Laporan Kasus Mayor

30
LAPORAN KASUS MAYOR Osteomyelitis Maria Margaret Nyoman Lestari , S.Ked Pembimbing : dr.Jean E. Pello, Sp.B SMF Ilmu Bedah RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang PENDAHULUAN Osteomielitis adalah merupakan suatu bentuk proses inflamasi pada tulang dan struktur-struktur di sekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik. Infeksi muskuloskeletal merupakan penyakit yang umum terjadi, dapat melibatkan seluruh struktur dari sistem muskuloskeletal dan dapat berkembang menjadi penyakit yang berbahaya bahkan membahayakan jiwa. Insidensi osteomielitis berkisar antara 0,1-1,8 % dari populasi orang dewasa. Prevalensinya pada anak-anak berusia kurang dari 1 tahun adalah 1 kasus per 1000 populasi sedangkan pada anak-anak yang lebih tua adalah 1

description

udiuwiqwasjuoas

Transcript of Laporan Kasus Mayor

Page 1: Laporan Kasus Mayor

LAPORAN KASUS MAYOR

Osteomyelitis

Maria Margaret Nyoman Lestari , S.Ked

Pembimbing : dr.Jean E. Pello, Sp.B

SMF Ilmu Bedah

RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang

Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang

PENDAHULUAN

Osteomielitis adalah merupakan suatu bentuk proses inflamasi pada tulang

dan struktur-struktur di sekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik. Infeksi

muskuloskeletal merupakan penyakit yang umum terjadi, dapat melibatkan seluruh

struktur dari sistem muskuloskeletal dan dapat berkembang menjadi penyakit yang

berbahaya bahkan membahayakan jiwa.

Insidensi osteomielitis berkisar antara 0,1-1,8 % dari populasi orang dewasa.

Prevalensinya pada anak-anak berusia kurang dari 1 tahun adalah 1 kasus per 1000

populasi sedangkan pada anak-anak yang lebih tua adalah 1 kasus dari 5000

populasi. Prebalensi osteomielitis kronik berkisar antara 5-25 % dari kasus

osteomielitis akut.

Mortalitas osteomielitis terjadi sekitar 5-25% dan ada pula yang melaporkan

hingga 40% pada era sebelum antibiotik ditemukan. Sekarang mortalitas telah

mencapai hingga 0%. Sedangkan morbiditas mencapai angka 5% menjadi komplikasi

Page 2: Laporan Kasus Mayor

Sebesar 10% pasien yang masuk ke unit gawat darurat adalah pasien trauma

pada traktus genitourinaria. Banyak dari kasus-kasus tersebut sulit dan membutuhkan

kemampuan diagnostik yang baik untuk menanganinya.2Dari jumlah tersebut, satu-

pertiga sampai dua-pertiga adalah berhubungan dengan trauma pada genitalia

eksterna. Trauma genitourinaria paling banyak disebabkan oleh trauma tumpul (80%)

dan 20% disebabkan oleh trauma tajam. Trauma pada traktus genitourinaria dapat

ditemukan pada semua kelompok umur, dengan frekuensi paling sering pada laki-laki

berumur antara 15 sampai 40 tahun. Tetapi 5% dari seluruh pasien adalah berumur

kurang dari 10 tahun. Terdapat beberapa olahraga populer yang meningkatkan resiko

untuk terjadi trauma tumpul dan/atau trauma tajam pada genitalia externa, seperti

bersepeda off road, berkuda, dan balap motor.3Gigitan hewan atau manusia adalah

penyebab trauma tajam genitalia yang jarang, dan berhubungan dengan resiko tinggi

terjadinya infeksi. Seri laporan kasus terbesar mengenai pembedahan replantasi penis

pada literatur urologi adalah serial kasus amputasi penis pada tahun 1970an, dimana

kurang lebih 100 pria di Thailand mengalami amputasi penis oleh istri mereka

menggunakan pisau dapur ketika pria-pria tersebut tidur dikarenakan pria-pria

tersebut berselingkuh. Delapan belas pasien ini dilakukan replantasi penis.5

Penegakkan diagnosa trauma pada penis yang paling penting adalah dari

anamnesis ditanyakan riwayat kekerasan, pemakaian kateter kondom, balutan pada

penis terlalu ketat, cincin logam/riwayat kecelakaan kerja dan aktivitas seksual.

Kaversonografi (untuk menilai cedera korpus kavernosum) dan Uretrogram

Page 3: Laporan Kasus Mayor

Retrograde (untuk menilai ruptur uretra) merupakan pemeriksaan untuk pemeriksaan

penunjang yang digunakan.

Pada cedera karena benda tajam, bila terjadi amputasi total, dapat dilakukan

replantasi dengan bedah mikro. Bila terjadi avulsi kulit, dapat dilakukan tandur alih

kulit. Pada ruptur korpus kavernosum dilakukan eksplorasi, evakuasi bekuan darah,

dan penjahitan defek untuk menghindari komplikasi berupa impotensi di kemudian

hari.

Page 4: Laporan Kasus Mayor

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Penis terdiri dari atas tiga struktur utama, yaitu dua korpus kavernosum dan

satu korpus spongiosum. Korpus spongiosum mengelilingi uretra. Ketiga korpus ini

dibungkus oleh fascia Buck dan fascia Colles yang lebih superfisial.

Trauma pada penis dapat mencederai salah satu, sebagian atau seluruh struktur tadi.

Penyebab trauma penis yang tersering adalah trauma tajam, baik tembakan maupun

karena benda tajam1.

B. ANATOMI PENIS4

Penis terdiri dari 3 korpora erektil: dua korpora kavernosa dan satu korpora

spongiosum. Korpora cavernosa yang terletak di bagian distal mengandung jaringan

erektil yang dibungkus oleh tunika albugiea (Gambar II.1). Pada batang penis,

terdapat hubungan yang bebas diantara keduakorpora kavernosa melalui septum

midline yang inkomplit. Septum ini menjadi komplit pada ujung penis dan hilum

penis, dimana korpora kavernosa menjadi mandiri dan membentuk krura yang

terpisah.

Badan erektil penis diselubungi oleh deep penile fascia (fasia Buck’s),

superficial penile fascia (fasia Dartos), dan kulit. Fasia Buck’s adalah lapisan tebal

yang langsung menyelubungi dan menempel secara longgar terhadap ketiga korpora.

Di sebelah superior dari corpora kavernosa terdapat vena dorsalis profundus, arteri

dorsalis, nervus dorsalis yang berada pada fasia Buck’s diatas tunika albuginea. Di

Page 5: Laporan Kasus Mayor

sebelah ventral, fasia Buck’s terbagi untuk menyelubungi korpus spongiosum.

Konsolidasi dari fasia ini di sebelah lateral korpus spongiosum memfiksasi truktur ini

pada tunica albuginea. Di sebelah distal, fasia Buck’s menempel pada permukaan

bawah dari glans penis pada korona glandis. Setelah melewati basis dari glans penis,

fasia ini meluas sampai perineum.

Gambar II.1 Lapisan-lapisan penis

Gambar II.2 Tunika Albuginea

Page 6: Laporan Kasus Mayor

Suplai darah superfisial untuk kulit penis dan dartos berasal dari bagian

inferior kanan dan kiri arteri pudenda ekterna. pembuluh darah ini berasal dari cabang

pertama arteri femoralis dan menyilang sisi medial atas dari femoral triangle yang

akan bercabang menjadi dua. Cabang-cabang ini berjalan ke arah dorsolateral dan

ventrolateral didalam fasia dartos pada shaft penis dengan kolateralisasi ke arah

midline. Drainase vena superfisial penis disediakan oleh sejumlah vena yang berjalan

di dalam fasia dartos pada sisi dorso lateral penis. Vena-vena ini bersatu pada basis

penis yang membentuk vena dorsalis superfisialis, yang akan bermuara pada vena

saphena kiri.

Suplai darah ke struktur dalam dari penis berasal dari arteri penis kommunis

yang merupakan terusan dari arteri perieal. Arteri penis komunis berjalan pada batas

medial ramus pubis inferior sebelum bercabang menjadi cabang terminal dekat

dengan bulbus uretra. Terkadang satu atau lebih pembuluh darah terminal penis

berasal dari arteri pudenda aksesorius yang berasal dari pelvis, paling banyak berasal

dari arteri obturator atau arteri pudenda interna sebelum masuk foramen sciatica

magna. Arteri pudenda asesorius berjalan sepanjang bagian bawah buli-buli dan

permukaan anterolateral dari prostat untuk mencapai bagian dalam dari penis. 11

Page 7: Laporan Kasus Mayor

Nervus pudendus menyediakan persyarafan somatik motorik dan sensorik

untuk penis. Nervus ini memasuki perineum bersama arteri dan vena pudenda interna

melalui foramen sciatica minor pada sisi posterior dari fossa ischiorectal. Bersama-

sama berjalan melalui kanalis Alcock’s ke batas posterior dari membran perineum.

Pada tiap sisi nervus dorsalis muncul sebagai cabang pertama dari nervus pudendus di

dalam kanalis Alcock’s. Di sebelah distal nervus-nervus ini berlanjut menuju bagian

dorsal dari korpora. Fascicles multipel menyebar keluar dari nervus dorsalis

sepanjang shaft peni, memberikan suplai persyarafan untuk permukaan tunika

albuginea, kulit dan glans penis.

Page 8: Laporan Kasus Mayor

C. PATOLOGI

Luka akibat benda tajam ditemukan baik karena percobaan bunuh diri,

dipotong lawan jenis, digigit binatang, misalnya kura-kura sewaktu mandi atau buang

hajat di kali, maupun iatrogenik pada sirkumsisi. Pada avulsi biasanya kulit penis atau

kulit skrotum terlepas, sedangkan pada strangulasi akan terjadi iskemia dan nekrosis

penis bagian distal.

Trauma tumpul yang terjadi sewaktu persetubuhan menyebabkan penis patah

yang berupa ruptur korpus kavernosum dan/atau uretra.

Meningkatnya kekerasan domestik diseluruh dunia juga meningkatkan angka trauma

tusuk atau trauma tembak pada traktus genitourinarius. Luas injuri pada trauma

tembak berhubungan dengan kaliber dan kecepatan tembak dari peluru. Luka tembak

diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Trauma penetrasi dengan peluru velositas rendah, sering proyektil masih

berada pada jaringan, menghasilkan luka yang kecil dengan tepi yang kasar.

2. Luka tembak perforasi, sering terlihat pada peluru dengan velositas rendah

sampai tinggi. Pada kasus ini, peluru menembus jaringan dengan luka masuk

yang kecil dan luka keluar yang besar.

3. Luka tembak avulsi adalah luka serius yang disebabkan oleh peluru dengan

velositas tinggi, dengan luka masuk yang sesuai ukuran kaliber tetapi

meninggalkan defek jaringan yang besar pada luka keluar.2

Page 9: Laporan Kasus Mayor

Walaupun kasus gigitan hewan adalah kasus yang umum, gigitan hewan atau manusia

adalah penyebab trauma tajam genitalia yang sangat jarang, dan berhubungan dengan

resiko tinggi terjadinya infeksi.

D. GAMBARAN KLINIS

Diagnosis trauma tajam khususnya amputasi penis dapat terlihat jelas dari

pemeriksaan fisik. Dari anamnesa harus diketahui tentang tipe trauma, berapa lama

trauma tersebut telah berlangsung dan alat penyebab amputasi penis tersebut. Adanya

darah pada meatus urethra mengindikasikan bahwa ada trauma pada uretra. Tetapi,

ketiadaan darah pada meatus tidak serta-merta menghilangkan kemungkinan terjadi

trauma pada uretra. Pada trauma tembus yang disebabkan oleh tembakan, kaliber

peluru dan dapat membantu menentukan luas dan jalur kerusakan. Retrograde

urethrography, dan sistoskopi, mungkin dapat berguna, tetapi ahli urologi harus

waspada untuk kemungkinan urethrogram yang negatif palsu karena adanya bekuan

darah yang mencegah adanya ekstravasasi. Skala trauma tajam penis menurut

American Association for the Surgery of Trauma dapat dilihat pada Tabel II.2.6

Tabel II.2 Skala trauma organ untuk trauma penis menurut American

Association for the Surgery of Trauma (AAST). 6

Grading AAST

Trauma penis

IIIIII

IV

Laserasi kutaneus atau kontusioLaserasi sedalam fasia Buck’s (cavernosum) tanpa hilangnya jaringanAvulsi kutaneus, laserasi sampai glans atau meatus, atau defek uretra

atau cavernosa <2cmPenektomi parsial; atau defek uretra atau cavernosa >2cm

Page 10: Laporan Kasus Mayor

V Penektomi total

F. MANAGEMENT PENATALAKSANAAN

Menurut guidelines European Association of Urology tahun 2013 mengenai

trauma tajam penis, direkomendasikan dilakukan eksplorasi secara pembedahan dan

debridemen jaringan nekrotik. Bahkan pada trauma tajam penis yang terbatas,

penjahitan primer dari jaringan yang rusak dapat menghasilkan penyembuhan yang

baik karena banyaknya suplai darah penis. Karena elastisitas dari kulit penis cukup

baik, hilangnya kulit dalam jumlah sedang biasanya dapat teratasi dengan baik,

walaupun pada trauma yang luas dan kehilangan jaringan kulit yang luas memerlukan

manajemen yang lebih sulit. Jaringan yang digunakan untuk rekonstruksi pasca

trauma harus memiliki kemampuan menutup yang baik dan cocok digunakan untuk

rekonstruksi. Teknik split thickness skin grafting menyediakan kemampuan menutup

yang baik dan durabilitasnya baik tetapi teknik ini lebih mudah terjadi kontraksi,

sehingga penggunaannya pada batang penis harus seminimal mungkin. McAnich et

al. merekomendasikan penggunaan ketebalan skin graft setidaknya 0,015 inchi (0,4

mm) dengan tujuan untuk mengurangi resiko kontraksi. Full thickness skin graftyang

digunakan pada batang penis memberikan kemungkinan kontraksi yang lebih kecil,

kosmetik yang lebih baik, dan lebih resisten pada trauma hubungan seksual. Donor

dapat diambil dari perut, pantat, paha maupun axilla, dengan dipilih berdasarkan

pilhan ahli urologi dan tipe trauma. 7

Page 11: Laporan Kasus Mayor

Prosedur pebedahan rekonstruksi besar yaitu phaloplasty (baik dengan arteri

radialis atau arteri pubis) terkadang dibutuhkan pada trauma yang menyisakan sedikit

jaringan penis atau stump penis yang tidak berfungsi. 7

Untuk melakukan tindakan replantasi, pertama dilakukan kontrol vaskular pada basis

dari tepi potongan sebelah proksimal dari corpora (Gambar II.9). tergantung dari

hebat perdarahan, kompresi lokal secara manual dengan kasa atau torniquet dengan

penrose drain mungkin dibutuhkan. Setelah perdarahan terkontrol, tunika albuginea

dari korpora kavernosa kemudian di reaproksimasi dengan jahitan terputus

menggunakan polyglactin (vicryl) 3-0 dengan tiga atau empat jahitan melewati

septum mediana untuk stabilisasi. Arteri-arteri cavernosa tidak perlu dilakukan

reanastomosis karena sulit dan tidak meningkatkan outcome. Tepi proksimal dan

distal urethra kemudian di mobilisasi menjauhi korpora dan kemudian dispatulasi.

Kemudian urethra direanastomose diatas kateter foley terbuat dari silikon dengan

ukuran 16Fr dengan jahitan terputus menggunakanpolydioxanone (maxon atau PDS)

berukuran 5-0 satu lapis. Kemudian dilakukan diversi urin melalui suprapubik untuk

penyembuhan urethra (Gambar II.10).8

Page 12: Laporan Kasus Mayor

Gambar II.9 Kontrol vaskular pada basis dari tepi potongan sebelah proksimal dari

corpora dan spatulasi dari urethra. 8

Gambar II.10 Reanastomosis korpora, septum mediana, dan urethra8

Manajemen postoperatif harus meliputi setidaknya 2 hari bedrest dan antibiotik

spektrum luas selama 2 hari postoperatif. Setelah 2 minggu stent urethral, catheter

foley dapat dilepas setelah dilakukan retrograde urethrogram pericateter atau

voiding cystourethrogram memastikan telah terjadi anastomosis, kemudian kateter

suprapubis dapar dilepas setelah beberapa hari berkemih secara normal. Selain

manajemen pembedahan, Departemen Psikiatri harus terlibat dalam perawatan pasien

postoperatif. Pada kasus mutilasi genital oleh pasien sendiri, pasien biasanya bersikap

Page 13: Laporan Kasus Mayor

irasional sehingga status mental pasien harus dikendalikan. Juga terdapat rate bunuh

diri yang lebih tinggi pada pasien mutilasi genital dan pasien seperti ini harus

dimonitor secara ketat oleh Departemen Psikiatri.8

Oksigen memerankan peran yang penting dalam proses fisiologis

penyembuhan luka. Terapi oksigen hiperbarik dapat meningkatkan tekanan oksigen

di jaringan yang dapat membantu dalam proses penyembuhan. Terapi oksigen

hiperbarik adalah terapi dimana pasien bernapas dengan udara yang mengandung

oksigen 100% pada lingkungan yang bertekanan paling tidak 1,4 atmosfer. Tindakan

skin graft dan flaps yang terganggu proses penyembuhannya dapat diterapi dengan

terapi oksigen hiperbarik. Terapi oksigen hiperbarik juga meningkatkan angiogenesis

dan menstimulasi proses proliferasi dari fibroblast, meningkatkan sirkulasi dan

tingkat oksigen di jaringan untuk mendapatkan penyembuhan luka yang lebih baik.8

Page 14: Laporan Kasus Mayor

I. Kasus

Identitas

Nama : Tn. Yohanes Tuan

Umur : 50 tahun

JK : Laki-laki

Alamat : Soe-Kelapa Lima

Anamnesis (autoanamnesis):

o Keluhan Utama : luka dan nyeri pada kemaluan

o MOI : Penis pasien terpotong pisau dapur

oleh wanita dari arah atas saat berhubungan seksual yang menyebabkan

luka terbuka pada pangkal penis

o Riwayat Penyakit Sekarang :Pasien rujukan dari RSUD So’e dengan

diagnosa Neglected Penile Fraktur dan Vulnus Apertum regio proksimal

penile. Penis pasien terpotong pisau dapur oleh wanita dari arah atas saat

berhubungan seksual yang menyebabkan luka terbuka pada pangkal penis

pada tanggal 13 September 2015 pukul 05.00 WITA. Kemudian pasien

bersembunyi di hutan sampai tanggal 14 September dan pasien

memutuskan untuk ke Rumah Sakit karena perdarahan tidak berhenti. Pada

tanggal 14 September pasien kemudian dirujuk ke RS Prof. Dr. W. Z.

Johannes Kupang Riwayat sakit saat BAK (+), riwayat keluar darah saat

BAK (-).

Riwayat Pengobatan

o Wound Toilet

o IVFD RL 20 tpm

o Inj. Ceftriaxon 2x1 g (sc) pukul 03.45

Page 15: Laporan Kasus Mayor

o Inj. Antrain 1 g pukul 03.30

Primary Survey

• A: Patent, clear

• B: spontan, regular, RR:20 x/m, thorakoabdominal

• C: Nadi: 63 x/m, TD 130/70 mmHg, CRT<2”

• D: Alert.

• E: Tmpak 1 luka terbuka pada pangkal penis

Secondary Survey

GCS: E4V5M6

• Kepala : normal

• Mata : alis dan bulu mata dalam batas normal

• Conjungtiva : anemis (+/+)

• Sclera : icteric (-/-)

• Pupil : isokoric +/+

• Telinga : otorrhea (-/-)

• Hidung : rhinorrhea (-), tidak ada edema/tanda trauma inhalasi

• Leher : jejas (-)

• Dada:

• Paru paru

• Inspeksi : pengembangan dada simetris, scar (-)

• Palpasi : massa (-), crepitasi (-)

• Perkusi : sonor (+/+)

• Auskultasi : Vesiculer (+/+),Ronchi (-/-), Wheezing (-/-)

• Jantung :S1/2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

• Abdomen

• Inspeksi : datar, sesuai gerak napas, jejas (-)

• Auskultasi : bising usus normal,

• Perkusi : timpani

Page 16: Laporan Kasus Mayor

• Palpasi : massa (-),nyeri tekan (-)

• EXTREMITAS

Jejas (-)

Status Lokalis

Penis: tampak 1 luka terbuka pada pangkal penis dengan ukuran 5cm x 1cm

x0,2cm dengan dasar jaringan subcutis, perdarahan aktif (+), merembes (+).

Hematom pada distal hingga dorsum penis.Nyeri (+), disertai diskontinuitas pada

shaft penis.

Pemeriksaan Lab

WBC : 8,43x10^3 (4,3-10)

o %Limph : 20,4 %

o %Mono: 9,3%

o %Eo: 4,7 %

o %Basofil: 0,2%

o %Neut: 65,4%

RBC : 3,61x 10^6 (4,10-5,3)

HGB : 9,2 g/dl (11,3 – 14,1)

HCT : 30,1 % (33 – 41)

MCV : 83,4 (80 -99)

MCH : 25,5 (27 – 31)

PLT : 235 x 10^3 (150 – 400)

Assesment

Trauma tajam penis ec Vulnus scisum

Penatalaksanaan

• IVFD RL 20 tpm

• Inj. Ketorolac 1 amp IV

• Inj. ATS 1 amp (sc) IM

• Inj. Kalnex 3x1 amp IV

Page 17: Laporan Kasus Mayor

• Rawat luka dengan NaCl dan betadin

• Balut, tekan daerah luka

• Pro operasi

Page 18: Laporan Kasus Mayor

Laporan operasi

Diagnosa Pre-Operatif : Trauma Tajam Penis Ec Vulnus Scisum

Diagnosa Operatif : Ruptur Corpus Cavernosum Partial + Vulnus Scisum

Jenis Operasi : Repair Corpus Cavernosum + Cystostomy

Laporan operasi:

1. Pasien tidur terlentang dengan SAB

2. Desinfeksi lapangan operasi kemudian naping

3. Buka luka, tampak vulnus scisum ± 5 cm pada dorsum penis yang

menembus sampai corpus cavernosum kanan dan kiri, corpus spongiosum

intak.

4. Dilakukan pemasangan kateter. Kateter melewati luka tetapi terhambat

pada prostat. Diputuskan dilakukan cystostomy

5. Repair corpus cavernosum

6. Luka dijahit

Page 19: Laporan Kasus Mayor

II.Pembahasan

Diagnosis trauma tajam penis dapat terlihat jelas dari pemeriksaan fisik. Dari

anamnesa harus diketahui tentang tipe trauma, berapa lama trauma tersebut telah

berlangsung dan alat penyebab amputasi penis tersebut. Pada pasien ini dari anamnesa

didapatkan bahwa penis pasien dipotong oleh wanita selingkuhannya dengan

menggunakan pisau dapur saat berhubungan seksual 1 hari sebelum masuk Instalasi

Rawat Darurat RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes. Penderita merupakan rujukan RSUD

So’e. Di RSUD So’e dilakukan Wound Toilet, IVFD RL 20 tpm, Inj. Ceftriaxon 2x1

g (sc) pukul 03.45, Inj. Antrain 1 g pukul 03.30. Dari pemeriksaan fisik didapatkan

vulnus schissum di penis bagian proksimal dengan ukuran 5cm x 1cm x0,2cm dengan

dasar jaringan subcutis, perdarahan aktif (+), merembes (+). Hematom pada distal

hingga dorsum penis. Nyeri (+), disertai diskontinuitas pada shaft penis.

Pasien ini mengalami trauma penis derajat II menurut skala trauma organ

untuk trauma penis menurut American Association for the Surgery of Trauma

(AAST) dimana terjadi Laserasi sedalam fasia Buck’s (cavernosum) tanpa hilangnya

jaringan. Pada pasien ini didapatkan uretra intak.

Menurut guidelines European Association of Urology tahun 2013 mengenai

trauma tajam penis, direkomendasikan dilakukan eksplorasi secara pembedahan dan

debridemen jaringan nekrotik. Bahkan pada trauma tajam penis yang terbatas,

penjahitan primer dari jaringan yang rusak dapat menghasilkan penyembuhan yang

baik karena banyaknya suplai darah penis.

Page 20: Laporan Kasus Mayor

DAFTAR PUSTAKA

1. Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi

2.EGC. Jakarta. p 66-88

2. McAninch JW. Injuries to the Genitourinary Tract. In: Tanagho EA,

McAninch JW. Smith’s General Urology, 17th ed. McGraw Hill;2008. P.278-296

3. Jordan GH. Management of Penile Amputation. In: Hohenfellner M; Santucci R.

Emergencies in Urology. Berlin: Springer-Verlag; 2007. P.270-274

4. Angermeier, Kenneth. Surgical Anatomy of the Penis. In: Novick AC, Jones JS

et al. Operative Urology at the Cleveland Clinic. Humana Press 2006. P.377-

384

5. Ferguson GG, Brandes SB, Louis S. The Epidemic of Penile Amputation in

Thailand in the 1970’s. The Journal of Urology 2008; 179(4)312-313

6. Jabren GW, Hellstrom WJ. Trauma to the External Genitalia. In: Wessells H,

McAninch JW. Urological Emergencies A Practical Guide. Humana Press 2005.

P.71-94

7. Summertom DJ, Djakovic N et al. Guidelines on Urological Trauma. In:

Summertom DJ, Djakovic N et al. European Association of Urology Guidelines

2013 Edition. European Association of Urology 2013. P. 66-71

8. Ferguson GG, Brandes SB. Reconstruction for Genital Trauma. In: Montague

D, Gill I, Angermeier K, Ross JH. Textbook of Reconstructive Urologic

Surgery. Informa Healthcare 2008. P. 657-667