BAB 2 Wahyu Hipertensi

48
II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Landasan Teori a. Definisi Hipertensi Hipertensi merupakan keadaan yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah sistolik (TDS) maupun tekanan darah diastolik (TDD) ≥140/90 mm Hg (Mohrman and Heller, 2006; Siyad, 2011; Tisa, 2012; Tedjasukmana, 2012). Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada kerusakan pembuluh darah jantung) serta penyempitan ventrikel kiri/bilik kiri (terjadi pada otot jantung). Selain penyakit-penyakit tersebut, hipertensi dapat pula menyebabkan gagal ginjal, penyakit pembuluh lain, diabetes mellitus dan lain-lain (Siyad, 2011; Syahrini et al, 2012). b. Epidemiologi 8

description

tinjauan pustaka skripsi

Transcript of BAB 2 Wahyu Hipertensi

Page 1: BAB 2 Wahyu Hipertensi

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Landasan Teori

a. Definisi Hipertensi

Hipertensi merupakan keadaan yang ditandai dengan peningkatan tekanan

darah sistolik (TDS) maupun tekanan darah diastolik (TDD) ≥140/90 mm Hg

(Mohrman and Heller, 2006; Siyad, 2011; Tisa, 2012; Tedjasukmana, 2012).

Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah

yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul

kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada kematian

yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada kerusakan pembuluh darah

jantung) serta penyempitan ventrikel kiri/bilik kiri (terjadi pada otot jantung). Selain

penyakit-penyakit tersebut, hipertensi dapat pula menyebabkan gagal ginjal, penyakit

pembuluh lain, diabetes mellitus dan lain-lain (Siyad, 2011; Syahrini et al, 2012).

b. Epidemiologi

Hipertensi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah, yang cukup

banyak mengganggu kesehatan masyarakat. Pada umumnya, terjadi pada manusia

yang setengah umur (Iebih dari 40 tahun). Namun banyak orang tidak menyadari

bahwa dirinya menderita hipertensi. Hal ini disebabkan gejalanya tidak nyata dan

pada stadium awal belum menimbulkan gangguan yang serius pada kesehatannya.

Boedi Darmoyo dalam penelitiannya menemukan bahwa antara 1,8%-28,6%

penduduk dewasa adalah penderita hipertensi. Prevalensi hipertensi di seluruh dunia

diperkirakan antara 15-20%. Pada usia setengah baya dan muda, hipertensi ini lebih

banyak menyerang pria daripada wanita. Pada golongan umur 55-64 tahun, penderita

8

Page 2: BAB 2 Wahyu Hipertensi

9

hipertensi pada pria dan wanita sama banyak. Pada usia 65 tahun ke atas, penderita

hipertensi wanita lebih banyak daripada pria. Penelitian epidemiologi membuktikan

bahwa tingginya tekanan darah berhubungan erat dengan kejadian penyakit jantung.

Sehingga, pengamatan pada populasi menunjukkan bahwa penurunan tekanan darah

dapat menurunkan terjadinya penyakit jantung (Depkes RI, 2006).

c. Etiologi Hipertensi

Hipertensi dibagi dua golongan yaitu hipertensi esensial yang tidak

diketahui penyebabnya dan hipertensi sekunder yang diketahui penyebabnya seperti

gangguan ginjal, gangguan hormon, dan sebagainya. Hipertensi disebut sebagai silent

killer atau pembunuh terselubung yang tidak menimbulkan gejala atau asimptomatik

seperti penyakit lain (Tisa, 2012).

1. Hipertensi primer (esensial)

Pasien dengan hipertensi arterial dan penyebab yang tidak dapat dijelaskan

disebut hipertensi primer, esensial, atau idiopatik. Tanpa diragukan, kesulitan primer

dalam menjelaskan mekanisme yang bertanggung jawab terhadap hipertensi dianggap

disebabkan oleh berbagai sistem yang terlibat dalam pengaturan tekanan arteri perifer

dan/atau adrenergik sentral, renal, hormonal, dan vaskuler dan kompleksnya

hubungan sistem-sistem ini satu dengan lainnya (Eugene, 2005).

Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi esensial

(hipertensi primer). Literatur lain mengatakan, hipertensi esensial merupakan 95%

dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi

untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang

tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun

Page 3: BAB 2 Wahyu Hipertensi

10

temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik

memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila

ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan poligenik

mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi esensial. Banyak karakteristik

genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga

didokumentasikan adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein

urine, pelepasan nitrit oksid, ekskresi aldosteron, steroid adrenal dan angiotensinogen

(Depkes RI Pharmaceutical Care, 2006).

2. Hipertensi sekunder

Ketika ditemukan lebih dini, pada hanya sebagian kecil pasien dengan

tekanan arteri meninggi dapat diidentifikasi sebabnya yang spesifik (Eugene, 2005).

Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit komorbid

atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah (Depkes RI

Pharmaceutical Care, 2006). Sebelumnya pasien ini sebaiknya tidak mengabaikan

paling sedikitnya ada dua alasan yaitu dengan memperbaiki penyebabnya, hipertensi

mungkin membaik, dan bentuk sekunder memberikan pengertian yang mendalam

mengenai etiologi hipertensi esensial. Hampir seluruh bentuk sekunder dihubungkan

dengan perubahan sekresi hormon dan/atau fungsi ginjal (Harrison, 2005).

Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau

penyakit renovaskuler adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat

tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau

memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab

sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan

Page 4: BAB 2 Wahyu Hipertensi

11

atau mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan

tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder (Depkes RI Pharmaceutical

Care, 2006).

d. Faktor Risiko

Faktor-faktor risiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah atau

hipertensi adalah :

i. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol

1. Umur

Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin

besar risiko terserang hipertensi (Sugiharto, 2007). Onset hipertensi esensial

biasanya muncul pada pasien yang berusia antara 25-55 tahun, sedangkan usia

dibawah 20 tahun jarang ditemukan. Pada orang muda, hipertensi sekunder

disebabkan oleh insufisiensi renal, stenosis arteri renal atau koartasio aorta,

namun kasus ini relatif masih kecil dibandingkan dengan hipertensi esensial

(Tierney et al, 2002).

Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko terkena hipertensi. Dengan

bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi

hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40% dengan

kematian sekitar 50% diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitasnya atau

kelenturannya dan tekanan darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang

hipertensinya meningkat ketika berumur lima puluhan dan enam puluhan.

Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat. Meskipun

hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai pada orang

Page 5: BAB 2 Wahyu Hipertensi

12

berusia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila tekanan darah sedikit

meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh perubahan alami

pada jantung, pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut

disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi (Sugiharto,

2007).

2. Jenis Kelamin

Hipertensi lebih jarang ditemukan pada perempuan pra-menopause

dibanding pria, yang menunjukkan adanya pengaruh hormon (Gray et al, 2005).

Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, di mana pria lebih

banyak yang menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita, dengan rasio

sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria diduga memiliki gaya

hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan

wanita. Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita

meningkat. Bahkan setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih

tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal.

Penelitian di Indonesia prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada wanita (Depkes

RI, 2006).

3. Keturunan (Genetik)

Dibanding orang kulit putih, orang kulit hitam di negara barat lebih

banyak menderita hipertensi, lebih tinggi tingkat hipertensinya, dan lebih besar

tingkat morbiditas maupun mortalitasnya, sehingga diperkirakan ada kaitan

hipertensi dengan perbedaan genetik. Beberapa peneliti mengatakan terdapat

Page 6: BAB 2 Wahyu Hipertensi

13

kelainan pada gen angiotensinogen tetapi mekanismenya mungkin bersifat

poligenik (Gray et al, 2005).

Tingkat tekanan darah menunjukkan hubungan familial kuat yang

tidak bisa dianggap hanya disebabkan oleh lingkungan yang sama. Namun

demikian, faktor genetik dan lingkungan yang menyebabkan hipertensi mungkin

sangat beragam, sehingga membaurkan pencarian gen penyebab. Secara prinsip

perhatian dipusatkan pada identifikasi kandidat gen, yang termasuk diantaranya

adalah gen yang terlibat dalam sistim renin-angiotensin, bersama dengan

sejumlah substansi vasokonstriktor dan vasodilator penting yang ditemukan baru-

baru ini (Rubenstein et al, 2007).

Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan)

juga mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer

(esensial). Tentunya faktor genetik ini juga dipengaruhi faktor-faktor lingkungan

lain, yang kemudian menyebabkan seorang menderita hipertensi. Faktor genetik

juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel.

Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi maka sekitar

45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang

menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya (Depkes RI,

2006).

4. Ras dan Suku

Sekitar 95% kasus, penyebab hipertensi tidak dapat ditentukan. Ini

terjadi pada 10-15% orang kulit putih dewasa dan 20-30% orang kulit hitam

dewasa di Amerika Serikat (Tierney et.al, 2002).

Page 7: BAB 2 Wahyu Hipertensi

14

Di Amerika Serikat lebih banyak diderita oleh masyarakat berkulit

hitam yaitu 25-30%, sedangkan masyarakat golongan kulit putih yang menderita

hipertensi adalah 15%, adanya kecenderungan heterogenitas gen antara ras yang

berbeda mempengaruhi kerentanan terhadap hipertensi. Budi Darmojo (2001)

dalam tulisannya mengamati perjalanan epidemiologi hipertensi Indonesia,

melaporkan prevalensi hipertensi pada penduduk 20 tahun ke atas di berbagai

daerah mempunyai angka berkisar 5-15%, prevalensi terendah terdapat pada

suku Lembah Bileam Jaya (0,65%) sedangkan yang tertinggi terdapat pada Suku

Jawa (11,4%) (Silitonga, 2009).

i. Faktor yang dapat diubah/dikontrol

1. Psikososial dan Stres

Menurut Damayanti (2003) stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan,

murung, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang

kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung

berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat.

Jika stres berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian

sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul

dapat berupa hipertensi atau penyakit maag. Diperkirakan, prevalensi atau

kejadian hipertensi pada orang kulit hitam di Amerika Serikat lebih tinggi

dibandingkan dengan orang kulit putih disebabkan stres atau rasa tidak puas

orang kulit hitam pada nasib mereka (Depkes RI, 2006).

Page 8: BAB 2 Wahyu Hipertensi

15

Rosenman dan Friedman telah mempopulerkan hubungan yang menarik

antara apa yang dikenal sebagai tingkah laku tipe A dengan aterogenesis yang

dipercepat. Kepribadian yang termasuk dalam tipe A adalah mereka yang

memperlihatkan persaingan yang kuat, ambisius, agresif dan merasa diburu

waktu. Sudah diketahui bahwa stres menyebabkan pelepasan katekolamin, tetapi

masih dipertanyakan apakah stres memang bersifat aterogenik atau hanya

mempercepat serangan. Teori bahwa aterogenesis disebabkan oleh stres dapat

merumuskan pengaruh neuroendokrin terhadap dinamika sirkulasi, lemak serum

dan pembekuan darah (Price and Wilson, 2002).

Stres adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya transaksi antara

individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang untuk

mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan sumber daya

(biologis, psikologis dan sosial) yang ada pada diri seseorang. Peningkatan darah

akan lebih besar pada individu yang mempunyai kecenderungan stres emosional

yang tinggi. Dalam penelitian Framingham dalam Yusida (2001) bahwa bagi

wanita berusia 45-64 tahun, sejumlah faktor psikososial seperti keadaan

tegangan, ketidakcocokan perkawinan, tekanan ekonomi, stres harian, mobilitas

pekerjaan, gejala ansietas dan kemarahan terpendam didapatkan bahwa hal

tersebut berhubungan dengan peningkatan tekanan darah dan manifestasi klinik

penyakit kardiovaskuler apapun. Studi eksperimental pada laboratorium animals

telah membuktikan bahwa faktor psikologis stres merupakan faktor lingkungan

sosial yang penting dalam menyebabkan tekanan darah tinggi, namun stres

merupakan faktor risiko yang sulit diukur secara kuantitatif, bersifat spekulatif

Page 9: BAB 2 Wahyu Hipertensi

16

dan ini tak mengherankan karena pengelolaan stres dalam etikologi hipertensi

pada manusia sudah kontroversial (Depkes RI, 2006).

2. Kegemukan (Obesitas)

Sejumlah kondisi menyebabkan peningkatan tekanan darah, terutama pada

individu yang mempunyai faktor predisposisi. Faktor yang diketahui dengan baik

adalah obesitas, dimana berhubungan dengan peningkatan volume intravaskular

dan curah jantung. Pengurangan berat badan sedikit saja sudah menurunkan

tekanan darah (Tierney et al, 2002).

Obesitas adalah meningkatnya massa tubuh karena jaringan lemak yang

berlebihan sehingga meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsumsi oksigen

secara menyeluruh, akibatnya curah jantung bertambah. Walaupun belum

diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas, namun terbukti

bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan

hipertensi lebih tinggi daripada penderita hipertensi dengan berat badan normal

(Silitonga, 2009).

3. Kebiasaan Merokok

Risiko merokok tergantung pada jumlah rokok yang diisap per hari,

namun tidak pada lamanya merokok. Seseorang yang merokok lebih dari satu

pak rokok sehari menjadi dua kali lebih rentan dari pada mereka yang tidak

merokok. Yang diduga menjadi penyebab adalah pengaruh nikotin terhadap

pelepasan katekolamin oleh sistem saraf otonom. Tetap efek nikotin tidak

kumulatif, bekas perokok tampaknya mempunyai risiko rendah seperti pada

bukan perokok (Price and Wilson, 2002).

Page 10: BAB 2 Wahyu Hipertensi

17

Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbonmonoksida yang diisap

melalui rokok, yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel

pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi.

Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah

segara setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok,

nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil didalam paru-paru dan

diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai

otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar

adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan

menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat

karena tekanan yang lebih tinggi. Setelah merokok dua batang saja maka baik

tekanan sistolik maupun diastolik akan meningkat 10 mm Hg. Tekanan darah

akan tetap pada ketinggian ini sampai 30 menit setelah berhenti mengisap rokok.

Sementara efek nikotin perlahan-lahan menghilang, tekanan darah juga akan

menurun dengan perlahan. Namun pada perokok berat tekanan darah akan berada

pada level tinggi sepanjang hari (Sugiharto, 2007).

4. Konsumsi Alkohol Berlebih

Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan.

Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas.

Namun, diduga peningkatan kadar kortisol, dan peningkatan volume sel darah

merah serta kekentalan darah berperan dalam menaikan tekanan darah. Beberapa

studi menunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol,

dan diantaranya melaporkan bahwa efek terhadap tekanan darah baru nampak

Page 11: BAB 2 Wahyu Hipertensi

18

apabila mengkonsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya.

Di negara barat seperti Amerika, konsumsi alkohol yang berlebihan berpengaruh

terhadap terjadinya hipertensi. Sekitar 10% hipertensi di Amerika disebabkan

oleh asupan alkohol yang berlebihan di kalangan pria separuh baya. Akibatnya,

kebiasaan meminum alkohol ini menyebabkan hipertensi sekunder di kelompok

usia ini (Depkes RI, 2006).

Penggunaan alkohol secara berlebihan juga dapat meningkatkan tekanan

darah, mungkin dengan cara meningkatkan katekolamin plasma. Hipertensi

dapat sulit dikontrol pada pasien dengan konsumsi etanol lebih dari 40 gram (dua

minuman) per hari atau minum etanol pada acara pesta minum-minuman keras

(Tierney et al, 2002).

5. Konsumsi Garam berlebih

Banyak orang meyakini bahwa garam berperan penting dalam

meningkatkan tekanan daarah tinggi. Fakta yang mendukung teori ini datang dari

sebagian studi yang dilakukan terhadap populasi penduduk di seluruh dunia.

Hasilnya ditunjukkan bahwa masyarakat primitif yang mengkonsumsi sodium

rendah lebih kecil peluangnya untuk tekanan darah tinggi. Sementara masyarakat

barat yang asupan sodiumnya lebih tinggi berpeluang lebih tinggi untuk terkena

hipertensi (Silitonga, 2009).

Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi garam

dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme

timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui

peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan

Page 12: BAB 2 Wahyu Hipertensi

19

diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada

keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Pada hipertensi esensial

mekanisme ini terganggu, di samping ada faktor lain yang berpengaruh. Reaksi

orang terhadap natrium berbeda-beda. Pada beberapa orang, baik yang sehat

maupun yang mempunyai hipertensi, walaupun mereka mengkonsumsi natrium

tanpa batas, pengaruhnya terhadap tekanan darah sedikit sekali atau bahkan tidak

ada. Pada kelompok lain, terlalu banyak natrium menyebabkan kenaikan darah

yang juga memicu terjadinya hipertensi (Sugiharto, 2007).

Page 13: BAB 2 Wahyu Hipertensi

20

e. Klasifikasi Tekanan Darah

Klasifikasi tekanan darah oleh JNC 7 untuk pasien dewasa (umur ≥18 tahun)

berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih

kunjungan klinis. Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai

normal pada tekanan darah sistolik (TDS) <120 mm Hg dan tekanan darah diastolik

(TDD) <80 mm Hg. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi

mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan darahnya cendrung meningkat ke

klasifikasi hipertensi di masa yang akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi,

dan semua pasien pada kategori ini harus diberi terapi obat (Depkes RI

Pharmaceutical Care, 2006).

Adapun klasifikasi tekanan darah adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7Klasifikasi tekanan

darahTekanan darah sistolik

(mmHg)Tekanan darah diastolik

(mmHg)Normal <120 Dan <80

Prehipertensi 120-139 Atau 80-89Hipertensi, tingkat 1 140-159 Atau 90-99Hipertensi, tingkat 2 ≥160 ≥100

(Sumber: JNC, 2003)

Tabel 3. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut ESH/ESCKlasifikasi tekanan

DarahTekanan darah

sistolik (mmHg)Tekanan darah diastolik

(mmHg)OptionalNormal

<120<130

<80<85

Hipertensi tingkat I 140-159 90-99Hipertensi tingkat II 160-179 100-109Hipertensi tingkat III

Hipertensi sistolik isolasi≥180≥140

≥110<90

(Sumber: Eduardo et al, 2005)

Page 14: BAB 2 Wahyu Hipertensi

21

f. Patofisiologi Hipertensi

Tekanan darah merupakan hasil curah jantung dan resistensi vaskular,

sehingga tekanan darah meningkat, resistensi vaskular perifer bertambah, atau

keduanya. Meskipun mekanisme yang berhubungan dengan penyebab hipertensi

melibatkan perubahan-perubahan tersebut, hipertensi sebagai kondisi klinis biasanya

diketahui beberapa tahun setelah kecenderungan ke arah sana dimulai (Gray et al,

2005).

Pada saat tersebut, beberapa mekanisme fisiologis kompensasi sekunder telah

dimulai sehingga kelainan dasar curah jantung biasanya normal atau sedikit

meningkat dan resistensi perifer normal. Pada tahap hipertensi lanjut, curah jantung

cenderung menurun dan resistensi perifer meningkat. Adanya hipertensi juga

menyebabkan penebalan dinding arteri dan arteriol, mungkin sebagian diperantarai

oleh faktor yang dikenal sebagai pemicu hipertrofi vaskular dan vasokontriksi

(insulin, katekolamin, angiotensin, hormon pertumbuhan), sehingga menjadi alasan

sekunder mengapa terjadi kenaikan tekanan darah (Gray et al, 2005).

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II

dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang

peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung

angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi

oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru,

angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki

peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama (Situmorang

et al, 2009).

Page 15: BAB 2 Wahyu Hipertensi

22

Kadar angiotensin II dan aldosteron meningkat dua hingga tiga kali pada

banyak pasien dengan obesitas. Hal ini, sebagian mungkin disebabkan oleh

meningkatnya perangsangan saraf simpatis, yang meningkatkan pelepasan renin oleh

ginjal dan juga pembentukan angiotensin II, yang kemudian merangsang kelenjar

adrenal untuk menyekresi aldosteron (Guyton, 2008).

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan

rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal

untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat

sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat

dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan

ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume

darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah utama

(Situmorang et al, 2009).

Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.

Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal.

Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi

NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi

NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan

ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah

utama (Situmorang et al, 2009).

.

Page 16: BAB 2 Wahyu Hipertensi

23

catalyse inhibit

Gambar 1. Patofisiologi Hipertensi

Sumber (Siyad.A.R. M.Pharm, 2011)

g. Gejala Klinis

Pada tahap awal, seperti hipertensi pada umumnya kebanyakan pasien tidak

ada keluhan. Bila simptomatik, maka biasanya disebabkan oleh:

1. Peninggian tekanan darah itu sendiri, seperti berdebar-debar, rasa melayang (dizzy)

dan impoten.

2. Penyakit jantung/hipertensi vaskular seperti cepat capek, sesak napas, sakit dada

(iskemia miokard atau diseksi aorta), bengkak kedua kaki atau perut. Gangguan

Angiotensin II

Blood volume

N Na + depletion

Angiotensin I

Angiotensinogen

Blood pressure

Renin relase

Aldosterone relase

Angiotensin-converting

enzyme

Angiotensin Converting

enzyme inhibitor

Sartan

Blood volume

Na+

retention

Blood pressure

Page 17: BAB 2 Wahyu Hipertensi

24

vaskular lainnya adalah epistaksis, hematuria, pandangan kabur karena perdarahan

retina, transient serebral ischemic.

3. Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder: polidipsia, poliuria, dan kelemahan

otot pada aldosteronisme primer, peningkatan berat badan dengan emosi yang labil

pada sindrom Cushing. Feokromositoma dapat muncul dengan keluhan episode sakit

kepala, palpitasi, banyak keringat dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy)

(Sudowo, 2006).

Sebagian besar pasien dengan hipertensi tidak mempunyai gejala spesifik

yang menunjukkan kenaikan tekanan darahnya dan hanya diidentifikasi pada

pemeriksaan fisik. Jika gejala membuat pasien datang kedokter, dapat digolongkan

menjadi tiga kategori, pasien dihubungkan dengan kenaikan tekanan darah itu sendiri,

penyakit vaskular hipertensif, dan penyakit yang mendasarinya pada kasus hipertensi

sekunder. Meskipun dengan populer dianggap gejala kenaikan tekanan darah, sakit

kepala hanya karakteristik untuk hipertensi berat, paling sering terletak di daerah

oksipital, terjadi ketika pasien bangun pada pagi hari, dan berkurang secara spontan

setelah bebrapa jam. Keluhan lain yang mungkin berhubungan adalah pusing,

palpitasi, mudah lelah, dan impotensi. Keluhan yang mengarah ke penyakit vaskular

termasuk epistaxis, hematuria, pandangan kabur karena perubahan retina, episode

lemah atau pusing yang disebabkan oleh iskemia serebral sementara, angina pectoris

dan dispnea yang disebabkan oleh gagal jantung. Nyeri karena diseksi aorta atau

bocornya aneurisma merupakan gejala yang kadang-kadang terjadi (Eugene, 2005).

Page 18: BAB 2 Wahyu Hipertensi

25

Contoh gejala yang berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya pada

hipertensi sekunder adalah poliuria, polidipsia dan kelemahan otot sekunder terhadap

hipokalemia pada pasien dengan aldosteroinisme primer atau berat badan bertambah

dan emosi yang labil pada pasien dengan sindrom Cushing. Pasien dengan

feokromositoma datang dengan sakit kepala episodik, palpitasi, diaforesis dan pusing

postural (Harrison, 2005).

Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang

mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun

berupa:

1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat tekanan

darah intrakranium.

2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.

3. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.

4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.

5. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler (Sugiharto, 2007).

Page 19: BAB 2 Wahyu Hipertensi

26

h. Komplikasi

Komplikasi hipertensi berkaitan baik dengan tekanan darah yang sudah

meningkat sebelumnya dengan konsekuensi perubahan dalam pembuluh darah dan

jantung, maupun dengan aterosklerosis yang menyertai hipertensi dan dipercepat oleh

hipertensi yang sudah lama diderita. Tekanan darah yang naik turun atau tidak stabil

sangat erat kaitannya dengan kerusakan organ target. Komplikasi spesifik antara lain

sebagai berikut:

1. Penyakit kardiovaskular hipertensif

2. Penyakit serebrovaskular hipertensif dan demensia

3. Penyakit renal hipertensif

4. Diseksi aorta

5. Komplikasi aterosklerotik (Tierney et al, 2002).

Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya penyakit jantung,

gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Hipertensi

yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya

memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. Dengan pendekatan sistem organ

dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi.

Page 20: BAB 2 Wahyu Hipertensi

27

Tabel 4. Komplikasi Hipertensi (Giles et al, 2008).Sistem organ Komplikasi Komplikasi HipertensiJantung Hipertrofi ventrikuler kiri

Gagal jantung kongestifAngina pectorisInfark miokardPenyakit jantung iskemik

Serebrovaskular StrokeTransient ischemic attack(TIA)Penurunan fungsi kognitifDemensiaPenurunan visusEnsefalopati hipertensif

Ginjal AlbuminuriaGagal ginjal kronis

Mata Retinopati hipertensif

Pembuluh darah perifer Penyakit pembuluh darah periferAnourisma aortaPenyakit pembuluh darah karotis

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata,

ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan

sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan

pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi

perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat

mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses

tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic Attack/TIA)

(Anggreini et al, 2009).

Page 21: BAB 2 Wahyu Hipertensi

28

i. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah kerja fisik yang menyangkut sistem lokomotor tubuh

yang ditujukan dalam menjalankan aktivitas hidup sehari-harinya, jika suatu aktivitas

fisik memiliki tujuan tertentu dan dilakukan dengan aturan-aturan tertentu secara

sistematis seperti adanya aturan waktu, target denyut nadi, jumlah pengulangan

gerakan dan lain-lain disebut latihan. Sedangkan yang dimaksud dengan olahraga

adalah latihan yang dilakukan dengan mengandung unsur rekreasi (Harahap, 2008).

Aktivitas fisik akan menyebabkan perubahan-perubahan pada faal tubuh

manusia, baik bersifat sementara/sewaktu-waktu (respons) maupun yang bersifat

menetap (adaption). Aktivitas fisik dengan intensitas tinggi (antara sub maximal

hingga maksimal) akan menyebabkan otot berkontraksi secara anaerobik. Kontraksi

otot secara anaerobik. Kontraksi otot secara anaerobik membutuhkan penyediaan

energi (ATP) melalui proses glikolisis anaerobik atau sistem asam laktat (lactid acid

system). Glikolisis anaerobik akan menghasilkan produk akhir berupa asam laktat.

Jadi, aktivitas dengan intensitas sub maximal hingga intensitas maksimal akan

menyebabkan akumulasi asam laktat dalam otot dan darah (Harahap, 2008).

Aktivitas fisik seperti olahraga mempunyai manfaat yang besar karena dapat

meningkatkan unsur-unsur kesegaran jasmani, yaitu sistem jantung dan pernafasan,

kelenturan sendi, dan kekuatan otot-otot tertentu. Olahraga dapat mengurangi

kejadian serta keparahan penyakit jantung dan pembuluh darah, kegemukan, Diabetes

mellitus, hipertensi, beberapa kelainan sendi, otot, tulang dan juga stres. Bahkan bila

dilakukan secara teratur, dapat mengendalikan kadar lemak darah, memperbaiki

gangguan saraf dan mental (Ansar et al, 2013).

Page 22: BAB 2 Wahyu Hipertensi

29

Pengaruh aktivitas fisik dapat seketika yang disebut respon akut dan pengaruh

jangka panjang akibat latihan yang teratur dan terprogram yang disebut adaptasi.

Termasuk respon akut adalah bertambahnya frekuensi pernafasan, peningkatan

tekanan darah dan peningkatan suhu badan. Termasuk adaptasi antara lain

peningkatan massa otot, bertambahnya massa tulang, bertambahnya sistem

pertahanan antioksidan serta penurunan frekuensi denyut jantung istirahat (Harahap,

2008).

Menurut Ilyas (2009) dalam berolahraga perlu diperhatikan intensitas, durasi,

dan waktu yang tepat (Rahmawati et al, 2011). Aktivitas fisik dianjurkan terhadap

setiap orang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesegaran tubuh. Aktivitas

fisik berguna untuk melancarkan peredaran darah dan membakar kalori dalam tubuh.

Penelitian oleh Tety S, menemukan bahwa usia 60-70 tahun mempunyai aktivitas

yang tergolong tinggi sedangkan umur >70 tahun cenderung rendah. Salah satu faktor

yang sangat berperan dalam mempertahankan kondisi fisik adalah olahraga atau

melaksanakan kegiatan fisik secara teratur disamping mengkonsumsi makanan yang

seimbang (Hermansyah et.al, 2012).

Aktivitas fisik secara teratur mempunyai berbagai efek perlindungan yang

signifikan terhadap penyakit jantung iskemik, mengontrol berat badan dan mencegah

osteoporosis dengan cara mempertahnkan massa tulang. Aktivitas fisik yang teratur

juga dapat mencegah keseimbangan dan koordinasi yang akan mengurangi insidens

jatuh. Aktivitas fisik meningkatkan sensitivitas terhadap insulin dan menaikan tingkat

HDL kolestrol, dan mengurangi resiko terrhadap penyakit jantung. Bahkan aktivitas

fisik rekreasional membantu menghilangkan kecemasan dan depresi. Sementara gaya

Page 23: BAB 2 Wahyu Hipertensi

30

hidup tanpa gerak/sedentary life style diketahui berisiko terhadap terhadap terjadinya

hal-hal tersebut diatas, perhatian tentang gaya hidup pola aktivitas yang dapat

mencegah risiko tersebut mulai bergeser sejak tahun 1990. Sebelumnya fokus

penelitian adalah pada “latihan” dan dampaknya terhadap kardiorespirasi fitness.

Penelitian-penelitian selanjutnya mengacu kepada adanya efek yang nyata dari

aktivitas fisik yang sedang/moderate tapi dilakukan secara terus-menerus (Irianti,

2008).

Aktivitas fisik berupa olahraga, kegiatan harian bahkan menari yang

dilakukan secara rutin bermanfaat untuk mencegah timbunan lemak di dinding

pembuluh darah. Hal ini terbukti dari outopsi pada juara marathon Boston tujuh kali,

Clarence de Mar, yang menunjukan ukuran pembuluh darah koronernya dua sampai

tiga kali ukuran normal serta tak ditemukan adanya stenosis (penyempitan pembuluh

darah). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa aktivitas fisik yang dilakukan secara

rutin dapat mempertahankan status gizi optimal. Aktivitas fisik yang dilakukan secara

rutin semisal jalan cepat atau jogging dapat mengurangi penimbunan lemak sehingga

mengurangi risiko seseorang dari kondisi overweight (Sada et al, 2012).

Aktivitas fisik (olahraga) yang dilakukan 3 sampai 5 kali setiap minggu

dengan waktu minimal 15 menit setiap pelaksanaannya, akan dapat mengurangi risiko

terjadinya overweight. Kebiasaan olahraga merupakan salah satu bentuk aktivitas

fisik yang dapat menurunkan berat badan. Olahraga jika dilakukan secara teratur

dengan takaran yang cukup akan dapat mencegah munculnya kegemukan dan

menjaga kesehatan. Olahraga semestinya dibiasakan sejak dini agar menjadi sebuah

Page 24: BAB 2 Wahyu Hipertensi

31

kebiasaan yang terus dapat dilakukan hingga usia dewasa dan lanjut (Oktaviani et al,

2012).

Aktivitas fisik dibagi dalam 3 domain yaitu kegiatan fisik berhubungan

dengan pekerjaan dan kegiatan fisik diluar pekerjaan serta kegiatan fisik yang

berhubungan dengan perjalanan/transportasi (Irianti, 2008).

Intensitas latihan dengan tujuan meningkatkan kebugaran fisik dilakukan

pada 60-85% denyut nadi maksimal. Efek latihan terhadap kebugaran jasmani

umumnya terlihat setelah 8 sampai 12 minggu. Olahragawan paling banyak

melakukan latihan fisik aerobik intensitas sedang. Latihan fisik aerobik intensitas

sedang bermanfaat untuk meningkatkan kapasitas kardiovaskular dan meminimalkan

terjadinya cedera. Pada latihan fisik aerobik intensitas sedang, sistem energi aerobik

menyediakan hampir seluruh energi yang dibutuhkan untuk kerja otot. Asam laktat

dihasilkan dalam kecepatan yang cukup lambat selama latihan dan dioksidasi atau

diubah kembali menjadi glikogen di hati (kecepatan pembentukan asam laktat

seimbang dengan kecepatan pengubahan asam laktat). Jadi, dibawah kondisi steady-

state (siaga) akumulasi laktat minimal (Irianti, 2008).

Menurut Almatsier (2002) aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh

otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot

membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan

paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen

keseluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang

dibutuhkan bergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan

berapa berat pekerjaan yang dilakukan (Aziiza, 2008).

Page 25: BAB 2 Wahyu Hipertensi

32

Komponen terbesar kedua dari penggunaan energi total setelah metabolisme

basal yaitu penggunaan energi pada aktivitas fisik. Riyadi (2006) menyatakan bahwa

jika diketahui jumlah energi tubuh yang telah dikeluarkan selama aktivitas sehari

maka sebenarnya jumlah tersebut merupakan kebutuhan energi seseorang, dengan

asumsi aktivitas harian tersebut merupakan aktivitas normal sehari-hari untuk hidup

sehat. Intensitas aktivitas fisik secara khusus digolongkan menjadi aktivitas ringan,

sedang, dan berat yang didasarkan pada jumlah usaha atau energi yang digunakan

seseorang untuk melakukan aktivitas (Aziiza, 2008).

Hardinsyah dan Martianto (1988) mengelompokkan pengeluaran energi

berdasarkan jenis kegiatan antara lain: tidur, pekerjaan (ringan, sedang, berat), santai,

dan kegiatan lainnya (kegiatan rumah tangga, sosial, dan olah raga atau kesegaran

jasmani). Kegiatan di rumah tangga meliputi: memperbaiki rumah, membersihkan

rumah, dan memelihara pekarangan, menyiapkan makanan dan minuman, mengasuh

anak, dan kegiatan lainnya di rumah tangga. Kegiatan sosial meliputi: menghadiri

rapat, pertemuan, undangan, bertamu atau berkunjung, pergi ke tempat pelayanan

kesehatan, ke tempat ibadah, dan lain-lain. Kegiatan olah raga meliputi: latihan,

kesegaran jasmani, dan lain-lain (Aziiza, 2008).

Menurut Nuhonni (2000) aktivitas fisik harus mempunyai unsur pembebanan

pada tubuh atau anggota gerak dan penekanan pada aksis tulang, seperti jalan kaki,

jogging, aerobik (termasuk dansa) atau jalan naik turun bukit. Aktivitas fisik juga

dapat dilihat dari kebutuhan energi untuk aktivitas yang dilakukan sehari-hari dengan

cara mencatat semua waktu kegiatan dalam satuan jam dan selanjutnya dikalikan

dengan kebutuhan energi untuk tiap jenis aktivitas dalam satuan kalori/kg berat

Page 26: BAB 2 Wahyu Hipertensi

33

badan/jam. Kebutuhan energi untuk berbagai aktivitas dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 5. Kebutuhan Energi Untuk Berbagai Aktivitas (Kosnayani, 2007)Aktivitas Kal/

Kg/JamAktivitas Kal/

Kg/jamBersepeda (cepat) 7,6 Main piano (sedang) 1,4Bersepeda (sedang) 2,5 Membaca keras 0,4Menyulam 0,4 Berlari 7,0Berdansa (cepat) 3,8 Menjahit, tangan 0,4Mencuci piring 1,0 Menjahit, mesin jahit tangan 0,6Mengganti baju 0,7 Menjahit, mesin jahit motor 0,4Menyetir mobil 0,9 Menyanyi, keras 0,8Makan 0,4 Duduk diam 0,4Mencuci pakaian 1,3 Berdiri tegap 0,5Menulis 0,4 Berdiri relaks 0,5Mengecat kursi 1,5 Menyapu lantai 1,4Tiduran 0,1 Berenang 3 ½ Km/jam 7,9Main pingpong 4,4 Berjalan 6,8 Km/jam (cepat) 3,4Bertukang/kayu (berat) 2,3 Berjalan 10 Km/jam (sangat cepat) 9,3

Menurut Muhilal dkk (1994), melalui perhitungan Angka Metabolisme Basal

(AMB) responden dengan menggunakan persamaan menurut FAO (1985) :

Wanita dengan usia 30 – 60 tahun : 8,7 BB + 829 kkal

Wanita dengan usia > 60 tahun : 10,5 BB + 596 kkal

aktivitas fisik dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu :

1. Ringan, (jenis kegiatan 25% waktu digunakan untuk duduk atau berdiri, 75 %

untuk berdiri atau bergerak) untuk wanita kebutuhan energi totalnya (AMB +

aktivitas fisik) atau sebesar 1,55 AMB.

2. Sedang, (jenis kegiatan 40% waktu digunakan untuk duduk atau berdiri, 60 %

untuk berdiri atau bergerak) untuk wanita kebutuhan energi totalnya (AMB +

aktivitas fisik) atau sebesar 1,70 AMB.

Page 27: BAB 2 Wahyu Hipertensi

34

3. Berat, (jenis kegiatan 75% waktu digunakan untuk duduk atau berdiri, 25 %

untuk berdiri atau bergerak) untuk wanita kebutuhan energi totalnya (AMB +

aktivitas fisik) atau sebesar 2,00 AMB (Kosnayani, 2007).

Page 28: BAB 2 Wahyu Hipertensi

35

II.2 Kerangka Teori

Aktivitas Fisik

Staging Tekanan Darah

Faktor Genetik

Riwayat Keluarga

Respon Individual

Merokok

Psikososial/Stress

Alkohol

Gaya Hidup

UmurJenis Kelamin

Biologis

Gen Khusus

ObesitasKonsumsi

Page 29: BAB 2 Wahyu Hipertensi

36

II.3 Kerangka Konsep

II.4 Hipotesis

Ada hubungan umur, jenis kelamin, dan aktivitas fisik dengan staging

tekanan darah.

Variabel Independen

Umur

Jenis kelamin

Aktifitas Fisik

Variabel Dependen

Staging Tekanan Darah