BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang...

28
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Reformasi politik yang terjadi di Indonesia pasca runtuhnya Rezim Orde Baru membawa dampak perubahan yang sangat signifikan dalam konteks perpolitik nasional di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perpolitikan menjadi kata kunci dalam reformasi tersebut dimana yang paling sering disuarakan adalah perubahan atau pergantian sistem dari yang bercorak otoriter menjadi sistem yang lebih demokratis. Salah satu perubahan ke arah yang lebih demokratis dalam perpolitikan di Indonesia adanya sistem yang sentralistik atau semua pengurusan harus diurus oleh pusat yang diubah ke sistem yang desentralistik dalam artian bahwa daerah berhak mengurus daerahnya sendiri dengan semangat otonomi daerah. Diberlakukannya sistem desentralistik dimana pemberian keleluasaan bagi daerahnya diatur secara legal formal dalam UU No. 32 Tahun 2004 yang merupakan revisi dari UU No. 22 Tahun 2009 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang Pemerintahan Daerah No. 32 Tahun 2004 ini menunjukkan perubahan signifikan tentang format baru pelaksanaan otonomi daerah karena di dalamnya mengatur mengenai pemilihan kepala daerah langsung (Pilkada). Sebagaimana yang tertulis pada pasal 24 ayat 5 UU Pemerintahan Daerah tersebut dikatakan bahwa : Kepala Daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh wakil rakyat di daerah bersangkutan. 1 1 UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Dalam UU No. 32/2004 ini demokrasi di tingkat lokal mulai mendapatkan legitimasi. Sebelum UU No. 32/2004 dibuat pemilihan kepala daerah diwarnai konflik kepentingan antara pusat dan daerah. Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Reformasi politik yang terjadi di Indonesia pasca runtuhnya Rezim Orde Baru

membawa dampak perubahan yang sangat signifikan dalam konteks perpolitik

nasional di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perpolitikan menjadi kata kunci

dalam reformasi tersebut dimana yang paling sering disuarakan adalah perubahan atau

pergantian sistem dari yang bercorak otoriter menjadi sistem yang lebih demokratis.

Salah satu perubahan ke arah yang lebih demokratis dalam perpolitikan di Indonesia

adanya sistem yang sentralistik atau semua pengurusan harus diurus oleh pusat yang

diubah ke sistem yang desentralistik dalam artian bahwa daerah berhak mengurus

daerahnya sendiri dengan semangat otonomi daerah.

Diberlakukannya sistem desentralistik dimana pemberian keleluasaan bagi

daerahnya diatur secara legal formal dalam UU No. 32 Tahun 2004 yang merupakan

revisi dari UU No. 22 Tahun 2009 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang

Pemerintahan Daerah No. 32 Tahun 2004 ini menunjukkan perubahan signifikan

tentang format baru pelaksanaan otonomi daerah karena di dalamnya mengatur

mengenai pemilihan kepala daerah langsung (Pilkada). Sebagaimana yang tertulis

pada pasal 24 ayat 5 UU Pemerintahan Daerah tersebut dikatakan bahwa : Kepala

Daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh

wakil rakyat di daerah bersangkutan.1

1 UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Dalam UU No. 32/2004 ini demokrasi di

tingkat lokal mulai mendapatkan legitimasi. Sebelum UU No. 32/2004 dibuat

pemilihan kepala daerah diwarnai konflik kepentingan antara pusat dan daerah.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

Besarnya campur tangan pemerintah pusat dalam menentukan layak tidaknya

seseorang untuk menjadi kepala daerah terkait dengan konsep dwitunggal.

Kecenderungan ini terjadi karena kepala daerah masih memiliki keistimewaan peran

dan fungsi politik ganda, di satu sisi eksistensinya mewakili pemerintah pusat di

daerah, di sisi lain kepala daerah menjadi orang daerah untuk memimpin

penyelenggaraan otonomi daerah. Hal tersebut adalah amanat dari UU No. 5/1974

tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di daerah. Kepala daerah dituntut untuk punya

loyalitas ganda, kepada pusat dan daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

hanya berfungsi sebagai eksekutor pencalonan saja, karena eksekutor kepala daerah

ada di tangan pemerintah pusat.

Hal ini menjadi sangat kontras sekarang dimana rakyat lah yang menjadi

eksekutor siapa yang berhak untuk duduk menjadi eksekutif di daerah. Pernyataan

tersebut lah yang menguatkan bahwa pemilihan kepala daerah langsung (Pilkadasung)

merupakan sebuah langkah besar proses demokratisasi yang memberikan ruang yang

luas bagi partisipasi masyarakat untuk menentukan kepala daerah sesuai dengan

aspirasi dan kebutuhan masing-masing, sehingga diharapkan kebijakan-kebijakan dari

pemerintah nantinya sesuai dengan harapan dan keinginan rakyat pada umumnya dan

dengan kata lain mendekatkan pemerintah kepada rakyat. Hal inilah yang disebut

dengan akuntabilitas publik, sesuai dengan pendapat Huntington bahwa akuntabilitas

publik ini merupakan salah satu dari parameter terwujudnya demokrasi, disamping

adanya pemilihan umum, rotasi kekuasaan dan rekrutmen secara terbuka.2

2 Ari Pradhanawati, Pilkada Langsung Tradisi Baru Demokrasi Lokal, Surakarta, KOMPIP, 2006, hal.54.

Selain itu

Pilkadasung juga merupakan momentum peletakan dasar bagi fondasi kedaulatan

rakyat dan sistem politik serta demokrasi di aras lokal. Kedulatan rakyat disini juga

melihat adanya partisipasi rakyat untuk memilih pemimpinnya sesuai dengan alam

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

demokrasi yang cita-citakan. Demokrasi disini adalah demokrasi massa yang lebih

memenangkan pertarungan daripada demokrasi perwakilan, dimana dalam logikanya

massa atau rakyat terlibat langsung dalam menentukan siapa yang menjadi pemimpin

di daerahnya. Rakyat juga turut memainkan peran dalam mempengaruhi kebijakan-

kebijakan publik di daerah tersebut dan tentunya akan menginginkan terciptanya suatu

keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyat di daerah itu.3

Kenyataan ini sejalan dengan pengertian bahwa desentralisasi adalah transfer kekuasaan politik tidak hanya terbatas pada pendelegasian sebagai otoritas pusat kepada daerah secara administratif. Pilkadasung menjadi isu sentral dalam diskursus politik nasional dan dipandang sebagai bagian dari proses perwujudan otonomi daerah. Pelaksanaannya menjadi momentum yang sangat penting bagi proses demokratisasi politik di tingkat lokal. Rakyat dan lembaga daerah akan terlibat langsung dalam mengelola pilkada nantinya.

Perubahan sistem pemilihan juga telah membawa perubahan hubungan tata

pemerintahan antar pusat dan daerah. Pendelegasian kekuasaan dari pusat ke daerah

tidak lagi terbatas pada kewenangan yang bersifat administratif tapi telah bergeser ke

arah yang lebih maju yaitu kewenangan politik. Pemimpin daerah tidak lagi menjadi

pemimpin yang bersifat administratif perwakilan pemerintah pusat di daerah tapi juga

pemimpin politik di daerah karena dipilih dan mendapatkan legitimasi yang kuat dari

rakyat.

4

Sama seperti halnya dengan pemilihan umum (Pemilu), melalui azas-azas yang

terdapat di dalamnya yaitu, azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil maka

pemilihan kepala daerah langsung dianggap telah memenuhi parameter demokrasi.

Pilkada bukan saja berfungsi sebagai sarana untuk mengganti, akan tetapi juga

3 Ibid, hal. 32-33. 4 Phenie Chalid (ed), Pilkada Langsung, Demokratisasi Daerah dan Mitos Good Governance, Jakarta : Partnership Kemitraan, 2006, hal.2

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

berfungsi sebagai media penyalur aspirasi rakyat, mengubah kebijakan-kebijakan,

mengganti sebagai suatu pemerintahan yang ada dan meminta pertanggungjawaban

publik. Rakyat disini dapat menilai secara langsung kepala daerahnya apakah telah

bertindak sesuai dengan yang diharapkan atau tidak, kalau kepala daerah sudah tidak

lagi mendapat kepercayaan dari rakyat, maka dapat langsung memberikan punishment

dengan tidak lagi memilihnya pada Pilkada selanjutnya.

Pemilihan kepala daerah yang diselenggarakan untuk menyeleksi para calon

pemimpin di daerah tidak terlepas dari peran partai politik sebagai penghubung antara

rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak lain. Seseorang yang ingin mencalonkan

dirinya menjadi kepala daerah haruslah melalui pencalonan oleh Partai Politik. Di

dalam UU No.32/2004 ditegaskan bahwa partai politik merupakan satu-satunya pintu

gerbang bagi pencalonan kepala daerah. Hal tersebut ditegaskan dalam revisi ke 2 UU

No. 32/2004 pasal 56 ayat (2) bahwa “Pasangan Calon diusulkan oleh partai politik,

gabungan partai politik, atau perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang

memenuhi persyaratan.”

Selain itu partai politik meyakini bahwa ada perbedaan karakteristik antara

pemilihan kepala daerah langsung (pilkadasung) dengan pemilihan umum (pemilu)

legislatif. Dalam pemilu legislatif, pemilih memilih partai politik, sementara dalam

Pilkada pemilih memilih orang (kandidat). Dalam Pilkadasung, kandidat yang

mempunyai ketokohan tinggi akan lebih dipilih, tidak peduli berasal dari partai mana.

Hal inilah yang menyebabkan betapa pentingnya tahap rekrutmen yang dilakukan

oleh partai politik. 5

5 Eriyanto, Pilkada dan Penguasaan Partai Politik, Kajian Bulanan LSI Edisi 03-Juli 2007,

www.lsi.co.id/2007/07/, diakses tanggal 30 November 2008

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

Partai politik sebagai ikon demokrasi merupakan organisasi yang berkecimpung

dalam proses politik. Partai politik memiliki tujuan untuk menaklukkan kekuasaan

atau mengambil bagian dalam pelancaran kekuasaan. Untuk itulah kemenangan dalam

Pilkada menjadi hal yang sangat penting diperoleh sebagai pencapaian dari tujuan

partai politik. Ada beberapa makna penting kemenangan dalam pilkadasung bagi

partai politik, yaitu pertama, sebagai kata kunci awal dalam memperebutkan

kekuasaan eksekutif masing-masing daerah. Setidaknya, arena eksekutif inilah

nantinya bisa menjadi mesin ampuh dalam menjalankan kebijakan dan visi-visi politik

masing-masing partai politik. Kedua, sebagai peluang bagi partai politik dalam proses

pembelajaran para kader politiknya. Hal ini terutama bagi partai politik yang selama

proses pilkada cenderung mendorong para kadernya untuk mau sebagai kandidat.

Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.6

Hasil dari turun ke bawah itu adalah program-program konkrit yang humanis

dan populis dalam artian dapat langsung dirasakan oleh rakyat. Siapa yang lebih

Kini tak ada jalan lain bagi partai politik untuk tidak membuka diri jika ingin

meloloskan calonnya sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pemilihan

kepala daerah secara langsung adalah proses lanjutan dari proses reformasi partai

politik di negeri ini. Pemilihan langsung posisi politik berkonsekuensi menghadapkan

kekuasaan politik pada sebuah pasar bebas. Partai politik berperan sebagai pengusaha

atau produsen calon pemimpin politik. Sebagai produsen, partai politik harus lah

mengenal pasar dan mencari bibit unggul untuk dikembangkan sehingga menjadi

layak untuk dijual ke pasar. Selain itu partai politik harus turun ke bawah untuk

mengetahui selera pasar agar dapat bersaing dengan pengusaha lainnya.

6 Ahmad Nyarwi, Siasat Partai Politik dan Strategi Pencalonan, Kajian Bulanan LSI edisi 03-Juli 2007, www.lsi.co.id/2007/07/, diakses tanggal 30 November 2008

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

konkrit, maka peluang untuk memenangkan pemilihan semakin terbuka.

Perumpamaan pasar bebas ini sangat cocok dalam situasi politik di tingkat lokal.

Kepala daerah adalah sosok yang lebih nyata bagi rakyat dari pemimpin nasional

(Presiden, Wapres, Anggota Parlemen). Calon kepala daerah dalam berkampanye

tidak menjadikan nilai-nilai atau ideologi partai sebagai menu utama melainkan

menjual program kerja yang lebih mengutamakan kenyamanan rakyat di daerah yang

bersangkutan.

Namun perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya, tidak semua partai politik

dapat mengajukan calonnya. Hal ini dapat kita lihat dalam UU No. 32/2004 pasal 59

ayat 2 yang menggariskan bahwa : “Partai Politik atau gabungan partai politik yang

dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan

sekurang-kurangnya 15% dari jumlah kursi DPRD atau 15 % dari akumulasi

perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang

bersangkutan.

Pada tahun 2006 telah dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah Langsung di 226

daerah, pelaksanaan di tiap daerah memiliki banyak variasi kegagalan atau

keberhasilan. Sepanjang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung

menampilkan dua sisi, yaitu sisi gelap dan sisi terang. Sisi gelap menunjukkan

Pilkadasung hanya sebagai ajang perebutan kekuasaan belaka, sedangkan sisi lainnya

adalah memunculkan harapan bagi terciptanya kedaulatan rakyat.7

Pemilihan Umum, (baik itu Pemilihan Anggota Legislatif, Pemilihan Presiden,

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah baik Tingkat I/II) pertama kali

berlangsung sejak ditetapkannya Undang-Undang Pemilihan Umum No. 22 tahun

7 Amirudin, Pilkada Langsung : Problem dan Prospek, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006, hal xi

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

2007 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Dalam undang-undang ini, Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah TK I/II) belum dimasukkan dalam rezim Pemilihan Umum (Pemilu). Pilkada

dimasukkan dalam rezim Pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan Umum

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara

Pemilihan Umum dan pilkada pertama kali pilkada diselenggarakan pada bulan Juni

2006.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, peserta Pilkada adalah

pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan

partai politik. Sedangkan yang berhak melaksanakan pilkada adalah KPUD.

Sebagaimana bunyi pasal 57 ayat (1) pemilihan kepala daerah dan wakil kepala

daerah diselenggarakan oleh KPUD yang bertanggungjawab kepada DPRD TK I/II.

Undang-undang ini penting untuk menampung semangat kedaulatan rakyat yang

sedang berkobar mengubah status quo Pemerintah Daerah. Begitu juga Peraturan

Komisi Pemilihan Umum (KPU) No. 7 tahun 2006 tentang tata cara pengajuan calon

kepala daerah dan wakil kepala daerah dan Peraturan KPU No. 8 tahun 2007 tentang

Pedoman tata cara kampanye pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala

daerah.

Sebagaimana halnya daerah lain di Indonesia, Kabupaten Rokan Hilir juga

turut melaksanakan pesta demokrasi dalam momen Pilkadasung. Kabupaten Rokan

Hilir yang merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Propinsi Riau.

Dalam pemilihan Bupati dan wakil Bupati Rokan hilir tahun 2006 lalu, yang

merupakan pemilihan eksekutif tingkat terendah yang ada di Indonesia. Maka setiap

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

parpol diperbolehkan mengajukan calon kepala daerah dan wakil kepala sesuai

dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) No. 7 tahun 2006.

Pencalonan Bupati Rokan Hilir oleh DPD Partai Golkar Rokan Hilir bersama

partai koalisi secara umum mencakup tiga tahap penting: pertama, penjaringan calon;

kedua, penyaringan dan seleksi yang telah dijaring; dan ketiga, penetapan calon.

Mencakup interaksi elit partai tingkat kabupaten terutama pengurus harian partai

tingkat kabupaten dengan tim yang dibentuk dan diberi wewenang untuk menetapkan

calon. Namun secara umum, tahap penjaringan calon mencakup interaksi elite partai

tingkat kabupaten dengan elit partai tingkat provinsi serta keputusan Dewan Pimpinan

Pusat Partai Golkar, dimana elit partai tingkat kabupaten yang mempunyai jaringan

luas di partai tingkat provinsi lebih besar peluangnya untuk terpilih sebagai calon dari

partai Golkar tersebut.

Fokus perhatian yang sejatinya menjadi sorotan publik Rokan Hilir ialah

dinamika wacana politik lokal beberapa bulan menjelang pelaksanaan Pilkada Bupati

Rokan Hilir 2006. Hingar-bingar perhelatan Pilkada semakin muncul kepermukaan,

ditandai dengan maraknya manuver-manuver politik yang dilancarkan masing-masing

calon Bupati dan partai yang mengusung melalui sosialisasi dan kampanye tahap awal

yang sangat intens untuk mentransfer ideologi, visi, misi, dan platform kepartaian ke

alam pikiran sadar konstituen guna mempengaruhi prefensi politik kearah

pembentukan pencitraan pragmatis partai politik menjelang Pilkada Bupati Rokan

Hilir 2006.

Seiring dengan perkembangan masyarakat yang menjadi lebih terbuka dan

adanya persaingan yang semakin tinggi antara para kontestan Pilkada Bupati,

keniscayaan pemasaran politik (political marketing) bagi sebagian calon Bupati

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

adalah metode dan cara yang dianggap tepat untuk menghasilkan kemenangan dalam

Pilkada. Di dunia Barat, marketing politik diyakini sebagai suatu metode ampuh yang

dapat membantu politisi dan parpol untuk dapat bersaing dan memenangkan

persaingan. Dalam marketing politik para calon harus memahami dan menganal siapa

audiennya, sehingga bisa membidik target secara tepat dan efisien. Dalam domain

politik, marketing menawarkan perspektif alternatif yang menekankan pada

penggunaan dengan pendekatan untuk membantu politisi agar lebih efisien serta

efektif dalam membangun hubungan dua arah dengan konstituen dan masyarakat.

Suasana politik yang semakin memanas menjelang dua bulan menuju Pilkada

Bupati Rokan Hilir 2006 merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan dalam

rangka memperoleh kekuasaan. Setiap calon diharuskan mampu merespon langsung

ke akar rumput (grass root) guna mengivestigasi dan mendengar masalah-masalah

yang berkaitan erat dengan pemenuhan artikulasi kepentingan masyarakat dan

konstituen. Keseluruhan kegiatan ini merupakan perwujudan dalam rangka memenuhi

target 35% perolehan suara dalam Pilkada bupati Rokan Hilir 2006.

Penggunaan marketing politik dalam hal ini dilandasi karena semakin

berkembangnya zaman yang menuntut adanya pendekatan baru dalam mengeksekusi

perubahan selera pemilih. Dengan adanya strategi political marketing yang dianggap

mampu mengakomodir rancangan konstruktif yang hendak dilakukan para calon

dalam merebut simpatik konstituennya, menjadi pertimbangan, H. Annas Maa’mun

untuk mengantisipasi lawan-lawan (rival) politiknya di daerah pemilihan dan

mendominasi perolehan suara ketimbang calon lainnya.

H. Annas Maa’mun merupakan figur politik yang telah lama berkecimpung di

Partai Golkar dan memahami sejauh mana perkembangan peta politik lokal

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

Kabupaten Rokan Hilir. Keikutsertaan H. Annas Maa’mun sebagai calon Bupati dari

Partai Golkar, murni dikarenakan dorongan untuk memberikan perubahan bagi

kepentingan masyarakat Rokan Hilir. Berangkat dari optimisme H. Annas Maa’mun

yang mengandalkan dan memanfaatkan dukungan dari Partai Golkar, PAN, PBB,

PATRIOT, kualisi ini dinamakan kualisi Rakyat Rohil untuk memenanangkan calon

yang mereka usulkan.

Dengan merujuk dari suatu metode political marketing, maka dalam hal ini H.

Annas Maa’mun dan Partai Golkar dapat mengimplikasikan dan memasarkan inisiatif

bauran antara produk politik, gagasan politik, isu politik, ideologi partai, dan program

kerja kepada masyarakat secara sistematis dan terencana sesuai dengan kebutuhan

yang diinginkan para pemilih melalui kegiatan kampanye bersama Partai Golkar yang

sesuai dengan Peraturan KPU No.07 tahun 2006, partai politik peserta Pilkada

melakukan seleksi bakal calon Bupati dan Wakil Bupati secara terbuka dan

demokratis sesuai dengan mekanisme internal Parpol.

Ketatnya persaingan antar peserta Pilkada dan berbagai argumen kekecewaan

masyarakat Rokan Hilir atas kinerja legislatif produk pemilu 2004 yang dianggap

mandul dalam mewakili kepentingan masyarakat dan berkembangnya prilaku pemilih

skeptis masyarakat dalam mengkualifikasikan sikap politiknya merupakan hal yang

mesti disikapi oleh calon Bupati dari partai Golkar yakni H. Annas Maa’mun sebagai

figur politik yang menempati nomor urut 2 yang didukung oleh empat partai politik

yakni Golkar, PAN, PBB dan Patriot dalam Pilkada Bupati Rokan Hilir 2006 untuk

bersaing dengan 4 calon lainnya yaitu Pasangan Drs. H. Aznur Affandi – H.Wan

Mukhtar SH yang didukung oleh PDI-P, PKB, PDS dan PBR, pasangan Drs.

H.M.Johar Firdaus, M.Si – Drs.H.Subroto yang didukung PBSD, Partai Merdeka,

PKP Indonesia, PNBK, PPNUI, PKPB, PKS, PSI, PPDI, Partai Pelopor, Partai

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

Demokrat dan PPD, pasangan H.Herman Sani SH, Msi – Saiman Amp yang didukung

oleh PPP, dan terakhir pasangan H.Ahmad Syah Harrofie, SH,MH – H.Ilyas RB yang

didukung oleh PPDK, PNI Marhaenisme dan PPIB, mereka inilah yang akan saling

merebut 308.959 konstituen yang tersebar di 892 TPS di 13 Kecamatan seluruh

daerah pemilihan di Kabupaten Rokan Hilir8

• Bagaimana mekanisme yang dilakukan internal Partai Golkar dan partai

koalisi dalam menentukan calon bupati yang akan di usung dalam pilkada

Rokan Hilir, serta bagaimana proses koalisi tersebut dapat terjadi?

yang diusung oleh Partai Golongan

Karya beserta beberapa partai lain yang berkoalisi.

Untuk itu Partai Golkar sebagai pengusung calon Bupati H. Annas Maa’mun –

H. Suyatno memegang peranan yang besar dalam upaya-upaya meloloskan pasangan

calonnya untuk menjadi Bupati dan Wakil Bupati Rohil periode 2006-2011, dan perlu

dicermati juga bagaimana proses koalisi yang terjadi antar partai-partai yang

mendukung pasangan tersebut.

I.2. Perumusan masalah

Berangkat dari pemaparan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka

penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian skripsi ini adalah sebagai

berilkut:

• Strategi dan Langkah-langkah apa sajakah yang dilakukan DPD Partai

Golkar Kabupaten Rokan Hilir dalam proses pemenangan H. Annas

Maa’mun sebagai Bupati pada Pilkada Rokan Hilir tahun 2006?

8 Komisi Pemilihan Umum Daerah Rokan Hilir

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

I.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian,

dan adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan DPD Partai Golkar

Kabupaten Rokan Hilir dalam proses pemenangan H. Annas Maa’mun

sebagai Bupati dalam Pilkada Rokan Hilir 2006.

2. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya koalisi antar partai yang

mendukung H. Annas Maa’mun sebagai Bupati dalam Pilkada Rokan Hilir

2006.

I.4. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat, baik itu untuk

peneliti itu sendiri dan terlebioh lagi untuk masyarakat luas. Untuk itu menurut

penulis manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis, tentunya penelitian ini dapat mengasah kemampuan penulis

dalam membuat suatu karya ilmiah dan melatih penulis untuk membiasakan

diri untuk membaca dan membuat karya tulis ilmiah. Melalui penelitian ini

juga penulis dapat menambah pengetahuan penulis mengenai masalah yang di

teliti.

2. Secara akademis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah khazanah

penelitian di bidang Ilmu Politik, khususnya di bidang political marketing dan

partai politik.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

I.5. Kerangka Teori

Teori merupakan seperangkat proporsi yang menggambarkan suatu gejala

terjadi seperti itu. Proporsi yang dikandung dan yang membentuk teori terdiri atas

beberapa konsep dalam bentuk hubungan sebab akibat. Namun, karena di dalam teori

juga megandung konsep teoritis, berfungsi menggambarkan realitas dunia

sebagaimana yang dapat diobservasi.9

Organisasi yang mempunyai fungsi sebagai penyalur artikulasi dan agregasi

kepentingan publik yang paling mapan adalah partai politik. Urgensi partai politik

semakin menggeliat manakala kita hubungkan dengan kepentingan publik yang perlu

didengar oleh pemerintah (bahkan terlebih lagi oleh parlemen).

Penggunaan teori penting kiranya dalam

menelaah suatu masalah atau fenomena sehingga masalah atau fenimena tesebut dapat

diterangkan secara eksplisit dan sistematis. Adapun teori-teori yang digunakan

peneliti dalam penelitian ini adalah :

I.5.1. Partai Politik

I.5.1.1. Pengertian Partai Politik

10

Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat. Dengan

meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta

diikut sertakan dalam proses politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan

Partai politik

menjadi terligitamasi adanya ketika demokrasi langsung mustahil untuk dilakukan di

negara modern saat ini sehingga partai politik merupakan sarana untuk menyalurkan

aspirasi publik yang agak sulit diagregasi dan diartikulasi ketika ruang geografi dan

kuantitas penduduk semakin besar.

9. M. Arif. Nasution, dkk, Metode Penelitian Sosial, Medan, Fisip USU Press, 2008, Hal.76-77. 10 Leo Agustono, Perihal Ilmu Politik, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2007, hal 100.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

berkembang menjadi penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak

lain. Partai politik umumnya dianggap sebagai manifestasi dari suatu sistem politik

yang sudah modern atau yang sedang dalam proses memodernisasikan diri. Maka dari

itu dewasa ini di negara-negara baru pun partai politik sudah menjadi lembaga politik

yang biasa dijumpai.11

Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok

yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-

cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan

merebut kedudukan politik.

Dari sediikit gambaran diatas, dapat disimpulkan secara sederhana bahwa

partai politik sejatinya memang merupakan “jembatan” antara rakyat dan pemerintah.

Selain itu, partai politik juga merupakan salah satu pilar dan institusi demokrasi yang

penting dalam membangun politik yang lebih berkualitas dan beradab.

12

Menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang partai politik, bab I

pasal 1 ayat pertama

13

Maka secara umum dapatlah dikatakan bahwa yang diartikan dengan partai

politik adalah suatu kelompok manusia yang terorganisir secara teratur baik dalam hal

:

“Partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional yang dibentuk oleh sekelompok warga Negara secara sukarela dan membela kepentingan politik anggota, masyrakat, bangsa dan Negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”

11. Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Poltik, Jakarta: Yayasan Obor, 1998, hal. 159. 12. Ibid, hal. 161. 13. Undang-undang Pemilu dan Partai Politik,, Jakarta, Gradien Mediatama, 2008, hal 213.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

pandangan, tujuan maupun tata cara rekruitmen keanggotaan, dengan tujuan pokok

yakni menguasai, merebut ataupun mempertahankan kekuasaannya dalam

pemerintahan secara konstitusional.

I.5.1.2. Tujuan Partai Politik

Setiap organisasi yang dibentuk oleh manusia tentunya memiliki tujuan-tujuan

tertentu. Demikian pula organisasi yang disebut Partai Politik. Tujuan pembentukan

suatu Partai politik, disamping yang utama adalah merebut, mempertahankan ataupun

menguasai kekuasaan dalam pemerintahan suatu negara juga dapat diperlihatkan dari

aktivitas yang dilakukan.

a. Berpartisipasi dalam sektor pemerintahan, dalam arti mendudukkan orang

orangnya menjadi pejabat pemerintah sehingga dapat turut serta mengambil

atau menentukan keputusan politik atau output pada umumnya;

b. Berusaha melakukan pengawasan, bahkan oposisi bila perlu terhadap

kelakuan, tindakan, kebijaksanaan para pemegang otoritas (terutama dalam

keadaan mayoritas pemerintahan tidak berada dalam tangan Partai Politik

yang bersangkutan).

c. Berperan untuk dapat memadu (streamlining) tuntutan-tuntutan yang masih

mentah (raw opinion), Sehingga Partai Politik bertindak sebagai penafsir

kepentingan dengan mencanangkan isu-isu politik (political issue) yang dapat

dicerna dan diterima oleh masyarakat secara luas.

I.5.1.3. Fungsi Partai Politik

Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan

guna mewujudkan program yang disusun berdasar ideologi yang mereka anut.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

Sedangkan pengertian fugsi partai lainnya, ialah14

Keempat, partai politik membuka ruang bagi lahirnya partisipasi politik.

Partisipasi dalam konteks ini menjurus kegiatan warga negara dalam mempengaruhi

pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik dan juga dalam ikut menentukan

: pertama, partai politik sebagai

sarana sosialisasi politik. Partai politik sebagai instrumen penting dalam negara

demokrasi berfungsi untuk melakukan penyaluran nilai, norma, aturan, atau kebiasaan

politik yang benar pada konstituennya, lebih umum lagi pada warga masyarakat.

Adapun beberapa cara dalam melakukan sosialisasi politik yang dilakukan oleh partai

politik, ialah: (1) sosialisasi politik formal; (2) sosialisasi politik non-formal; dan (3)

sosialisasi politik informal.

Kedua, partai politik sebagai sarana komunikasi politik. Salah satu tugas partai

politik adalah menyalurkan aneka ragam pendapat dan inspirasi warga masyarakat

dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam

masyarakat berkurang. Dalam masyarakat modern, pendapat dan inspirasi masyarakat

akan hilang tak berbekas apabila ditampung dan digabung dengan pendapat dan

inspirasi orang lain yang senada.

Fungsi ketiga partai politik adalah sebagai sarana rekrutmen politik. Oleh

karena tujuan utama dari partai politik adalah turut terlibat dalam politik praktis

kepemerintahan, maka sudah barang tentu salah satu fungsi partai adalah melakukan

rekrutmen guna mengisi posisi yang dubutuhkan dalam lembaga negara. Rekrutmen

politik minimal melaksanakan seleksi dan pemilihan serta mengangkat seseorang atau

sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam partai politik dan

pemerintahan. Dengan demikian partai turut memperluas partisipasi politik.

14. Leo Agustino, Op cit, hal 104-105.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

kepemimpinan pemerintah. Karena partai politik dibayangkan oleh warga negara atau

konstituennya dapat menyalurkan masukan-masukan tersebut, sehingga aspirasi dan

partisipasi publik dapat didengar oleh pemerintah yang berkuasa.dan, dalam titik

tertentu harapannya adalah, pemerintah mau melakukan revisi atau formulasi

kebijakan atas masukan-masukan yang telah diberikan oleh warga masyarakat.

Kelima, partai politik sebagai sarana pengelola konflik. Dalam suasana

demokrasi; persaingan dan perbedaan pendapat dalammasyarakat merupakan hal yang

wajar. Jika sampai terjadi konflik, partai politik harus mampu untuk mengakomodasi

dan memandu pelbagai perbedaan di dalam masyarakat untuk mencapai titik temunya

dalam dialog, sehingga menguntungkan kedua belah pihak yang bertikai. Strategi

yang dapat digunakan untuk melerai perbedaan atau konflik yang tengah terjadi

adalah dengan cara pencarian solusi melalui kompromi atau pun dialog. Kompromi

politik baru dapat dilakukan oleh partai politik bila kedua belah pihak (atau lebih)

yang bertikai mau membuka diri dan bersedia duduk bersama dan berniat untuk

menyelsaikan konflik.

Keenam, fungsi dari partai politik adalah melakukan kontrol politik. Kontrol

politik sangat dibutuhkan dalam negara demokratis. Ia tidak saja sebagai sarana untuk

menyediakan nuansa checks and balances yang aktual, tetapi juga, kontrol politik,

berupa kegiatan dalam menunjukkan kesalahan, kelemahan, dan penyimpngan yang

dilakukan oleh pemerintah berkuasa.

Adanya partai politik, dianggap sebagai suatu yang wajar-wajar saja terutama

dalam konteks nilai-nilai esensial sebuah demokrasi. Terlbih lagi, jika kita

menghubungkannya dengan perspektif teori demokrasi, pada dasarnya mengatakan

bahwa, kedudukan partai politik dalam hubungan ini lebih condong mengarah kepada

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

wacana ilmu sistem politik. Dan di sisi lain, mengatakan bahwa kehadiran partai

politik dilihat sebagai sarana untuk berpartisipasi.

I.5.1.4 Kampanye

Kampanye merupakan proses penyampaian program dari masing-masing

partai politik maupun pasangan calon melalui pesan-pesan politik yang bertujuan

untuk mengubah persepsi, sikap, dan prilaku pemilih. Perubahan yang dimaksud tentu

diupayakan dari tidak memilihnya menjadi memilihnya. Pada kesempatan kampanye

para kandidat menyampaikan visi dan misinya yang diarahkan menyentuh

kepentingan daerah yang bersangkutan. Pemilih yang masih menaruh harapan besar

terhadap visi misi para kandidat tentu akan menjadi pertimbangan utama bagi

pemilih.15

Selain itu, kampanye juga merupakan sebuah tindakan

politik bertujuan

mendapatkan pencapaian dukungan, usaha kampanye bisa dilakukan oleh perorangan

atau sekelompok orang yang terorganisir untuk melakukan pencapaian suatu proses

pengambilan keputusan di dalam suatu kelompok, kampanye biasa juga dilakukan

guna mempengaruhi, penghambatan, pembelokan pecapaian, Dalam sistem politik

demokrasi, kampanye politis berdaya mengacu pada kampanye elektoral pencapaian

dukungan, dimana wakil terpilih atau referenda diputuskan. Kampanye politis

tindakan politik berupaya meliputi usaha terorganisir untuk mengubah kebijakan di

dalam suatu institusi.

Isu politik atau program kandidat pada dasarnya bukanlah suatu yang terpisah

dari masyarakat. Artinya, untuk memahami program kandidat tidak cukup hanya

mengamati persoalan-persoalan politik yang sedang berkembang, melainkan harus

15. Ambo Upe, Sosiologi Politik Kontemprer, Jakarta, Prestasi Pustakarya, 2008, hal 220.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

dilihat dari bagaimana pandangan masyarakat masyarakat terhadap program yang

ditawarkan. Apakah pemilih mempunyai perhatian besar atau sebaliknya, apakah

bersikap positif atau justru bersikap negatif. Dengan demikian, kesadaran politik

pemlih dalam menyikapi berbagai jualan politik para kandidat menjadi sangat penting

dalam menentukan pilihannya.

I.5.2.1. Bentuk dan Jenis Kampanye

Kampanye umumnya dilakukan dengan slogan, pembicaraan, barang cetakan,

penyiaran barang rekaman berbentuk gambar atau suara, simbol-simbol, pada sistem

politik otoliter kampanye sering bisa dilakukan kedalam bentuk tindakan intimidasi,

propaganda atau dakwah.

I.5.2.2. Tujuan Kampanye

Kampanye pada awalnya dijalankan untuk sebuah rekayasa Pencitraan

kemudian berkembang menjadi upaya persamaan pengenalan sebuah gagasan atau

isu.Gagasan atau isu yang disampaikan bertujuan untuk mempengaruhi individu

ataupun kelompok masyarakat agar ikut dalam partisipasi politik atau dengan kata

lain memilih partai ataupun perseorangan yang melakukan kampanye itu. Melalui

kampanye ini partai-partai atau orang yang terlibat dalam partai tersebut

memperkenalakan apa yang menjadi visi dan misi mereka dan apa yang menjadi

tujuan mereka. Selain itu kampanye bertujuan untuk merngajak individu ataupun

kelompok masyarakat untuk mendukung dalam tercapainya tujuan partai ataupun

perseorangan yang melakukan kampanye.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

I.5.2.3. Isu Kampanye

Dalam setiap pelaksanaan kampanye selalu didukung dengan adanya isu-isu

kampanye. Isu kampanye dipahami sebagai segala sesuatu yang berupa janji politik

para kandidat termasuk sebelum masa kampanye. Isu kampanye pada dasarnya selalu

bernada ingin melakukan perubahan, namun perubahan yang dinginkan oleh

masyarakat belum juga dirasakan.16

Tim sukses berfungsi menjembatani kandidat dengan pemilih, tim sukses juga

memiliki pengaruh yang signifikan dalam mempengaruhi pemilih atas dasar ikatan

Masyarakat pemilih masih melihat isu kampanye

hanya sekedar janji ataupun sekedar promosi politik belaka. Dengan demikian, jika

isu kampanye yang disampaikan tidak terealisasi dengan baik, maka sudah pasti

masyarakat akan pesimis dengan janji-janji politik atau isu kampanye pada momen-

momen pemilihan berikutnya.

I.5.2.4. Juru Kampanye

Juru Kampanye merupakan tim kampanye yang terdaftar di KPUD yang

dibentuk oleh pasangan calon bersama-sama partai politik atau gabungan partai

politik. Juru kampanye juga dimaksudkan kepada siapa saja yang aktif dalam

menyampaikan program-program pasangan calon, baik pada saat masa kampanye

maupun diluar masa kampanye yang telah ditentukan. Juru kampanye baik yang resmi

maupun tidak resmi, berjenjang dari tingkat provinsi sampai pada pelosok-pelosok

desa. Distribusi tim sukses tersebut memiliki hubungan atau ikatan emosional dengan

konstituen dimana mereka berada.

16. Ibid, hal 222.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

emosional antara tim sukses dengan para pemilih.17

Teori koalisi partai politik telah lama berkembang di negara-negara Eropa

khususnya dan negara-negara dengan sistem parlementer pada umumnya. Dalam

sistem pemerintahan presidensil yang multipartai, kaolisi adalah suatu keniscayaan

untuk membentuk pemerintahan yang kuat. Hakikat koalisi sendiri adalah membentuk

pemerintahan yang kuat (strong government), mandiri (autonomous), dan tahan lama

(durable).

Ikatan emosional tersebut

merupakan faktor penting dalam proses kampanye.

I.5.3. Teori Koalisi Partai Politik

18 Hingga detik ini, koalisi antara partai politik tidak ada yang ideal, tidak

ada satu pun koalisi yan digalang para elit yang menghasilkan paduan yang kuat,

mandiri, dan tahan lama. Namun seringkali koalisi yang dibangun membingungkan.

Kompleksnya kekuatan politik, aktor dan ideologi menjadi faktor yang menyulitkan.

Secara teoritis, koalisi partai hanya akan berjalin bila dibangun di atas landasan

pemikiran yang realistis dan layak.19

Menurut studi Huang Wang, seorang peneliti dari New York University, yang

menyatakan bahwa di dalam setiap masyarakat kerap terdapat berbagai kerjasama

dalam suatu pengelompokan yang tepat (proper subset) dari aktor-aktor – baik berupa

kelompok-kelompok sosial (melalui organisasi) atau individu-individu untuk

bertarung menghadapi aktor-aktor lainnya jika terdapat tiga aktor atau lebih.

Pengelompokan aktor-aktor itu bisa disebut dengan koalisi.

20

17. Ibid, hal 224. 18 Bambang Cipto, Partai, Kekuasaan dan Militerisme, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000, hal. 22 19 Ibid.,hal. 22

Melihat dari hasil

penelitian Huang Wang, besar kemungkinan rencana munculnya wacana koalisi antar

20 http://tuhan.multiply.com/journal/item/39/Koalisi_Politik, diakses pada 07 Juli 2009 pukul 01.30 WIB

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

organisasi dimulai dari ide-ide dari individu yang ada (elit-elit kedua organisasi yang

ada).

Varian koalisi di Indonesia memang tidak terbangun berdasarkan landasan

yang kuat. Dalam teori, koalisi partai politik hanya akan berjalan jika dibangun

dengan pemikiran yang realistis dan rasional yang dapat dilakukan kedua pihak.

Koalisi tidak sekadar dimaknai sebagai pertemanan akan tetapi harus dibangun

dengan sasaran yang jelas. Teori koalisi tidak terlepas dari adanya kepentingan elit

dibelakangnya. Kepentingan elit yang bermain dalam menemukan arah koalisi ini

menyebabkan terkadang tidak dapat dijabarkan di tingkatan bawah (konstituen).

Menurut William Riker dalam bukunya The Theory of Political Coalition,

koalisi partai politik dimaknai sebagai, “....three-or-more-person game, the main

activity of the players is to select not only strategies, but patners. Patners once they

become such, then select a strategy”.21

Jadi suatu koalisi harus menyusun strategi yang sesuai dengan aktivitas para

aktor dan partner koalisi. Di sini suatu platform bersama menjadi pijakan suatu koalisi

dalam menghadapi aktor-aktor yang menjadi lawan mereka. Jadi koalisi memerlukan

adanya rekan (partner), lawan (adversaries) dan strategi. Koalisi partai politik tidak

Pada saat rekanan (partner) ini bergabung, dan

bekerjasama hanya dengan sejumlah aktor lain, dan bertarung mengadapi aktor-aktor

lainnya di luar mereka, setiap koalisi pada dasarnya mencari pengaruh langsung di

antara aktor-aktor tanpa adanya mediasi yang berbentuk material oleh karenanya

bersifat politis.

21 http://tuhan.multiply.com/journal/item/39/Koalisi_Politik, diakses pada 07 Juli 2009 pukul 01.30 WIB. Lihat juga The Theory of Political Coalition

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

didasarkan pada tujuan-tujuan yang bersifat material (misalnya uang) melainkan

tujuan-tujuan yang bersifat politis.

Tokoh politik pada membicarakan koalisi pada umumnya adalah dalam rangka

merebut kekuasaan, baik pada tingkatan legislatif maupun eksekutif. Pembentukan

koalisi partai politik akan lebih banyak memberikan manfaat bagi perkembangan

demokrasi dan terhadap efektivitas kebijakan. Substansi politik adalah sarana bagi

pencapaian tujuan bersama, yang berarti semakin kita dapat mengagregasikan

dukungan, antara lain dalam bentuk koalisi “permanen” yang tidak oportunitis akan

semakin besar kemungkinan untuk mencapai tujuan bersama itu, khususnya dalam

memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Koalisi yang banyak terbangun di Indonesia merupakan koalisi yang cair dan

rapuh. Koalisi yang seharusnya terbangun adalah koalisi yang permanen, dimana

koalisi permanen. merupakan koalisi yang terbentuk dari adanya nilai-nilai bersama,

tujuan politik yang sama dengan adanya konsensus dan kontral politik untuk

mempertahankan koalisi. Bukanlah koalisi pragmatis yang hanya berdasarkan

kepentingan sesaat untuk merebut kekuasaan.

Koalisi permanen ini memang tidak bisa dibentuk dengan sembarangan.

Mengacu pada teori Arend Lijphart, setidaknya terdapat empat teori koalisi yang bisa

diterapkan di Indonesia, Pertama, minimal winning coalition dimana prinsip dasarnya

adalah maksimalisasi kekuasaan. Dengan cara sebanyak mungkin memperoleh kursi

di kabinet dan mengabaikan partai yang tidak perlu untuk diajak berkoalisi. Kedua,

minimum size coalition, dimana partai dengan suara terbanyak akan mencari partai

yang lebih kecil untuk sekadar mencapai suara mayoritas. Ketiga, bargaining

proposition, yakni koalisi dengan jumlah partai paling sedikit untuk memudahkan

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

proses negosiasi. Dasar dari teori ini adalah memudahkan proses tawar-menawar dan

negosiasi karena anggota atau rekanan koalisi hanya sedikit. Keempat, minimal range

coalition, dimana dasar dari koalisi ini adalah kedekatan pada kecenderungan

ideologis untuk memudahkan partai-partai dalam berkoalisi dan membentuk kabinet.

Dasar dari teori ini adalah kedekatan pada kecenderungan ideologis. Kelima, minimal

connected winning coalition, dimana dasar berpijak teori ini adalah bahwa partai-

partai berkoalisi karena masing-masing memiliki kedekatan dalam orientasi

kebijakannya.22

KIRI KANAN

Untuk memahami pola-pola koalisi yang mungkin terbentuk maka partai-

partai disusun dalam spektrum ideologi sebagai berikut :

A ( 21 ) B ( 12 ) C ( 33 ) D ( 26 ) E ( 8 ) TOTAL = 100

Huruf A sampai E menunjukkan partai politik yang disusun berdasarkan

kecenderungan ideologi. Sedangkan angka-angka yang dalam tanda kurung adalah

persentasi perolehan kursi di parlemen. Partai A berada pada spektrum ideologi kiri,

sedangkan E berada pada spektrum ideologi kanan, sementara partai C adalah partai

dengan ideologi tengah. Sebagaimana pada spektrum ideologi Eropa, maka disebelah

kiri C adalah partai-partai Nasionalis-Sekuler, sedangkan pada sebelah kanan C

terletak partai-partai Nasionalis-Religius, demikian juga semakin ke kiri akan semakin

sekuler dan radikal.

22 http://theindonesianinstitute.com/index.php/20080915264/Koalisi-untuk-Pemerintahan-yang-kuat.html, diakses pada hari Kamis 11 September 2008 pukul 23.00 WIB. Lihat juga pada Bambang Cipto, Partai, Kekuasaan, dan Militerisme, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000, hal. 23

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

Dalam teori politik, koalisi adalah peranti paling efektif meraih kekuasaan.

Koalisi diperlukan untuk menggalang dukungan dalam membentuk pemerintahan oleh

partai pemenang pemilu, di sisi lain dibutuhkan dalam rangka membangun dan

memperkuat oposisi bagi partai-partai politik yang duduk di parlemen namun tidak

ikut memerintah. Dalam sistem presidensial sebagai pesan dari UUD 1945, eksekutif

dan legislatif adalah dua lembaga terpisah yang tidak bisa saling menjatuhkan satu

sama lain.

Koalisi tidak terelakkan karena sistem politik politik multipartai melahirkan

aroma sistem parlementer. Koalisi antarparpol dengan demikian menjadi semacam

motor penggerak bagi terpilihnya kandidat pemimpin, koalisi hanya dimaknai sebatas

intrumen merebut kekuasaan. Cairnya koalisi yang diperagakan oleh parpol saat ini

menunjukkan hilangnya demarkasi ideologis dan visi yang ditukarkan dengan mata

uang kepentingan. Padahal, secara ideal, koalisi dapat berjalan efektif manakala

terjadi titik temu di level paradigmatik, yaitu, ideologi, visi-misi, kultur dan corak

kebangsaannya. Teori ini digunakan dalam penelitian untuk menganalisis kebijakan

koalisi dan pelaksanaan serta implikasinya.

Hubungan teori di atas dengan perumusan masalah adalah bahwa koalisi yang

terjadi dalam sebuah pertarungan politik adalah election (pemilihan) sangat

menentukan arah pengambilan keputusan dalam proses rekrutmen politik (mulai dari

penjaringan sampai penetapannya) yang dilakukan. Ini dikarenakan dalam koalisi

terdapat lebih dari satu elemen kepentingan yang bermain. Oleh karena itu diperlukan

kesepatakan bersama dalam menentukan langkah-langkah untuk mencapai tujuan

bersama.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

I.6. Metode Penelitian

Metode penelitian didefenisikan sebagai ajaran mengenai cara-cara yang

digunakan dalam memproses penelitian. Metode berguna untuk memberikan

ketepatan, kebenaran dan pengetahuan yang mempunyai nilai ilmiah yang tinggi.23

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan penekanan pada

deskriptif dan analitis. Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap dan

memahami sesuatu dibalik fenomena yang sedikitpun belum diketahui. Metode ini

juga dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu yang baru sedikit

diketahui, metode kualitatif juga dapat memberikan rincian yang kompleks tentang

fenomena yang sulit di ungkap oleh metode kuantitatif.

Untuk itu, penelitian ini akan memaparkan beberapa cara sebagai batasan untuk

mencapai kebenaran ilmiah, yakni : jenis penelitian, lokasi penelitian, teknik

pengumpulan data, dan teknik analisis data.

I.6.1. Jenis Penelitian

24

Dengan metode dan pendekatan penelitian ini penulis dimaksudkan agar dapat

melihat dan memahami mengenai peran partai Golkar dalam proses pemenangan H.

Annas Maa’mun pada Pilkada Rokan Hilir Tahun 2006.

I.6.2. Lokasi Penelitian

Untuk mendapatkan informasi yang menyangkut masalah penelitian ini maka

penulis melakukan penelitian di DPC partai Golkar Rokan Hilir.

23. Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung: CV. Mandar Majuy, 1996, hal. 17. 24. Ansem Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Tata Langkah dan Teknik-teknik Teorisasi Data, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003, hal.5.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

I.6.3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan oleh peneliti

dalam penelitian ini untuk memperoleh informasi atau data yang akurat sehingga

dapat dipertanggung jawabkan sebagai suatu penelitian sosial yang ilmiah. Adapun

data yang akan dikumpulkan dalam upaya pengumpulan data di bagi menjadi dua

yaitu :

1. Data Primer

Data primer diperoleh dari wawancara langsung yang dilakukan penulis

dengan pengurus partai Golkar yang terlibat dalam proses pemenangan H.

Annas Maa’mun agar memperoleh data yang benar dan akurat.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan yang antara lain

mengumpulkan buku-buku, koran, majalah, dan bahan-bahan lainnya yang

dianggap berkaitan dengan masalah yang diteliti oleh penulis sebagai

bahan tambahan untuk melengkapi keakuratan dari data primer.

I.6.4. Teknik Analisis Data

Penelitian ini bersifat deskripsi dengan tujuan memberi gambaran mengenai

situasi atau kejadian yang terjadi. Data yang terkumpul melalui wawancara dan

dokumentasi akan dianalisis secara mendalam yang selanjutnya akan menghasilkan

suatu kesimpulan yang menjelaskan masalah yang diteliti. Permasalahan yang akan

diteliti akan menjawab tujuan penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19088/4/Chapter I.pdf · Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

I.7. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini akan terdiri dari beberapa bab. Adapun tiap bab terdiri

dari :

BAB I : Pendahuluan

Bab I ini berisi tentang latar balakang masalah, perumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metode peneltian,

dan sistematika penulisan.

BAB II : Deskripsi Lokasi Penelitian

Bab ini berisikan tentang Profil Partai Golkar Kabupaten Rokan Hilir

dan calon Bupati yang di usung Partai Golkar dan Koalisinya.

BAB III : Panyajian dan Analisis Data

Bab ini berisi data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan

mengenai peran Partai Golkar dan Partai Koalisi dalam proses

pemenangan H. Annas Maa’mun pada Pilkada 2006, yang kemudian

akan dianalisis oleh penulis mengenai peran partai Golkar tersebut.

BAB IV : Penutup

Bab IV ini adalah bagian terakhir dari penulisan skripsi ini yang berisi

tentang kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan pada bab-bab

sebelumnya dan saran-saran yang berguna bagi penulis secara khusus

dan berguna bagi organisasi secara umum.

Universitas Sumatera Utara