Resiko Etika Dan Manajemen Resiko Etika

34
SKANDAL MANIPULASI LAPORAN KEUANGAN DAN KEJAHATAN KORPORASI DALAM PERSPEKTIF MANAJEMEN PELUANG DAN RESIKO ETIKA Pendahuluan Dalam beberapa tahun terakhir, Wajah dunia seakan mendapatkan pukulan berat dari banyaknya tragedi-tragedi kemanusiaan, bisnis dan politik yang akhirnya bermuara pada derita krisis global saat ini. Banyaknya kejadian memilukan didunia ini cenderung disebabkan oleh banyaknya pengabaian etika dalam berbagai lini kehidupan masyarakat dunia. Salah satu lini kehidupan masyarakat dunia ini adalah kegiatan Bisnis. Kebutuhan hidup masyarakat dunia tidak mungkin terpenuhi tanpa adanya Kegiatan bisnis. Dalam sepuluh tahun terakhir, cukup banyak tragedy kehancuran bisnis yang terjadi di dunia, tragedy ini memberi dampak penderitaan yang cukup signifikan pada kehidupan masyarakat luas dan tak sedikit korban yang berjatuhan karenanya. Sebagian besar Tragedy ini dipicu oleh adanya pengabaian etika dalam setiap kegiatan bisnis. Secara singkat, Pengabaian etika adalah dilakukannya suatu kegiatan yang dianggap benar oleh para pengambil keputusan, namun membawa dampak merugikan atau dianggap salah oleh pihak lain . Contoh pengabaian etika itu sendiri antara lain adalah, praktek kecurangan dalam pembuatan laporan keuangan, penyuapan, window dressing, dan lain sebagainya. 1 | Page

Transcript of Resiko Etika Dan Manajemen Resiko Etika

Page 1: Resiko Etika Dan Manajemen Resiko Etika

SKANDAL MANIPULASI LAPORAN KEUANGAN DAN KEJAHATAN KORPORASI DALAM PERSPEKTIF MANAJEMEN PELUANG DAN RESIKO ETIKA

Pendahuluan

Dalam beberapa tahun terakhir, Wajah dunia seakan mendapatkan pukulan berat dari

banyaknya tragedi-tragedi kemanusiaan, bisnis dan politik yang akhirnya bermuara pada derita

krisis global saat ini. Banyaknya kejadian memilukan didunia ini cenderung disebabkan oleh

banyaknya pengabaian etika dalam berbagai lini kehidupan masyarakat dunia. Salah satu lini

kehidupan masyarakat dunia ini adalah kegiatan Bisnis. Kebutuhan hidup masyarakat dunia tidak

mungkin terpenuhi tanpa adanya Kegiatan bisnis.

Dalam sepuluh tahun terakhir, cukup banyak tragedy kehancuran bisnis yang terjadi di

dunia, tragedy ini memberi dampak penderitaan yang cukup signifikan pada kehidupan

masyarakat luas dan tak sedikit korban yang berjatuhan karenanya. Sebagian besar Tragedy ini

dipicu oleh adanya pengabaian etika dalam setiap kegiatan bisnis. Secara singkat, Pengabaian

etika adalah dilakukannya suatu kegiatan yang dianggap benar oleh para pengambil keputusan,

namun membawa dampak merugikan atau dianggap salah oleh pihak lain . Contoh pengabaian

etika itu sendiri antara lain adalah, praktek kecurangan dalam pembuatan laporan keuangan,

penyuapan, window dressing, dan lain sebagainya.

Titik tolak adanya pengabaian etika ini salah satunya adalah usaha perusahaan dalam

mencapai tujuan utama mereka. Tujuan utama dari beroperasinya suatu perusahaan adalah untuk

menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Banyak cara yang ditempuh perusahaan dalam

mencapai tujuan ini. Beberapa dari mereka yang berintegritas akan memilih cara yang

melibatkan etika dalam menghasilkan laba, dan sebagian lainnya akan menggunakan

rasionalisasi tertentu dengan sedikit banyak mengabaikan etika. Sejarah membuktikan, mereka

yang mengabaikan etika cenderung mengalami kehancuran lebih cepat daripada mereka yang

melibatkan etika didalam keputusan bisnisnya, karena dengan mengabaikan etika, berbagai lini

dan segi bisnis yang mengandung kesamaan nilai-nilai etika dapat tumbang seperti halnya efek

domino. Sebagai contoh, jika para manajer puncak melakukan pengambilan keputusan tanpa

disertai integritas dan moral, maka para manajer bawah akan cenderung meniru atau melakukan

hal yang sama, hal ini kemudian menjalar kepada lini bawah dan berdampak luas pada area

1 | P a g e

Page 2: Resiko Etika Dan Manajemen Resiko Etika

eksternal perusahaan, yaitu konsumen yang merugi akibat keputusan tidak etis perusahaan,

pemerintah yang kehilangan potensi pendapatan pajak, para stock holder yang mengalami

kerugian akibat menurunnya nilai saham, dan resahnya dewan-dewan asosiasi. Dinamika

pengabaian etika yang seperti inilah yang akhirnya memunculkan skandal korporasi Enron dan

Arthur Andersen, WorldCom, Tragedi Lumpur Lapindo, Kematian bayi-bayi di China akibat

dicampurnya melamin dalam susu bayi, dan lain sebagainya.

Berkaca dari beberapa kejadian yang memilukan tesebut, para praktisi bisnis dan

keuangan dunia mulai memperluas area manajemen resiko mereka. Dari yang awalnya hanya

berfokus pada area manajemen resiko bisnis, mereka mulai menyadari bahwa mereka perlu

menerapkan manajemen dalam lingkup etika. Dalam literature, manajemen di lingkup etika ini

disebut manajemen resiko etika. Dalam Brooks (2004) dinyatakan, Para praktisi bisnis kini mulai

menyadari bahwa meskipun manajemen risiko cenderung berfokus kepada masalah-masalah

non-etis, bukti yang ada menunjukkan bahwa penghindaran bencana dan kegagalan juga

memerlukan perhatian kepada masalah risiko etika.

Dalam praktek penilaian dan review resiko, terutama yang berkaitan dengan resiko etika,

beberapa direktur perusahaan cenderung menganggap hal tersebut sebagai bagian dari tanggung

jawab auditor eksternal. Hal ini sangat tidak tepat mengingat perhatian para auditor eksternal

adalah hanya jika risiko yang ditemukan akan mengakibatkan kekeliruan material dari hasil operasional

atau posisi keuangan perusahaan. Lagipula, walaupun auditor eksternal juga bertugas untuk melakukan

pengujian terhadap sistim pengendalian internal perusahaan, mereka tidak diwajibkan untuk menemukan

setiap masalah. Tidak pernah ada keharusan bagi auditor eksternal untuk menemukan dan melaporkan

peluang etika, sehingga pihak manajemen perusahaan harus merancang dan mereview sendiri prosedur

manajemen peluang dan resiko etika mereka.

Menurut Sarbane-Oxley Act (SOX), manajemen sekarang diharapkan untuk melaporkan sistem

pengendalian internal dan auditor eksternal harus melaporkan sistem tersebut berserta dengan laporan

manajemen. Bahkan setelah pengadopsian reformasi SOX, auditor eksternal akan terus mencari

pelanggaran dan/atau kesalahan dalam pengendalian yang bisa mengakibatkan terjadinya kekeliruan

material dalam laporan keuangan. Mereka biasanya tidak diharapkan melacak hal-hal immaterial atau

peluang atau risiko non-finansial lainnya. Dengan kata lain, mereka biasanya tidak akan diharapkan

untuk menemukan peluang atau seluruh risiko etika dengan manajemen atau komite audit dewan. Oleh

karena itu, direktur dan eksekutif, yang bertanggung jawab mengawasi semua risiko etika, harus

2 | P a g e

Page 3: Resiko Etika Dan Manajemen Resiko Etika

merancang audit internal atau proses review atau secara spesifik kontrak dengan pihak luar untuk

melakukan review.

Terkait dengan masalah manajemen resiko etika, Belakangan ini profesi akuntan banyak

mendapat sorotan tajam dari masyarakat semenjak terungkapnya beberapa skandal bisnis yang

melibatkan para akuntan. Profesi akuntan yang seharusnya mampu memberikan pelayanan

terbaik kepada masyarakat sebagai stake holder perusahaan, dalam beberpa kasus

menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan hanya demi memenuhi kepentingan segelintir

stock holder. Hal ini merupakan salah satu resiko etika yang kita temui di luar area internal

manajemen. Sebagai contoh, Kasus KAP Arthur Andersen di Amerika yang melakukan

pengabaian etika, pengabaian harapan stake holder dan melakukan kecurangan profesi demi

kepentingan diri sendiri dan perusahaan Enron telah secara telak menjerumuskan mereka kepada

kehancuran. Kejadian tersebut telah merugikan banyak pihak dan mencoreng kehormatan profesi

akuntan dan menjadi salah satu puncak stigma masyarakat yang sangat mengganggu dan

merisaukan para praktisi akuntansi. Hal ini kemudian mengantarkan kita pada pemahaman

mengenai pentingnya pengelolaan resiko etika, baik pada pengendalian internal perusahaan

maupun pada praktik akuntansi oleh para profesional akuntan.

Definisi dan Pengertian

I. Etika dan Etika Bisnis

Etika dapat didefinisikan sebagai nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi

pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya (Bertens,

2001). Pengertian tersebut mengisyaratkan bahwa etika memiliki peranan penting dalam

melegitimasi segala perbuatan dan tindakan yang dilihat dari sudut pandang moralitas

yang telah disepakati oleh masyarakat.

Beberapa prinsip etis dalam bisnis telah dikemukakan oleh Robert C.Solomon da

(1993) dalam Bertens (2000), yang memfokuskan pada keutamaan pelaku bisnis

individual dan keutamaan pelaku bisnis pada taraf perusahaan. Berikut dijelaskan

keutamaan pelaku bisnis individual, yaitu:

Kejujuran

Kejujuran secara umum diakui sebagai keutamaan pertama dan paling penting yang

harus dimiliki pelaku bisnis. Orang yang memiliki keutamaan kejujuran tidak akan

3 | P a g e

Page 4: Resiko Etika Dan Manajemen Resiko Etika

berbohong atau menipu dalam transaksi bisnis. Pepatah kuno caveat emptor yaitu

hendaklah pembeli berhati-hati. Pepatah ini mengajak pembeli untuk bersikap kritis

untuk menghindarkan diri dari pelaku bisnis yang tidak jujur. Kejujuran memang

menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran, namun dalam dunia bisnis terdapat

aspek-aspek tertentu yang tetap harus menjadi rahasia. Dalam hal ini perlu dicatat

bahwa setiap informasi yang tidak benar belum tentu menyesatkan juga.

Fairness

Fairness adalah kesediaan untuk memberikan apa yang wajar kepada semua orang

dan dengan ”wajar” yang dimaksudkan apa yang bisa disetujui oleh semua pihak

yang terlibat dalam suatu transaksi.

Kepercayaan

Kepercayaan adalah keutamaan yang penting dalam konteks bisnis. Kepercayaan

harus ditempatkan dalam relasi timbal-balik. Pebisnis yang memiliki keutamaan ini

boleh mengandaikan bahwa mitranya memiliki keutamaan yang sama. Pebisnis yang

memiliki kepercayaan bersedia untuk menerima mitranya sebagai orang yang bisa

diandalkan. Catatan penting yang harus dipegang adalah tidak semua orang dapat

diberi kepercayaan dan dalam memberikan kepercayaan kita harus bersikap kritis.

Kadang kala juga kita harus selektif memilih mitra bisnis. Dalam setiap perusahaan

hendaknya terdapat sistem pengawasan yang efektif bagi semua karyawan, tetapi

bagaimanapun juga, bisnis tidak akan berjalan tanpa ada kepercayaan.

Keuletan

Keutamaan keempat adalah keuletan, yang berarti pebisnis harus bertahan dalam

banyak situasi yang sulit. Ia harus sanggup mengadakan negosiasi yang terkadang

seru tentang proyek atau transaksi yang bernilai besar. Ia juga harus berani

mengambil risiko kecil ataupun besar, karena perkembangan banyak faktor tidak

diramalkan sebelumnya. Ada kalanya ia juga tidak luput dari gejolak besar dalam

usahanya. Keuletan dalam bisnis itu cukup dekat dengan keutamaan keberanian

moral.

Selanjutnya, empat keutamaan yang dimiliki orang bisnis pada taraf perusahaan,

yaitu:

4 | P a g e

Page 5: Resiko Etika Dan Manajemen Resiko Etika

Keramahan

Keramahan tidak merupakan taktik bergitu saja untuk memikat para pelanggan, tapi

menyangkut inti kehidupan bisnis itu sendiri, karena keramahan itu hakiki untuk

setiap hubungan antar-manusia. Bagaimanapun juga bisnis mempunyai segi melayani

sesama manusia.

Loyalitas

Loyalitas berarti bahwa karyawan tidak bekerja semata-mata untuk mendapat gaji,

tetapi juga mempunyai komitmen yang tulus dengan perusahaan. Ia adalah bagian

dari perusahaan yang memiliki rasa ikut memiliki perusahaan tempat ia bekerja.

Kehormatan

Kehormatan adalah keutamaan yang membuat karyawan menjadi peka terhadap suka

dan duka serta sukses dan kegagalan perusahaan. Nasib perusahaan dirasakan sebagai

sebagian dari nasibnya sendiri. Ia merasa bangga bila kinerjanya bagus.

Rasa Malu

Rasa malu membuat karyawan solider dengan kesalahan perusahaan. Walaupun ia

sendiri barang kali tidak salah, ia merasa malu karena perusahaannya salah.

II. Resiko Etika

Resiko Etika merupakan suatu kemungkinan dilanggarnya etika yang disebabkan

oleh ketidak mampuan perusahaan atau institusi dalam memenuhi harapan stake holder.

Untuk itu, agar suatu organisasi atau perusahaan tetap dapat bertahan hidup, perusahaan

dan professional wajib menjalankan manajemen resiko etika. Secara singkat, pengertian

manajemen resiko etika adalah Tata kelola yang menjunjung kode etik sehingga dapat

meminimalisasi ketidak mampuan perusahaan dalam memenuhi harapan Stake Holder.

Adapun ragam resiko etika dalam kaitannya dengan stake holder itu sendiri adalah:

Harapan para stake holder yang tidak dapat dipenuhi Resiko Etika

Pemegang Saham (Share Holders)

- Adanya Perilaku Penggelapan dana dan asset

- Adanya Konflik Kepentingan dengan para eksekutif

perusahaan

- Kejujuran dan integritas

- Pertanggung jawaban

yang dapat diprediksi

5 | P a g e

Page 6: Resiko Etika Dan Manajemen Resiko Etika

- Tingkatan performa perusahaan yang tidak sesuai

dengan keinginan para pemegang saham

- Keakuratan dan transparasi laporan keuangan

- Kejujuran dan

pertanggungjawaban

- Kejujuran dan Integritas

Karyawan

- Keamanan Kerja

- Pembedaan

- Mempekerjakan anak dibawah umur dan pemerasan

tenaga buruh

- Kewajaran

- Keadilan

- Keadilan dan perlakuan

kasih sayang

Pelanggan

- Keamanan Produk

- Performa Perusahaan

- Keterbukaan

- Kewajaran

Lingkungan

- Terciptanya Polusi - Integritas dan

Pertanggungjawaban

( Brooks, The Ethic Expectation )

Dengan adanya resiko etika tersebut, maka manajemen perlu menerapkan pengelolaan

atau manajemen yang berfokus pada pemenuhan kepentingan stake holder.

III. Manajemen Resiko Etika

Dalam menerapkan manajemen resiko etika, terdapat beberapa tahapan yang dapat

dilakukan oleh para investigator perusahaan, yaitu dengan mengidentifikasi dan menilai

resiko etika, Menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan

stake holder, serta melakukan Akuntabilitas Sosial dan Audit.

A. Mengidentifikasi dan Menilai Resiko Etika

Identifikasi Penilaian resiko etika dibagi menjadi beberapa tahap:

1. Melakukan penilaian dan identifikasi para stake holder perusahaan

Dalam tahap ini, investigator manajemen membuat daftar mengenai siapa dan apa

saja para stake holder yang berkepentingan beserta harapan mereka. Dengan

mengetahui siapa saja para stake holder dan apa kepentingannya serta harapan

mereka, maka manajemen dapat melakukan penilaian dalam pemenuhan harapan

6 | P a g e

Page 7: Resiko Etika Dan Manajemen Resiko Etika

stake holder. Setelah melengkapi tahapan ini semua, investigator hendaknya

memiliki pemahaman mengenai bentuk kepentingan stakeholder mana saja yang

sensitif dan penting, dan kenapa hal itu penting bagi stakeholder. Kemudian,

investigator harus mengkonfirmasikan penilaian mereka ini dengan berinteraksi

dengan sebuah panel stakeholder representatif dan dengan sekelompok penting

stakeholder. Dengan demikian, maka akan menunjukkan adanya perhatian

perusahaan terhadap kepentingan stake holder dan dapat membuka sebuah dialog

yang dapat membangun rasa saling percaya, yang nantinya juga dapat membantu

jika pada suatu hari nanti muncul masalah yang tidak menguntungkan.

2. Mempertimbangkan kemampuan aktivitas perusahaan dengan ekspektasi

stakeholder, dan menilai risiko ketidak sanggupan dalam memenuhi

ekspektasi stakeholder atau menilai adanya kemungkinan peluang untuk

berprestasi lebih dari yang diharapkan

Saat mempertimbangkan apakah ekspektasi telah terpenuhi, maka manajemen

wajib membuat perbandingan di antara input, output, kualitas relevan dan

variabel kinerja lainnya. Selain itu, perbandingan juga harus dibuat di antara

akitivitas perusahaan dan ekspektasi stakeholder dengan menggunakan enam nilai

hypernorm. Nilai hypernorm ini adalah kejujuran, keadilan, simpati, integritas,

prediktabilitas, dan tanggung jawab. Jika aktivitas perusahaan menghargai nilai-

nilai tersebut, maka terdapat kemungkinan bahwa aktivitas perusahaan juga akan

menghargai ekspektasi para stakeholder utama perusahaan, domestik dan luar

negeri, baik pada masa kini ataupun pada masa mendatang.

3. Meninjau ulang perbandingan akitivitas dan ekspektasi perusahaan dari

perspektif dampak reputasi perusahaan.

Menurut Charles Fombrun reputasi sendiri bergantung pada empat factor, yaitu

kejujuran, kredibilitas, reliabilitas, dan tanggung jawab. Faktor-faktor tersebut

bisa menjadi kerangkakerja dalam melakukan perbandingan.

4. Melakukan pelaporan

Setelah tahap ketiga selesai, maka manajemen dapat menyiapkan laporan kepada

masing-masing stake holder. Laporan tersebut harus dibuat dengan

7 | P a g e

Page 8: Resiko Etika Dan Manajemen Resiko Etika

mempertimbangkan kelompok stakeholder, produk atau jasa, tujuan perusahaan,

nilai-nilai hypernorm, dan elemen-elemen penentu reputasi.

Empat tahapan ini akan menghasilkan data yang memungkinkan direktur dan eksekutif

dapat mengawasi adanya peluang dan risiko etika, sehingga dapat ditemukan cara untuk

menghindari dan mengatasi risiko tersebut, serta agar dapat secara strategis mengambil

keuntungan dari kesempatan tersebut.

Secara singkat, dapat dijelaskan pada bagan berikut:

B. Penerapan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan stake

holder

Penerapan strategi dan taktik ini didasarkan pada kepentingan stake holder. Menurut

Savage, salah satu pendekatan yang dapat diterapkan adalah dengan berfokus pada

8 | P a g e

Fase 1

Mengembangkan pemahaman yang diproyeksikan, dan

dirangking dari kepentingan /

harapan stakeholder

Fase 2

Membandingkan aktivitas-aktivitas dengan harapan-

harapan untuk mengidentifikasi risiko-risiko etika

dan peluang-peluang

Fase 3

Laporan berdasar

Kelompok stakeholderProduk atau jasaSasaran korporasiNilai hipernormaPemicu reputasi

Identifikasi Konfirmasi

Merangking: urgensi,

kekuasaan, legitimasi

Analisis dinamik

Pemicu reputasi: Kepercayaan, kredibilitas, reliabilitas, tanggung jawab

Hipernorm: Kejujuran, keadilan, kasih sayang, integritas, prediktabilitas, tanggung jawab

Kinerja: Input, output, kualitas

Page 9: Resiko Etika Dan Manajemen Resiko Etika

kemungkinan apakah para stake holder tersebut bisa dengan mudah bekerja sama dengan

perusahaan, ataukah cenderung sulit bekerja sama dan menjadi ancaman bagi perusahaan.

Dibawah ini adalah bagan pemisahan stake holder berdasarkan kriteria dan strategi untuk

bersikap dan bekerja sama dengan mereka

Potensi Stakeholder untuk Ancaman

Tinggi Rendah

Pot

ensi

Sta

keh

olde

r u

ntu

k K

erja

sam

a

Tinggi

Tipe 4

Dukungan Campuran

Strategi:

Kolaborasi

Tipe 1

Supportif

Strategi:

Terlibat

Rendah

Tipe 3

Non-supportif

Strategi:

Bertahan

Tipe 2

Marginal

Strategi:

Monitor

Model tersebut menunjukkan bahwa kelompok stakeholder paling diinginkan (Tipe 1)

kemungkinan tidak akan memberikan ancaman yang cukup signifikan bagi tujuan

perusahaan, sehingga perusahaan dapat melakukan lebih banyak kerjasama dengan

mereka. Akan sangat logis untuk melibatkan peran kelompok stake holder ini dengan

perusahaan, karena kelompok ini akan cenderung setuju dengan rencana dan kebijakan

perusahaan.

Kelompok stakeholder yang tinggi urutan kerja samanya dan tinggi juga ancamannya

juga memiliki potensi yang sama (yaitu dukungan campuran) dan sangat bijaksana

mencoba berkolaborasi dengan mereka dan mempertahankan mereka sebagai

pendukung. Stakeholder yang tinggi ancamannya dan rendah kerja samanya, maka akan

dianggap tidak mendukung dan harus ditentang. Kelompok yang rendah ancamannya dan

rendah pula kerja samanya sebaiknya dikesampingkan dari pembentukan dukungan untuk

9 | P a g e

Page 10: Resiko Etika Dan Manajemen Resiko Etika

tujuan perusahaan, tetapi mungkin bijaksana mengawasi ekspektasi mereka saat terjadi

perubahan.

setiap strategi yang dikembangkan harus dikonfirmasikan lewat analisis ulang periodik

yang memungkinkan adanya persekutuan dengan kelompok stakeholder lewat

penggunaan kerangkakerja urgensi, kekuasaan, dan legitimasi, dan terutama posisi dan

trend cakupan media. Tindakan memalukan yang tiba-tiba bisa mengikis habis dukungan.

Jika memungkinkan, komunikasi lanjutan dengan para pendukung sangat diperlukan

dalam mempertahankan dukungan mereka. Tentu saja, pembentukan hubungan dan rasa

saling percaya akan membantu dalam penyediaan peluang untuk menjelaskan masalah

atau taktik jika diperlukan.

Penting juga untuk diperhatikan bahwa bagaimana stakeholder dalam satu sel model

tersebut bisa digerakkan ke arah posisi yang lebih mendukung. Dengan gagasan ini,

bahkan jika salah satu kelompok sedang ditentang, maka tetap penting untuk meneruskan

mempertimbangkan bagaimana mengubah kelompok tersebut menjadi pendukung. Oleh

karena itu, banyak kelompok stakeholder harus menjadi fokus lebih dari satu strategi

pada setiap waktu.

C. Akuntabilitas Sosial dan Audit

perusahaan melakukan pengukuran kinerja dimana beragam stakeholder sangat tertarik

untuk mengetahui apa yang sedang terjadi, bagaimana teknik manajemen bekerja, dan

apa yang harus dilaporkan kepada publik.

Adit dan akuntabilitas sosial dimaksudkan untuk mereview perkembangan yang harusnya

terbukti benar dalam memutuskan apa yang harus diukur, pelaporan pihak lain, dan

langkah audit yang mungkin diambil untuk memastikan akurasi informasi yang

dihasilkan dan dilaporkan.

KASUS-KASUS YANG BERKAITAN

Berikut ini adalah beberapa kasus terkini yang dapat kita telaah sebagai pembelajaran

mengenai manajemen peluang dan resiko etika. Kasus Pertama mengenai Manajemen Resiko

Etika pada bisnis yang direpresantasikan pada PT. Adam Sky Connection Airlines (Adam

Air), Dan kasus kedua adalah pembahasan tentang manajemen resiko etika dalam profesi

akuntan yang direpresantasikan pada PT. Kimia Farma.

10 | P a g e

Page 11: Resiko Etika Dan Manajemen Resiko Etika

KASUS I

PT. Adam Sky Connection Airlines (Adam Air)

Adam Air (nama resmi: PT. Adam SkyConnection Airlines) adalah sebuah maskapai

penerbangan berbiaya murah yang berbasis di Indonesia. Untuk rute internasional, Adam Air

melayani penerbangan ke Singapura dan Penang (Malaysia). Maskapai penerbangan ini didirikan

oleh Sandra Ang dan Agung Laksono, yang juga menjabat sebagai Ketua DPR, dan mulai

beroperasi pada 19 Desember 2003 dengan penerbangan perdana ke Balikpapan.

Pada awal beroperasi, Adam Air menggunakan dua Boeing 737 sewaan. Saat pertama

diluncurkan, Adam Air mengklaim bahwa mereka menggunakan "Boeing 737-400 baru"

walaupun ternyata pesawat Boeing mereka sebenarnya merupakan sewaan yang telah berusia

lebih dari 15 tahun. Boeing telah menghentikan produksi 737-400 selama beberapa tahun.

Pada 9 November 2006, Adam Air menerima penghargaan Award of Merit dalam the Category

Low Cost Airline of the Year 2006 dalam acara 3rd Annual Asia Pacific and Middle East

Aviation Outlook Summit di Singapura.

Setelah berbagai insiden dan kecelakaan yang menimpa maskapai-maskapai penerbangan di

Indonesia, pemerintah Indonesia membuat pemeringkatan atas maskapai-maskapai tersebut. Dari

hasil pemeringkatan yang diumumkan pada 22 Maret 2007, Adam Air berada di peringkat III

yang berarti hanya memenuhi syarat minimal keselamatan dan masih ada beberapa persyaratan

yang belum dilaksanakan dan berpotensi mengurangi tingkat keselamatan penerbangan.

Akibatnya Adam Air mendapat sanksi administratif yang akan direview kembali setiap 3 bulan.

Bila tidak ada perbaikan kinerja maka Air Operator Certificate dapat dibekukan.

Pada April 2007, PT. Bhakti Investama melalui anak perusahaannya Global Air Transport

membeli 50% saham Adam Air dari keluarga Sandra Ang dan Adam Suherman, namun setahun

kemudian pada 14 Maret 2008 menarik seluruh sahamnya karena merasa Adam Air tidak

melakukan perbaikan tingkat keselamatan serta tiadanya transparansi. Kegiatan operasional

Adam Air kemudian dihentikan sejak 17 Maret 2008 dan baru akan dilanjutkan jika ada investor

baru yang bersedia menalangi 50 persen saham yang ditarik Bhakti Investama tersebut.

11 | P a g e

Page 12: Resiko Etika Dan Manajemen Resiko Etika

Pada 18 Maret 2008, izin terbang atau Operation Specification Adam Air dicabut Departemen

Perhubungan melalui surat bernomor AU/1724/DSKU/0862/2008. Isinya menyatakan bahwa

Adam Air tidak diizinkan lagi menerbangkan pesawatnya berlaku efektif mulai pukul 00.00

tanggal 19 Maret 2008. Sedangkan AOC (Aircraft Operator Certificate)nya juga terancam

dicabut apabila dalam 3 bulan mendatang tidak ada perbaikan.

Berikut Ini adalah rangkaian Insiden kejadian yang menimpa Adam Air:

11 Februari 2006, Adam Air Penerbangan 782, Boeing 737-300, PK-KKE BH-782,

Jakarta-Makassar, kehilangan arah dan mendarat di Bandara Tambolaka, NTT. Pesawat

membawa 146 penumpang dan 6 awak pesawat. Tidak ada korban.

1 Januari 2007, Adam Air Penerbangan 574, PK-KKW DHI-574, Boeing 737-400

Jakarta-Manado via Surabaya yang membawa 96 penumpang dan 6 awak pesawat, hilang

di perairan Majene, Sulawesi Barat. Pesawat hancur berkeping-keping setelah hilang

kendali dan menghunjam laut. Sementara itu, hanya sebagian kecil bagian pesawat yang

dapat ditemukan. Sebanyak 102 penumpang dan awak pesawat tidak ditemukan.

Penyebab kecelakaan seperti yang diumumkan oleh Komisi Nasional Keselamatan

Transportasi (KNKT) adalah cuaca buruk, kerusakan pada alat bantu navigasi Inertial

Reference System (IRS), dan kegagalan kinerja pilot dalam menghadapi situasi darurat.

7 Januari 2007, 16 pilot Adam Air mengundurkan diri karena mereka menilai buruknya

standar keamanan dan sistem navigasi di pesawat-pesawat yang dinilai berkualitas jelek.[9] Adam Air kemudian menuntut balik semua pilot ini karena kontrak kerja mereka

belum habis.

21 Februari 2007, Adam Air Penerbangan KI 172, PK-KKV, (dalam gambar) Boeing

737-33A Jakarta-Surabaya tergelincir di Bandara Juanda, Surabaya. Badan pesawat

melengkung namun semua penumpang selamat. Atas peristiwa ini, Departemen

Perhubungan Republik Indonesia memerintahkan untuk menghentikan untuk sementara

pengoperasian tujuh pesawat Boeing 737-300 milik Adam Air.

6 Maret 2007, pesawat Adam Air gagal lepas landas dari Bandara Juanda karena roda

depan rusak.

12 | P a g e

Page 13: Resiko Etika Dan Manajemen Resiko Etika

9 Juni 2007, pesawat Adam Air jurusan Surabaya-Jakarta kembali ke landasan setelah

mengudara selama 20 menit karena mengalami gangguan tekanan udara kabin.

24 November 2007, pesawat Adam Air jurusan Jakarta-Medan mengalami pecah ban.

10 Maret 2008, pesawat Adam Air KI-292 Boeing 737-400 jurusan Jakarta-Batam

tergelincir di landasan Bandar Udara Hang Nadim, Batam. Roda pendaratan pesawat

patah setelah menghantam keras landasan bandara, sehingga menyebabkan pesawat

keluar dari landasan sejauh 75 meter, dan mengalami kerusakan pada salah satu bagian

sayapnya. Sebanyak 171 orang penumpang dan 6 awak pesawat selamat. Penyebab

kecelakaan diduga akibat cuaca buruk.

Pembahasan

Ditutupnya maskapai penerbangan Adam Air ini bukan hanya karena masalah kesalahan

operasinal dan teknis semata, namun lebih cenderung karena diabaikannya harapan-harapan

stake holder dan tak dilibatkannya etika dalam pengambilan keputusan-keputusan penting.

Dari kasus tersebut, bentuk-bentuk pelanggaran etika yang dilakukan perusahaan penerbangan

ini adalah:

1. Tidak diindahkannya keselamatan penumpang (stake holder) dengan digunakannya

pesawat Boeing 737-400 yang telah berusia 15 tahun.

Demi mencapai tujuan peningkatan laba yang sebesar-besarnya, maskapai ini secara tega

mempertaruhkan keselamatan pelanggan dan karyawannya.

2. Dilakukannya kebohongan public dengan mengklaim bahwa operasional Adam Air

menggunakan "Boeing 737-400 baru" walaupun ternyata pesawat Boeing mereka

sebenarnya merupakan sewaan yang telah berusia lebih dari 15 tahun.

3. Tidak dijalankannya perbaikan tingkat keselamatan serta tiadanya transparansi.

Faktor-faktor diatas sangat jelas menerangkan bahwa perusahaan mengabaikan

keselamatan stake holder utama, tidak melakukan upaya going concern, dan tidak menerapakan

13 | P a g e

Page 14: Resiko Etika Dan Manajemen Resiko Etika

manajemen resiko bisnis apalagi manajemen resiko etika, sehingga sudah menjadi hal yang

semestinya jika akhirnya pemerintah selaku regulator menutup maskapai penerbangan ini.

Adalah hal yang sangat tidak dapat diterima, jika badan pelayanan public, yang bertujuan

untuk memberikan pelayanan dan kemudahan pada publik melalui penawaran jasanya, justru

menggunakan public hanya sebagai media dalam mendapatkan keuntungan semata, tanpa

memperhitungkan keselamatan mereka. Selain itu, cukup banyak dampak buruk yang harus

diterima skate holder dari adanya kasus-kasus yang terjadi, yaitu:

1. Jatuhnya korban jiwa dan korban terluka.

2. Tercemarnya reputasi maskapai penerbangan Indonesia

3. Hilangnya mata pencaharian karyawan

4. Keresahan Publik

Berdasarkan hal tersbut maka dapat disimpulkan bahwa Adam Air telah tidak

menerpakan beberapa nilai yang penting yang menjadi factor penunjang bertahannya suatu

bisnis, yaitu kejujuran, integritas, pertanggung jawaban, keterbukaan dan kewajaran.

Seharusnya, penutupan maskapai ini tidak perlu terjadi jika perusahaan tidak hanya

berfokus kepada pencapaian margin pendapatan semata, dan perusahaan ini akan dapat lebih

mampu bertahan jika menerapkan beberapa langkah seperti teori penerapan etika dan manajemen

resiko etika yang telah dipaparkan diatas.

A. Mengidentifikasi dan Menilai Resiko Etika

Identifikasi Penilaian resiko etika dibagi menjadi beberapa tahap:

1. Melakukan penilaian dan identifikasi para stake holder perusahaan

Dalam kasus ini, Pengidentifikasian dan penilaian resiko etika dapat diaplikasikan

pada tindakan sebagai berikut:

A. Melakukan penilaian dan identifikasi para stake holder Maskapai

Manajemen Adam Air dapat membuat daftar mengenai siapa dan apa saja para

stake holder yang berkepentingan beserta harapan mereka. Dengan mengetahui

siapa saja para stake holder dan apa kepentingannya serta harapan mereka, maka

manajemen dapat melakukan penilaian dalam pemenuhan harapan stake holder,

seperti misalnya harapan jaminan keselamatan penumpang, ketepaan waktu

keberangkatan, dan lain sebagainya. Dengan demikian, maka akan menunjukkan

adanya perhatian maskapai terhadap kepentingan stake holder, yaitu

14 | P a g e

Page 15: Resiko Etika Dan Manajemen Resiko Etika

penumpang/pelanggan, pemerintah, pemegang saham, dan karyawan. Selain itu,

hal ini dapat menjadi pembuka dialog yang dapat membangun rasa saling percaya,

yang nantinya juga dapat membantu jika pada suatu hari nanti muncul masalah

yang tidak menguntungkan., seperti misalnya insiden pecah ban, keterlambatan

jadwal, dan lain sebagainya.

B. Mempertimbangkan kemampuan aktivitas perusahaan dengan ekspektasi

stakeholder, dan menilai risiko ketidak sanggupan dalam memenuhi ekspektasi

stakeholder atau menilai adanya kemungkinan peluang untuk berprestasi lebih

dari yang diharapkan

Saat mempertimbangkan apakah ekspektasi telah terpenuhi, maka manajemen

wajib membuat perbandingan di antara input, output, kualitas relevan dan

variabel kinerja lainnya. Selain itu, perbandingan juga harus dibuat di antara

akitivitas perusahaan dan ekspektasi stakeholder dengan menggunakan enam nilai

hypernorm. Nilai hypernorm ini adalah kejujuran, keadilan, simpati, integritas,

prediktabilitas, dan tanggung jawab. Jika aktivitas perusahaan menghargai nilai-

nilai tersebut, maka terdapat kemungkinan bahwa aktivitas perusahaan juga akan

menghargai ekspektasi para stakeholder utama perusahaan, domestik dan luar

negeri, baik pada masa kini ataupun pada masa mendatang.

C. Meninjau ulang perbandingan akitivitas dan ekspektasi perusahaan dari

perspektif dampak reputasi perusahaan.

Menurut Charles Fombrun reputasi sendiri bergantung pada empat factor, yaitu

kejujuran, kredibilitas, reliabilitas, dan tanggung jawab. Faktor-faktor tersebut

bisa menjadi kerangkakerja dalam melakukan perbandingan.

D. Melakukan pelaporan

Setelah tahap ketiga selesai, maka manajemen dapat menyiapkan laporan kepada

masing-masing stake holder. Laporan tersebut harus dibuat dengan

mempertimbangkan kelompok stakeholder, produk atau jasa, tujuan perusahaan,

nilai-nilai hypernorm, dan elemen-elemen penentu reputasi.

Empat tahapan ini akan menghasilkan data yang memungkinkan direktur dan eksekutif

dapat mengawasi adanya peluang dan risiko etika, sehingga dapat ditemukan cara untuk

15 | P a g e

Page 16: Resiko Etika Dan Manajemen Resiko Etika

menghindari dan mengatasi risiko tersebut, serta agar dapat secara strategis mengambil

keuntungan dari kesempatan tersebut.

2. Menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan stake

holder

Adam Air dapat melakukan pengelompokan stake holder dan me ratingnya dari segi

kepentingan, dan kemudian menyusun rencana untuk berkolaborasi dengan stake holder

yang dapat memberikan dukungan dalam penciptaan strategi, yang dapat memenuhi

harapan para stake holder Adam Air.

3. Melakukan Akuntabilitas Sosial dan Audit.

Setelah rencana berajalan, maka Adam Air dapat melakukan peninjauan, apakah dalam

praktek nyata, rencana yang telah disusun untuk memenuhi harapan stake holder telah

diimplementasikan dengan baik. Jika tidak baik, maka dapat dilakukan perbaikan, jika

baik, maka dapat dilakukan langkah pengawasan yang berkesinambungan.

KASUS II

Skandal Manupulasi Laporan Keuangan

PT. Kimia Farma tbk

PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia.

Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih

sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM).

Akan tetapi, Kementrian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar

dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan

keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan

yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya

sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal

yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa

overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated

16 | P a g e

Page 17: Resiko Etika Dan Manajemen Resiko Etika

persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated

persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.

Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada

dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya,

menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari

2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar

penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan

kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda

atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh

akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan

bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar

audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut

juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.

Keterkaitan Akuntan Terhadap Skandal Kimia Farma,Tbk

Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan Pemeriksaan atau penyidikan baik

atas manajemen lama direksi PT Kimia Farma Tbk ataupun terhadap akuntan publik Hans

Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Dan akuntan publik (Hans Tuanakotta dan Mustofa) harus

bertanggung jawab, karena akuntan publik ini juga yang mengaudit Kimia Farma tahun buku 31

Desember 2001 dan dengan yang interim 30 Juni tahun 2002.

Pada saat audit 31 Desember 2001 akuntan belum menemukan kesalahan pencatatan atas

laporan keuangan. Tapi setelah audit intertim 2002 akuntan publik Hans Tuanakotta Mustofa

(HTM) menemukan kesalahan pencatatan atas laporan keuangan. Sehingga Bapepam sebagai

lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai

Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi para

akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam kesalahan

pencatatan laporan keuangan pada PT. Kimia Farma, Tbk untuk tahun buku 2001.

Namun dalam hal ini seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena

mereka adalah pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam

pencatatan laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukan

adanya kesalahan, selambat-lambatnya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah

melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor

17 | P a g e

Page 18: Resiko Etika Dan Manajemen Resiko Etika

tersebut dapat dikenai pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi akuntan

itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten yang melakukan pelanggaran peraturan pasar

modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali laporan keuangan PT. Kimia Farma, Tbk

dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang mendasar, akan tetapi kebanyakan auditor

mengatakan bahwa mereka telah mengaudit sesuai dengan standar profesional akuntan publik.

Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam manipulasi laporan keuangan,

karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM)

seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu apakah berdasarkan laporan fiktif

atau tidak.

Keterkaitan Manajemen Terhadap Skandal Kimia Farma, Tbk

Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus

dugaan penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik negara

untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu menyatakan

kembali (restated) hasil sesungguhnya dari laporan keuangan Kimia Farma tahun buku 2001.

Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan diminta pertanggungjawabannya. Seperti

diketahui, perusahaan farmasi terbesar di Indonesia itu telah mencatatkan laba bersih 2001

sebesar Rp 132,3 miliar. Namun kemudian Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai,

pencatatan tersebut mengandung unsur rekayasa dan telah terjadi penggelembungan. Terbukti

setelah dilakukan audit ulang, laba bersih 2001 seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar.

Sehingga diperlukan lagi audit ulang laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan laporan

keuangan per 30 Juni 2002 yang nantinya akan dipublikasikan kepada publik

Setelah hasil audit selesai dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta &

Mustafa, akan segera dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma juga siap melakukan revisi dan

menyajikan kembali laporan keuangan 2001, jika nanti ternyata ditemukan kesalahan dalam

pencatatan. Untuk itu, perlu dilaksanakan rapat umum pemegang saham luar biasa sebagai

bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada publik. Meskipun nantinya laba bersih Kimia

Farma hanya tercantum sebesar Rp 100 miliar, investor akan tetap menilai bagus laporan

keuangan. Dalam persoalan Kimia Farma, sudah jelas yang bertanggung jawab atas terjadinya

kesalahan pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan laba terlihat di-mark up ini,

merupakan kesalahan dari manajemen lama

18 | P a g e

Page 19: Resiko Etika Dan Manajemen Resiko Etika

Kesalahan Pencatatan Laporan Keuangan Kimia Farma Tahun 2001

Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatan dalam laporan

keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di

pasar modal. Kesalahan pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan

menimbulkan pernyataan yang menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Bukti-bukti tersebut antara lain adalah kesalahan pencatatan apakah dilakukan secara tidak

sengaja atau memang sengaja diniatkan. Tapi bagaimana pun, pelanggarannya tetap ada karena

laporan keuangan itu telah dipakai investor untuk bertransaksi. Seperti diketahui, perusahaan

farmasi itu sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132 miliar dalam laporan keuangan tahun

buku 2001. Namun, kementerian Badan Usaha Milik Negara selaku pemegang saham mayoritas

mengetahui adanya ketidakberesan laporan keuangan tersebut. Sehingga meminta akuntan publik

Kimia Farma, yaitu Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) menyajikan kembali (restated) laporan

keuangan Kimia Farma 2001. HTM sendiri telah mengoreksi laba bersih Kimia Farma tahun

buku 2001 menjadi Rp 99 milliar. Koreksi ini dalam bentuk penyajian kembali laporan keuangan

itu telah disepakati para pemegang saham kimia farma dalam rapat umum pemegang saham luar

biasa. Dalam rapat tersebut, akhirnya pemegang saham Kimia Farma secara aklamasi

menyetujui tidak memakai lagi jasa HTM sebagai akuntan publik.

Dampak Terhadap Profesi Akuntan

Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak

terlepas dari bantuan akuntan. Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan informasi

yang menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang fair. Akuntan

sudah melanggar etika porfesinya. Kejadian manipulasi pencatatan laporan keuangan yang

menyebabkan dampak yang luas terhadap aktivitas bisnis yang tidak fair membuat pemerintah

campur tangan untuk membuat aturan yang baru yang mengatur profesi akuntan dengan maksud

mencegah adanya praktik-praktik yang akan melanggar etika oleh para akuntan publik.

19 | P a g e

Page 20: Resiko Etika Dan Manajemen Resiko Etika

PEMBAHASAN

Keterkaitan Manajemen Resiko Etika disini adalah pada pelaksanaan audit oleh KAP

HTM selaku badan independen, kesepakatan dan kerjasama dengan klien/ Stake Holder (PT.

Kimia Farma, dan pemberian opini atas laporan keuangan Klien.

Dalam Kasus ini, jika dipandang dari sisi KAP HTM, maka urutan stake holder utama

ditinjau dari segi kepentingan stake holder adalah:

1. Klien atau PT Kimia Farma Tbk

2. Pemegang saham

4. Masyarakat luas

Dalam kasus ini, KAP HTM menghadapi sanksi yang cukup berat dengan dihentikannya

jasa audit mereka. Hal ini terjadi bukan karena kesalahan KAP HTM semata yang tidak mampu

melakukan review menyeluruh atas semua elemen laporan keuangan, tetapi lebih karena

kesalahan manajemen Kimia Farma yang melakukan aksi manipulasi dengan penggelembungan

nilai persediaan.

Kasus yang menimpa KAP HTM ini adalah resiko inheren dari dijalankannya suatu tugas

audit. Sedari awal, KAP HTM seharusnya menyadari bahwa kemungkinan besar akan ada resiko

manipulasi seperti yang dilakukan PT. Kimia Farma, mengingat KAP HTM adalah KAP yang

telah berdiri cukup lama. Resiko ini berdampak pada reputasi HTM dimata pemerintah ataupun

public, dan pada akhirnya HTM harus menghadapi konsekwensi resiko seperti hilangnya

kepercayaan public dan pemerintah akan kemampuan HTM, penurunan pendapatan jasa audit,

hingga yang terburuk adalah kemungkinan di tutupnya kantor Akuntan tersebut.

Diluar esiko bisnis, resiko etika yang dihadapi KAP HTM ini cenderung pada

kemungkinan dilakukannya kolaborasi dengan manajemen Kimia Farma dalam manipulasi

laporan keuangan. Walaupun secara fakta KAP HTM terbukti tidak terlibat dalam kasus

manipulasi tersebut, namun hal ini bisa saja terjadi.

Sesuai dengan teori yang telah di paparkan diatas, manajemen resiko yang dapat

diterapkan oleh KAP HTM antara lain adalah dengan mengidentifikasi dan menilai resiko etika,

serta Menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan stake holder.

Berlainan dengan kasus Adam Air, akuntabilitas social dan audit tidak perlu dilakukan, karena

stake holder utama KAP HTM adalah klien, dan bukan public.

20 | P a g e

Page 21: Resiko Etika Dan Manajemen Resiko Etika

1. Mengidentifikasi dan menilai resiko etika

Dalam kasus antara KAP HTM dan Kimia Farma ini, Pengidentifikasian dan penilaian

resiko etika dapat diaplikasikan pada tindakan sebagai berikut:

A. Melakukan penilaian dan identifikasi para stake holder HTM,

HTM selayaknya membuat daftar mengenai siapa dan apa saja para stake holder

yang berkepentingan beserta harapan mereka. Dengan mengetahui siapa saja para

stake holder dan apa kepentingannya serta harapan mereka, maka KAP HTM

dapat melakukan penilaian dalam pemenuhan harapan stake holder melalui

pembekalan kepada para auditor senior dan junior sebelum melakukan audit pada

Kimia Farma.

B. Mempertimbangkan kemampuan SDM HTM dengan ekspektasi para stakeholder,

dan menilai risiko ketidak sanggupan SDM HTM dalam menjalankan tugas audit

C. Mengutamakan reputasi KAP HTM

Yaitu dengan berpegang pada nilai-nilai hypernorm, seperti kejujuran,

kredibilitas, reliabilitas, dan tanggung jawab. Faktor-faktor tersebut bisa menjadi

kerangkakerja dalam melakukan perbandingan.

Empat tahapan ini akan menghasilkan data yang memungkinkan Pimpinan KAP HTM

dapat mengawasi adanya peluang dan risiko etika, sehingga dapat ditemukan cara untuk

menghindari dan mengatasi risiko tersebut, serta agar dapat secara strategis mengambil

keuntungan dari kesempatan tersebut.

2. Menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan stake

holder

KAP HTM dapat melakukan pengelompokan stake holder dan me ratingnya dari segi

kepentingan, dan kemudian menyusun rencana untuk berkolaborasi dengan stake holder

yang dapat memberikan dukungan dalam penciptaan strategi, yang dapat memenuhi

harapan para stake holder HTM.

21 | P a g e

Page 22: Resiko Etika Dan Manajemen Resiko Etika

DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K. (2000). Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Brooks, L. (2000). Business & Professional Ethics for Accountants. South-Western Clloege Publishing.

Duska, R., & Duska, B. (2005). Accounting Ethics. Blackwell Publishing.

http://insidewinme.blogspot.com/2007/12/kasus-etika-bisnis-perusahaan.htm,diakses tanggal 20

Januari 2009

www.bisnis.com

22 | P a g e

Page 23: Resiko Etika Dan Manajemen Resiko Etika

23 | P a g e