BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39311/4/Chapter ll.pdf · Alkohol....
-
Upload
dinhnguyet -
Category
Documents
-
view
259 -
download
0
Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39311/4/Chapter ll.pdf · Alkohol....
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Alkohol
2.1.1 Pengertian Alkohol
Alkohol adalah salah satu dari sekelompok senyawa organik yang dibentuk
dari hidrokarbon-hidrokarbon oleh pertukaran satu atau lebih gugus hidroksil
dengan atom-atom hidrogen dalam jumlah yang sama; istilah ini meluas untuk
berbagai hasil pertukaran yang bereaksi netral dan mengandung satu atau lebih
gugus alkohol (Dorland, 2002).
2.1.2 Farmakologi Ethanol
Jenis alkohol yang paling banyak digunakan dalam industri minuman adalah
etanol (C2H5OH) (Brothers, 2011).
Etanol (C2H5OH) ialah suatu molekul kecil, larut dalam air, dan diserap
dengan sempurna dari saluran pencernaan. Uap etanol dapat juga diserap melalui
paru-paru. Setelah menelan alkohol dalam keadaan puasa, maka kadar puncak
dalam darah dapat dicapai dalam 30 menit. Adanya makanan dalam usus
memperlambat serapan. Distribusinya cepat, konsentrasi dalam jaringan lebih
kurang sama dengan konsentrasi plasma. Volume distribusi 0,7 l/kg (Lee, 1998).
Menurut Geokas (1984) dalam Lee (1998), lebih dari 90% alkohol yang
dikonsumsi, dioksidasi dalam hati, sisanya diekskresikan dalam paru-paru dan
urin. Pada dosis klinik yang biasa, kecepatan oksidasi mengikuti zero order
kinetic yaitu tidak tergantung pada waktu, sesuai dengan berat badan atau hati,
dan jumlah hilangnya alkohol dalam tubuh sangat berkurang atau tertahan
seluruhnya pada individu yang mengalami hepatektomi atau kerusakan hati.
Namun , seorang dewasa dapat memetabolisme 7-10 gram (0,15-0,22 mol)
alkohol setiap jam. Dua jalur alkohol menjadi aldehid telah diajukan. Aldehid
kemudian dioksidasi oleh proses metabolisme ketiga.
Universitas Sumatera Utara
5
a. Jalur Alkohol Dehidrogenase
Menurut Frezza et al (1990) dalam Lee (1998), jalur utama metabolisme
melibatkan alkohol dehidrogenase, suatu enzim sitolitik yang mengandung seng
dan mengkatalisis perubahan alkohol menjadi aldehid, menurut reaksi berikut :
C2H5OH + NAD+ CH3CHO + NADH + H
+
Enzim ini terutama berada dalam hati, namun dapat juga dijumpai dalam
organ lain seperti otak dan lambung.
Alkohol dalam jumlah yang bermakna dimetabolisir oleh alkohol
dihidrogenase lambung dalam perut pada orang laki-laki tapi pada wanita lebih
sedikit, akibatnya wanita memiliki kadar alkohol dalam darah lebih tinggi
daripada laki-laki setelah pemberian dosis etanol per oral, tetapi setelah pemberian
intravena tidak ada perbedaan antara kedua jenis kelamin
Baud et al (1986) dalam Lee (1998) menyatakan bahwa dalam reaksi di atas,
ion hidrogen dipindahkan dari alkohol ke faktor nikotinamida adenin dinukleotid
(NAD) untuk membentuk NADH. Sebagai hasil akhir, oksidasi alkohol
menyebabkan berlebihan zat yang bersifat mereduksi di dalam hati terutama
NADH. Terdapat sejumlah kontroversi tentang apakah konsumsi alkohol kronis
mempengaruhi aktivitas alkohol dihidrogenase hati. Sebenarnya, alkohol
dihidrogenase sendiri bukan pembatas kecepatan, tetapi kecepatan oksidasi
mungkin tergantung pada tersedianya kofaktor NAD; karena itu meningkatnya
kecepatan bersihan alkohol pada pecandu alkohol mungkin bukan disebabkan oleh
peningkatan aktivitas alkohol dihidrogenase. 4-Metilpirazol (fomepizol), suatu
persenyawaan dengan statu orphan drug digunakan sebagai antidotum dalam
keracunan metanol dan etilen glikol, merupakan inhibitor yang kuat untuk alkohol
dehidrogenase.
Alkohol
Dehidrogenase
Universitas Sumatera Utara
6
b.Sistem Oksidasi Etanol Mikrosom (SOEM)
Sistem enzim ini juga dikenal sebagai sistem oksidase dengan fungsi
campuran, menggunakan NADPH pengganti NAD sebagai kofaktor dalam reaksi
sebagai berikut :
C2H5OH + NADPH + H+ + O2 CH3CHO +
NADP+ + 2H2O
Karena Km bervariasi dari 0,26 sampai 2 mmol/L untuk alkohol
dihidrogenase dan dari 8-10 mmol/L untuk SOEM, maka diperkirakan untuk
alkohol dengan konsentrasi di bawah 100 mg% (22 mmol/L), alkohol
dihidrogenase merupakan sistem oksidasi utama, sedangkan untuk konsentrasi
alkohol yang lebih tinggi SOEM memegang peranan yang lebih berarti. Selama
konsusmsi alkohol yang kronis maka aktivitas SOEM meningkat dengan
bermakna. Induksi oleh aktivitas ini disertai dengan peningkatan bermakna dalam
bersihan obat yang dimetabolisir oleh sistem enzim mikrosom hati. Demikian juga
obat yang bersifat ―penginduksi‖ seperti barbiturat dapat juga meningkatkan
sedikit kecepatan bersihan alkohol darah. Namun efek dari obat-obat lain dalam
bersihan etanol kurang penting, karena SOEM bukanlah jalur utama untuk etanol
(Lee, 1998).
c. Metabolisme Asetaldehid
Sekarang pada umumnya telah diterima bahwa lebih dari 90 % asetaldehid
yang terbentuk dari alkohol juga dioksidasi di dalam hati, sementara beberapa
enzim mungkin bertanggung jawab untuk reaksi ini, observasi menunjukkan
bahwa kadar asetaldehid di dalam hati setelah pemberian alkohol hanya 100-350
µmol/L, memberikan kesimpulan bahwa aldehid dehidrogenase yang bergantung
pada NAD mitokondria (Km untuk aldehid kira-kira 10 mmol/L) merupakan jalur
utama untuk metabolisme asetaldehid. Hasil dari reaksi ini adalah asetat, yang
dapat dimetabolisir lebih lanjut menjadi CO2 dan air. Konsumsi alkohol yang
SOEM
Universitas Sumatera Utara
7
kronis menyebabkan penurunan jumlah oksidasi asetaldehid di dalam mitokondria
yang sehat, meskipun aktivitas enzim tidak terpengaruh (Lee, 1998).
2.1.3 Efek Konsumsi Alkohol
2.1.3.1 Efek pada Susunan Saraf Pusat
Sekitar 35 % peminum alkohol mengalami blackout , suatu episode amnesia
anterograde temporer, di mana penderitanya tidak mampu mengingat keseluruhan
atau sebagian kejadian pada saat minum. Gangguan lain yang paling sering adalah
gangguan tidur (Schuckit , 2005).
Konsumsi alkohol dalam jumlah besar dan waktu lama ( biasanya bertahun-
tahun) dapat juga menyebabkan sejumlah gangguan neurologis. Pasien mungkin
mengalami kelemahan fungsi intelektual dan motorik, emosi labil, penurunan
ketajaman, persepsi dan amnesia. Kelainan neurologis yang paling sering
dijumpai pada pecandu alkohol kronis adalah kerusakan saraf perifer simetris
yang merata, dimulai dengan parestesia pada bagian distal tangan dan kaki. Bila
tidak ada penyebab yang lain yang diketahui menyebabkan neuropati perifer,
maka neuropati seperti ini biasanya berhubungan dengan penggunaan alkohol
yang kronis (Lee, 1998).
2.1.3.2 Efek pada Sistem Kardiovaskuler
Konsumsi alkohol akut mengakibatkan penurunan kontraktilitas miokard
dan mengakibatkan vasodilatasi perifer, yang akhirnya akan menghasilkan sedikit
penurunan pada tekanan darah dan mekanisme kompensasi dengan peningkatan
curah jantung. Konsumsi oksigen jantung meningkat pada pasien yang meminum
alkohol setelah berolahraga ringan. Hal ini mungkin tidak akan berpengaruh
secara signifikan pada peminum yang sehat pada umumnya, namun pada wanita
dan pria dengan penyakit jantung menetap hal ini dapat berbahaya (Schuckit ,
2005).
Universitas Sumatera Utara
8
Alkohol mengubah sistem kardiovaskular dalam beberapa cara. Kerusakan
langsung pada otot jantung akibat penyalahgunaan alkohol diduga disebabkan
karena kekurangan tiamin atau karena zat yang mencemari minuman alkohol.
Kardiomiopati alkohol sekarang diduga terjadi pada manusia dengan riwayat
episode peminum berat untuk waktu yang lama tanpa memperhatikan kekurangan
vitamin atau makanan. Aritmia telah dilaporkan terjadi pada peminum alkohol
―dalam pergaulan‖ dan selama putus alkohol (Schuckit , 2005).
Konsumsi alkohol kronis bisa jadi memiliki beberapa efek menguntungkan.
Suh, et al (1992) dalam Lee (1998) menyatakan bahwa konsumsi satu sampai tiga
gelas minuman beralkohol per hari dapat menurunkan insidens penyakit jantung
koroner dibandingkan dengan mereka yang sama sekali tidak minum alkohol.
Haskell, et al (1984) dalam Lee (1998) membuktikan bahwa alkohol
meningkatkan kadar fraksi HDL3 dari high density lipoprotein. Namun, HDL2
yang kurang kental, secara epodemiologis berkaitan dengan penurunan risiko
penyakit jantung. Bila penggunaan alkohol disertai dengan penyakit hati, maka
fraksi HDL menurun.
Arti klinis dari pernyataan ini tidak dimengerti sepenuhnya. Efek
melindungi sistem kardiovaskular dari minuman yang spesifik, seperti anggur
merah, memerlukan penelitian lebih lanjut (Lee, 1998).
Meskipun beberapa penelitian menemukan bahwa konsumsi alkohol dalam
kadar sedang menurunkan resiko penyakit jantung koroner, konsumsi alkohol
berat akan meningkatkan resiko kematian akibat stroke, hipertensi, dan alcoholic
cardiomyopathy (Pearson, 1996).
Zakhari (1997) menyatakan bahwa selain peningkatan kadar HDL, beberapa
mekanisme yang diajukan sebagai mekanisme efek protektif konsumsi alkohol
sedang terhadap penyakit jantung koroner adalah :
Universitas Sumatera Utara
9
Pembentukan kompleks asam lemak etil ester: ditemukan bahwa inhibisi
atherogenesis dari etanol mungkin diperantarai oleh pembentukan kompleks
asam lemak etil ester yang ditemukan pada pemeriksaan in vitro, dapat
menginhibisi esterifikasi kolesterol (Lange, 1982).
Pengurangan stress : efek konsumsi akut alkohol pada reaktivitas sistem
kardiovaskuler terhadap stress diteliti pada mahasiswa yang memiliki pola
―kerentanan koroner‖. Ditemukan bahwa setelah konsumsi ethanol 1 g/kg
ethanol meningkatkan daya tahan terhadap stress , terutama pada para
peminum jangka panjang (Zakhari, 1997).
Peningkatan diameter koroner : peminum alkohol dalam jumlah sedang
ditemukan memiliki diameter arteri koroner sirkumfleksia sinistra dan arteri
sinistra anterior desendens dibandingkan dengan yang bukan peminum.
Lebih lanjut, ditemukan hubungan berkebalikan antara oklusi arteri dengan
jumlah alkohol yang dikonsumsi. Alkohol meningkatkan aliran darah
koroner pada manusia dengan kadar alkohol dalam darah antara 25-65 mg/
100 ml. pada penelitian in vivo, ditemukan bahwa alkohol menyebabkan
dilatasi pembuluh darah koroner (Zakhari, 1997).
Mekanisme lain yang mungkin menyebabkan efek protektif alkohol terhadap
penyakit jantung koroner adalah efek inhibisi alkohol pada aggregasi platelet
dan penurunan fibrinogen plasma, dan peningkatan aktivitas fibrinolitik
(Zakhari, 1997).
Pasien yang menghentikan konsumsi alkohol dapat mengalami aritmia berat
yang mungkin merupakan akibat adanya kelainan metabolisme kalsium dan
magnesium. Serangan jantung dan sinkop serta juga kematian mendadak sewaktu
penghentian alkohol mungkin disebabkan oleh aritmia ini (Budzikowski, 2012).
Universitas Sumatera Utara
10
2.1.3.3 Efek pada Hati dan Saluran Gastrointestinal
Insidensi pankreatitis akut tiga kali lebih tinggi pada para peminum alkohol
dibandingkan populasi umum. Alkohol mengganggu proses glukoneogenesis pada
hati, yang mengakibatkan penurunan produksi glukosa dari glikogen, yang
mengakibatkan peningkatan produksi laktat dan penurunan oksidasi asam lemak.
Hal ini berpengaruh pada peningkatan timbunan lemak pada sel hati. Pada orang
normal, hal ini bersifat reversibel, namun dengan pajanan berulang terhadap
etanol, beberapa perubahan berat di hati muncul, termasuk hepatitis yang
diinduksi oleh alkohol, perivenular sclerosis, dan cirrhosis, yang ditemui pada 15
% pasien alkoholik (Schuckit , 2005).
Toriola et al (2009) mengemukakan bahwa konsumsi alkohol kronis
meningkatkan resiko kanker paru. Selain itu Schatzkin et al (1987) dalam Lee
(1998) menyatakan bahwa penggunaan alkohol kronis meningkatkan risiko
kanker pada mulut, farings, larings, esofagus, dan hati. Beberapa bukti
menyatakan ada suatu peningkatan insidens kanker payudara pada pecandu
alkohol.
Walaupun persoalan metodologi penelitian yang menghubungkan kanker
dengan penggunaan alkohol termasuk sulit, tetapi hasilnya yang konsisten, cukup
mengesankan. Lebih banyak lagi informasi diperlukan sebelum suatu batas
ambang konsumsi alkohol yang dihubungkan dengan kanker dapat ditentukan.
Pada kenyataannya, alkohol sendiri tidak bersifat karsinogen dalam berbagai
sistem percobaan. Namun, minuman alkohol dapat mengandung zat-zat bersifat
karsinogen yang terbentuk pada waktu fermentasi atau proses pembuatannya
serrta dapat mengubah fungsi hati dan selanjutnya aktivitas zat karsinogen yang
potensial meningkat (Lee, 1998).
2.1.3.4 Sindroma Alkohol pada Janin
Abel (1981) dan Ernhart et al (1987) dalam Lee (1998) mengemukakan
bahwa penyalahgunaan alkohol pada ibu selama masa kehamilan disertai dengan
efek teratogenik yang penting pada anaknya. Kelainan yang telah dinyatakan
sebagai sindrom alkohol pada janin termasuk : (1) terhambatnya pertumbuhan
Universitas Sumatera Utara
11
tubuh; (2) mikrosefali (ukuran kepala relatif kecil); (3) koordinasi kurang; (4)
bagian tengah wajah kurang berkembang; dan (5) anomali pada sendi-sendi kecil.
Kasus yang lebih berat dapat berupa kelainan jantung kongenital dan retardasi
mental. Tampaknya minum alkohol yang berlebihan pada trimester pertama
kehamilan mempunyai akibat yang besar pada kelainan perkembangan janin ;
konsumsi alkohol berlebihan pada akhir kehamilan efeknya lebih besar pada gizi
janin dan berat waktu lahir
.
2.1.4 Konsumsi Alkohol
Minuman beralkohol dikonsumsi hampir di seluruh bagian dunia, mulai dari
minuman beralkohol yang diolah secara tradisional seperti arak, tuak, dan tuak
bali, hingga minuman yang diolah secara modern seperti bir dan anggur. Berikut
ini adalah gambaran demografi konsumsi alkohol secara global menurut WHO
pada tahun 2005.
Gambar 2.1. Gambaran Demografi Konsumsi Alkohol Global.
(sumber : WHO Global Status Report on Alcohol and Health, 2011)
Universitas Sumatera Utara
12
Gambar 2.2 Gambaran Konsumsi Alkohol Indonesia
(sumber : WHO Global Status Report on Alcohol and Health, 2011)
Universitas Sumatera Utara
13
Data tersebut adalah data mengenai konsumsi alkohol Indonesia berdasarkan
laporan PBB sejak tahun 1990-2006.
Berdasarkan data tersebut, Indonesia merupakan salah satu negara yang
memiliki tingkat konsumsi alkohol paling rendah jika dibandingkan dengan
negara lain.
Namun, meskipun Indonesia merupakan salah satu negara yang paling
rendah tingkat konsumsi alkoholnya, angka tersebut sebenarnya belum bisa
dipastikan mengingat bahwa di Indonesia juga beredar minuman beralkohol yang
ilegal secara luas, dan minuman beralkohol tradisional yang sering luput dari
pendataan (International SOS, 2011).
Universitas Sumatera Utara
14
2.2 Metabolisme Lipid
2.2.1 Pencernaan
Mulut Mengunyah berperan dalam memisahkan lemak.
Kelenjar Ebner mengeluarkan enzim lipase lingual
yang memulai proses hidrolisis lemak.
Lambung Asam hidroklorid memisahkan lemak dari makanan.
Lipase lambung menghidrolisis lemak dalam jumlah
terbatas.
Kandung Empedu Empedu mengemulsikan dan memecah lemak lebih
jauh sehingga enzim bereaksi terhadap trigliserida
dan melepaskan asam lemak.
Pankreas Lipase pankreas menghidrolisis trigliserida menjadi
digliserid, monogliserid dan asam lemak.
Usus Halus Digliserid dan monogliserid dihidrolisis menjadi
komponen-komponen : Asam lemak dan Gliserol
Asam lemak rantai pendek (sampai 12 karbon)
tertarik oleh air dan diabsorbsi secara langsung. Asam
lemak rantai panjang, digliserid dan monogliserid
direkonversi menjadi asam lemak dan lifosfogliserida.
Kolesterol esterase berasal dari pankreas
menghidrolisis ester kolesterol
Tabel 2.1. Pencernaan Lipid
(Sumber : Chandra, 2007)
Universitas Sumatera Utara
15
2.2.2 Absorbsi
Absorpsi lipid terutama terjadi di duodenum. Sebagian besar hasil
pencernaan diabsorpsi ke dalam membran mukosa usus halus dengan cara difusi
pasif. Perbedaan konsentrasi diperoleh dengan cara :
1. Adanya protein pengikat asam lemak yang segera mengikat asam
lemak yang masuk sel.
2. Esterifikasi kembali asam lemak menjadi monogliserida di jejunum,
yaitu produk utama pencernaan yang melintasi mukosa usus halus.
Sebelum diabsorpsi kolesterol mengalami esterifikasi kembali oleh
katalisator enzim asetil-Koenzim A dan kolesterol asetiltransferase.
Pembentukan enzim-enzim ini dipengaruhi oleh konsentrasi tinggi kolesterol
makanan.
Sebagian besar hasil pencernaan lemak berupa monogliserida dan asam
lemak rantai panjang (C12 atau lebih) di dalam membran mukosa usus diubah
kembali menjadi trigliserida. Interaksi misel (produk dari pencernaan sebagian
lipid terdidri dari 2-monoasilgliserol, lisolesitin, kolesterol dan asam lemak
bergabung dengan garam empedu membentuk konjugasi polimolekuler bermuatan
negatif pada brush border dari sel. Kandungan lipid keluar masuk dari misel
dengan cara berdifusi. Meskipun proses terjadi di bagian distal duodenum dan
jejunum, garam empedu tidak diabsorbsi di sini, tetapi sebaliknya diabsorbsi di
segmen ileum dari usus halus. Mereka kembali ke hepar melalui vena porta untuk
diresekresi dalam kandung empedu. Sirkuit ini disebut sebagai sirkulasi
enterohepatik dari garam empedu. Efisiensi resirkulasi ini sekitar 97-98%
(Chandra, 2007).
Setelah diabsorbsi, asam lemak bebas, 2-monoasilgliserol, kolesterol dan
lifosfoatidilkolin menuju ke enterosit, terjadi resintesis intraseluler dari TG,
fosfatidilkolin (FK), dan kolesterol ester (KE). Asam lemak rantai panjang
pertama kali diaktifkan berikatan dengan koenzim A melalui enzim asil coA
sintetase kemudian mengalami reesterifikasi menjadi TG, FK, dan KE. Asam
lemak rantai pendek sebaliknya melalui sel langsung ke darah portal. Dalam
darah, asam lemak rantai pendek berikatan dengan albumin untuk ditranspor ke
Universitas Sumatera Utara
16
jaringan lain. Perbedaan nasib antara asam lemak rantai panjang dan asam lemak
rantai pendek adalah bahwa spesifitas dari asil KoA sintetase hanya untuk asam
lemak rantai panjang (Chandra, 2007).
Kolesterol diresintesis dalam eritrosit, bersama dengan vitamin larut dalam
lemak, dukumpulkan dalam retikulum endoplasma sebagai partikel lemak yang
besar. Ketika masih dalam retikulum endoplasma, kolesterol menerima lapisan
protein pada permukaannya, untuk menstabilkannya dalam lingkungan berair
ketika masuk sirkulasi. Kolesterol kemudian diambil oleh vesikel lemak yang
kemudian menyatu dengan aparatus Golgi membentuk kilomikron (KM), yang
ditransportasikan ke membran sel dan keluar menuju sirkulasi untuk ditranspor
lebih lanjut (Chandra, 2007).
2.2.3 Transportasi
Terdapat dua jalur transfer lipid fisiologik, yaitu :
2.2.3.1. Jalur eksogen : dari usus ke hati
2.2.3.2. Jalur endogen : dari hati ke jaringan perifer serta sebaliknya.
Transpor sebagian besar lipid hidrofobik dalam sirkulasi ini dicapai dengan
konjugasi lipid dan protein yang disebut lipoprotein. Komponen lipoprotein pada
prinsipnya adalah : Triasligliserol (TG), Kolesterol Bebas (K), Kolesterol Ester
(KE) dan fosfolipid (FL) (Chandra, 2007).
2.2.3.1. Jalur eksogen :
Dalam sehari lipoprotein mengangkut minimal 100 gram triasilgliserol (TG)
dan satu gram kolesterol (K) dari makanan. Di dalam usus TG dan K dikemas
dalam partikel lipoprotein besar yang disebut kilomikron (KM) yang mengandung
apo B48 , apo C-11, apoA dan apoE. Sebagian TG dipecah menjadi asam lemak
dengan perantaraan lipoprotein lipase. Asam lemak rantai panjang akan diangkut
oleh pembuluh limfe. Asam lemak bebas ini masuk ke otot sebagai sumber energi.
ApoA dan apoC akan membentuk kolesterol HDL, TG yang tidak dipecah akan
Universitas Sumatera Utara
17
menjadi chylomicron remnant (KMr) yang mengandung apo B48 dan apoE, yang
kemudian diikat oleh reseptor KMr masuk dalam hati dipecah menjadi asam
lemak dan kolesterol. Sebagian besar kolesterol akan memasuki sirkulasi
enterohepatik (Botham, 2006).
2.2.3.3. Jalur endogen
Hati mempunyai peran penting dalam metabolisme lemak, antara lain
mensintesis garam empedu yang penting untuk pencernaan dan penyerapan
lemak, serta memegang peran kunci dalam transport lemak karena hepar tempat
sintesis lipoprotein dari lemak endogen. Jalur endogen lipid terdiri dari tiga
komponen yang saling berhubungan (Botham, 2006).
Komponen pertama adalah very low density lipoprotein (kolesterol VLDL),
intermediate density lipoprotein (kolesterol IDL) dan low density lipoprotein
(kolseterol LDL), mentranspor lipid ke perifer.
Komponen ke dua adalah high density lipoprotein (kolesterol HDL) yang
mentranspor kolesterol dari jaringan perifer ke hepar.
Komponen ke tiga dari sistem ini adalah komponen tanpa lipoprotein, yang
mempengaruhi asam lemak bebas dari simpanan ke organ untuk dimetabolisme.
Sistem dimulai dengan kumpulan partikel kolesterol VLDL di hepar. Kolesterol
VLDL terdiri dari K, KE, dan TG yang terikat dengan apo B-100, apo C dan apo
E. sebagian dari kolesterol, baik yang berasal dari makanan ataupun yang
disintesis di hati juga dimasukkan dalam partikel kolesterol VLDL dan kemudian
diekskresikan ke plasma. Dalam plasma, sebagian TG yang ada di dalam
kolesterol VLDL dihidrolisis oleh lipoprotein lipase membentuk asam lemak
bebas yang kemudian dibawa ke jaringan-jaringan sebagai sumber energi.
Sebagian kolesterol VLDL diubah menjadi kolesterol IDL setelah kehilangan
apoC. Dalam keadaan normal kadar kolesterol IDL plasma sangat rendah, karena
mereka dengan cepat diubah menjadi kolesterol IDL setelah kehilangan apo E.
Universitas Sumatera Utara
18
kolesterol LDL kemudian mengikatkan diri pada reseptor-reseptor kolesterol
LDL.
Kompenen ke dua dari sistem transport endogen disebut dengan istilah
transpor balik kolesterol, yakni gerakan kembalinya kolesterol dari jaringan
perifer ke hepar. Partikel kolesterol HDL mempunyai heterogenitas tinggi dengan
subkomponen berasal dari kedua traktus intestinalis dan hepar. Kolesterol HDL
mengandung apo A, apo C dan apo E. kolesterol HDL berperan dalam transport
balik kolesterol dari jaringan menuju hepar untuk diekskresi. Lingkaran kejadian
ini menegaskan bahwa peningkatan kolesterol HDL berhubungan dengan
pengurangan risiko koroner pada manusia. (Botham, 2006)
Komponen ke tiga dari sistem transpor endogen lipid melibatkan non
lipoprotein berhubungan dengan asam lemak bebas dalam sirkulasi. Asam lemak
dihasilkan dari hidrolisis TG seluler yang disekresikan dari jaringan adiposa
menuju plasma di mana mereka berikatan dengan albumin (Botham, 2006).
2.3. Lipoprotein Plasma
Lipoprotein merupakan gabungan molekul lipid dan protein. Seperempat
sampai sepertiga bagian dari lipoprotein adalah protein dan selebihnya adalah
lipid. Lipoprotein mempunyai fungsi mengangkut lipid di dalam plasma ke
jaringan-jaringan yang mmebutuhkannya sebagai sumber energi, sebagai
komponen membran sel atau sebagai prekursor metabolit aktif (Botham, 2006).
Friday (2002) dalam Chandra (2007) menyatakan bahwa kelainan
lipoprotein merupakan hasil dari sintesis, proses atau katabolisme partikel
lipoprotein plasma yang abnormal. Partikel-partikel tersebut berintikan kolesterol
dan trigliserida yang diselubungi oleh fosfolipid dan apolipoprotein. Lebih dari
50% penderita dengan PJK sebelum 60 tahun mempunyai kelainan lipoprotein
familial. Semakin muda usia penderita, semakin besar faktor genetik.
Hiperlipidemia berat (kolesterol total > 300 mg/dl atau trigliserida > 500 mg/dl)
Universitas Sumatera Utara
19
mengindikasikan kelainan genetik dengan xantoma sebagai signalnya, sehingga
memerlukan skrining pada keturunan pertama penderita.
Terdapat lima jenis utama lipoprotein yaitu : kilomikron (KM), very low
density lipoprotein (kolesterol VLDL), intermediate density lipoprotein
(kolesterol IDL), low density lipoprotein (kolesterol LDL) dan high density
lipoprotein (kolesterol HDL). Klasifikasi ini berdasarkan kenaikan densitasnya,
dengan KM mempunyai densitas paling rendah sedangkan kolesterol HDL
mempunyai densitas paling tinggi. Perlu diingat bahwa protein mempunyai
densitas lebih tinggi daripada lipid sehingga kolesterol HDL dengan densitas
paling tinggi mengandung paling banyak protein (Botham, 2006).
Ross (1995) dalam Chandra (2007) menyatakan bahwa kilomikron dari usus
halus dan kolesterol VLDL hati dapat membentuk prekursor kolesterol HDL
diskoidal bebas, tetapi kolesterol HDL dapat juga dilepaskan langsung dari hati
dalam bentuk partikel-partikel diskoidal (HDL nascent). Esterifikasi dari
kolesterol bebas yang diakumulasi dalam prekursor ini selanjutnya menyebabkan
pembentukan partikel-partikel kolesterol HDL spherical. Kolesterol HDL
berperan sebagai penerima lipid terutama kolesterol bebas dari bermacam-macam
jaringan. Protein utama kolesterol HDL adalah apoprotein A-I dan A-II.
Kolesterol HDL berperan sebagai pembuangan kolesterol dari bermacam-macam
jaringan. Kadar plasmanya berbanding terbalik dengan risiko penyakit arteri
koronaria. Kolesterol HDL yang tinggi dikatakan sebagai faktor protektif
fisiologis atau faktor anti aterogenik.
Kolesterol low density lipoprotein (LDL), mengandung 22% protein dan
78% lemak yang merupakan sumber utama kolesterol yang terikat dengan
apoprotein (Chandra, 2007).
Kolesterol LDL bereperan dalam transport lemak melalui jalur endogen
(nondietetik) dan dibentuk melalui peran lipase pada partikel prekursor.
Banyaknya karbohidrat atau lemak pada hati akan diikat dengan apolipoprotein
Universitas Sumatera Utara
20
dan disekresi sebagai Kolesterol VLDL. Lipoprotein Lipase (LPL), yang terdapat
dalam endotel kapiler jaringan lemak dan otot skeletal, akan menghidrolisis
kolesterol VLDL yang berintikan trigliserida dengan bantuan apo CII sebagai
kofaktor , sehingga menjadi kolesterol IDL. Asam lemak yang dibebaskan akan
dire-esterifikasi menjadi trigliserida di jaringan lemak atau dioksidasi untuk
menghasilkan energi di otot. Kolesterol IDL dibersihkan dari plasma oleh reseptor
kolesterol LDL atau menjadi kolesterol LDL setelah melepas apo E pada
permukaan kolesterol IDL. Permukaan kolesterol LDL terdiri dari apo B 100
(Botham, 2006).
Peningkatan apo B (>130 mg/dl) terjadi pada 1/3 pasien dengan prematur
CAD. Kolesterol LDL lebih dari persentil ke 95 terjadi pada 15 % pasien dengan
MI sebelum usia 60 tahun, sedangkan kadar apo B di atas persentil 95 terjadi pada
35%. Pengukuran kadar apo B plasma sangat berguna untuk penderita
hipertrigliseridemia atau PJK (Botham, 2006)
Havel (1995) dalam Chandra (2007) menyatakan bahwa fungsi utama
kolesterol LDL adalah meneruskan kolesterol ke jaringan ekstrahepatik yang
mempunyai afinitas spesifik yang tinggi, yang disebut reseptor LDL. Melalui
reseptor inilah kebutuhan kolesterol tubuh akan terpenuhi dan akan merupakan
faktor penghambat sintesis kolesterol di dalam sel-sel tubuh. Kolesterol
dihantarkan ke hepatosit dan sel perifer untuk sintesis membran sel dan hormon
steroid. Pengikatan terhadap reseptor kolesterol LDL disebabkan oleh apoprotein
B-100 yang terkandung dalam partikel kolesterol LDL. Secara langsung kadar
kolesterol LDL plasma berhubungan dengan risiko penyakit arteri koronaria.
Potensi aterogenik sangat tinggi.
Havel (1995) dalam Chandra (2007) juga menyatakan bahwa kolesterol
HDL, mengandung 52% protein dan 48% lemak, merupakan lipoprotein terkecil
dibentuk di dalam sel-sel hati dan sel-sel usus kecil. Fungsi utama mengnagkut
kolesterol dan fosfolipid dari jaringan atau sel perifer ke hati untuk dirombak
sehingga mencegah penumpukan kolesterol di sel perifer. Kolesterol HDL
Universitas Sumatera Utara
21
membawa kurang lebih ¼ kolesterol dalam plasma. Pada penyakit jantung
koroner, kadar kolesterol HDL akan menurun. Penurunan kolesterol HDL sampai
<35 mg/dl merupakan faktor risiko potensial yang independen terjadinya PJK.
Sekitar 50% populasi dengan kelainan kolesterol HDL disebabkan oleh faktor
genetik. Terdapat dua macam partikel kolesterol HDL, yaitu kolesterol HDL 3 dan
kolesterol HDL 2 yang lebih besar. Kolesterol HDL diproduksi oleh liver dan
usus halus, yang terdiri oleh bahan primer yakni fosfolipid dan apo A I, yang
remodelling-nya terjadi di dalam plasma. Kolesterol HDL mengikat kolesterol
bebas dari sel ekstrahepatal dan partikel lipoprotein lain. Kolesterol diesterifikasi
oleh enzim lesitin-kolesterol asiltransferase (LCAT), dengan apo A I sebagai
kofaktor, dan menghasilkan kolesterol ester yang masuk dalam inti kolesterol
HDL sehingga meningkatkan ukuran partikel kolesterol HDL. Perubahan ester
kolesterol dalam kolesterol HDL dengan trigliserida dalam kolesterol VLDL dan
kolesterol IDL yang diperantarai kolesteril ester transfer protein (CETP) akan
mengecilkan ukuran kolesterol.
Defisiensi enzim LCAT menyebabkan partikel lipoprotein abnormal pada
semua tipe yang mengakibatkan ketidak mampuan untuk mengesterifikasi
kolesterol bebas sehingga terakumulasi di plasma.
Pada defisiensi lipase hepar, terjadi prematur CAD meskipun terjadi
peningkatan kolesterol HDL. Kelainan yang jarang ini ditandai dengan kegagalan
remodelling kolesterol HDL 2 menjadi kolesterol HDL 3 akibat mutasi gen lipase
hepar pada kromosom 15 (Chandra, 2007).
Universitas Sumatera Utara
22
Gambar 2.3. Skema Perjalanan Kilomikron Secara Metabolik.
(sumber : Botham, 2006)
Gambar 2.4. Skema Perjalanan VLDL Secara Metabolik .
(sumber : Botham, 2006)
Universitas Sumatera Utara
23
Gambar 2.5. Skema Perjalanan HDL Secara Metabolik
(sumber : Botham , 2006)
Universitas Sumatera Utara
24
Gambar 2.5. Skema Sintesis VLDL di Hati.
(sumber : Botham, 2006)
Universitas Sumatera Utara
25
2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gambaran Profil Lipid
2.4.1.Diet
Faktor diet merupakan salah satu faktor paling penting yang
mempengaruhi gambaran profil lipid. Diet rendah lemak; diet tinggi protein
kedelai, serat, atau phytosterols; makanan yang mengandung gandum utuh ,
dan suplementasi asam lemak omega-3 berperan baik dalam menurunkan
resiko Miokard Infark melalui modulasi terhadap gambaran profil lipid, yakni
dengan meningkatkan kadar HDL dan menurunkan kadar LDL, total kolesterol,
trigliserida, dan VLDL. Konsumsi kacang-kacangan, modifikasi diet dengan
kacang-kacangan, tinggi karbohidrat dan protein, teh hijau dan anggur merah,
sama seperti suplementasi policosanol dan ekstrak beras merah juga memiliki
efek protektif terhadap serangan miokard infark melalui modulasi pada
gambaran profil lipid dengan mekanisme yang sama (J. Huang, 2011).
2.4.2. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik menengah-reguler dapat menurunkan kadar trigliserida dan
kolesterol secara bermakna. Olahraga berupa senam dan lari ringan selama 3 x
45 menit selama 8 minggu dapat menurunkan kadar trigliserida dan total
kolesterol pada anak obesitas dan anak dengan BMI normal (Anam, 2010).
2.4.3. Merokok
Pada dua kelompok sampel penelitian yang dengan karakteristik pria
dengan indeks masa tubuh pada rentang yang sama dan tanpa sejarah
penyalahgunaan alkohol serta tanpa riwayat diabetes melitus, Sinha et al
(1995) menemukan bahwa dibandingkan dengan kelompok yang tidak
merokok , kelompok perokok memiliki kadar trigliserida, LDL, dan total
kolesterol yang secara signifikan lebih tinggi dan memiliki kadar HDL yang
lebih rendah. Pada keadaan puasa, dan diet tanpa penghentian rokok, kelompok
perokok menunjukkan peningkatan kadar HDL yang lebih rendah
dibandingkan dengan dengan kelompok yang tidak merokok (Sinha et al,1995).
Universitas Sumatera Utara
26
2.4.4. Faktor Fisik dan Genetik
Faktor fisik dan genetik juga memiliki peranan penting dalam gambaran
profil lipid seseorang. Cugnetto et al (2007) menyatakan bahwa pria dengan
indeks massa tubuh lebih tinggi cenderung memiliki gambaran profil lipid yang
lebih buruk dibandingkan pria dengan indeks massa tubuh normal. Gambaran
profil lipid yang buruk adalah gambaran profil lipid dimana kadar total
kolesterol, trigliserida, dan LDL yang lebih tinggi dibandingkan normal dan
rasio perbandingan total kolesterol dan HDL lebih rendah dibandingkan
normal.
Gambaran trigliserida dan HDL dipengaruhi oleh faktor genetik.
Hal ini terkait dengan produksi lipoprotein lipase yang berbeda pada beberapa
kelompok ras yang diatur pada lokus tertentu di kromosom X (Deo et al, 2009).
Universitas Sumatera Utara