Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

34
Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) Definisi Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) adalah Penyakit degenerasi motor neuron, yang terletak pada cornu anterior medulla spinalis dan kortikal Epidemiologi 1-2 per 100.000 penduduk menderita ALS tiap tahunnya Mengenai semua ras dan etnis Bisa terjadi pada semua usia, puncak : usia 40-60 tahun Laki2 : wanita = 3 : 2 Etiologi dan Patogenesis Penyebab pasti belum diketahui, diduga : 1. Herediter 2. Neurotoksin 3. Trauma 4. Autoimun 5. Infeksi virus 6. Proses penuaan dini 7. Gangguan metabolisme Gejala-gejala ALS Disfungsi UMN - Kontraktur - Disartria - Disfagia - Dispneu - siallorhea

Transcript of Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

Page 1: Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)

Definisi

Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) adalah Penyakit degenerasi motor neuron, yang terletak pada cornu anterior medulla spinalis dan kortikal

Epidemiologi

• 1-2 per 100.000 penduduk menderita ALS tiap tahunnya

• Mengenai semua ras dan etnis

• Bisa terjadi pada semua usia, puncak : usia 40-60 tahun

• Laki2 : wanita = 3 : 2

Etiologi dan Patogenesis

Penyebab pasti belum diketahui, diduga :

1. Herediter

2. Neurotoksin

3. Trauma

4. Autoimun

5. Infeksi virus

6. Proses penuaan dini

7. Gangguan metabolisme

Gejala-gejala ALS

Disfungsi UMN

- Kontraktur

- Disartria

- Disfagia

- Dispneu

- siallorhea

- Spastisitas.

- Reflek tendon yang cepat atau menyebar abnormal.

- Adanya reflek patologis.

Page 2: Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

- Hilangnya ketangkasan dengan kekuatan normal

Disfungsi LMN

- Kelemahan otot

- Fasikulasi.

- Atrofi.

- Kram otot

- Hiporefleks

- flasid

- Foot drop

- Kesulitan bernafas.

Gejala emosional

- Tertawa dan menangis involunter

- Depresi

Diagnosis ALS (El Escorial Federasi Dunia Neurology Kriteria Untuk Diagnosis ALS)

• Tanda-tanda degenerasi lower motor neuron (LMN)

• Tanda-tanda degenerasi upper motor neuron (UMN)

• Tanda-tanda penyebaran yang progresif dalam wilayah atau ke daerah lain, bersama-sama dengan tidak adanya

• Bukti elektrofisiologi proses penyakit lain yang mungkin menjelaskan tanda-tanda LMN dan / atau degenerasi UMN

• Neuroimaging bukti proses penyakit lain yang mungkin menjelaskan tanda-tanda klinis dan tanda elektrofisiologi

Diagnosis Banding

• Penyakit Motor Neuron Lainnya

• Tumor medulla spinalis

Page 3: Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

• Syringomyelia

• Spondilitis servikalis

• Neuropati motorik

• Miopati hipertiroidi

• Spinal muscular atrophy

• Multiple entrapment neuropathies

• Multiple sclerosis

• Penyakit vaskular multifokal

• Sindroma post poliomielitis

Penatalaksanaan

• Medikamentosa

• Fisioterapi

• Terapi bicara

• Alat bantu pernapasan

Komplikasi

• Aspirasi cairan atau makanan

• Ketidakmampuan merawat diri sendiri

• Respiratory distress syndrome

• Pneumonia

Prognosis

• Pseudobulbar palsy yang cepat berkembang prognosis jelek

• Infeksi saluran nafas, pneumonia, aspirasi, atau asfiksia kematian

• 15 sampai 20 % penderita dapat bertahan hidup sampai ±5 tahun sejak onset

• ± 25 % penderita dapat bertahan hingga lebih dari 5 tahun setelah diagnosis ditegakkan

Page 4: Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

Complete spinal transection

Cedera medulla spinalis dapat dikategorikan menjadi dua tipe:

a. Cedera medulla spinalis komplit

semua fungsi atau sensasi di bawah level cedera menghilang

b. Cedera medulla spinalis inkomplit

Masih terdapat sebagian fungsi atau sensasi dibawah level cedera primer.

Gejala klinis

1. Hilangnya semua sensasi di bawah level lesi2. Hilangnya fungsi motorik/gerakan volunter di bawah level lesi3. Tonus otot dan refleks mula-mula menghilang kemudian timbul kembali dan menjadi spastik

Segera setelah cedera terjadi periode spinal shock, selama beberapa hari sampai beberapa minggu. Selama periode ini semua refleks visceral dan somatik menghilang. Setelah periode ini berlalu, refleks timbul kembali dan otot menjadi spastik dengan refleks tendon yang meningkat.

Gejala menurut level lesi

- Lesi setinggi S2 : inkontinensia urin et alvi- Lesi setinggi T2 : gangguan pada mekanisme termoregulasi simpatis dan somatis- Lesi setinggi / di bawah T1 : paraplegia- Lesi setinggi C5 : kuadriplegia- Lesi di atas C5 : biasanya berakibat kematian karena kelumpuhan otot-otot pernafasan

Klasifikasi

Klasifikasi menurut The American Spinal Cord Injury Association - ASIA Impairment Scale

A - Complete

Tidak ada fungsi sensorik maupun mottorik di bawah segmen sakral terbawah (S4-S5)

B - Incomplete

Terdapat fungsi sensorik di bawah level neurologis dan S4-S5, tidak ada fungsi motorik di bawah level neurologis

C - Incomplete

Masih ada fungsi motorik di bawah level neurologis dan sebagaian besar kelompok otot utama di bawah level neurologis kekuatannya di bawah 3.

D - Incomplete

Masih ada fungsi motorik di bawah level neurologis dan sebagaian besar kelompok otot utama di bawah level neurologis kekuatannya 3.

Page 5: Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

E - Normal

Fungsi motorik dan sensorik normal

Diagnostik

- Gejala klinis- Riwayat trauma- X-foto - CT Scan- MRI

Terapi

- Imobilisasi- Metilprednisolon 30 mg/kgBB dilanjutkan 5,4mg/kgBB/jam selama 23 jam berikutnya,

diberikan dalam 6 jam setelah onset- Pembedahan untuk koreksi alignment tulang

Prognosis

- Penyembuhan dalam 6 bulan- Pada tetraplegia inkomplit, 46% dapat berjalan setelah 1 tahun- Pada paraplegia inkomplit, 76% dapat berjalan setelah 1 tahun- Bila cedera komplit, <5% yang dapat pulih kembali, dan sebagian besar tidak dapat membaik

sama sekali

Page 6: Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

Sindroma kauda equina

Definisi

Sindrom cauda equina disebabkan oleh hilangnya fungsi 2 atau lebih akar saraf yang membentuk

cauda equina. Ia didefinisikan sebagai kompleks gejala yang meliputi low back pain, siatika unilateral

atau yang lebih khas bilateral, gangguan sensoris “saddle”, dan kehilangan sensasi motorik dan

sensori ekstremitas bawah yang bervariasi, bersama-sama dengan gangguan kandung kencing, usus

dan disfungsi ereksi.

Patofisiologi

Sindrom cauda equina disebabkan oleh penyempitan apapun pada canalis spinalis yang menekan

akar saraf di bawah level medula spinalis. Beberapa penyebab sindrom cauda equina telah

dilaporkan, meliputi cedera traumatik, herniasi diskus, stenosis spinalis, neoplasma spinal,

schwannoma, ependimoma, kondisi peradangan, kondisi infeksi, dan penyebab iatrogenik.

Trauma

Kejadian traumatik yang menyebabkan fraktur atau subluksasi dapat menyebabkan

kompresi cauda equina.

Trauma tembus dapat menyebabkan kerusakan atau kompresi cauda equina.

Manipulasi spinal yang menyebabkan subluksasi akan mengakibatkan munculnya sindrom

cauda equina.

Kasus yang jarang berupa fraktur insufisiensi sacral telah dilaporkan menyebabkan sindrom

cauda equina.

Herniasi diskus

Kejadian sindroma cauda equina yang disebabkan oleh herniasi diskus lumbalis dilaporkan

bervariasi dari 1-15%.

Sembilan puluh persen herniasi diskus lumbalis terjadi baik pada L4-L5 atau L5-S1.

Tujuh puluh persen kasus herniasi diskus yang menyebabkan sindrom cauda equina terjadi

pada pasien dengan riwayat low back pain kronis, dan 30% berkembang menjadi sindrom

cauda equina sebagai gejala pertama herniasi diskus lumbalis.

Laki-laki usia dekade 4 dan 5 adalah yang paling rawan terhadap sindrom cauda equina

akibat herniasi diskus.

Page 7: Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

Sebagian besar kasus sindrom cauda equina yang disebabkan herniasi diskus melibatkan

partikel besar dari materi diskus yang rusak, mengganggu setidaknya sepertiga diameter

canalis spinalis.

Pasien dengan stenosis kongenital yang menderita herniasi diskus yang menetap lebih

mungkin untuk mengalami sindrom cauda equina yang disebabkan bahkan oleh herniasi

diskus yang ringan dapat secara drastis membatasi ruang yang tersedia untuk akar saraf.

Kasus herniasi diskus transdural yang jarang telah dilaporkan menyebabkan sindrom cauda

equina.

Stenosis spinalis

Penyempitan canalis spinalis dapat disebabkan oleh abnormalitas dalam proses

perkembangan atau degeneratif.

Kasus spondilolistesis dan Paget’s diseaseyang berat dapat menyebabkan sindrom cauda

equina.

Neoplasma

Sindrom cauda equina dapat disebabkan oleh neoplasma spinal baik primer atau metastasis,

biasanya berasal dari prostat (pada laki-laki).

Sindrom cauda equina dapat disebabkan oleh neoplasma spinal baik primer atau metastasis,

biasanya berasal dari prostat (pada laki-laki).

60 % pasien dengan sindrom cauda equina yang disebabkan neoplasma spinal mengalami

nyeri berat yang dini.

Temuan terbaru meliputi kelemahan ekstremitas bawah yang disebabkan oleh keterlibatan

ventral root.

Pasien umumnya mengalami hipotoni dan hiporefleks.

Hilangnya sensoris dan disfungsi sfingter juga umum ditemukan.

Schwannoma

Schwannoma adalah neoplasma jinak dengan kapsul yang secara struktural identik dengan

sinsisium sel Schwann.

Pertumbuhan ini dapat berasal dari saraf perifer atau simpatis.

Schwannoma dapat dilihat menggunakan mielografi, tetapi MRI adalah kriteria standar.

Schwannoma bersifat isointense pada image T1, hyperintense pada image T2, dan enhanced

dengan kontras gadolinium.

Page 8: Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

Ependimoma

Ependimoma adalah glioma yang berasal dari sel ependim yang relatif undifferentiated.

Mereka sering berasal dari canalis sentralis medula spinalis dan cenderung tersusun secara

radial di sekitar pembuluh darah.

Ependimoma paling umum ditemukan pada pasien yang berusia sekitar 35 tahun.

Mereka dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan peningkatan kadar

protein pada cairan serebrospinalis.

Temuan pada MRI dapat digunakan untuk membantu dokter dalam mendiagnosis sindrom

cauda equina. Lesi tampak isointense pada T1-weighted image, hypointense pada T2-

weighted image, dan enhanced dengan kontras gadolinium.

Kondisi peradangan

Kondisi peradangan pada medula spinalis yang berlangsung lama, misalnya Paget’s disease

dan spondilitis ankilosa, dapat menyebabkan sindrom cauda equina karena stenosis

ataupun fraktur spinal.

Kondisi infeksi

Kondisi infeksi, misalnya abses epidural, dapat menyebabkan deformitas akar saraf dan

medula spinalis.

MRI dapat menampilkan penampakan abnormal akar saraf yang tertekan ke satu sisi sacus

duralis.

Gejala secara umum meliputi nyeri punggung yang berat dan kelemahan motorik yang

berkembang sangat cepat.

Penyebab iatrogenik

Komplikasi dari instrumentasi spinal telah dilaporkan menyebabkan kasus sindrom cauda

equina, misalnya pedicle screw dan laminar hook yang salah tempat.

Anestesi spinal yang kontinyu juga telah dihubungkan sebagai penyebab sindrom cauda

equina.

Injeksi steroid epidural, injeksi lem fibrin, dan penempatan free fat graft merupakan

penyebab yang juga dilaporkan sebagai penyebab sindrom cauda equina meskipun jarang.

Beberapa kasus melibatkan penggunaan lidokain hiperbarik 5%. Rekomendasi yang ada

menyebutkan bahwa lidokain hiperbarik tidak dimasukkan dengan konsentrasi yang lebih

dari 2%, dengan dosis total tidak melebihi 60 mg.

Page 9: Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

GEJALA KLINIS

Gejala sindrom cauda equina meliputi:

Low back pain

Siatika unilateral atau bilateral

Hipoestesi atau anestesi saddle atau perineal

Gangguan buang air besar dan buang air kecil

Kelemahan motorik ekstremitas bawah dan defisit sensorik

Berkurang atau hilangnya refleks ekstremitas bawah

Low back pain dapat dibagi menjadi nyeri lokal dan radikular.

Nyeri lokal secara umum merupakan nyeri dalam akibat iritasi jaringan lunak dan corpus

vertebra.

Nyeri radikular secara umum adalah nyeri yang tajam dan seperti ditusuk-tusuk akibat

kompresi radiks dorsalis. Nyeri radikular berproyeksi dengan distribusi sesuai dermatom.

Manifestasi buang air kecil pada sindrom cauda equina meliputi:

Retensi

Sulitnya memulai miksi

Berkurangnya sensasi urethra

Secara khas, manifestasi buang air kecil dimulai dengan retensi urin dan kemudian diikuti

oleh inkontinensia urin overflow.

Gangguan buang air besar dapat meliputi:

Inkontinensia

Konstipasi

Hilangnya tonus dan sensasi anus

PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGIS

Pemeriksaan fisik dari cauda equina sindrom meliputi :

Inspeksi : mencari beberapa manifestasi eksternal dari nyeri, seperti : sikap tubuh yang

abnormal, pemeriksaan sikap tubuh dan gaya berjalan untuk mengetahui kemungkinan dari

defek dan adanya kelainan pada tulang belakang

Page 10: Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

Palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan

Kekuatan tonus dan otot ekstremitas bawah

Sensoris ekstremitas bawah

Colok dubur

Nyeri dan defisit dengan keterlibatan akar saraf ditunjukkan dalam tabel berikut:

Akar saraf Nyeri Defisit sensorik Defisit motorik Defisit refleks

L2 Paha bagian anterior medial

Paha bagian atas Kelemahan slight quadricep; fleksi panggul; aduksi paha

Suprapatella yang sedikit menurun

L3 Paha anterior lateral

Paha bagian bawah

Kelemahan quadricep; ekstensi lutut; aduksi paha

Patella atau suprapatella

L4 Paha posterolateral; tibia anterior

Kaki bagian bawah sebelah medial

Ekstensi lutut dan pedis

Patella

L5 Dorsum pedis Dorsum pedis Dorsofleksi pedis dan ibu jari kaki

Harmstring

S1-2 Pedis bagian lateral

Pedis bagian lateral

Plantar fleksi pedis dan ibu jari kaki

Achilles

S3-5 Perineum Saddle Sfingter Bulbocavernosus; anus

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Selain riwayat lengkap,pemeriksaan fisik, evaluasi neurologis dan alnalisis laboratorium dasar,

diagnostik workup untuk cauda equina dapat dilihat secara radiologis.

Radiografi

Foto polos harus dilakukan untuk menemukan perubahan destruktif, penyempitan ruang

diskus atau hilangnya alignment spinal.

Page 11: Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

Myelografi Lumbal

Myelografi tidak lagi dilakuakan secara rutin karena tersedianya MRI. Myelografi dipilih

pada keadaan tertentu dimana MRI menjadi kontraindikasi (misalnya pasien dengan pacemaker

jantung). Obstruksi aliran kontras pada area kompresi membantu untuk mengkonfirmasi level

kondisi patologis yang dicurigai.

CT-scan dengan atau tanpa kontras

CT-scan sering lebih mudah didapatkan daripada myelografi lumbal. CT-scan memberi detail

tambahan tentang densitas dan integritas tulang yang membantu dalam rencana terapi,

khususnya pada kasus tulang belakang dan mana instrumen untuk stabilisasi dibutuhkan setelah

agen yang mengganggu dihilangkan dari regio cauda equina. CT-scan yang dilakukan setelah

myelografi dapat menunjukkan blok kontras dan memperjelas kondisi patologis lebih baik dari

yang ditunjukkan denagn CT-scan.

MRI

MRI adalah modalitas yang paling membantu untuk diagnosis kelainan medulla spinalis dan

umumnya menjadi tes yang dipilih untuk membantu dokter dalam mendiagnosis sindrom cauda

equina.

Radionuclide scanning

Ini merupakan modalitas yang membantu saat berhadapan dengan osteomyelitis dan infeksi

tulang belakang pada kondisi sindrom cauda equina.

Positron emission tomography scan

Positron emission tomography (PET) dalam hubungannya dengan CT-scan dikatakan sebagai

modalitas yang berguna pada penderta sindrom cauda equina dan keganasan pada tulang

belakang.

TERAPI

Terapi Konservatif :

Iskemia akar saraf bertanggung jawab sebagian terhadap nyeri dan berkurangnya kekuatan motorik

yang berhubungan dengan sindrom cauda equina. Hasilnya, terapi vasodilatasi dapat membantu

Page 12: Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

pada beberapa pasien. Mean arterial blood pressure (MABP) harus dipertahankan di atas 90 mmHg

untuk memaksimalkan aliran darah ke medula spinalis dan akar saraf.

Terapi dengan lipoprostaglandin E1 dan derivatnya telah dilaporkan efektif dalam

meningkatkan aliran darah ke regio cauda equina dan mengurangi gejala nyeri dan kelemahan

motorik. Pilihan terapi ini harus dilakukan untuk pasien dengan stenosis spinal sedang dengan

neurogenic claudication. Tidak ada keuntungan yang telah dilaporkan pada pasien dengan gejala

yang lebih berat atau pasien dengan gejala radikular.

Pilihan terapi medis lain berguna pada pasien-pasien tertentu, tergantung penyebab yang

mendasari sindrom cauda equina. Obat anti inflamasi dan steroid dapat efektif pada pasien dengan

proses inflamasi, termasuk spondilitis ankilosa.

Pasien dengan sindrom cauda equina akibat penyebab infeksius harus mendapat terapi

antibiotik yang sesuai. Pasien dengan neoplasma spinal harus dievaluasi untuk kecocokan terhadap

terapi kemoterapi dan radioterapi.

Terapi Pembedahan

Pada banyak kasus sindrom cauda equina, dekompresi emergensi pada canalis spinalis merupakan

pilihan terapi yang sesuai. Tujuannya adalah untuk mengurangi tekanan pada saraf di cauda equina

dengan menghilangkan agen yang mengkompresi dan memperluas ruang canalis spinalis. Sindrom

cauda equina telah dipikirkan sebagai emergensi bedah dengan dekompresi bedah yang diperlukan

dalam 48 jam setelah onset gejala.

Untuk pasien di mana herniasi diskus merupakan penyebab sindrom cauda equina,

direkomendasikan laminotomi atau laminektomi untuk memungkinkan dekompresi canalis spinalis.

Kemudian, tindakan ini diikuti dengan retraksi dan discectomy.

Page 13: Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

Neurogenic bladder

PENDAHULUAN

Fungsi kandung kencing normal memerlukan aktivitas yang terintegrasi antara sistim saraf otonomi dan somatik. Jaras neural yang terdiri dari berbagai refleks fungsi destrusor dan sfingter meluas dari lobus frontalis ke medula spinalis bagian sakral, sehingga penyebab neurogenik dari gangguan kandung kencing dapat diakibatkan oleh lesi pada berbagai derajat.

ANATOMI DAN FISIOLOGI

A. Struktur otot detrusor dan sfingter

Susunan sebagian besar otot polos kandung kencing sedemikian rupa sehingga bila berkontraksi akan menyebabkan pengosongan kandung kencing. Pengaturan serabut detrusor pada daerah leher kandung kencing berbeda pada kedua jenis kelamin, pria mempunyai distribusi yang sirkuler dan serabut-serabut tersebut membentuk suatu sfingter leher kandung kencing yang efektif untuk mencegah terjadinya ejakulasi retrograd sfingter interna yang ekivalen. Sfingter uretra (rhabdosfingter) terdiri dari serabut otot luruk berbentuk sirkuler. Pada pria, rhabdosfingter terletak tepat di distal dari prostat sementara pada wanita mengelilingi hampir seluruh uretra. Rhabdosfingter secara anatomis berbeda dari otot-otot yang membentuk dasar pelvis. Pemeriksaann EMG otot ini menunjukkan suatu discharge tonik konstan yang akan menurun bila terjadi relaksasi sfingter pada awal proses miksi

B. Persarafan dari kandung kencing dan sfingter

1. Persarafan parasimpatis (N.pelvikus)

Pengaturan fungsi motorik dari otot detrusor utama berasal dari neuron preganglion parasimpatis dengan badan sel terletak pada kolumna intermediolateral medula spinalis antara S2 dan S4. Neuron preganglionik keluar dari medula spinalis bersama radiks spinal anterior dan mengirim akson melalui N.pelvikus ke pleksus parasimpatis pelvis. Ini merupakan suatu jaringanhalus yang menutupi kandung kencing dan rektum. Serabut postganglionik pendek berjalan dari pleksus untuk menginervasi organ-organ pelvis. Tak terdapat perbedaan khusus postjunctional antara serabut postganglionik danotot polos dari detrusor. Sebaliknya, serabut postganglionik mempunyai jaringan difus sepanjang serabutnya yang mengandung vesikel dimana asetilkolin dilepaskan. Meskipun pada beberapa spesies transmiter nonkolinergik nonadrenergik juga ditemukan, keberadaannya pada manusia diragukan

2. Persarafan simpatis (N.hipogastrik dan rantai simpatis sakral)

Kandung kencing menerima inervasi simpatis dari rantai simpatis torakolumbal melalui a hipogastrik. Leher kandung kencing menerima persarafan yang banyak dari sistem saraf simpatis dan pada kucing dapat dilihat pengaturan parasimpatis oleh simpatis, sedangkan peran sistim simpatis pada proses miksi manusia tidak jelas. Simpatektomi lumbal saja tidak berpengaruh pada kontinens atau miksi meskipun pada umumnya akan menimbulkan ejakulasi retrograd. Leher kandung kencing pria banyak mengandung mervasi noradrenergik dan aktivitas simpatis selama ejakulasi menyebabkan penutupan dari leher kandung kencing untuk mencegah ejakulasi retrograde

Page 14: Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

3. Persarafan somantik (N.pudendus)

Otot lurik dari sfingter uretra merupakan satu-satunya bagian dari traktus urinarius yang mendapat persarafan somatik. Onufrowicz menggambarkan suatu nukleus pada kornu ventralis medula spinalis pada S2, S3, dan S4. Nukleus ini yang umumnya dikenal sebagai nukleus Onuf, mengandung badan sel dari motor neuron yang menginnervasi baik sfingter anal dan uretra. Nukleus ini mempunyai diameter yang lebih kecil daripada sel kornu anterior lain, tetapi suatu penelitian mengenai sinaps motor neuron ini pada kucing menunjukkan bahwa lebih bersifat skeletomotor dibandingkan persarafan perineal parasimpatis preganglionik. Serabut motorik dari sel-sel ini berjalan dari radiks S2, S3 dan S4 ke dalam N.pudendus dimana ketika melewati pelvis memberi percabangan ke sfingter anal dan cabang perineal ke otot lurik sfingter uretra. Secara elektromiografi, motor unit dari otot lurik sfingter sama dengan serabut lurik otot tapi mempunyai amplitudo yang sedikit lebih rendah.

4. Persarafan sensorik traktus urinarius bagian bawah

Sebagian besar saraf aferen adalah tidak bermyelin dan berakhir pada pleksus suburotelial dimana tidak terdapat ujung sensorik khusus. Karena banyak dari serabut ini mengandung substansi P, ATP atau calcitonin gene-related peptide dan pelepasannya dapat mengubah eksitabilitas otot, serabut pleksus ini dapat digolongkan sebagai saraf sensorik motorik daripada sensorik murni. Ketiga pasang saraf perifer (simpatis torakolumbal, parasimpatis sakral dan pudendus) mengandung serabut saraf aferen. Serabut aferen yang berjalan dalam n.pelvikus dan membawa sensasi dari distensi kandung kencing tampaknya merupakan hal yang terpenting pada fungsi kandung kencing yang normal. Akson aferen terdiri dari 2 tipe, serabut C yang tidak bermyelin dan serabut Aδbermyelin kecil. Peran aferen hipogastrik tidak jelas tetapi serabut ini mungkin menyampaikan beberapa sensasi dari distensi kandung kencing dan nyeri. Aferen somatik pudendal menyalurkan sensasi dari aliran urine, nyeri dan suhu dari uretra dan memproyeksikan ke daerah yang serupa dalam medula spinalis sakral sebagai aferen kandung kencing. Hal ini menggambarkan kemungkinan dari daerah-daerah penting pada medula spinalis sakral untuk intergrasi viserosomatik. Nathan dan Smith (1951) pada penelitian pasien yang telah mengalami kordotomi anterolateral, menyimpulkan bahwa jaras asending dari kandung kencing dan uretra berjalan di dalam traktus spiotalamikus. Serabut spinobulber pada kolumna dorsalis mungkin juga berperan pada transmisi dari informasi aferen.

C. Hubungan dengan susunan saraf pusat

1. Pusat Miksi Pons

Pons merupakan pusat yng mengatur miksi melalui refleks spinal-bulber-spinal atau long loop refleks. Demyelinisasi Groat (1990) menyatakan bahwa pusat miksi pons merupakan titik pengaturan (switch point) dimana refleks transpinal-bulber diatur sedemikian rupa baikuntuk pengaturan pengisian atau pengosongan kandung kencing. Pusat miksi pons berperansebagai pusat pengaturan yang mengatur refleks spinal dan menerima input dari daerah lain di otak

2. Daerah kortikal yang mempengaruhi pusat miksi pons

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lesi pada bagian anteromedial dari lobus frontal dapat menimbulkan gangguan miksi berupa urgensi, inkontinens, hilangnya sensibilitas kandung kemih atau retensi urine. Pemeriksaan urodinamis menunjukkan adanya kandung kencing yang hiperrefleksi.

Page 15: Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

D. Fisiologi pengaturan fungsi sfingter kandung kencing

1. Pengisian urine

Pada pengisian kandung kencing, distensi yang timbul ditandai dengan adanya aktivitas sensor regang pada dinding kandung kencing. Pada kandung kencing normal, tekanan intravesikal tidak meningkat selama pengisian sebab terdapat inhibisi dari aktivitas detrusor dan active compliance dari kandung kencing. Inhibisi dari aktivitas motorik detrusor memerlukan jaras yang utuh antara pusat miksi pons dengan medula spinalis bagian sakral. Mekanisme active compliance kandung kencing kurang diketahui namun proses ini juga memerlukan inervasi yang utuh mengingat mekanisme ini hilang pada kerusakan radiks s2-S4. Selain akomodasi kandung kencing, kontinens selama pengisian memerlukan fasilitasi aktifitas otot lurik dari sfingter uretra, sehingga tekanan uretra lebih tinggi dibandingkan tekanan intravesikal dan urine tidak mengalir keluar

2. Pengaliran urine

Pada orang dewasa yang normal, rangsangan untuk miksi timbul dari distensi kandung kencing yang sinyalnya diperoleh dari aferen yang bersifat sensitif terhadap regangan. Mekanisme normal dari miksi volunter tidak diketahui dengan jelas tetapi diperoleh dari relaksasi oto lurik dari sfingter uretra dan lantai pelvis yang diikuti dengan kontraksi kandung kencing. Inhibisi tonus simpatis pada leher kandung kencing juga ditemukan sehingga tekanan intravesikal diatas/melebihi tekanan intra uretral dan urine akan keluar. Pengosongan kandung kemih yang lengkap tergantung dari refleks yang menghambat aktifitas sfingter dan mempertahankan kontraksi detrusor selama miksi.

III. PATOLOGI GANGGUAN MIKSI

Gangguan kandung kencing dapat terjadi pada bagian tingkatan lesi. Tergantung jaras yang terkena, secara garis besar terdapat tiga jenis utama gangguan kandung kemih:

1. Lesi supra pons

Pusat miksi pons merupakan pusat pengaturan refleks-refleks miksi dan seluruh aktivitasnya diatur kebanyakan oleh input inhibisi dari lobus frontal bagian medial, ganglia basalis dan tempat lain. Kerusakan pada umumnya akan berakibat hilangnya inhibisi dan menimbulkan keadaan hiperrefleksi. Pada kerusakan lobus depan, tumor, demyelinisasi periventrikuler, dilatasi kornu anterior ventrikel lateral pada hidrosefalus atau kelainan ganglia basalis, dapat menimbulkan kontraksi kandung kemih yang hiperrefleksi. Retensi urine dapat ditemukan secara jarang yaitu bila terdapat kegagalan dalam memulai proses miksi secara volunter

2. Lesi antara pusat miksi pons dansakral medula spinalis

Lesi medula spinalis yang terletak antara pusat miksi pons dan bagian sakral medula spinalis akan mengganggu jaras yang menginhibisi kontraksi detrusor dan pengaturan fungsi sfingter detrusor. Beberapa keadaan yang mungkin terjadi antara lain adalah:

a. Kandung kencing yang hiperrefleksi

Page 16: Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

Seperti halnya lesi supra pons, hilangnya mekanisme inhibisi normal akan menimbulkan suatu keadaan kandung kencing yang hiperrefleksi yang akan menyebabkan kenaikan tekanan pada penambahan yang kecil dari volume kandung kencing.

b. Disinergia detrusor-sfingter (DDS)

Pada keadaan normal, relaksasi sfingter akan mendahului kontraksi detrusor. Pada keadaan DDS, terdapat kontraksi sfingter dan otot detrusor secara bersamaan. Kegagalan sfingter untuk berelaksasi akan menghambat miksi sehingga dapat terjadi tekanan intravesikal yang tinggi yang kadang-kadang menyebabkan dilatasi saluran kencing bagian atas.

Urine dapat keluar dari kandung kencing hanya bila kontraksi detrusor berlangsung lebih lama dari kontraksi sfingter sehingga aliran urine terputus-putus

c. Kontraksi detrusor yang lemah

Kontraksi hiperrefleksi yang timbul seringkali lemah sehingga pengosongan kandung kencing yang terjadi tidak sempurna. Keadaan ini bila dikombinasikan dengan disinergia akan menimbulkan peningkatan volume residu paska miksi

d. Peningkatan volume residu paska miksi

Volume residu paska miksi yang banyak pada keadaan kandung kencing yang hiperrefleksi menyebabkan diperlukannya sedikit volume tambahan untuk terjadinya kontraksi kandung kencing. Penderita mengeluh mengenai seringnya miksi dalam jumlah yang sedikit.

3. Lesi Lower Motor Neuron (LMN)

Kerusakan pada radiks S2-S4 baik dalam kanalis spinalis maupun ekstradural akan menimbulkan gangguan LMN dari fungsi kandung kencing dan hilangnya sensibilitas kandung kencing. Proses pendahuluan miksi secara volunter hilang dan karena mekanisme untuk menimbulkan kontraksi detrusor hilang, kandung kencing menjadi atonik atau hipotonik bila kerusakan denervasinya adalah parsial. Compliance kandung kencing juga hilang karena hal ini merupakan suatu proses aktif yang tergantung pada utuhnya persarafan.

Sensibilitas dari peregangan kandung kencing terganggu namun sensasi nyeri masih didapatkan disebabkan informasi aferen yang dibawa oleh sistim saraf simpatis melalui n.hipogastrikus ke daerah torakolumbal. Denervasi otot sfingter mengganggu mekanisme penutupan namunjaringan elastik dari leher kandung kencing memungkinkan terjadinya kontinens. Mekanisme untuk mempertahankan kontinens selama kenaikan tekanan intra abdominal yang mendadak hilang, sehingga stress inkontinens sering timbul pada batuk atau bersin.

GEJALA GANGGUAN DISFUNGSI MIKSI

Gejala-gejala disfungsi kandung kencing neurogenik terdiri dari urgensi, frekuensi, retensi dan inkontinens. Hiperrefleksi detrusor merupakan keadaan yang mendasari timbulnya frekuensi, urgensi dan inkontinens sehingga kurang dapat menilai lokasi kerusakan (localising value) karena

Page 17: Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

hiperrefleksia detrusor dapat timbul baik akibat kerusakan jaras dari suprapons maupun suprasakral. Retensi urine dapat timbul sebagai akibat berbagai keadaan patologis. Pada pria adalah penting untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan urologis seperti hipertrofi prostat atau striktur. Pada penderita dengan lesi neurologis antara pons dan med spinalis bagiansakral, DDS dapat menimbulkan berbagai derajat retensi meskipun pada umumnya hiperrefleksia detrusor yang lebih sering timbul. Retensi dapat juga timbul akibat gangguan kontraksi detrusor seperti pada lesi LMN. Retensi juga dapat timbul akibat kegagalan untuk memulai refleks niksi seperti pada lesi susunan saraf pusat.Meskipun hanya sedikit kasus dari lesi frontal dapat menimbulkan retensi, lesi pada pons juga dapat menimbulkan gejala serupa.

Inkontenensia urine dapat timbul akibat hiperrefleksia detrusor pada lesi suprapons dan suprasakral. Ini sering dihubungkan dengan frekuensi dan bila jaras sensorik masih utuh, akan timbul sensasi urgensi. Lesi LMN dihubungkan dengan kelemahan sfingter yang dapat bermanifestasi sebagai stress inkontinens danketidakmampuan dari kontraksi detrusor yang mengakibatkan retensi kronik dengan overflow

V. EVALUASI DAN PENATALAKSANAAN

1. Evaluasi

Pendekatan sistematis untuk mengetahui maslah gangguan miksi selama rehabilitasi pasien dengan cedera medula spinalis merupakan hal yang penting karena penatalaksanaan yang baik sejak awal akan mencegah komplikasi urologis dan kerusakan ginjal permanen.

Pemeriksaan meliputi penilaian saluran kencing bagian atas, penilaian pengosongan kandung kencing dan deteksi hiperrefleksia detrusor

a. Penilaian saluran kencing bagian atas

Meskipun jarang didapatkan masalah pada saluran kencing bagian atas, gangguan ginjal merupakan hal yang potensial mengancam penderita. Penilaian ditujukan untuk menilai fungsi ginjal dandeteksi hidronefrosis. Pemeriksaan radiologis harus meliputi urografi intravena dan voiding cystourethrogram untuk menilai saluran bagian atas dan menyingkirkan kemungkinan adanya refluks vesikoureteral.

b. Penilaian pengosongan kandung kencing

Penilaian sisa urine dapat dilakukan dengan katerisasi pada saat pertama pemeriksaan meupun dengan menggunakan USG. Residu urine lebih dari 100 ml dikatakan bermakna

c. Deteksi hiperrefleksia detrusor

Pemeriksaan CMG dan EMG dari sfingter uretral eksterna akan membantu menentukan disfungsi neurogenik dan adanya suatu DDS yang signifikan. Kontraksi abnormal dari otot detrusor dapat dideteksi dengan baik dengan menggunakan filling cystometrogram (CMV). Pada orang normal, kandung kencing dapat mengakomodasi pengisian kandung kencing bahkan pada kecepatan pengisian yang tinggi sedangkan pada penderita dengan hiperrefleksia kandung kencing, terjadi peningkatan tekanan yang spontan pada pengisian

Page 18: Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

d. Pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan neurologis harus meliputi pemeriksaan sensibilitas perianal untuk mengetahui ada tidaknya sacral sparing. Adanya tonus anal, refleks anal dan refleks bulbokavernosus hanya menandakan utuhnya konus dan lengkung refleks lokal. Didapatkannya kontraksi volunter sfingter anal menunjukkan uthunya kontrol volunter dan pada kasus kuadriplegia, ini menandakan lesi medula spinalis yang inkomplit. Pada lesi medula spinalis, dalam hari pertama sampai 3 atau 4 minggu berikutnya seluruh refleks dalam pada tingkat di bawah lesi akan hilang. Hal ini biasanya dihubungkan dengan fase syok spinal. Dalam periode ini, kandung kencing bersifat arefleksi danmemerlukan drainase periodik atau kontinu yang cermat dan tes provokatif dengan menggunakan 4 oz air dingin steril suhu 4oC tidak akan menimbulkan aktifitas refleks kandung kencing. Tes air es dikatakan positif bila pengisian dengan air dingin segera diikuti dengan pengeluaran air kateter dari kandung kencing. Drainase kandung kencing yang adekuat selama fase syok spinal akan dapat mencegah timbulnya distensi yang berlebih dan atoni dari kandung kencing yang arefleksi.

2. Penatalaksanaan

Dasar dari penatalaksanaan dari disfungsi kandung kemih adalah untuk mempertahankan fungsi gunjal dan mengurangi gejala.

a. Penatalaksanaan gangguan pengosongan kandung kemih dapat dilakukan dengan cara

o Stimulasi kontraksi detrusor, suprapubic tapping atau stimulasi perianal

o Kompresi eksternal dan penekanan abdomen, crede’s manoeuvre

o Clean intermittent self-catheterisation

o Indwelling urethral catheter

b. Penatalaksanaan hiperrefleksia detrusor

o Bladder retraining (bladder drill)

o Pengobatan oral, Propantheline, imipramine, oxybutinin

c. Penatalaksanaa operatif

Tindakan operatif berguna pada penderita usia muda dengan kelainan neurologis kongenital atau cedera medula spinalis.

Bladder training

Adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kencing yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal neurogenik (UMN atau LMN), dapat dilakukan dengan pemeriksaan refleks-refleks:

1. Refleks otomatik

Page 19: Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

Refleks melalui saraf parasimpatis S2-3 dansimpatis T12-L1,2, yang bergabung menjadi n.pelvikus. Tes untuk mengetahui refleks ini adalah tes air es (ice water test). Test positif menunjukkan tipe UMN sedangkan bila negatif (arefleksia) berarti tipe LMN.

2. Refleks somatis

Refleks melalui n.pudendalis S2-4. Tesnya berupa tes sfingter ani eksternus dan tes refleks bulbokarvernosus. Jika tes-tes tersebut positif berarti tipe UMN, sedangkan bila negatif berarti LMN atau tipe UMN fase syok spinal

Page 20: Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

Siringomielia

Definisi

Suatu penyakit degeneratif atau gangguan perkembangan medulla spinalis yang kronik progresif, ditandai dengan kelemahan yang tidak nyeri dan wasting dari lengan dan tangan (brachial amyotrophy) dan gangguan sensorik segmental tipe disosiatif (hilangnya sensasi suhu dan nyeri tetapi tidak untuk sensasi taktil, proprioseptik,dan getar).

Klasifikasi (dari Barnett)

Type I. Syringomyelia dengan obstruksi foramen magnum dan dilatasi kanalis sentralis (developmental type)

A. dengan malformasi Chiari tipe 1

B. dengan lesi obstruktif lain dari foramen magnum

Type II. Syringomyelia tanpa obstruksi foramen magnum (idiopathic developmental type)

Type III. Syringomyelia dengan disertai penyakit medulla spinalis yang lain (acquired types)

A. Tumor medulla spinalis (biasanya intrameduler,cth.hemangioblastoma)

B. Traumatic myelopathy

C. Spinal arachnoiditis dan pachymeningitis

D. Myelomalacia sekunder dari kompresi medulla (tumor, spondylosis), infark, hemat-omyelia

Type IV. Hydromyelia murni (pelebaran kongenital kanalis sentralis), dengan atau tanpa hidrosefalus

Gejala klinis

Gambaran klinis tergantung dari perkembangan penyakit dan perluasan syrinx, tetapi ada gejala klinis yang hampir selalu tampak, yaitu:

- Kelemahan dan atrofi segmental dari lengan dan tangan- Hilangnya sebagian atau semua refleks tendon di lengan- Anesthesia segmental tipe disosiatif

Diagnosa

- Gejala klinis- CT myelogram- MRI

Terapi

- Pembedahan untuk dekompresi foramen magnum dan kanalis servikalis- Syringotomy atau shunting dari syrinx

Page 21: Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

Mielopati

Definisi

Semua kelainan atau kerusakan pada medulla spinalis

Gejala klinis

- Gejala klinis berupa kelemahan dengan tanda-tanda lesi UMN (hiperrefleksi), biasanya disertai gangguan sensorik bilateral sesuai tinggi lesi, dan gangguan miksi/defekasi

Diagnostik

- Gejala klinis- X-foto vertebra sesuai tinggi lesi- Myelografi - CT scan- CT myelografi- MRI

Terapi

Terapi diberikan sesuai kausa penyakit

Page 22: Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

Dorsal root syndrome

Definisi

Suatu kondisi yang ditandai dengan nyeri yang berat tanpa gangguan sensoris pada lengan, yang disebabkan cedera daerah servikal karena hiperfleksi maupun hiperekstensi, yang diperberat dengan fleksi maupun ekstensi kepala

Etiologi

- Cedera daerah leher- Perdarahan di sekitar ganglion radiks dorsalis

Gejala klinis

- Nyeri neuropatik yang hebat-

Page 23: Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

Acute medulla compression

Definisi

Suatu keadaan dimana medulla spinalis tertekan oleh fragmen tulang dari fraktur vertebra, tumor, abses, ruptur diskus intervertebralis maupun lesi lainnya.

Keadaan ini dianggap suatu emergency terlepas dari penyebabnya, dan memerlukan diagnosa dan penanganan yang cepat dan tepat untuk mencegah kecacatan menetap karena cedera medulla spinalis yang ireversibel

Gejala klinis

- Nyeri punggung- Hiperesthesia di dermatom yang terkena- Kelemahan anggota gerak di bawah level kompresi- Menurunnya sensasi di bawah level kompresi- Inkontinensia urin/alvi atau retensio urin- Bisa ada tanda Lhermitte dan hiperrefleksia

Etiologi

- Tumor (paling banyak)- Trauma- Abses- Granuloma (TB)- Tumor metastase

Diagnosis

- X-foto vertebra- MRI

Terapi

- Steroid untuk mengurangi inflamasi- Pembedahan untuk dekompresi

Prognosis

- Bila terjadi paralisis komplit lebih dari 24 jam sebelum dekompresi, maka kemungkinan sembuh akan menurun drastis

Page 24: Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

Radicular syndrome

Definisi

Kumpulan gejala yang biasanya disebabkan oleh kerusakan atau penjepitan radiks spinalis, yang biasanya meliputi nyeri leher maupun punggung, dan gejala sesuai distribusi radiks tersebut: nyeri pada dermatom, paresthesia, atau keduanya, penurunan refleks tendon, kelemahan otot sesuai myotom.

Gejala klinis

- Nyeri leher atau punggung pada sisi radiks yang terjepit- Nyeri maupun paresthesia sesuai dermatom radiks- Kelemahan otot sesuai myotom- Refleks tendon menurun

Diagnostik

- Gejala klinis- EMG/nerve conduction study

Terapi

- Analgesik- Fisioterapi- Pembedahan untuk membebaskan radiks yang terjepit

Page 25: Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

Hernia nucleus pulposus (HNP)

Definisi

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah penonjolan diskus inter vertabralis dengan piotusi dan nukleus kedalam kanalis spinalis lumbalis mengakibatkan penekanan pada radiks atau cauda equina.

Etiologi

1.Trauma, hiperfleksia, injuri pada vertebra.

2.Spinal stenosis.

3.Ketidakstabilan vertebra karena salah posisi, mengangkat, dll.

4.Pembentukan osteophyte.

5.Degenerasi dan dehidrasi dari kandungan tulang rawan annulus dan nucleus mengakibatkan

berkurangnya elastisitas sehingga mengakibatkan herniasi dari nucleus hingga annulus.

PATOFISIOLOGI

Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami hernisasi pulposus, kandungan air diskus berkurang bersamaan dengan bertambahnya usia. Selain itu serabut menjadi kotor dan mengalami hialisasi yang membantu perubahan yang mengakibatkan herniasi nukleus pulposus melalui anulus dengan menekan akar – akar syaraf spinal. Pada umumnya herniasi paling besar kemungkinan terjadi di bagian kolumna yang lebih mobil ke yang kurang mobil (Perbatasan Lumbo Sakralis dan Servikotoralis).

Sebagian besar dari HNP terjadi pada lumbal antara VL 4 sampai L 5, atau L5 sampai S1. Arah herniasi yang paling sering adalah posterolateral. Karena radiks saraf pada daerah lumbal miring kebawah sewaktu berjalan keluar melalui foramena neuralis, maka herniasi discus antara L 5 dan S 1.

Perubahan degeneratif pada nukleus pulpolus disebabkan oleh pengurangan kadar protein yang berdampak pada peningkatan kadar cairan sehingga tekanan intra tekal meningkat, menyebabkan ruptur pada anulus dengan stres yang relatif kecil.

Adanya trauma baik secara langsung atau tidak langsung pada diskus inter vertebralis akan menyebabkan komprensi hebat dan transaksi nukleus pulposus (HNP). Nukleus yang tertekan hebat akan mencari jalan keluar, dan melalui robekan anulus tebrosus mendorong ligamentum longitudinal terjadilah herniasi.

TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala :

Page 26: Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

1.Mati rasa, gatal dan penurunan pergerakan satu atau dua ekstremitas.

2.Nyeri tulang belakang

3.Kelemahan satu atau lebih ekstremitas

4.Kehilangan control dari anus dan atau kandung kemih sebagian atau lengkap.

Gejala Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah adanya nyeri di daerah diskus yang mengalami

herniasasi didikuti dengan gejala pada daerah yang diinorvasi oleh radika spinalis yang terkena

oleh diskus yang mengalami herniasasi yang berupa pengobatan nyeri kedaerah tersebut, matu

rasa, kelayuan, maupun tindakan-tindakan yang bersifat protektif. Hal lain yang perlu diketahui

adalah nyeri pada hernia nukleus pulposus ini diperberat dengan meningkatkan tekanan cairan

intraspinal (membungkuk, mengangkat, mengejan, batuk, bersin, juga ketegangan atau spasme

otot), akan berkurang jika tirah baring.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.Laboraturium

- Darah rutin

- Cairan cerebrospimal

2.Foto polos lumbosakral dapat memperlihatkan penyempitan pada ruang antar sendi

3.CT scan lumbosakral : dapat memperlihatkan letak disk protrusion.

4.MRI ; dapat memperlihatkan perubahan tulang dan jaringan lunak di vertebra serta herniasi.

5.Myelogram : dapat menunjukkan lokasi lesi untuk menegaskan pemeriksaan fisik sebelum pembedahan

6.Elektromyografi : dapat menunjukkan lokasi lesi meliputi bagian akar saraf spinal.

7.Epidural venogram : menunjukkan lokasi herniasi

8.Lumbal pungsi : untuk mengetahui kondisi infeksi dan kondisi cairan serebro spinal.

PENATALAKSANAAN

1.Konservatif bila tidak dijumpai defisit neurologik :

a.Tidur selama 1 – 2 mg diatas kasur yang keras

Page 27: Modul Penyakit Pada Tulang Belakang Dan Sumsum Tulang Belakang

b.Exercise digunakan untuk mengurangi tekanan atau kompresi saraf.

c.Terapi obat-obatan : muscle relaxant, nonsteroid, anti inflamasi drug dan analgetik.

d.Terapi panas dingin.

e.Imobilisasi atau bracing, dengan menggunakan lumbosacral brace atau korset

f. Terapi diet untuk mengurangi BB.

g. Traksi lumbal, mungkin menolong, tetapi biasanya resides

h.Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS).

2.Pembedahan

1.Laminectomy hanya dilakukan pada penderita yang mengalami nyeri menetap dan tidak

dapat diatasi, terjadi gejala pada kedua sisi tubuh dan adanya gangguan neurology utama

seperti inkontinensia usus dan kandung kemih serta foot droop.

2.Laminectomy adalah suatu tindakan pembedahan atau pengeluaran atau pemotongan lamina

tulang belakang dan biasanya dilakukan untuk memperbaiki luka pada spinal.

3.Laminectomy adalah memperbaiki satu atau lebih lamina vertebra, osteophytis, dan herniated nucleus pulposus.