BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang...

21
1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Taganing merupakan seperangkat gendang bersisi satu (single-headed braced drum) yang berasal dari kebudayaan Batak Toba. Alat musik ini terdiri dari lima buah drum dengan nada yang masing-masing berbeda, yakni odap- odap (gendang yang paling besar/lebih kecil dari gordang), paidua odap-odap, painonga, paidua ting ting, dan ting ting (gendang yang paling kecil). Alat ini dimainkan oleh satu orang yang disebut partaganing dengan menggunakan dua buah stik pemukul (palu-palu). Taganing lazimnya dimainkan dalam ansambel gondang sabangunan 1 Dalam penyajiannya, taganing memiliki peranan ganda baik dalam penguasaan repertoar maupun pemainan melodi dan ritme. Dari sisi penguasaan repertoar, taganing berperan sebagai pemberi aba-aba dengan isyarat-isyarat ritme yang harus dipatuhi oleh instrumen lainnya. Di sisi lainnya, taganing berperan bersama sarune sebagai pembawa melodi. Dalam hal ini, sarune berfungsi sebagai patron dalam menyelaraskan nada pada taganing. Ting ting . Ansambel ini meliputi empat instrumen lainnya, yaitu sarune bolon (double reeds-oboe), gordang (singel-headed braced drum), empat buah ogung (suspended-gongs); ogung oloan, ogung ihutan, ogung panggora, dan ogung doal, serta satu buah hesek (idiophone). 1 Pada perkembangannya, taganing dipakai pada ansambel gondang hasapi sebagai pembawa ritme konstan ataupun variatif. (lihat Tarihoran 1994)

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50469/4/Chapter I.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN. 1. 1. Latar Belakang Masalah . Taganing. merupakan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang Masalah

Taganing merupakan seperangkat gendang bersisi satu (single-headed

braced drum) yang berasal dari kebudayaan Batak Toba. Alat musik ini terdiri

dari lima buah drum dengan nada yang masing-masing berbeda, yakni odap-

odap (gendang yang paling besar/lebih kecil dari gordang), paidua odap-odap,

painonga, paidua ting ting, dan ting ting (gendang yang paling kecil). Alat ini

dimainkan oleh satu orang yang disebut partaganing dengan menggunakan dua

buah stik pemukul (palu-palu).

Taganing lazimnya dimainkan dalam ansambel gondang sabangunan1

Dalam penyajiannya, taganing memiliki peranan ganda baik dalam

penguasaan repertoar maupun pemainan melodi dan ritme. Dari sisi penguasaan

repertoar, taganing berperan sebagai pemberi aba-aba dengan isyarat-isyarat

ritme yang harus dipatuhi oleh instrumen lainnya. Di sisi lainnya, taganing

berperan bersama sarune sebagai pembawa melodi. Dalam hal ini, sarune

berfungsi sebagai patron dalam menyelaraskan nada pada taganing. Ting ting

.

Ansambel ini meliputi empat instrumen lainnya, yaitu sarune bolon (double

reeds-oboe), gordang (singel-headed braced drum), empat buah ogung

(suspended-gongs); ogung oloan, ogung ihutan, ogung panggora, dan ogung

doal, serta satu buah hesek (idiophone).

1Pada perkembangannya, taganing dipakai pada ansambel gondang hasapi sebagai

pembawa ritme konstan ataupun variatif. (lihat Tarihoran 1994)

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50469/4/Chapter I.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN. 1. 1. Latar Belakang Masalah . Taganing. merupakan

2

(gendang paling kecil) diselaraskan dengan nada paling tinggi pada sarune

bolon. Sebaliknya, odap-odap (gendang paling besar) diselaraskan dengan nada

paling rendah pada sarune bolon Namun, tidak seluruh repertoar taganing

berperan sebagai pembawa melodi.

Dalam memainkan taganing, terdapat empat macam teknik, yaitu:

memukul stik pada bagian tengah gendang, memukul stik pada bagian pinggir

gendang, memukul stik pada bagian tengah gendang dan menghentikannya

dengan cara menekan permukaan gendang dengan ujung stik, dan menekan

permukaan gendang dengan ujung jari tangan kiri sementara tangan kanan

memukul permukaan gendang (Hutajulu, 2005). Keempat teknik tersebut

berkaitan dengan pola-pola yang dihasilkan, yaitu: (1) mangarapat, yaitu kedua

stik dipukulkan pada gendang secara bergantian, teknik ini dimainkan pada saat

taganing secara keseluruhan membawa melodi atau mengikuti pola sarune

bolon, (2) didang-didang, yaitu stik pada tangan kiri mengikuti pola siklus

ogung dan stik pada tangan kanan mengikuti pola melodi sarune bolon, (3)

mangodap-odapi, yaitu stik pada tangan kiri mengikuti pola siklus ogung dan

stik pada tangan kanan hanya membuat pola ritme dengan aksentuasi tertentu

diantara melodi sarune bolon. Teknik-teknik tersebut di atas diperoleh dari

proses pengajaran yang bersifat lisan.

Kebudayaan musik Batak Toba merupakan sebuah tradisi lisan. Tradisi

lisan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) nama pencipta repertoar-repertoar

tidak ada/tidak jelas, (2) tidak memiliki notasi tersendiri, dan (3) proses

transmisi yang dilakukan generasi yang lebih tua ke generasi selanjutnya dengan

cara lisan atau dengan praktek langsung. Ciri-ciri tersebut ditemukan pada musik

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50469/4/Chapter I.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN. 1. 1. Latar Belakang Masalah . Taganing. merupakan

3

Batak Toba khususnya pada gondang sabangunan. Repertoar-repertoar yang ada

tidak jelas siapa penciptanya sehingga notasi yang baku pun tidak dapat

ditemukan. Dengan tidak adanya satu bentuk yang baku dari repertoar-repertoar

itu, generasi yang lebih tua meneruskannya melalui lisan dan praktek langsung

terhadap muridnya. Hal ini menimbulkan lahirnya variasi-variasi yang baru dari

pola-pola sebelumnya. Selain itu, pengaruh dari kebudayaan di luar Batak Toba

dapat membuat pengetahuan dan pengalaman musik para partaganing bertambah

luas sehingga dapat merubah pola-pola yang sudah ada.

Sepuluh tahun yang lalu, penulis masih dapat mendengar gondang

sabangunan dengan instrumen yang lengkap pada banyak acara-acara adat di

daerah Balige dan Laguboti. Bunyi-bunyi ogung, taganing, dan sarune bolon

bisa terdengar sejauh dua kilometer bahkan lebih. Namun, seiring dengan

masuknya instrumen baru dalam gondang sabangunan, seperti keyboard dan

brass band telah menggeser peranan instrumen asli. Salah satu instrumen tradisi

yang tetap dipertahankan yakni taganing. Oleh sebab itu, pemahaman

masyarakat pun lambat laun dapat berubah akan keberadaan gondang

sabangunan itu sendiri. Hal ini terbukti dengan semakin seringnya acara-acara

adat di Balige dan sekitarnya telah menggunakan format band, brass band,

keyboard, dan taganing serta sulim sebagai pangganti gondang sabangunan. Hal

itulah yang menarik penulis untuk memilih taganing sebagai objek penelitian.

Pergeseran penggunaan gondang sabangunan dalam masyarakat Batak

Toba juga secara otomatis berdampak pada penggunaan jenis repertoarnya. Hal

ini dapat dilihat dari tradisi permainan repertoar si pitu gondang. Si pitu gondang

merupakan repertoar yang dimainkan sebagai pembuka sebuah upacara adat

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50469/4/Chapter I.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN. 1. 1. Latar Belakang Masalah . Taganing. merupakan

4

Batak Toba. Repertoar si pitu gondang dibagi dalam tiga kelompok gondang,

yaitu (1) gondang mula; (2) gondang pasu-pasuan; dan (3) gondang hasahatan.

Dalam tiga kelompok gondang ini masih terdapat lagi jenis repertoar lainnya.

Dalam penyajiannya, si pitu gondang dibawakan dengan tujuh jenis

gondang yang berasal dari tiga kelompok gondang tersebut di atas. Jenis

gondang yang dimainkan dapat berubah-ubah sesuai dengan permintaan paminta

gondang atau sesuai dengan keperluan acara. Menurut Irwansyah (dalam

Tarihoran 1994:36), gondang yang terdapat pada si pitu gondang dapat

dimainkan secara menyeluruh tanpa berhenti, atau dimainkan secara terputus

(berhenti pada saat pergantian gondang).

Selama si pitu gondang dimainkan peserta upacara tidak diperbolehkan

untuk manortor. Hal ini didasarkan pada konsep si pitu gondang yang awalnya

dimainkan untuk menghormati sahala badia guru, yaitu mula jadi na bolon yang

telah memberi pengajaran kepada pargonsi untuk dapat bermain gondang.

Selain itu, juga untuk menghormati roh leluhur dan kekuatan-kekuatan

supranatural agar upacara tersebut dapat berlangsung dengan baik tanpa

diganggu oleh roh-roh jahat (Simangunsong 2006:22).

Eksistensi si pitu gondang dalam kebudayaan kepercayaan Parmalim

menjadi salah satu ketertarikan dalam diri penulis dan keinginan untuk

mendapatkan dokumentasi pola ritme taganing adalah hal lain yang menarik

penulis untuk mengkajinya.

Penulis memfokuskan pada seorang partaganing yang masih eksis di

Laguboti yaitu bapak Maningar Sitorus. Beliau merupakan penganut

kepercayaan Parmalim dan dipercaya sebagai partaganing pada upacara-upacara

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50469/4/Chapter I.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN. 1. 1. Latar Belakang Masalah . Taganing. merupakan

5

keagamaan dan adat pada komunitas Parmalim yang berpusat di Huta Tinggi,

kecamatan Laguboti kabupaten Toba Samosir. Beliau juga aktif sebagai

partaganing pada acara-acara adat masyarakat Batak non-Parmalim khususnya

di Laguboti, Balige, Porsea, dan sekitarnya. Pengalaman beliau lebih dari 20

tahun sebagai partaganing membuat penulis tertarik untuk menjadikan beliau

sebagai narasumber utama dalam penulisan skripsi ini. Selain dikenal sebagai

partaganing, bapak Maningar Sitorus juga dikenal sebagai pargarantung

(pemain garantung).

Di samping itu, sebagai seorang Parmalim beliau sangat menjaga tradisi

dan adat terutama dalam hal musik tradisi sehingga besar kemungkinan gondang

yang dimainkan oleh beliau masih kental dengan ritual dan doa-doa seperti

gondang pada masyarakat Batak pra-Kristen. Menurut beliau, manusia

menerima karunia dan anugerah yang berbeda-beda dari Yang Maha Kuasa,

salah satunya adalah kebudayaan. Oleh karena itu manusia harus menyembah

dam memuliakanNya melalui karunia itu yang dalam hal ini melalui adat istiadat

dan gondang. Melalui gondang manusia dapat berkomunikasi dengan Yang

Maha Kuasa. Hal ini membuat gondang menjadi sesuatu yang sakral dan serius

sehingga dalam penyajiannya dalam masyarakat Batak memiliki makna dan

fungsi masing-masing berdasarkan judul gondang tersebut.

Oleh karena itu, penulis hendak mendokumentasikan dan mengkaji pola-

pola ritme taganing yang dimainkan oleh bapak Maningar Sitorus dan membuat

analisis musikal terhadap pola-pola ritme tersebut. Penulis memfokuskan pada

repertoar si pitu gondang. Adapun judul gondang yang akan penulis teliti dalam

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50469/4/Chapter I.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN. 1. 1. Latar Belakang Masalah . Taganing. merupakan

6

tulisan ini mewakili setiap kelompok gondang, yaitu gondang mula-mula,

gondang didang-didang, dan gondang si tio-tio.

Dalam melakukan kerja keilmuan tersebut, penulis menggunakan disiplin

etnomusikologi. Banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli mengenai

etnomusikologi ini, namun dalam hal ini penulis menggunakan defenisi pada

laman web www.ethnomusicology.org dan yang dikemukakan oleh Alan P.

Merriam (1964) sebagai berikut.

Ethnomusicology is the study of music in its cultural context. Ethnomusicologists approach music as a social process in order to understand not only what music is but why it is: what music means to its practitioners and audiences, and how those meanings are conveyed

Ethnomusicology is highly interdisciplinary. Individuals working in the field may have training in music, cultural anthropology, folklore, performance studies, dance, cultural studies, gender studies, race or ethnic studies, area studies, or other fields in the humanities and social sciences. Yet all ethnomusicologists share a coherent foundation in the following approaches and methods: 1) Taking a global approach to music (regardless of area of origin, style, or genre). 2) Understanding music as social practice (viewing music as a human activity that is shaped by its cultural context). 3) Engaging in ethnographic fieldwork (participating in and observing the music being studied, frequently gaining facility in another music tradition as a performer or theorist), and historical research.

Ethnomusicologists are active in a variety of spheres. As researchers, they study music from any part of the world and investigate its connections to all elements of social life. As educators, they teach courses in musics of the world, popular music, the cultural study of music, and a range of more specialized classes (e.g., sacred music traditions, music and politics, disciplinary approaches and methods). Ethnomusicologists also play a role in public culture. Partnering with the music communities that they study, ethnomusicologists may promote and document music traditions or participate in projects that involve cultural policy, conflict resolution, medicine, arts programming, or community music. Ethnomusicolo-gists may work with museums, cultural festivals, recording labels, and other institutions that promote the appreciation of the world’s musics (http://www.ethnomusicology.org/?page=whatisethnomusicology).

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50469/4/Chapter I.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN. 1. 1. Latar Belakang Masalah . Taganing. merupakan

7

Berdasarkan kutipan dalam situs web etnomusikologi.org tersebut, maka

dapat dimengerti bahwa etnomusikologi adalah studi (kajian) musik dalam

konteks budaya di mana musik itu tumbuh dan berkembang. Biasanya para ahli

etnomusikologi yang dalam bahasa Indonesia lazim disebut etnomusikolog,

melakukan pendekatan musik sebagai proses sosial untuk memahami tidak

hanya apa musik tapi mengapa: apa artinya praktik musik dan khalayak, dan

bagaimana makna yang disampaikan musik tersebut.

Seterusnya apabila dilihat secara keilmuan, maka etnomusikologi sangat

interdisipliner. Artinya para ilmuwan yang bekerja di lapangan etnomusikologi

ini mungkin saja berasal dari pelatihan musik, atau ilmuwan antropologi budaya,

cerita rakyat, kajian pertunjukan, tari, studi budaya, studi gender, studi ras atau

etnik, studi kawasan, atau bidang lainnya di bidang ilmu-ilmu humaniora dan

sosial. Namun semua etnomusikolog berbagi landasan yang koheren dalam

pendekatan dan metodenya, seperti berikut: (1) Mengambil pendekatan global

untuk musik (terlepas dari daerah asal, gaya, atau genre). (2) Memahami musik

sebagai praktik sosial (melihat musik sebagai aktivitas manusia yang dibentuk

oleh konteks budaya). (3) Melakukan penelitian lapangan etnografi

(berpartisipasi aktif dalam mengamati musik yang sedang dipelajari, mengkaji

tradisi musik baik sebagai pemain atau ahli teori sekeligus), dan penelitian

sejarah musik.

Para etnomusikolog biasanya aktif dalam berbagai bidang. Sebagai

peneliti, mereka belajar musik dari setiap bagian di dunia ini dan menyelidiki

koneksi ke semua elemen kehidupan sosial. Sebagai pendidik musik, mereka

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50469/4/Chapter I.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN. 1. 1. Latar Belakang Masalah . Taganing. merupakan

8

mengajar kursus musik dunia, musik populer, studi budaya musik, dan berbagai

kelas yang lebih khusus (misalnya, tradisi musik sakral, musik dan politik,

mengajarkan pendekatan disiplin ilmu dan metode). Etnomusikolog juga

berperan di dalam budaya masyarakat. Bermitra dengan komunitas musik yang

mereka pelajari, etnomusikolog dapat mempromosikan dan mendokumentasikan

musik tradisi atau berpartisipasi dalam proyek-proyek yang melibatkan

kebijakan budaya, penyelesaian konflik, pengobatan (melalui media musik),

pemrograman seni, atau komunitas musik. Etnomusikolog dapat bekerja pada

museum, festival budaya, rekaman label, dan lembaga lain yang

mempromosikan apresiasi musik dunia.

Dalam sejarah perkembangan etnomusikologi, terjadi gabungan dua

disiplin yaitu muskologi dan etnologi. Musikologi selalu digunakan dalam

mendeskrip-sikan struktur musik yang mempunyai hukum-hukum internalnya

sendiri--sedangkan etnologi memandang musik sebagai bahagian dari fungsi

kebudayaan manusia dan sebagai suatu bahagian yang menyatu dari suatu

dunia yang lebih luas. Secara tegas dan gamblang dinyatakan oleh Merriam

sebagai berikut.

Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but tidakes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50469/4/Chapter I.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN. 1. 1. Latar Belakang Masalah . Taganing. merupakan

9

Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music sound (Merriam, 1964:3-4). Berdasarkan kutipan paragraf di atas, menurut Merriam, para pakar

etnomusikologi membawa dirinya sendiri kepada pembahagian bidang kajian

ilmu. Oleh karena itu, selalu dilakukan percampuran dua bagian keilmuan, yaitu

musikologi dan etnologi. Kemudian menimbulkan kemungkinan-kemungkinan

masalah besar dalam rangka mencampurkan kedua disiplin itu dengan cara

yang unik, dengan penekanan pada salah satu bidangnya, tetapi tetap

mengandung kedua disiplin tersebut. Sifat dualisme lapangan studi ini, dapat

ditandai dari literatur-literatur yang dihasilkannya. Seorang sarjana menulis

secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu sistem tersendiri,

sedangkan sarjana lain memilih untuk memperlakukan musik sebagai suatu

bahagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai bagian yang integral

dari keseluruhan kebudayaan ini. Pada saat yang sama, beberapa sarjana

dipengaruhi secara luas oleh pakar antropologi Amerika, yang cenderung untuk

mengandaikan kembali suatu aura reaksi terhadap aliran-aliran yang

mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai dengan melakukan studi

musik dalam konteks etnologisnya. Di sini, penekanan etnologi yang

dilakukan oleh para sarjana ini tidak seluas struktur komponen suara musik

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50469/4/Chapter I.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN. 1. 1. Latar Belakang Masalah . Taganing. merupakan

10

sebagai suatu bahagian dari permainan musik dalam kebudayaan, dan fungsi-

fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan manusia yang lebih luas.

Dengan demikian, kerja keilmuan yang penulis lakukan adalah sesuai dengan

uraian mengenai apa itu etnomusikologi seperti tersebut di atas.

Untuk itu, penulis membuat tulisan ini dengan judul : Deskripsi

Struktur dan Fungsi Musik Taganing pada Repertoar Si Pitu Gondang

dalam Ensambel Gondang Sabangunan yang Disajikan oleh Maningar

Sitorus.

1. 2. Pokok Permasalahan

1. Bagaimana konsep penyajian sipitu gondang dalam gondang

sabangunan?

2. Bagaimana fungsi sipitu gondang dalam gondang sabangunan dalam

kebudayaan masyarakat Batak Toba?

3. Bagaimana struktur musik taganing pada repertoar si pitu gondang

dalam gondang sabangunan?

1. 3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana konsep si pitu gondang dalam

penyajiannya pada sebuah upacara.

2. Untuk mengetahui fungsi taganing pada repertoar si pitu gondang

dalam gondang sabangunan dalam kebudayaan masyarakat batak

Toba.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50469/4/Chapter I.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN. 1. 1. Latar Belakang Masalah . Taganing. merupakan

11

3. Untuk mengetahui struktur taganing pada repertoar si pitu gondang

dalam gondang sabangunan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

1. Sebagai dokumentasi atau literatur mengenai pola ritme taganing

pada gondang sabangunan.

2. Menambah referensi tentang pola-pola ritme taganing bagi peneliti

selanjutnya.

1. 4. Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

Menurut Kamus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Departemen Pendidikan

Naional, analisis berarti: pemaparan dengan kata-kata seeara jelas dan terperinci.

Sruktur artinya cara sesuatu disusun atau dibangun. Struktur juga berarti

susunan pembentuk sesuatu. Sedangkan musikal artinya unsur-unsur musik

terutama ritme dan melodi. Ritme merupakan bahasa serapan berasal dari bahasa

Inggris yaitu Rhythm yang berarti pukulan kuat dan lemah yang berulang secara

teratur dalam berpidato, bermusik, dan tarian (The Advanced Learner’s

Dictionary of Current English, Oxford University Press). Ritme juga berarti

durasi bunyi dalam musik.

Deskripsi struktur musik dalam tulisan ini berarti kegiatan keilmuan

yang bertujuan untuk menggambarkan dan mempelajari pola-pola atau struktur

atau bentuk-bentuk ritme taganing yang terdapat pada repertoar gondang

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50469/4/Chapter I.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN. 1. 1. Latar Belakang Masalah . Taganing. merupakan

12

sabangunan. Struktur yang dimaksud mencakup pola ritme (ritem), meter,

tempo, frasa, dan motif.

Taganing (singel-headed braced drum) adalah seperangkat gendang yang

terdiri dari lima buah masing-masing memiliki nada yang berbeda-beda.

Taganing berperan sebagai pembawa melodi pada repertoar musik tradisional

Batak Toba bersama dengan sarune bolon (double reeds-oboe). Orang yang

memainkan taganing disebut dengan partaganing.

Repertoar adalah kumpulan beberapa komposisi lagu dalam sebuah acara

atau upacara. Contohnya repertoar si pitu gondang, terdapat beberapa komposisi

lagu dan dalam penyajiannnya paling banyak tujuh komposisi gondang. Sipitu

gondang merupakan pembuka (lambang pengesahan dimulainya) upacara adat

dalam masarakat Batak Toba.

Gondang sabangunan adalah salah satu ansambel musik tradisonal Batak

Toba selain gondang hasapi (uning uningan). Pada tradisi musik Batak Toba,

kata gondang memiliki arti: (1) instrumen musik (taganing=gondang), (2)

ansambel musik, dan (3) judul komposisi lagu (Pasaribu, 1987). Gondang

sabangunan terdiri dari taganing (singel-headed braced drum); gordang dan

anak ni taganing, sebuah sarune bolon (double reeds-oboe), empat buah ogung

(suspended-gongs); ogung oloan, ogung ihutan, ogung panggora, dan ogung

doal, serta satu buah hesek (idiophone).

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50469/4/Chapter I.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN. 1. 1. Latar Belakang Masalah . Taganing. merupakan

13

1.4.2 Teori

Teori dapat digunakan sebagai landasan kerangka berfikir dalam

membahas suatu permasalahan. Untuk itu, penulis menggunakan beberapa teori

sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori yang diungkapkan oleh

Bruno Nettl dan Gerald Behague (1991) bahwa sebuah kebudayaan rakyat atau

kebudayaan lisan, sebuah lagu atau musik harus dinyanyikan, diingat, dan

diajarkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Jika hal ini tidak terjadi,

maka lagu atau musik itu akan mati dan hilang. Namun, ada alternatif lain, jika

musik tersebut tidak diterima oleh penonton, hal ini mungkin dapat disesuaikan

dengan kebutuhan dan keinginan dari orang-orang yang mempertunjukkan dan

mendengarnya. Nettl juga mengemukakan bahwa perubahan sangat mungkin

terjadi pada tradisi oral. Hal inilah yang terjadi pada musik tradisional Batak

Toba yang merupakan tradisi lisan khususnya gondang sabangunan sehingga

memungkinkan para pemusik (pargonci) membuat variasi masing-masing

supaya tetap dapat diterima oleh masyarakat.

Untuk mendeskripsikan fungsi taganing pada repertoar si pitu gondang

dalam gondang sabangunan dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba, penulis

menggunakan teori penggunaan dan fungsi musik, seperti yang dikemukakan

oleh Alan P. Merriam (1964:223-226). Menurut Merriam penggunaan (uses)

dan fungsi (function) merupakan salah satu masalah yang terpenting di dalam

etnomusikologi. Penggunaan musik meliputi pemakaian musik dalam

konteksnya atau bagaimana musik itu digunakan, sedangkan fungsi musik

berkaitan dengan tujuan pemakaian musik tersebut.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50469/4/Chapter I.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN. 1. 1. Latar Belakang Masalah . Taganing. merupakan

14

Di dalam buku Allan P. Merriam juga disebutkan bahwa paling tidak

sampai tahun 1964 para etnomusikolog mendeskripsikan sepuluh fungsi musik

dalam ilmu etnomusikologi yaitu:

1. Fungsi pengungkapan emosional,

2. Fungsi pengungkapan estetika,

3. Fungsi hiburan,

4. Fungsi komunikasi,

5. Fungsi perlambangan,

6. Fungsi reaksi jasmani,

7. Fungsi yang berkaitan dengan norma sosial,

8. Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan,

9. Fungsi kesinambungan kebudayaan, dan

10. Fungsi pengintregasian masyarakat.

Teori fungsionalisme dalam ilmu antopologi mulai dikembangkan oleh

seorang pakar yang sangat penting dalam sejarah teori antropologi, yaitu

Bronislaw Malinowski (1884-1942). Ia mulai mengembangkan suatu kerangka

teori baru untuk menganalisis fungsi dari kebudayaan manusia, yang disebutnya

dengan teori fungsional tetang kebudayaan, atau a functional theory of culture.

Ia kemudian mengambil keputusan untuk menetap di Amerika Serikat, ketika ia

ditawari untuk menjadi guru besar antropologi di University Yale tahun 1942.

Sayangnya tahun itu juga ia meninggal dunia. Buku mengenai teori fungsional

yang baru yang telah ditulisnya, diredaksi oleh muridnya H. Caims dan

menerbitkannya dua tahun sesudah itu (Malinowski, 1944).

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50469/4/Chapter I.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN. 1. 1. Latar Belakang Masalah . Taganing. merupakan

15

Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode etnografi

berinteraksi secara fungsional yang dikembangkannya dalam beberapa

kuliahnya. Isinya adalah tentang metode-metode penelitian lapangan. Dalam

masa penulisan ketiga buku etnografi mengenai kebudayaan Trobiand

selanjutnya, menye-babkan konsepnya mengenai fungsi sosial adat, prilaku

manusia, dan pranata-pranata sosial, menjadi lebih mantap. Ia membedakan

fungsi sosial dalam tiga tingkat abstraksi (Kaberry 1957:82), yaitu: (a) Fungsi

sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat

abstraksi pertama mengenai pengaruh atau efeknya terhadap adat, prilaku

manusia dan pranata sosial yang lain dalam masyarakat; (b) Fungsi sosial dari

suatu adat, pranata sosial atau usur kebudayaan pada tingkat abstraksi kedua

mengenai pengaruh atau efeknya terhadap keperluan suatu adat atau pranata lain

untuk mencapai maksudnya, seperti yang dikonsepsikan oleh warga masyarakat

yang terlibat; (c) Fungsi sosial dari suau adat atau pranata sosial pada tingkat

abstraksi ketiga mengenai pengaruh atau efeknya terhadap keperluan mutlak

untuk berlangsungnya secara terintegrasi dari suatu sistem sosial tertentu.

Lebih jauh lagi, Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat

berkait erat dengan struktur sosial masyarakat. Bahwa struktur sosial itu hidup

terus, sedangkan individu-individu dapat berganti setiap saat. Dengan demikian,

Radcliffe-Brown yang melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu

masyarakat, mengemukakan bahawa fungsi adalah sumbangan satu bagian

aktivitas kepada keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya.

Tujuan fungsi adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal,

seperti yang diuraikannya berikut ini.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50469/4/Chapter I.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN. 1. 1. Latar Belakang Masalah . Taganing. merupakan

16

By the definition here offered ‘function’ is the contribution which a partial activity makes of the total activity of which it is a part. The function of a perticular social usage is the contribution of it makes to the total social life as the functioning of the total social system. Such a view implies that a social system ... has a certain kind of unity, which we may speak of as a functional unity. We may define it as a condition in which all parts of the social system work together with a sufficient degree of harmony or internal consistency, i.e., without producing persistent conflicts can neither be resolved not regulated (1952:181).

Menurut Radcliffe-Brown fungsi dapat diartikan sebagai sumbangan

suatu aktivitas tertentu kepada keseluruhan aktivitas di dalam masyarakat, yang

mana kegiatan ini menjadi bahagian tidak terpisahkan dari keseluruhan kegiatan

tersebut. Fungsi dari penggunaan sosial tertentu adalah menyumbangkan kepada

semua kehidupan di dalam masyarakat tersebut yang membentuk sebuah sistem

sosial, yang membentuk suatu kesatuan fungsional. Dapat didefenisikan bahwa

fungsi adalah sebuah kondisi di mana semua bahagian sistem sosial bekerjasama

untuk mencapai harmoni dan konsistensi internal kebudayaan, tanpa terjadinya

kondisi seperti ini, maka akan terjadi konflik dan tidak akan terjadi regulasi.

Untuk mendeskripsikan pola ritme dan struktur melodi taganing, penulis

menggunakan teori analisis musik oleh William P. Malm (terjemahan Takari,

2003) yang mengatakan bahwa ada langkah-langkah yang harus ditempuh dalam

pengamatan seni pertunjukan, yaitu: (1) mendeskripsikan sifat seni pertunjukan

apakah penyanyi atau pemain musik, (2) menganalisis “waktu”, yaitu meter,

pulsa dasar, dan unit-unit pembentuk birama, serta (3) menganalisis melodi

musik dengan menggunakan metode weighted scale (bobot tangga nada). Dalam

tulisan ini, penulis berfokus pada analisis pola ritme yang sesuai dengan langkah

kedua, yaitu menganalisis “waktu” lewat pendekatan musik barat yang meliputi:

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50469/4/Chapter I.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN. 1. 1. Latar Belakang Masalah . Taganing. merupakan

17

pencatatan tempo, penulisan notasi ritme dan hubungannya dengan melodi,

pencatatan meter untuk menentukan pusa dasar, dan merangkum pulsa-pulsa

tersebut ke dalam unit-unit birama (Takari, 1993).

Berhubungan dengan itu, Mark Slobin dan Jeff Titon (1984) mengatakan

bahwa style (gaya) musik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan

organisasi bunyi musikal itu sendiri, antara lain: (1) elemen nada: tangga nada,

modus, melodi, harmoni, sistem laras, (2) elemen waktu: ritme dan meter, (3)

elemen warna suara: kualitas suara dan warna suara instrumen, serta (4)

intensitas suara (keras lembutnya suara). Dalam ansambel gondang sabangunan

taganing merupakan alat musik perkusi yang berperan memainkan melodi

bersama sarune bolon. Taganing dilaras sehingga menghasilkan lima nada yang

berbeda. Menurut Maningar Sitorus, sistem pelarasan taganing berhubungan

dengan kualitas bunyi yang dihasilkan. Permainan taganing ditentukan pada

pengembangan dari melodi dasar yang dimainkan sehingga menjadi sebuah pola

ritme dan aksentuasi yang kompleks.

Untuk proses transkripsi penulis menggunakan pendekatan transkripsi

yang mengacu pada Nettl yang mengatakan bahwa ada dua pendekatan utam

untuk mendeskripsikan musik, yaitu: (1) kita dapat menganalisis dan

mendeskripsikan apa yang kita dengar, dan (2) kita dapat dengan cara

menuliskan apa yang kita dengar tersebut ke atas kertas lalu mendeskripsikan

apa yang kita lihat. Namun menurut Nettl, poin pertama merupakan hal yang

sangat sulit dan tak mungkin bagi seseorang manusia untuk mengingat dan

mendeskripsikan sesuatu hanya lewat sekali pendengaran, oleh sebab itu penulis

menggunakan poin kedua. Selain itu penulis juga akan menggunakan cara

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50469/4/Chapter I.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN. 1. 1. Latar Belakang Masalah . Taganing. merupakan

18

mentranskripsikan musik dengan: (1) menirukan bunyi atau ritme dengan

bernyanyi, dan (2) belajar memainkan alat musik yang akan ditranskripsikan.

Hal ini juga dilakukan oleh bapak Maningar Sitorus dalam teknik pengajaran

taganing kepada muridnya.

1. 5. Metode Penelitian

Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode penelitian yang

bersifat kualitatif. Pada penelitian kualitatif dapat dibagi dalam empat tahap,

yaitu: tahap sebelum ke lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data,

dan tahap penulisan laporan.

Penulis juga menggunakan metode yang dikemukakan oleh Curt Sachs

dalam Nettl (1963:2) bahwa penelitian dalam etnomusikologi dibagi dalam dua

cara, yaitu: kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work).

Kerja lapangan meliputi pengumpulan data dan perekaman data dari aktifitas

musik dalam hal aktifitas martaganing dan kerja laboratorium adalah

pengolahan data yang meliputi pentranskripsian, menganalisa data, dan

membuat kesimpulan dari keseluruhan data.

1.5.1 Studi Kepustakaan

Dalam mengumpulkan data-data awal maupun data pendukung tulisan

ini, penulis melakukan studi kepustakaan. Studi kepustakaan dimaksudkan untuk

mendapatkan informasi pendukung penelitian dan penulisan ini yang terdapat

antara lain pada buku berjudul Gondang Batak Toba I (2005) yang ditulis oleh

Rithaony Hutajulu dan Irwansyah Harahap, buku (ajar) karangan Emmi

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50469/4/Chapter I.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN. 1. 1. Latar Belakang Masalah . Taganing. merupakan

19

Simangunsong berjudul Musikologi Batak (2006), buku berjudul Meninggal

Adat Dalihan Na Tolu (1999) karangan Drs. Richard Sinaga, buku berjudul

Dalihan Natolu-Sistem Sosial Kemayarakatan Batak Toba (2007) karangan

Doangsa P.L. Situmeang, buku karangan Prof. Koentjaraningrat yang berjudul

Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (1971) dan Pengantar Ilmu Antropologi

(edisi revisi 2009), buku berjudul The Anthropology of Music karangan Alan P.

Merriam, buku berjudul Theory and Method in Ethnomusicology karangan

Bruno Nettl, buku karangan Lexy Moleong dengan judul “Metodologi Penelitian

Kualitatif” (2000), buku karangan William P. Malm yaitu Music Cultures of the

Pasific, The Near East, and Asia (1993) yang telah dialih-bahasakan oleh

Muhammad Takari, serta buku karangan Alan P. Merriam dkk yaitu

“Etnomusikologi” yang telah dialih-bahasakan oleh Sentosa dan Rizaldi Siagian

dengan R.Supanggah sebagai editor. Selain buku, penulis juga mencari sumber

lain seperti; skripsi-skripsi di Perpustakaan Departemen Etnomusikologi FIB

USU, artikel-artikel dan jurnal etnomusikologi serta artikel-artikel dari internet

yang mempunyai relevansi dengan materi pokok penulisan.

1.5.2 Penelitian Lapangan

1.5.2.1 Observasi

Kontak langsung dengan objek yang akan diteliti merupakan cara terbaik

untuk mendapatkan informasi. Observasi atau pengamatan dilakukan penulis

langsung di tempat objek yang diteliti berada, dalam hal ini di Laguboti,

kabupaten Toba Samosir. Penelitian pertama dilakukan pada tanggal 5-6 Maret

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50469/4/Chapter I.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN. 1. 1. Latar Belakang Masalah . Taganing. merupakan

20

2014. Pengamatan penulis lakukan adalah pengamatan terhadap daerah tempat

objek yang diteliti berada dan aktifitas martaganing.

1.5.2.2 Wawancara

Dalam melakukan wawancara, penulis melakukan wawancara terstruktur

dan tidak terstruktur. Artinya, selain pokok permasalahan dan daftar pertanyaan

yang sudah tersusun, akan timbul juga topik dan pertanyaan di luar pokok

permasalahan namun akan tetap mendukung data yang akan dikumpulkan,

sehingga proses penelitian tidak kaku dan dapat berjalan dengan lancar.

Informan kunci dalam penelitian ini adalah bapak Maningar Sitorus yang

merupakan partaganing yang sudah memiliki banyak pengalaman dalam musik

Batak Toba.

1.5.2.3 Perekaman Data

Perekaman data yang dilakukan adalah perekaman aktifitas martaganing

dan perekaman wawancara menggunakan kamera video maupun foto.

Alat perekam yang penulis gunakan adalah handycam SONY, digital cam

SONY, dan handphone NOKIA. Data yang sudah ada kemudian ditransfer dalam

bentuk audio, khususnya data rekaman aktivitas martaganing.

1.5.3 Kerja Laboratorium

Keseluruhan data yang telah penulis dapatkan dari penelitian lapangan

akan diolah dalam kerja laboratorium. Proses transkripsi, analisa data, dan

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50469/4/Chapter I.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN. 1. 1. Latar Belakang Masalah . Taganing. merupakan

21

mengolah data rekaman hingga membuat suatu kesimpulan dari penelitian

dilakukan penulis pada kerja laboratorium. Untuk selanjutnya kesimpulan

tersebut disusun menjadi sebuah laporan hasil penelitian dalam bentuk skripsi.