4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tidur
2.1.1 Fisiologi tidur
Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar saat orang tersebut
dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang
lainnya (Guyton, 2011).
Tidur normal merupakan kondsi kesadaran esensial yang bersifat periodik,
siklik, dan reversible. Aktivitas metabolik dan saraf terus berlanjut selama tidur
disertai beberapa variasi sebagaimana saat kita dalam keadaan terjaga. Selama
tidur, aktivitas saraf disebar atau disusun kembali sehingga menimbulkan
perubahan pada tonus otot dan responsivitas sensori dan biasanya menurunkan
kuantitas dan jenis aktivitas dan interaksi dengan lingkungan .
Tahap tidur :
Tahap tidur meliputi perubahan kondisi tidur Rapid Eye Movement (REM) dan
Non – Rapid Eye Movement (NREM) , atau tidur gelombang lambat. Lima tahap
tidur dari rancangan tidur normal meliputi :
1. Tahap 1
Non Rapid Eye Movement dan tegangan rendah mencirikan tahap ini. Tahap
ini merupakan transisi dari keterjagaan menjadi tidur yang dicirikan dengan
mengantuk. Tahap 1 biasanya berlangsung selama beberapa menit, 2- 5 % dari
waktu tidur normal.
5
2. Tahap 2
Tahap ini dicirikan dengan NREM dan kompleksitas tidur pada
elektroensefalogram (EEG). Pada tahap 2, tonus otot dan aktivitas serebral
menurun. Tahap ini berlangsung selama 50 % waktu tidur total.
3. Tahap 3
Tahap ini dicirikan dengan NREM, gelombang delta, dan tidur gelombang
lambat. Tahap ini merupakan transisi menuju tahap 4. Tahap 3 berlangsung
sepertiga sehingga setengah dari waktu malam, yaitu sekitar 10 – 20 % dari
waktu tidur total.
4. Tahap 4
Tahap ini dicirikan dengan tahap NREM, tidur nyenyak , tidur gelombang
kontinu, dan gelombang delta. Laju metabolik dan temperatur menurun . Tahap
ini juga dicirikan dengan penurunan fungsi tubuh ke tingkat terendah. Tahap ini
berlangsung selama sepertiga hingga setengah dari waktu malam , atau sebesar
10 – 20 % dari waktu tidur total.
5. Tahap 5
Keadaan mirip REM yang berselang dengan tidur NREM. Terjadi
desinkronisasi aktivitas dalam periode yang panjang bergantian dengan periode
aktivitas yang serupa dengan saat terjaga. Tanda – tanda vital tidak beraturan,
muncul atonia, dan individu mengalami peningkatan frekuensi mimpi seiring
mendekati pagi. Tahap 5 berlangsung 25 % dari waktu tidur total
6
Sedangkan menurut Guyton (2011), ada 2 tipe tidur :
1. Tidur gelombang lambat
Tahap tidur gelombang lambat terjadi begitu tenang dan dapat dihubungkan
dengan penurunan tonus pembuluh darah peifer dan fungsi – fungsi vegetative
tubuh lain. Pada tidur gelombang lambat juga terjadi mimpi. Pada tidur
gelombang lambat biasanya tak bisa diingat, sedangkan pada tahap tidur REM
lebih sering melibatkan aktivitas otot tubuh.
2. Tidur dengan pergerakan mata yang cepat
Sepanjang tidur malam yang normal, tidur REM yang berlangsung 5 – 30
menit biasanya muncul rata – rata setiap 90 menit. Bila seseorang sangat
mengantuk, setiap tidur REM berlangsung singkat dan bahkan mungkin tak
ada. Sebaliknya, sewaktu orang menjadi semakin lebih nyenyak sepanjang
malamnya, durasi tidur REM juga semakin lama.
Hal – hal penting dalam tidur REM :
1. Tidur REM biasanya disertai mimpi yang aktif dan pegerakan otot tubuh yang
aktif
2.Seseorang lebih sukar dibangunkan oleh rangsangan sensorik selama tidur
gelombang lambat , namun orang – orang terbangun secara spontan di pagi hari
sewaktu episode REM.
3. Tonus otot di seluruh tubuh sangat berkurang , dan ini menunjukkan adanya
hambatan yang kuat pada area pengaturan otot di spinal
7
4.Frekuensi denyut jantung dan pernapasan biasanya menjadi irregular , dan ini
merupakan sifat dari keadaan tidur dengan mimpi.
5.Walaupun ada hambatan yang sangat kuat pada otot – otot perifer, masih timbul
pergerakan otot yang tidak teratur. Keadaan ini khususnya mencakup
pergerakan mata yang cepat.
6. Pada tidur REM, otak menjadi sangat aktif , dan metabolisme di seluruh otak
meningkat sebanyak 20 %
Ringkasnya, tidur REM merupakan tipe tidur saat otak benar – benar dalam
keadaan aktif . Namun aktivitas otak tidak disalurkan ke arah yang sesuai agar
orang itu siaga penuh terhadap keadaan sekelilingnya, sehingga orang tersebut
benar – benar tertidur (Guyton , 2011).
Pada tidur fase REM . Neuron kolinergik di pedunculopontine dan
laterodorsal tegmental nucleus (LDT / PPT) mengaktivasi sinyal thalamus-
kortikal dan atonia dengan mengeluarkan neurons di medulla ventromedial yang
menghambat motor neuron. Selama tidur fase REM , neuron monoamine berupa
locus coureuleus, tuberomamilari nucleus tidak teraktivasi, mengurangi eksistasi
dari motor neuron oleh norephinefrin dan serotonin ((Espana & Thomas , 2011).
2.1.2 Kualitas tidur
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang
tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu
dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah,
8
mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau
mengantuk.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi kualitas tidur, yaitu :
1. Kebiasaan
a. Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol dalam dosis tinggi jangka panjang menyebabkan
toleransi dan ketergantungan fisik dan psikologis. Alkohol memengaruhi
konsentrasi lokal serotonin , opioid dan dopamine (Katzung B, Susan B,
Anthony J, 2012).
2. Lingkungan
a. Cahaya di ruangan
Cahaya di ruangan bisa menekan hormon melatonin. Secara alami,
melatonin akan dihasilkan pada malam hari sebelum tidur, bagaimanapun
juga terkena cahaya ruangan pada awal malam hari mencegah sekresi
hormon melatonin. Melatonin berperan pada proses fisiologi, seperti
homeostasis glukosa, termoregulasi, tekanan darah, dan mendukung tidur.
Penekanan secara kronis pada melatonin memberikan konsekuensi negatif
pada kesehatan (Akacem L, Kenneth W & Monique K, 2016).
b.Bising
Suara bising meningkatkan frekuensi terbangun saat tidur dan
menurunkan fase tidur gelombang lambat (yang bisa disebut juga tidur
9
dalam). Kondisi tersebut menyebabkan penurunan kualitas tidur (Kwak K,
Young S & Young K et al, 2016).
c. Suhu
Suhu lingkungan yang ekstrem cenderung mengganggu tidur. Tidur fase
REM lebih sensitif terhadap suhu bila dibandingkan dengan tidur fase
NREM (Carskadon & Dement, 2011).
3. Obat – obatan
a. Obat yang disalahgunakan
Obat disalahgunakan (digunakan dengan cara – cara yang tidak disetujui
secara medis) karena menimbulkan perasaan kuat berupa euforia atau
mengubah persepsi. Namun, pemberian berulang memicu perubahan –
perubahan adaptif luas di otak. Akibatnya, pemakaian obat menjadi
kompulsif – tanda utama adiksi (kecanduan). Obat – obat yang
disalahgunakan yaitu meliputi obat yang mengaktifkan reseptor terkait
protein G (Opioid, Kanabinoid, asam gama hidroksibutirat, meskalin,
psilosibin), obat yang mengikat reseptor ionotropik dan saluran ion
(nikotin, alkohol, benzodiazepine, fensiklidin , ketamin), obat yang
mengikat pengangkut amin biogenik (kokain, amfetamin, ekstasi).
Pemberian obat – obatan yang sering disalahgunakan menyebabkan
pelepasan dopamin (Katzung B, Susan B, Anthony J, 2012).
Alkohol dan penyalahgunaan obat bisa mengganggu tidur. 50 – 90 %
pasien dengan penyalahgunaan obat mengalami gangguan tidur , onset
10
laten tidur yang lebih panjang dan durasi tidur yang lebih pendek. Sehingga
konsekuensinya yaitu mengurangi kesiagaan dan meningkatkan rasa kantuk
pada siang hari (Muller M, Christiane O, Bernd K et al, 2016)
b. Antidepressan
Trisiklik antidepressan , monoamine oxidase inhibitor, dan Selective
Serotonine Reuptake Inhibitor (SSRI) tertentu cenderung menekan tidur
fase REM (Carskadon & Dement C, 2011).
c. Obat antihistamin (Antialergi dan obat flu)
Efek umum antagonis H1 generasi pertama adalah sedasi, tetapi
intensitas efek ini bervariasi di antara subgolongan kimiawi dan juga di
antara pasien. Efek ini menonjol pada sebagian obat sehingga mereka
berguna sebagai pil tidur dan tidak cocok untuk digunakan pada siang
hari. Yang termasuk ke dalam antagonis H1 generasi pertama adalah
Etanolamin (Karbinoksamin, dimenhidrinat, difenhidramin)turunan
piperazin (Hidroksizin, Siklizin, Meklizin), Alkilamin (bromfeniramin,
klorfeniramin), dan turunan fenotiazin (prometazin) (Katzung B, Susan
B, Anthony J, 2012).
4. Penyakit
a. Penyakit pada saluran pernafasan
Asma biasanya disertai dengan mendengkur dan Obstructive sleep
apnea (OSA). Beberapa manifestasi klinis dari asma dan OSA ialah
11
obstruksi pada saluran nafas, penurunan kualitas tidur dan menyebabkan
kelelahan pada siang hari(Qiao & Yi, 2015).
b.Arthritis
Para penderita arthritis memiliki resiko gangguan tidur lebih tinggi
dibandingkan orang sehat. Dari hasil penelitian mengenai durasi tidur pada
penderita arthtitis ,didapatkan bahwa sebagian besar durasi tidurnya kurang
dari cukup (Kim J, Eun-Cheol P, Kwang S et al,2016).
c. Congestive heart failure
Prevalensi Obstructive sleep apnea meningkat pada pasien dengan
congestive heart failure (Carlisle T, Neil R, Angela A et al, 2017).
Sehingga dengan begitu akan menyebabkan pasien sering terbangun dari
tidurnya dan bisa menurunkan kualitas tidur pasien.
d. Gangguan psikiatrik
Gangguan tidur paling banyak terdapat pada pasien gangguan neuro
psikiatri. 80 % pasien dengan skizofrenia mengalami gangguan tidur,
meliputi peningkatan onset laten tidur, durasi tidur yang lebih pendek
dan penurunan efisiensi tidur.
Gangguan tidur sering terjadi pada pasien dengan gangguan
kecemasan dan gangguan depresi. Dibandingkan dengan subyek yang
sehat, insomnia (40 – 90 %) dan hipersomnia (5 – 10 %) sering terjadi
pada seseorang dengan depresi. Gangguan tidur yang persisten adalah
12
resiko mayor yang bisa mengembangkan gangguan depresi (Muller M,
Christiane O, Bernd K et al, 2016).
Pasien dengan mood meningkat menunjukkan adanya ekspansivitas
, flight of ideas, tidur berkurang , harga diri meningkat, serta gagasan
kebesaran. Pada pasien dengan episode depresi berat , gejala yang
dialami adalah perubahan berat badan dan nafsu makan, perubahan
tidur dan aktivitas , tidak ada energi, rasa bersalah (Sadock dan
Virginia S, 2015).
e. Epilepsi
Rasa kantuk merupakan salah satu gejala yang sering muncul pada
penyakit epilepsi. Rasa kantuk dan gangguan tidur secara umum tidak
hanya mempengaruhi aktivitas bekerja dan aktivitas sosial pada orang
sehat. Apabila hal itu terjadi pada penderita epilepsi , maka dibutuhkan
kewaspadaan yang segera untuk mengatasi serangan (Gammino, Leila
Z, Anna L et al, 2016).
f. Stroke
Pasien stroke biasanya disertai juga gangguan atau masalah tidur.
Gangguan ini bisa bermanifestasi menjadi beberapa bentuk tergantung
dari deficit neurologis yang dialami pasien. Sleep disorder breathing
(SDB) terutama yang berjenis obstructive sleep apnea syndrome
(OSAS) dan nocturnal oxygen desaturation merupakan gangguan tidur
13
yang paling banyak ditemukan pada stroke akut (>50 %) (Sekeon S dan
Mieke A, 2015).
g. Alzheimer
Gejala depresi sering bersamaan dengan penurunan kognitif dan
demensia , selain itu depresi mayor dan gangguan kognitif pada lansia
dapat berkembang menjadi demensia dalam beberapa setelah onset
depresi. Hal tersebut dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit
Alzheimer . Depresi mayor pada penderita Alzheimer sekitar 17 %
(Irawan,2013).
h. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus tipe 2 menjadi salah satu predisposisi yang
menganggu pola tidur dan gangguan tidur menjadi salah satu
predisposisi resisten insulin dan diabetes mellitus tipe 2. Overweight
dan obesitas pada diabetes mellitus tipe 2 adalah resiko faktor resiko
mayor pada gangguan tidur, yaitu berupa Obstructive Sleep Apnea.
Faktor lain yang bisa mengganggu tidur pada pasien diabetes meliputi :
nokturia, neuropati otonom maupun perifer, hipoglikemi dan
hiperglikemi (Sokwalla, Mark D & Amayo E, 2017).
2.1.3 Kebutuhan durasi tidur berdasarkan usia
Lama durasi tidur yang dibutuhkan oleh setiap kelompok usia berbeda –
beda. Berikut adalah tabel yang menjelaskan mengenai durasi tidur yang
disarankan dan durasi tidur yang cukup berdasarkan usia.
14
Tabel 2.1 Kebutuhan durasi tidur berdasarkan kelompok usia
(NF Watson, MS Badr, G Belenky at al, 2015)
2.1.4 Gangguan tidur
Gangguan tidur dapat berdampak signifikan terhadap kualitas hidup
dan juga mempengaruhi perasaan kita saat terjaga.
a. Insomnia
Insomnia dicirikan oleh kesulitan tertidu setelah berbaing di tempat tidur
atau setelah terjaga di malam hari. Banyak dari pasien yang diberikan obat
tidur berdasarkan pada penjabaran mereka sendiri mengenai kekurangan tidur
pada malam hari, sangat sedikit dari mereka yang dilakukan pengamatan di
laboratorium tidur.
Salah satu bentuk insomnia disebabkan oleh ketidakmampuan tidur dan
bernapas pada saat bersamaan. Penderita gangguan ini disebut dnegan apnea
tidur, terdapat henti nafas saat tertidur. Selama apnea tidur, kadar
karbondioksida di dalam darah merangsang kemoreseptor (neuron yang
mendeteksi keberadaan zat tertentu), dan orang itu terbangun , berusaha
bernafas. Kadar oksigen dalam darah kembali normal , orang itu tertidur lagi,
dan keseluruhan siklus itu terulang kembali.
Usia Lama durasi yang disarankan Lama durasi yang cukup
0 - 3 bulan 14 - 17 jam 11 - 13 jam
4 - 11 bulan 12 - 15 jam 10 – 11 jam
1 - 2 tahun 11 - 14 jam 9 – 10 jam
3 – 5 tahun 10 – 13 jam 8 – 9 jam
6 – 13 tahun 9 – 11 jam 7 – 8 jam
14 – 17 tahun 8 – 10 jam 7 jam
18 – 25 tahun 7 - 9 jam 6 jam
26 – 64 tahun 7 – 9 jam 6 jam
> 65 tahun 7 – 8 jam 5 – 6 jam
15
b. Narkolepsi
Gejala utama dari narkolepsi adalah serangan tidur. Srangan tidur
narkolepsi adalah perasaan ingin tidur yang sangat mendesak , yang dapat
terjadi kapan pun, tetapi paling sering timbul dalam kondisi monoton yang
membosankan.
Gejala dari narkolepsi yaitu katapleksi, saat terjadi serangan katapleksi ,
orang akan mengalami kelemahan otot dalam berbagai tingkatan. Katapleksi
biasanya ditimbulkan oleh reaksi –reaksi emosional kuat atau oleh kerja fisik
mendadak , terutama apabila hal itu mengejutkan pasien .
c. Pavor Nokturnus
Terdapat pada anak – anak kecil. Dalam tidur anak itu mendadak duduk dan
berteriak ketakutan karena mimpi yang menyeramkan. Biasanya episode ini
singjat saja dan anak kembali tidur lagi. Esok harinya sering ia tidak ingat
tentang kejadian itu . Kadang – kadang anak itu takut akan tidur karena
episode – episode itu.
d. Mimpi buruk
Lebih ringan dari pavor nokturnus dan terjadi waktu tidur REM pada anak –
anak dan orang dewasa. Karena mimpi – mimpi yang menakutkan, individu itu
sering terbangun sehingga dapat mengakibatkan insomnia.
e. Hipersomnia
Merupakan gejala suatu nervosa yang berat. Dapat dikatakan bahwa
penderita menarik diri ke dalam tidur agar tidak menghadapi secara sadar
16
pengalaman – pengalaman yang menyakitkan. Sering kebiasaan tidur menjadi
terbalik : penderita tidur nyenyak sepanjang pagi, perlahan – lahan terbangun
pada sore hari dan tidak mengantuk sewaktu orang lain tidur.
f. Somnolensi
Rasa mengantuk abnormal. Biasanya terjadi pada keandaan keracunan,
keradangan otak , tumor otak yang menekan dasar ventrikel ke 3 pada
gangguan metabolism.
g. Berjalan dalam tidur dan bicara dalam tidur
Cenderung terjadi sewaktu tidur non REM fase 4 tidak lama sesudah tidur.
Hal ini dapat dimulai pada anak – anak dan dapat berlangsung terus sampai
dewasa serta dapat dianggap normal sebagai manifestasi kekurang matangan
susunan saraf pusat.
2.2 Ritme Sikardia
Jam biologis primer terletak di nukleus suprakiasmatik (SCN) pada hipotalamus.
Nukleus suprakiasmatik juga menyediakan kontrol primer atas penentuan waktu siklus
tidur. Fotoreseptor – fotoreseptor di retina yang menyediakan informasi tentang sinar
ke SCN bukanlah sel batang ataupun sel kerucut – sel yang menyediakan informasi
untuk persepsi visual kita . Ada fotoreseptor khusus yang menyediakan informasi
mengenai tingkat sinar di lingkungan yang mensinkronasi ritme sikardian. Zat
fotokimiawi yang bertanggungjawab menyebabkan efek ini adalah melanopsin. Sel –
sel ganglion yang mengandung melanopsin peka terhadap sinar dan akson mereka
berujung di SCN.
17
Akson – akson eferen SCN yang bertanggungjawab mengorganisasi siklus tidur
dan terjaga berujung di zona supraventrikular (SPZ). Projek SPZ ventral menjulur ke
nucleus dorsomedial hipotalamus (Dorsomedial nucleus of the hypothalamus , DMH),
yang sendirinya akan menjulur ke berbagai wilayah otak yang berperan teramat
penting dalam control tidur dan terjaga yaitu ventrolateral preoptic area. Setelah itu
akan mempengaruhi Reticular Activating System.
2.2.1 Reticular Activating System
Kesadaran dicapai melalui aktivitas dari Reticular Activating System (RAS)
pada batang otak dan korteks serebral. Sistem RAS tersusun atas sirkuit neuron
yang menghubungkan antara batang otak dan korteks serebral. Yang termasuk ke
dalam sistem RAS yaitu nucleus batang otak (locus coeruleus, dorsal raphe,
pedunculopontine nucleus, parabrachial nucleus), nonspesifik thalamic nuclei,
hipotalamus, dan juga basal forebrain (Yeo S, Pyung H, Sung H, 2013).
2.2.2 Neurotransmitter yang berperan
2.2.2.1 Asetilkolin
Basal Forebrain dan batang otak mengandung neuron kolinergik yang
meningkatkan keterjagaan,berperan dalam fase REM tidur.dan juga
berpartisipasi dalam proses learning, memory dan juga kognisi. Basal
forebrain merupakan hipotalamus bagian depan meliputi medial septum,
magnocellualar preoptic nucleus, diagonal band of Brocca dan substansia
inominata. Basal forebrain juga mengandung banyak neurons yang
18
memproduksi neurotransmitter inhibitor (GABA) dan mengaktivasi korteks
dengan cara mengurangi aktivitas dari inhibitor cortical neurons.
2.2.2.2 Norephinephrine (NE)
NE diproduksi oleh nukleus batang otak dan meningkatkan dari system
nervus simpatis. Paling banyak NE berasal dari Locus coeruleus,
perpanjangan dari nucleus yang berasal dari ventrikel keempat. Sistem NE
penting untuk meningkatkan kondisi yang memerlukan tanggapan untuk
kognitif dan stress.
2.2.2.3 Histamin
Histamin berperan pada keadaan terjaga. Sama dengan pola yang terlihat
pada LC dan nucleus monoaminergic, release histamin sangat tinggi saat
dalam keadaan terjaga , lebih rendah saat tidur fase NREM dan sangat
rendah saat tidur fase REM.
2.2.2.4 Serotonin
Serotonin mempengaruhi berbagai aspek, meliputi mood, kecemasan,
nafsu makan dan agresi. Di bebagai penelitian serotonin berperan dalam
keadaan terjaga dan menekan tidur fase REM.
2.2.2.5 Dopamin
Dopamin berperan dalam proses fisiologi meliputi fungsi motor, motivasi,
pembelajaran . Dopamin berefek pada system keterjagaan (Espana &
Thomas , 2011).
19
2.3 Kopi
Sebanyak lebih dari separuh sopir bus (63,3 %) di terminal Arjosari yang telah
diwawancarai mengkonsumsi kopi. Di Indonesia , jenis kopi yang banyak
dibudidayakan oleh perkebunan rakyat adalah jenis kopi robusta. Produksi kopi
robusta dengan wujud produksi kopi berasal dari perkebunan rakyat di Provinsi
Jawa Timur pada tahun 2013 sebagian besar berasal dari kabupaten Malang (Putra
R, 2015).
2.3.1 Farmakologi Kafein
Kafein adalah jenis senyawa alkaloid yang termasuk jenis metilxanthine.
Kopi mengandung kafein yang cukup tinggi yaitu 1,2 – 3,8 % (Farida A, Evi
R, Andri C, 2013).
2.3.1.1 Farmakodinamika
Kafein memiliki efek pada susunan saraf pusat yang mencolok. Dalam
dosis rendah atau sedang, kafein menyebabkan bangkit korteks ringan
disertai peningkatan kewaspadaan dan berkurangnya rasa lelah. Kafein yang
terkandung dalam minuman, misalnya 100 mg kafein dalam secangkir kopi
cukup untuk menyebabkan kegelisahan dan insomnia pada orang yang
sensitif. Kaffeine mengeblok adenosin, sehingga dopamine akan meningkat
dan menyebabkan dalam keadaan terjaga
2.4 Rokok
Sebanyak lebih dari separuh sopir bus (60 %) di terminal Arjosari yang telah
diwawancarai menkonsumsi rokok. Menurut PP RI No. 109 tahun 2012 rokok
20
merupakan salah satu produk tembakau yang dihasilkan untuk dibakar dan
dihisap atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau
bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tobacum Nikotiana
Rustica dan spesies lainnya atau sintesis yang asapnya mengandung nikotin dan
tar atau tanpa bahan tambahan.
2.4.1 Kandungan rokok
Selain mengandung nikotin, rokok juga mengandung berbagai komponen lain.
Komponen ini membahayakan bagi otak dan sistem kardiovaskular . Komponen –
komponen tersebut adalah vinyl chloride, hydrogen cyanide, arsenic , lead dan
karbonmonoksida (Liu J, I - Hui L, Chieh H et al, 2011).
2.4.2 Farmakologi nikotin
Absorbsi melalui membran mukosa tergantung pada pH. Mengunyah
tembakau, menyedot tembakau, dan getah nikotin akan menjadi alkali untuk
memfasilitasi penyerapan melalui mukosa bukal. Rokok ialah bentuk paling
efisien seperti obat , kandungan nikotin akan masuk ke sirkulasi secara cepat dan
ke paru – paru serta ke otak dalam beberapa detik. Nikotin akan secara cepat dan
ekstensif (Benowitz, 2009).
2.5 Hubungan antara kosumsi kopi dan merokok dengan kualitas tidur
2.5.1 Kopi dan kualitas tidur
Kopi mengandung kafein, kafein merupakan metilxanthine dan antagonis dari
reseptor adenosin.Kadar adenosin di dalam otak menggambarkan tentang
dalamnya tidur dan durasi dari tidur. Terlebih lagi, adenosin merupakan
21
komponen penting dalam regulasi tidur. Adenosin meningkatkan rasa kantuk,
menurunkan keterjagaan yang tergambar dalam electroencephalogram,
menambah aktivitas gelombang lambat selama tidur (Sanchez, Claudia M,
Raphaelle A et al, 2013). Pada saat tidur, jumlah adenosin akan menurun secara
perlahan. Saat kafein dikonsumsi , ia berperan sebagai antagonis reseptor
adenosin dengan cara berikatan dengan reseptor protein di otak yang
memperantarai efek dari adenosin tersebut. Bersamaan dengan reseptor adenosin
diblok, akan rilis neurotransmitter yang lain, seperti serotonin, noradrenalin,
asetilkolin dan dopamine. Kafein mengurangi homeostatis tidur dan penurunan
gelombang lambat pada daerah frontal, central dan parietal. Kafein berpengaruh
pada sistem saraf pusat yang beruhubngan dengan gangguan tidur dan kualitas
tidur yang buruk dengan jumlah frekuensi dan konsumsi kafein.
2.5.2 Rokok dan kualitas tidur
Rokok mengandung nikotin, selain nikotin, rokok juga memiliki kandungan
yang lain. Zat – zat yang terkandung di dalam rokok bisa mempengaruhi otak dan
sistem kardiovaskular. Contoh dari beberapa kandungan rokok ialah vinyl
chloride, hydrogen cyanide, arsenic, lead dan karbon monoksida. Merokok bisa
merusak endothelium dan bisa menyebabkan atherosclerosis dan inflamasi pada
otak di dalam rokok. Pada perokok, memiliki jumlah transpoter dopamine yang
sedikit, dan transportasi dopaminberhubungan denga kualitas tidur seseorang.
(Liu J, I - Hui L, Chieh H et al, 2011).
22
2.6 Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)
Pittsburgh Sleep Quality Index adalah kuesioner yang digunakan untuk menilai
kualitas tidur seseorang. PSQI terdiri dari tujuh komponen. Setiap komponen
akan diberi skor yang kemudian akan dijumlah dengan rentang 0 – 21. Hasil
penjumlahan skor digunakan untuk menilai kualitas tidur seseorang. Seseorang
dikatakan kualitas tidurnya baik apabila jumlah skor adalah < 5. Dikatakan
kualitas tidur seseorang baik apabila jumlah skor adalah >5.
Top Related