BUKU 2 BAB 2 .pdf

26
BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA 2-1 BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA ETODOLOGI 2.1 PENYEBAB TERJADINYA BANJIR Banyak faktor yang bisa menjadi penyebab banjir, misalnya, curah hujan yang tinggi, kapasitas alur sungai yang tidak mencukupi, adanya endapan sedimen (delta) di muara sungai, atau karena daerah banjir yang memang merupakan daerah dataran rendah, dan lain lain. Untuk mengatasi permasalahan banjir yang sesungguhnya perlu diketahui secara pasti faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya banjir. Dengan demikian, upaya pengendalian banjir pada suatu wilayah bisa berbeda dengan wilayah yang lain. Beberapa penyebab utama terjadinya banjir antara lain adalah: 1. Pendangkalan/Agradasi Dasar Sungai (Sedimentasi) Hampir semua sungai di Jawa membawa sedimen dalam jumlah yang banyak dari hulunya dan mengikis lahan di DAS-nya sampai ke muara. Di daerah muara, kemiringan dasar sungai menjadi relatif datar akibat endapan pasir dan material-material yang lain, sehingga kapasitas tampungan sungainya menjadi berkurang. Di penambangan pasir di sungai-sangat besar sehingga di beberapa tempat degradasi dasar sungai banyak di jumpai. Namun di sisi lain, permasalahan sedimentasi juga banyak terjadi, terutama pada sungai-sungai di bagian hilir. 2. Meluapnya Aliran Sungai melalui Tanggul Di daerah pantai/muara, meluapnya air sungai dari tanggul yang ada sering terjadi selama musim penghujan. Meluapnya aliran sungai ini mengakibatkan tergenanginya daerah-daerah yang relatif datar dan lahan-lahan pertanian di sekitarnya. Penyebab meluapnya aliran sungai ini sangat banyak, tetapi yang paling besar kontribusinya adalah sebagai berikut ini:

description

geohidrologi

Transcript of BUKU 2 BAB 2 .pdf

Page 1: BUKU 2 BAB 2 .pdf

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

2-1

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR

DI PULAU JAWA

ETODOLOGI

2.1 PENYEBAB TERJADINYA BANJIR

Banyak faktor yang bisa menjadi penyebab banjir, misalnya, curah hujan yang tinggi, kapasitas alur sungai yang tidak mencukupi, adanya endapan sedimen (delta) di muara sungai, atau karena daerah banjir yang memang merupakan daerah dataran rendah, dan lain lain. Untuk mengatasi permasalahan banjir yang sesungguhnya perlu diketahui secara pasti faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya banjir. Dengan demikian, upaya pengendalian banjir pada suatu wilayah bisa berbeda dengan wilayah yang lain.

Beberapa penyebab utama terjadinya banjir antara lain adalah:

1. Pendangkalan/Agradasi Dasar Sungai (Sedimentasi)

Hampir semua sungai di Jawa membawa sedimen dalam jumlah yang banyak dari hulunya dan mengikis lahan di DAS-nya sampai ke muara. Di daerah muara, kemiringan dasar sungai menjadi relatif datar akibat endapan pasir dan material-material yang lain, sehingga kapasitas tampungan sungainya menjadi berkurang. Di penambangan pasir di sungai-sangat besar sehingga di beberapa tempat degradasi dasar sungai banyak di jumpai. Namun di sisi lain, permasalahan sedimentasi juga banyak terjadi, terutama pada sungai-sungai di bagian hilir.

2. Meluapnya Aliran Sungai melalui Tanggul

Di daerah pantai/muara, meluapnya air sungai dari tanggul yang ada sering terjadi selama musim penghujan. Meluapnya aliran sungai ini mengakibatkan tergenanginya daerah-daerah yang relatif datar dan lahan-lahan pertanian di sekitarnya. Penyebab meluapnya aliran sungai ini sangat banyak, tetapi yang paling besar kontribusinya adalah sebagai berikut ini:

Page 2: BUKU 2 BAB 2 .pdf

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

2-2

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

• kemiringan sungai yang relatif datar.

• adanya sedimentasi/pendangkalan sungai,

• bertambahnya debit sungai dan material sedimen yang terbawa akibat terjadinya perubahan kondisi di hilir.

Tanggul-tanggul yang telah dibangun di sebagian besar sungai tidak cukup tinggi untuk menampung debit banjir yang terjadi. Selain itu kondisi tanggul yang buruk karena tidak memadainya pemeliharaan tanggul yang dilakukan. Tanggul-tanggul sungai di hulu memang dapat mengurangi banjir-banjir yang terjadi di daerah hulu, akan tetapi, di sisi lain justru dapat menyebabkan bertambahnya luasnya area yang terkena banjir di daerah hilir.

3. Kondisi Saluran Drainase yang Kurang Baik

Beberapa permasalahan yang menjadi penyebab drainase yang tidak lancar sebagai berikut ini:

• tidak berfungsinya pintu-pintu air sebagaimana mestinya,

• kapasitas tampungan yang tidak memadai dari saluran drainase dan sungai-sungai. Beberapa dari sungai-sungai digunakan untuk lahan pertanian,

• lahan pertanian produktif selalu berada di depresion area di titik terendah dari dataran pantai (tidak terlalu jauh dari muara), lokasi ini umumnya terendam banjir selama terjadi hujan lokal dan tingginya muka air selama musim hujan.

4. Efek dari Backwater pada Daerah-Daerah Penyempitan dan Elevasi Hilir Sungai yang Lebih Tinggi

Penyempitan pada sungai bisa disebabkan oleh tertutupnya muara sungai pada awal musim hujan dan karena penyempitan pada jembatan dan bangunan-bangunan struktur lainnya. Penyempitan ini bisa menyebabkan banjir di hulu karena dampak dari backwater. Backwater juga bisa terjadi pada pertemuan antara anak sungai dan sungai utamanya. Naiknya muka air dapat menyebabkan meluapnya aliran sungai dan menggenangi lahan pertanian disekitarnya. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa akibat dari backwater dapat memperpanjang besarnya jarak penyempitan di hulu.

Page 3: BUKU 2 BAB 2 .pdf

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

2-3

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

Misalkan, penutupan muara sungai dapat memperpanjang aliran di beberapa anak sungai di daerah dataran banjir.

5. Kurang Berfungsinya Pintu Pengendali Banjir pada Sungai

Pintu air sangat sering tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya karena tertutup oleh tanaman atau endapan pasir. Masalah ini lebih sering terjadi pada pintu air otomatis, karena operasionalnya secara otomatis maka pengamatan/pemeliharaan di lapangan jarang dilakukan.

Tabulasi data peta sebaran lokasi rawan banjir untuk Propinsi Banten disajikan dalam Tabel 2.1. Tabulasi data peta sebaran lokasi rawan banjir untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta disajikan dalam Tabel 2.2. Tabulasi data peta sebaran lokasi rawan banjir untuk Jawa Barat disajikan dalam Tabel 2.3. Tabulasi data peta sebaran lokasi rawan banjir untuk Propinsi Jawa Tengah disajikan dalam Tabel 2.4. Tabulasi data peta sebaran lokasi rawan banjir untuk Daerah Istimewa Yogyakarta disajikan dalam Tabel 2.5. Tabulasi data peta sebaran lokasi rawan banjir untuk Propinsi Jawa Timur disajikan dalam Tabel 2.6.

Tabel 2. 1 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir untuk Propinsi Banten

Genangan No Lokasi Dampak Luas (Ha) Tinggi

(m) Lama (jam)

1 S. Cilegon Nasional - - - 2 S. Ciujung Nasional 11.000 3,00 12 3 S. Cidurian Nasional 982 1,00 16 4 S. Cibungur Lokal 12.000 3,00 12 5 S. Ciliman Lokal 3.966 3,00 24

Sumber: Pekerjaan Umum (1998).

Page 4: BUKU 2 BAB 2 .pdf

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

2-4

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

Tabel 2. 2 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi DKI Jakarta Genangan

No Lokasi Dampak Luas (Ha) Tinggi (m)

Lama (jam)

1 Kapuk Muara Nasional 65,00 0,80 144 2 Kp. Jawa Tanah Sareal Nasional 29,30 0,38 24 3 Krendang Nasional 93,00 0,65 24

4 Muara Karang; Pluit Barat Nasional 165,00 0,79 144

5 Bandengan Nasional 85,30 0,47 144 6 Teluk Gong / Kmp Gusti Nasional 111,30 1,60 144 7 Jembatan Tiga Bimoli Nasional 183,00 0,45 72 8 Jemb Merah; Gn Sahari Nasional 28,30 0,27 24 9 Keb. Jeruk Kota Nasional 61,00 0,30 24

10 Jl. Lodan Rel KA Nasional 185,00 0,95 144 11 Pademangan Barat Nasional 129,00 0,70 144 12 Jl Angkasa Kemayoran Nasional 14,30 0,30 48 13 Kp. Warakas; Tg Priuk Nasional 58,30 0,67 144 14 Kb. Bawang Nasional - - - 15 Jl. Mengkudu Semper Nasional 100,00 0,85 72 16 Rawa Badak Nasional 144,00 0,90 144 17 Kp. Malang Plumpang Nasional 126,00 0,76 144 18 Kp. Dewa Ruci Cilincing Nasional 136,00 1,10 72

19 Semper SD Dewa Kembar Nasional 87,00 0,40 72

20 Koja Nasional 118,00 4,00 144 21 Kp. S Bambu Nasional - - - 22 PT Gaya Motor Nasional 256,30 0,25 48 23 Pulo Besar Sunter Nasional 38,30 0,35 48 24 Jl. D Sunter Podomoro Nasional 32,00 0,23 72 25 Sunter (Blk. Honda) Nasional 13,00 0,30 48 26 Bendungan Jago I Nasional 8,30 0,30 48 27 Ht. Kelapa Gading Nasional - - - 28 Jl Perintis Kemerdekaan Nasional 76,00 1,00 24 29 Palad Pulo Gadung Nasional 34,00 1,66 24 30 Pulo Gadung (TL) Nasional 75,00 4,00 24 31 Pompa Pulo Mas Nasional 13,63 1,05 48 32 KODAM Sumur Batu Nasional 136,30 1,05 48

33 Kaw. Industri Pulogadung Nasional 226,00 0,79 24

34 Harapan Jaya/Jl. Suprapto Nasional 18,00 0,40 48

35 Utan Kayu Nasional 22,00 0,00 0 36 Cipinang Elok Nasional 21,00 0,80 48 37 Cipinang Pulo/Prumpung Nasional 17,00 4,00 48 38 Kb. Nanas By Pass Nasional 31,00 0,90 24 39 Kebon Pala Halim Nasional 43,30 7,25 48 40 Kp. Bina Lindung Pd. Nasional 10,00 0,40 72

Page 5: BUKU 2 BAB 2 .pdf

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

2-5

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

Genangan No Lokasi Dampak Luas (Ha) Tinggi

(m) Lama (jam)

Gede 41 Kp. Makasar Nasional 22,00 1,00 72 42 Cipinang Rambutan Nasional 10,00 1,00 72 43 Kampung Melayu Nasional 162,00 3,82 48 44 S. Ciliwung Kalibata Nasional 22,00 2,80 24 45 Pondok Karya/Kpl. Polri Nasional 14,00 2,07 72 46 Jagakarsa Lt. Agung Nasional 6,30 0,50 24 47 Depdagri Nasional - - - 48 Hang Lekir Nasional 45,00 0,35 24 49 Tarakanita/Pulo Raya Nasional 34,30 0,54 72 50 Kpl. Bank Prapanca Nasional 15,00 0,73 72 51 Kepa Duri; Batu Sari Nasional 130,60 0,86 48 52 Antilop Maju Kembangan Nasional 70,60 0,70 24 53 Jl. Semeru Grogot Nasional 38,30 0,88 48 54 Pos Pengomben Nasional 31,00 0,65 24 55 Sarinah Thamrin Nasional 58,00 0,38 24 56 Bendungan Hilir Nasional 45,00 0,35 24

57 Petamburan; Pd. Bandung Nasional 73,00 0,32 24

58 Pal Merah Nasional 35,00 1,81 48 59 Gang Sentiong Nasional 20,00 0,40 24 60 Cipulir Nasional 55,00 0,90 48 61 IKPN Bintaro Nasional 13,00 4,75 144 62 Pademangan Timur Nasional 128,30 0,45 144 63 Tomang Barat Nasional 260,00 0,34 48 64 Cengkareng Mookervat Nasional 62,60 0,81 144 65 Gn. Macan Tmn Batu Nasional 17,00 0,50 48 66 Stasiun Duri Nasional 23,30 0,30 24 67 Rawa Buaya Nasional 131,00 0,45 48 68 Jembatan Genit Nasional 189,00 0,73 144 69 Jl. Tanah Abang I Nasional 26,00 0,69 24

Sumber: Pekerjaan Umum (1998).

Page 6: BUKU 2 BAB 2 .pdf

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

2-6

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

Tabel 2. 3 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi Jawa Barat Genangan

No Lokasi Dampak Luas (Ha) Tinggi (m)

Lama (jam)

1 S. Cimanuk Hulu Regional 600 1,30 4 2 S. Cimanuk Hilir Nasional 3.856 0,60 18 3 S. Pekik; S. Condong Lokal 383 0,60 24 4 S. Kanci; S. Ciberes Lokal 586 0,40 0,95 5 S. Cikapundung Kolot Lokal 105 0,60 13,5 6 S. Citarik Nasional 210 0,60 13,5 7 S. Citarum Nasional 7.249 1,00 16 8 S. Citanduy Regional 180 1,50 72 9 S. Ciseel Regional 3.635 1,50 720

10 S. Kalipucang Regional 430 1,20 430 11 S. Bangkaderes Lokal 640 0,75 17

Sumber: Pekerjaan Umum (1998).

Tabel 2. 4 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi Jawa Tengah Genangan

No Lokasi Dampak Luas (Ha) Tinggi (m)

Lama (jam)

1 S. Tanjung Kulon; S. Babakan; S. Kabuyutan Nasional 2.450 0,75 18

2 S. Pemali Nasional 2.915 1,50 9

3 S. Gangsa; S. Wadoa; S. Gung Nasional 1.365 0,75 6

4 S. Waluh Nasional 300 1,50 6 5 K. Comal Nasional 1.182 1,50 6 6 S. Sragi Nasional 760 0,80 10

7 S. Sengkarang; S. Pekalongan Nasional 1.500 2,00 24

8 S. Kuto Nasional 625 1,00 6 9 S. Blukar; S. Bulanan Nasional 1.500 1,00 10

10 S. Bodri Nasional 3.023 1,40 6 11 S. Kendal; S. Blorong Nasional 4.075 0,50 27 12 K. Garang Nasional 350 - - 13 K. Babon; S.Sayung Nasional 4.610 0,45 8.5

14 S. Dolok; S. Setu ; S. Cabean Nasional 6.500 1,00 24

15 K. Jajar Regional 125 0,75 12 16 K. Wulan Regional 570 0,50 - 17 K. Tuntang Regional 500 0,60 30 18 S. Tayu Lokal 1.006 0,80 10 19 S. Juana Nasional 5.320 1,00 72 20 S. Lusi; S. Glugu Regional 1.800 0,50 12 21 S. Donan Nasional 1.000 1,50 0 22 S. Serayu Regional 1.220 1,50 84

Page 7: BUKU 2 BAB 2 .pdf

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

2-7

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

Genangan No Lokasi Dampak Luas (Ha) Tinggi

(m) Lama (jam)

23 S. Tipar Nasional 7.000 1,50 180 24 S. Ijo Nasional 3.455 1,50 60 25 S. Telomoyo Regional 3.500 1,00 168 26 S. Luluko Nasional 2.540 1,50 24 27 S. Wawar Nasional 4.000 0,60 48 28 S. Cokroyosan Lokal 4.213 1,50 36 29 S. Bogowonto Nasional 3.000 1,00 24

Sumber: Pekerjaan Umum (1998).

Tabel 2. 5 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Genangan No Lokasi Dampak

Luas (Ha) Tinggi (m) Lama (jam)

1 S. Serang Regional 1.040 0,40 32

Sumber: Pekerjaan Umum (1998).

Tabel 2. 6 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi DKI Jawa Timur Genangan

No Lokasi Dampak Luas (Ha) Tinggi (m)

Lama (jam)

1 B. Solo Bojonegoro Nasional 17.000 - - 2 B. Solo Tuban Nasional 6.500 - - 3 K. Maibit Lokal 350 - - 4 K. Plalangan Nasional 25 - - 5 B. Solo Lamongan Nasional 16.000 - - 6 B. Solo Gresik Nasional 11.300 - - 7 K. Lamong Lokal 300 - - 8 K. Kebon Agung Nasional 1.807 - - 9 K. Perbatasan Nasional 1.600 - -

10 K. Sadar; K. Kambing Nasional 6.213 - - 11 K. Porong Nasional - - - 12 K. Widas Nasional 1.763 - - 13 K. B. Solo Regional 600 - - 14 K. Madiun Regional 500 - - 15 K. Jerowan Regional 2.400 - - 16 K. Madiun Lokal 375 - - 17 K. Madiun Lokal 1.150 - - 18 K. Slahung Lokal 2.950 - - 19 K. Grindulu Lokal 3.750 - - 20 K. Jelok Lokal 300 - -

Page 8: BUKU 2 BAB 2 .pdf

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

2-8

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

Genangan No Lokasi Dampak Luas (Ha) Tinggi

(m) Lama (jam)

21 K. Kenyang Regional 1.700 - - 22 K. Termas Lokal 2.897 1,00 72

23 K. Ngobo ; K. Darmo ; K. Toyoaning Lokal 671 0,50 48

24 K. Konto Regional 839 - - 25 K. Serinjing Lokal 1.525 1,00 48 26 K. Putih Regional 2.235 0,50 48 27 K. Lekso ; K. Semut Lokal 860 0,50 48 28 K. Glidik Lokal 1.701 1,00 48 29 K. Rejali Lokal 1.531 1,00 48 30 K. Mujur Lokal 8.717 1,00 48 31 K. Bondoyodo Lokal - - - 32 K. Tanggul Lokal - - -

Sumber: Pekerjaan Umum (1998).

2.2 KEJADIAN BANJIR

Banyak faktor yang bisa menjadi penyebab banjir, misalnya, curah hujan yang tinggi, kapasitas alur sungai yang tidak mencukupi, adanya endapan sedimen (delta) di muara sungai, atau karena daerah banjir yang memang merupakan daerah dataran rendah, dan lain lain. Untuk mengatasi permasalahan banjir yang sesungguhnya perlu diketahui secara pasti faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya banjir. Dengan demikian, upaya pengendalian banjir pada suatu wilayah bisa berbeda dengan wilayah yang lain.

Banjir yang terjadi adalah sebagai akibat dari fenomena alam, bisa juga sebagai akibat akibat dari kelalaian manusia manusia yang tidak dapat mengantisipasi fenomena tersebut, sehingga hal ini dapat menelan korban jiwa manusia maupun mengakibatkan kerusakan pada infrastruktur lainnya. Selain mengungkap lokasi dan penyebab dari kejadian banjir, diungkap pula kerugian yang ditimbulkan oleh kejadian banjir dan tanah longsor tersebut, baik itu kerugian terhadap manusia maupun terhadap infrastruktur yang ada. Berikut ini juga disajikan Tabel 2.7 yang berisi rekapitulasi kejadian banjir dan tanah longsor musim hujan 2001/2002 dan Tabel 2.8 yang berisi rekapitulasi kejadian banjir dan tanah longsor musim hujan 2002/2003.

Page 9: BUKU 2 BAB 2 .pdf

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

2-9

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

Tabel 2. 7 Rekapitulasi Kejadian Banjir dan Tanah Longsor Musim Hujan 2001-2002 Per 15 Mei 2002

Terg

enan

gRu

sak/R

oboh

/Han

yut

Menin

ggal

Hilan

gMe

ngun

gsi

Perm

ukim

an

Ruma

hFa

sum

Jalan

Jemb

atan

Sawa

hPe

rkebu

nan

Perik

anan

Ruma

hFa

sum

Jalan

Jemb

atan

Bend

ung

Salur

anTa

nggu

l(jiw

a)(jiw

a)(jiw

a)(ha

)(bu

ah)

(buah

)(km

)(bu

ah)

(ha)

(ha)

(ha)

(buah

)(bu

ah)

(km)

(buah

)(bu

ah)

(m)

(m)

1DK

I Jak

arta

521

038

4,296

16,04

1

0

02

10

00

30

00

00

00

2Ba

nten

42

00

780

7,533

10

099

5

100

20

160

00

300

3Ja

wa Ba

rat7

20

022

462,1

06

40

40

3,526

038

01,6

45

0

561

00

00

4DI

Y1

00

00

047

40

00

00

00

60

00

00

5Ja

wa Te

ngah

3012

62,6

493,6

88

14,66

8

1610

70

2,839

211

210

271

012

84

00

811

06

Jawa

Timu

r25

606

016

877

4,464

414

7914

34,13

1

010

1367

023

315

3,500

12,33

5

0

Total

7297

1238

6,945

39,63

2

28

,771

94

519

215

41,49

1

221

60

03,2

88

0

229

815

3,500

13,17

6

0

Bang

. SDA

, Irig

asi (b

uah)

NoPr

opins

iKe

jadian

(fr

ekue

nsi)

Manu

sia

Page 10: BUKU 2 BAB 2 .pdf

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

2-10

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

Tabel 2. 8 Rekapitulasi Kejadian Banjir dan Tanah Longsor Musim Hujan 2002-2003 Per 30 Juli 2003

Terge

nang

Rusa

k/Rob

oh/Ha

nyut

Menin

ggal

Hilan

gMe

ngun

gsi

Perm

ukim

an

Ruma

hFa

sum

Jalan

Jemb

atan

Sawa

hPe

rkebu

nan

Perik

anan

Ruma

hFa

sum

Jalan

Jemb

atan

Bend

ung

Salur

anTa

nggu

l(jiw

a)(jiw

a)(jiw

a)(ha

)(bu

ah)

(buah

)(km

)(bu

ah)

(ha)

(ha)

(ha)

(buah

)(bu

ah)

(km)

(buah

)(bu

ah)

(m)

(m)

1DK

I Jakar

ta10

00

9,267

5083

31

00

00

00

00

00

00

02

Bante

n7

20

04,0

45

7,786

00

03,5

62

0

73

00

21

060

03

Jawa B

arat

2236

368,7

000

3,096

4730

049

,344

0

101,4

32

9

79

00

00

4DIY

30

00

011

50

00

00

00

10

00

00

05

Jawa T

enga

h29

80

6,932

1,460

7,1

13

0

270

14,40

9

00

193

00

00

092

00

6Jaw

a Timu

r33

360

842

938

8,267

1965

08,9

48

8,2

12

13

059

31

81

61,0

18

3,2

17

10

Total

104

8236

25,74

16,4

93

27,21

0

6712

20

76,26

3

8,212

147

2,221

1115

127

1,018

4,197

10

Bang

. SDA

, Irig

asi (b

uah)

Kejad

ian

(freku

ensi)

Manu

siaPro

pinsi

No

Page 11: BUKU 2 BAB 2 .pdf

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

2-11

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

2.3 UPAYA PENGENDALIAN BANJIR

Sistem pengendalian bahaya banjir umumnya sudah dilakukan untuk sungai-sungai di Jawa, dimana banjir tersebut dapat menyebabkan dampak ekonomi dan sosial yang cukup berarti. Daerah sungai yang biasanya terkena banjir secara langsung seperti permukiman, pusat-pusat industri, lahan pertanian, atau jalan-jalan utama akan sangat membutuhkan adanya sistem pengendalian bahaya banjir.

Upaya pengendalian banjir terdiri dari beberapa langkah, yaitu sebagai berikut:

1. Langkah pertama adalah mengumpulkan dokumen dan rekaman atas peristiwa banjir yang telah terjadi dari sumbernya. Pemetaan banjir yang ada tidak cukup dan tidak disusun sistematik oleh badan-badan yang ada. Peta banjir biasanya disusun berdasarkan hasil pemodelan banjir dan biasanya tidak cocok dengan kejadian banjir yang sebenarnya, atau peta banjir yang didapat menggunakan metoda interpolasi dari peta penggunaan lahan dengan resiko banjir. Evaluasi banjir yang terjadi sebelumnya harus menyertakan rekaman spasial banjir sebelumnya dari satelit, foto udara, rekaman yang berhubungan dengan kerusakan banjir dan curah hujan pada WS.

2. Langkah kedua adalah membuat rangking prioritas WS berdasarkan frekuensi/tingkat bahaya banjir pada tingkat nasional. Prioritas diberikan pada WS dengan karakteristik sebagai berikut:

• Area dengan populasi tinggi.

• Area pertanian, irigasi pertanian dan perkebunan.

• Infrastruktur bendungan, reservoir dan saluran pengambil air.

• Infrastruktur industri.

• Produksi perikanan yang kompleks.

• Area lingkungan sensitif yang luas.

• Lahan kritis di DAS bagian hulu dan hilir luas.

3. Langkah ketiga adalah memodelkan banjir pada peta perluasan banjir untuk kejadian banjir yang spesifik pada WS tertentu yang dibandingkan dengan

Page 12: BUKU 2 BAB 2 .pdf

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

2-12

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

peta eksisting dan kejadian banjir sebelumnya. Pada fasa ini, perlu dievaluasi faktor alam dan manusia yang turut berperan serta dalam penyebab banjir.

4. Langkah keempat adalah melakukan studi mengenai zona penyimpan banjir pada bagian hulu, tengah dan hilir DAS. Pada langkah ini masterplan manajemen dan pengendalian banjir untuk setiap WS harus disiapkan. Masterplan ini mengindikasikan strategi manajemen banjir pada DAS bagian hulu dan hilir. Selain itu, masterplan ini juga perlu mengindikasi struktur yang dibutuhkan dalam manajemen dan pengendalian banjir.

Beberapa sistem pengendali banjir sering berjalan kurang efektif, yang disebabkan karena kurangnya waktu peringatan tanda bahaya banjir ketika banjir akan terjadi. Beberapa sistem peringatan tanda bahaya banjir umumnya terdiri atas 3 komponen sebagai berikut:

1. Sistem pengamatan/monitoring banjir sepanjang waktu yang mengukur curah hujan (rainfall station) dan ketinggian muka air (AWLR) di lokasi-lokasi tertentu yang kemudian data tersebut ditransfer ke pusat pengendalian banjir.

2. Sistem perkiraan banjir yang memonitor waktu dan besarnya debit banjir yang akan terjadi.

3. Sistem peringatan tanda bahaya banjir yang mampu menyampaikan informasi perkiraan banjir yang akan terjadi ke masyarakat yang akan terkena dampak banjir tersebut.

2.4 PENGAMATAN INDIKATOR BANJIR

Kegiatan ini sering disebut dengan “peringatan dini” yaitu memberikan peringatan kepada masyarakat sesegera mungkin sejak diketahui bahwa banjir akan terjadi. Hakekat pengamatan dan peringatan siaga adalah memanfaatkan waktu perjalanan banjir dari hulu ke hilir untuk penyelamatan. Kemungkinan banjir akan terjadi dapat diamati dari indikator-indikator yang telah terpasang.

Terdapat dua indikator banjir yaitu (1) tinggi muka air dan (2) curah hujan. Indikator ini diamati secara terus-menerus dan beroperasi penuh di musim penghujan. Pada saat musim kemarau, indikator beroperasi minimal sebagai

Page 13: BUKU 2 BAB 2 .pdf

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

2-13

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

pengumpul data. Pencatatan data yang terjadwal akan memberikan sumbangan data yang berkualitas.

A. Indikator Tinggi Muka Air

Skema sistem pengamatan menggunakan indikator tinggi muka air ditunjukkan oleh Gambar 2.1. Sistem peringatan dini terdiri dari komponen sebagai berikut:

1. Pusat Pengendali yang akan memberikan antisipasi menghadapi banjir apabila diperkirakan banjir akan terjadi.

2. Stasiun Pengamat Hulu dan Hilir yang ditempatkan pada lokasi-lokasi strategis. Di tiap Stasiun Pengamat dipasang papan duga (peilsschaal) yang sudah dikalibrasi sebelumnya.

3. Diagram Penelusuran Banjir (flood routing) disusun spesifik per sistem daerah/kota. Dari diagram ini dapat dibaca lama perjalanan banjir dari hulu ke hilir.

Gambar 2. 1 Skema sebuah sistem peringatan dini dengan indikator tinggi muka air.

Hulu

Hilir

Stasiun

Stasiun

Selisih Waktu untuk Penyelamatan

Muka Air Banjir

Muka Lahan

Muka Air Normal

Dasar Sungai

Komunikasi

PerjalananAir Banjir

Grafik Penelusuran Banjir

2 jam4 jam

6 jam

PeilskalHulu

HilirPeilskal

PusatPengendali

Laut

Page 14: BUKU 2 BAB 2 .pdf

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

2-14

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

B. Indikator Curah Hujan

Sistem indikator curah hujan terdiri dari beberapa sub-sistem berikut ini yang keterkaitannya diilustrasikan pada Gambar 2.2.

1. Sub-sistem Pengamatan Data Hidrologi akan menghasilkan informasi perkiraan data hidrologi terutama curah hujan, durasi hujan, dan daerah sebarannya. Informasi ini akan diberikan kepada sub-sistem Peramalan Banjir.

2. Sub-sistem Survei Kondisi Lahan berfungsi untuk mengumpulkan data dari daerah aliran sungai seperti: topografi wilayah, tata-guna lahan, geologi, dan jaringan hidrolika yang ada secara berkala. Informasi ini akan diberikan kepada sub-sistem Peramalan Banjir.

3. Sub-sistem Peramalan Banjir bertugas untuk memperkirakan data banjir (waktu, tinggi, dan lokasi). Informasi ini akan diberikan kepada sub-sistem Antisipasi Peringatan Dini.

4. Sub-sistem Antisipasi Peringatan Dini bertugas untuk melakukan antisipasi menghadapi banjir apabila diperkirakan banjir akan terjadi.

Page 15: BUKU 2 BAB 2 .pdf

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

2-15

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

Gambar 2. 2 Sistem peringatan dini dengan peramalan banjir.

C. Perangkat Komunikasi

Perangkat komunikasi akan menghubungkan antara komponen pengamat dan pengambil antisipasi di atas. Komunikasi terdiri dari beberapa moda perangkat telekomunikasi (saluran telepon tetap, saluran telepon bergerak, radio SSB (single side band) sekaligus untuk mendapatkan efek cadangan. Ketiga moda tersebut sudah tersedia luas dan terbukti berjalan baik pada umumnya di kota di Indonesia.

Dalam pengendalian banjir diperlukan adanya sistem komunikasi yang handal. Kegunaan sistem komunikasi selain untuk pemberitahuan kondisi darurat juga untuk sarana laporan hasil pemantauan reguler. Jalur komunikasi disusun secara rinci pada Standar Operation Procedure (SOP) yang merupakan bagian dari

Permukiman

Pengamatan Data Hidrologi

Survei Kondisi Lahan

Antisipasi Peringatan Dini

Peramalan Banjir

Batas DPS

Page 16: BUKU 2 BAB 2 .pdf

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

2-16

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

RTD (Rencana Tindak Darurat). Perangkat ini mengatur informasi apa harus disampaikan oleh siapa, kapan dan kepada siapa saja.

Penyebarluasan berita tahap siaga kepada masyarakat luas dapat menggunakan siaran radio RRI atau Radio Khusus Pemerintah Daerah maupun radio-radio swasta.

2.5 TAHAP SIAGA BANJIR

Upaya penanggulangan banjir adalah aksi yang terencana dan terkoordinir dimana segera dilaksanakan sejak banjir diperkirakan akan terjadi hingga banjir berakhir untuk menyelamatkan jiwa manusia yang terkena banjir dan meminimalkan kerugian materi dan dampak lingkungan. Keadaan darurat banjir akan dapat terjadi dari kondisi tidak berbahaya menjadi sangat berbahaya secara tiba-tiba. Dalam kondisi demikian diperlukan reaksi cepat dari instansi yang berwenang untuk mengatasinya. Penyusunan Upaya Penanggulangan Banjir adalah salah satu komponen yang harus dijadwalkan dalam rencana induk pengembangan sebuah DAS atau WS. Didalamnya akan diatur siapa melakukan apa, dimana, dan bagaimana mulai saat banjir diperkirakan akan terjadi hingga banjir berakhir. Langkah-langkah yang dilakukan dalam upaya penanggulangan banjir adalah sebagai berikut:

A. Mobilisasi Sumber Daya Menghadapi Banjir

Mobilisasi pertama adalah pengerahan sumber daya untuk mengungsikan penduduk. Keperluan pengungsian segera dikerahkan ke daerah-daerah rawan banjir Dengan demikian penduduk dapat segera diungsikan apabila memasuki tahap siaga I.

Mobilisasi kedua adalah pengerahan sumber daya kebutuhan pengungsi di tempat penampungan. Mobilisasi ini segera dilakukan apabila pengungsi telah tiba di tempat penampungan (tahap siaga I).

B. Pengungsian Penduduk

Pengungsian penduduk segera dilakukan jika memasuki tahap Siaga I yaitu dipastikan banjir akan terjadi. Proses pengungsian mulai dari perencanaan

Page 17: BUKU 2 BAB 2 .pdf

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

2-17

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

sampai dengan pelaksanaan dilakukan oleh Pemerintah dengan instansinya yang terkait.

Daerah yang harus diungsikan adalah daerah-daerah yang diperkirakan akan mengalami banjir dengan kedalaman banjir atau kecepatan aliran yang membahayakan. Perencanaan waktu pemindahan penduduk berhubungan dengan waktu tiba banjir. Berdasar data waktu tiba banjir maka waktu evakuasi yang aman untuk masing-masing daerah dapat direncanakan.

Hal-hal yang perlu mendapat perhatian pada proses pemindahan penduduk adalah sebagai berikut:

a. Pengumpulan Pengungsi.

Jumlah total penduduk yang terkena resiko banjir sudah harus diketahui sebelumnya. Setelah Keadaan Siaga I diumumkan, maka penduduk yang berada di daerah yang diprediksi akan terkena banjir harus segera diberitahu dan segera berkumpul untuk diungsikan ke tempat-tempat yang lebih aman.

Untuk memudahkan proses pengungsian, penduduk dapat dikumpulkan di lapangan terbuka atau kantor desa, baru kemudian dilakukan proses pemindahan atau pengungsian ke lokasi yang aman dan melalui rute yang telah ditetapkan sebelumnya di peta banjir.

b. Pengangkutan Pengungsi.

Ketersediaan sarana transportasi adalah sangat penting pada proses pengungsian atau evakuasi penduduk. Kebutuhan alat angkut untuk pengungsian bergantung pada kapasitas dari jenis alat angkut yang digunakan. Sebagai asumsi kapasitas angkut masing-masing jenis kendaraan adalah sebagai berikut:

1) Truk : 50 orang/unit

2) Mini bus : 25 orang/unit

3) Mikrolet : 12 orang/unit

4) Sedan/Jeep : 6 orang/unit

Page 18: BUKU 2 BAB 2 .pdf

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

2-18

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

c. Pelayanan di Pengungsian

Lokasi pengungsian adalah tempat yang aman untuk menampung penduduk korban bencana banjir, untuk beberapa waktu atau hanya bersifat sementara sampai keadaan dinyatakan aman kembali (deklarasi pengakhiran banjir). Walaupun hanya bersifat sementara, lokasi ini harus memenuhi syarat-syarat kelayakan untuk dihuni. Untuk itu lokasi pengungsian tersebut harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1) Bebas dari genangan banjir.

2) Ketersediaan prasarana: jalan masuk, air bersih, listrik dan MCK.

3) Ketersediaan logistik: tenaga medis, obat-obatan, bahan makanan maupun dapur umum.

Beberapa tempat yang dapat dijadikan tempat penampungan pengungsi adalah berikut ini:

1) Tanah lapang dengan mendirikan tenda.

2) Fasilitas ibadah seperti mesjid dan gereja.

3) Fasilitas sosial seperti rumah sakit dan sekolah.

4) Bangunan lain seperti gudang dan gedung olahraga.

Untuk kelangsungan hidup para pengungsi, perlu disediakan kebutuhan dasar logistik yaitu berupa ruang untuk berteduh, beras, lauk pauk, dan air minum. Berdasarkan informasi waktu banjir surut maka lamanya waktu pengungsian dapat diperkirakan. Selanjutnya total biaya selama pengungsian dapat dianggarkan.

C. Perbaikan Darurat Prasarana Banjir

Perbaikan darurat bertujuan memulihkan fungsi awal kerusakan prasarana banjir secepat mungkin untuk mengurangi dampak negatip dari banjir. Kerusakan dapat mengakibatkan air keluar dari sungai dengan jumlah yang sangat besar dan tidak terkendali. Daerah–daerah yang terlewati luapan air akan kebanjiran dan membahayakan jiwa penduduk dan materi di daerah tersebut.

Page 19: BUKU 2 BAB 2 .pdf

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

2-19

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

D. Pencarian dan Pertolongan Orang Hilang

Keppres 136/1999 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pasal 5 Ayat 10 menyebutkan bahwa Departemen Perhubungan yang berwewenang dalam penetapan kebijakan dan pelaksanaan search and rescue (SAR). PP 12/2000 tentang Pencarian dan Pertolongan telah mengatur bahwa dalam hal terjadi bencana dan musibah, potensi SAR dapat dikerahkan untuk membantu penanggulangannya (pasal 18). Badan SAR Nasional yang selanjutnya disebut Basarnas adalah instansi pelaksana tugas di bidang pencarian dan pertolongan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Menteri.

Dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 30/2001 telah mengatur tentang Tata Cara Pelaksanaan Siaga SAR) dan Penggantian Biaya Operasi SAR.

E. Pelayanan Kesehatan Korban Banjir

Kesehatan masyarakat baik yang tidak diungsikan dan yang berada di tempat pengungsian perlu mendapat perhatian. Pada kondisi bencana banjir biasanya penyakit menular mudah berkembang dan akan menjangkiti sesama pengungsi secara cepat.

Perhatian khusus perlu diberikan kepada penduduk berusia di bawah 15 tahun atau di atas 60 tahun atau penyandang cacat. Hal ini disebabkan bahwa golongan umur tersebut lebih rentan terhadap penyakit.

Sebagai upaya pencegahan berkembangnya penyakit di antara para pengungsi, maka upaya pencegahan yang dapat dilakukan antara lain:

1) Pengadaan air bersih.

2) Menjaga kebersihan makanan.

3) Pengadaan fasilitas pembuangan sampah dan MCK.

4) Pengadaan obat-obatan.

5) Pengadaan tenaga medis.

Page 20: BUKU 2 BAB 2 .pdf

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

2-20

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

F. Deklarasi Pengakhiran Keadaan Darurat

Pengakhiran keadaan darurat akan dinyatakan oleh Pemerintah sesuai tingkatan bencana banjir (nasional/regional/lokal). Dasar-dasar penetapan berakhirnya keadaan darurat di daerah terkena banjir dan dinyatakan sudah cukup aman/layak untuk ditempati kembali, adalah sebagai berikut:

1) Banjir susulan dari hulu tidak akan ada lagi sesuai hasil indikator banjir.

2) Air yang menggenang di daerah hilir telah surut dengan kedalaman di bawah 0,50 m dan telah dilakukan pembersihan limbah banjir sehingga cukup layak untuk dihuni kembali.

Pengakhiran keadaan darurat ini harus disepakati bersama oleh Pihak Dinas PU Pengairan selaku pengelola pengairan dengan pihak Pemerintah Daerah. Selanjutnya Pemerintah melalui Bagian Humas menyampaikan berita pengakhiran keadaan darurat banjir kepada masyarakat lewat media massa.

G. Pemulangan Pengungsi

Pemulangan pengungsi adalah rangkaian kegiatan setelah Pemerintah mendeklerasikan bahwa bencana banjir telah berakhir. Proses pemulangan penduduk ke lokasi tempat tinggal awal dapat dilakukan secara berangsur-angsur dengan sebelumnya memperhatikan kondisi daerah setempat setelah pasca-banjir.

H. Penilaian & Deklarasi Tingkat Bencana

Pernyataan tingkat bencana banjir yang terjadi akan diterbitkan oleh Pemerintah. Kategori tingkat bencana banjir ditentukan berdasarkan prosedur ”kategori prioritas penanganan” yang ditetapkan oleh DepPekerjaan Umum (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah), yaitu Nasional, Regional dan Lokal. Ketiga kategori ini ditentukan berdasarkan kategori nilai asset (strategis, urgen dan biasa) dan kategori intensitas gangguan bencana banjir (berat, sedang, ringan).

Penetapan kategori tingkat bencana banjir ditentukan dengan alur seperti pada Gambar 2.3 yaitu mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini:

1) Kriteria nilai intensitas gangguan banjir dapat dilihat pada Tabel 2.9.

2) Kriteria nilai aset yang dilanda banjir dapat dilihat pada Tabel 2.10.

Page 21: BUKU 2 BAB 2 .pdf

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

2-21

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

3) Dari kedua kriteria penilaian di atas maka skala banjir dapat ditentukan seperti pada Tabel 2.11.

Gambar 2. 3 Diagram alir penentuan kategori tingkat bencana banjir.

Tabel 2. 9 Kategori Intensitas Gangguan Bencana Banjir Tingkat Intensitas Gangguan No

. Gangguan Berat Sedang Ringan

1. Korban & Penderitaan Manusia

a) Meninggal > 10 orang, atau

0 – 10 orang -

b) Luka-luka > 50 orang, atau

30 – 50 orang < 30 orang

c) Mengungsi > 1.000 orang

500 – 1.000 Orang

< 500 orang

2. Kerugian Fisik* > Rp. 5 milyar

Rp. 1 – 5 milyar

< Rp. 1 milyar

3. Genangan Banjir a) Frekuensi dalam 1

tahun > 2 1 – 2 < 1

b) Lama genangan > 12 jam 6 – 12 jam < 6 jam c) Tinggi genangan - Bandara > 0,5 m 0,2 – 0,5 m < 0,2 m - Kawasan Lain > 1,5 m 0,75 – 1,5 m < 0,75 m

*) Kerugian fisik adalah rumah, prasarana transpotasi (jalan, jembatan), sarana umum (pasar, sekolah, tempat ibadah), sarana produksi (pertanian, industri, perdagangan) yang rusak. Sumber: Dep. Pekerjaan Umum.

Kategori Nilai Aset (Strategis, Urgen, Biasa)

Kategori Intensitas Gangguan Bencana

Banjir

Kategori Tingkat Bencana Banjir (Nasional, Regional, Lokal)

Page 22: BUKU 2 BAB 2 .pdf

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

2-22

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

Tabel 2. 10 Kategori Nilai Aset

Nilai Aset No. Kawasan Yang Dilindungi Strategis Urgen Biasa

1. Prasarana Transpotasi a. Bandara dan Jalan Aksesnya

Bandara Internasional

Bandara Nasional Bandara Perintis

b. Pelabuhan dan Jalan Aksesnya

Pelayaran Internasional (Outlet Ekspor dan Impor)

Pelayaran Domestik (Antar Pulau)

Pelabuhan Perintis

c. Jalan Raya Jalan Negara dan Jalan Tol

Jalan Propinsi Jalan Kabupaten/ Lingkungan

d. Jalan Kereta Api Antar Propinsi & Strategis

Antar Kota Penghubung Pabrik – Sumber Bahan Baku

e. Stasiun Kereta Api Stasiun Kereta Api Klas I

Stasiun Kereta Api Klas II

Tempat Pemberhentian Kereta Api

f. Terminal Bus Terminal Antar Kota Propinsi

Terminal Antar Kota Tempat Pemberhentian Bus

2. Industri dan Perdagangan a. Kawasan Industri Luas > 2.000 ha Luas = 500 ha –

2.000 ha Luas < 500 ha

b. Kawasan Perdagangan/ Pelayaran

Luas > 1.000 ha Luas = 200 ha – 1.000 ha

Luas < 200 ha

c. Kawasan Perkantoran Luas > 500 ha Luas = 100 ha – 500 ha

Luas < 100 ha

d. Kawasan Pergudangan

Luas > 1.000 ha Luas = 200 ha – 1.000 ha

Luas < 200 ha

3. Permukiman dan Pariwisata a. Kawasan Perkotaan ( Urban )

Luas > 5000 ha Luas = 1.000 ha – 5.000 ha

Luas < 1.000 ha

Penduduk > 1 Juta Penduduk 0,5 – 1 Juta

Penduduk < 0.5 Juta

b. Kawasan Perdesaan ( Rural )

Luas > 10.000 ha Luas = 5.000 ha – 10.000 ha

Luas < 5000 ha

c. Kawasan Pariwisata Daerah Tujuh Wisata

Daerah Tujuh Wisata

Daerah Tujuh Wisata

( DTW ) Nasional Regional Lokal d. Kawasan Cagar Budaya

Cagar Budaya Nasional

Cagar Budaya Regional

Cagar Budaya Lokal

e. Permukiman Transmigrasi

Jml. Trans. > 10.000 KK

Jml Trans. 1.000 – 10.000 KK

Jml. Trans. < 10.000 KK

4. Pertanian a. Sawah (Lahan Basah) Luas > 15.000 ha Luas = 500ha –

15.000 ha Luas < 5.000 ha

b. Ladang (Lahan Luas > 25.000 ha Luas = 10.000 ha – Luas < 10.000 ha

Page 23: BUKU 2 BAB 2 .pdf

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

2-23

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

Nilai Aset No. Kawasan Yang Dilindungi Strategis Urgen Biasa

Kering) 25.000ha c. Perkebunan Luas > 20.000 ha Luas = 5.000 ha –

20.000 ha Luas < 5.000 ha

d. Tembok Luas > 10.000 ha Luas = 3.000 ha – 10.000 ha

Luas < 3.000 ha

Sumber: Dep. Pekerjaan Umum.

Tabel 2. 11 Kategori Tingkat Bencana Banjir

No. Kategori Aset yang Dilanda Intensitas Gangguan

1. Banjir Nasional Strategis Berat, Sedang

2. Banjir Regional Strategis Ringan

Urgen Berat, Sedang 3. Banjir Lokal Urgen Ringan

Biasa

Berat, Sedang, Ringan

Sumber: Dep Pekerjaan Umum.

Page 24: BUKU 2 BAB 2 .pdf

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

2-24

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

DI PULAU JAWA 1

2.1 PENYEBAB TERJADINYA BANJIR 1

2.2 KEJADIAN BANJIR 8

2.3 UPAYA PENGENDALIAN BANJIR 11

2.4 PENGAMATAN INDIKATOR BANJIR 12

2.5 TAHAP SIAGA BANJIR 16 DI PULAU JAWA 1 2.1 PENYEBAB TERJADINYA BANJIR 1 2.2 KEJADIAN BANJIR 8 2.3 UPAYA PENGENDALIAN BANJIR 11 2.4 PENGAMATAN INDIKATOR BANJIR 12 2.5 TAHAP SIAGA BANJIR 16

Gambar 2. 1 Skema sebuah sistem peringatan dini dengan indikator tinggi muka air. .............................................................................................................. 13

Gambar 2. 2 Sistem peringatan dini dengan peramalan banjir. ................ 15

Gambar 2. 3 Diagram alir penentuan kategori tingkat bencana banjir..... 21

Tabel 2. 1 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir untuk Propinsi Banten .................................................................................................... 3

Tabel 2. 2 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi DKI Jakarta ................................................................................................................... 4

Tabel 2. 3 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi Jawa Barat............................................................................................................. 6

Tabel 2. 4 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi Jawa Tengah......................................................................................................... 6

Page 25: BUKU 2 BAB 2 .pdf

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

2-25

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

Tabel 2. 5 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ............................................................................. 7

Tabel 2. 6 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi DKI Jawa Timur ............................................................................................................ 7 Tabel 2. 7 Rekapitulasi Kejadian Banjir dan Tanah Longsor Musim Hujan 2001-2002 Per 15 Mei 2002 ............................................................................... 9 Tabel 2. 8 Rekapitulasi Kejadian Banjir dan Tanah Longsor Musim Hujan 2002-2003 Per 30 Juli 2003 ............................................................................. 10 Tabel 2. 9 Kategori Intensitas Gangguan Bencana Banjir ......................... 21 Tabel 2. 10 Kategori Nilai Aset ....................................................................... 22 Tabel 2. 11 Kategori Tingkat Bencana Banjir .............................................. 23 Tabel 2. 1 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir untuk Propinsi Banten 3 Tabel 2. 2 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi DKI Jakarta 4 Tabel 2. 3 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi Jawa Barat 6 Tabel 2. 4 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi Jawa Tengah 6 Tabel 2. 5 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 7 Tabel 2. 6 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi DKI Jawa Timur 7 Tabel 2. 7 Rekapitulasi Kejadian Banjir dan Tanah Longsor Musim Hujan 2001-2002 Per 15 Mei 2002 9 Tabel 2. 8 Rekapitulasi Kejadian Banjir dan Tanah Longsor Musim Hujan 2002-2003 Per 30 Juli 2003 10 Tabel 2. 9 Kategori Intensitas Gangguan Bencana Banjir 21 Tabel 2. 10 Kategori Nilai Aset 22 Tabel 2. 11 Kategori Tingkat Bencana Banjir 23 Gambar 2. 1 Skema sebuah sistem peringatan dini dengan indikator tinggi muka air. 13 Gambar 2. 2 Sistem peringatan dini dengan peramalan banjir. 15 Gambar 2. 3 Diagram alir penentuan kategori tingkat bencana banjir. 21

Page 26: BUKU 2 BAB 2 .pdf

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

2-26

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa