Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

71
VIII PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA 9.1. Aspek hukum masterplan jaringan pelayanan perkeretaapian di Jawa 9.1.1. Kajian terhadap asas/prinsip yang terkait dengan penyusunan norma. Dalam kehidupan di masyarakat, kaedah yang berlaku adalah kaedah agama, kaedah sosial, dan kaedah hukum. Kaedah hukum memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda dengan kaidah-kaidah sosial dan kaidah agama sebagaimana dikemukakan oleh Soerjono Soekanto (Lily Rasjidi, 1993), antara lain hukum bertujuan untuk menciptakan keseimbangan di antara kepentingan-kepentingan yang terdapat dalam masyarakat dan mengatur perbuatan manusia secara lahiriah. Sejalan dengan pendapat Soerjono Soekanto, Soedikno Mertokusumo (1996) mengemukakan bahwa kaedah hukum lazimnya diartikan sebagai peraturan hidup yang menentukan bagaimana manusia itu seyogyanya berperilaku, bersikap di dalam masyarakat agar kepentingannya dan kepentingan orang lain terlindungi. Masih menurut Soedikno Mertokusumo (1996), fungsi kaedah hukum pada hakekatnya adalah untuk melindungi kepentingan manusia atau kelompok manusia dan tujuan kaedah hukum tidak lain adalah ketertiban masyarakat. Peter Mahmud Marzuki (2012) mengemukakan: “moral merupakan dasar berpijak dari hukum dan hukum harus mencerminkan moral”. Masih menurut Peter Mahmud Marzuki (2012): “Moral dalam hal ini berkaitan dengan pemeliharaan fungsi ekstensial hidup bermasyarakat, yaitu berkaitan dengan tingkah laku lahiriah manusia dalam rangka hidup bermasyarakat, sebagai contoh tidak melakukan pembalakan hutan merupakan perbuatan bermoral karena dapat menghindarkan dari bahaya banjir. Sebaliknya, apabila

description

.................

Transcript of Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

Page 1: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-1PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

9.1. Aspek hukum masterplan jaringan pelayanan perkeretaapian di Jawa

9.1.1. Kajian terhadap asas/prinsip yang terkait dengan penyusunan norma.Dalam kehidupan di masyarakat, kaedah yang berlaku adalah kaedah agama, kaedah sosial, dan kaedah hukum. Kaedah hukum memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda dengan kaidah-kaidah sosial dan kaidah agama sebagaimana dikemukakan oleh Soerjono Soekanto (Lily Rasjidi, 1993), antara lain hukum bertujuan untuk menciptakan keseimbangan di antara kepentingan-kepentingan yang terdapat dalam masyarakat dan mengatur perbuatan manusia secara lahiriah. Sejalan dengan pendapat Soerjono Soekanto, Soedikno Mertokusumo (1996) mengemukakan bahwa kaedah hukum lazimnya diartikan sebagai peraturan hidup yang menentukan bagaimana manusia itu seyogyanya berperilaku, bersikap di dalam masyarakat agar kepentingannya dan kepentingan orang lain terlindungi. Masih menurut Soedikno Mertokusumo (1996), fungsi kaedah hukum pada hakekatnya adalah untuk melindungi kepentingan manusia atau kelompok manusia dan tujuan kaedah hukum tidak lain adalah ketertiban masyarakat.

Peter Mahmud Marzuki (2012) mengemukakan: “moral merupakan dasar berpijak dari hukum dan hukum harus mencerminkan moral”. Masih menurut Peter Mahmud Marzuki (2012): “Moral dalam hal ini berkaitan dengan pemeliharaan fungsi ekstensial hidup bermasyarakat, yaitu berkaitan dengan tingkah laku lahiriah manusia dalam rangka hidup bermasyarakat, sebagai contoh tidak melakukan pembalakan hutan merupakan perbuatan bermoral karena dapat menghindarkan dari bahaya banjir. Sebaliknya, apabila terdapat aturan hukum yang membolehkan adanya penebangan hutan yang tidak sesuai dengan karakter hutan tersebut, maka aturan hukum tersebut tidak bermoral”.

Tujuan hukum menurut Peter Mahmud Marzuki (2012): “untuk menciptakan damai sejahtera dalam hidup bermasyarakat”. Tujuan hukum menurut Ulpianus (dalam Peter Mahmud Marzuki, 2012): “iuris proecepta sunt haec honeste vivere, alterum non-loeadre, suum cuique tribuere” (perintah hukum adalah hidup jujur, tidak merugikan sesama manusia, dan setiap orang mendapat bagiannya). Demikian pula halnya menurut Bellefroid (dalam Peter Mahmud Marzuki, 2012):

Page 2: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-2PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Het recht beoogt de geestelijke, zedelijke en stoffelijke behoeften der gemeenschap op passende wijze te bevrredigen of ook: de persoonlijkheid der mensen in het gemeenschapsleven te volmaken, d.w.z. de gemeenschap zo to ordenen, dat de persoon zijn geestelijke, zedelijke, en lichamelijke vermogens daarin ontlpooien en tot hun hoogste ontwikkeling brengen.

(hukum berusaha untuk memenuhi kebutuhan jasmani, kejiwaan, dan rohani masyarakat sesuai dengan keadaan masyarakatnya, atau juag meningkatkan kepribadian individu dalam hidup bermasyarakat. Dengan demikian, apabila dikatakan bahwa masyarakat dalam keadaan tertib berarti setiap orang di dalam masyarakat tersebut dapat mengembangkan keadaannya baik secara jasmani, pikiran maupun rohaninya.)

Berpegang pada pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli hukum tersebut, terlihat bahwa hukum memiliki fungsi dan tujuan yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat. Demikian pula halnya dengan kegiatan pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai salah satu kaedah hukum yang tertulis yang berlaku di masyarakat sudah selayaknya memperhatikan fungsi dan tujuan hukum tersebut bukan sebaliknya masyarakat untuk hukum. Namun saat ini hampir di semua belahan dunia di setiap negara dihadapkan pada kondisi berada pada hukum modern yang berasal dari Barat. Menurut Satjipto Rahardjo (2007), sifat hukum modern adalah “rasional dan formal” sehingga seringkali mengabaikan “keadilan” yang berarti juga kebahagiaan masyarakat diabaikan, yang seharusnya tidak demikian, hukum hendaknya memberi kebahagian bagi rakyat dan bangsanya. Salah satu cara untuk mencapai tujuan yang membahagiakan masyarakat atau warga negaranya adalah memperhatikan kultur dan hati nurani masyarakatnya Satjipto Rahardjo (2007). Seperti halnya pendapat Plato dalam bukunya “The Laws” (Satjipto Rahardjo,1991; M.Khoiril Anam, 2007) dikemukakan bahwa keadilan harus dijalankan atas dasar norma-norma tertulis.

Peter Mahmud Marzuki (2012) mengemukakan tentang antinomi antara kepastian hukum hukum dan keadilan:

Dalam banyak literatur klasik dikemukakan antinomi antara kepastian hukum hukum dan keadilan, yaitu keduanya tidak dapat diwujudkan sekaligus dalam situasi yang bersamaan, oleh karenanya hukum bersifat kompromi, dengan mengorbankan keadilan untuk mencapai kepastian hukum.

Oleh karena itu, menurut Peter Mahmud Marzuki (2012):

Dalam menghadapi antinomi tersebut, peran penerapan hukum sangat diperlukan. Peranan tersebut akan terlihat pada saat penerapan hukum dihadapkan pada persoalan konkret dan penerap hukum harus mampu menentukan pilihan yang harus dikorbankan keadilan ataukah kepastian hukum. Adapun yang menjadi acuan dalam pemilihan ini adalah moral.

Page 3: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-3PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Pinsip-prinsip tersebut di atas sebagaimana telah dikemukakan hendaknya diperhatikan pula dalam pembentukan peraturan perundang-undangan sehingga cita keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat tercermin di dalam peraturan perundang-undangan yang dibentuk dan tidak hanya sekedar kepastian hukum semata. Masalah dalam ilmu pembentukan undang-undang (wetgevingswetenschap) adalah bagaimana merumuskan atau membentuk peraturan hukum atau mengatur kehidupan manusia atau masyarakat untuk waktu mendatang dalam kurun waktu tertentu (Satjipto Rahardjo,1991). Namun demikian, nilai-nilai dasar dari hukum menurut Radbruch adalah keadilan, kegunaan, dan kepastian hukum (Satjipto Rahardjo,1991) sudah sepantasnya mendapat perhatian dalam pembentukan peraturan perundang-undangan meskipun seringkali mengalami pasang surut atau pergeseran dalam pelaksanaannya karena adanya pengutamaan salah satu asas terutama kepastian hukum.

Pembuatan hukum yang baik menurut Montesquieu (Satjipto Rahardjo,1991; M.Khoiril Anam, 2007) adalah:1. gaya hendaknya padat dan sederhana, kalimat-kalimat yang muluk dan retorik hanya

merupakan hal yang berlebihan dan menyesatkan;2. istilah-istilah yang dipilih, hendaknya sedapat mungkin bersifat mutlak dan tidak relatif

sehingga mempersempit kemungkinan adanya perbedaan pendapat;3. hendaknya membatasi diri pada hal-hal yang aktual, menghindari perumpaman atau

bersifat hipotesis;4. hendaknya jangan rumit, sebab dibuat untuk orang kebanyakan, jangan

membenamkan orang pada persoalan logika tetapi sekedar bisa dijangkau oleh penalaran orang kebanyakan;

5. janganlah masalah pokok yang dikemukakan dikaburkan oleh penggunaan pengecualian, pembatasan atau modifikasi, kecuali memang benar-benar diperlukan;

6. jangan berupa penalaran (argumentatif), berbahaya sekali memberikan alasan yang rinci tentang masalah yang diatur sebab akan membuka pintu perdebatan;

7. di atas semua itu, isinya hendaknya dipikirkan secara masak terlebih dahulu serta janganlah membingungkan pemikiran serta rasa keadilan biasa dan bagaimana umumnya sesuatu itu berjalan secara alami; sebab hukum yang lemah tidak perlu dan tidak adil akan menyebabkan keseluruhan sistem perundang-undangan menjadi ambruk dan merusak kewibawaan negara.

Berdasarkan pada pendapat-pendapat tersebut di atas, maka pembentukan peraturan perundang-undangan tidak dapat dilepaskan dari asas keadilan, akan tetapi dengan tetap memperhatikan asas manfaat dan asas kepastian hukum. Proses pembentukan peraturan perundang-undangan sudah seyogyanya selalu mengikuti hal-hal yang aktual yang terjadi di masyarakat sesuai dengan kultur masyarakatnya sehingga tujuan pencapaian kebahagian masyarakat akan tercapai bukan sebaliknya hukum untuk masyarakat yang artinya fungsi perlindungan kepentingan masyarakat akan dapat dicapai.

Dalam pembentukan peraturan hendaknya juga berpijak pada asas keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan. Selain itu, masih ada asas yang perlu diperhatikan, yaitu ada 5 (lima) asas hukum yang berlaku secara universal sebagaimana dikemukakan oleh Paul

Page 4: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-4PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Scholten (Soedikno, 1996) yaitu asas kepribadian, asas persekutuan, asas kesamaan, asas kewibawaan, dan asas pemisahan baik dan buruk yang secara rinci dijelaskan sebagai berikut:1. asas kepribadian

dalam asas kepribadian, manusia menginginkan adanya kebebasan individu. Dalam asas ini menunjuk pada pengakuan kepribadian manusia, bahwa manusia adalah subjek hukum, dapat menyandang hak dan kewajiban.

2. asas persekutuan dalam asas persekutuan yang dikehendaki adalah persatuan, kesatuan, cinta kasih, dan keutuhan masyarakat.

3. asas kesamaan dalam asas kesamaan menghendaki adanya keadilan dalam arti setiap orang adalah sama di dalam hukum (equality before the law), setiap orang harus diperlakukan sama. Yang adil adalah apabila setiap orang memperoleh hak yang sama.Keadilan merupakan realisasi dari asas ini.

4. asas kewibawaan dalam asas kewibawaan ini memperkirakan adanya ketidaksamaan.

5. asas pemisahan baik dan buruk asas ini merupakan asas yang terkandung dalam keempat asas sebelumnya, yaitu memisahkan antara baik dan buruk.

Maria Farida Indrati (2012) mengutip ulang pendapat I.C.van der Vlies di dalam bukunya “Het wetsbegrip en beginselen van behoorlijke regelgeving” mengemukakan bahwa asas-asas dalam pembentukan peraturan negara yang baik (beginselen van behorlijke regelgeving) dibagi atas asas-asas yang formal dan material. Asas-asas yang formal meliputi:1. asas tujuan yang jelas (beginsel van duidelijke doelstelling);2. asas organ/lembaga yang tepat (beginsel van het juiste orgaan);3. asas perlunya pengaturan (het noodzakelijkheids beginsel);4. asas dapatnya dilaksanakan (het beginsel van uitvoerbaarheid);5. asas konsensus (het beginsel van consensus).

Asas-asas yang material meliputi:1. asas tentang terminologi dan sistemetika yang benar (het beginsel van duidelijke

terminologi en duidelijke systematiek);2. asas tentang dapat dikenali (het beginsel van de kenbaarheid);3. asas perlakuan yang sama dalam hukum (het rechtsgelijkheids beginsel); 4. asas kepastian hukum (het rechtzekerheidsbeginsel);5. asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual (het beginsel van de individuele

rechtsbedeling).

Asas-asas pembuatan peraturan dikemukakan pula oleh A.Hamid S. Attamimi sebagaimana ditulis ulang oleh Maria Farida Indrati (2012) bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut adalah sebagai berikut:

Page 5: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-5PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

a. Cita Hukum Indonesia; b. asas negara berdasar atas hukum dan asas pemerintahan berdasar sistem

konstitusi;c. asas-asas lainnya.

Dengan demikian, asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan Indonesia yang patut akan mengikuti pedoman dan bimbingan yang diberikan oleh:a. Cita Hukum Indonesia yang tidak lain melainkan Pancasila (Sila-sila dalam

hal tersebut berlaku sebagai Cita (Idee), yang berlaku sebagai “bintang pemandu”;

b. Norma Fundamental Negara yang juga tidak lain melainkan Pancasila (Sila-sila dalam hal tersebut berlaku sebagai Norma);

c. (1) Asas-asas Negara Berdasar Atas Hukum yang menempatkan Undang-Undang sebagai alat pengaturan yang khas berada dalam keutamaan hukum (der primat des Rechts);(2) Asas-asas Pemerintahan Berdasar Sistem Konstitusi yang menempatkan Undang-Undang sebagai dasar dan batas penyelenggaraan kegiatan-kegiatan pemerintahan.

Masih menurut A.Hamid S.Attamimi sebagaimana ditulis ulang oleh Maria Farida Indrati (2012):

selain asas-asas tersebut, dikemukakan pula bahwa asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut meliputi juga:a. asas tujuan yang jelas;b. asas perlunya pengaturan;c. asas organ/lembaga dan materi muatan yang tepat;d. asas dapatnya dilaksanakan;e. asas dapatnya dikenali;f. asas perlakuan yang sama dalam hukum;g. asas kepastian hukum;h. asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual.

Selain asas-asas tersebut, A.Hamid S.Attamimi sebagaimana ditulis ulang oleh Maria Farida Indrati (2012) mengemukakan pula tentang pembagian asas yang formal dan asas yang material, yaitu:

a. asas-asas formal, dengan perincian:1) asas tujuan yang jelas;2) asas perlunya pengaturan;3) asas organ/lembaga yang tepat;4) asas materi muatan yang tepat;5) asas dapatnya dilaksanakan;6) asas dapatnya dikenali.

Page 6: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-6PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

b. Asas-asas material dengan perincian:1) asas sesuai dengan Cita Hukum Indonesia dan Norma Fundamental Negara;2) asas sesuai dengan Hukum Dasar Negara;3) asas sesuai dengan prinsip-prinsip Negara berdasar atas Hukum;4) asas sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan berdasar sistem Konstitusi.

Saat ini, pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia diatur dalam Undang-undang No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan beserta peraturan pelaksanaannya. Berdasarkan ketentuan Undang-undang No.12 Tahun 2011 tersebut antara lain diatur secara tegas bahwa ada perbedaan antara peraturan dengan keputusan.

No Pasal Isi ketentuan

1. Pasal 1 angka (2)

Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.

2. Pasal 2 Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara.

3. Pasal 3 (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan.

(2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

(3) Penempatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tidak merupakan dasar pemberlakuannya.

4. Pasal 4 Peraturan Perundang-undangan yang diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang ini meliputi Undang-Undang dan Peraturan Perundang-undangan di bawahnya.

5. Pasal 5 Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perudang-undangan yang baik yang meliputi: a. Kejelasan tujuan; b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan; d. Dapat dilaksanakan; e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. Kejelasan rumusan; dan g. Keterbukaan.

6. Pasal 6 (1) Materi Muatan Peraturan Perandang-undangan harus mencerminkan asas: a) pengayoman; b) kemanusian; c) kebangsaan; d) kekeluargaan;

Page 7: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-7PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

No Pasal Isi ketentuan

e) kenusantaraan; f) bhinneka tunggal ika; g) keadilan; h) kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i) ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau. j) keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

(2) Selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.

7. Pasal 7 (1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut : a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945;b) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;c) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang; d) Peraturan Pemerintah; e) Peraturan Presiden; f) Peraturan Daerah Provinsi; dang) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

8. Penjelasan Pasal 7 ayat (2)

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “hierarki” adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

9. Pasal 8 (1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

(2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan

Page 8: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-8PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

No Pasal Isi ketentuan

kewenangan.

10. Penjelasan Pasal 8

Ayat (1)Yang dimaksud dengan “Peraturan Menteri” adalah peraturan yang ditetapkan oleh menteri berdasarkan materi muatan dalam rangka penyelenggaraan urusan tertentu dalam pemerintahan.Ayat (2)Yang dimaksud dengan “berdasarkan kewenangan” adalah penyelenggaraan urusan tertentu pemerintahan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

11. Pasal 9 (1) Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.

(2) Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.

12. Pasal 10 (1) Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang berisi:a) pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;b) perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-

Undang;c) pengesahan perjanjian internasional tertentu;d) tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/ataue) pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.

(2) Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan oleh DPR atau Presiden.

13. Pasal 11 Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sama dengan materi muatan Undang-Undang.

14. Pasal 12 Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.

15. Pasal 13 Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang, materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.

16. Pasal 14 Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undanganyang lebih tinggi.

17. Pasal 15 (1) Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam:a) Undang-Undang;b) Peraturan Daerah Provinsi; atau

Page 9: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-9PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

No Pasal Isi ketentuan

c) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan

huruf c berupa ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(3) Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dapat memuat ancaman pidana kurungan atau pidana denda selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan lainnya.

18. Pasal 81 Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Perundang-undangan harus diundangkan dengan menempatkannya dalam:(1) Lembaran Negara Republik Indonesia;(2) Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia;(3) Berita Negara Republik Indonesia;(4) Tambahan Berita Negara Republik Indonesia;(5) Lembaran Daerah;(6) Tambahan Lembaran Daerah; atau(7) Berita Daerah.

19. Pasal 97 Teknik penyusunan dan/atau bentuk yang diatur dalam Undang-Undang ini berlaku secara mutatis mutandis bagi teknik penyusunan dan/atau bentuk Keputusan Presiden, Keputusan Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Keputusan Pimpinan DPR, Keputusan Pimpinan DPD, Keputusan Ketua Mahkamah Agung, Keputusan Ketua Mahkamah Konstitusi, Keputusan Ketua Komisi Yudisial, Keputusan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan, Keputusan Gubernur Bank Indonesia, Keputusan Menteri, Keputusan Kepala Badan, Keputusan Kepala Lembaga, atau Keputusan Ketua Komisi yang setingkat, Keputusan Pimpinan DPRD Provinsi, Keputusan Gubernur, Keputusan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota, Keputusan Bupati/Walikota, Keputusan Kepala Desa atau yang setingkat.

Pasal 100 Semua Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati/Walikota, atau keputusan pejabat lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 yang sifatnya mengatur, yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, harus dimaknai sebagai peraturan, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

Lamp II berisikan antara lain bentuk atau format Peraturan Menteri

Berdasarkan pada teori hukum, asas hukum, dan ketentuan tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, maka pada dasarnya teori hukum dan asas-asas hukum bersifat umum sedangkan bentuk diatur tersendiri sesuai dengan sistem hukum tiap negara. Untuk Indonesia, bentuk/format peraturan perundang-undangan diatur di dalam Undang-Undang No.12 Tahun 2011.

Page 10: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-10

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

9.1.2. Dasar hukum penyusunan masterplan jaringan pelayananan perkeretaapian di Jawa

Dasar hukum penyusunan Masterplan Jaringan Pelayananan Perkeretaapian di Jawa yang akan diuraikan pada bagian ini mendasarkan pada ketentuan hukum peraturan perundang-undangan di bawah ini:

1. Dasar hukum penyusunan masterplan/rencana induk perkeretaapian:a. Undang-Undang No.23 tahun 2007:

Pasal Ketentuan Penjelasan

Pasal 5 (1) Perkeretaapian menurut fungsinya terdiri dari:a. perkeretaapian umum; danb. perkeretaapian khusus.

(2) Perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari:a. perkeretaapian perkotaan;

danb. perkeretaapian antarkota.

(3) Perkeretaapian khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya digunakan secara khusus oleh badan usaha tertentu untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tersebut.

Ayat (1)Huruf aYang dimaksud dengan “perkeretaapian umum” adalah perkeretaapian yang digunakan untuk melayani angkutan orang dan/atau barang dengan dipungut bayaran.

Huruf bYang dimaksud dengan “perkeretaapian khusus” adalah perkeretaapian yang hanya digunakan untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tertentu dan tidak digunakan untuk melayani masyarakat umum.

Ayat (2)Huruf aYang dimaksud dengan “perkeretaapian perkotaan” adalahperkeretaapian yang melayani perpindahan orang di wilayah perkotaan dan/atau perjalanan ulang-alik dengan jangkauan:(1) seluruh wilayah administrasi kota;

dan/atau (2) melebihi wilayah administrasi kota.Dalam hal perkeretaapian perkotaan berada di wilayah metropolitan disebut kereta api metro.

Huruf bYang dimaksud dengan

Page 11: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-11

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Pasal Ketentuan Penjelasan

“perkeretaapian antarkota” adalah perkeretaapian yang melayani perpindahan orang dan/atau barang dari satu kota ke kota yang lain.Dalam hal perkeretaapian antarkota melayani angkutan orang dan/atau barang dari satu kota ke kota di negara lain, disebut kereta api antarnegara.

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 6 (1) Tatanan perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:a. perkeretaapian nasional;b. perkeretaapian provinsi;

danc. perkeretaapian kabupaten/

kota.(2) Tatanan perkeretaapian umum

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan satu kesatuan sistem perkeretaapian yang disebut tatanan perkeretaapian nasional

(3) Sistem perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus terintegrasi dengan moda transportasi lainnya.

Ayat (1)Yang dimaksud dengan “tatanan perkeretaapian” adalah hierarki kewilayahan pada jaringan perkeretaapian yang membentuk satu kesatuan sistem pelayanan perkeretaapian di suatu wilayah.

Huruf aYang dimaksud dengan “perkeretaapian nasional” adalah tatanan perkeretaapian yang melayani angkutan orang dan/atau barang lebih dari satu provinsi.

Huruf bYang dimaksud dengan “perkeretaapian provinsi” adalah tatanan perkeretaapian yang melayani angkutan orang dan/atau barang yang melebihi satu kabupaten/kota dalamsatu provinsi.

Huruf cYang dimaksud dengan “perkeretaapian kabupaten/kota” adalah tatanan perkeretaapian yang melayani angkutan orang dan/atau barang dalam satu kabupaten/kota.

Ayat (2)

Page 12: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-12

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Pasal Ketentuan Penjelasan

Cukup jelas.

Ayat (3)Yang dimaksud dengan “terintegrasi sistem perkeretaapian dengan moda transportasi lain” adalah menyinergikan moda perkeretaapian dengan moda transportasi lain sehingga terwujud keterpaduan jaringan serta mempermudah dan memperlancar pelayanan angkutan orang dan/atau barang.

Pasal 7 (1) Untuk mewujudkan tatanan perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ditetapkan rencana induk perkeretaapian.

(2) Rencana induk perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:a. rencana induk

perkeretaapian nasional;b. rencana induk

perkeretaapian provinsi; dan

c. rencana induk perkeretaapian kabupaten/ kota.

Ayat (1)Yang dimaksud dengan “rencana induk perkeretaapian” adalah rencana pengembangan jaringan prasarana perkeretaapian, baik yang memuat jaringan jalur kereta api yang telah ada maupun rencana jaringan jalur kereta api yang akan dibangun.Ayat (2)Huruf aYang dimaksud dengan “rencana induk perkeretaapian nasional” adalah rencana induk perkeretaapian yang menghubungkan antarpusat kegiatan nasional serta antara pusat kegiatan nasional dan pusat kegiatan provinsi.

Huruf bYang dimaksud dengan “rencana induk perkeretaapian provinsi” adalah rencana induk perkeretaapian yang menghubungkan antarpusat kegiatan provinsi serta antara pusat kegiatan provinsi dan pusat kegiatan kabupaten/kota.

Huruf cYang dimaksud dengan “rencana induk perkeretaapian kabupaten/ kota” adalah rencana induk

Page 13: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-13

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Pasal Ketentuan Penjelasan

perkeretaapian yang menghubungkan antarpusat kegiatan dalam kabupaten/kota.

Pasal 8 (1) Rencana induk perkeretaapian nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a disusun dengan memperhatikan:a. rencana tata ruang wilayah

nasional; danb. rencana induk jaringan

moda transportasi lainnya.(2) Rencana induk perkeretaapian

nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan mempertimbangkan kebutuhan angkutan perkeretaapian pada tataran transportasi nasional.

(3) Rencana induk perkeretaapian nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :a. arah kebijakan dan peranan

perkeretaapian nasional dalam keseluruhan moda transportasi;

b. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan;

c. rencana kebutuhan prasarana perkeretaapian nasional;

d. rencana kebutuhan sarana perkeretaapian nasional; dan

e. rencana kebutuhan sumber daya manusia.

Ayat (1)Huruf aYang dimaksud dengan “rencana tata ruang wilayah nasional” adalah rencana tata ruang nasional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Penataan Ruang.

Huruf bYang dimaksud dengan “rencana induk jaringan moda transportasi lainnya” adalah rencana induk jaringan transportasi jalan, laut, dan udara.

Ayat (2)Yang dimaksud dengan “tataran transportasi” adalah tingkatan transportasi yang terbagi dalam tingkat nasional, tingkat provinsi, dan tingkat kabupaten/kota.

Ayat (3)Cukup jelas.

Pasal 9 (1) Rencana induk perkeretaapian provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b disusun dengan

Ayat (1)Huruf aCukup jelas.

Page 14: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-14

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Pasal Ketentuan Penjelasan

memperhatikan:a. rencana tata ruang wilayah

nasional;b. rencana tata ruang wilayah

provinsi; c. rencana induk

perkeretaapian nasional; dan

d. rencana induk jaringan moda transportasi lainnya pada tataran provinsi.

(2) Rencana induk perkeretaapian provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan mempertimbangkan kebutuhan angkutan perkeretaapian pada tataran transportasi provinsi.

(3) Rencana induk perkeretaapian provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat:a. arah kebijakan dan peranan

perkeretaapian provinsi dalam keseluruhan moda transportasi;

b. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan pada tataran provinsi;

c. rencana kebutuhan prasarana perkeretaapian provinsi;

d. rencana kebutuhan sarana perkeretaapian provinsi; dan

e. rencana kebutuhan sumber daya manusia.

Huruf bYang dimaksud dengan “rencana tata ruang wilayah provinsi” adalah rencana tata ruang provinsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Penataan Ruang.

Huruf cCukup jelas.

Huruf dCukup jelas.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Cukup jelas.

Pasal 10

(1) Rencana induk perkeretaapian kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c disusun dengan

Pasal 10Ayat (1)Huruf a : Cukup jelas.Huruf b : Cukup jelas.

Page 15: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-15

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Pasal Ketentuan Penjelasan

memperhatikan:a. rencana tata ruang wilayah

nasional; b. rencana tata ruang wilayah

provinsi;c. rencana tata ruang wilayah

kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota;

d. rencana induk perkeretaapian provinsi; dan

e. rencana induk jaringan moda transportasi lainnya pada tataran kabupaten/kota.

(2) Rencana induk perkeretaapian kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan mempertimbangkan kebutuhan angkutan perkeretaapian pada tataran transportasi kabupaten/kota.

(3) Rencana induk perkeretaapian kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling rendah memuat:a. arah kebijakan dan peranan

perkeretaapian kabupaten/kota dalam keseluruhan moda transportasi;

b. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan pada tataran kabupaten/kota;

c. rencana kebutuhan prasarana perkeretaapian kabupaten/kota;

d. rencana kebutuhan sarana perkeretaapian kabupaten/kota; dan

Huruf cYang dimaksud dengan “rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota” adalah rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Penataan Ruang.

Huruf d: Cukup jelas.Huruf e: Cukup jelas.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Cukup jelas.

Page 16: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-16

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Pasal Ketentuan Penjelasan

e. rencana kebutuhan sumber daya manusia.

Pasal 11

Rencana induk perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) ditetapkan oleh:

a. Pemerintah untuk rencana induk perkeretaapian nasional;

b. pemerintah provinsi untuk rencana induk perkeretaapian provinsi; dan

c. pemerintah kabupaten/ kota untuk rencana induk perkeretaapian kabupaten/ kota.

Cukup jelas.

Pasal 12

Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis kereta api dan penyusunan rencana induk perkeretaapian diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 12Cukup jelas.

Pasal 19

Pembangunan prasarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a wajib:

a. berpedoman pada ketentuan rencana induk perkeretaapian; dan

b. memenuhi persyaratan teknis prasarana perkeretaapian.

Pasal 19Cukup jelas.

Pasal 49

(1) Jalur kereta api untuk perkeretaapian umum membentuk satu kesatuan jaringan jalur kereta api.

(2) Jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:a. jaringan jalur kereta api

nasional yang ditetapkan dalam rencana induk perkeretaapian nasional;

b. jaringan jalur kereta api

Cukup Jelas.

Page 17: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-17

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Pasal Ketentuan Penjelasan

provinsi yang ditetapkan dalam rencana induk perkeretaapian provinsi; dan

c. jaringan jalur kereta api kabupaten/kota yang ditetapkan dalam rencana induk perkeretaapian kabupaten/kota.

Pasal 84

(1) Pengadaan tanah untuk pembangunan prasarana perkeretaapian umum dilaksanakan berdasarkan rencana induk perkeretaapian.

(2) Pembangunan prasarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disosialisasikan kepada masyarakat, baik pada tahap perencanaan maupun pelaksanaannya, terutama yang tanahnya diperlukan untuk pembangunan prasarana perkeretaapian.

(3) Pemegang hak atas tanah, pemakai tanah negara, atau masyarakat hukum adat, yang tanahnya diperlukan untuk pembangunan prasarana perkeretaapian, berhak mendapat ganti kerugian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.

(4) Pemberian ganti kerugian dalam rangka pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilaksanakan berdasarkan kesepakatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.

Cukup jelas.

Page 18: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-18

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Pasal Ketentuan Penjelasan

Pasal 172

Masyarakat berhak:a. memberi masukan kepada

Pemerintah, Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian, dan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dalam rangka pembinaan, penyelenggaraan, dan pengawasan perkeretaapian;

b. mendapat pelayanan penyelenggaraan perkeretaapian sesuai dengan standar pelayanan minimum; dan

c. memperoleh informasi mengenai pokok-pokok rencana induk perkeretaapian dan pelayanan perkeretaapian.

Cukup jelas.

b. Peraturan Pemerintah No.56 Tahun 2009

Pasal Ketentuan Penjelasan

Pasal 1 angka (6)

Rencana Induk Perkeretaapian adalah rencana dan arah kebijakan pengembangan perkeretaapian yang meliputi perkeretaapian nasional, perkeretaapian provinsi, dan perkeretaapian kabupaten/kota.

Cukup jelas

Pasal 4 (1) Tatanan perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a meliputi:a. perkeretaapian nasional;b. perkeretaapian provinsi; danc. perkeretaapian kabupaten/ kota.

(2) Tatanan perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan satu kesatuan sistem perkeretaapian nasional.

(3) Sistem perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus terintegrasi dengan moda transportasi lainnya.

Cukup jelas

Pasal 5 (1) Untuk mewujudkan tatanan perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ditetapkan

Cukup jelas.

Page 19: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-19

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Pasal Ketentuan Penjelasan

rencana induk perkeretaapian. (2) Rencana induk perkeretaapian

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rencana pengembangan perkeretaapian perkotaan dan perkeretaapian antarkota.

(3) Rencana pengembangan perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi pengembangan perkeretaapian pada jaringan jalur kereta api yang sudah ada maupun jaringan jalur kereta api yang akan dibangun.

pasal 6 (1) Rencana induk perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) terdiri atas:a. rencana induk perkeretaapian

nasional; b. rencana induk perkeretaapian

provinsi; dan c. rencana induk perkeretaapian

kabupaten/kota.(2) Rencana induk perkeretaapian dibuat

untuk jangka waktu paling sedikit 20 (dua puluh) tahun.

(3) Rencana induk perkeretaapian dapat dievaluasi setiap 5 (lima) tahun.

(4) Dalam hal terjadi perubahan lingkungan strategis tertentu rencana induk perkeretaapian dapat dievaluasi sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun.

(5) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan perubahan rencana induk perkeretaapian.

Pasal 6Ayat (1)Cukup jelas.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Cukup jelas.

Ayat (4)Perubahan lingkungan strategis tertentu antara lain perubahan rencana tata ruang, perubahan kawasan pusat kegiatan, kebijakan pemerintah jangka panjang yang berpengaruh pada lingkungan hidup.

Ayat (5)Cukup jelas.

Pasal 7 (1) Rencana induk perkeretaapian nasional meliputi:a. rencana induk perkeretaapian

antarkota antarprovinsi dan antarkota antarnegara; dan

b. rencana induk perkeretaapian perkotaan antarprovinsi.

(2) Rencana induk perkeretaapian nasional disusun dengan memperhatikan:

Ayat (1)Cukup jelas.

Ayat (2)Huruf aCukup jelas.

Huruf bRencana induk jaringan

Page 20: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-20

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Pasal Ketentuan Penjelasan

a. rencana tata ruang wilayah nasional; b. rencana induk jaringan moda

transportasi lainnya; dan c. kebutuhan angkutan perkeretaapian

pada tatarantransportasi nasional.

moda transportasi lainnya meliputi rencana umum jaringan transportasi jalan nasional, tatanan kepelabuhanan nasional, dan tatanan kebandarudaraan nasional.

Huruf cCukup jelas.

Pasal 8 Kebutuhan angkutan perkeretaapian pada tataran transportasi nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c meliputi:

a. prakiraan jumlah perpindahan penumpang dan barang:1) antarpusat kegiatan nasional; 2) antara pusat kegiatan nasional

dengan pusat kegiatan luar negeri; dan

3) antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan provinsi.

b. prakiraan jumlah perpindahan orang dan/atau barang dari dan ke simpul moda transportasi lain yang harus dilayani oleh perkeretaapian nasional; dan

c. prakiraan jumlah penumpang dalam kawasan perkotaan yang cakupannya melebihi wilayah provinsi.

Cukup jelas

Pasal 9 Rencana induk perkeretaapian nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 paling sedikit memuat:a. arah kebijakan dan peranan

perkeretaapian nasional dalam keseluruhan moda transportasi;

b. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan pada tataran nasional;

c. rencana kebutuhan prasarana perkeretaapian nasional;

d. rencana kebutuhan sarana perkeretaapian nasional; dan

Huruf aCukup jelas.

Huruf bCukup jelas.

Huruf cCukup jelas.

Huruf dCukup jelas.

Huruf e

Page 21: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-21

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Pasal Ketentuan Penjelasan

e. rencana kebutuhan sumber daya manusia.

Sumber daya manusia meliputi sumber daya manusia di bidang prasarana perkeretaapian antara lain petugas yang mengoperasikan prasarana perkeretaapian, tenaga pemeriksaan, dan perawatan prasarana perkeretaapian dan sumber daya manusia di bidang sarana perkeretaapian antara lain meliputi awak sarana perkeretaapian, petugas pemeriksaan dan perawatan sarana perkeretaapian.

Pasal 15

Rencana induk perkeretaapian nasional disusun dan ditetapkan oleh Menteri.

Cukup jelas.

Pasal 16

(1) Rencana induk perkeretaapian provinsi terdiri atas:a. rencana induk perkeretaapian

antarkota dalam provinsi; danb. rencana induk perkeretaapian

perkotaan dalam provinsi.(2) Penyusunan rencana induk

perkeretaapian provinsi harus memperhatikan:a. rencana tata ruang wilayah nasional; b. rencana tata ruang wilayah provinsi; c. rencana induk perkeretaapian

nasional; d. rencana induk jaringan moda

transportasi lainnya pada tataran transportasi provinsi; dan

e. kebutuhan angkutan perkeretaapian pada tataran transportasi provinsi.

Ayat (1)Cukup jelas.

Ayat (2)Huruf aCukup jelas.

Huruf bCukup jelas.

Huruf cCukup jelas.

Huruf dRencana induk jaringan moda transportasi lainnya pada tataran transportasi provinsi meliputi rencana umum jaringan transportasi jalan provinsi, tatanan kepelabuhanan nasional, dan tatanan kebandarudaraan nasional.

Page 22: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-22

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Pasal Ketentuan Penjelasan

Huruf eCukup jelas.

Pasal 18

Penyusunan rencana induk perkeretaapian provinsi paling sedikit memuat:a. arah kebijakan dan peranan

perkeretaapian provinsi dalam keseluruhan moda transportasi;

b. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan pada tataran provinsi;

c. rencana kebutuhan prasarana perkeretaapian provinsi;

d. rencana kebutuhan sarana perkeretaapian provinsi; dan

e. rencana kebutuhan sumber daya manusia.

Huruf aCukup jelas.

Huruf bCukup jelas.

Huruf cCukup jelas.

Huruf dCukup jelas.

Huruf eSumber daya manusia meliputi sumber daya manusia di bidang prasarana perkeretaapian antara lain petugas yang mengoperasikan prasarana perkeretaapian, tenaga pemeriksaan dan perawatan prasarana perkeretaapian dan sumber daya manusia di bidang sarana perkeretaapian antara lain meliputi awak sarana perkeretaapian, tenaga pemeriksaan dan perawatan sarana perkeretaapian.

Pasal 24

(1) Rencana induk perkeretaapian provinsi disusun dan ditetapkan oleh gubernur.

(2) Gubernur dalam menyusun rencana induk perkeretaapian provinsi wajib berkonsultasi dengan Menteri.

Cukup jelas.

Pasal 25

(1) Rencana induk perkeretaapian kabupaten terdiri atas:a. rencana induk perkeretaapian

antarkota dalam kabupaten; danb. rencana induk perkeretaapian

perkotaan dalam kabupaten.

Cukup jelas.

Page 23: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-23

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Pasal Ketentuan Penjelasan

(2) Rencana induk perkeretaapian kota merupakan rencana induk perkeretaapian perkotaan.

(3) Rencana induk perkeretaapian kabupaten/kota disusun dengan memperhatikan:a. rencana tata ruang wilayah nasional; b. rencana tata ruang wilayah provinsi; c. rencana tata ruang wilayah

kabupaten/kota; d. rencana induk perkeretaapian

provinsi; e. rencana induk jaringan moda

transportasi lainnya pada tataran kebupaten/kota; dan

f. kebutuhan angkutan perkeretaapian pada tatarantransportasi kabupaten/kota.

Pasal 27

Penyusunan rencana induk perkeretaapian kabupaten/kota paling sedikit memuat:

a. arah kebijakan dan peranan perkeretaapian kabupaten/kota dalam keseluruhan moda transportasi;

b. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan pada tataran kabupaten/kota;

c. rencana kebutuhan prasarana perkeretaapian kabupaten/ kota;

d. rencana kebutuhan sarana perkeretaapian kabupaten/ kota; dan

e. rencana kebutuhan sumber daya manusia.

Huruf aCukup jelas.

Huruf bCukup jelas.

Huruf cCukup jelas.

Huruf dCukup jelas.

Huruf eSumber daya manusia meliputi sumber daya manusia di bidang prasarana perkeretaapian antara lain petugas yang mengoperasikan prasarana perkeretaapian, tenaga pemeriksaan dan perawatan prasarana perkeretaapian dan sumber daya manusia di bidang sarana perkeretaapian

Page 24: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-24

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Pasal Ketentuan Penjelasan

antara lain meliputi awak sarana perkeretaapian, tenaga pemeriksaan dan perawatansarana perkeretaapian.

Pasal 33

(1) Rencana induk perkeretaapian kabupaten/kota disusun dan ditetapkan oleh bupati/walikota.

(2) Bupati/walikota dalam menyusun rencana induk perkeretaapian kabupaten/kota wajib berkonsultasi dengan gubernur dan Menteri.

Cukup jelas.

Pasal 34

(1) Penyusunan rencana induk perkeretaapian dilakukan dengan memperhatikan penyelenggaraan prasarana dan sarana perkeretaapian sesuai dengan jenis kereta api yang meliputi:a. kereta api kecepatan normal;b. kereta api kecepatan tinggi;c. kereta api monorel; d. kereta api motor induksi linier; e. kereta api gerak udara; f. kereta api levitasi magnetik; g. trem; dan h. kereta gantung.

(2) Penyelenggaraan prasarana dan sarana sesuai dengan jenis kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit didasarkan pada:a. kecepatan;b. teknologi;c. sarana penggerak;d. jenis jalan rel; dane. jenis konstruksi.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar spesifikasi teknis pembangunan atau pengadaan, pengoperasian, dan perawatan prasarana dan sarana masing-masing jenis kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.

Cukup jelas.

Pasal (1) Untuk mewujudkan rencana induk Ayat (1)

Page 25: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-25

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Pasal Ketentuan Penjelasan

35 perkeretaapian nasional, rencana induk perkeretaapian provinsi, atau rencana induk perkeretaapian kabupaten/kota disusun rencana pembangunan perkeretaapian.

(2) Rencana pembangunan perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan mengacu pada rencana induk perkeretaapian.

(3) Rencana pembangunan perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dan ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya.

(4) Rencana pembangunan perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.

(5) Rencana pembangunan perkeretaapian dapat dievaluasi setiap 2 (dua) tahun atau sebelum 2 (dua) tahun dalam hal terjadi perubahan lingkungan strategis.

(6) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan perubahan rencana pembangunan perkeretaapian.

(7) Rencana pembangunan perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit memuat:a. lokasi jaringan jalur dan stasiun;b. pembangunan prasarana

perkeretaapian nasional;c. jenis dan jumlah sarana

perkeretaapian nasional;d. kebutuhan sumber daya manusia;

dane. pengoperasian perkeretaapian

nasional.

Cukup jelas.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Cukup jelas.

Ayat (4)Cukup jelas.

Ayat (5)Evaluasi dalam memberikan pertimbangan termasuk apabila ada usulan pembangunan prasarana perkeretaapian di luar rencana pembangunan perkeretaapian tersebut.

Ayat (6)Cukup jelas.

Ayat (7)Cukup jelas.

Pasal 36

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana induk perkeretaapian dan rencana pembangunan perkeretaapian diatur dengan peraturan Menteri.

Pasal 36Cukup jelas.

Pasal Masyarakat berhak: Cukup jelas

Page 26: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-26

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Pasal Ketentuan Penjelasan

393 a. memberi masukan kepada pemerintah, penyelenggara prasarana perkeretaapian, dan penyelenggara sarana perkeretaapian dalam rangka pembinaan, penyelenggaraan, dan pengawasan perkeretaapian;

b. mendapat pelayanan penyelenggaraan perkeretaapian sesuai dengan standar pelayanan minimum; dan

c. memperoleh informasi mengenai pokok-pokok rencana induk perkeretaapian dan pelayanan perkeretaapian.

Pasal 397

(1) Menteri, gubernur, atau bupati/ walikota mempublikasikan pokok-pokok rencana induk perkeretaapian kepada masyarakat melalui situs internet.

(2) Penyelenggara perkeretaapian mempublikasikan informasi mengenai pelayanan perkeretaapian melalui jaringan multimedia.

Cukup jelas

Pasal 401

(1) Jaringan jalur kereta api yang ada pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, baik yang beroperasi maupun yang tidak beroperasi merupakan bagian dari jaringan jalur kereta api nasional.

(2) Jaringan jalur kereta api nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari rencana induk perkeretaapian nasional.

Cukup jelas

Pasal 405

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai rencana induk perkeretaapian, penyelenggaraan perkeretaapian, prasarana perkeretaapian dan sarana perkeretaapian yang ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

Cukup jelas

Page 27: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-27

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

2. Dasar hukum penetapan jaringan pelayanan perkeretaapian:a. Undang-Undang No.23 tahun 2007:

Pasal Ketentuan Penjelasan

Pasal 127 (1) Angkutan kereta api dilaksanakan dalam lintas-lintas pelayanan kereta api yang membentuk satu kesatuan dalam jaringan pelayanan perkeretaapian.

(2) Jaringan pelayanan perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:a. jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota; danb. jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan.

Cukup jelas

Pasal 128 (1) Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (2) huruf a merupakan pelayanan yang menghubungkan:a. antarkota antarnegara;b. antarkota antarprovinsi;c. antarkota dalam provinsi; dand. antarkota dalam kabupaten.

(2) Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (2) huruf b yang berada dalam suatu wilayah perkotaan dapat:a. melampaui 1 (satu) provinsi;b. melampaui 1 (satu) kabupaten/kota dalam 1

(satu) provinsi; danc. berada dalam 1 (satu) kabupaten/kota.

(3) Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota antarnegara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan antarkota antarprovinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b serta jaringan pelayanan perkotaan yang melampaui 1 (satu) provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditetapkan oleh Pemerintah.

(4) Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota dalam provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan yang melampaui 1(satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan oleh pemerintah provinsi.

(5) Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota dalam kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan yang berada dalam 1 (satu) kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c ditetapkan oleh pemerintah

Cukup jelas

Page 28: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-28

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Pasal Ketentuan Penjelasan

kabupaten/kota.

Pasal 129 Ketentuan lebih lanjut mengenai jaringan pelayanan perkeretaapian diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas

b. Peraturan Pemerintah No.72 tahun 2009

Pasal Ketentuan Penjelasan

Pasal 1 angka (3)

Jaringan pelayanan perkeretaapian adalah gabungan lintas-lintas pelayanan perkeretaapian.

cukup jelas

Pasal 2 (1) Angkutan kereta api dilaksanakan pada jaringan jalur kereta api dalam lintas pelayanan kereta api yang membentuk jaringan pelayanan perkeretaapian.

(2) Jaringan pelayanan perkeretaapian sebagaimanadimaksud pada ayat (1), terdiri atas:a. jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota; danb. jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan.

cukup jelas

Pasal 3 (1) Pelayanan angkutan kereta api merupakan layanan kereta api dalam satu lintas atau beberapa lintas pelayanan perkeretaapian yang dapat berupa bagian jaringan multimoda transportasi.

(2) Pelayanan angkutan kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersifat komersial atau bersifat penugasan sesuai dengan kebutuhan masyarakat

Cukup jelas

Pasal 4 Lintas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) ditetapkan dengan memperhatikan:a. jenis pelayanan yang dibutuhkan masyarakat;b. kapasitas lintas yang dibutuhkan masyarakat;c. kebutuhan jasa angkutan pada lintas pelayanan;d. komposisi jenis pelayanan angkutan kereta api

sesuai dengan tingkat pelayanan;e. keterpaduan intra dan antarmoda transportasi;f. jarak waktu antarkereta api (headway), jarak antara

stasiun dan perhentian;g. jarak pusat kegiatan dan pusat logistik terhadap

terminal/stasiun; danh. ketersediaan waktu untuk perpindahan intra dan

antarmoda

Cukup jelas

Pasal 5 Jaringan pelayanan perkeretaapian merupakan kumpulan lintas pelayanan yang tersambung satu dengan yang lain menghubungkan lintas pelayanan perkeretaapian dengan pusat kegiatan, pusat logistik, dan antarmoda.

Cukup jelas

Page 29: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-29

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Pasal Ketentuan Penjelasan

pasal 6 Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a merupakanpelayanan yang menghubungkan:a. antarkota antarnegara;b. antarkota antarprovinsi;c. antarkota dalam provinsi; dand. antarkota dalam kabupaten/kota.

Cukup jelas

Pasal 7 (1) Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota antarnegara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a ditetapkan oleh Menteri berdasarkan perjanjian antarnegara.

(2) Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota antarprovinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api nasional ditetapkan oleh Menteri.

(3) Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota dalam provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api provinsi ditetapkan oleh gubernur.

(4) Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota dalam kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api kabupaten/kota ditetapkan oleh bupati/walikota.

Cukup jelas

Pasal 8 (1) Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota dalam provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota dalam kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4), dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api nasional ditetapkan oleh Menteri.

(2) Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota dalam kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api provinsi ditetapkan oleh gubernur.

Cukup jelas

Pasal 9 Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan:a. menghubungkan beberapa stasiun antarkota;b. tidak menyediakan layanan penumpang berdiri;

Cukup jelas

Page 30: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-30

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Pasal Ketentuan Penjelasan

c. melayani penumpang tidak tetap;d. memiliki jarak dan/atau waktu tempuh panjang;e. memiliki frekuensi kereta api sedang atau rendah;

danf. melayani kebutuhan angkutan penumpang dan/atau

barang antarkota.

Pasal 10 Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b yang berada dalam suatu wilayah perkotaan dapat:a. melampaui 1 (satu) provinsi;b. melampaui 1 (satu) kabupaten/ kota dalam 1 (satu)

provinsi; danc. berada dalam 1 (satu) kabupaten/kota.

Cukup Jelas

Pasal 11 (1) Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan yang melampaui 1 (satu) provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api nasional ditetapkan oleh Menteri.

(2) Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan yang melampaui 1 (satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api provinsi ditetapkan oleh gubernur.

(3) Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan yang berada dalam 1 (satu) kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api kabupaten/kota ditetapkan oleh bupati/walikota.

Cukup Jelas

Pasal 12 (1) Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan yang melampaui 1 (satu) kabupaten/ kota dalam 1 (satu) provinsi dan yang berada dalam 1 (satu) kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3) dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api nasional ditetapkan oleh Menteri.

(2) Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan yang berada dalam 1 (satu) kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api provinsi ditetapkan oleh gubernur.

Cukup jelas

Pasal 13 (1) Menteri, gubernur, atau bupati/ walikota sesuai Cukup jelas

Page 31: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-31

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Pasal Ketentuan Penjelasan

kewenangannya menetapkan lintas pelayanan atas permohonan penyelenggara sarana perkeretaapian.

(2) Menteri, gubernur, atau bupati/ walikota sesuai kewenangannya dapat menolak permohonan penetapan lintas pelayanan dalam hal lintas pelayanan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

Pasal 14 Dalam hal adanya kebutuhan angkutan pada suatu lintas pelayanan tertentu dan tidak terdapat permohonan dari penyelenggara sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), Menteri, gubernur, atau bupati/ walikota dapat menetapkan lintas pelayanan.

Cukup jelas

Pasal 15 Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan:a. menghubungkan beberapa stasiun di wilayah

perkotaan;b. melayani banyak penumpang berdiri;c. memiliki sifat perjalanan ulang alik/ komuter;d. melayani penumpang tetap;e. memiliki jarak dan/atau waktu tempuh pendek; danf. melayani kebutuhan angkutan penumpang di dalam

kota dan dari daerah sub-urban menuju pusat kota atau sebaliknya.

Cukup jelas

Pasal 16 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan jaringan pelayanan dan lintas pelayanan perkeretaapian antarkota dan perkotaan diatur dengan peraturan Menteri.

Cukup jelas

Pasal 161 (1) Pelayanan angkutan perkeretaapian khusus hanya digunakan untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tertentu.

(2) Pelayanan angkutan perkeretaapian khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diintegrasikan dengan jaringan pelayanan angkutan perkeretaapian umum dan jaringan pelayanan angkutan perkeretaapian khusus lainnya.

(3) Dalam hal terjadi integrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka berlaku ketentuan pelayanan perkeretaapian umum.

(4) Dalam hal pelayanan angkutan perkeretaapian khusus diintegrasikan dengan jaringan pelayanan angkutan perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus mendapat persetujuan

Cukup jelas

Page 32: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-32

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Pasal Ketentuan Penjelasan

dari:a. Menteri, pada jaringan jalur perkeretaapian

nasional; b. gubernur, pada jaringan jalur perkeretaapian

provinsi; atau c. bupati/walikota, pada jaringan jalur

perkeretaapian kabupaten/ kota.(5) Dalam hal pelayanan angkutan perkeretaapian

khusus diintegrasikan dengan jaringan pelayanan perkeretaapian khusus lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus mendapat persetujuan dari:a. Menteri, untuk pengintegrasian dengan jaringan

pelayanan angkutan perkeretaapian khusus lainnya yang menghubungkan antarprovinsi;

b. gubernur, untuk pengintegrasian dengan jaringan pelayanan angkutan perkeretaapian khusus lainnya yang menghubungkan antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi; atau

c. bupati/walikota, untuk pengintegrasian dengan jaringan pelayanan angkutan perkeretaapian khusus lainnya yang menghubungkan pelayanan dalam 1 (satu) kabupaten/kota.

Pasal 162 Pengintegrasian pelayanan angkutan kereta api khusus dengan jaringan pelayanan angkutan perkeretaapian umum dan/atau jaringan perkeretaapian khusus lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 dilaksanakan melalui kerja sama antara badan usaha perkeretaapian khusus dan penyelenggara prasarana perkeretaapian umum dan/atau badan usaha perkeretaapian khusus lainn

Cukup jelas

Pasal 163 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian persetujuan pengintegrasian pelayanan angkutan perkeretaapian khusus diatur dengan peraturan Menteri.

Cukup jelas

Berdasarkan pada beberapa ketentuan yang diatur di dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2007, Peraturan Pemerintah No.56 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2009 tersebut, maka penyusunan Masterplan Jaringan Pelayanan Perkeretaapian di Jawa dalam naskah kajian ini merupakan kewenangan Pemerintah Pusat yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Menteri Perhubungan. Penyusunan Masterplan ini perlu memperhatikan hal-hal sebagaimana diuraikan di bawah ini.

Page 33: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-33

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

No.

Uraian

1. Pembagian/jenis perkeretaapian berdasarkan fungsinya yang dibagi menjadi dua, yaitu: a. perkeretaapian umum:

1) perkeretaapian perkotaan; dan2) perkeretaapian antarkota

b. perkeretaapian khusus hanya digunakan secara khusus oleh badan usaha tertentu untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tersebut dan tidak digunakan untuk melayani masyarakat umum

2. Perkeretaapian umum disusun dalam tatanan perkeretaapian umum yang merupakan satu kesatuan sistem yang disebut tatanan perkeretaapian nasional yang meliputi:a. perkeretaapian nasional;b. perkeretaapian provinsi; danc. perkeretaapian kabupaten/ kota.Dalam penyusunan tatanan perkeretaapian nasional tersebut harus memuat sistem perkeretaapian yang terintegrasi dengan moda transportasi lainnya sehingga terwujud keterpaduan jaringan serta mempermudah dan memperlancar pelayanan angkutan orang dan/atau barang.

3. Tatanan perkeretaapian umum yang merupakan satu kesatuan sistem yang disebut tatanan perkeretaapian nasional diwujudkan dalam Rencana Induk Perkeretaapian.

Rencana Induk Perkeretaapian memuat rencana pengembangan jaringan prasarana perkeretaapian, baik yang memuat jaringan jalur kereta api yang telah ada maupun rencana jaringan jalur kereta api yang akan dibangun.

Rencana Induk Perkeretaapian ini terdiri dari:a. Rencana Induk Perkeretaapian Nasional yaitu rencana induk perkeretaapian

yang menghubungkan antarpusat kegiatan nasional serta antara pusat kegiatan nasional dan pusat kegiatan provinsi;

b. Rencana Induk Perkeretaapian Provinsi, yaitu rencana induk perkeretaapian yang menghubungkan antarpusat kegiatan provinsi serta antara pusat kegiatan provinsi dan pusat kegiatan kabupaten/kota;

c. Rencana Induk Perkeretaapian Kabupaten/Kota, yaitu rencana induk perkeretaapian yang menghubungkan antarpusat kegiatan dalam kabupaten/kota.

4. Rencana induk perkeretaapian nasional meliputi:a. rencana induk perkeretaapian antarkota antarprovinsi dan antarkota antarnegara;

dan b. rencana induk perkeretaapian perkotaan antarprovinsi.

Page 34: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-34

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

No.

Uraian

5. Penyusunan Rencana Induk Perkeretaapian Nasional memperhatikan:a. rencana tata ruang wilayah nasional; danb. rencana induk jaringan moda transportasi lainnya, yaitu rencana induk jaringan

transportasi jalan, laut, dan udara.

Selain itu, penyusunan Rencana Induk Perkeretaapian Nasional mempertimbangkan kebutuhan angkutan perkeretaapian pada tataran transportasi nasional.

Kebutuhan angkutan perkeretaapian pada tataran transportasi nasional meliputi:a. prakiraan jumlah perpindahan penumpang dan barang:

1) antarpusat kegiatan nasional; 2) antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan luar negeri; dan 3) antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan provinsi.

b. prakiraan jumlah perpindahan orang dan/atau barang dari dan ke simpul moda transportasi lain yang harus dilayani oleh perkeretaapian nasional; dan

c. prakiraan jumlah penumpang dalam kawasan perkotaan yang cakupannya melebihi wilayah provinsi.

6. Penyusunan rencana induk perkeretaapian dilakukan dengan memperhatikan penyelenggaraan prasarana dan sarana perkeretaapian sesuai dengan jenis kereta api yang meliputi:a. kereta api kecepatan normal;b. kereta api kecepatan tinggi;c. kereta api monorel; d. kereta api motor induksi linier; e. kereta api gerak udara; f. kereta api levitasi magnetik; g. trem; dan h. kereta gantung.

Penyelenggaraan prasarana dan sarana sesuai dengan jenis kereta api paling sedikit didasarkan pada:a. kecepatan;b. teknologi;c. sarana penggerak;d. jenis jalan rel; dane. jenis konstruksi.

Ketentuan lebih lanjut mengenai standar spesifikasi teknis pembangunan atau pengadaan, pengoperasian, dan perawatan prasarana dan sarana masing-masing jenis kereta api diatur dengan peraturan Menteri.

7. Rencana Induk Perkeretaapian Nasional paling sedikit memuat :

Page 35: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-35

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

No.

Uraian

a. arah kebijakan dan peranan perkeretaapian nasional dalam keseluruhan moda transportasi;

b. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan; c. rencana kebutuhan prasarana perkeretaapian nasional; d. rencana kebutuhan sarana perkeretaapian nasional; dane. rencana kebutuhan sumber daya manusia.

8. Kewenangan Penyusunan dan Penetapan Rencana induk perkeretaapian terdiri dari:a. Pemerintah untuk rencana induk perkeretaapian nasional; b. Pemerintah Provinsi untuk rencana induk perkeretaapian provinsi dengan

kewajiban Gubernur untuk berkonsultasi dengan Menteri; dan c. Pemerintah Kabupaten/ Kota untuk rencana induk perkeretaapian kabupaten/

kota dengan kewajiban Bupati/Walikota untuk berkonsultasi dengan Gubernur dan Menteri.

9. Rencana induk perkeretaapian dibuat untuk jangka waktu paling sedikit 20 (dua puluh) tahun.

10. Rencana induk perkeretaapian dapat dievaluasi setiap 5 (lima) tahun. Dalam hal terjadi perubahan lingkungan strategis tertentu rencana induk perkeretaapian dapat dievaluasi sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun. Hasil evaluasi dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan perubahan rencana induk perkeretaapian.

11. Untuk mewujudkan rencana induk perkeretaapian nasional, rencana induk perkeretaapian provinsi, atau rencana induk perkeretaapian kabupaten/kota disusun rencana pembangunan perkeretaapian.

Rencana pembangunan perkeretaapian disusun disusun dan ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya., dengan mengacu pada rencana induk perkeretaapian.

Rencana pembangunan perkeretaapian disusun untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.

Rencana pembangunan perkeretaapian dapat dievaluasi setiap 2 (dua) tahun atau sebelum 2 (dua) tahun dalam hal terjadi perubahan lingkungan strategis. Hasil evaluasi dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan perubahan rencana pembangunan perkeretaapian.

Rencana pembangunan perkeretaapian paling sedikit memuat:a. lokasi jaringan jalur dan stasiun;b. pembangunan prasarana perkeretaapian nasional;c. jenis dan jumlah sarana perkeretaapian nasional;d. kebutuhan sumber daya manusia; dan

Page 36: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-36

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

No.

Uraian

e. pengoperasian perkeretaapian nasional.

12. Pembangunan prasarana perkeretaapian umum berpedoman pada ketentuan rencana induk perkeretaapian dan memenuhi persyaratan teknis prasarana perkeretaapian.

13. Jalur kereta api untuk perkeretaapian umum membentuk satu kesatuan jaringan jalur kereta api yang terdiri dari:a. jaringan jalur kereta api nasional yang ditetapkan dalam rencana induk

perkeretaapian nasional; b. jaringan jalur kereta api provinsi yang ditetapkan dalam rencana induk

perkeretaapian provinsi; danc. jaringan jalur kereta api kabupaten/kota yang ditetapkan dalam rencana induk

perkeretaapian kabupaten/kota

14. dengan berlakunya Peraturan Pemerintah No.56 tahun 2009 ini, semua Jaringan jalur kereta api yang ada yang beroperasi maupun yang tidak beroperasi merupakan bagian dari jaringan jalur kereta api nasional dan merupakan bagian dari rencana induk perkeretaapian nasional.

15. Pelayanan angkutan kereta api merupakan layanan kereta api dalam satu lintas atau beberapa lintas pelayanan perkeretaapian yang dapat berupa bagian jaringan multimoda transportasi.

16. Pelayanan angkutan kereta api dapat bersifat komersial atau bersifat penugasan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

17. Angkutan kereta api dilaksanakan dalam lintas-lintas pelayanan kereta api yang membentuk satu kesatuan dalam jaringan pelayanan perkeretaapian. Jaringan pelayanan perkeretaapian meliputi:a. jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota; danb. jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan.

18. Jaringan pelayanan perkeretaapian merupakan kumpulan lintas pelayanan yang tersambung satu dengan yang lain menghubungkan lintas pelayanan perkeretaapian dengan pusat kegiatan, pusat logistik, dan antarmoda.

19. Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota merupakan pelayanan yang menghubungkan:a. antarkota antarnegara;b. antarkota antarprovinsi;c. antarkota dalam provinsi; dan

Page 37: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-37

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

No.

Uraian

d. antarkota dalam kabupaten/kota.

20. Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan:a. menghubungkan beberapa stasiun antarkota;b. tidak menyediakan layanan penumpang berdiri;c. melayani penumpang tidak tetap;d. memiliki jarak dan/atau waktu tempuh panjang;e. memiliki frekuensi kereta api sedang atau rendah; danf. melayani kebutuhan angkutan penumpang dan/atau barang antarkota.

21. Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan yang berada dalam suatu wilayah perkotaan dapat:a. melampaui 1 (satu) provinsi;b. melampaui 1 (satu) kabupaten/ kota dalam 1 (satu) provinsi; danc. berada dalam 1 (satu) kabupaten/kota.

22. Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan:a. menghubungkan beberapa stasiun di wilayah perkotaan;b. melayani banyak penumpang berdiri;c. memiliki sifat perjalanan ulang alik/ komuter;d. melayani penumpang tetap;e. memiliki jarak dan/atau waktu tempuh pendek; danf. melayani kebutuhan angkutan penumpang di dalam kota dan dari daerah sub-

urban menuju pusat kota atau sebaliknya.

23. Kewenangan penetapan Jaringan Pelayanan dan Lintasan Perkeretaapian terdiri dari:a. Kewenangan Menteri untuk menerbitkan Keputusan Menteri yang memuat:

1) Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota antarnegara berdasarkan perjanjian antarnegara;

2) Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota antarprovinsi dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api nasional;

3) Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota dalam provinsi, jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota dalam kabupaten/kota, dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api nasional;

4) Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan yang melampaui 1 (satu) provinsi dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api nasional;

5) Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan yang melampaui 1 (satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi dan yang berada dalam 1 (satu) kabupaten/kota dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan

Page 38: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-38

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

No.

Uraian

jalur kereta api nasional.b. Kewenangan Gubernur untuk menerbitkan Keputusan Gubernur yang memuat:

1) Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota dalam provinsi dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api provinsi;

2) Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota dalam kabupaten/kota dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api provinsi;

3) Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan yang melampaui 1 (satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api provinsi;

4) Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan yang berada dalam 1 (satu) kabupaten/kota dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api provinsi.

c. Kewenangan Bupati/Walikota:1) Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota dalam kabupaten/kota dan

lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api kabupaten/kota;

2) Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan yang berada dalam 1 (satu) kabupaten/kota dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api kabupaten/kota.

Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur, dan Keputusan Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangan sebagaimana telah disebutkan di atas dimaksudkan untuk:a. pelayanan pengangkutan barang dan pengangkutan penumpang; dan b. pelayanan pengangkutan bersifat komersial atau bersifat penugasan sesuai

dengan kebutuhan masyarakat.

24. Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dapat menetapkan lintas pelayanan apabila:a. atas permohonan penyelenggara sarana perkeretaapian; ataub. dalam hal adanya kebutuhan angkutan pada suatu lintas pelayanan tertentu dan

tidak terdapat permohonan dari penyelenggara sarana perkeretaapian.

Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya berwenang menolak permohonan penetapan lintas pelayanan yang dimohonkan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian.

Pelaksanaan kewenangan Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota untuk menetapkan atau menolak penetapan Lintas Pelayanan dengan memperhatikan:a. jenis pelayanan yang dibutuhkan masyarakat;b. kapasitas lintas yang dibutuhkan masyarakat;c. kebutuhan jasa angkutan pada lintas pelayanan;d. komposisi jenis pelayanan angkutan kereta api sesuai dengan tingkat pelayanan;

Page 39: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-39

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

No.

Uraian

e. keterpaduan intra dan antarmoda transportasi;f. jarak waktu antarkereta api (headway), jarak antara stasiun dan perhentian;g. jarak pusat kegiatan dan pusat logistik terhadap terminal/stasiun; danh. ketersediaan waktu untuk perpindahan intra dan antarmoda.

25. Pelayanan angkutan perkeretaapian khusus hanya digunakan untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tertentu. Namun demikian, pelayanan angkutan perkeretaapian khusus dapat diintegrasikan dengan jaringan pelayanan angkutan perkeretaapian umum dan jaringan pelayanan angkutan perkeretaapian khusus lainnya. Untuk pelaksanaan integrasi tersebut berlaku ketentuan pelayanan perkeretaapian umum dan mendapat persetujuan dari:a. Menteri, pada jaringan jalur perkeretaapian nasional;b. Gubernur, pada jaringan jalur perkeretaapian provinsi; atauc. Bupati/Walikota, pada jaringan jalur perkeretaapian kabupaten/kota.

Dalam hal pelayanan angkutan perkeretaapian khusus diintegrasikan dengan jaringan pelayanan perkeretaapian khusus lainnya harus mendapat persetujuan dari:a. Menteri, untuk pengintegrasian dengan jaringan pelayanan angkutan

perkeretaapian khusus lainnya yang menghubungkan antarprovinsi;b. Gubernur, untuk pengintegrasian dengan jaringan pelayanan angkutan

perkeretaapian khusus lainnya yang menghubungkan antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi; atau

c. Bupati/Walikota, untuk pengintegrasian dengan jaringan pelayanan angkutan perkeretaapian khusus lainnya yang menghubungkan pelayanan dalam 1 (satu) kabupaten/kota.

Selain mendapat persetujuan dari Menteri atau Gubernur atau Bupati/Walikota, pengintegrasian pelayanan angkutan kereta api khusus dengan jaringan pelayanan angkutan perkeretaapian umum dan/atau jaringan perkeretaapian khusus lainnya dilaksanakan melalui kerja sama antara badan usaha perkeretaapian khusus dan penyelenggara prasarana perkeretaapian umum dan/atau badan usaha perkeretaapian khusus lainnya.

Ketentuan mengenai tata cara pemberian persetujuan pengintegrasian pelayanan angkutan perkeretaapian khusus diatur dengan peraturan Menteri.

26. Berdasarkan semua ketentuan tersebut di atas, maka yang perlu diterbitkan terlebih dahulu:1. Peraturan Menteri tentang tata cara penyusunan rencana induk perkeretaapian

dan rencana pembangunan perkeretaapian yang akan digunakan sebagai pedoman bagi Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota untuk menetapkan:

a. Keputusan Menteri tentang Rencana Induk Perkeretaapian Nasional;b. Keputusan Gubernur tentang Rencana Induk Perkeretaapian Provinsi;

Page 40: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-40

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

No.

Uraian

c. Keputusan Bupati/Walikota tentang Rencana Induk Perkeretaapian Kabupaten/Kota;

d. Rencana Pembangunan Perkeretaapian Nasional oleh Menteri;e. Rencana Pembangunan Perkeretaapian Provinsi oleh Gubernur; danf. Rencana Pembangunan Perkeretaapian Kabupaten/Kota oleh

Bupati/Walikota.g. Kegiatan pengadaan tanah untuk pembangunan prasarana

perkeretaapian umum sebagaimana ditetapkan di dalam Rencana Induk Perkeretaapian yang telah ditetapkan Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota sesuai kewenangannya masing-masing.

2. Peraturan Menteri yang akan mengatur tentang tata cara penetapan jaringan pelayanan dan lintas pelayanan perkeretaapian antarkota dan perkotaan yang digunakan sebagai pedoman untuk menerbitkan:

a. Keputusan Menteri tentang jaringan pelayanan perkeretaapian yang merupakan kewenangan Menteri;

b. Keputusan Gubernur tentang jaringan pelayanan perkeretaapian yang merupakan kewenangan Gubernur; dan

c. Keputusan Bupati/Walikota tentang jaringan pelayanan perkeretaapian yang merupakan kewenangan Bupati/Walikota.

3. Peraturan Menteri yang akan mengatur tentang tata cara pemberian persetujuan pengintegrasian pelayanan angkutan perkeretaapian khusus yang akan digunakan sebagai pedoman untuk menerbitkan persetujuan Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota sesuai kewenangannya masing-masing.

27. Pengadaan tanah untuk pembangunan prasarana perkeretaapian umum berdasarkan rencana induk perkeretaapian.

28. Hak masyarakat antara lain memperoleh informasi mengenai pokok-pokok rencana induk perkeretaapian dan pelayanan perkeretaapian.

Kewajiban Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota untuk mempublikasikan pokok-pokok rencana induk perkeretaapian kepada masyarakat melalui situs internet.

Kewajiban Penyelenggara perkeretaapian untuk mempublikasikan informasi mengenai pelayanan perkeretaapian melalui jaringan multimedia.

Dengan mendasarkan pada Bab IX Ketentuan Lain-Lain Pasal 401 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah No.56 tahun 2009, maka semua jaringan jalur kereta api yang ada pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, baik yang beroperasi maupun yang tidak beroperasi merupakan bagian dari jaringan jalur kereta api nasional dan merupakan bagian dari Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNAS). RIPNAS tersebut telah diatur di dalam Peraturan Menteri Perhubungan No.43 Tahun 2011. Apabila melihat pada ketentuan Pasal 15 Peraturan Pemerintah No.56 tahun 2009, seharusnya RIPNAS

Page 41: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-41

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

ditetapkan bukan diatur. Dengan demikian seharusnya RIPNAS diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri bukan Peraturan Menteri. Seharusnya yang dalam bentuk Peraturan Menteri adalah ketentuan mengenai tata cara penyusunan rencana induk perkeretaapian dan rencana pembangunan perkeretaapian diatur dengan peraturan Menteri sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 36 Peraturan Pemerintah No.56 tahun 2009.

Dengan demikian, dengan mendasarkan pada ketentuan Pasal 401 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah No.56 tahun 2009 tersebut, maka jaringan pelayanan perkeretaapian dan lintas pelayanan yang ada hingga saat ini sebagaimana dimaksud di dalam ketentuan Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2009 semuanya merupakan jaringan pelayanan dan lintas pelayanan Nasional yang merupakan kewenangan Pemerintah Pusat, dalam hal ini adalah Menteri Perhubungan. Jika melihat pada ketentuan Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2009, maka jaringan pelayanan dan lintas pelayanan yang sudah ada dapat dilihat di bawah ini.

Kewenangan Jaringan pelayanan dan lintas pelayanan yang ada

Menteri 1) Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota antarprovinsi dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api nasional ditetapkan oleh Menteri (Pasal 7 ayat (2) Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2009);

2) Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota dalam provinsi dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api nasional ditetapkan oleh Menteri (Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2009);

3) Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan yang melampaui 1 (satu) provinsi dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api nasional ditetapkan oleh Menteri (Pasal 11 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2009);

4) Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan yang melampaui 1 (satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api nasional ditetapkan oleh Menteri Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2009);

Jika melihat pada ketentuan Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2009, maka jaringan pelayanan dan lintas pelayanan yang belum ada dapat dilihat di bawah ini.

Kewenangan jaringan pelayanan dan lintas pelayanan yang belum ada

Menteri Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota antarnegara ditetapkan oleh Menteri berdasarkan perjanjian antarnegara (Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2009);

Gubernur 1) Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota dalam provinsi dan

Page 42: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-42

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Kewenangan jaringan pelayanan dan lintas pelayanan yang belum ada

lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api provinsi ditetapkan oleh Gubernur Pasal 7 ayat (3) Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2009);.

2) Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota dalam kabupaten/kota dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api provinsi ditetapkan oleh Gubernur Pasal 8 ayat (2) Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2009);

3) Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan yang melampaui 1 (satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api provinsi ditetapkan oleh Gubernu Pasal 11 ayat (2) Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2009);

4) Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan yang berada dalam 1 (satu) kabupaten/kota dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api provinsi ditetapkan oleh Gubernur Pasal 12 ayat (2) Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2009).

Bupati/ Walikota

1) Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota dalam kabupaten/kota dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api kabupaten/kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota Pasal 7 ayat (4) Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2009);.

2) Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan yang berada dalam 1 (satu) kabupaten/kota dan lintas pelayanan kereta api yang berada pada jaringan jalur kereta api kabupaten/kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota Pasal 11 ayat (3) Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2009).

Jika melihat pada ketentuan Pasal 161 ayat (4) Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2009, maka jaringan pelayanan dan lintas pelayanan yang merupakan integrasi antara jaringan pelayanan angkutan perkeretaapian khusus diintegrasikan dengan jaringan pelayanan angkutan perkeretaapian umum yang belum ada dapat dilihat di bawah ini:

KewenanganJaringan pelayanan dan lintas pelayanan

yang belum adaSyarat

Menteri pada jaringan jalur perkeretaapian nasional

1) ada persetujuan Menteri; dan2) dilakukan melalui kerja sama antara badan

usaha perkeretaapian khusus dan penyelenggara prasarana perkeretaapian umum dan/atau badan usaha perkeretaapian khusus lainnya

Gubernur pada jaringan jalur 1) ada persetujuan Gubernur; dan

Page 43: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-43

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

KewenanganJaringan pelayanan dan lintas pelayanan

yang belum adaSyarat

perkeretaapian provinsi 2) dilakukan melalui kerja sama antara badan usaha perkeretaapian khusus dan penyelenggara prasarana perkeretaapian umum dan/atau badan usaha perkeretaapian khusus lainnya

Bupati/ Walikota

pada jaringan jalur perkeretaapian kabupaten/ kota

1) ada persetujuan Bupati/Walikota; dan 2) dilakukan melalui kerja sama antara badan

usaha perkeretaapian khusus dan penyelenggara prasarana perkeretaapian umum dan/atau badan usaha perkeretaapian khusus lainnya

Jika melihat pada ketentuan Pasal 161 ayat (5) Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2009, maka jaringan pelayanan dan lintas pelayanan yang merupakan integrasi antara pelayanan angkutan perkeretaapian khusus diintegrasikan dengan jaringan pelayanan perkeretaapian khusus lainnya yang belum ada dapat dilihat di bawah ini:

KewenanganJaringan pelayanan dan lintas pelayanan yang

belum adaSyarat

Menteri untuk pengintegrasian dengan jaringan pelayanan angkutan perkeretaapian khusus lainnya yang menghubungkan antarprovinsi

1) ada persetujuan Menteri; dan2) dilakukan melalui kerja sama antara

badan usaha perkeretaapian khusus dan penyelenggara prasarana perkeretaapian umum dan/atau badan usaha perkeretaapian khusus lainnya

Gubernur untuk pengintegrasian dengan jaringan pelayanan angkutan perkeretaapian khusus lainnya yang menghubungkan antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi

1) ada persetujuan Gubernur; dan 2) dilakukan melalui kerja sama antara

badan usaha perkeretaapian khusus dan penyelenggara prasarana perkeretaapian umum dan/atau badan usaha perkeretaapian khusus lainnya

Bupati/ Walikota

untuk pengintegrasian dengan jaringan pelayanan angkutan perkeretaapian khusus lainnya yang menghubungkan pelayanan dalam 1 (satu) kabupaten/kota

1) ada persetujuan Bupati/Walikota; dan 2) dilakukan melalui kerja sama antara

badan usaha perkeretaapian khusus dan penyelenggara prasarana perkeretaapian umum dan/atau badan usaha perkeretaapian khusus lainnya

Perlu dibuat terlebih dahulu Peraturan Menteri yang akan mengatur tentang tata cara

Page 44: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-44

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

KewenanganJaringan pelayanan dan lintas pelayanan yang

belum adaSyarat

pemberian persetujuan pengintegrasian pelayanan angkutan perkeretaapian khusus yang akan digunakan sebagai pedoman untuk menerbitkan persetujuan Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota sesuai kewenangannya masing-masing. Perlu dibuat terlebih dahulu Peraturan Menteri yang akan mengatur tentang tata cara pemberian persetujuan pengintegrasian pelayanan angkutan perkeretaapian khusus yang akan digunakan sebagai pedoman untuk menerbitkan persetujuan Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota sesuai kewenangannya masing-masing.

A. Landasan Filosofis, Sosiologis, dan YuridisSesuai dengan ketentuan Undang-Undang No.12 Tahun 2011 khususnya pada bagian pedoman teknik penyusunan peraturan perundang-undangan yang tercantum di dalam Lampiran II tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud di dalam huruf B.3 angka 19 disebutkan bahwa unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukannya peraturan, penulisannya ditempatkan secara berurutan dari filosofis, sosiologis, dan yuridis yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Unsur filosofis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2) Unsur sosiologis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.

3) Unsur yuridis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pada Lampiran II Undang-Undang No.12 Tahun 2011 huruf B.3 angka 25 disebutkan:pada Konsiderans Peraturan Presiden cukup memuat satu pertimbangan yang berisi uraian ringkas mengenai perlunya melaksanakan ketentuan pasal atau beberapa pasal dari Undang–Undang atau Peraturan Pemerintah yang memerintahkan pembentukan Peraturan Presiden tersebut dengan menunjuk pasal atau beberapa pasal dari Undang–Undang atau Peraturan Pemerintah yang memerintahkan pembentukannya.

Pada Lampiran II Undang-Undang No.12 Tahun 2011 huruf B.3 angka 26 disebutkan:Konsiderans Peraturan Presiden untuk menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukan Peraturan Presiden.

Page 45: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-45

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Format pada Lampiran II tersebut berlaku pula pada pembentukan Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri. Apabila dikaitkan dengan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang No.12 Tahun 2011, maka Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri yang dibentuk diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Ketentuan tersebut dipertegas dengan Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang No.12 Tahun 2011 pada ayat (1): “yang dimaksud dengan “Peraturan Menteri” adalah peraturan yang ditetapkan oleh menteri berdasarkan materi muatan dalam rangka penyelenggaraan urusan tertentu dalam pemerintahan” dan pada ayat (2): “yang dimaksud dengan “berdasarkan kewenangan” adalah penyelenggaraan urusan tertentu pemerintahan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan”.

Apabila melihat pada ketentuan Undang-Undang No.23 Tahun 2007, Peraturan Pemerintah No.56 Tahun 2009, dan Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2009, maka Penyusunan Rencana Induk (Masterplan) Jaringan Pelayanan dan Lintas Pelayanan Perkeretaapian di Jawa dapat dikemukakan sebagai berikut:1. tidak diperintahkan secara tegas di dalam peraturan perundang-undangan tersebut.

Dengan demikian, penyusunan Rencana Induk (Masterplan) Jaringan Pelayanan dan Lintas Pelayanan Perkeretaapian di Jawa didasarkan atas kewenangan, yaitu penyelenggaraan urusan bidang perhubungan yang menjadi tugas dan kewenangan Kementerian Perhubungan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;

2. bentuk produk hukum yang tepat untuk menetapkan substansi tersebut adalah Keputusan Menteri sehingga sesuai dengan bentuk produk hukum yang diperintahkan untuk menyusun Rencana Induk Perkeretaapian adalah Keputusan;

3. dengan demikian konsiderans Keputusan Menteri tersebut harus mengandung landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis.

4. substansi yang dimuat di dalam Keputusan Menteri tersebut merupakan penetapan Rencana Induk (Masterplan) Jaringan Pelayanan dan Lintas Pelayanan Perkeretaapian di Jawa.

Secara rinci bagian-bagian Keputusan Menteri tersebut dapat dilihat pada Rancangan Keputusan Menteri Perhubungan yang dimuat dalam Lampiran Naskah Kajian ini.

9.2. Rancangan produk hukum masterplan

Produk hukum dalam menetapkan masterplan atau rencana induk jaringan pelayanan dan lintas pelayanan perkeretaapian di Jawa, dapat berupa peraturan menteri atau pun keputusan menteri (draft produk hukum disampaikan dalam lampiran). Namun mendasari produk hukum masterplan atau rencana induk di bidang perhubungan sebelumnya yang berupa peraturan menteri, maka diusulkan untuk produk hukum masterplan atau rencana induk jaringan pelayanan dan lintas pelayanan perkeretaapian di Jawa berupa peraturan menteri. Berikut disampaikan produk hukum/peraturan tentang rencana induk di bidang perhubungan.

Page 46: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-46

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

No. Perhubungan Darat (Lalu Lintas dan Angkutan Jalan)

1. Undang-Undang No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

2. Mengatur secara tegas tentang penyusunan Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang terdiri dari:a. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional;b. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi; danc. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten/Kota.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan dan penetapan Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.

4. Saat ini sedang disusun Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

No. Perkeretaapian

1. Undang-Undang No.23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian

2. Mengatur secara tegas tentang Rencana induk perkeretaapian terdiri dari:a. rencana induk perkeretaapian nasional;b. rencana induk perkeretaapian provinsi; danc. rencana induk perkeretaapian kabupaten/kota.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis kereta api dan penyusunan rencana induk perkeretaapian diatur dengan Peraturan Pemerintah.

4. Peraturan Pemerintah No.56 tahun 2009 mengatur secara tegas tentang:a. Rencana induk perkeretaapian nasional disusun dan ditetapkan oleh Menteri.b. Rencana induk perkeretaapian provinsi disusun dan ditetapkan oleh gubernur

dan Gubernur dalam menyusun rencana induk perkeretaapian provinsi wajib berkonsultasi dengan Menteri.

c. Rencana induk perkeretaapian kabupaten/kota disusun dan ditetapkan oleh bupati/walikota. Bupati/walikota dalam menyusun rencana induk perkeretaapian kabupaten/kota wajib berkonsultasi dengan gubernur dan Menteri.

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana induk perkeretaapian dan rencana pembangunan perkeretaapian diatur dengan Peraturan Menteri.

No. Perhubungan Laut

1. Diatur dengan Undang-Undang No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

2. Mengatur secara tegas tentang Penyusunan:a. Rencana Induk Pelabuhan Nasional; danb. Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah

Lingkungan Kepentingan Pelabuhan.

3. Mengatur secara tegas tentang kewenangan menetapkan Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan untuk Pelabuhan Laut, yaitu:a. Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul setelah mendapat

Page 47: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-47

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota akan kesesuaian dengan tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota;

b. Gubernur atau bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan; danc. Bupati/Walikota untuk pelabuhan sungai dan danau.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman dan tata cara penetapan Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

5. Peraturan Pemerintah No.61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhan mengatur secara tegas tentang penyusunan:a. Rencana Induk Pelabuhan Nasional; danb. Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah

Lingkungan Kepentingan Pelabuhan pada setiap pelabuhan.

6. Peraturan Menteri yang mengatur tentang Rencana Induk Pelabuhan, antara lain:a. Peraturan Menteri Perhubungan No.93 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk

Pelabuhan Sangkulirang/Maloy;b. Peraturan Menteri Perhubungan No.38 Tahun 2012 Tentang Rencana Induk

Pelabuhan Tanjung Priok;c. Peraturan Menteri Perhubungan No.17 Tahun 2013 Tentang Rencana Induk

Pelabuhan Tanjung Balai Karimun;d. Peraturan Menteri Perhubungan No.18 Tahun 2013 Tentang Rencana Induk

Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.

No. Perhubungan Udara

1. Undang-Undang No.1 Tahun 200 tentang Penerbangan

2. Mengatur secara tegas tentang penyusunan:a. Rencana Induk Nasional Bandar Udara; danb. Rencana Induk Bandar Udara

3. Mengatur secara tegas tentang kewenangan Menteri untuk menetapkan:a. Lokasi Bandar Udara;b. Rencana Induk Nasional Bandar Udara;c. Rencana Induk Bandar Udara.

4. Tatanan kebandarudaraan nasional memuat:a. peran, fungsi, penggunaan, hierarki, dan klasifikasibandar udara; sertab. rencana induk nasional bandar udara.

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur penetapan tatanan kebandarudaraan diatur dengan Peraturan Menteri. Tatanan kebandarudaraan nasional memuat:a. peran, fungsi, penggunaan, hierarki, dan klasifikasi bandar udara; sertab. rencana induk nasional bandar udara.

6. Peraturan Menter. Perhubungan No.11 Tahun 2010 Tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional mengatur secara tegas tentang rencana induk nasional bandar udara dan rencana induk bandar udara.

7. Peraturan tentang Rencana induk antara lain:a. Peraturan Menter. Perhubungan No.11 Tahun 2010 Tentang Tatanan

Page 48: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-48

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Kebandarudaraan Nasional.b. Peraturan Menteri Perhubungan No.10 Tahun 2010 Tentang Rencana Induk

Bandar Udara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, Provinsi Sumatera Selatan.

Page 49: Bab-9 Masterplan Jaringan Pelayanan KA Pulau Jawa

VIII-49

PENYUSUNAN MASTERPLAN JARINGAN PELAYANAN PERKERETAAPIAN DI JAWA

Contents9.1. Aspek hukum masterplan jaringan pelayanan perkeretaapian di Jawa.................................1

9.1.1. Kajian terhadap asas/prinsip yang terkait dengan penyusunan norma.........................1

9.1.2. Dasar hukum penyusunan masterplan jaringan pelayananan perkeretaapian di Jawa10

9.2. Rancangan produk hukum masterplan................................................................................45

No table of figures entries found.