bab-2

15
6 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikrobiologi Endodonti Hubungan antara mikroorganisma dengan infeksi saluran akar sangat erat, pada rongga mulut dengan flora normal, bila pulpa terbuka akan terjadi abses, nekrosis, dan keradangan jaringan periapikal. Mikroorganisma akan menginvasi pulpa nekrosis, melakukan kolonisasi, membelah diri, dan menginfeksi saluran akar termasuk tubuli dentin. Begitu pulpa mengalami nekrosis, daerah tersebut menjadi tempat perkembangan mikroorganisma dengan produk-produknya. Infeksi saluran akar merupakan infeksi yang terjadi pada ruang pulpa dan jaringan periradikuler (Baumgartner, et al., 2002). Gambar 2.1 Bakteri Kokus yang Terlihat pada Akar yang Fraktur dengan Scanning Electron Microscopy (Baumgartner, et al., 2002). 2.1.1 Jenis Bakteri Saluran Akar Bakteri pada saluran akar dengan nekrosis pulpa berbeda dari bakteri pada infeksi pulpa akut. Bakteri gram-negatif lebih banyak daripada bakteri gram- positif (Leonardo, et al. 2002). Sebagian kecil dari sekitar 350 spesies bakteri flora ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI PENENTUAN KONSENTRASI HAMBAT ... IBNU RUSDIARTO

description

gjhmh

Transcript of bab-2

  • 6

    6

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Mikrobiologi Endodonti

    Hubungan antara mikroorganisma dengan infeksi saluran akar sangat erat,

    pada rongga mulut dengan flora normal, bila pulpa terbuka akan terjadi abses,

    nekrosis, dan keradangan jaringan periapikal. Mikroorganisma akan menginvasi

    pulpa nekrosis, melakukan kolonisasi, membelah diri, dan menginfeksi saluran

    akar termasuk tubuli dentin. Begitu pulpa mengalami nekrosis, daerah tersebut

    menjadi tempat perkembangan mikroorganisma dengan produk-produknya.

    Infeksi saluran akar merupakan infeksi yang terjadi pada ruang pulpa dan jaringan

    periradikuler (Baumgartner, et al., 2002).

    Gambar 2.1 Bakteri Kokus yang Terlihat pada Akar yang Fraktur dengan Scanning Electron Microscopy (Baumgartner, et al., 2002).

    2.1.1 Jenis Bakteri Saluran Akar

    Bakteri pada saluran akar dengan nekrosis pulpa berbeda dari bakteri pada

    infeksi pulpa akut. Bakteri gram-negatif lebih banyak daripada bakteri gram-

    positif (Leonardo, et al. 2002). Sebagian kecil dari sekitar 350 spesies bakteri flora

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI PENENTUAN KONSENTRASI HAMBAT ... IBNU RUSDIARTO

  • 7

    7

    normal rongga mulut dapat diisolasi pulpa yang mengalami infeksi. Bakteri

    mayoritas ditemukan yaitu bakteri obligat anaerob, terdapat juga beberapa bakteri

    fakultatif anaerob dan sedikit bakteri aerob (Baumgartner, et al., 2002).

    Tabel 2.1 Mikroorganisma yang Diisolasi dari 65 Saluran Akar Gigi dengan Lesi Periapikal (Baumgartner,et al., 2002)

    2.1.2 Bakteri Pembentuk Biofilm

    Bakteri atau mikroorganisma lain yang terdapat pada makhluk hidup

    merupakan suatu fenomena yang disebut kolonisasi. Kolonisasi terjadi bila

    kondisi fisik dan biokimia memungkinkan untuk pertumbuhan, sedangkan

    No Spesies Bakteri Jumlah yang terisolasi Karakteristik

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    11

    12

    13

    14

    15

    Eubacterium spp

    Peptostreptococcus spp

    Fusobacterium spp

    Porphyromonas spp

    (black-pigmented)

    Prevotella spp (black-

    pigmented)

    Streptococcus spp

    Lactobacillus spp

    Wolinella spp

    Provotella spp

    (nonpigmented)

    Actinomyces spp

    Propionibacterium spp

    Capnocytophaga ochracea

    Veillonela parvula

    Selenomonas sputigena

    Spesies lain

    59

    54

    50

    32

    30

    28

    24

    18

    15

    14

    7

    7

    6

    6

    3

    Batang gram positif, nonmotil

    Kokus gram positif, nonmotil

    Fusiform gram negatif, nonmotil

    Batang gram negatif, nonmotil

    Batang gram negatif, nonmotil

    Kokus gram positif, nonmotil

    Batang gram positif, nonmotil

    Batang gram negatif, motil

    Batang gram negatif, nonmotil

    Batang gram positif, nonmotil

    Batang gram positif, nonmotil

    Fusiform gram negatif, motil

    kokus gram negatif, nonmotil

    Batang gram negatif, motil

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI PENENTUAN KONSENTRASI HAMBAT ... IBNU RUSDIARTO

  • 8

    8

    pertahanan tubuh host tidak cukup kuat untuk memusnahkan mikroorganisma

    tesebut (Baumgartner, et al., 2002). Bakteri dalam saluran akar yang terinfeksi

    sering ditemukan membentuk agregat padat multilayer yang dikenal sebagai

    biofilm. Komunitas biofilm saluran akar di antaranya adalah A. naeslundii, E.

    faecalis, L. salivarius, S. gordonii yang ditemukan pada gigi dengan infeksi

    persisten (de Paz, 2012). Dalam sebuah penelitian menunjukkan bahwa E.

    faecalis, S. sanguis, S. intermedius, S. pyogenes, dan S. Aureus mampu

    menghasilkan biofilm pada saluran akar yang telah diisi. Biofilm yang dihasilkan

    E. faecalis dan S. aureus lebih tebal daripada biofilm yang dihasilkan bakteri lain

    (Usha, 2010).

    2.1.3 Enterococcus faecalis

    Enterococcus faecalis adalah bakteri patogen yang berperan dalam

    sebagian besar kasus kegagalan perawatan saluran akar (Nair, 2004).

    Enterococcus faecalis telah terbukti sebagai mikroorganisma potensial untuk

    membentuk koloni atau pertumbuhan berlebih pada infeksi saluran akar, sebagai

    mikroorganisma yang dominan pada periodontitis apikalis, dan sering diisolasi

    dari saluran akar dalam kultur murni (Estrela, et al., 2008). Bakteri Enterococcus

    faecalis juga merupakan suatu mikroorganisma yang secara umum ditemukan

    pada infeksi endodontik persisten. Prevalensi infeksi yang disebabkan oleh bakteri

    ini telah mencapai angka dari 24 77 %. Penemuan ini dapat dijelaskan melalui

    variasi dari ketahanan dan virulensi dari bakteri Enterococcus faecalis sendiri

    (Firdaus, 2011).

    Enterococcus faecalis adalah bakteri yang non-motil, gram positif, dan

    bakteri yang berbentuk bulat. Bakteri ini terdiri dari rantai pendek, berpasangan

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI PENENTUAN KONSENTRASI HAMBAT ... IBNU RUSDIARTO

  • 9

    9

    atau bahkan tunggal, dan bakteri ini lebih sering ditemukan pada usus besar

    manusia. Bakteri ini merupakan bakteri fakultatif anaerob dengan metabolisme

    fermentasi. Bakteri ini mirip dengan bakteri S. pneumonia, tetapi Enterococcus

    faecalis lebih banyak mempunyai ciri-ciri yang khas untuk dapat dibedakan

    dengan bakteri lainnya. Bakteri ini tidak membentuk spora dan berbentuk ovoid

    dengan diameter 0,5 1 m (Firdaus, 2011).

    Klasifikasi dari bakteri Enterococcus faecalis adalah sebagai berikut:

    Domain : Bacteria

    Kingdom : Eubacteria

    Filum : Firmicutees

    Klas : Bacilli

    Ordo : Lactobacillales

    Famili : Enterococccaceae

    Genus : Enterococcus

    Spesies : Enterococcus faecalis

    Enterococcus faecalis relatif mudah dihancurkan dalam bentuk planktonik,

    tetapi menjadi lebih tahan ketika berada dalam sistem saluran akar yang terinfeksi.

    Hal ini mungkin disebabkan oleh aktivasi faktor virulensi, pembentukan biofilm,

    atau invasi ke dalam tubulus dentin (Athanassiadis, et al., 2010).

    2.2 Biofilm

    Biofilm adalah struktur yang sangat kompleks dan merupakan ekosistem

    koloni bakteri, di mana bakteri rongga mulut berinteraksi secara kooperatif atau

    kompetitif satu sama lain. Komunitas biofilm adalah struktur kompleks dan

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI PENENTUAN KONSENTRASI HAMBAT ... IBNU RUSDIARTO

  • 10

    10

    dinamis yang berkumpul melalui kolonisasi beberapa bakteri rongga mulut yang

    berurutan dan teratur. Salah satu ciri yang paling menonjol dari biofilm gigi

    adalah bahwa bakteri rongga mulut yang tumbuh di dalam biofilm sering

    mengekspresikan fenotipe yang berbeda dari bakteri planktonik. Misalnya, banyak

    spesies bakteri dalam biofilm menunjukkan toleransi yang lebih besar terhadap

    antibiotik dan faktor lingkungan lainnya, seperti pH dan oksigen (Hojo, 2009).

    2.2.1 Struktur Biofilm

    Biofilm merupakan matriks polisakarida yang menutupi populasi bakteri

    yang saling melekat satu sama lain dan / atau melekat pada permukaan atau antar

    permukaan. Biofilm adalah selapis tipis kondensasi mikroorganisma yang dapat

    terdiri dari bakteri, jamur dan protozoa. Bakteri yang mengambang juga dikenal

    sebagai bakteri planktonik yang merupakan prasyarat untuk pembentukan biofilm.

    Bakteri dalam bentuk planktonik terdapat di dalam maupun di luar biofilm.

    Komposisi biofilm terdiri dari sel-sel mikroorganisma, produk ekstraseluler,

    detritus, polisakarida sebagai bahan pelekat, dan air yang adalah bahan penyusun

    utama biofilm dengan kandungan hingga 97%. Polisakarida yang diproduksi oleh

    mikroba untuk membentuk biofilm termasuk ekstraseluler polimer matriks (EPM)

    yaitu polisakarida yang dikeluarkan dari dalam sel. EPM yang disintesis oleh sel

    mikroba berbeda-beda komposisi dan sifat kimiawi dan fisikanya (Usha, et al,

    2010). Fisiologi biofilm pada saat ini dikarakterisasi menggunakan sistem yang

    telah disederhanakan menjadi single, dual dan multi spesies komunitas bakteri

    yang berisi organisma kunci (Vorkaik, 2011).

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI PENENTUAN KONSENTRASI HAMBAT ... IBNU RUSDIARTO

  • 11

    11

    2.2.2 Proses Pembentukan Biofilm

    Quorum-sensing adalah proses komunikasi kimia antara bakteri, quorum-

    sensing didefinisikan sebagai regulasi gen dalam menanggapi kepadatan sel yang

    memengaruhi berbagai fungsi seperti, virulensi, toleransi asam, dan pembentukan

    biofilm. Karena bakteri dalam biofilm mencapai kepadatan sel yang tinggi,

    quorum-sensing merupakan salah satu fungsi bakteri yang penting. Autoinducer-2

    (AI-2) adalah salah satu molekul sinyal yang diketahui yang terkait dengan

    quorum-sensing. Sintesis AI-2 dikatalisis oleh LuxS, yaitu enzim yang dikode oleh

    gen luxS. Gen luxS dikonservasi dalam berbagai genom dari bakteri gram-positif

    dan gram-negatif. Banyak penelitian menunjukkan bahwa bakteri rongga mulut

    memiliki sistem quorum-sensing yang tergantung pada LuxS/AI-2. (Hojo et al,

    2009)

    Competence-stimulating peptide (CSP) memediasi komunikasi sinyal sel

    ke sel oleh bakteri. CSP adalah larutan peptida kecil yang memiliki 14-23 residu

    asam amino dan berpotensi diproduksi oleh banyak spesies Streptococcus di

    dalam rongga mulut. CSP terlibat dalam produksi bakteriosin, virulensi, dan

    pembentukan biofilm. Selain itu, CSP meningkatkan kompetensi genetik, yang

    memungkinkan pengangkutan DNA eksogen ke dalam sel. (Hojo et al, 2009)

    Tabel 2.2 Molekul Sinyal dan Fungsinya pada Bakteri Oral (Hojo et al, 2009)

    Jenis

    Sinyal Jenis Bakteri Fungsi

    AI-2

    Porphyromonas gingivalis

    Streptococcus mutans

    S. gordonii

    uptake hemin and besi

    aktifitas protease and

    hemaggulutinin

    respon tekanan gen

    pembentukan biofilm

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI PENENTUAN KONSENTRASI HAMBAT ... IBNU RUSDIARTO

  • 12

    12

    CSP

    S. anginosus

    S. intermedius

    Aggregatibacter

    actinomycetemcomitans

    Eikenella corrodens

    P. gingivalis - S. gordonii

    S. oralis - Actinomyces naeslundii

    S. mutans

    S. gordonii

    S. intermedius

    metabolisme karbohidrat

    pembentukan biofilm

    faktor virulensi

    pembentukan biofilm

    pembentukan biofilm

    pembentukan biofilm

    pembentukan biofilm

    produksi bakteriosin, kompetensi

    pembentukan biofilm

    toleransi asam

    pembentukan biofilm

    pembentukan biofilm

    Tahap mikroba dalam pembentukan biofilm dan pembentukan lingkungan

    kolonisasi terkadang tidak jelas, tetapi pada dasarnya memiliki urutan

    pembentukan yang sama, yaitu :

    1. Deposisi film

    Tahap ini melibatkan adsorpsi molekul anorganik dan organik pada

    permukaan padat dan kemudian mengarah pada pembentukan film.

    Pembentukan film melibatkan protein dan glikoprotein yang berasal dari

    saliva dan cairan sulkus gingiva. Pembentukan plak pada permukaan gigi

    melibatkan pengondisian mikroorganisma dengan pelikel saliva. (Usha et al,

    2010)

    2. Adhesi dan kolonisasi mikroorganisma planktonik

    Tahap ini melibatkan adhesi dan kolonisasi mikroorganisma planktonik, pada

    tahap ini perlekatannya diperkuat oleh produksi polimer , dan tahap ini

    dimulai dari struktur permukaan sel. Organisme perintis yang terlibat dalam

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI PENENTUAN KONSENTRASI HAMBAT ... IBNU RUSDIARTO

  • 13

    13

    pembentukan biofilm pada permukaan gigi adalah spesies Streptococcus

    diikuti dengan lapisan berikutnya yang terdiri dari bakteri gram negatif dan

    gram positif. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perlekatan bakteri

    yaitu meliputi pH, variasi temperatur, kecepatan aliran saliva, nutrisi, energi

    permukaan substrat, kandungan bakterial, tahap pertumbuhan bakteri, muatan

    permukaan sel bakteri, dan hiropobositas permukaan. (Usha et al, 2010)

    Tahap kedua ini terdiri dari tiga fase, yaitu:

    a. Fase 1

    Transportasi mikroba ke permukaan substrat dan perlekatannya. Faktor

    yang memengaruhi perlekatan meliputi fimbriae, pili, flagela, dan EPS

    (glyccalyx).

    b. Fase 2

    Fase perlekatan mikroba dan substrat untuk membentuk ikatan. Ikatan ini

    terbentuk oleh kombinasi gaya tarik-menarik elektrostatik, ikatan kovalen

    dan hidrogen, interaksi dipol dan interaksi hidrofobik. Ikatan awal antara

    bakteri dan substrat merupakan ikatan yang lemah, tetapi secara perlahan-

    lahan ikatan antara mikroba dan substrat mendapatkan kekuatan dari

    adhesi polisakarida atau pembentukan ligan.

    c. Fase 3

    Mikroba spesifik, fase perlekatan substrat yang melibatkan ikatan adhesin

    atau ligan pada permukaan sel bakteri.

    3. Pertumbuhan bakteri dan ekspansi biofilm

    Tahap ini melibatkan pertumbuhan dan ekspansi bakteri. Monolayer dari

    mikroorganisma kolonisasi awal menarik kolonisasi sekunder untuk

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI PENENTUAN KONSENTRASI HAMBAT ... IBNU RUSDIARTO

  • 14

    14

    membentuk mikrokoloni. Interaksi dua jenis mikroba terlihat pada tingkat sel

    selama pembentukan koadhesi dan koagregasi biofilm. Koadhesi adalah

    proses pengenalan antara sel yang tersuspensi dan sel yang telah melekat pada

    substrat dasar. Koaggregasi adalah proses di mana sel genetik yang berbeda

    mengenali satu sama lain dan hasilnya adalah formasi kelompok

    mikroorganisma (Usha et al, 2010).

    4. Pelepasan biofilm mikroorganisma

    Tahap ini melibatkan pelepasan mikroorganisma biofilm ke dalam

    lingkungan. Pelepasan bibit-bibit koloni itu adalah pelepasan terprogram sel

    bakteri planktonik yang disebabkan oleh hidrolisis lokal matriks ekstraseluler

    polisakarida, dan konversi dari sel-sel sub-populasi menjadi sel planktonik

    motil. Sel-sel bakteri yang terlepas ini adalah yang menyebabkan infeksi

    persisten (Usha et al, 2010).

    Gambar 2.2 Tahap Pembentukan Biofilm (Hojo et al, 2009)

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI PENENTUAN KONSENTRASI HAMBAT ... IBNU RUSDIARTO

  • 15

    15

    2.2.3 Mekanisme Pertahanan Biofilm

    Bakteri rongga mulut dapat bertahan menghadapi oksigen, imunitas host,

    dan agen antimikroba dengan bekerja sama dengan satu sama lain, melalui

    pembentukan biofilm sebagai kesatuan barrier. Bakteri rongga mulut yang

    menempel pada permukaan gigi menunjukkan pola perilaku yang berbeda dari

    bakteri yang mengamban bebas atau bakteri planktonik. Perbedaan paling

    mencolok antara bakteri dalam biofilm dan bakteri planktonik dengan spesies

    yang sama adalah toleransi meningkat terhadap agen antimikroba (Hojo, 2009).

    Bakteri dalam biofilm lebih tahan terhadap prosedur desinfeksi, karena matriks

    biofilm kurang permeabel terhadap desinfektan atau antibiotik (Fouad, 2011).

    Pertahanan dari bakteri biofilm berkaitan dengan adanya barier pelindung yang

    disediakan oleh ekstraseluler polimer matriks (EPM) (Shrestha et al., 2010).

    Bakteri biofilm menunjukkan resistensi yang lebih tinggi terhadap antimikroba

    dibandingkan dengan bentuk planktonik yang bebas. Faktor-faktor yang

    mempengaruhi antara lain; Pertama, adanya ekstraseluler polimer matriks secara

    fisik membatasi difusi agen antimikroba. Kedua, pertumbuhan yang lambat dalam

    biofilm berperan terhadap resistensi antimikroba karena kurangnya kepekaan

    untuk antimikroba yang tergantung pertumbuhan. Ketiga, adanya faktor resistensi,

    seperti enzim penginaktif obat-obatan. Sebagai contoh, -laktamase menyebabkan

    degradasi antibiotik -laktam. Oleh karena itu, retensi enzim dalam biofilm

    menguatkan fungsi barrier (Hojo, 2009).

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI PENENTUAN KONSENTRASI HAMBAT ... IBNU RUSDIARTO

  • 16

    16

    2.3 Perawatan Saluran Akar

    Perawatan saluran akar bertujuan untuk merestorasi gigi yang dirawat

    untuk mencapai bentuk dan fungsi yang tepat dalam sistem pengunyahan yang

    sehat. Ada tiga tahap dasar yang pasti dalam perawatan endodontik dikenal

    sebagai Triad Endodontik terdiri dari preparasi biomekanik, irigasi dan

    disinfeksi, dan obturasi. Setiap aspek dari perawatan merupakan tahap yang

    penting dan harus dilakukan dengan cara yang benar, jika ada salah satu tahap

    yang salah, seluruh sistem perawatan akan gagal (Shahani & Subba Reddy, 2011).

    Tahap awal yang harus dilakukan dalam prosedur perawatan saluran akar adalah

    preparasi akses, akses adalah kunci dalam memaksimalkan pembersihan,

    pembentukan dan obturasi saluran akar (Walton, 2002).

    2.3.1 Preparasi dan Irigasi

    Preparasi mekanik saluran akar adalah tahap penting untuk menghilangkan

    jaringan nekrotik. Preparasi mekanik harus selalu diikuti dengan irigasi saluran

    akar untuk membersihkan potongan jaringan pulpa dan serpihan dentin. Jadi,

    debridemen kimia yang dikenal sebagai larutan irigasi saluran akar adalah bahan

    tambahan yang diperlukan untuk memastikan pembersihan jaringan nekrotik dan

    debris (Shahani & Subba Reddy, 2011). Prinsip debridement dapat dikatakan

    sederhana. Idealnya, alat berkontak dan mengikis seluruh dinding saluran akar

    untuk melepaskan debris. Irigasi akan melarutkan debris yang sudah terlepas dari

    saluran akar. Secara kimia, larutan irigasi saluran akar akan melarutkan sisa-sisa

    bahan organik dan membunuh mikroorganisma sehingga dapat membebaskan

    saluran akar dari iritan (Walton & Rivera, 2002).

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI PENENTUAN KONSENTRASI HAMBAT ... IBNU RUSDIARTO

  • 17

    17

    2.4 Larutan Irigasi Saluran Akar

    Irigasi adalah tahap yang berperan dalam pemberantasan mikroba dari

    sistem saluran akar, sedangkan pengisian saluran akar merupakan upaya untuk

    menghilangkan kemungkinan infeksi ulang. Instrumentasi, irigasi, penggunaan

    agen desinfektan secara lokal, dan pengisian saluran akar (sealer) semua berperan

    terhadap pembunuhan dan penghapusan mikroba dari saluran akar yang terinfeksi,

    dengan irigasi dianggap sebagai faktor yang paling penting (Haapasalo, 2011).

    Fungsi utama larutan irigasi saluran akar adalah mengalirkan debris dari saluran

    akar, disamping itu juga berfungsi untuk membersihkan dan membentuk saluran

    akar. Sifat larutan irigasi saluran akar yang ideal antara lain (Walton & Rivera,

    2002) :

    a. Pelarut jaringan atau debris

    b. Toksisitas rendah

    c. Tegangan permukaan rendah

    d. Pelumas

    e. Sterilisasi

    f. Menghilangkan smear layer (Walton & Rivera, 2002).

    2.4.1 Chlorhexidine

    Chlorhexidine adalah molekul kationik yang dapat digunakan selama

    perawatan saluran akar. Chlorhexidine memiliki aktivitas antimikroba dengan

    spektrum luas. Struktur kationik tersebut menyediakan properti unik bernama

    substantivitas. Chlorhexidine digunakan secara luas sebagai larutan irigasi dan

    medikamen saluran akar. Sebuah molekul chlorhexidine (C22H30Cl2N10) terdiri

    dari dua cincin simetris 4-klorofenil dan dua kelompok biguanide yang

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI PENENTUAN KONSENTRASI HAMBAT ... IBNU RUSDIARTO

  • 18

    18

    dihubungkan dengan rantai inti heksametilena. Chlorhexidine memiliki pH 5,5

    sampai 7 dan aktivitasnya tergantung pada pH. Di atas pH 8,0, chlorhexidine

    diendapkan, sedangkan kerusakan secara bertahap terjadi jika kondisi asam, pH di

    bawah 5 (Sen & Turk, 2009).

    Chlorhexidine yang paling umum untuk larutan irigasi dibuat dengan

    garam digluconate (C22H30Cl2N10 2C6H12O7), karena garam memiliki stabilitas

    tinggi dan larut dalam air.

    Gambar 2.3 Sebuah Molekul Chlorhexidine (C22H30Cl2N10) Terdiri dari Dua Cincin Simetris 4-

    klorofenil dan Dua Kelompok Biguanide yang Dihubungkan dengan Rantai Inti Heksametilena

    (Sen & Turk, 2009)

    Chlorhexidine memiliki aktivitas antimikroba yang luas terhadap

    bakteri gram positif dan gram negatif, jamur, dermatofit dan beberapa virus

    lipofilik. Namun, tidak dapat menghancurkan spora bakteri dan mikobakterium.

    Karena akan merusak membran sitoplasmik (bagian dalam), mekanisme kerjanya

    diklasifikasikan sebagai jenis membran-aktif. Chlorhexidine memiliki efek

    antibakteri yang berbeda pada berbagai konsentrasi. Setelah Chlorhexidine

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI PENENTUAN KONSENTRASI HAMBAT ... IBNU RUSDIARTO

  • 19

    19

    berinteraksi dengan bakteri, molekul kationik cepat teradsorpsi ke permukaan sel

    bakteri yang bermuatan negatif. Pada tahap ini, integritas dari lapisan luar sel

    diubah, tapi kerusakan ini tidak cukup untuk menimbulkan lisis atau kematian sel.

    Molekul Chlorhexidine menembus membran luar dan mengikat kelompok

    fosfolipid pada bagian dalam membran. Dengan demikian, permeabilitas

    membran dalam meningkat dan partikel dengan berat molekul rendah seperti

    kalium dan ion fosfor mengalami kebocoran. Pada tahap ini, chlorhexidine

    memiliki efek reversibel, oleh karena itu, dianggap bakteriostatik. Kenaikan

    konsentrasi chlorhexidine lebih lanjut akan menyebabkan penurunan kebocoran,

    karena koagulasi dan presipitasi isi intraseluler terjadi di sitoplasma; akibatnya,

    perbaikan membran sel dihambat. Pengaruh chlorhexidine menjadi ireversibel,

    menunjukkan sifat bakterisidanya (Sen & Turk, 2009).

    Mekanisme yang mendasari penyusutan biofilm yang terpapar

    chlorhexidine adalah terkait dengan interaksi antara ion bermuatan negatif

    ekstraseluler polisakarida matriks (EPM), yang merupakan sebagian besar dari

    volume biofilm, dengan molekul-molekul chlorhexidine bermuatan positif.

    Interaksi ini akan mengubah sifat fisiko-kimia dari EPM yang meliputi; kelarutan,

    hidrofobik dan muatan lokal sepanjang rantai polimer. Perubahan pada muatan

    akan mempengaruhi struktur rantai EPM dan tingkat ikatan molekul yang

    berdekatan. Chlorhexidine Sebagai molekul yang bermuatan positif berinteraksi

    dengan EPM yang bermuatan negatif maka muatan total dari matriks akan

    bergeser menjadi netral, mengurangi daya tolak-menolak antara gugus bermuatan

    yang memungkinkan asosiasi yang lebih dekat terjadi antara untaian polimer,

    mengurangi volume biofilm. Fenomena kontraksi biofilm tampaknya dipengaruhi

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI PENENTUAN KONSENTRASI HAMBAT ... IBNU RUSDIARTO

  • 20

    20

    konsentrasi chlorhexidine, hal ini memungkinkan perubahan struktur biofilm,

    seperti pembukaan water-channel yang bisa membantu dalam difusi chlorhexidine

    ke lapisan yang lebih dalam (Hope & Wilson, 2004).

    Chlorhexidine biasa digunakan sebagai larutan irigasi saluran akar karena

    dipandang memiliki toksisitas minimal pada sel host. Walaupun chlorhexidine

    tidak menunjukkan dapat menimbulkan kerusakan jangka panjang pada jaringan

    host, chlorhexidine dapat menimbulkan respon inflamasi pada jaringan jika

    terpapar di sekitar saluran akar. Yesilsoy et al menginjeksi chlorhexidine 0,12%

    ke dalam jaringan subkutan dari punggung kelinci percobaan untuk menilai efek

    toksik jangka pendek. Setelah dilakukan pemeriksaan histologis, mereka

    menemukan tanda-tanda respon inflamasi ringan setelah 2 jam, respon inflamasi

    sedang setelah 2 hari, dan pembentukan granuloma asing setelah 2 minggu, yang

    setelah itu akan terjadi perbaikan jaringan. Namun, penelitian tersebut dilakukan

    dengan menggunakan konsentrasi yang lebih rendah dari chlorhexidine yang

    sering digunakan dalam perawatan saluran akar. Untuk membantu mengevaluasi

    respon inflamasi dari chlorhexidine 2%, Tanamaru Filho et al menginjeksikan

    NaOCl 0,5%, chlorhexidine digluconate 2%, dan salin buffer-fosfat secara

    terpisah ke dalam rongga peritoneal tikus. Penelitian ini menunjukkan jumlah sel-

    sel inflamasi yang dihasilkan dari injeksi chlorhexidine 2% mirip dengan salin

    buffer-fosfat sebagai kontrol di setiap periode pengujian, sedangkan injeksi

    NaOCl 0,5% menunjukkan jumlah sel-sel inflamasi yang lebih besar secara

    signifikan. Para peneliti menyimpulkan bahwa chlorhexidine 2% adalah

    biokompatibel (Farina et al, 2011).

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI PENENTUAN KONSENTRASI HAMBAT ... IBNU RUSDIARTO