaruhi kalangan muda

Indonesia yang gemar membaca karya-karya novel islami. Dan objek dari novel

ini adalah kaum muda yang biasanya sangat optimis terhadap kehidupan.

Novelwan-novelwan yang seirama dengan Helvi adalah Gola Gong, Asma

Nadia, dll (Renne Wellek, dkk 1995).

Ahmadun Yosi (2007) menyebutkan sastra dapat merubah seseorang

melalui pola pikir, wawasan dalam memandang hidup dan lain sebagainya.

mengatakan bahwa sejarah pergolakan suatu bangsa tidak pernah lepas dari

dorongan-dorongan yang diekpresikan melalui karya novel. Karya-karya besar

seperti Max Havelar (Multatuli), Uncle Tom Cabin (Beecher Stower) dan sajak-

sajak Rabindranat Tagore telah menginspirasi perubahan sosial yang begitu

dasyat di lingkuangan masyarkat pembacanya.

Jabrohim (2005) mengatakan bahwa kedudukan novel sama dengan

ilmu pengetahuan yang lain, yaitu sesuatu yang penting bagi kemajuan

masyarakat. Dengan karya novel pengarang bisa menanamkan nilai-nilai moral

dan pesan-pesan tertentu kepada masyarakat pembacanya. Subjektivitas yang

disampaikan pengarang melaui karya novel mampu memberikan motivasi atau

dorongan bagi suatu perubahan baik secara individu maupun kolektif

(masyarakat).

Yang menjadi pertanyaan, kenapa novel bisa mempengaruhi masyarakat?

Plato mengatakan bahwa sastra merupakan refleksi sosial Sebagai suatu

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19520/4/Chapter I.pdf · melunturkan identitas budaya bangsa yang tersebar di kepulauan Nusantara

refleksi sosial ia akan menggambarkan kondisi sosial yang ada di sekelilingnya.

Karena muatan yang ada dalam novel adalah gambaran atau reflesi sosial,

novel akan mendapatkan tanggapan dan kritik sekaligus penilaian dari

pembaca. Dari jalan ini novel akan mempengaruhi pola pikir masyarakatnya

(Diana Laurenson, dkk. 1971).

Mereka yang membaca novel akan memetik keuntungan dari apa yang mereka

pelajari. Mereka juga memperoleh hiburan. Sebagai hasil akhirnya, mereka

dapat terus mengasah otak dan merasa puas karena telah menggunakan waktu

dengan bijak (Niven, David, 2002)

Di dalam teks karya sastra terdapat banyak kandungan “gizi batin” yang

mampu menjadi santapan rohaniah anak-anak bangsa negeri ini sehingga bisa

menjadi media “katharsis” dan pencerah peradaban. Bisa jadi, kaum muda kita

yang doyan mengumbar selera purba dan nafsu-nafsu primitif, seperti seks

bebas, pesta pil setan, tawuran, dan ulah-ulah tak terpuji lainnya itu lantaran

mereka tak pernah membaca karya novel (Danarto, 2000).

Tiga karakterisitik dasar yang harus dimiliki tiap individu masyarakat

masa depan yang bermartabat adalah; kepekaan, kemandirian, dan tanggung

jawab (Azis, Sari, 2005). Sedangkan manusia utuh yang idamkan, yaitu

manusia yang kritis, rasional, sosial, bertakwa, bermoral, dan menghargai nilai

kemanusiaan (Suparno, Paul via Sindhunata, 2000)

Adapun menurut Rizal (2007:45) pada setiap karya sastra selalu

mengandung nilai-nilai didaktis yang hendak disampaikan oleh pengarangnya

melalui alur cerita yang dibentukan. Lebih jauh lagi Rizal mengatakan bahwa

dalam karya sastra bisa saja ditemukan nilai hitam dan putih, bisa juga

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19520/4/Chapter I.pdf · melunturkan identitas budaya bangsa yang tersebar di kepulauan Nusantara

menggambarkan nilai hitam, atau memperlihatkan nilai putih. Nilai hitam atau

putih dalam karya sastra disebut juga nilai didaktis, nilai yang mengandung

unsur kebaikan sebagai tuntunan disebut nilai putih, dan nilai keburukan dalam

hidup digambarkan nilai hitam. Paling terasa hitam dan putihnya cerita ada

dalam cerita rakyat. Biasanya, yang berprilaku hitam akan mendapat hukuman,

yang berprilaku putih akan mendapat ganjaran. Contoh dalam cerita rakyat

Tuah Putri Pucuk Kelumpang, terlihat sekali nilai didaktisnya.

Seorang pengarang tentu saja akan memperhatikan nilai didaktis dalam

karyanya, sebab nilai didaktis, yakni pendidikan dan pengajaran, dapat

mengantarkan pembaca kepada suatu arah tertentu. Oleh sebab itu karya

sastra yang baik adalah karya sastra yang memperlihatkan tokoh-tokoh yang

memiliki kebijaksanaan dan kearifan sehingga pembaca dapat mengambilnya

sebagai teladan.

Keteladan yang terdapat dalam cerita bisa berupa (1) ajaran kebaikan

terdapat dalam cerita, (2) moral yang digambarkan, (3) falsafah hidup tokoh-

tokohnya, (4) ganjaran yang diterima tokoh-tokohnya, (5) isme-isme yang

mempengaruhi atau menggerakkan tokohnya, (6) kekalahan nilai keburukan,

(7) keadaan pendidikan tokohnya yang digambarkan, dan (8) amanat di akhir

cerita.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19520/4/Chapter I.pdf · melunturkan identitas budaya bangsa yang tersebar di kepulauan Nusantara

1.5 Metode Penelitian

1.5.1 Sumber data

Penelitian ini juga di ambil dari Naskah yang menjadi objek penelitian

penulis adalah kumpulan cerita yang diteliti oleh Rosmawati R dan kawan-

kawan pada tahun 1990 dengan data sebagai berikut:

a. Judul buku : Struktur Sastra Lisan Melayu Serdang

b. Penulis : Rosmawati R, Anni Krisna Srg, Ahmad Samin Srg, dan

Zainal Abidin.

c. Cover depan : Gambar ornamen Melayu warna orange

d. Cover belakang : Gambar ornamen Melayu warna orange

e. Tabel Halaman : 122 Halaman

f. Ukuran : 12 x 17.5 cm

g. Tahun terbit : 1990

h. Penerbit : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

1.5.2 Metode Dasar

Metode dasar yang penulis pergunakan pada penelitian ini adalah

metode deskriptif. Menurut Nawawi (1987:63). Metode deskriptif dapat diartikan

sebagai prosedur objek penelitian (seseorang, lembaga, dan lain-lain) pada

saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagai mana

adanya.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Secara deskriptif,

penelitian ini mengarah pada pemecahan masalah berdasarkan keadaan yang

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19520/4/Chapter I.pdf · melunturkan identitas budaya bangsa yang tersebar di kepulauan Nusantara

ada pada saat ini. Data hasil penelitian dideskripsikan dalam bentuk kata-kata,

bukan dalam bentuk angka-angka. Selanjutnya, secara kualitatif dapat

dijelaskan bahwa (1) data penelitian ini dikumpulkan dalam setting yang alamiah

dan penulis sebagai instrumen kunci, (2) bersifat deskriptif, (3) lebih

mengutamakan proses dari pada hasil, (4) analisis data secara induktif, dan (5)

makna atau meaning merupakan perhatian utama (Bogdan dan Biklen,

1990:27).

1.5.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan agar dapat memiliki acuan atau

sumber-sumber data yang cukup, yang akan penulis pergunakan di dalam

menganalisis cerita rakyat Tuan Putri Pucuk Kelumpang. Untuk memperoleh

data-data yang diperlukan penulis menggunakan teknik data dari perpustakaan

(Library Research).

1.5.3 Metode Analisis Data

Untuk penelitian ini digunakan metode hermeneutik, mengingat sifat dari

hermeneutik adalah menganalisa atau menafsirkan teks secara keseluruhan.

Secara spesifik, dalam penelitian ini menggunakan tiga tahapan analisis yang

biasa digunakan dalam metode hermenetik, yaitu analisis naratif, analisis

struktural, dan apropriasi. Analisis naratif memungkinkan untuk mengetahui

unsur-unsur kisah dalam teks sehingga memudahkan pembaca yang belum

membaca teks yang diteliti, sedangkan analisis struktural digunakan untuk

mengetahui struktur-struktur yang mengikat dan membentuk kisah dalam suatu

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19520/4/Chapter I.pdf · melunturkan identitas budaya bangsa yang tersebar di kepulauan Nusantara

teks tersebut. Akan tetapi analisis naratif dan struktural tersebut mempunyai

kelemahan, yaitu sifatnya yang melepaskan suatu teks dari rangka sosial

budayanya. (Rizal, 2008:13).

Apropriasi digunakan untuk menutupi kelemahan yang ditimbulkan oleh

analisis naratif dan struktural tersebut dengan melakukan analisis yang lebih

mendalam, yang dalam penelitian ini adalah untuk menyambungkan teks

dengan rangka sosial budaya yang dilepaskan dalam analisis naratif dan

struktural sebelumnya, sehingga memungkinkan peneliti mendapatkan hasil

analisis yang lebih optimal.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara