BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41406/3/jiptummpp-gdl-riachurina-51094-3-bab2.pdf · dan...

19
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Fisiologi tidur Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar saat orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya (Guyton, 2011). Tidur normal merupakan kondsi kesadaran esensial yang bersifat periodik, siklik, dan reversible. Aktivitas metabolik dan saraf terus berlanjut selama tidur disertai beberapa variasi sebagaimana saat kita dalam keadaan terjaga. Selama tidur, aktivitas saraf disebar atau disusun kembali sehingga menimbulkan perubahan pada tonus otot dan responsivitas sensori dan biasanya menurunkan kuantitas dan jenis aktivitas dan interaksi dengan lingkungan . Tahap tidur : Tahap tidur meliputi perubahan kondisi tidur Rapid Eye Movement (REM) dan Non Rapid Eye Movement (NREM) , atau tidur gelombang lambat. Lima tahap tidur dari rancangan tidur normal meliputi : 1. Tahap 1 Non Rapid Eye Movement dan tegangan rendah mencirikan tahap ini. Tahap ini merupakan transisi dari keterjagaan menjadi tidur yang dicirikan dengan mengantuk. Tahap 1 biasanya berlangsung selama beberapa menit, 2- 5 % dari waktu tidur normal.

Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41406/3/jiptummpp-gdl-riachurina-51094-3-bab2.pdf · dan...

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41406/3/jiptummpp-gdl-riachurina-51094-3-bab2.pdf · dan obesitas pada diabetes mellitus tipe 2 adalah resiko faktor resiko mayor pada gangguan

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tidur

2.1.1 Fisiologi tidur

Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar saat orang tersebut

dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang

lainnya (Guyton, 2011).

Tidur normal merupakan kondsi kesadaran esensial yang bersifat periodik,

siklik, dan reversible. Aktivitas metabolik dan saraf terus berlanjut selama tidur

disertai beberapa variasi sebagaimana saat kita dalam keadaan terjaga. Selama

tidur, aktivitas saraf disebar atau disusun kembali sehingga menimbulkan

perubahan pada tonus otot dan responsivitas sensori dan biasanya menurunkan

kuantitas dan jenis aktivitas dan interaksi dengan lingkungan .

Tahap tidur :

Tahap tidur meliputi perubahan kondisi tidur Rapid Eye Movement (REM) dan

Non – Rapid Eye Movement (NREM) , atau tidur gelombang lambat. Lima tahap

tidur dari rancangan tidur normal meliputi :

1. Tahap 1

Non Rapid Eye Movement dan tegangan rendah mencirikan tahap ini. Tahap

ini merupakan transisi dari keterjagaan menjadi tidur yang dicirikan dengan

mengantuk. Tahap 1 biasanya berlangsung selama beberapa menit, 2- 5 % dari

waktu tidur normal.

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41406/3/jiptummpp-gdl-riachurina-51094-3-bab2.pdf · dan obesitas pada diabetes mellitus tipe 2 adalah resiko faktor resiko mayor pada gangguan

5

2. Tahap 2

Tahap ini dicirikan dengan NREM dan kompleksitas tidur pada

elektroensefalogram (EEG). Pada tahap 2, tonus otot dan aktivitas serebral

menurun. Tahap ini berlangsung selama 50 % waktu tidur total.

3. Tahap 3

Tahap ini dicirikan dengan NREM, gelombang delta, dan tidur gelombang

lambat. Tahap ini merupakan transisi menuju tahap 4. Tahap 3 berlangsung

sepertiga sehingga setengah dari waktu malam, yaitu sekitar 10 – 20 % dari

waktu tidur total.

4. Tahap 4

Tahap ini dicirikan dengan tahap NREM, tidur nyenyak , tidur gelombang

kontinu, dan gelombang delta. Laju metabolik dan temperatur menurun . Tahap

ini juga dicirikan dengan penurunan fungsi tubuh ke tingkat terendah. Tahap ini

berlangsung selama sepertiga hingga setengah dari waktu malam , atau sebesar

10 – 20 % dari waktu tidur total.

5. Tahap 5

Keadaan mirip REM yang berselang dengan tidur NREM. Terjadi

desinkronisasi aktivitas dalam periode yang panjang bergantian dengan periode

aktivitas yang serupa dengan saat terjaga. Tanda – tanda vital tidak beraturan,

muncul atonia, dan individu mengalami peningkatan frekuensi mimpi seiring

mendekati pagi. Tahap 5 berlangsung 25 % dari waktu tidur total

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41406/3/jiptummpp-gdl-riachurina-51094-3-bab2.pdf · dan obesitas pada diabetes mellitus tipe 2 adalah resiko faktor resiko mayor pada gangguan

6

Sedangkan menurut Guyton (2011), ada 2 tipe tidur :

1. Tidur gelombang lambat

Tahap tidur gelombang lambat terjadi begitu tenang dan dapat dihubungkan

dengan penurunan tonus pembuluh darah peifer dan fungsi – fungsi vegetative

tubuh lain. Pada tidur gelombang lambat juga terjadi mimpi. Pada tidur

gelombang lambat biasanya tak bisa diingat, sedangkan pada tahap tidur REM

lebih sering melibatkan aktivitas otot tubuh.

2. Tidur dengan pergerakan mata yang cepat

Sepanjang tidur malam yang normal, tidur REM yang berlangsung 5 – 30

menit biasanya muncul rata – rata setiap 90 menit. Bila seseorang sangat

mengantuk, setiap tidur REM berlangsung singkat dan bahkan mungkin tak

ada. Sebaliknya, sewaktu orang menjadi semakin lebih nyenyak sepanjang

malamnya, durasi tidur REM juga semakin lama.

Hal – hal penting dalam tidur REM :

1. Tidur REM biasanya disertai mimpi yang aktif dan pegerakan otot tubuh yang

aktif

2.Seseorang lebih sukar dibangunkan oleh rangsangan sensorik selama tidur

gelombang lambat , namun orang – orang terbangun secara spontan di pagi hari

sewaktu episode REM.

3. Tonus otot di seluruh tubuh sangat berkurang , dan ini menunjukkan adanya

hambatan yang kuat pada area pengaturan otot di spinal

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41406/3/jiptummpp-gdl-riachurina-51094-3-bab2.pdf · dan obesitas pada diabetes mellitus tipe 2 adalah resiko faktor resiko mayor pada gangguan

7

4.Frekuensi denyut jantung dan pernapasan biasanya menjadi irregular , dan ini

merupakan sifat dari keadaan tidur dengan mimpi.

5.Walaupun ada hambatan yang sangat kuat pada otot – otot perifer, masih timbul

pergerakan otot yang tidak teratur. Keadaan ini khususnya mencakup

pergerakan mata yang cepat.

6. Pada tidur REM, otak menjadi sangat aktif , dan metabolisme di seluruh otak

meningkat sebanyak 20 %

Ringkasnya, tidur REM merupakan tipe tidur saat otak benar – benar dalam

keadaan aktif . Namun aktivitas otak tidak disalurkan ke arah yang sesuai agar

orang itu siaga penuh terhadap keadaan sekelilingnya, sehingga orang tersebut

benar – benar tertidur (Guyton , 2011).

Pada tidur fase REM . Neuron kolinergik di pedunculopontine dan

laterodorsal tegmental nucleus (LDT / PPT) mengaktivasi sinyal thalamus-

kortikal dan atonia dengan mengeluarkan neurons di medulla ventromedial yang

menghambat motor neuron. Selama tidur fase REM , neuron monoamine berupa

locus coureuleus, tuberomamilari nucleus tidak teraktivasi, mengurangi eksistasi

dari motor neuron oleh norephinefrin dan serotonin ((Espana & Thomas , 2011).

2.1.2 Kualitas tidur

Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang

tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu

dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah,

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41406/3/jiptummpp-gdl-riachurina-51094-3-bab2.pdf · dan obesitas pada diabetes mellitus tipe 2 adalah resiko faktor resiko mayor pada gangguan

8

mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau

mengantuk.

Ada beberapa faktor yang memengaruhi kualitas tidur, yaitu :

1. Kebiasaan

a. Konsumsi alkohol

Konsumsi alkohol dalam dosis tinggi jangka panjang menyebabkan

toleransi dan ketergantungan fisik dan psikologis. Alkohol memengaruhi

konsentrasi lokal serotonin , opioid dan dopamine (Katzung B, Susan B,

Anthony J, 2012).

2. Lingkungan

a. Cahaya di ruangan

Cahaya di ruangan bisa menekan hormon melatonin. Secara alami,

melatonin akan dihasilkan pada malam hari sebelum tidur, bagaimanapun

juga terkena cahaya ruangan pada awal malam hari mencegah sekresi

hormon melatonin. Melatonin berperan pada proses fisiologi, seperti

homeostasis glukosa, termoregulasi, tekanan darah, dan mendukung tidur.

Penekanan secara kronis pada melatonin memberikan konsekuensi negatif

pada kesehatan (Akacem L, Kenneth W & Monique K, 2016).

b.Bising

Suara bising meningkatkan frekuensi terbangun saat tidur dan

menurunkan fase tidur gelombang lambat (yang bisa disebut juga tidur

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41406/3/jiptummpp-gdl-riachurina-51094-3-bab2.pdf · dan obesitas pada diabetes mellitus tipe 2 adalah resiko faktor resiko mayor pada gangguan

9

dalam). Kondisi tersebut menyebabkan penurunan kualitas tidur (Kwak K,

Young S & Young K et al, 2016).

c. Suhu

Suhu lingkungan yang ekstrem cenderung mengganggu tidur. Tidur fase

REM lebih sensitif terhadap suhu bila dibandingkan dengan tidur fase

NREM (Carskadon & Dement, 2011).

3. Obat – obatan

a. Obat yang disalahgunakan

Obat disalahgunakan (digunakan dengan cara – cara yang tidak disetujui

secara medis) karena menimbulkan perasaan kuat berupa euforia atau

mengubah persepsi. Namun, pemberian berulang memicu perubahan –

perubahan adaptif luas di otak. Akibatnya, pemakaian obat menjadi

kompulsif – tanda utama adiksi (kecanduan). Obat – obat yang

disalahgunakan yaitu meliputi obat yang mengaktifkan reseptor terkait

protein G (Opioid, Kanabinoid, asam gama hidroksibutirat, meskalin,

psilosibin), obat yang mengikat reseptor ionotropik dan saluran ion

(nikotin, alkohol, benzodiazepine, fensiklidin , ketamin), obat yang

mengikat pengangkut amin biogenik (kokain, amfetamin, ekstasi).

Pemberian obat – obatan yang sering disalahgunakan menyebabkan

pelepasan dopamin (Katzung B, Susan B, Anthony J, 2012).

Alkohol dan penyalahgunaan obat bisa mengganggu tidur. 50 – 90 %

pasien dengan penyalahgunaan obat mengalami gangguan tidur , onset

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41406/3/jiptummpp-gdl-riachurina-51094-3-bab2.pdf · dan obesitas pada diabetes mellitus tipe 2 adalah resiko faktor resiko mayor pada gangguan

10

laten tidur yang lebih panjang dan durasi tidur yang lebih pendek. Sehingga

konsekuensinya yaitu mengurangi kesiagaan dan meningkatkan rasa kantuk

pada siang hari (Muller M, Christiane O, Bernd K et al, 2016)

b. Antidepressan

Trisiklik antidepressan , monoamine oxidase inhibitor, dan Selective

Serotonine Reuptake Inhibitor (SSRI) tertentu cenderung menekan tidur

fase REM (Carskadon & Dement C, 2011).

c. Obat antihistamin (Antialergi dan obat flu)

Efek umum antagonis H1 generasi pertama adalah sedasi, tetapi

intensitas efek ini bervariasi di antara subgolongan kimiawi dan juga di

antara pasien. Efek ini menonjol pada sebagian obat sehingga mereka

berguna sebagai pil tidur dan tidak cocok untuk digunakan pada siang

hari. Yang termasuk ke dalam antagonis H1 generasi pertama adalah

Etanolamin (Karbinoksamin, dimenhidrinat, difenhidramin)turunan

piperazin (Hidroksizin, Siklizin, Meklizin), Alkilamin (bromfeniramin,

klorfeniramin), dan turunan fenotiazin (prometazin) (Katzung B, Susan

B, Anthony J, 2012).

4. Penyakit

a. Penyakit pada saluran pernafasan

Asma biasanya disertai dengan mendengkur dan Obstructive sleep

apnea (OSA). Beberapa manifestasi klinis dari asma dan OSA ialah

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41406/3/jiptummpp-gdl-riachurina-51094-3-bab2.pdf · dan obesitas pada diabetes mellitus tipe 2 adalah resiko faktor resiko mayor pada gangguan

11

obstruksi pada saluran nafas, penurunan kualitas tidur dan menyebabkan

kelelahan pada siang hari(Qiao & Yi, 2015).

b.Arthritis

Para penderita arthritis memiliki resiko gangguan tidur lebih tinggi

dibandingkan orang sehat. Dari hasil penelitian mengenai durasi tidur pada

penderita arthtitis ,didapatkan bahwa sebagian besar durasi tidurnya kurang

dari cukup (Kim J, Eun-Cheol P, Kwang S et al,2016).

c. Congestive heart failure

Prevalensi Obstructive sleep apnea meningkat pada pasien dengan

congestive heart failure (Carlisle T, Neil R, Angela A et al, 2017).

Sehingga dengan begitu akan menyebabkan pasien sering terbangun dari

tidurnya dan bisa menurunkan kualitas tidur pasien.

d. Gangguan psikiatrik

Gangguan tidur paling banyak terdapat pada pasien gangguan neuro

psikiatri. 80 % pasien dengan skizofrenia mengalami gangguan tidur,

meliputi peningkatan onset laten tidur, durasi tidur yang lebih pendek

dan penurunan efisiensi tidur.

Gangguan tidur sering terjadi pada pasien dengan gangguan

kecemasan dan gangguan depresi. Dibandingkan dengan subyek yang

sehat, insomnia (40 – 90 %) dan hipersomnia (5 – 10 %) sering terjadi

pada seseorang dengan depresi. Gangguan tidur yang persisten adalah

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41406/3/jiptummpp-gdl-riachurina-51094-3-bab2.pdf · dan obesitas pada diabetes mellitus tipe 2 adalah resiko faktor resiko mayor pada gangguan

12

resiko mayor yang bisa mengembangkan gangguan depresi (Muller M,

Christiane O, Bernd K et al, 2016).

Pasien dengan mood meningkat menunjukkan adanya ekspansivitas

, flight of ideas, tidur berkurang , harga diri meningkat, serta gagasan

kebesaran. Pada pasien dengan episode depresi berat , gejala yang

dialami adalah perubahan berat badan dan nafsu makan, perubahan

tidur dan aktivitas , tidak ada energi, rasa bersalah (Sadock dan

Virginia S, 2015).

e. Epilepsi

Rasa kantuk merupakan salah satu gejala yang sering muncul pada

penyakit epilepsi. Rasa kantuk dan gangguan tidur secara umum tidak

hanya mempengaruhi aktivitas bekerja dan aktivitas sosial pada orang

sehat. Apabila hal itu terjadi pada penderita epilepsi , maka dibutuhkan

kewaspadaan yang segera untuk mengatasi serangan (Gammino, Leila

Z, Anna L et al, 2016).

f. Stroke

Pasien stroke biasanya disertai juga gangguan atau masalah tidur.

Gangguan ini bisa bermanifestasi menjadi beberapa bentuk tergantung

dari deficit neurologis yang dialami pasien. Sleep disorder breathing

(SDB) terutama yang berjenis obstructive sleep apnea syndrome

(OSAS) dan nocturnal oxygen desaturation merupakan gangguan tidur

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41406/3/jiptummpp-gdl-riachurina-51094-3-bab2.pdf · dan obesitas pada diabetes mellitus tipe 2 adalah resiko faktor resiko mayor pada gangguan

13

yang paling banyak ditemukan pada stroke akut (>50 %) (Sekeon S dan

Mieke A, 2015).

g. Alzheimer

Gejala depresi sering bersamaan dengan penurunan kognitif dan

demensia , selain itu depresi mayor dan gangguan kognitif pada lansia

dapat berkembang menjadi demensia dalam beberapa setelah onset

depresi. Hal tersebut dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit

Alzheimer . Depresi mayor pada penderita Alzheimer sekitar 17 %

(Irawan,2013).

h. Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus tipe 2 menjadi salah satu predisposisi yang

menganggu pola tidur dan gangguan tidur menjadi salah satu

predisposisi resisten insulin dan diabetes mellitus tipe 2. Overweight

dan obesitas pada diabetes mellitus tipe 2 adalah resiko faktor resiko

mayor pada gangguan tidur, yaitu berupa Obstructive Sleep Apnea.

Faktor lain yang bisa mengganggu tidur pada pasien diabetes meliputi :

nokturia, neuropati otonom maupun perifer, hipoglikemi dan

hiperglikemi (Sokwalla, Mark D & Amayo E, 2017).

2.1.3 Kebutuhan durasi tidur berdasarkan usia

Lama durasi tidur yang dibutuhkan oleh setiap kelompok usia berbeda –

beda. Berikut adalah tabel yang menjelaskan mengenai durasi tidur yang

disarankan dan durasi tidur yang cukup berdasarkan usia.

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41406/3/jiptummpp-gdl-riachurina-51094-3-bab2.pdf · dan obesitas pada diabetes mellitus tipe 2 adalah resiko faktor resiko mayor pada gangguan

14

Tabel 2.1 Kebutuhan durasi tidur berdasarkan kelompok usia

(NF Watson, MS Badr, G Belenky at al, 2015)

2.1.4 Gangguan tidur

Gangguan tidur dapat berdampak signifikan terhadap kualitas hidup

dan juga mempengaruhi perasaan kita saat terjaga.

a. Insomnia

Insomnia dicirikan oleh kesulitan tertidu setelah berbaing di tempat tidur

atau setelah terjaga di malam hari. Banyak dari pasien yang diberikan obat

tidur berdasarkan pada penjabaran mereka sendiri mengenai kekurangan tidur

pada malam hari, sangat sedikit dari mereka yang dilakukan pengamatan di

laboratorium tidur.

Salah satu bentuk insomnia disebabkan oleh ketidakmampuan tidur dan

bernapas pada saat bersamaan. Penderita gangguan ini disebut dnegan apnea

tidur, terdapat henti nafas saat tertidur. Selama apnea tidur, kadar

karbondioksida di dalam darah merangsang kemoreseptor (neuron yang

mendeteksi keberadaan zat tertentu), dan orang itu terbangun , berusaha

bernafas. Kadar oksigen dalam darah kembali normal , orang itu tertidur lagi,

dan keseluruhan siklus itu terulang kembali.

Usia Lama durasi yang disarankan Lama durasi yang cukup

0 - 3 bulan 14 - 17 jam 11 - 13 jam

4 - 11 bulan 12 - 15 jam 10 – 11 jam

1 - 2 tahun 11 - 14 jam 9 – 10 jam

3 – 5 tahun 10 – 13 jam 8 – 9 jam

6 – 13 tahun 9 – 11 jam 7 – 8 jam

14 – 17 tahun 8 – 10 jam 7 jam

18 – 25 tahun 7 - 9 jam 6 jam

26 – 64 tahun 7 – 9 jam 6 jam

> 65 tahun 7 – 8 jam 5 – 6 jam

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41406/3/jiptummpp-gdl-riachurina-51094-3-bab2.pdf · dan obesitas pada diabetes mellitus tipe 2 adalah resiko faktor resiko mayor pada gangguan

15

b. Narkolepsi

Gejala utama dari narkolepsi adalah serangan tidur. Srangan tidur

narkolepsi adalah perasaan ingin tidur yang sangat mendesak , yang dapat

terjadi kapan pun, tetapi paling sering timbul dalam kondisi monoton yang

membosankan.

Gejala dari narkolepsi yaitu katapleksi, saat terjadi serangan katapleksi ,

orang akan mengalami kelemahan otot dalam berbagai tingkatan. Katapleksi

biasanya ditimbulkan oleh reaksi –reaksi emosional kuat atau oleh kerja fisik

mendadak , terutama apabila hal itu mengejutkan pasien .

c. Pavor Nokturnus

Terdapat pada anak – anak kecil. Dalam tidur anak itu mendadak duduk dan

berteriak ketakutan karena mimpi yang menyeramkan. Biasanya episode ini

singjat saja dan anak kembali tidur lagi. Esok harinya sering ia tidak ingat

tentang kejadian itu . Kadang – kadang anak itu takut akan tidur karena

episode – episode itu.

d. Mimpi buruk

Lebih ringan dari pavor nokturnus dan terjadi waktu tidur REM pada anak –

anak dan orang dewasa. Karena mimpi – mimpi yang menakutkan, individu itu

sering terbangun sehingga dapat mengakibatkan insomnia.

e. Hipersomnia

Merupakan gejala suatu nervosa yang berat. Dapat dikatakan bahwa

penderita menarik diri ke dalam tidur agar tidak menghadapi secara sadar

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41406/3/jiptummpp-gdl-riachurina-51094-3-bab2.pdf · dan obesitas pada diabetes mellitus tipe 2 adalah resiko faktor resiko mayor pada gangguan

16

pengalaman – pengalaman yang menyakitkan. Sering kebiasaan tidur menjadi

terbalik : penderita tidur nyenyak sepanjang pagi, perlahan – lahan terbangun

pada sore hari dan tidak mengantuk sewaktu orang lain tidur.

f. Somnolensi

Rasa mengantuk abnormal. Biasanya terjadi pada keandaan keracunan,

keradangan otak , tumor otak yang menekan dasar ventrikel ke 3 pada

gangguan metabolism.

g. Berjalan dalam tidur dan bicara dalam tidur

Cenderung terjadi sewaktu tidur non REM fase 4 tidak lama sesudah tidur.

Hal ini dapat dimulai pada anak – anak dan dapat berlangsung terus sampai

dewasa serta dapat dianggap normal sebagai manifestasi kekurang matangan

susunan saraf pusat.

2.2 Ritme Sikardia

Jam biologis primer terletak di nukleus suprakiasmatik (SCN) pada hipotalamus.

Nukleus suprakiasmatik juga menyediakan kontrol primer atas penentuan waktu siklus

tidur. Fotoreseptor – fotoreseptor di retina yang menyediakan informasi tentang sinar

ke SCN bukanlah sel batang ataupun sel kerucut – sel yang menyediakan informasi

untuk persepsi visual kita . Ada fotoreseptor khusus yang menyediakan informasi

mengenai tingkat sinar di lingkungan yang mensinkronasi ritme sikardian. Zat

fotokimiawi yang bertanggungjawab menyebabkan efek ini adalah melanopsin. Sel –

sel ganglion yang mengandung melanopsin peka terhadap sinar dan akson mereka

berujung di SCN.

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41406/3/jiptummpp-gdl-riachurina-51094-3-bab2.pdf · dan obesitas pada diabetes mellitus tipe 2 adalah resiko faktor resiko mayor pada gangguan

17

Akson – akson eferen SCN yang bertanggungjawab mengorganisasi siklus tidur

dan terjaga berujung di zona supraventrikular (SPZ). Projek SPZ ventral menjulur ke

nucleus dorsomedial hipotalamus (Dorsomedial nucleus of the hypothalamus , DMH),

yang sendirinya akan menjulur ke berbagai wilayah otak yang berperan teramat

penting dalam control tidur dan terjaga yaitu ventrolateral preoptic area. Setelah itu

akan mempengaruhi Reticular Activating System.

2.2.1 Reticular Activating System

Kesadaran dicapai melalui aktivitas dari Reticular Activating System (RAS)

pada batang otak dan korteks serebral. Sistem RAS tersusun atas sirkuit neuron

yang menghubungkan antara batang otak dan korteks serebral. Yang termasuk ke

dalam sistem RAS yaitu nucleus batang otak (locus coeruleus, dorsal raphe,

pedunculopontine nucleus, parabrachial nucleus), nonspesifik thalamic nuclei,

hipotalamus, dan juga basal forebrain (Yeo S, Pyung H, Sung H, 2013).

2.2.2 Neurotransmitter yang berperan

2.2.2.1 Asetilkolin

Basal Forebrain dan batang otak mengandung neuron kolinergik yang

meningkatkan keterjagaan,berperan dalam fase REM tidur.dan juga

berpartisipasi dalam proses learning, memory dan juga kognisi. Basal

forebrain merupakan hipotalamus bagian depan meliputi medial septum,

magnocellualar preoptic nucleus, diagonal band of Brocca dan substansia

inominata. Basal forebrain juga mengandung banyak neurons yang

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41406/3/jiptummpp-gdl-riachurina-51094-3-bab2.pdf · dan obesitas pada diabetes mellitus tipe 2 adalah resiko faktor resiko mayor pada gangguan

18

memproduksi neurotransmitter inhibitor (GABA) dan mengaktivasi korteks

dengan cara mengurangi aktivitas dari inhibitor cortical neurons.

2.2.2.2 Norephinephrine (NE)

NE diproduksi oleh nukleus batang otak dan meningkatkan dari system

nervus simpatis. Paling banyak NE berasal dari Locus coeruleus,

perpanjangan dari nucleus yang berasal dari ventrikel keempat. Sistem NE

penting untuk meningkatkan kondisi yang memerlukan tanggapan untuk

kognitif dan stress.

2.2.2.3 Histamin

Histamin berperan pada keadaan terjaga. Sama dengan pola yang terlihat

pada LC dan nucleus monoaminergic, release histamin sangat tinggi saat

dalam keadaan terjaga , lebih rendah saat tidur fase NREM dan sangat

rendah saat tidur fase REM.

2.2.2.4 Serotonin

Serotonin mempengaruhi berbagai aspek, meliputi mood, kecemasan,

nafsu makan dan agresi. Di bebagai penelitian serotonin berperan dalam

keadaan terjaga dan menekan tidur fase REM.

2.2.2.5 Dopamin

Dopamin berperan dalam proses fisiologi meliputi fungsi motor, motivasi,

pembelajaran . Dopamin berefek pada system keterjagaan (Espana &

Thomas , 2011).

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41406/3/jiptummpp-gdl-riachurina-51094-3-bab2.pdf · dan obesitas pada diabetes mellitus tipe 2 adalah resiko faktor resiko mayor pada gangguan

19

2.3 Kopi

Sebanyak lebih dari separuh sopir bus (63,3 %) di terminal Arjosari yang telah

diwawancarai mengkonsumsi kopi. Di Indonesia , jenis kopi yang banyak

dibudidayakan oleh perkebunan rakyat adalah jenis kopi robusta. Produksi kopi

robusta dengan wujud produksi kopi berasal dari perkebunan rakyat di Provinsi

Jawa Timur pada tahun 2013 sebagian besar berasal dari kabupaten Malang (Putra

R, 2015).

2.3.1 Farmakologi Kafein

Kafein adalah jenis senyawa alkaloid yang termasuk jenis metilxanthine.

Kopi mengandung kafein yang cukup tinggi yaitu 1,2 – 3,8 % (Farida A, Evi

R, Andri C, 2013).

2.3.1.1 Farmakodinamika

Kafein memiliki efek pada susunan saraf pusat yang mencolok. Dalam

dosis rendah atau sedang, kafein menyebabkan bangkit korteks ringan

disertai peningkatan kewaspadaan dan berkurangnya rasa lelah. Kafein yang

terkandung dalam minuman, misalnya 100 mg kafein dalam secangkir kopi

cukup untuk menyebabkan kegelisahan dan insomnia pada orang yang

sensitif. Kaffeine mengeblok adenosin, sehingga dopamine akan meningkat

dan menyebabkan dalam keadaan terjaga

2.4 Rokok

Sebanyak lebih dari separuh sopir bus (60 %) di terminal Arjosari yang telah

diwawancarai menkonsumsi rokok. Menurut PP RI No. 109 tahun 2012 rokok

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41406/3/jiptummpp-gdl-riachurina-51094-3-bab2.pdf · dan obesitas pada diabetes mellitus tipe 2 adalah resiko faktor resiko mayor pada gangguan

20

merupakan salah satu produk tembakau yang dihasilkan untuk dibakar dan

dihisap atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau

bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tobacum Nikotiana

Rustica dan spesies lainnya atau sintesis yang asapnya mengandung nikotin dan

tar atau tanpa bahan tambahan.

2.4.1 Kandungan rokok

Selain mengandung nikotin, rokok juga mengandung berbagai komponen lain.

Komponen ini membahayakan bagi otak dan sistem kardiovaskular . Komponen –

komponen tersebut adalah vinyl chloride, hydrogen cyanide, arsenic , lead dan

karbonmonoksida (Liu J, I - Hui L, Chieh H et al, 2011).

2.4.2 Farmakologi nikotin

Absorbsi melalui membran mukosa tergantung pada pH. Mengunyah

tembakau, menyedot tembakau, dan getah nikotin akan menjadi alkali untuk

memfasilitasi penyerapan melalui mukosa bukal. Rokok ialah bentuk paling

efisien seperti obat , kandungan nikotin akan masuk ke sirkulasi secara cepat dan

ke paru – paru serta ke otak dalam beberapa detik. Nikotin akan secara cepat dan

ekstensif (Benowitz, 2009).

2.5 Hubungan antara kosumsi kopi dan merokok dengan kualitas tidur

2.5.1 Kopi dan kualitas tidur

Kopi mengandung kafein, kafein merupakan metilxanthine dan antagonis dari

reseptor adenosin.Kadar adenosin di dalam otak menggambarkan tentang

dalamnya tidur dan durasi dari tidur. Terlebih lagi, adenosin merupakan

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41406/3/jiptummpp-gdl-riachurina-51094-3-bab2.pdf · dan obesitas pada diabetes mellitus tipe 2 adalah resiko faktor resiko mayor pada gangguan

21

komponen penting dalam regulasi tidur. Adenosin meningkatkan rasa kantuk,

menurunkan keterjagaan yang tergambar dalam electroencephalogram,

menambah aktivitas gelombang lambat selama tidur (Sanchez, Claudia M,

Raphaelle A et al, 2013). Pada saat tidur, jumlah adenosin akan menurun secara

perlahan. Saat kafein dikonsumsi , ia berperan sebagai antagonis reseptor

adenosin dengan cara berikatan dengan reseptor protein di otak yang

memperantarai efek dari adenosin tersebut. Bersamaan dengan reseptor adenosin

diblok, akan rilis neurotransmitter yang lain, seperti serotonin, noradrenalin,

asetilkolin dan dopamine. Kafein mengurangi homeostatis tidur dan penurunan

gelombang lambat pada daerah frontal, central dan parietal. Kafein berpengaruh

pada sistem saraf pusat yang beruhubngan dengan gangguan tidur dan kualitas

tidur yang buruk dengan jumlah frekuensi dan konsumsi kafein.

2.5.2 Rokok dan kualitas tidur

Rokok mengandung nikotin, selain nikotin, rokok juga memiliki kandungan

yang lain. Zat – zat yang terkandung di dalam rokok bisa mempengaruhi otak dan

sistem kardiovaskular. Contoh dari beberapa kandungan rokok ialah vinyl

chloride, hydrogen cyanide, arsenic, lead dan karbon monoksida. Merokok bisa

merusak endothelium dan bisa menyebabkan atherosclerosis dan inflamasi pada

otak di dalam rokok. Pada perokok, memiliki jumlah transpoter dopamine yang

sedikit, dan transportasi dopaminberhubungan denga kualitas tidur seseorang.

(Liu J, I - Hui L, Chieh H et al, 2011).

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41406/3/jiptummpp-gdl-riachurina-51094-3-bab2.pdf · dan obesitas pada diabetes mellitus tipe 2 adalah resiko faktor resiko mayor pada gangguan

22

2.6 Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)

Pittsburgh Sleep Quality Index adalah kuesioner yang digunakan untuk menilai

kualitas tidur seseorang. PSQI terdiri dari tujuh komponen. Setiap komponen

akan diberi skor yang kemudian akan dijumlah dengan rentang 0 – 21. Hasil

penjumlahan skor digunakan untuk menilai kualitas tidur seseorang. Seseorang

dikatakan kualitas tidurnya baik apabila jumlah skor adalah < 5. Dikatakan

kualitas tidur seseorang baik apabila jumlah skor adalah >5.