BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2012-2-01217-AR...
Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2012-2-01217-AR...
11
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian
Judul penelitian yang dipilih oleh peneliti dapat dijabarkan dan
didefinisikan sebagai berikut:
• Perancangan
adalah proses, cara, perbuatan merancang sebelum bertindak,
mengerjakan, atau melakukan sesuatu.
• Transit oriented development
merupakan penggabungan fungsi dari suatu lahan campuran dan kawasan
transit, dimana penggabungan lahan tersebut meliputi sebuah kawasan
dengan fungsi yang lengkap, dapat dijangkau dengan berjalan kaki, serta
dekat dengan kawasan transit. (Transit-Oriented Development Guidebook,
2006)
• Metode
Cara yang sudah dipikirkan masak-masak dan dilakukan dengan mengikuti
langkah-langkah tertentu guna mencapai tujuan yang hendak dicapai
• Walkable urban
sebuah kawasan perkotaan yang mendukung aktifitas berjalan kaki sebagai
bagian penting dari perjalanan sehari-hari yang dapat dihubungkan dengan
transportasi, penggunaan lahan, dan karakter desain dari kawasan tersebut.
• Balimester
Salah satu kelurahan di wilayah Jatinegara, Jakarta Timur
dan memiliki kode pos 13330. Kelurahan ini memiliki penduduk sebesar
12
12.306 jiwa dan luas 0,67 km2. Kelurahan ini berbatasan dengan kelurahan
Pisangan Baru di sebelah utara, kelurahan Kampung Melayu di sebelah
barat, kelurahan Rawa Bunga di sebelah timur dan kelurahan Bidara Cina
di sebelah selatan.
• Jakarta Timur
nama sebuah kota administrasi di bagian timur Daerah Khusus Ibukota
Jakarta. Di sebelah utara, ia berbatasan dengan kota administrasi Jakarta
Utara dan Jakarta Pusat. Sedangkan di sebelah timur, ia berbatasan
dengan Bekasi. Kota ini, di bagian selatan, berbatasan dengan Kota Depok.
Dan di sebelah barat, ia berbatasan dengan kota administrasi Jakarta
Selatan
Berdasarkan definisi di atas, maka definisi dari judul Laporan Tugas
Akhir, Perancangan Transit Oriented Development dengan Metode
Walkable Urban di Balimester, Jakarta Timur, adalah sebagai berikut
Perancangan sebuah kawasan yang memiliki lebih dari satu fungsi lahan
dengan menggunakan metode yang mendukung aktifitas pejalan kaki di
Balimester, Jakarta Timur
2.2 Tinjauan Umum
Penelitian ini menggunakan beberapa tinjauan umum yang berfungsi
sebagai teori pendukung agar penelitian ini berhasil. Teori yang digunakan
adalah teori tentang kota dan transit oriented development.
2.2.1 Kota
Kota, menurut Bintarto (1983) adalah sebagai kesatuan jaringan
kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan
diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen serta coraknya
13
materialistis. Masyarakat kota terdiri atas penduduk asli daerah tersebut dan
pendatang. Masyarakat kota merupakan suatu masyarakat yang heterogen, baik
dalam hal mata pencaharian, agama, adat, dan kebudayaan.
Definisi lain menyebutkan bahwa kota sebagai pusat pelayanan jasa,
produksi, distribusi, serta pintu gerbang atau simpul transportasi bagi kawasan
permukiman dan wilayah produksi sekitarnya. Kota juga didefinisikan sebagai
tempat tinggal sebagian besar penduduk kota yang setiap tahunnya selalu
bertambah jumlahnya.
Sebuah kota memiliki ciri-ciri fisik dan ciri-ciri sosial yang dapat
dijabarkan sebagai berikut:
a. Ciri-ciri fisik
• Terdapat sarana perekonomian seperti pasar atau supermarket
• Tersedianya tempat parkir yang memadai
• Terdapat tempat rekreasi dan olahraga
• Alun-alun
• Gedung-gedung pemerintahan
b. Ciri-ciri sosial
• Masyarakat heterogen
• Bersifat individualistis
• Mata pencaharian nonagraris
• Corak kehidupannya bersifat gesselschaft (hubungan kekerabatan
mulai pudar)
• Terjadi kesenjangan sosial antara golongan masyarakat kaya dan
masyarakat miskin
• Norma-norma agama tidak begitu ketat
14
• Pandangan hidup lebih rasional
• Menerapkan strategi keruangan, yaitu pemisahan kompleks atau
kelompok sosial masyarakat secara tegas.
Sebuah kota memiliki identitas tersendiri yang tercermin dari citra
wawasannya. Penjabaran citra kota menurut Lynch (1960) yaitu:
• Path (jalur)
Jalur adalah rute-rute sirkulasi yang biasanya digunakan orang untuk
melakukan pergerakan secara umum. Rute-rute sirkulasi tersebut antara lain,
jalan, gang-gang utama, jalan transit, lintasan kereta api, dan lain-lain. Jalur
tersebut akan memiliki fungsi lebih apabila jalur tersebut terhubung
langsung ke sebuah tempat utama, seperti stasiun, tugu, alun-alun, dan lain-
lain.
Gambar 2.1 Path
Sumber : www.krypton.mnsu.edu, diakses pada 7 Maret 2013
• Edge (tepian)
Tepian merupakan suatu batas arsitektural yang menjadi pembatas atau
pemisah antara dua kawasan tertentu. Tepian berfungsi juga sebagai
pemutus linear, seperti pantai, tembok, topografi, dan lain-lain. Tepian
15
memiliki fungsi yang lebih berarti ketika kontinuitas memiliki batasan yang
jelas.
Gambar 2.2 Edges
Sumber : www.krypton.mnsu.edu, diakses pada 7 Maret 2013
• District (kawasan)
District merupakan kawasan-kawasan kota dalam skala dua dimensi.
Kawasan atau district memiliki ciri khas yang mirip (bentuk, pola, dan
wujudnya).
Gambar 2.3 Districts
Sumber : www.krypton.mnsu.edu, diakses pada 7 Maret 2013
• Node (simpul)
Merupakan sebuah simpul atau titik temu, dimana aktifitas dari berbagai
arah saling bertemu di satu titik dan dapat berubah kea rah atau aktifitas
lainnya, seperti persimpangan jalan, stasiun, jembatan, dan lain-lain.
16
Gambar 2.4 Nodes
Sumber : www.krypton.mnsu.edu, diakses pada 7 Maret 2013
• Landmark (tengeran)
Landmark atau tengeran adalah sebuah elemen eksternal dan merupakan
bentuk visual yang menonjol dari sebuah kota, misalnya gunung, menara,
gedung, dan lain-lain.
Gambar 2.5 Landmarks
Sumber : www.krypton.mnsu.edu, diakses pada 7 Maret 2013
Selain memiliki citra kota, sebuah kota juga memiliki unsur-unsur
perencanaan. Unsur perencanaan tersebut mendefinisikan pengelompokkan
fungsi dalam sebuah kota. Menurut Hamid Shirvani (1985), urban desain
terbagi atas 8 prinsip-prinsip perencanaan, antara lain:
• Tata guna lahan
17
Prinsip ini menjelaskan tentang penggunaan lahan untuk menentukan fungsi
terbaik dari lahan tersebut sehingga lahan tersebut berfungsi dengan
semestinya.
• Bentuk dan massa bangunan
Bentuk dan massa bangunan ditentukan dati tinggi dan besarnya bangunan,
massa bangunan, peraturan tata guna lahan (GSB, KLB), sempadan, skala,
material, warna, dan sebagainya.
• Sirkulasi dan perparkiran
Sirkulasi merupakan salah satu elemen perancangan kota yang secara
langsung dapat membentuk dan mengontrol pola kegiatan kota. Sirkulasi
kota meliputi prasarana jalan, bentuk struktur kota, fasilitas perkotaan, dan
kendaraan bermotor.
Tempat parkir sendiri memiliki pengaruh langsung terhadap suatu
lingkungan yaitu pada kegiatan komersial di daerah perkotaan dan
mempunyai pengaruh visual pada beberapa daerah perkotaan.
• Ruang terbuka
Ruang terbuka adalah ruang yang direncanakan untuk kebutuhan tempat-
tempat pertemuan dan aktifitas bersama antar banyak orang yang memiliki
kemungkinan dapat menimbulkan bermacam-macam kegiatan umum di
ruang tersebut.
• Jalur pejalan kaki
Sistem pejalan kaki yang baik adalah:
• Mengurangi ketergantungan dari kendaraan bermotor
dalam areal kota
18
• Meningkatkan kualitas lingkungan dengan memprioritaskan skala
manusia
• Lebih mengekspresikan aktiftas PKL dan mampu menyajikan kualitas
udara
• Penanda (signage)
Perpapanan berfungsi sebagai petunjuk jalan, arah ke suatu kawasan tertentu
pada jalan tol, atau di jalan kawasan kota.
• Aktivitas Pendukung
Merupakan semua fungsi bangunan dan kegiatan-kegiatan yang mendukung
ruang publik suatu kawasan kota, seperti taman kota, taman rekreasi, pusat
perbelanjaan, dan lain-lain.
• Preservasi
Preservasi adalah perlindungan terhadap lingkungan tempat tinggal
(permukiman) dan urban places (alun-alun, plasa, area perbelajaan) yang
ada dan mempunyai ciri khas, seperti bangunan bersejarah.
Karakteristik dari sebuah kota yang berkelanjutan menurut Lock (2000),
yaitu :
• Compact living
• Pengunaan lahan campuran
• Desain yang berorientasi dengan transportasi massal
• Jalanan yang mendukung penggunaan trotoar
• Penetapan ruang terbuka hijau
• Pembangunan yang terintegrasi dengan lingkungan
• Pembangunan yang didasarkan pada jarak yang dapat ditempuh dengan
berjalan kaki dan bersepeda.
19
2.2.2 Transit Oriented Development (TOD)
Transit oriented development, adalah penggabungan fungsi dari suatu
lahan campuran dan kawasan transit, dimana penggabungan lahan tersebut
meliputi sebuah kawasan dengan fungsi yang lengkap, dapat dijangkau dengan
berjalan kaki, serta dekat dengan kawasan transit. (Transit-Oriented
Development Guidebook, 2006)
Menurut Perda Prov DKI no 1 tahun 2012 tentang RTRW 2030, kawasan
TOD merupakan kawasan campuran permukiman dan komersil dengan
aksesibilitas tinggi terhadap angkutan umum massal, dimana stasiun angkutan
umum massal dan terminal angkutan umum massal sebagai pusat kawasan
dengan bangunan berkepadatan tinggi.
Peter Calthorpe (1993), dalam buku The Next American Metropolis,
mendefinisikan TOD sebagai mixed-use community within an average 2,000-
foot walking distance of a transit stop and core commercial area. TODs mix
residential, retail, office, open space, and Public uses in a walkable
environment, making it convenient for residents and employees to travel by
transit, bicycle, foot, or car.
Definisi tersebut dapat diartikan menjadi, TOD adalah sebuah kawasan
campuran yang berjarak 2.000 kaki dari terminal transit dan memiliki area
komersial. Kawasan TOD juga memiliki fungsi hunian, pertokoan, kantor,
ruang terbuka, dan ruang public yang dapat diakses dengan berjalan kaki, serta
kawasan ini mendukung aktifitas dengan menggunakan angkutan massal,
sepeda, mobil, serta dapat ditempuh dengan berjalan kaki.
20
Gambar 2.6 Skema Ilustrasi Konsep Transit Oriented Development
Sumber : www.krypton.mnsu.edu, diakses pada 7 Maret 2013
Berdasarkan skema ilustrasi tersebut, objek desain TOD dapat dikatakan
sebagai sebuah kawasan yang memiliki berbagai fungsi penunjang di
dalamnya, seperti fungsi hunian, ruang terbuka, area komersial serta kantor
atau tempat bekerja. Kawasan TOD juga terkoneksi dengan area transit dari
transportasi massal. Selain itu, keseluruhan fungsi lahan tersebut berada dalam
jarak dengan radius 2.000 kaki dari pusat transit.
Menurut Peter Calthorpe, perencanaan kawasan TOD memiliki prinsip-
prinsip sebagai berikut:
• mengorganisasikan pertumbuhan dalam level regional menjadi lebih kompak
dan transit supportive
• menempatkan komersial, permukiman, perkantoran, dan fasilitas umum-
sosial dalam jarak tempuh berjalan kaki dari stasiun transit
• menciptakan jaringan jalan yang ramah pejalan kaki yang menghubungkan
berbagai tujuan berpergian lokal
21
• menyediakan permukiman dengan tipe, kepadatan dan biaya yang bervariasi
• melestarikan habitat dan ruang terbuka dengan kualitas tinggi
• membuat ruang publik sebagai focus dari orientasi bangunan dan kegiatan
masyarakat
• mendorong penggunaan lahan dan redevelopment sepanjang koridor transit
Indonesia juga telah memiliki undang-undang yang menjelaskan tentang
prinsip-prinsip perencaaan TOD, yaitu sebagai berikut:
• pendekatan perencanaan berskala regional dan/atau kota yang mengutamakan
kekompakan dengan penataan kegiatan transit
• perencanaan yang menempatkan sarana lingkungan dengan peruntukan
beragam dan campuran
• pengembangan yang mampu memicu/mendorong pembangunan area sekitar
pusat transit baik berupa pembangunan penyisipan, revitalisasi maupun
bentuk penataan/perencanaan
• pembentukan lingkungan yang lebih memprioritaskan kebutuhan pejalan kaki
• pendekatan desain dengan mengutamakan kenyamanan kehidupan pada
ruang publik dan pusat lingkungan serta mempertahankan ruang terbuka
hijau.
Menurut PERDA PROV DKI NO 1 TAHUN 2012 ttg RTRW 2030,
konsep perencanaan kawasan TOD terletak di daerah dengan ciri-ciri :
• perpotongan koridor angkutan massal (dua atau lebih);
• kawasan dengan nilai ekonomi tinggi atau yang diprediksi akan memiliki
nilai ekonomi tinggi; dan
• kawasan yang direncanakan atau ditetapkan sebagai pusat kegiatan.
22
Menurut Peraturan Gubernur no.182 tahun 2012, cara mengoptimalisasi
pemanfaatan ruang menggunakan konsep TOD dengan cara :
• keragaman fungsi pemanfaatan lahan
• redistribusi dan peningkatan nilai intensitas
• pengaturan tata massa bangunan
• efisiensi pola pergerakan pejalan kaki
• integrasi sistem tautan dengan fasilitas transit dan pembatasan parkir melalui
penerapan parkir maksimal khusus pada wilayah radius pengembangan
350 m (tiga ratus lima puluh meter) dari rencana titik stasiun MRT
• menciptakan perancangan kawasan stasiun MRT (Mass Rapid Transit) yang
atraktif, menarik, dan bernilai jual.
Michael Bernick (1997) menjabarkan tentang sebuah kawasan transit-
supportive. Kawasan transit-supportive adalah sebuah kawasan yang
memungkinkan warganya memiliki alternative kendaraan selain mobil untuk
perjalanan sehari-hari. Faktor-faktor perencaaan yang bersifat transit-
supportive menurut Michael Bernick (1997), yaitu :
• pusat aktivitas utama terhubung langsung dengan pemberhentian transit
• variasi ketinggian, tekstur, dan fasad pada bangunan lantai dasar untuk
memperkaya pengalaman ruang pedestrian
• menempatkan bangunan dekat dengan sisi pejalan kaki
• pola jalan grid yang memungkinkan berbagai tempat tujuan terhubung oleh
pedestrian dengan rute yang bervariasi dan efisien
• meminimalisasi parkir di gedung parkir
• menyediakan berbagai fasilitas untuk pejalan kaki, seperti kanopi bangunan,
penyeberangan jalan yang aman, dan perkerasan pada area pejalan kaki
23
• menciptakan area ruang terbuka yang bersifat publik untuk mendukung
penggunaan transit
Peter Calthorpe juga menyimpulkan komponen-komponen dari
perencanaan Transit Oriented Development, antara lain:
• perencanaan kawasan yang memprioritaskan pejalan kaki
• pusat transit menjadi fitur penting dari pusat kota
• sebuah node regional yang terdiri atas campuran kegunaan dari hunian,
kantor, pertokoan, dan area publik
• pengembangan berkualitas tinggi dimana dapat mengitari kawasan sekitar
halte transit dengan waktu 10 menit
• terdapat angkutan pendukung seperti bus, kereta,dan lain-lain
• didesain pula untuk penggunaan sepeda dalam kawasan
• mengurangi dan mengelola parkir di dalam kawasan
TOD sendiri terdiri atas empat macam tipe, yaitu neighborhood center
TOD, town center TOD, regional center TOD, dan downtown TOD. Tipe-tipe
TOD tersebut akan dijabarkan sebagai berikut :
• neighborhood center TOD
terletak pada pusat lingkungan komersial dengan tingkat kepadatan yang
rendah (kepadatan rata-rata sekitar 15-25 unit per acre). TOD jenis ini
memiliki ketinggian bangunan antara 1-6 lantai.
• town center TOD
terletak di pusat area komersial dan area lingkungan pekerjaan.
• regional center TOD
24
terletak pada persimpangan jalur transportasi regional atau pada komuter
utama atau pusat kerja. Daerah dengan tingkat kepadatan lebih besar
daripada daerah lainnya
• downtown TOD
terletak di daerah perkotaan dengan kepadatan yang sangat tinggi dan
memungkinkan untuk pembangunan bangunan tinggi.
Tabel 2.1 Tipe TOD (dua = dwelling unit per acre)
Kepadatan rata-rata
Ketinggian bangunan
Bangunan lainnya
neighborhood center TOD
15-25 dua 1-6 lantai Small lot single-family, single family with an accessory unit, townhomes, Low-rise condominiums, apartemen, pertokoan dan kantor, serta mixed use building
town center TOD 25-50 dua 2-8 lantai Townhomes, Low-rise and Mid-rise condominiums, apartemen, pertokoan dan perkantoran, dan mixed use building
regional center TOD > 50 dua 3-10 lantai Mid-rise condominiums, apartemen, pertokoan dan perkantoran, dan mixed use building
downtown TOD > 75 dua Lebih dari 6 lantai
Mid-rise and High-rise condominium, apartemen, pertokoan dan perkantoran besar, serta mixed use building
Sumber : Data Pribadi, 2013
Beberapa panduan dalam perencaaan kawasan untuk mendukung
keberhasilan TOD, yaitu sebagai berikut:
a. kriteria umum
Bangunan didesain agar dapat memiliki akses langsung dengan jalan
serta didesain sedemikian rupa agar dapat menciptakan lingkungan yang
25
ramah bagi pejalan kaki. orientasi massa bangunan yang langsung
menghadap ke jalan akan mendorong aktivitas pejalan kaki dan
meningkatkan keamanan ruang jalan karena memiliki tingkat pengawasan
yang lebih tinggi.
b. area komersial
Area komersial berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pengguna
kawasan sambil melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lainnya.
Tanpa adanya fasilitas pendukung pada area transit, orang cenderung akan
lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan kendaraan
umum. Hal ini dikarenakan pengguna trasportasi tidak memiliki suatu
tujuan pada area transit.
Jarak bangunan dengan jalan sebaiknya diminimalkan dan tidak
lebih dari 6 meter karena jarak tersebut harus dapat menciptakan karakter
lingkungan yang mendekatkan bangunan ke jalur trotoar. Parkir kendaraan
dapat menggunakan lahan di belakang area komersial.
Fungsi retail sendiri dapat dikombinasikan dengan fungsi lainnya,
seperti fungsi hunian dan perkantoran, tetapi tidak boleh mengurangi
intensitas jumlah area komersial. Apabila terjadi penggabungan fungsi
tersebut, jalur masuk untuk kedua fungsi yang berbeda harus dipisahkan.
Fasad bangunan yang bervariasi akan menambah ketertarikan secara
visual bagi pejalan kaki. Jika fasad bangunan didesain secara sama, pejalan
kaki akan merasakan kebosanan dalam melintas di area komersial.
c. area residensial
26
Perancangan area hunian sebaiknya berdekatan dengan area
perkantoran dan dapat terjangkau dari area komersial dan transit. Selain
itu, area hunian sebaiknya dilengkapi dengan fasilitas umum dan sosial,
seperti sekolah, tempat berkumpul, dan lain-lain.
Tipe hunian sendiri dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu tipe
single-family, townhouse dan apartemen. Jarak antara bangunan
residensial dengan jalan sebaiknya juga diminimalkan, yaitu dengan jarak
3 – 4,5 meter dari batas properti.
d. pedestrian
Jalan pada kawasan TOD harus dibuat pedestrian-friendly, yaitu
kawasan TOD harus memperhatikan area bagi pejalan kaki sehingga
pejalan kaki dapat berjalan tanpa merasakan gangguan dari kendaraan
yang melintas. Jalur pejalan kaki sendiri terbagi atas 3 macam, yaitu:
• zona tepi
berbatasan langsung dengan jalur mobil dengan lebar minimal 1,2
meter yang berfungsi sebagai area menunggu.
• zona furnishing
area pejalan kaki yang didesain dengan adanya peletakan objek
tambahan, seperti pohon, tanpa mengganggu pejalan kaki yang
melintas.
• zona frontage
jarak antara bangunan dan area pejalan kaki yang difungsikan sebagai
window shopping.
Ukuran lebar minimum untuk area pejalan kaki adalah 1,5 meter,
dimana lebar tersebut sudah dapat dilalui oleh dua orang secara
27
bersamaan. Ukuran tersebut menjadi lebih lebar di area komersial (1,8 –
2,5 meter) yang diharapkan dapat berfungsi sebagai area aktivitas lainnya
dan tempat duduk.
e. Parkir
Sistem parkir terbaik untuk kawasan TOD adalah dengan parkir di
pinggir jalan dengan lebar antara 2,1 – 2,4 meter. Alasannya adalah tempat
parkir dapat menjadi pemisah antara pedestrian dan jalan agar pejalan kaki
tidak bersinggungan langsung dengan jalan. Selain itu, parkir ini juga
berfungsi untuk memperlambat laju mobil karena mencegah
bersinggungan dengan kendaraan yang parkir.
2.3 Tinjauan Khusus
Penelitian ini menggunakan beberapa tinjauan khusus yang berfungsi
sebagai teori pendukung agar penelitian ini berhasil. Teori yang digunakan
adalah teori tentang sustainable neighbourhood, transportasi, serta walkable
urban.
2.3.1 Sustainable Neighbourhood
Sustainable development, menurut The Bruntland Commission, adalah
development that meets the needs of today‘s generation without compromising
the ability of future generations to meet their needs, yang artinya pembangunan
yang memikirkan kebutuhan generasi saat ini tanpa mengabaikan kemampuan
generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.
28
Gambar 2.7 Sustainable Development
Sumber : www.krypton.mnsu.edu, diakses pada 7 Maret 2013
Beberapa prinsip sederhana dalam mewujudkan sebuah lingkungan atau
sebuah kawasan yang berkelanjutan, yaitu:
• Menghemat energi
Prinsip yang pertama yaitu mengurangi pemakaian energi dalam sebuah
kawasan atau hunian. Penerapan pengurangan energy pada sebuah hunian
atau kawasan dapat mewujudkan terciptanya sebuah kawasan yang
berkelanjutan.
• Menggunakan sumber daya lokal
Prinsip selanjutnya adalah memaksimalkan penggunaan sumber daya yang
ada di sekitar hunian. Hal ini turut membantu pengurangan pengiriman
sumber daya dilain tempat, sehingga turut serta dalam penghematan
energi.
• Meminimalkan limbah
Sebuah kawasan yang berkelanjutan, sebaiknya mengurangi penggunaan
material yang menghasilkan limbah yang tidak dapat di daur ulang.
Kawasan yang berkelanjutan sebaiknya juga melakukan daur ulang untuk
29
material yang dapat di daur ulang, agar limbah yang dihasilkan tetap
berguna dan dapat dimanfaatkan.
• Memanfaatkan perekonomian kota
Prinsip terakhir ini menjelaskan bahwa apabila sebuah perekonomian di
dalam kawasan di maksimalkan, maka dapat mengurangi penggunaan
kendaraan bermotor karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dapat
dengan berjalan kaki.
Pada tahun 1991, IUCN, UNEP, dan WWF menjabarkan sembilan
prinsip dari masyarakat berkelanjutan, yaitu sebagai berikut:
• Menghormati perhatian untuk komunitas
• Meningkatkan kualitas hidup manusia
• Melestarikan vitalitas dan keanekaragaman Bumi
o Melestarikan sistem kehidupan
o konservasi biodiversitas
o Memastikan bahwa penggunaan sumber daya tak terbarukan yang
berkelanjutan
• Meminimalkan menipisnya sumber daya yang terbatas
• Tetap menjaga Bumi dalam kapasitasnya
• Mengubah sikap pribadi dan praktek
• Memungkinkan masyarakat untuk merawat lingkungan mereka sendiri
• Menyediakan kerangka kerja nasional untuk pengembangan koordinasi dan
konservasi
• Buat sebuah aliansi global
Sustainable Urban Neighborhood adalah skala kecil kawasan perkotaan
yang terdiri dari sosial, ekonomi dan lingkungan berkelanjutan. Istilah "SUN"
30
adalah berkelanjutan yang berkaitan dengan umur yang panjang (untuk
generasi yang akan datang) dan mengurangi dampak lingkungan, perkotaan
yang berkaitan dengan lokasi dan karakter fisik, dan lingkungan merupakan
kesejahteraan sosial dan ekonomi daerah.
Ciri-ciri sebuah lingkungan yang dapat disebut telah menjadi sebuah
lingkungan yang sustainable urban neighbourhood, antara lain:
a. Kawasan yang dapat ditempuh dengan jalan kaki
b. Penggunaan energi
c. Daur ulang
d. Air dan limbah
e. Ruang terbuka hijau
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mendukung insentifitas dari
pengaplikasian rendah energi dan emisi kendaraan transportasi umum yang
rendah, antara lain:
• Siklus jaringan terintegrasi dengan kebijakan perencaaan perkotaan
• Menyediakan jalur sepeda dan kendaraan rendah energi
• Mengadakan stasiun pengisian bahan bakar untuk kendaraan listrik dan
biodiesel (bahan bakar nabati)
• Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi dalam pusat kota dan lingkungan
yang ramai
• Pemberitaan kepada masyarakat
Pendekatan desain yang dapat dilakukan untuk mencegah pengurangan
lahan lingkungan asli dari pembangunan yang berlebihan, yaitu:
31
• Memaksimalkan penggunaan lahan dan bangunan serta mengurangi
pembangunan lahan hijau
• Menyediakan rumah yang menarik dan ramah lingkungan
• Mendorong penataan daerah perkotaan yang baik dengan cara kualitas
bangunan yang baik, perencanaan jalan yang baik, dan ruang terbuka
dengan fasilitas yang baik
• Memungkinkan masyarakat pergi bekerja dengan mudah dan mendapatkan
apa yang mereka butuhkan dengan mudah, seperti sekolah, fasilitas
kesehatan, failitas rekreasi, kebutuhan sehari-hari, dan lain-lain
• Membuat transportasi public menjadi nyaman dan layak serta membuat
kegiatan berjalan dan bersepeda menjadi menarik
2.3.2 Transportasi
Menurut Soesilo dalam buku Ekonomi Perencanaan dan Manajemen
Kota, transportasi merupakan pergerakan tingkah laku orang dalam ruang baik
dalam membawa dirinya sendiri maupun membawa barang. Transportasi,
menurut buku Perencanaan Transportasi untuk Mahasiswa, Perencana dan
Praktisi, adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkat, atau
mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat
lain ini objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan
tertentu.
Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat tahun 2001, transportasi
terbagi atas 4 jenis, yaitu :
• Angkutan darat
Yaitu angkutan yang menggunakan tanah darat sebagai upaya memberikan
kemudahan dalam menjangkau tempat-tempat jarak dekat maupun jarak
32
jauh. Kendaraan yang termasuk jenis angkutan darat adalah ojeg, becak,
delman, kendaraan roda empat, dan kereta api
• Angkutan sungai, danau, dan penyeberangan
Berfungsi sebagai penyediaan jasa-jasa angkutan sungai dan danau untuk
penyebeberangan; memberikan kemudahan, keselamatan angkutan dalam
operasi penyeberangan; memanfaatkan fungsi dermaga dan terminal untuk
penyeberangan penumpang dan barang; dan membina alur-alur pelayanan.
• Angkutan laut
Berfungsi sebagai pengoperasian pelayanan dalam negeri dan luar negeri
dengan menaikan kualitas pelayanan jasa angkutan; dalam bidang operasi
meningkatkan produktifitas angkutan laut; fungsi lain dalam bidang
angkutan adalah penyediaan fasilitas-fasilitas pelabuhan untuk berlabuh
kapal-kapal; dalam operasi angkutan laut sasaran utamanya adalah
pemerataan ekonomi nasional dalam pembangunan
• Angkutan udara
Jenis-jenis pesawat yang digunakan semakin meningkat mulai dari yang
berkapasitas kecil sampai yang besar
2.3.3 Walkable Urban
Walkable Urban adalah sebuah kawasan perkotaan yang mendukung
aktifitas berjalan kaki sebagai bagian penting dari perjalanan sehari-hari yang
dapat dihubungkan dengan transportasi, penggunaan lahan, dan karakter desain
dari kawasan tersebut.
Perencanaan sebuah kawasan dengan konsep walkable urban memiliki
karakteristik sebagai berikut :
33
• Pencampuran penggunaan suatu lahan, dimana fungsi tersebut saling
berdekatan satu dengan lainnya
• Pencampuran fungsi-fungsi bangunan antara fungsi komersial dan fungsi
hunian
• Pintu masuk bangunan langsung terhubung dengan trotoar tanpa terhalang
oleh tempat parkir kendaraan
• Bangunan, kawasan, dan jalan raya didesain dengan mengutamakan area
pejalan kaki
• Keseluruhan desain untuk memenuhi aktifitas yang ditimbulkan oleh konteks
yang saling berkaitan dalam hal mobilitas, keamanan, aksesibilitas, dan
tempat sebagai fungsi publik dari jalan
• Sirkulasi yang sangat terhubung dengan jaringan moda transportasi
Ciri-ciri sebuah kawasan yang perencanaannya menggunakan konsep
walkable urban adalah sebagai berikut:
• Manusia dari segala usia dan kemampuan memiliki akses yang mudah ke
komunitas mereka dengan cara berjalan kaki
• Manusia akan lebih banya berjalan kaki, dimana masyaratkat dan lingkungan
akan menjadi lebih aman, sehat, dan ramah
• Orangtua akan merasa nyaman ketika anak-anak mereka bermain di luar
karena tidak ada rasa khawatir dari ancaman kendaraan bermotor
• Anak-anak menghabiskan waktu lebih banyak di luar dengan anak-anak
lainnya
• Jalan didesain sedemikian rupa agar memberikan rasa aman dan fasilitas yang
nyaman bagi pejalan kaki
34
• Pejalan kaki mendapatkan prioritas di dalam lingkungan, area komersial,
serta di dalam area fasilitas penunjang
• Pengendara kendaraan bermotor akan lebih berhati-hati dalam melintas
karena jalanan berdampingan dengan area pejalan kaki
• Kualitas udara dan air akan membaik
2.4 Studi Banding
35
36
37
Objek desain TOD telah berhasil diterapkan pada beberapa kota. Kota
yang berhasil tersebut antara lain Oregon, Amerika Serikat; Oakland,
California; dan Toronto. Perancangan TOD di kota Oregon, Amerika Serikat
menggunakan konsep Neighbourhood TOD. Proyek tersebut berlangsung pada
tahun 1993 dengan luas kawasan ± 85 Ha (209 acre) dan jumlah penduduknya
± 1500 jiwa. Fungsi lahan yang diterapkan adalah streetfront retail, ruko,
kantor-retail, residensial. Tingkat keberhasilan proyek ini terbuktu dengan
memiliki banyak fasilitas pendukung untuk kawasan TOD, sehingga kawasan
ini selalu ramai dikunjungi.
Proyek TOD yang berhasil lainnya terjadi di Oakland, California yang
berlangsung pada tahun 1999 dengan konsep Urban Transit Village. Luas
proyek ini sekitar ± 6.5 Ha (16 acre) dengan penghuninya sebanyak ± 53000
jiwa. Kawasan ini dilengkapi dengan apartemen, komersial, fasilitas umum dan
fasilitas sosial. K awasan ini berhasil mewujudkan konsep sesuai dengan yang
duharapkan dan terbentuknya pedestrian-friendly.
Proyek lainnya terdapat di kota Toronto yang dikerjakan pada tahun
2005. Proyek ini memiliki luas sebesar ± 1.27 Ha (3.14 acre) dan dilengkapi
dengan fungsi apartemen dan komersial. Tingkat keberhasilan proyek ini
terlihat dari kawasannya yang dapat menghubungkan kawasan dengan pusat
transit dengan baik
Kesimpulan
Pertumbuhan penduduk pada suatu kawasan dimana kawasan tersebut
memiliki infrastruktur penunjang yang baik, maka kawasan tersebut akan
bertambah padat populasinya. Perancangan suatu kawasan sangat berguna
38
untuk menghindarkan kawasan tersebut dari kepadatan populasi yang terus
bertambah.
2.5 Hipotesa
TUJUAN Perancangan kawasan campuran ini bertujuan untuk
mendesain suatu kawasan di daerah Balimester agar daerah tersebut siap menjadi salah satu kawasan halte terpadu di
Jakarta Timur dan turut serta merapikan kawasan permukiman padat di daerah tersebut dan menambahkan
ruang terbuka hijau.
PERMASALAHAN 1. Bagaimana penerapan objek desain TOD ke
dalam kawasan? 2. Bagaimana pengaturan sirkulasi kendaraan dalam
kawasan? 3. Bagaimana caranya mengaplikasikan penghubung
antara kawasan TOD dan halte terpadu?
PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH
• Studi literatur • Landasan teori
KONSEP PERANCANGAN
Pembahasan dan hasil dari pendekatan pemecahan permasalahan
PERANCANGAN
TINJAUAN UMUM
• Kota • Transit Oriented
Development
TINJAUAN KHUSUS
• Sustainable Neighbourhood
• Transportasi • Walkable City
SKEMATIK DESAIN
JUDUL TUGAS AKHIR Perancangan Transit Oriented Development dengan Metode
Walkable Urban di Balimester, Jakarta Timur
LATAR BELAKANG MASALAH
Pembangunan infrastruktur dalam suatu kota ikut berdampak pada
bertambahnya penduduk di suatu kawasan dengan infrastruktur yang
lengkap. Pertambahan penduduk ikut berakibat pada berkurangnya
daerah hijau pada kota dan ikut memperpadat suatu daerah.
F E E D B A C K
39
Alur penelitian yang tergambar dari kerangka berpikir di atas yaitu,
pertama penelitian terhadap masalah yang terjadi di lapangan yang kemudian
dibuat menjadi formulasi masalah. Setelah menemukan formulasi masalah,
maka akan didapatkan tujuan penelitian. Langkah selanjutnya yaitu
mengumpulkan data-data yang dapat digunakan dalam penelitian tersebut.
Langkah-langkah penelitian yang telah dilakukan tersebut dapat ditarik
hipotesa sebagai berikut:
Pendekatan Transit Oriented Development dapat digunakan dalam pemecahan
masalah yang terjadi di kawasan Balimester, Jakarta Timur.