DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

41
i TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR OLEH : dr. Anak Ayu Sri Wahyuni, SpKJ PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-I DEPARTEMEN PSIKIATRI FK UNUD / RSUP SANGLAH DENPASAR 2018

Transcript of DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

Page 1: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

i

TINJAUAN PUSTAKA

DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI

GANGGUAN DEPRESI MAYOR

OLEH :

dr. Anak Ayu Sri Wahyuni, SpKJ

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-I

DEPARTEMEN PSIKIATRI FK UNUD / RSUP SANGLAH

DENPASAR

2018

Page 2: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-

Nya sehingga dapat menyelesaikan karya tulis dengan topik ” DIAGNOSIS DAN

PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR”.

Penyusunan karya tulis ini mendapat bantuan dari berbagai pihak dan berbagai

sumber yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, untuk itu disampaikan ucapan terima

kasih.

Harapan kami semoga karya tulis ini dapat menambah pengetahuan dan sebagai

bahan pendidikan terbaru dalam bidang Kedokteran Jiwa di FK-UNUD Denpasar. Karya

tulis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun demi

penyempurnaan karya tulis ini sangat diharapkan.

Akhir kata semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan

dunia pendidikan dan pengetahuan Ilmu Kedokteran Jiwa.

Denpasar, 23 Mei 2018

Penulis

Page 3: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ................................................................................................................ v

DAFTAR SINGKATAN .................................................................................................... vi

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang .............................................................................................................. 1

1.2. Batasan Masalah ........................................................................................................... 3

1.3. Tujuan dan Manfaat ...................................................................................................... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 4

2.1. Definisi .......................................................................................................................... 4

2.2. Epidemiologi ................................................................................................................. 7

2.3. Etiologi…………………….......................................................................................... 9

2.4. Diagnosis ……………………………………………................................................. 10

2.5. Patofisiologi……………………................................................................................. 17

BAB III. RINGKASAN.. ................................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Algoritma diagnosis dari gangguan mood

Gambar 2 : Model sederhana etiologi gangguan mood

Gambar 3 : Dimensi Gejala Episode Depresi mayor

Gambar 4 : Gejala depresi dan sirkuit di otak

Gambar 5 : Ringkasan pengobatan lini pertama untuk depresi

Page 5: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Epidemiologi Gangguan Mood

Tabel 2 : Karakterisasi Gangguan Depresi Mayor menurut ICD-10 dan DSM-5

Tabel 3 : Manifestasi awal dari beberapa penyakit medis

Page 6: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

vi

DAFTAR SINGKATAN

APA : American Psychiatric Association

DSM-5 : Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 5th

Edition

MDD : Major Depression Disorder

DD : Dysthymic Disorder

MDE : Major Depression Episode

GBD : Global Burden of Disease

WHO : World Health Organization

WMH : World Mental Health

NESARC : The National Epidemiologic Survey on Alcohol and Related Conditions

NCS-A : The National Comorbidity Survey-Adolescent Supplement

TRAILS : The Tracking Adolescents’ Individual Lives Survey

MAOI : Mono Amine Oxidase Inhibitors

ICD-10 : International Classification of Disease and Related Health Problems, 10th

revised

GDM : Gangguan Depresi Mayor

ECT : Electro Convulsive Therapy

TCA : Tricyclic Antidepressants

CSF : Cerebro Spinal Fluid

EEG : Electro Encephalo Graphy

SSP : Susunan Saraf Pusat

PFC : Pre Fontal Cortex

BDNF : Brain-Derived Neurotropic Factor

HPA : Hypothalamic Pituitary Adrenal

HPT : Hypothalamic Pituitary Thyroid

CRF : Corticotropin Releasing Factor

5HT : 5-Hydroxy Tryptamine

PTSD : Post Traumatic Stress Disorder

TSH : Thyroid Stimulating Hormone

TRH : Thyrotropin Releasing Hormone

CBT : Cognitive and Behavioral Therapy

Page 7: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Gangguan mood (yaitu gangguan depresi mayor (MDD)) dan gangguan bipolar

(BD)) adalah sindrom yang sangat lazim. Prevalensi global MDD diperkirakan sekitar 4-5%,

sedangkan BD mempengaruhi sekitar 1,5% populasi. Kedua kondisi ini seringkali mengarah

pada perjalanan yang kronis dan tak henti-hentinya, yang menggarisbawahi dampak utama

pada morbiditas. Gangguan mood adalah penyebab utama tahun-tahun yang hidup dengan

disabilitas dan tahun hidup yang disesuaikan dengan kecacatan , menyoroti MDD dan BD

sebagai prioritas kesehatan masyarakat.Gangguan afektif, gangguan mental yang ditandai

dengan perubahan dramatis atau suasana hati yang ekstrim. Gangguan afektif mungkin

termasuk suasana hati yang meninggi (tinggi, luas, atau mudah marah dengan hiperaktif,

tekanan bicara, dan harga diri yang meningkat) atau depresi (mood sedih dengan

ketidaktertarikan hidup, gangguan tidur, agitasi, dan perasaan tidak berharga atau rasa

bersalah), dan sering kombinasi dari keduanya. Orang dengan gangguan afektif mungkin atau

mungkin tidak memiliki gejala psikotik seperti delusi, halusinasi, atau kehilangan kontak

dengan realitas.Gangguan afektif, juga sering disebut sebagai gangguan mood adalah

sekelompok penyakit psikiatri di mana gangguan suasana hati dianggap fitur utama yang

mendasarinya. Gangguan mood dapat berupa suasana hati yang tinggi, seperti yang terjadi

pada mania atau hipomania, atau suasana hati yang berkurang (depresi) seperti yang terjadi

pada episode depresi mayor.(Ellenbroek, 2016)(Mansur, 2015)

Secara umum, dua jenis gangguan afektif utama dapat dibedakan: (1) Depresi besar

gangguan (MDD), terutama ditandai oleh suasana hati rendah (perasaan sedih dan putus asa);

(2) gangguan bipolar (BP), ditandai dengan episode depresif dan periode mania atau

Page 8: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

2

hypomania. Selain itu, gangguan kecemasan, ditandai dengan perasaan gugup, kecemasan,

dan rasa takut biasanya juga termasuk dalam kategori gangguan afektif. Gangguan

kecemasan adalah kategori gangguan yang sangat luas yang mencakup sejumlah subtipe yang

berbeda, termasuk fobia sosial, gangguan panik, gangguan kompulsif obsesif, dan stres pasca

trauma gangguan (PTSD). Mengingat ini sejumlah besar berbagai jenis gangguan afektif dan

banyak tumpang tindih dalam gejala dan patologi di antara mereka, kami memutuskan untuk

membatasi diskusi kami dalam bab ini untuk gangguan depresi mayor (MDD). Depresi

adalah gejala yang lebih umum, dan banyak pasien tidak pernah mengembangkan fase manik

yang sejati, meskipun mereka mungkin mengalami periode singkat optimisme yang

berlebihan dan euforia ringan saat pulih dari depresi. Manifestasi mania yang paling ekstrim

adalah kekerasan terhadap orang lain, sedangkan depresi adalah bunuh diri.(Ellenbroek,

2016)

Gangguan depresi dengan percobaan bunuh diri merupakan suatu keadaan gangguan

depresi berat yang perlu cepat ditangani agar pasien tidak mengulanginya dan terjadi tindakan

bunuh diri (complete suicide) sehingga bisa mengurangi mortalitas.Orang yang mengalami

gangguan depresi dengan percobaan bunuh diri, adalah orang yang mengalami suatu keadaan

stres didalam diri yang tidak mampu menerima kondisi lingkungan eksterna mereka dan

memiliki mekanisme pembelaan ego yang tidak matang sehingga mereka melakukan hal

tersebut.

Gangguan depresi mayor adalah salah satu gangguan depresi yang menyebabkan

morbiditas dan mortalitas yang signifikan pada individu di semua usia dan ras. Global

Burden of Disease (GBD) of theWorld Health Organitation (WHO) telah menunjukkan

terjadinya masalah yang sama di seluruh dunia bahwa gangguan depresi mayor,

meningkatkan risiko terjadinyapercobaan bunuh diri yang jika tidak ditangani dengan benar

akan menyebabkan tindakan bunuh diri (complete suicide) yang memakan banyak korban

Page 9: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

3

jiwa yang sia-sia. Orang yang sudah melakukan percobaan bunuh diri, akan berisiko 100 kali

lipat lebih besar untuk terjadinya tindakan bunuh diri jika dibandingkan dengan pupolasi

normal (Marwick, 2013). Sekitar setengah hingga dua pertiga dari semua kasus bunuh diri

adalah oleh orang-orang yang menderitagangguan mood; mencegah bunuh diri di antara

mereka yang menderita karenanya menjadi hal yang pentingpencegahan bunuh diri.

Memahami faktor-faktor yang mendasari risiko bunuh diri diperlukan untuk

rasionalkeputusan pencegahan.(Isometsa, 2014)(Marwick & al, 2013)

1.2. Batasan Masalah

Tinjauan pustaka ini membahas gambaran umum mengenai Gangguan Depresi

Mayor, meliputi diagnosis dan patofisiologi.

1.3. Tujuan dan Manfaat

Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini adalah untuk mendeskripsikan secara umum

mengenai diagnosis dan patofisiologi Gangguan Depresi Mayor. Diharapkan dengan

mengetahui gambaran umum diagnosis dan patofisiologi Gangguan Depresi Mayor dapat

membantu mengenali secara dini adanya Gangguan Depresi Mayor serta mampu memberikan

penanganan yang optimal dan dapat menurunkan risiko bunuh diri bagi pasien dengan

kondisi ini.

Page 10: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi

Gangguan mood atau ‗gangguan afektif‘ adalah istilah yang sekarang banyak

diterapkan pada berbagai kondisi umum di mana gejala yang paling menonjol adalah

peningkatan atau depresi suasana hati. Bentuk paling ekstrim dari kegembiraan (mania) atau

depresi (melankolis) telah diakui sejak tulisan Hippocrates atau sebelumnya, dan

menghasilkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Namun, batas antara penyakit dan

pengalaman normal terus diperdebatkan, dan depresi sering diredakan karena gejalanya

dianggap dapat dijelaskan mengingat situasi individu. Gangguan mood sering disebut

gangguan afektif, karena afek adalah tampilan eksternal dari suasana hati, emosi yang

dirasakan secara internal. Depresi dan mania sering dilihat sebagai ujung berlawanan dari

spektrum afektif atau mood. Secara klasik, mania dan depresi adalah "kutub" terpisah,

sehingga menghasilkan istilah depresi unipolar (yaitu, pasien yang hanya mengalami kutub

bawah atau tertekan) dan bipolar (yaitu, pasien yang pada waktu yang berbeda mengalami

baik kutub manik atau kutub bawah/tertekan.Kondisi afektif utama termasuk gangguan

depresi mayor (MDD) dan gangguan bipolar (BD) berhubungan dengan kecacatan yang

signifikan dan gangguan psikososial selama perjalanan hidup. Mereka sering tidak cukup

dikenal atau didiagnosis karena kompleksitas dan heterogenitas presentasi klinis mereka.

Heterogenitas ini kemungkinan terkait dengan keberadaan kerentanan genetik bersama serta

interaksi faktor fisik dan psikososial di seluruh rentang kehidupan.(Johnstone,

2010)(Friedman, 2014)(Stahl, 2013)

Depresi dan mania bahkan dapat terjadi bersamaan, yang disebut keadaan mood

campuran. Mania juga dapat terjadi dalam derajat yang lebih rendah, yang dikenal sebagai

Page 11: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

5

hypomania, atau beralih begitu cepat antara mania dan depresi yang disebut siklus cepat.

Gangguan suasana hati dapat divisualisasikan secara bermanfaat tidak hanya untuk

membedakan gangguan suasana hati yang berbeda satu sama lain, tetapi juga untuk

meringkas jalannya penyakit untuk masing-masing pasien dengan menunjukkan mereka

dipetakan ke bagan suasana hati. Dengan demikian, suasana hati berkisar dari hipomania

hingga mania di bagian atas, hingga euthymia (atau mood normal) di tengah, hingga distimia

dan depresi di bagian bawah. (Stahl, 2013)(Friedman, 2014)(Serafini, 2017)

Gambar 1. Algoritma diagnosis dari gangguan mood(Marwick K. , 2013)

Gangguan mood yang paling umum dan mudah diakui adalah gangguan depresi

mayor, dengan episode tunggal atau berulang. Distimia adalah bentuk depresi yang kurang

Page 12: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

6

berat tetapi bertahan lama.Gangguan depresi terdiri dari sekelompok penyakit heterogen yang

dicirikan oleh berbagai tingkat labilitas afektif dan terkait perubahan kognitif, neurovegetatif,

dan psikomotor. Depresi saat ini merupakan kondisi medis yang paling mematikan keempat

di dunia dan diprediksi menjadi yang kedua setelah penyakit jantung iskemik berkaitan

dengan kecacatan pada tahun 2020.(Stahl, 2013)(Friedman, 2014)(Serafini, 2017)

Gangguan depresi dalam spektrum luas yang ditandai dengan adanya suasana hati

yang sedih, kosong, atau mudah tersinggung dan berbagai perubahan somatik dan kognitif

lainnya. Menurut American Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi ke-

5 (DSM-5), gangguan suasana hati adalah fitur utama gangguan mood. Mereka lebih lanjut

dibagi menjadi gangguan depresi mayor (MDD), gangguan disregulasi suasana hati

mengganggu (untuk anak-anak berusia hingga 18 tahun), gangguan depresi persisten

(dysthymia; DD), gangguan dysphoric pramenstruasi, gangguan depresi yang diinduksi oleh

zat, gangguan depresif karena lain kondisi medis, serta kategori gangguan depresi lainnya dan

tidak spesifik untuk kasus subsindromal yang tidak memenuhi kriteria untuk MDD atau DD.

MDD ditandai dengan satu atau lebih episode depresi mayor (MDE) - periode terpisah di

mana seorang individu mengalami perubahan yang jelas dalam mempengaruhi, kognisi, dan

fungsi neurovegetatif ke tingkat moderat selama 2 minggu atau lebih dengan penurunan dari

level fungsi mereka sebelumnya.(Friedman, 2014)

Gangguan depresi mayor adalah salah satu gangguan depresi yang menyebabkan

morbiditas dan mortalitas yang signifikan pada individu di semua usia dan ras. Global

Burden of Disease (GBD) of theWorld Health Organitation (WHO) telah menunjukkan

terjadinya masalah yang sama di seluruh dunia bahwa gangguan depresi mayor,

meningkatkan risiko terjadinyapercobaan bunuh diri yang jika tidak ditangani dengan benar

akan menyebabkan tindakan bunuh diri (complete suicide) yang memakan banyak korban

jiwa yang sia-sia. Orang yang sudah melakukan percobaan bunuh diri, akan berisiko 100 kali

Page 13: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

7

lipat lebih besar untuk terjadinya tindakan bunuh diri jika dibandingkan dengan pupolasi

normal.(Marwick K. , 2013)

2.2. Epidemiologi

Survei World Mental Health (WMH) juga memberikan kumpulan data terbesar

tentang prevalensi gangguan depresi mayor. Tingkat prevalensi seumur hidup dan 12 bulan

diperkirakan di 18 negara, dibagi menurut pendapatan tinggi dan menengah ke bawah.

Prevalensi seumur hidup memperkirakan rata-rata 11,1 (kisaran 8,0 hingga 18,4) di negara-

negara berpenghasilan rendah dan 14,6 (kisaran 6,6 hingga 21,0) di negara-negara

berpenghasilan tinggi, sedangkan tingkat prevalensi 12 bulan rata-rata 5,5 tinggi (kisaran 2,2

hingga 8,3) dan 5,9 (kisaran 3,8). ke 10.4) di negara-negara berpenghasilan rendah. Perkiraan

prevalensi yang lebih baru dari studi The National Epidemiologic Survey on Alcohol and

Related Conditions (NESARC) adalah 13,2 untuk seumur hidup dan 5,3 untuk depresi mayor

12 bulan. Kumpulan temuan ini menunjukkan bahwa epidemiologi deskriptif gangguan mood

meskipun ada berbagai perkiraan, tingkat rata-rata baik depresi seumur hidup dan 12 bulan

cukup konsisten di seluruh penelitian yang menggunakan metodologi yang

sebanding.(Sadock, 2017)

Beberapa penelitian cross-sectional dan prospektif juga melaporkan tingkat gangguan

depresi mayor pada remaja. Tingkat seumur hidup gangguan depresi utama dalam rentang

masa kanak-kanak dari sekitar 0,6 hingga 4,8 persen dengan median 2,2 persen. Hasil

penelitian The National Comorbidity Survey-Adolescent supplement (NCS-A) pada remaja di

Amerika Serikat menghasilkan prevalensi depresi mayor seumur hidup dan 12 bulan masing-

masing sebesar 11,0 dan 7,5 persen. Keduanya The Tracking Adolescents’ Individual Lives

Survey(TRAILS) di Belanda juga menandai gangguan depresi utama dengan tingkat

keparahan berdasarkan kerusakan. Seperti yang diharapkan tingkat seumur hidup dalam

Page 14: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

8

penelitian ini secara substansial lebih rendah daripada gangguan depresi mayor tidak berat

dengan masing-masing seumur hidup dan tingkat 12 bulan 3,0 dan 2,3 persen. Dalam NCS-

A, prevalensi gangguan depresi mayor meningkat secara signifikan di seluruh remaja, dengan

peningkatan yang sangat mencolok di antara wanita daripada di antara pria. Sebagian besar

kasus gangguan depresi utama dikaitkan dengan komorbiditas psikiatri dan gangguan peran

berat, dan minoritas substansial melaporkan bunuh diri. Perawatan dalam beberapa bentuk

diterima oleh mayoritas remaja dengan depresi mayor sesuai DSM-IV periode 12 bulan (60,4

persen), tetapi hanya sebagian kecil yang menerima perawatan yang khusus gangguan

mental.(Sadock, 2017)

Demikian juga, banyak individu di masyarakat mungkin menunjukkan beberapa

(beberapa atau lebih) gejala depresi yang tidak mencapai tingkat keparahan atau ambang

durasi untuk gangguan suasana perasaan tertentu dalam sistem DSM-5 tetapi, bagaimanapun

juga memiliki morbiditas dan disfungsi yang besar. Meskipun ambang gangguan ini mungkin

bentuk yang kurang parah dari gangguan depresi mayor atau bipolar, mereka juga dapat

menyebabkan penderitaan dan disabilitas yang besar.(Sadock, 2017).

Tabel 1. Epidemiologi Gangguan Mood (Marwick K. , 2013)

2.3 Etiologi

Depresi adalah gangguan multifaktorial, dengan berbagai faktor risiko berinteraksi

dari berbagai aspek raut wajah pasien. Genetika, pola asuh awal dan kepribadian dapat

Page 15: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

9

meningkatkan kerentanan terhadap depresi, dengan episode yang timbul tergantung pada

tingkat stres akut dan kronis yang dialami.(Marwick K. , 2013)

Gambar 2. Model sederhana etiologi gangguan mood. (Marwick K. , 2013)

Teori dualistik yang memisahkan pikiran dan otak digantikan dengan model yang

lebih terintegrasi yang mempertimbangkan pengaruh biologis, psikologis, dan sosial yang

menghasilkan depresi. Pemahaman Kandel tentang interaksi pikiran-otak menyediakan model

untuk memahami sifat dan kemungkinan penyebab depresi, khususnya:

• semua proses mental berasal dari otak;

• gen dan produk proteinnya menentukan koneksi dan fungsi neuronal;

• pengalaman hidup memengaruhi ekspresi gen dan faktor psikososialumpan balik ke otak;

• mengubah ekspresi gen yang menghasilkan perubahan neuronalkoneksi berkontribusi

untuk menjaga kelainan perilaku;

• psikoterapi menghasilkan perubahan perilaku jangka panjang dengan mengubahekspresi

gen.(Friedman, 2014)

Oleh karena itu, baik faktor genetik dan lingkungan terlibat dalam etiologi dan

pengobatan depresi. Kemajuan terbaru dalam studi tentang dasar genetik depresi telah

menghasilkan temuan yang menarik, seperti polimorfisme fungsional dari gen transporter

serotonin, yang dapat digunakan untuk memprediksi respon serotonin reuptake inhibitor

Page 16: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

10

(SSRI) selektif dalam konteks stres kehidupan. Dengan demikian, depresi dapat dipahami

sebagai konsekuensi dari stres kehidupan yang berinteraksi dengan kerentanan genetik dan

kepribadian yang diwariskan yang menghasilkan disfungsi psikologis.(Friedman, 2014)

2.4. Diagnosis

Depresi ditandai dengan gejala yang umumnya terbagi dalam dua kategori: psikologis,

dan somatik (atau fisik). Yang pertama dicirikan oleh kesedihan yang terus-menerus, yang

disebut "dysphoria," dan keadaan yang terus-menerus kekurangan kenikmatan atau

kesenangan biasa dalam kegiatan yang sebelumnya menyenangkan, disebut "anhedonia."

Awalnya dikembangkan di Inggris dan sedang diselidiki di Universitas Columbia di New

York City, depresi atipikal mengacu pada kelelahan yang ditumpangkan pada sejarah

kecemasan dan fobia somatik, bersama dengan tanda vegetatif terbalik (suasana yang lebih

buruk di malam hari, insomnia, kecenderungan untuk tidur nyenyak dan makan berlebihan).

Pengalaman menunjukkan bahwa tanda vegetatif terbalik lainnya meningkatkan minat dan /

atau hasrat seksual, meskipun tetap tidak terdeskripsikan dalam literatur ini. Tidur terganggu

pada paruh pertama malam pada banyak orang dengan gangguan depresi atipikal, dan

iritabilitas, hipersomnolen, dan kelelahan siang hari. Temperamen pasien-pasien ini dicirikan

oleh sifat-sifat yang sensitif. MAOI dan antidepresan serotonergik tampaknya menunjukkan

beberapa spesifisitas untuk pasien seperti itu, yang merupakan alasan utama bahwa depresi

atipikal dianggap serius.(Sadock, 2017)(Friedman, 2014)

Page 17: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

11

Gambar 3. Dimensi Gejala Episode Depresi mayor(Stahl, 2013)(APA, 2013)

ICD-10 telah menetapkan pedoman diagnostik tertentu untuk mendiagnosis episode

depresif. Durasi minimum episode adalah 2 minggu dan setidaknya dua dari tiga gejala

depresi, kehilangan minat atau kesenangan dan peningkatan kelelahan harus ada. Episode

depresif dapatdinilai ringan, sedang atau berat tergantung pada jumlah dan keparahan gejala.

Episode depresi yang terjadi dengan halusinasi, delusi, atau pingsan depresif selalu

dikodekan sebagai 'parah dengan fitur psikotik.Episode biasanya mulai selama periode

prodromal berminggu-minggu sampai berbulan-bulan. Pada DSM-5 diagnosis gangguan

depresi utama membutuhkan salah satu dari berikut: (1) suasana hati disforik atau (2)

penurunan minat dalam kegiatan biasa. Gejala seperti itu harus dipertahankan setidaknya

selama 2 minggu, dan tidak dapat dijelaskan dengan proses lain yang diketahui menyebabkan

gejala depresi, seperti berkabung normal, kondisi fisik tertentu yang umumnya terkait dengan

depresi, atau gangguan mental lainnya. Ini bisa menjadi satu episode atau, umumnya,

berulang, atau keduanya. Berdasarkan DSM-5, Gangguan depresi meliputi disruptive mood

dysregulation, gangguan depresi mayor, gangguan depresi persisten (distimia), premenstual

dysphoric disorder, substance/ medication-induce depressive disorder, gangguan depresi yang

Page 18: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

12

berhubungan dengan kondisi medis lainnya, gangguan depresi yang tidak spesifik, dan

gangguan depresi yang tidak tergolongkan. Tidak seperti DSM-IV, pada DSM-5, gangguan

depresi sudah dipisahkan dengan gangguan afektif bipolar. Gangguan utama pada penyakit

ini adalah penampakan sedih saat ini, kosong, atau mood yang iritabel, diikuti dengan

perubahan somatik dan kognitif secara signifikan mempengaruhi fungsi sehari-hari

seseorang. Macam-macam gangguan depresi pada DSM-5 ini kemudian dibedakan

berdasarkan durasinya, waktu atau etiologinyaKriteria Depresi menurut Diagnostic And

Statistical Manual OfMental Disorder, Fifth Edition(DSM-5),yang menggunakan istilah

Major Depressive Disorder (MDD) atau selanjutnya disebut Gangguan Depresi Mayor

(GDM) yaitu harus memenuhi kriteria :

A. Lima atau lebih dari gejala dibawah ini yang sudah ada bersama-sama selama 2 minggu

dan memperlihatkan perubahan fungsi dari sebelumnya; minimal terdapat 1 gejala dari

(1) mood yang depresi atau (2) hilangnya minat.

Catatan : Jangan memasukkan gejala yang merupakan bagian dari gangguan kondisi

medis lainnya.

1. Mood depresi sepanjang hari, hampir setiap hari, yang ditunjukkan oleh baik laporan

subyektif (misalnya perasaan sedih, kosong, tidak ada harapan) atau observasi orang

lain (misalnya terlihat menangis). (Catatan : pada anak-anak dan remaja, bisa mood

yang iritabel).

2. Secara nyata terdapat penurunan minat atas seluruh rasa senang, aktifitas harian,

hampir setiap hari (yang ditandai oleh perasaan subyektif atau objektif).

3. Kehilangan atau peningkatan berat badan yang nyata tanpa usaha khusus (contoh :

perubahan 5% atau lebih berat badan dalam 1 bulan terakhir), atau penurunan dan

peningkatan nafsu makan yang hampir terjadi setiap hari. (catatan : Pada anak-anak,

perhatikan kegagalan mencapai berat badan yang diharapkan).

Page 19: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

13

4. Sulit tidur atau tidur berlebih hampir setiap hari.

5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (teramati oleh orang lain, bukan

semata-mata perasaan gelisah atau perlambatan yang subyektif).

6. Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.

7. Perasaan tidak berguna atau rasa bersalah yang mencolok (bisa bersifat waham)

hampir setiap hari (bukan semata-mata menyalahkan diri atau rasa bersalah karena

menderita sakit).

8. Penurunan kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi, atau penuh keragu-raguan

hampir setiap hari (baik sebagai hal yang dirasakan secara subyektif atau teramati

oleh orang lain).

9. Pikiran berulang tentang kematian (bukan sekedar takut mati), pikiran berulang

tentang ide bunuh diri dengan atau tanpa rencana yang jelas, atau ada usaha bunuh

diri atau rencana bunuh diri yang jelas.

B. Gejala-gejala ini secara klinis nyata menyebabkan distress atau hendaya dalam fungsi

sosial, pekerjaan, atau area penting kehidupannya.

C. Episodenya tidak terkait dengan efek fisiologis zat atau kondisi medis lainnya.

Catatan : Kriteria A-C menggambarkan episode depresi.

Respon kehilangan yang bermakna (misalnya berduka, masalah financial, lolos dari

bencana, penyakit berat atau disabilitas) termasuk perasaan sedih yang berat, pemikiran

tentang kehilangan, sulit tidur, kehilangan nafsu makan, dan penurunan berat badan

seperti yang terdapat di kriteri A, mungkin menyerupai depresi. Walaupun gejala-gejala

tersebut mungkin dapat dipahami atau dipertimbangkan sebagai respon normal terhadap

kehilangan yang bermakna, harus secara hati-hati tetap dipertimbangkan. Keputusan ini

tidak dapat dipungkiri membutuhkan pelatihan keterampilan klinis berdasarkan riwayat

hidup individu dan norma budaya dalam menentukan distress akibat kehilangan.

Page 20: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

14

D. Keberadaan episode depresi tidak dapat dijelaskan pada gangguan skizoafektif,

skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau spektrum skizofrenia lainnya yang

tidak spesifik.

E. Tidak pernah dijumpai episode manik atau hipomanik. (APA, 2013)(Sadock,

2017)(Marwick K. , 2013)(Friedman, 2014)

Page 21: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

15

Tabel 2. Karakterisasi Gangguan Depresi Mayor menurut ICD-10 dan DSM-5

(Friedman, 2014)(Friedman, 2014)(APA, 2013)

Gejala depresi sering dijumpai pada orang yang sakit secara medis. Namun, hanya

sejumlah pasien yang menderita gangguan depresi mayor menurut kriteria DSM, yaitu,

perasaan depresi yang terkait dengan kehilangan minat atau kesenangan, perubahan nafsu

Page 22: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

16

makan, gangguan tidur, retardasi psikomotor atau agitasi, kelelahan, perasaan tidak berharga

dan rasa bersalah. , dan pikiran untuk bunuh diri. Penyakit fisik dapat memainkan peran

penyebab dengan menginduksi kerusakan otak struktural (misalnya stroke) atau mengubah

mekanisme neurotransmiter (misalnya sindrom Cushing). Dalam beberapa kasus, peristiwa

kehidupan yang penuh stres dapat menjadi faktor yang berkontribusi terhadap timbulnya

penyakit yang bermanifestasi dengan depresi (misalnya hipertiroidisme).(Cosci, Fiammetta;,

2015)

Tabel 3. Manifestasi awal dari penyakit medis. (Cosci, Fiammetta;, 2015)

2.5. Patofisiologi

2.5.1. Teori Biologi

Telah dipikirkan selama berabad-abad bahwa setidaknya beberapa bentuk depresi

disebabkan oleh atau dipelihara oleh gangguan fungsi otak, dan sejak tahun 1960-an, telah

Page 23: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

17

dimungkinkan untuk mempelajari proses neurobiologis tertentu yang terkait dengan etiologi

dan patogenesis gangguan mood. Beberapa penelitian telah menginformasikan penelitian di

bidang ini. Pertama, heritabilitas gangguan suasana perasaan telah menyarankan bahwa

dasar-dasar neurobiologi depresi mungkin terkait dengan gen tertentu. Kedua, pemahaman

yang lebih rinci tentang neurobiologi respons stres telah menginformasikan model stres-

diatesis interaktif dari kerentanan. Ketiga, penemuan generasi pertama penatalaksanaan

"somatik" (yaitu, ECT dan antidepresan TCA dan MAOI) pada tahun 1940-an dan 1950-an

menunjukkan target neurobiologis yang berpotensi reversibel untuk intervensi. Metodologi

untuk mempelajari neurobiologi gangguan suasana perasaan telah berkembang lebih canggih,

penelitian yang menggunakan indikator tidak langsung dari fungsi otak, seperti kadar

metabolit monoamine atau kortisolurin, plasma, atau CSF, sebagian besar telah digantikan

oleh penelitian yang dipandu secara translasi dari transkrip gen dan proteomik. Demikian

juga, pengukuran kasar fungsi regional otak , seperti rekaman potensi yang ditimbulkan atau

pola aktivitas electroencephalographic (EEG) saat bangun dan tidur, sebagian besar telah

memberikan cara untuk strategi neuroimaging yang memungkinkan aktivitas daerah atau

sirkuit saraf tertentu untuk diperiksa saat istirahat dan selama tantangan provokatif.(Sadock,

2017)

Perubahan dalam aktivitas saraf dan dalam efisiensi pemrosesan informasi dalam

masing-masing dari sebelas daerah otak yang ditunjukkan di sini dapat menyebabkan gejala

episode depresi besar. Fungsionalitas di setiap wilayah otak secara hipotesis dikaitkan dengan

konstelasi gejala yang berbeda. PFC, korteks prefrontal; BF, otak depan basal; S, striatum;

NA, nucleus accumbens; T, talamus; Hy, hipotalamus; A, amygdala; H, hippocampus; NT,

pusat neurotransmitter batang otak; SC, sumsum tulang belakang; C, serebelum.(Stahl,

2013)(Sadock, 2017)

Page 24: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

18

Gambar 4. Gejala depresi dan sirkuit di otak.(Stahl, 2013)(Sadock, 2017)

Tanda-tanda, gejala, dan pengalaman subjektif yang terkait dengan depresi telah lama

terkait disfungsi proses sistem saraf pusat dasar (SSP). Sehubungan dengan fungsi kortikal,

depresi melibatkan beberapa gangguan pemrosesan informasi. Kebanyakan orang yang

depresi secara otomatis menafsirkan pengalaman dari perspektif negatif, dan aksesnya ke

memori negatif. Keadaan depresi yang lebih parah, kognisi dan keterampilan pemecahan

masalah semakin lengkapi dengan konsentrasi yang buruk dan menurunnya kemampuan

untuk menggunakan pemikiran abstrak. Sebuah monolog virtual pikiran dan gambar negatif

tampaknya berjalan dengan autopilot, dan, tidak seperti keadaan normal kesedihan, ventilasi

ke orang kepercayaan memiliki sedikit efek yang menguntungkan. Pada kasus yang lebih

ekstrim, delusi atau halusinasi, atau keduanya, benar-benar mendistorsi pengujian realitas.

Perubahan neurokognitif ini menunjukkan disfungsi yang melibatkan hipokampus,

korteksprefrontal(PFC), amigdala dan struktur limbik lainnya.

Karakteristik depresi berdasarkan biologis lainnya melibatkan penurunan minat dan

hilangnya reaktivitas suasana hati: Aktivitas yang spontan, tujuan yang disutradarai menurun,

dan peristiwa yang seharusnya meningkatkan suasana perasaan memiliki sedikit atau tidak

Page 25: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

19

berpengaruh sama sekali. Satu berkorelasi kehilangan minat adalah penurunan arti penting

penguatan. Bahkan fungsi dasar seperti nafsu makandan libido berkurang dalam depresi

berat. Anhedonia dan penurunan titik perilaku nafsu makan untuk disfungsi sirkuit saraf yang

terlibat dalam antisipasi dan penyempurnaan penghargaan, yang melibatkan thalamus,

hipotalamus, nukleus akumbens, anterior cingulate, dan PFC.(Sadock, 2017)(Marwick K. ,

2013)

Tingkat depresi yang lebih berat dan persisten, termasuk yang diklasifikasikan

sebagai gangguan depresi mayor, berhubungan dengan gangguan neurobiologis yang luas,

yang pada gilirannya terkait dengan setidaknya beberapa perbedaan yang diamati dalam

presentasi klinis dan respons terhadap perawatan khusus. Beberapa gangguan lebih baik

dipahami sebagai sifat, yang mungkin diwariskan atau diperoleh, sedangkan yang lain jelas

tergantung pada tingkatan dan dapat dipulihkan dengan pengobatan atau remisi spontan.

Beberapa kelainan yang bergantung pada tingkatan terkait dengan gangguan depresi mayor,

yang terjadi lebih sering pada pasien yang lebih tua dengan gejala yang lebih berat, termasuk

peningkatan tidur faseRapid Eye Movements (REM), pemeliharaan tidur yang buruk,

hiperkortisolisme, gangguan imunitas seluler, penurunan aliran darah otak anterior dan

metabolisme glukosa, dan peningkatan metabolisme glukosa di amigdala. Bersama-sama,

perubahan ini tampaknya mencerminkan efek progresif dari respons jangka pendek adaptif

terhadap stres berkelanjutan. Begitu bermanifestasi dalam bentuk ini, episode depresi berat

atau depresi melankolis cenderung lebih lama, lebih melumpuhkan, lebih mudah kambuh,

dan lebih mungkin mendapat manfaat dari farmakoterapi atau ECT (vis-à-vis nonspesifik atau

intervensi psikoterapi).(Sadock, 2017)(Friedman, 2014)

Hipotesis di neurotropik dari tingkat depresi dinyatakan bahwa depresi dapat

disebabkan oleh turunnya sintesis protein yang terlibat dalam neurogenesis dan plastisitas

sinaptik.Salah satu mekanisme kandidat yang telah diusulkan sebagai tempat kemungkinan

Page 26: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

20

cacat dalam transduksi sinyal dari reseptor monoamina dalam depresi adalah gen target untuk

faktor neurotropik yang diturunkan dari otak (BDNF). Biasanya, BDNF menopang

kelangsungan hidup neuron otak, tetapi di bawah tekanan, gen untuk BDNF dapat ditekan.

Stres dapat menurunkan level 5HT dan dapat meningkat secara akut, kemudian secara kronis

berkurang, baik NE dan DA. Perubahan neurotransmiter monoamine bersama dengan jumlah

BDNF yang kurang dapat menyebabkan atrofi dan kemungkinan apoptosis neuron yang

rentan di hippocampus dan area otak lainnya seperti prefrontal cortex. Konsep tentang atrofi

hippocampal yang telah dilaporkan berkaitan dengan stres kronis dan depresi mayor dan

berbagai gangguan kecemasan, terutama PTSD. Untungnya, beberapa kehilangan neuronal

ini bisa reversibel. Yaitu, pemulihan transduksi sinyal transduksi yang berhubungan dengan

monoamine oleh antidepresan dapat meningkatkan BDNF dan faktor trofik lainnya dan

berpotensi mengembalikan sinapsis yang hilang. Di beberapa area otak seperti hippocampus,

tidak hanya dapat sinaps berpotensi dipulihkan, tetapi ada kemungkinan bahwa beberapa

neuron yang hilang bahkan mungkin digantikan oleh neurogenesis.(Stahl, 2013)

Neuron dari daerah hipokampus dan amygdala biasanya menekan aksis hipotalamus-

hipofisis-adrenal, jadi jika stres menyebabkan neuron hippokampus dan amigdala menjadi

atrofi, dengan hilangnya input penghambatan ke hipotalamus, ini dapat menyebabkan untuk

overaktivitas sumbu HPA. Pada depresi, kelainan pada aksis HPA telah lama dilaporkan,

termasuk peningkatan kadar glukokortikoid dan ketidakpekaan sumbu HPA terhadap

penghambatan umpan balik. Beberapa bukti menunjukkan bahwa glukokortikoid pada tingkat

tinggi bahkan bisa menjadi racun bagi neuron dan berkontribusi pada atrofi mereka di bawah

tekanan kronis. Pengobatan antidepresan baru dalam pengujian yang menargetkan reseptor

corticotropin-releasing factor 1 (CRF-1), reseptor vasopresin 1B, dan reseptor

glukokortikoid, dalam upaya untuk menghentikan dan bahkan membalikkan kelainan HPA

ini pada depresi dan stres lainnya. terkait penyakit kejiwaan.(Stahl, 2013).

Page 27: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

21

Peningkatan aktivitas HPA adalah ciri respons stres mamalia dan salah satu hubungan

paling jelas antara depresi dan biologi stres kronis. Hiperkortisolemia pada depresi

menunjukkan satu atau lebih gangguan sentral berikut: penurunan tonus 5-HT penghambatan;

peningkatan drive dari NE, ACh, atau CRH; atau penurunan inhibisi umpan balik dari

hippocampus.

Bukti peningkatan aktivitas HPA terlihat pada 20 hingga 40 persen pasien rawat jalan

yang depresi dan 40 hingga 60 persen pasien rawat inap yang depresi. Pasien yang lebih tua,

terutama mereka dengan gangguan depresi yang sangat berulang atau psikotik, adalah yang

paling mungkin untuk menunjukkan peningkatan aktivitas HPA. Meskipun hypercortisolism

adalah salah satu korelasi biologis terbaik dari melankolis atau depresi endogen, hampir tidak

ada kelainan spesifik. Misalnya, periode singkat kelaparan atau beberapa minggu kurang

tidur secara parsial dapat menyebabkan hiperkortisolisme pada orang yang sehat.(Sadock,

2017)

Subkelompok pasien depresi yang lebih besar (20 hingga 30 persen) menunjukkan

respons TSH yang tumpul terhadap tantangan TRH. Jenis respons ini biasanya menunjukkan

hipertiroidisme, namun beberapa pasien depresi memiliki peningkatan hormon tiroid yang

signifikan secara klinis. Respons TSH yang tumpul pada orang eutiroid dapat diakibatkan

oleh penurunan regulasi hipofisis akibat peningkatan TRH ―drive.‖ Karena neuron yang

mengandung TRH telah diidentifikasi dalam berbagai daerah kortikal, kelainan ini mungkin

memiliki asal suprahypothalamic. Peningkatan sekresi TRH sentral, pada gilirannya, dapat

dihasilkan dari respon homeostasis terhadap penurunan neurotransmisi noradrenergik.

Manfaat terapeutik terapi ajuvan dengan 1-triiodothyronine (T3) atau hormon tiroid lainnya

dapat dimediasi oleh peredam respon homeostasis yang gagal ini. Kelainan ini mungkin

paling umum pada individu yang memiliki kemampuan untuk mengubah tiroksin menjadi T3.

Implikasi terapeutik utama dari respons TSH yang tumpul adalah bukti peningkatan risiko

Page 28: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

22

kambuh meskipun terapi antidepresan preventif. Dari catatan, tidak seperti tes penekanan

deksametason (DST), respons TSH tumpul terhadap TRH sering tidak menormalkan dengan

pengobatan yang efektif.(Sadock, 2017)

2.5.2. Teori kognitif

Teori belajar telah lama menjadi cabang psikologi perilaku. Aaron Beck, menemukan

bahwa teori psikoanalitik tidak cukup menjelaskan mimpi pasien depresi, mengembangkan

teori depresi berdasarkan mendidik pasien tentang pemikiran negatifnya, atau kognisi. Beck

dan rekannya kemudian berhasil menguji CBT, sebuah perawatan yang dibangun di atas teori

ini, dalam uji klinis. Model kognitif didasarkan pada pengakuan bahwa orang tidak objektif;

sebaliknya, persepsi idiosinkratik individu tentang peristiwa memengaruhi emosi dan

perilakunya. Individu yang depresi merasakan realitas dengan cara tertekan yang subjektif.

Pembahasan yang rumit tentang teori kognitif ada, dan penjelasan kognitif telah diperpanjang

dari asal depresif awal mereka ke berbagai psikopatologi. Brad Alford dan Beck berpendapat

bahwa teori kognitif memberikan paradigma yang komprehensif dan koheren untuk

psikopatologi.

Observasi awal Beck tentang depresi besar memiliki arti-penting dan kesederhanaan

yang patut diulang. Dia mencatat bahwa pasien yang depresi cenderung memiliki pikiran

miring dan negatif tentang :

1) diri mereka sendiri,

2) lingkungan mereka, dan

3) masa depan, suatu klaster yang ia disebut trias kognitif.

Teori kognitif telah mengeksplorasi bentuk serta isi karakteristik berpikir pasien

depresi. Tidak hanya kognisi yang condong ke negatif dan pesimis, tetapi jenis distorsi

tertentu terjadi. Orang yang depresi cenderung terlibat dalam "semua atau tidak sama sekali,"

Page 29: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

23

pemikiran dikotomi: Jika segala sesuatu tidak sepenuhnya satu arah, maka mereka harus

menjadi lawan. Individu yang depresi membuat kesimpulan yang tidak berdasarkan akal

sehat (negatif) tentang peristiwa, secara selektif mendeskripsikan detail negatif di luar

konteks, generalisasi berlebihan (menyimpulkan aturan negatif dari satu kejadian),

memperbesar (negatif) dan meminimalkan (yang positif), dan mengambil peristiwa pribadi

yang mungkin tidak secara langsung tentang mereka.

Terapi kognitif, penatalaksanaan yang mengikuti dari pendekatan ini, termasuk

diskusi Socrates dan evaluasi pikiran pasien, menimbang bukti yang mendukung dan

bertentangan dengan pemikiran tersebut. Pasien secara aktif menguji hipotesis berdasarkan

pemikiran otomatis (―Saya akan gagal pada apa pun yang saya lakukan‖) dengan mencoba

berbagai perilaku yang dipilih sebagai pekerjaan rumah. Ketika pasien belajar untuk

mengenali sifat irasional dari pemikiran depresif, dia dapat menantang dan bukan sekadar

memercayainya dan dapat mulai memadamkan pemikiran tersebut, menggantikan pemikiran

irasional otomatis dengan tanggapan rasional. Hasil penelitian berulang kali menunjukkan

bahwa pendekatan ini berkhasiat dalam mengobati gangguan mood dan sindrom kejiwaan

lainnya.(Sadock, 2017), (Friedman, 2014)

Memang, individu yang depresi sering melaporkan pemikiran negatif tentang diri

mereka sendiri: "Saya pecundang," "Semua yang saya lakukan salah," "Saya lemah dan

rusak." Lingkungan tampak bermusuhan dan luar biasa: "Bahkan jika saya merasa mampu—

yang tidak saya lakukan — tidak mungkin saya bisa mengatasi apa yang harus saya lakukan

‖; ―Teman-teman saya akan bereaksi buruk jika saya mencoba berbicara‖; ―Dia akan menolak

saya.‖ Akhirnya, bukan hanya hal-hal yang terlihat suram di masa sekarang, tetapi tidak ada

prospek yang melegakan di masa depan: ―Tidak akan pernah menjadi lebih baik.‖ Ketiga

aspek dari perspektif negatif ini bertemu untuk menyediakan secara meyakinkan, pandangan

dunia yang suram dan putus asa. Pandangan ini membantu menjelaskan mengapa pasien

Page 30: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

24

depresi tidak melihat jalan keluar dari kesengsaraan dan memikirkan untuk bunuh diri. Model

kognitif, yang dikembangkan oleh Aaron Beck di University of Pennsylvania, berhipotesis

bahwa berpikir sepanjang garis negatif (misalnya, berpikir bahwa seseorang tidak berdaya,

tidak layak, atau tidak berguna) adalah ciri khas depresi klinis. Akibatnya, depresi

didefinisikan ulang dalam hal trias kognitif, yang menurut pasien menganggap diri mereka

tidak berdaya, menafsirkan sebagian besar peristiwa yang tidak menguntungkan vis-à-vis the

self, dan percaya masa depan menjadi putus asa. Dalam formulasi terbaru dalam psikologi

akademis, kognisi ini dikatakan dicirikan oleh gaya atribusi negatif yang bersifat global,

internal, dan stabil dan yang ada dalam bentuk skema mental laten yang menghasilkan

interpretasi bias dari peristiwa kehidupan. Karena model kognitif didasarkan pada

pengamatan retrospektif dari orang yang sudah depresi, hampir tidak mungkin untuk

membuktikan bahwa atribusi kausal seperti skemata mental negatif mendahului dan, oleh

karena itu, predisposisi untuk depresi klinis; mereka dapat dengan mudah dianggap sebagai

manifestasi subklinis depresi. Kepentingan teoritis dari model kognitif terletak pada jembatan

konseptual yang disediakan antara model depresi egopsikologis dan perilaku. Hal ini juga

menyebabkan sistem psikoterapi baru dan diterima secara luas yang mencoba untuk

mengubah gaya atribusi negatif, untuk meringankan keadaan depresi, dan, akhirnya, untuk

membentengi pasien dari penyimpangan di masa depan menjadi berpikir negatif, putus asa,

dan depresi.(Sadock, 2017).(Friedman, 2014)

2.5.3. Teori interpersonal

Teori interpersonal berasal dari era setelah Perang Dunia II, ketika muncul sebagai

respons sesat terhadap penekanan psikoanalisis yang lebih intrapsikis. Teori psikoanalitik

menekankan pentingnya pengalaman hidup awal, dan banyak terapis pada waktu itu melihat

struktur psikis pasien sebagai dasarnya dibentuk pada akhir masa remaja. Psikiater seperti

Page 31: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

25

Adolf Meyer, Harry Stack Sullivan, Erich Fromm, dan Frieda Fromm-Reichmann menantang

teori saat ini dengan menekankan pengaruh dampak nyata dari peristiwa kehidupan saat ini

pada psikopatologi pasien mereka, yang berfokus pada pertemuan lingkungan dan

interpersonal daripada intrapsychic yang mendasarinya. drive dan struktur.

Sullivan menciptakan istilah "interpersonal" sebagai rubrik untuk mempertimbangkan

pengalaman hidup saat ini. Dia meneliti komunikasi di bidang sosial, pandangan yang lebih

"eksternal" daripada psikoanalisis tradisional.

Para peneliti mengembangkan sejumlah data terkait tentang masalah interpersonal

yang terkait dengan depresi. Sebagai contoh, penelitian menunjukkan bahwa dukungan

antarpribadi melindungi seseorang terhadap depresi: Memiliki orang yang dapat dipercaya

untuk berbicara mengurangi risiko mengembangkan episode depresi. Pemicu utama

kehidupan, termasuk kematian orang lain yang signifikan, perjuangan dalam hubungan

penting, dan pergolakan seperti perubahan status perkawinan, perumahan, status pekerjaan,

atau kesehatan fisik telah terbukti meningkatkan risiko episode depresi pada individu yang

rentan. Selain itu, onset episode depresif menyebabkan kerusakan dalam hubungan dan

fungsi sosial.

John Bowlby mendalilkan bahwa orang-orang memiliki dorongan insting yang

evolusioner untuk membentuk ikatan emosional. Bukti binatang sekarang mendukung teori

ini. Komponen dasar dari sifat manusia ini menjamin kelangsungan hidup bayi: Anak-anak

harus memiliki orang tua terdekat atau tersedia untuk makan dan perlindungan. Ketika anak-

anak berkembang, mereka mulai mengeksplorasi lingkungan mereka, secara bertahap

bergerak keluar dari "basis aman" dari sosok lampiran mereka. Gangguan dalam hubungan

pengasuhan awal ini dapat menyebabkan kerentanan gaya lampiran. Misalnya, kehilangan ibu

seseorang di dekade pertama kehidupan telah terbukti menjadi faktor risiko untuk depresi

berikutnya. Anak-anak dengan keterikatan masa kecil yang tidak aman mungkin tidak belajar

Page 32: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

26

untuk meminta bantuan dari orang lain. Ketika individu yang rentan menghadapi stressor atau

merasa tidak adanya atau tidak memadainya dukungan interpersonal selama masa stres,

mereka mungkin tidak berdaya untuk merespons secara efektif dan rentan untuk

mengembangkan gejala. Lebih jauh lagi, individu dengan gaya keterikatan yang tidak aman

mungkin mengalami kesulitan dalam mengembangkan hubungan yang nyaman di mana

mereka dapat mengandalkan dukungan pada saat dibutuhkan.(Sadock, 2017),(Friedman,

2014)

2.5.4. Teori Psikoanalitik

Fitur umum untuk banyak teori psikoanalitik depresi termasuk perasaan kerentanan

narsistik yang indah yang berasal dari berbagai sumber, termasuk kehilangan awal atau

pengalaman dengan orang tua dirasakan sebagai traumatis unempathic, frustasi, atau

menolak. Rasa tidak berdaya atau ketidakmampuan dalam kaitannya dengan pengalaman-

pengalaman ini, disertai fantasi kerusakan atau pengebirian, dapat berkontribusi pada

kerentanan ini. Kerusakan yang dihasilkan dalam regulasi self-esteem adalah umum untuk

semua pasien yang depresi, yang rentan terhadap citra diri yang tidak mudah dicintai, rusak,

atau tidak memadai.

Pasien depresi merasa bahwa mereka gagal memenuhi ambisi mereka atau nilai moral

mereka dalam ego ideal, mekanisme intrapsik yang memicu rasa bersalah dalam depresi.

Banyak psikoanalis yang berhipotesis bahwa agresi yang diakibatkannya terhadap orangtua

yang frustasi, atau terhadap diri sendiri sebagai rusak, berkontribusi secara meyakinkan

terhadap kecenderungan terhadap depresi. Pada pasien yang depresi, agresi sebagian besar

diarahkan sendiri. Rasa bersalah (sadar atau tidak sadar) atau rasa malu secara teoretis

dihasilkan dari perasaan gagal yang dirasakan pasien, dengan perasaan diri yang berkurang.

Kesulitan dalam pengaturan harga diri berkontribusi pada representasi diri menjadi "buruk"

Page 33: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

27

atau memalukan di luar kendali, memperparah masalah asli dalam lingkaran setan.(Sadock,

2017)(Friedman, 2014)

Respon terhadap kehilangan / Kemarahan ke Dalam

Pemahaman psikoanalitik klasik tentang depresi dinyatakan oleh Karl Abraham, Freud,

dan Sandor Rado dan menekankan reaksi pasien yang depresi terhadap kehilangan objek,

dalam kenyataan atau dalam fantasi. Dalam formulasi-formulasi ini, respons yang sangat

besar terhadap kehilangan diyakini terjadi sebagian karena kerugian saat ini memicu

kerugian sebelumnya, kehilangan masa kanak-kanak, juga baik dari alam fantasi atau

realitas. Para penulis ini mencatat hubungan objek ambivalen atau bermusuhan pasien

yang lemah, bersama dengan lampiran objek yang ditandai oleh ketergantungan

berlebihan, ditandai dengan penekanan pada kebutuhan kepuasan dalam hubungan

emosional. Depresi besar hanya terjadi setelah ikatan ke objek hancur. Dalam Mourning

and Melancholia, Freud menyoroti cara di mana pasien depresi secara irasional

menyerang diri mereka sendiri. Dalam formulasinya, ini terjadi karena aspek objek

ambivalen menjadi terinternalisasi, atau dimasukkan, ke dalam rasa diri pasien, dan

permusuhan yang diarahkan ke objek justru diarahkan pada diri. Keadaan ini berfungsi

untuk mempertahankan hubungan dengan orang lain (objek) dalam kenyataan.

Merasa bersalah (Guilt)

Melanie Klein mendalilkan bahwa pasien yang depresi takut bahwa mereka tidak dapat

melindungi "yang lain" yang diidealkan, atau yang baik, yang diinternalisasi dari

kerusakan, impuls yang penuh kemarahan. Meskipun menekankan sisi yang berbeda dari

depresi mayor, pandangan ini bertepatan dengan fokus Freud pada penghancuran ikatan

objek pada depresi mayor. Akibatnya, karakteristik pasien depresi yaitu rasa bersalah,

penghambatan, dan berkembangnya superego yang menghukum. Namun, tidak semua

depresi ditandai oleh rasa bersalah yang berlebihan, dan deskripsi Klein hanya berlaku

Page 34: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

28

untuk subset pasien ini. Klein juga menyoroti bahaya bahwa pasien yang depresi

memprediksikan ―kemenangan‖ atas orang tua atau saudara kandung melalui kesuksesan

hidup apa pun: Keberhasilan dialami sebagai penghinaan yang agresif terhadap orang

yang dicintai atau sebagai perusakan kepada orang lain. Klein berteori bahwa idealisasi

dan devaluasi adalah "pertahanan manik" melawan rasa bersalah dan rasa kehilangan

yang dialami dalam depresi.

Penurunan dalam Regulasi Self-Esteem

Ciri umum pasien dengan depresi berat adalah hilangnya harga diri. Namun kehilangan

harga diri dapat terjadi tanpa adanya depresi. Edward Bibring tidak setuju dengan

formulasi Klein yang menekankan pentingnya superego hukuman dan berpendapat

bahwa konflik tentang agresi dan kehilangan objek adalah penentu sekunder dalam

depresi. Dia memandang depresi sebagai akibat dari perasaan tidak berdaya, gangguan

harga diri, dan kemarahan yang diarahkan sendiri yang dipicu oleh kegagalan untuk

hidup sesuai dengan aspirasi narsistik dari setiap fase perkembangan.Brenner

menyatakan bahwa fantasi-fantasi ini disertai dengan agresi reaktif terhadap orang-orang

yang disalahkan atas pengaruh menyakitkan, dengan konsekuensi rasa bersalah.Banyak

psikoanalis kontemporer memperkuat model-model ini dalam pemahaman mereka

tentang depresi, sementara mengakui pentingnya regulasi harga diri yang lemah. Edith

Jacobson menekankan pengembangan representasi diri dan objek pada pasien depresi.

Dia mencatat kekecewaan pasien depresi dengan angka orang tua, yang mengakibatkan

devaluasi dan degradasi citra mereka dan representasi diri, terutama ketika pemisahan

yang matang belum tercapai.

Kekurangan dari Caregiver Awal

Psikoanalis telah memberikan pribadi, wajah intrapsikik ke pengamatan epidemiologi

terkenal tentang hubungan antara depresi orangtua (terutama ibu) dan depresi berikutnya

Page 35: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

29

pada anak-anak. Hans Kohut menggambarkan depresi terkait dengan pengalaman

kekosongan mendalam pada pasien yang orang tuanya tidak dapat berempati dengan

pengalaman afektif awal mereka. Begitulah yang terjadi, karena banyak orang tua dari

pasien yang depresi itu sendiri mengalami depresi. Pasien-pasien ini mendambakan

hubungan kompensasi (hubungan "selfobject", pengalaman mirroring, dan hubungan

idealisasi), membuat mereka rentan terhadap kekecewaan, karena hubungan nyata tidak

dapat memenuhi fantasi kompensasi ini.(Sadock, 2017)(Friedman, 2014)

Gambar 5. Ringkasan pengobatan lini pertama untuk depresi (NICE Guidelines

2009).(Marwick K. , 2013)

Gangguan depresi mayor biasanya merupakan gangguan episode depresi berulang

daripada satu episode. Beberapa pilihan pengobatan tersedia untuk menangani pasien dengan

gangguan depresi mayor dan daftar perawatan terus berkembang.

Depresi adalah self-limiting, dan tanpa pengobatan episode depresi pertama umumnya

akan membaik dalam waktu 6 bulan sampai 1 tahun. Namun, jalannya depresi sering kronis

dan kambuh dan sekitar 80% pasien mengalami episode depresi lebih lanjut, dengan risiko

episode masa depan meningkat dengan setiap kekambuhan. Depresi adalah salah satu faktor

risiko paling penting pada kejadian bunuh diri; tingkat bunuh diri lebih dari 20 kali lebih

Page 36: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

30

besar pada pasien dengan depresi dibandingkan dengan mereka pada populasi

umum.(Sadock, 2017),(Marwick K. , 2013).

Page 37: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

31

BAB III

RINGKASAN

Gangguan mood atau ‗gangguan afektif‘ adalah istilah yang sekarang banyak

diterapkan pada berbagai kondisi umum di mana gejala yang paling menonjol adalah

peningkatan atau depresi suasana hati.Gangguan mood sering disebut gangguan afektif,

karena afek adalah tampilan eksternal dari suasana hati, emosi yang dirasakan secara internal.

Secara umum, dua jenis gangguan afektif utama dapat dibedakan: (1) Depresi besar gangguan

(MDD), terutama ditandai oleh suasana hati rendah (perasaan sedih dan putus asa); (2)

gangguan bipolar (BP), ditandai dengan episode depresif dan periode mania atau

hipomania.Gangguan depresi secara umum ditandai dengan adanya suasana hati yang sedih,

kosong, atau mudah tersinggung dan berbagai perubahan somatik dan kognitif

lainnya.Depresi saat ini merupakan kondisi medis yang paling mematikan keempat di dunia

dan diprediksi menjadi yang kedua setelah penyakit jantung iskemik.

Depresi adalah gangguan dengan penyebab multifaktorial, genetika, pola asuh awal

dan kepribadian dapat meningkatkan kerentanan terhadap depresi, dengan episode yang

timbul tergantung pada tingkat stres akut dan kronis yang dialami. Depresi ditandai dengan

gejala yang umumnya terbagi dalam dua kategori: psikologis, dan somatik (atau fisik).

Pada depresi atipikal, didapati sulit memulai tidur iritabilitas, hipersomnolen, dan

kelelahan di siang hari. ICD-10 telah menetapkan pedoman diagnostik tertentu untuk

mendiagnosis episode depresif. Durasi minimum episode adalah 2 minggu dan setidaknya

dua dari tiga gejala depresi, kehilangan minat atau kesenangan dan peningkatan kelelahan

harus ada. Episode depresif dapat dinilai ringan, sedang atau berat tergantung pada jumlah

dan keparahan gejala. Pada DSM-5 diagnosis gangguan depresi utama membutuhkan salah

satu dari berikut: (1) suasana hati disforik atau (2) penurunan minat dalam kegiatan biasa.

Page 38: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

32

Gejala seperti itu harus dipertahankan setidaknya selama 2 minggu, dan tidak dapat

dijelaskan dengan proses lain yang diketahui menyebabkan gejala depresi, seperti berkabung

normal, kondisi fisik tertentu yang umumnya terkait dengan depresi, atau gangguan mental

lainnya. Ini bisa menjadi satu episode atau, umumnya, berulang, atau keduanya. Berdasarkan

DSM-5, Gangguan depresi meliputi disruptive mood dysregulation, gangguan depresi mayor,

gangguan depresi persisten (distimia), premenstual dysphoric disorder, substance/

medication-induce depressive disorder, gangguan depresi yang berhubungan dengan kondisi

medis lainnya, gangguan depresi yang tidak spesifik, dan gangguan depresi yang tidak

tergolongkan.Gejala depresi sering dijumpai pada orang yang sakit secara medis. Dalam

beberapa kasus, peristiwa kehidupan yang penuh stres dapat menjadi faktor yang

berkontribusi terhadap timbulnya penyakit yang bermanifestasi dengan depresi (misalnya

hipertiroidisme).

Patogenesis gangguan mood terkait dengan proses neurobiologis tertentu,dasar-dasar

neurobiologi depresi mungkin terkait dengan gen tertentu. Penelitian yang menggunakan

indikator tidak langsung dari fungsi otak, seperti kadar metabolit monoamine atau

kortisolurin, plasma, atau CSF, dan juga dikembangkan penelitian tentang translasi dari

transkrip gen dan proteomik.Hipotesis di neurotropik dari tingkat depresi dinyatakan bahwa

depresi dapat disebabkan oleh turunnya sintesis protein yang terlibat dalam neurogenesis dan

plastisitas sinaptik.kemungkinan cacat dalam transduksi sinyal dari reseptor monoamina

dalam depresi adalah gen target untuk faktor neurotropik yang diturunkan dari otak

(BDNF).Stres dapat menurunkan level 5HT dan dapat meningkat secara akut, kemudian

secara kronis berkurang, baik NE dan DA. Perubahan neurotransmiter monoamine bersama

dengan jumlah BDNF yang kurang dapat menyebabkan atrofi dan kemungkinan apoptosis

neuron yang rentan di hippocampus dan area otak lainnya seperti prefrontal korteks. Konsep

Page 39: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

33

tentang atrofi hippocampal yang telah dilaporkan berkaitan dengan stres kronis dan depresi

mayor.

Teori kognitif telah mengeksplorasi bentuk serta isi karakteristik berpikir pasien

depresi. Tidak hanya kognisi yang condong ke negatif dan pesimis, tetapi jenis distorsi

tertentu terjadi.Terapi kognitif, penatalaksanaan yang mengikuti dari pendekatan ini,

termasuk diskusi Socrates dan evaluasi pikiran pasien, menimbang bukti yang mendukung

dan bertentangan dengan pemikiran tersebut.

Para peneliti mengembangkan sejumlah data terkait tentang masalah interpersonal

yang terkait dengan depresi. Sebagai contoh, penelitian menunjukkan bahwa dukungan

antarpribadi melindungi seseorang terhadap depresi. Pemicu utama depresi dalam kehidupan,

termasuk kematian orang yang sangat berarti, masalah perkawinan, ekonomi, atau kesehatan

fisik telah terbukti meningkatkan risiko episode depresi pada individu yang rentan. Selain itu,

onset episode depresif menyebabkan kerusakan dalam hubungan dan fungsi sosial.Teori

psikoanalitik menekankan pentingnya pengalaman hidup awal dan masa remaja, respon

terhadap kehilangan / kemarahan ke dalam, merasa bersalah (Guilt), penurunan Self-Esteem,

Depresi adalah self-limiting, dan tanpa pengobatan episode depresi pertama umumnya

akan membaik dalam waktu 6 bulan sampai 1 tahun. Namun, jalannya depresi sering kronis

dan kambuh dan sekitar 80% pasien mengalami episode depresi lebih lanjut, dengan risiko

episode masa depan meningkat dengan setiap kekambuhan. Depresi adalah salah satu faktor

risiko paling penting pada kejadian bunuh diri; tingkat bunuh diri lebih dari 20 kali lebih

besar pada pasien dengan depresi dibandingkan dengan mereka pada populasi

umum.Gangguan depresi mayor biasanya merupakan gangguan episode depresi berulang

daripada satu episode. Beberapa pilihan pengobatan tersedia untuk menangani pasien dengan

gangguan depresi mayor dan daftar perawatan terus berkembang.

Page 40: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

34

DAFTAR PUSTAKA

Friedman, Edward S.; Anderson, Ian M, 2014. Handbook of Depression, second Edition.

London : Springer Healthcare, a part of Springer Science+Business Media.pp:1-29

Ellenbroek, Bart; Youn, Jiun, 2016. Affective Disorders in Gene-Environment Interactions in

Psychiatry, Nature, Nurture, Neuroscience. London : Elsevier Inc. pp:173-183

Isometsa, Erkki. 2014. Suicidal Behaviour in Mood Disorders-Who, When, and Why?

CanJPsychiatry. 59(3). pp:120–130

Marwick,K; Birrel,M., 2013. The Mood (Affective) Disorders in Crash Course Psychiatry,

4th

Edition. Edinburgh : Elsevier Ltd. Pp:133-137

Stahl, Stephen M.; Muntner, Nancy, 2013. Mood Disorders in Stahl‘s Essential

Psychopharmacology, Neuroscientific Basis and Practical Application, 4th

edition.

New York : Cambridge University Press. Pp:237-282

Sadock, Benjamin J.; Sadock, Virginia A.; et al, 2017. Mood Disorders in Comprehensive

Textbook of Psychiatry, Volume I/II, 10th

edition. Philadelphia : Wolters Kluwer. pp:

4099-4403

APA, 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th

edition. Washington

DC : American Psychiatric Association. pp: 160-161

B.Mansur, Rodrigo; Brietzke, Elisa; McIntyre, Roger S., 2015. ―Is there Metabolic-Mood

Syndrome? A review of the Relationship between obesity and mood disorders.

Neuroscience and Biobehavioral Reviews. J.neubiorev.12.017. pp:5

Page 41: DIAGNOSIS DAN PATOFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI MAYOR

35

Cosci, Fiammeta; Fava, Giovanni A.; Sonino, Nicoletta, 2014. Mood and Anxiety Disorders

as Early Manifestations of Medical Illness : A Systematic review. Psychotherapy and

Psychosomatics article. 84:22–29

Johnstone, Eve C; Owens, David Cunningham; et al, 2010. Mood Disorders in Companion to

Psychiatric Studies, 8th

Edition. Edinburgh : Elsevier Ltd. Pp:427-449

Serafini, Gianluca; Gonda, Xenia, et al, 2017. Possible predictors of Age at illness onset and

illness duration in a cohort study comparing younger adults and older major affective

patients. Journals of Affective Disorders (225). pp:691–701