BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22113/4/Chapter...

28
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Masalah Marketing Politik adalah seperangkat metode yang dapat memfasilitasi kontestan (individu atau partai politik) dalam memasarkan inisiatif politik, gagasan politik, isu politik, ideologi politik, karakteristik pemimipim partai dan program kerja partai kepada masyarakat, Firmanzah (2007). Ilmu marketing mengalami perkembangan dari jaman ke jaman untuk menemukan bentuknya. Defenisi dari Hughess dan Dann (20006), marketing adalah segala bentuk funsi organisasi dan berbagai bentuk proses untuk menciptakan dan menyampaikan nilai kepada konsumen sehingga dapat menguntungkan organisasi. Iklim demokrasi yang berkembang di Indonesia semenjak era reformasi telah membuka kesempatan bagi berbagai partai politik untuk berkembang. Praktek politik di Indonesia sendiri telah berkembang sedemikian pesat dengan memanfaatkan aplikasi berbagai disiplin ilmu manajemen seperti marketing. Hal ini didorong oleh heterogennya masyarakat Indonesia serta meningkatnya taraf ekonomi dan pendidikan masyarakat yang membuat partai politik harus mengaplikasikan berbagai praktek marketing untuk dapat bersentuhan dengan masyarakat. Semakin banyaknya pilihan media komunikasi juga mendorong kebutuhan aplikasi konsep marketing dalam berpolitik di Indonesia. Political Marketing Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22113/4/Chapter...

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang Masalah

Marketing Politik adalah seperangkat metode yang dapat memfasilitasi

kontestan (individu atau partai politik) dalam memasarkan inisiatif politik,

gagasan politik, isu politik, ideologi politik, karakteristik pemimipim partai dan

program kerja partai kepada masyarakat, Firmanzah (2007). Ilmu marketing

mengalami perkembangan dari jaman ke jaman untuk menemukan bentuknya.

Defenisi dari Hughess dan Dann (20006), marketing adalah segala bentuk funsi

organisasi dan berbagai bentuk proses untuk menciptakan dan menyampaikan

nilai kepada konsumen sehingga dapat menguntungkan organisasi.

Iklim demokrasi yang berkembang di Indonesia semenjak era reformasi

telah membuka kesempatan bagi berbagai partai politik untuk berkembang.

Praktek politik di Indonesia sendiri telah berkembang sedemikian pesat dengan

memanfaatkan aplikasi berbagai disiplin ilmu manajemen seperti marketing. Hal

ini didorong oleh heterogennya masyarakat Indonesia serta meningkatnya taraf

ekonomi dan pendidikan masyarakat yang membuat partai politik harus

mengaplikasikan berbagai praktek marketing untuk dapat bersentuhan dengan

masyarakat.

Semakin banyaknya pilihan media komunikasi juga mendorong kebutuhan

aplikasi konsep marketing dalam berpolitik di Indonesia. Political Marketing

Universitas Sumatera Utara

sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai suatu disiplin ilmu, karena

aplikasinya di lapangan memerlukan metodologi yang kuat untuk dapat

memberikan hasil yang efektif. Sekedar ikut-ikutan saja tidak akan memberikan

hasil selain membuang biaya percuma. Dalam hal ini institusi kampus harus

mampu mengembangkan dan menawarkan ilmu ini sebagai suatu bidang studi.

Ahli-ahli political marketing akan semakin dibutuhkan di Indonesia.

Contoh penerapan marketing yang paling nyata di Indonesia adalah

positioning dalam kampanye politik. Mengingat keberagaman masyarakat

Indonesia, maka positioning seorang kandidat ataupun parpol harus dilakukan

secara berbeda untuk setiap segmen masyarakat yang berbeda. Pemahaman profil

pemilih atau calon pemilih di suatu wilayah menjadi sebuah keharusan bagi

parpol untuk bisa sukses. Pesan-pesan politik yang diangkat di satu wilayah harus

disesuaikan dengan situasi dan kondisi wilayah tersebut yang bisa jadi berbeda

dengan pesan yang diangkat di wilayah yang lain. Banyak hal yang dapat

mendukung kesuksesan kampanye politik di Indonesia, diantaranya adalah

popularitas dari seorang kandidat seperti artis yang terbukti cukup efektif sebagai

pendongkrak suara.

Umumnya parpol besar di Indonesia sudah memanfaatkan pula jasa

konsultan political marketing untuk membantu dalam meramu pesan yang akan

diangkat untuk setiap segmen pemilih yang dibidik serta memilih media

komunikasi yang sesuai. Bahkan pilihan warna yang digunakan dalam kampanye

juga menentukan kesuksesan.

Universitas Sumatera Utara

Advertising melalui media televisi dapat menjadi alat yang sangat efektif

untuk meningkatkan popularitas kandidat maupun parpol walaupun diragukan

apakah dapat efektif pula mendongkrak tingkat elektabilitas seorang kandidat atau

parpol tersebut. Tingkat pendidikan masyarakat harus diperhatikan, karena

masyarakat berpendidikan tinggi mungkin cenderung merasa muak jika

dibombardir dengan pesanpesan yang sifatnya menonjolkan kandidat atau parpol.

Black campaign juga dinilai kurang efektif untuk Indonesia.

Salah satu cara yang sering dipakai adalah soft campaign melalui aksiaksi

sosial seperti perbaikan sekolah, layanan kesehatan, pembangunan tempat ibadah

maupun infrastruktur masyarakat. Menurut pengalaman selama ini, cara soft

campaign tersebut terbukti paling ampuh dan efektif. Memang diakui banyak

parpol yang sifatnya jor-joran untuk meraih suara dalam waktu singkat, namun

untuk keberlangsungan sebuah parpol dalam jangka panjang, kontinuitas dalam

pemasaran menjadi sebuah keharusan.

Memang semua aktivitas ini memerlukan biaya yang tidak sedikit, untuk

itu bagi parpol yang keuangannya tidak terlalu kuat akan memilih jalan pemasaran

secara gradual dengan cara mempertahankan basis pemilih yang sudah diperoleh

melalui aksi-aksi nyata mewujudkan program-program yang diangkat saat

kampanye sebelumnya dengan harapan pemilih atau simpatisan baru akan dapat

direkrut seiring semakin kuatnya track record parpol dalam mewujudkan

program-programnya.

Universitas Sumatera Utara

Pemilu Legislatif 2009 ini akan diwarnai dengan momen yang penting

bagi segenap bangsa Indonesia, yaitu pemilu legislatif dan presiden. Partai-partai

politik (parpol) saling bersaing mengusung calon anggota legislatif (caleg) Pemilu

Legislatif Tahun 2009 ini akan diwarnai dengan momen yang penting bagi

segenap bangsa Indonesia, yaitu pemilu legislatif. Partai-partai politik (parpol)

saling bersaing mengusung calon anggota legislatif (caleg) masing-masing agar

bisa menembus kursi DPR . Tak ayal, fungsi pemasaran sangat mereka butuhkan,

dalam hal ini pemasaran politik (political marketing).

Saat ini pemasaran politik bisa dilakukan oleh siapa pun, termasuk parpol.

Parpol menjanjikan pengharapan kepada para konstituennya, dengan pamrih

untuk meraup apresiasi dan dukungan dari mereka. Tiga hal utama yang mereka

tawarkan adalah organisasi parpol itu sendiri, sosok tokoh partainya, dan acara-

acara (events) yang mereka selenggarakan. Tujuan aktivitas pemasaran mereka

ada dua, yaitu untuk meraih pendukung baru dan mempertahankan pendukung,

baik yang lama maupun baru, setidak-tidaknya sampai pemilu berikutnya.

Untuk mendukung strateginya, parpol harus melakukan serangkaian

langkah yang lazim dalam pemasaran bisnis dan tidak terpisahkan, yaitu

segmentation, targeting, dan positioning. Sebagai fokus, positioning merupakan

upaya untuk membangun citra produk sehingga tampak sangat jelas (distinct) di

benak konsumen. Positioning yang sukses dibangun dengan menawarkan manfaat

(benefit) produk, alih-alih fiturnya, dan mengomunikasikan unique selling

proposition (USP) dari produk. Tugas bagi parpol kemudian adalah

Universitas Sumatera Utara

mengidentifikasi manfaat dan USP-nya. Permasalahannya, kehadiran begitu

banyak jumlah parpol, caleg, membuat banyak calon pemilih kebingungan dalam

memutuskan sosok-sosok yang akan dipilih dalam pemilu kelak. Bagaimanapun

juga, calon pemilih memiliki persepsinya sendiri-sendiri terhadap barangan

dagangan yang dijajakan oleh para parpol, caleg, dan capres. Dalam hal citra

partai dan pemimpin partainya,

Kalau dipikir-pikir, yang lebih parah lagi adalah parpol dengan pemimpin

partai yang citranya sama-sama rendah. Sepertinya tiada harapan bagi mereka

nanti. Oleh karena itu, parpol harus terus bekerja keras dalam melakukan

pemasaran politik demi meraih dukungan calon pemilih. Para calon pemilih butuh

diyakinkan bahwa janji-janji parpol yang serba manis itu bisa benar-benar

terwujud seandainya mereka terpilih nanti terlebih karena para calon pemilih masa

kini cenderung kian rasional

Diperkirakan, sampai beberapa kali pemilu, di Indonesia Pemilu akan

senantiasa akan diikuti banyak partai. Dalam kondis seperti itu, para pemilih tak

akan mampu mengingat begitu banyak nama partai, proses awal yang penting

sebelum pemilih menetapkan pilihannya. Konon lagi untuk mengetahui program-

program utama dan nama-nama para kandidat yang ditawarkan partai. Dengan

demikian mayoritas partai-partai yang ikut pemilu itu akan sulit dikenal pemilih,

apalagi membedakannya dengan partai lain.

Cukup beralasan untuk mengatakan bahwa partai-partai politik itu tidak

gampang mencapai sasaran obyektif (target suara atau kursi) dengan cara-cara

Universitas Sumatera Utara

kampanye dan kegiatan kehumasan konvensional. Tantangan besar khususnya

akan dihadapi partai-partai baru. Tanpa langkah-langkah terobosan, partai-partai

baru akan sulit meraih suara, bahkan hanya sekedar dikenal baik oleh para

pemilih. Langkah-langkah terobosan itu hanya bisa dilakukan dengan strategi

yang jitu, termasuk menerapkan polical marketing.

Partai-partai besar sangat diuntungkan oleh publikasi yang luas dan gratis

sehingga dikenal para calon pemilih. Bahkan sebagian pemilih sudah

“mengidentifikasikan” dan “menyimpatikan” diri mereka kepada partai tertentu.

Ini antara lain disebabkan oleh kebijakan suatu partai “mencatelkan” diri dengan

organisasi massa di tingkat akar rumput. Dan juga citra besar tokoh-tokoh partai

yang terbentuk oleh perilaku masa silam, semisal perjuangan mencetuskan

reformasi atau tindakan-tindakan lainnya yang diakui oleh masyarakat.

Sungguhpun partai-partai besar itu memperoleh posisi strategis yang

menguntungkan, mereka juga menghadapi tantangan besar. Selain bersaing

dengan pendatang baru, mereka juga akan bersaing dengan partai-partai besar

lainnya untuk meraih kekuasaan. Karena itu pula, tidak bisa tidak, setiap partai

harus melaksanakan strategi yang jitu, termasuk menerapkan political marketing.

Dengan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk meneliti PERANAN

MARKETING POLITIK DALAM PEMERNANGAN PEMILU (Studi

Kasus: Strategi Politik Oloan Simbolon, ST dalam Pemenangan Pemilu

Legislatif 2009 dari Daerah Pemilihan VIII Sumatera Utara)

Universitas Sumatera Utara

2. Perumusan Masalah

Yang menjadi masalah penelitian ini adalah: Bagaimanakah Marketing

Politik berperan untuk memenangkan Oloan Simbolon dalam Pemilu Legislatif

2009 dari Daerah Pemiihan VIII Sumatera Utara.

3. Tujuan masalah

Atas dasar perumusan masalah, maka yang menjadi tujuan dalam

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis peran Marketing Politik dalam

Pemenangan Pemilu Oloan Simbolon dalam Pemilu Legislatif 2009 dari

Daerah Pemilihan VIII Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui pengaruh Marketing Politik dalam Pemenangan Pemilu

Oloan Simbolon dalam Pemilu Legislatif 2009 dari Daerah Pemilihan

VIII Sumatera Utara.

4. Mamfaat Penelitian

Mamfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis, penelitian ini sebagai salah satu kajian ilmu politik dan

sangat erat dengan partai politik dan diharapkan mampu memberikan

kontribusi pemikiran konsep-konsep dalam pengembangan marketing

politik.

Universitas Sumatera Utara

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi

para individu yang berkeinginan sebagai kontestan atau tim sukses

kontestan.

3. bagi penulis, penelitian ini dapat mengembangkan kemampuan berpikir

penulis melalui karya ilmiah dalam penelitian ini, serta melihat penerapan

konsep-konsep ilmu politik dalam kehidupan praktis masyarakat.

5. Kerangka Teori

5. 1. Marketing Politik

Sejak Konsep marketing diutarakan Kotler ditahun 1972 mengemukakan

bahwa marketing berlaku baik pada sektor publik dan non-komersial. Cakupan

dari marketing ini sangatlah luas. Diungkapakan oleh Firmanzah (2004) bahwa

pertukaran yang terjadi tidak saja pertukaran ekonomi, pertukaran ini juga dapat

terjadi dalam konteks sosial secara luas, tidak hanya terbatas pada perusahaan

swasta, tetapi juga pada organisasi sosial non frofit, museum, rumah sakit

pemerintah, dalam bentuk pertukaran ide, norma dan symbol. Dalam hal ini,

konteks politik pun dalam mengaplikasikan konsep dan teori marketing.

Firmanzah meyakini bahwa marketing politik merupakan metode dan

konsep aplikasimarketing dalam konteks politik, marketing dilihat sebagai

seperangkat metode yang dapat memfasilitasi kontestan (individu atau partai

politik) dalam memasarkan insiatif politik, gagasan politik, isu politik, ideologi

partai, karakteristik pemimpin partai dan program kerja partai kepada masyarakat

atau kontestan.

Universitas Sumatera Utara

Dalam penggunaan metode marketing dalam bidang politk dikenal sebagai

marketing politik (marketing politik). Levi dan Kotler, (1997) menganggap bahwa

marketing berperan dalam memebangun tatana sosial, dan berargumen bahwa

penggunaan konsep marketing tidak hanya terbatas pada bisins saja. Kenyatan ini

lebih menarik perhatian banyak pihak untuk menerapkan ilmu marketing diluar

konteks organisaasi bisnis. Marketing dapat diaplikasikan kedalam bentuk

organisasi, yang tidak hanya berorientasi kepada keuntungan ekonomi semata dan

lebih menitik beratkan aktifitasnya kepada hubungan jangka panjang dengan

konsumen dan stakeholder.

Adnan Nursal memiliki konsep seperti konsep marketing politiknya

Firmanzah. Adnan Nursal memandang political marketing adalah strategi

kampaye politik untuk membentuk serangkaian makna politis tertentu didalam

pikiran para pemilih. Maka polits ini inilah yang menjadi output penting

marketing politk yang menentukan, pihak mana yang akan dicoblos dalam

pemilih.

Produk poltik yang dimaksud oleh Adnan dapat diartikan sebagai figure,

gagasan politik dan visi misi. Yang terangkum dalam identitas khas dan konsisten

berupa nama, logo. Push marketing pada dasarnya adalah usaha agar produk

politik dapat menyentuh para pemilih secara langsung atau dengan cara yang lebih

costumized (personal). Pull marketing adalah penggunaan media dengan dua cara

yaitu dengan membayar atau tidak membayar. Pas marketing ialah pihak-pihak,

baik perorangan maupun kelompok yang bepengaruh besar terhadap pemilih yang

dikelompokkan kedalam dua kelompok yaitu infulencer aktif dan infulencer pasif.

Universitas Sumatera Utara

Paid marketing adalah penggunaan media yang lazim digunakan untuk memasang

iklan adalah televisi, radio, media cetak, website dan media luar ruang.

Dalam tujuannya untuk mempengaaruhi kosnstituen agar dapat berpihak

kepaa seseorang kontestan diperlukanlah seperangkat instrument fasilitas yang

dapat mendekatkan seseorang kontestan kepada konstituen tersebit dipilih oleh

konstituen, pemahaman markrting politik oleh Firmanzah maupun Adnan Nursal

adalah merupakan dua konsep yang sama, yang berbicara tentang perjuangan

untuk menjadikan seseorang kontestang dapat dipilih melalui pemilihan umum

kepada konstituen. Tapi ini bukanlah sebuah garansi yang menghasilkan sebuah

kemenangan akan tetapi apabila konsep marketing politik yang dibentuk serta

diaplikasikan secara trampil akan dapat menghasilkan hasil yang memuaskan.

Pemaksimalan kemenangan pada pemilihan umum bergantung pada

efektifitas dan efisiensi pengaplikasian marketing politik tersebut sehingga sampai

pada tujuannya. Pada konteksnya pemilihan umum legislatif bapak Oloan

Simbolon, ST mengaplikasikan marketing politik tersebut menjadi sebuah bentuk

kelompok-kelompok tim yang nota benenya berfungsi sebagai tim pemenangan di

daerah pemilihan VIII Sumatera Utara, penggunaan seperti posko pendukung,

posko simpatisan Oloan Simbolon, ST mulai bertebaran disaan pra pemilihan

calon legislatif, kelompok yang seperti inilah yang menjembatani dan

memfasilitasi bertemunya bapak Oloan Simbolon, ST dengan masyarakat guna

bertatap muka serta berinteraksi dengan masyarakat, yang akhirnya secara politis

juga memberikan sinyal yang mengisyaratkan bahwa bapak Oloan Simbolon, ST

Universitas Sumatera Utara

bersedia untuk maju pada pemilihan umum legislative daerah pemilihan VIII

Sumatera Utara 2009.

Wring (1996) menunjukkan bahwa aktifitas marketing politik telah lama

dilakukan oleh partai politik di Inggris, dinyatakan bahwa semasa periode pemilu

di Inggris tahun 1929, partai konservatif menjadi partai pertama menggunakan

biro iklan (Halford-Bottomley Advertising Service) dalam membantu mendesain

dan mendistribusikan poster dan pamphlet. Sementara Partai Buruh memulai

penggunaan marketing dalam dunia politik ketika diresmikannya publiksai di

tahun 1917, dibantu oleh agen publikasi Egerton Wake yang kemudian berperan

aktif dalam kampanye buruh.

5. 2. Komunikasi Politik

Istilah komunikasi politik merupakn perpaduan antar setidaknya dan

disiplin ilmu yang saling terkait diantara keduanya yaitu komunikasi da politik.

“Dale S. Beach” mengartikan komunikasi sebagai sebuah penyampaian informasi

dan pengertian dari orang yang lain. (Dale S. Beach, 1975:581).1 Sementara “Carl

Hovland” mendefinisikan komunikasi sebagai upaya yang sistematis untuk

merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan

pendapat dan sikap.2

“Harold D. Laswell dan A. Kaplan” dalam “Power and Society”

mengarikan Ilmu Politik adalah mempelajari pembentukan dan pembagian

1 Penjelasan Dale S. Beach dikutip dari buku Drs. Moekijat, 1993, berjudul Teori Komunikasi , Mandar Maju : Hal. 4 2 Dikutip dari buku Prof. Drs. Onong Uchjana Efendy. MA. 1990. berjudul Ilmu Komunikasi teori dan Praktek, Remaja Rosdakarya : Bandung, Hal. 10

Universitas Sumatera Utara

kekuasaan.3 Kegiatan komunikasi yang dianggap komunikasi politik berdasrkan

konsekuensi-konsekuensinya (actual maupun potensila) yang mengatur perbuatan

manusia di dalam kondisi-kondisi konflik.4

Komunikator politik utama memainkan peran sosial yang utama,

teristimewa dalam proses opini publik. Karl Popper mengemukakan “teori pelopor

Secara sederhana komuniksai politik

adalah sebuah proses komuniksai yang memiliki dampak ataupun muatan politis.

Dalam system politik di Indonesia, komuniksai politik merupakan salah satu

fungsi dalam sistem politik itu. Melalui komuniksai politik rakyat memberikan

dukungan, meyampaikan aspirasi, dan melakukan pengawasan terhadap sistem

politik. Melalui itu pula rakyat mengtahui apakh dukungan, aspirasi, dan

pengawasn itu tersalur atau tidak sebagaimana dapat mereka simpulkan dari

berbagai kebijakan politik yang diambil.

Pengertian komunikasi politik dalam kerangka konsep “Marketing Politik”

dimaksud disini adalah berpusat pada komunikasi politik yang berproses antara

kontestan idividu atau partai politik terhadap kostituen dan juga sebaliknya. Jalur

yang kerap ditempuh dalam menyampaikan sebuah ide politik, program kerja,

visi-misi, dan lain sebagainya dikembangkan melalui beberapa jalur diantaranya

media massa, kekuatan sosial politik dan lain sebagainya.

3 Penjelasan tentang ilmu politik ini dikutip dari buku Prof. Miriam Budiarjo, 1977, Dasar-dasar Ilmu Politik , Gramedia : Jakarta, Hal, 10 4 Dikutip dari buku Dan Nimo, 2005 berjudul Komunikasi Politik : Komunikator , Pesan, dan Media, Remaja Rosdakarya, Hal. 9

Universitas Sumatera Utara

mengenai opini publik”, yakni opini publik seluruhnya dibangun di sekitar

komunikator politik.5

1. Politisi adalah orang yang bercita-cita untuk dan atau memegang jabatan

pemerintah, seperti aktivis parpol, anggota parlemen, menteri, dsb.

Komunikator Politik terdiri dari tiga kategori: Politisi, Profesional, dan Aktivis.

2. Profesional adalah orang yang menjadikan komunikasi sebagai nafkah

pencahariannya, baik di dalam maupun di luar politik, yang uncul akibat

revolusi komunikasi: munculnya media massa lintas batas dan

perkembangan sporadis media khusus (majalah internal, radio siaran, dsb.)

yang menciptakan publik baru untuk menjadi konsumen informasi dan

hiburan. Terdiri dari jurnalis (wartawan, penulis) dan promotor (humas,

jurubicara, jurukampanye, dsb.).

3. Aktivis – (a) Jurubicara (spokesman) bagi kepentingan terorganisasi, tidak

memegang atau mencita-citakan jabatan pemerintahan, juga bukan

profesional dalam komunikasi. Perannya mirip jurnalis. (b) Pemuka

pendapat (opinion leader) –orang yang sering dimintai petunjuk dan

informasi oleh masyarakat; meneruskan informasi politik dari media

massa kepada masyarakat. Misalnya tokoh informal masyarakat

kharismatis, atau siapa pun yang dipercaya publik.

5. 3. Konsep Positioning

5 Dikutip dari buku Onong Uchjana Efendy, 2003 berjudul Ilmu, Teori dan Filsafat Komuniasi , Citra Aditya,

Universitas Sumatera Utara

Dalam disiplin Marketing, “menempatkan” seorang kandidat atau sebuah

partai dalam pikiran para pemilih disebut positioning. Bagi orang-orang

marketing, positioning sangat menentukan keberhasilan pemasaran. Positioning

adalah sebuah mantra yang penting bagi orang-orang pemasaran di akhir abad ke-

20.6

1. Penting (Important)

Menurut definisi, untuk political marketing, positioning adalah tindakan

untuk menancapkan citra tertentu ke dalam benak para pemilih agar tawaran

produk politik dari suatu kontestan memiliki posisi khas, jelas, dan meaningful.

Positioning yang efektif akan menunjukkan perbedaan nyata dan keunggulan

sebuah kontestan dibandingkan dengan kontestan pesaing. Positioning secara

tidak langsung juga mendefenisikan pesaing: bahwa pesaing tidak dapat

mewujudkan tawaran-tawaran tertentu sebaik pihak yang mencanangkan

ppositioning tersebut

Posisi yang khas, jelas, dan meaningful dari sebuah kontestan bersumber

dari faktor-faktor pembeda yang dimiliki oleh kontestan tersebut dibandingkan

dengan kontestan lain. Tetapi tidak semua faktor pembeda yang dimiliki oleh

sebuah kontestan itu akan menghasilkan positioning yang egektif. Setidaknya

diperlukan enam syarat agar sebuah perbedaan itu menjadi berharga:

Perbedaan itu harus bernilai penting bagi para pemilih. Sebagai contoh,

sebuah partai politik bisa saja membedakan dirinya dengan partai lain

6 Kasali, 1997, Strategi dan Kampanye Pemasaran Partai Politik,”, Makalah Seminar dan Pemasaran Politik

Universitas Sumatera Utara

dengan cara memberi warna merah jambu kepada seluruh atribut partai

seperti bendera, seragam pengurus, posko, dan sebaginya.

2. Istimewa (Distinctive)

Sebagai pembeda, faktor tersebut tidak dimiliki oleh pihak lain seperti Bill

Clinton berusia muda dan tidak dimiliki oleh Bob Dole. Akan tetapi, satu

atau beberapa faktor yang juga dimiliki oleh pihak pesaing, masih bisa

dijadikan sumber pembeda asalkan faktor tersebut diwujudkan dengan

cara yang berbeda dibandingkan dengan pihak pesaing.

3. Superior

Perbedaan yang dimunculkan harus memberikan suatu manfaat yang lebih

baik ketimbang cara-cara lain untuk menghasilkan manfaat yang sama.

4. Dapat dikomunikasikan (Communicable)

Positioning itu mudah dipahami pemilih dan dikomunikasikan dengan

berbagai media komunikasi.

5. Preemptive

Perbedaan tersebut tidak mudah ditiru oleh pihak lain.

6. Jumlah Pemilih signifikan

Yang terpenting adalah bahwa positioning tersebut pada akhirnya dapat

meraih suara sesuai dengan sasaran obyektif kontestan.

Jadi, positioning harus memiliki peran sentral dalam political marketing.

Produk-produk politik seperti partai, kandidat, platform program dan sebagainya

haruslah sebangun dengan positioning. Pengatur strategi harus berusaha melalui

Universitas Sumatera Utara

strategi branding bahwa kebijakan, ide-ide, isu-isu, gaya, dan nuansa yang

diluncurkan merupakan hal otentik milik sendiri.

Mengacu pada Butler dan Collins7

1. Partai dapat diposisikan berdasarkan kategori partai tersebut. Sebuah

contoh, sebuah partai dapat memposisikan diri sebagai partai nasionalis-

religious. Akan tetapi positioning ini tidak efektif karena generik dan tidak

menawarkan perbedaan khas dibandingkan partai lain yang nasionalis-

religious. Positioning itu perlu dipertajam

, positioning dimulai dengan

mendefenisikan nilai-nilai inti (core value defining). Nilai-nilai inti dapat

dikembangkan dari identitas kelas, agama, etnis, atau kelompok-kelompok sosial

lainnya. Nilai-nilai inti juga bisa bersumber dari perpecahan fundamental sosial

yang menimbulkan diskontinuitas historis seperti perang, formasi negara baru,

krisis ekonomi, dan berbagai bentuk krisis lainnya.

5. 4. Jenis dan Strategi Positioning

Sebuah partai harus mempunyai sebuah postioning agar dapat meraih

massa. Berikut dijelaskan bagaimana mem-positioning-kan sebuah kontestan

politik, yaitu:

2. Positioning berdasarkan atribut tertentu. Misalnya sebuah organisasi

politik bisa saja memposisikan dirinya sebagai partai terbesar. Dengan

positioning ini terkandung makna tidak langsung bahwa partai tersebut

7 Butler & Colins, 1996, “A Conceptual Framework of Political Marketing,” dalam I.B.Newman (ed), Handbook of Political Marketing, California: Sage Publication

Universitas Sumatera Utara

memiliki sumber daya yang besar sehingga mampu mewujudkan

programnya dengan efektif dan efisien.

3. Positioning berdasarkan benefit, di mana partai akan memberi manfaat

tertentu kepada para pemilih. Misalnya sebuah partai akan memposisikan

dirinya sebagai partai yang akan menghapuskan sumbangan biaya

pendidikan.

4. Positioning berdasarkan kategori pemilih. Sebuah partai dapat

memposiskan dirina sebagai partai wong cilik. Partai lainnya dapat

memposisikan dirinya dengan kelompok sosial tertentu.

5. Positioning berdasarkan pesaing alias competitor positioning.

Untuk menciptakan positioning yang efektif, politisi dapat

mengkombinasikan berbagai jenis positioning di atas. Tujuannya untuk menarik

minat para pemilih dari satu atau beberapa segmen yang dibidik. Hanya saja,

kombinasi itu harus dilakukan dengan cermat agar tidak menyulitkan para pemilih

untuk menangkap makna positioning tersebut.

Dalam berbagai buku teks pemasaran selalu disebutkan empat kesalahan

yang harus dihindari dalam menetapkan positioning yakni,:

1. Underpositioning. Greget sebuah kontestan tidak dirasakan para pemilih

karena tidak memiliki posisi yang jelas dan khas. Kontestan tersebut

dianggap sama saja dengan kerumunan partai-partai lainnya sehingga para

pemilih tidak bisa membedakan dengan partai-partai lainnya.

2. Overpositioning. Pemasar terlalu sempit memposisikan kontestannya

sehingga mengurangi minat para pemilih di segmen yang dibidik.

Universitas Sumatera Utara

3. Confuse positioning. para pemilih rag-ragu karena positioning kontestan

terlalu banyak atribut.

4. Doubtful positioning. Para pemilih meragukan kebenaran positioning yang

disampaikan karena tidak didukung bukti yang memadai antara lain karena

produk yang ditawarkan tidak sesuai dengan positioning.

Terlihat terdapat empat pilihan strategi sebagai berikut:8

1. Reinforcement strategy (strategi Penguatan)

Strategi ini dapat digunakan oleh sebuah kontestan yang telah dipilih

karena mempunyai citra tertentu dan citra tersebut dibuktikan oleh kinerja

politik selama mengemban jabatan publik tertentu. Komunikasi

difokuskan kepada orang-orang yang dulu memilih kontestan ini dengan

pesan bahwa pilihan Anda dulu itu sudah tepat dan tetaplah membuat

pilihan yang sama untuk pemilihan saat ini.

2. Rationalization strategy (strategi rasionalisasi)

Strategi ini dilakukan kepada kelompok pemilih yang sebelumnya telah

memilih kontestan tertentu karena kontestan tersebut berhasil

mengembangkan citra tertentu yang disukai pemilih akan tetapi kinerjanya

kemudian tidak sesuai dengan citra tersebut. Strategi rasionalisasi ini

dilakukan untuk mengubah sikap para pemilih dan harus dilakukan dengan

hati-hati.

3. Inducement strategy (strategi bujukan)

8 Newman &Shet. 1985. “A model of primary voter behavior,” dalam Jurnal of Consumer Research, 12, 178-187

Universitas Sumatera Utara

Strategi ini dapat diterapkan oleh kandidat yang dipersepsikan memiliki

citra tertentu tapi juga memiliki kinerja atau atribut-atribut yang cocok

dengan citra lainnya.

4. Confrontasi strategy (strategi konfrontasi)

Stregi ini diterapkan kepada para pemilih yang telah memilih kontestan

dengan citra tertentu yang dianggap tidak cocok dengan citra tertentu yang

dianggap tidak cocok oleh pemilih dan kemudian kontestan tersebut tidak

menghasilkan kinerja yang memuaskan pemilih.

5. 5. Political Branding

Kebijakan dan isu politik adalah produk yang tidak bertujuan meskipun

dipelopori oleh pihak tertentu. Pihak lain bias saja meniru atau mengambil alih

kebijakan dan isu tersebut seolah-olah temuannya sendiri. Akan tetapi, sebuah

kontestan politik dapat membangun halangan bagi pihak-pihak lain yang ingin

mengusung policy atau isu tertentu yang dipelopori oleh partai tertentu. Caranya,

kata Butler dan Collins, pengatur strategi harus mem-brand-kan kebijakan dan

gagasan untuk membangun hambatan masuk. Dengan demikian, policy atau isu

tertentu seolah-olah milik sendiri.

Dalam branding produk politik yang ditawarkan harus sama dan sebangun

dengan positioning. Bagian-bagian yang terdapat dalam bauran produk politik

merupakan pilar-pilar yang mendukung positioning. Akan tetapi tidak semua

bagian harus disampaikan dalam kampanye. Analisi kekuatan dan kelemahan

dapat menjadi acuan untuk menetapkan focus kampanye. Sebuah kontestan dapat

Universitas Sumatera Utara

memilih beberapa bagian dari satu atau dua atau ketiga substansi produk poltik

sebagai fokus yang akan ditawarkan dalam kampanye.

5. 6. Segmentasi Pemilih

Segmentasi pada dasarnya bertujuan untuk mengenal lebih jauh kelompok-

kelompok pasar. Hal ini berguna untuk mencari peluang., menggerogoti segmen

pemimpin pasar, merumuskan pesan-pesan komunikasi, melayani lebih baik,

menganalisis perilaku konsumen, mendesain produk, dan lain sebagainya.

Bainess juga mencatat, ada empat factor yang mempengaruhi

perkembangan penerapan konsep segmentasi dan positioning dalam dunia

politik9

1. Hanya terdapat sedikit informasi dari para pemilih dibandingkan para

konsumen produk bisnis karena kuatnya ikatan stigma social terhadap

politik dibandingkan dengan produk konsumsi

:

2. Dana yang tersedia untuk riset politik umumnya sangat terbatas

dibandingkan dana untuk riset pemasaran dalam dunia batas.

3. Positioning produk dan positioning untuk kontestan politik adalah dua hal

dengan proses berbeda. Sebuah merek produk politik bisa sukses dengan

mem-positioning-kan citra dengan jelas, konsisten, kredibel, dan

kompetitif. Political branding lebih sulit karena para politisi berhadapan

dengan tingkat ketidakpastian yang lebih tinggi.

9 Bainess, P.R. et al. 1999. Operationalising Political Marketing: A Comparison of US and Western European Consultans and Managers. Middlesex University Discussion Paper Series

Universitas Sumatera Utara

4. Proses political marketing bisa bersifat intangible (tidak dapat diraba) dan

pilihan politik para pemilih sangat bersifat emosional. Hal ini

menyebabkan besarnya masalah yang harus diatasi untuk menciptakan

citra baru dari seorang kandidat atau partai politik.

Segmentasi pada pemasaran politik mempunyai lima tujuan yang identik

dengan pemasaran produk komersial sebagaimana yang dikemukakan Rhenald

Kasali10

1. Mendesain substansi tawaran partai terhadap partai atau kandidat secara

lebih responsive terhadap segmen yang berbeda. Ini tak lain karena

melakukan segmentasi berarti juga mendalami kepentingan, apresiasi, dan

persoalan-persoalan politik yang menjadi perhatian setiap segmen.

:

2. Menganalisis preferensi pemilih karena dengan pemahaman karakter

setiap segmen pemilih memungkinkan pemasar mengetahui

kecenderungan pilihan politik setiap segmen.

3. Menemukan peluang perolehan suara. Mengetahui preferensi pilihan

setiap segmen dan kekuatan pesaing akan menghantarkan pemasar untuk

menemukan suatu peluang yang dapat diaraih secara lebih efektif dan

efisien.

4. menentukan strategi komunikasi yang efektif dan efisien. Agar efektif dan

efisien, perlu diterapkan pendekatan komunikasi yang berbeda untuk

setiap segmen.

Berikut disajikan beberapa pendekatan untuk memasarkan partai politik:

10 Kasali, R. 1998. Membidik Pasar Indonesia Segmentasi Targeting Positioning. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Universitas Sumatera Utara

a. Segmentasi Demografis

Segementasi demiografis ialah pemilahan para pemilih berdasarkan

karakteristik demografis seperti usia, gender, agama, pendidikan,

pekerjaan, kelas social-ekonomi, dan sebagainya. Untuk pemasaran partai

politik, pemahaman memdalam tentang segmentasi demografis dapat

memberi kontribusi berharga untuk kesuksesan pemasaran, walaupun tetap

dianjurkan untuk menggunakan pendekatan lainnya.

b. Segmentasi Agama

Hingga saat ini, segmentasi berdasarkan agama meruapakan salah satau

pendekatan segmentasi yang penting untuk memahami karakter pemilih

Indonesia. Beberapa studi menunjukkan, umumnya para pemilih non-

Islam tidak memilih partaipartai Islam atau partai-partai yang

dipersepsikan sebagai partai Islam. Dengan demikian, segmen pemilih

yang tidak beragama Islam akan melirik partai yang memiliki landas

imklusif dan pluralis atau partai ekslusif sesuai dengan agama-agama

masing-masing segmen.

c. Segmentasi Gender

Hingga saat ini, segmentasi berdasarkan agama meruapakan salah satau

pendekatan segmentasi yang penting untuk memahami karakter pemilih

Indonesia. Beberapa studi menunjukkan, umumnya para pemilih non-

Islam tidak memilih partaipartai Islam atau partai-partai yang

dipersepsikan sebagai partai Islam. Dengan demikian, segmen pemilih

yang tidak beragama Islam akan melirik partai yang memiliki landas

Universitas Sumatera Utara

imklusif dan pluralis atau partai ekslusif sesuai dengan agama-agama

masing-masing segmen.

d. Segmentasi Usia

e. Segmentasi Kelas Sosial

f. Segmentasi Geografis

Segmentasi geografis membagi-membagi para pemilih berdasarkan

wilayah tempat tinggal

g. Segmentasi Psikografis

Segmentasi psikografis adalah segmentasi berdasarkan gaya hidup, yakni

bagaimana sesorang menghabiskan waktu dan uangnya. Dalam pemasaran

politik, segmentasi psikografis berguna untuk mensosialisasikan atau

mengomunikasikan tawaran partai kepada khalayak pemilih.

5. 7. Faktor-faktor yang mempengaruhi Partisipasi Politik

Masyarakat

1. Faktor Sosial Ekonomi

Kondisi sosial ekonomi meliputi tingkat pendapatan, tingkat pendidikan

dan jumlah keluarga.

2. Faktor Politik

Peran serta politik masyarakat didasarkan kepada politik untuk

menentukan suatu produk akhir. Faktor politik meliputi :

a. Komunikasi Politik.

Universitas Sumatera Utara

Komunikasi politik adalah suatu komunikasi yang mempunyai

konsekuensi politik baik secara aktual maupun potensial, yang

mengatur kelakuan manusia dalam keberadaan suatu konflik.11

b. Kesadaran Politik.

Komunikasi politik antara pemerintah dan rakyat sebagai interaksi

antara dua pihak yang menerapkan etika.

Kesadaran politik menyangkut pengetahuan, minat dan perhatian

seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik. Tingkat

kesadaran politik diartikan sebagai tanda bahwa warga masyarakat

menaruh perhatian terhadap masalah kenegaraan dan atau

pembangunan

c. Pengetahuan Masyarakat terhadap

Proses Pengambilan Keputusan. Pengetahuan masyarakat terhadap

proses pengambilan keputusan menentukan corak dan arah suatu

keputusan yang akan diambil

d. Kontrol Masyarakat terhadap Kebijakan Publik.

Kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik yakni masyarakat

menguasai kebijakan publik dan memiliki kewenangan untuk

mengelola suatu obyek kebijakan. Kontrol untuk mencegah

11 Nimmo, Dan. Polical Communication and Public Opinion in America , Goodyear Publishing Co, 1993

Universitas Sumatera Utara

dan mengeliminir penyalahgunaan kewenangan dalam keputusan

politik kontrol masyarakat dalam kebijakan publik adalah the power of

directing. Juga mengemukakan ekspresi politik,

memberikan aspirasi atau masukan (ide, gagasan) tanpa intimidasi

yang merupakan problem dan harapan rakyat, untuk meningkatkan

kesadaran kritis dan keterampilan masyarakat melakukan analisis dan

pemetaan terhadap persoalan aktual dan merumuskan agenda tuntutan

mengenai pembangunan

3. Faktor Fisik Individu dan Lingkungan

Faktor fisik individu sebagai sumber kehidupan termasuk fasilitas serta

ketersediaan pelayanan umum. Faktor lingkungan adalah kesatuan ruang

dan semua benda, daya, keadaan, kondisi dan makhluk hidup, yang

berlangsungnya berbagai kegiatan interaksi sosial antara berbagai

kelompok beserta lembaga dan pranatanya.

4. Faktor Nilai Budaya

Nilai budaya politik atau civic culture merupakan basis yang membentuk

demokrasi, hakekatnya adalah politik baik etika politik maupun teknik

(Soemitro 1999:27) atau peradapan masyarakat. Faktor nilai budaya

menyangkut persepsi, pengetahuan, sikap, dan kepercayaan politik.

6. Metode Penelitian

6. 1. Jenis Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Menurut Hadari Nawawi,12

7. Teknik Pengumpulan Data

metode penelitian deskriptif dapat diartikan

sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan

atau melukiskan subjek atau objek penelitian seseorang, lembaga, masyarakat dan

lain-lain pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau

sebagaimana adanya. Penelitian deskriptif melakukan analisis dan menyajikan

data-data dan fakta-fakta secara sistematis sehingga dapat dipahami dan

disimpulkan.

Tujuan penelitian deskriptif analisis adalah untuk membuat gambaran

secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi

atau daerah tertentu. Disamping itu penelitian ini juga menggunakan teori-teori,

data-data dan konsep-konsep sebagai kerangka acuan untuk menjelaskan hasil

penelitian, menganalisis dan sekaligus menjawab persoalan yang diteliti. Oleh

karena itu jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif.

6. 2. Lokasi penelitian

Penelitian bertempat di kantor Tim Pemenangan Oloan Simbolon, ST

berada di Jln. Pekan Inpres Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Provinsi

Sumateara Utara.

Dalam mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan maka penulis

melakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

12 Nawawi, Hadari. 1987. Metodologi Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal. 63

Universitas Sumatera Utara

a. Data primer diperoleh dari wawancara bersama:

i. Calon Legislatif bersangkutan: Oloan Simbolon, ST

ii. Ketua Tim Pemenangan : Hotdiman Manik, SP

iii. Sekretaris DPC PPD Kabupaten Samosir: Sabar Sitorus,

SPd

iv. Sekretaris Pemuda Katolik Sumatera Utara: Johanes

Naibaho, SPd

v. DPD Generasi Muda Kosgoro: Maniur Rumapea, SPd

vi. Ketua PMKRI cabang Medan: Nadiasi Sihotang

b. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui sumber data dan

informasi dan melalui buku-buku, jurnal, internet, majalah, surat kabar

dan lain sebagainya yang relevan denga topik penelitian.

8. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan teknik analisis kualitatif, dilakukan pada data yang tidak dapat

dihitung bersifat nongrafis atau berwujud kasus-kasus (sehingga tidak dapat

disusun kedalam struktur klasifikatoris). Data yang dikumpulkan bersifat

deskriptif dalam bentuk kata-kata atau gambar. Artinya pada penelitian ini

dibutuhkan pengutamaan penghayatan dan brusaha memahami factor peristiwa

dalam situasi tertentu menurut pandangan peneliti. Lalu kemudian setelah data

Universitas Sumatera Utara

tersusun teratur dan sistematis, akan melakukan analisis data yang selanjutnya

menghasilkan suatu kesimpulan terhadap data yang diteliti sesuai dengan apa

yang dihasilkan oleh peneliti.

BAB II

PROFIL DAN DESKRIPSI PENENLITIAN

2. 1. Profil Calon Legislatif

Universitas Sumatera Utara