BAB 2 Revisi(2)

download BAB 2 Revisi(2)

of 57

description

tugas

Transcript of BAB 2 Revisi(2)

1. Pengertian Narkotika dan PsikotropikaNarkotikaSebagaimana kita ketahui, narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi disisi lain sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama misalnya ketergantungan obat.Menanam, menyimapn, mengimpor, memproduksi, mengedarkan, dan menggunakan narkotika tanpa pengendalian dan tanpa mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah suatu kejahatan karena sangat merugikan serta menimbulkan bahaya yang sangat besar. Kejahatan narkotika saat ini telah bersifat transnasional/internasional yang dilakukan dengan modus tinggi dan teknologi yang canggih. Oleh karena itu, diperlukan suatu undang-undang yang mengatur tentang peredaran narkotika. Undang-undang yang mengatur tentang Narkotika di Indonesia yaitu UU No. 22 tahun 1997 yang telah direvisi menjadi UU no. 35 tahun 2009.

Pengertian (Pasal 1)Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.PsikotropikaSebagaimana kita ketahui psikotropika sangat bermanfaat dan diperlukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, sehingga ketersediaannya perlu dijamin. Tetapi penyalahgunaan psikotropika dapat merugikan kehidupan manusia oleh kehidupan bangsa sehingga dapat mengancam ketahanan nasional. Juga dengan makin pesatnya kemajuan iptek, transportasi, komunikasi, dan informais telah mengakibatkan gejala peredaran gelap psikotropika yang makin meluas dan berdimensi internasional. Oleh karena itu ditetapkan Undang-Undang tentang Psikotropika yaitu Undang-Undang No. 5 tahun 1997.Pengertian (Pasal 1)Berdasarkan UU RI No. 5 tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah atau sintetis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melaui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

2. Undang Undang yang Mengatur Tentang Narkotika dan PsikotropikaPengertian (Pasal 1)Beberapa istilah penting yang perlu diketahui dalam UU RI No. 35 tahun 2009 antara lain:1. Peredaran gelap narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara tanpa hak dan melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak pidana narkotika.2. Pecandu adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis.3. Ketergantungan narkotika adalah gejala dorongan untuk menggunakan narkotika secara terus-menerus, toleransi dan gejala putus narkotika apabila penggunaan dihentikan.4. Penyalahguna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter.5. Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika.

Pengaturan (Pasal 4)1. Pengaturan narkotika bertujuan untuk: Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan; Mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika; dan Memberantas peredaran gelap narkotika.2. Narkotika hanya dapat dipergunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan.3. Narkotika golongan I hanya dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan dilarang digunakan untuk kepentingan lainnya.

Penggolongan (Pasal 6)Berdasarkan UU RI No. 35 tahun 2009, narkotika dibagi atas 3 golongan:1. Golongan IGolongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.Contoh terdiri dari 26 macam, diantaranya:a. Tanaman Papaver somniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya.b. Opium mentah, yaitu getah yang mebeku sendiri, diperoleh dari buah tanaman Papaver somniferum L yang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa memerhatikan kadar morfinnya.c. Opium masak terdiru dari: Candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain, dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan. Jicing, sisa-sisa candu setelah dihisap, tanpa memerhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain. Jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.d. Tanaman koka seperti Erythroxylon coca, semua tanaman dari genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya.e. Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau melalui perubahan kimia.f. Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.g. Kokaina, metil ester-I-bensoil ekgonina.h. Tanaman ganja (Cannabis indica), semua tanaman dari genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk dammar ganja dan hashis.i. Tetrahydrocannabinol, dan semua isomer serta semua bentuk stereo kimianya.j. Delta 9 tetrahydrocannabinol dan semua bentuk stereo kimianya.k. Asetorfinal. Etorfinam. Heroinan. Tiofentanil2. Golongan IIGolongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.Contoh terdiri dari 87 macam, antara lain:a. b. Alfasetilmetadolg.Morfinac. Difenoksilath.Opiumd. Dihidromorfini.Petidinae. Ekgoninaj.Tebainaf. Fentanilk.Tebakong. Metadona

3. Golongan IIIGolongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetuhan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.Contoh antara lain terdiri dari:a. Asetildihidrokodeinaf. Nikodikodinab. Dekstropropoksifenag. Nikokodinac. Dihidrokodeinah. Norkodeinad. Etilmorfini.Polkodinae. Kodeinj.PropiramPeredaran (Pasal 35)1) Peredaran narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan narkotika baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan, maupun pemindahtanganan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.2) - Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah terdaftar pada Departemen Kesehatan (sekarang Badan POM). - Narkotika golongan II dan III yang berupa bahan baku baik alamiah maupun sintetis dapat diedarkan oleh pihak yang berhak tanpa wajib daftar.

Penyaluran (Pasal 39)Importir, eksportir, pabrik obat, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah dapat melakukan kegiatan penyaluran narkotika sesuai ketentuan dalam undang-undang.Importir, eksportir, pabrik obat, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah harus memiliki ijin khusus penyaluran narkotika.1. Importir hanya dapat menyalurkan narkotika kepada pabrik obat tertentu atau PBF tertentu.2. Pabrik obat tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika kepada eksportir, PBF tertentu, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu, rumah sakit, dan lembaga ilmu pengetahuan tertentu.3. Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika kepada pedagang besar farmasi tertentu lainnya, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu, rumah sakit, lembaga ilmu pengetahuan tertentu dan eksportir.4. Sarana penyimpanan sediaan farmais pemerintah hanya dapat menyalurkan narkotika kepada rumah sakit pemerintah, puskesmas, dan balai pengobatan pemerintah tertentu.5. Narkotika golongan I hanya dapat disalurkan kepada pabrik obat tertentu dan/atau pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.

Penyerahan (Pasal 43)1. Penyerahan narkotika hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan dan dokter.2. Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada rumah sakit, puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter dan pasien.3. Rumah sakit, apotek, puskesmas, dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter. Penyerahan narkotika oelh dokter hanya dapat dilaksanakan dalam hal: Menjalankan praktek dokter dan diberikan melalui suntikan; Menolong orang sakit dalam keadaan darurat melalui suntikan; atau Menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.

Ketentuan Pidana (Pasal 111)Bagi pihak-pihak yang melanggar Undang-Undang Narkotika akan mendapat sanksi pidana sesuai dengan kesalahannya.1. Barang siapa tanpa hak dan melawan hokum:a. Menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan, atau menguasai narkotika golongan I dalam bentuk tanaman; ataub. Memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan, atau menguasai narkotika golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,-. Bila narkotika golongan II maka pidananya paling lama 7 tahun dan denda paling banyak Rp 250.000.000,-. Bila golongan III, maka pidana penjaranya paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,-.2. Barang siapa tanpa hak dan melawan hokum:a. Memproduksi, mengolah, mengekstraksi, mengkonversi, merakit, atau menyediakan narkotika golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,-.b. Bila narkotika golongan II, maka pidananya 15 tahun dan denda Rp 500.000.000,-.c. Bila golongan III, maka pidananya 7 tahun dan denda Rp 200.000.000,-.3. Menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan I untuk digunakan orang lain, dipidina dengan pidina penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak rp 750.000.000,-. Bila golongan II maupun III, maka pidananya pun berbeda.4. Demikian juga bila menggunakan narkotika golongan I bagi diri sendiri, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun, bila golongan II lamanya 2 tahun, sedangkan golongan III dipidanannya 1 tahun.5. Sedangkan juga dipidana dengan penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 200 juta rupiah bagi:a. Pimpinan rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, sarana penyimpanan sediaan farmai milik pemerintah, apotek, dan dokter yang mengedarkan narkotika golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.b. Pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang menanam, membeli, menyimpan tau menguasai tanaman narkotika bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.c. Pimpinan pedagang besar farmais yang mengedarkan narkotika golongan I yang bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan atau mengedarkan narkotika golonga II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.Penggologan PsikotropikaMenurut UU RI No. 5 1997, psikotropika dibagi menjadi 4 golongan:1. Golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika Golongan I terdiri dari 26 macam, antara lain Lisergida (LSD), MDMA (Metilen Dioksi Meth Amfetamin), Meskalina, Psilosibina, Katinona.2. Golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika Golongan II terdiri dari 14 macam, antara lain Amfetamin, Metakualon, Sekobarbital, Metamfetamin, Fenmetrazin.3. Golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika Golongan III terdiri dari 9 macam, antara lain Amobarbital, Flunitrazepam, Pentobarbital, Siklobarbital, Katina.4. Golongan IV, berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika Golongan IV terdiri dari 60 macam, antara lain Allobarbital, Barbital, Bromazepan, Diazepam. Fencamfamina, Fenobarbital, Flunazepam, Klobazam, Klordiazepoksida, Meprobamat, Nitrazepam, Triazolam.Pengaturan (Pasal 3)1. Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah:a. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan.b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika.c. Memberantas peredaran gelap psikotropika.2. Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentinagn pelayanan kesehata dan/atau ilmu pengetahuan.3. Psikotropika Golongan I hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan.

Peredaran (Pasal 8)Peredaran psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyerahan. Psikotropika yang berupa obat hanya dapat diedarkan setelah terdaftar di Departemen Kesehatan RI (sekarang Badan POM).1. Penyalurana. Penyaluran psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat, PBF, dan sarana penyimpanan sediaan farmsi pemerintah (SPSFP).b. PBF hanya dapat menyalurkan psikkotropika kepada PBF lain, apotek, SPSFP, rumah sakit, lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikanc. SPSFP hanya dapat menyalurkan psikotropika kepada rumah sakit pemerintah, puskesmas, balai pengobatan pemerintah.d. Psikotropika Golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan PBF kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan guna kepentingan ilmu pengetahuan.e. Psikotropika yang dapat digunakan untuk ilmu pengetahuan hanya dapat: Disalurkan oleh pabrik obat dan PBF kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan; atau Diimpor langsung oleh lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan.2. Penyerahana. Penyerahan psikotropika hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dan dokter.b. Apotek hanya dapat menyerahkan psikotropika kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, dokter, dan pengguna/pasien.c. Rumah sakit, balai pengobatan, dan puskesmas hanya dapat menyerahkan kepada pengguna /pasien.d. Apotek, rumah sakit, balai pengobatan, dan puskesmas menyerahkan psikotropika berdasarkan resep dokter.e. Dokter meyerahkan psikotropika dalam hal menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan, menolong orang sakit dalam keadaan darurat, menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.Psikotropika yang diserahkan dokter hanya dapat diperoleh dari apotek.Ketentuan Pidana1. Setiap pelanggaran terhadap Undang-Undang Psikotropika mendapat sanksi pidana maupun denda, misalnya:a. Barang siapa yang: Menggunkana/mengimpor psikotropika golongan I selain untuk ilmu pengetahuan; Memproduksi/menggunakan psikotropika golongan I; Tanpa hak memiliki, menyimpan, membawa psikotropika golongan I.Maka dipidana minimal 4 tahun, maksimal 15 tahun dan pidana denda minimal 150 juta rupiah, maksimal 750 juta rupiah.b. Barang siapa yang: Memproduksi psikotropika selain yang ditetapkan; Memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang tidak memenuhi standar dan yang tidak terdaftar.Maka dipidana penjara maksimal 15 tahun dan pidana denda maksimal 200 juta rupiah.c. Barang siapa secara tanpa hak, memiliki, menyimpan dan/atau membawa psikotropika dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak 100 juta rupiah.2. Pidana penjara dan pidana denda dijatuhkan kepada macam-macam pelanggaran psikotropika dengan ancama hukuman paling ringan penjara 1 tahun dan denda 60 juta rupiah.3. Tindakan pidana di bidang psikotropika adalah suatu kejahatan.

3. Sejarah masuknya perdagangan narkotika di IndonesiaSejarah mencatat bahwa masuknya bangsa Eropa ke Asia bukan untuk tujuan politik semata, tapi juga untuk kepentingan ekonomi. Demi kemakmuran dan kemajuan peradaban bangsa Eropa, mereka tidak segan untuk memerah hasil bumi Asia. Berbagai armada perdagangan Eropa dengan sangat agresif masuk bersama penjajah, memperdagangkan rempah-rempah untuk dibawa ke Eropa. Misalnya Belanda membonceng VOC di Indonesia; Inggris melalui East India Company (EIC) berjaya di kawasan Semenanjung Malaka, India, dan China; serta Prancis di Indochina. Akan tetapi, kita akan sangat naif jika berpikir bahwa perdagangan rempah-rempah ini hanya terbatas pada tukar-menukar hasil bumi biasa (seperti teh, gula, pala, lada dan lainnya) dengan apa yang ditawarkan penjajah (perak, sutra, kapas, bahkan senjata). Opium ternyata pernah menjadi salah satu alat perdagangan di masa tersebut.Dalam mengolonialisasi Asia, bangsa Eropa pernah menggunakan opium untuk kepentingan politik dan perdagangan di Asia, baik sebagai komoditas maupun sebagai senjata ampuh pembodohan massal. Inilah politik 'geopium' yang dimainkan negara penjajah di Asia.

Opium: instrumen geopolitikDalam tatanan politik ekonomi dunia, perdagangan opium terbukti sebagai instrumen geopolitik yang andal. Menurut beberapa ekonom sejarah, sebagian besar dari 'perdagangan' ini secara sengaja membawa opium masuk ke negara-negara di Asia. Penjajah menggunakan keuntungan dari perdagangan opium untuk membayar hasil bumi, tapi sering kali opium itu sendiri menjadi alat pembayaran atau alat barter yang menyebabkan penguasa dan rakyat negara tujuan terbuai.

Sejarah mencatat bagaimana perdagangan opium dipakai bangsa Eropa untuk memanipulasi politik dalam negeri negara-negara di Asia. Kekacauan politik yang terjadi pada sejarah, khususnya di Asia, pada titik tertentu banyak difasilitasi oleh perdagangan opium. Perang Candu (1839-1842 dan 1956-1960) merupakan contoh klasik sejarah yang membawa ketegangan terhadap hubungan politik Inggris-China. Hong Kong pun menjadi pusat heroin Asia.Masuknya pengaruh negara Barat dalam masa Restorasi Meiji di Jepang (yang menjadi katalisator dimulainya era industrialisasi di Jepang dan terbukanya pasar Jepang bagi perdagangan dunia) disebabkan oleh adanya perebutan kekuasaan atas opium. Beberapa perang di Indochina melawan kolonial Prancis dan Amerika sangat diwarnai oleh penguasaan atas ladang dan produksi opium di kawasan itu.Bahkan, karena perdagangan opium selalu melibatkan elite politik, sering kali perdagangan narkotik disinyalir berjalan bersamaan dengan perdagangan senjata, seperti yang terjadi di China, di Segitiga Emas dan mungkin juga di Aceh selama ini.Walaupun hubungan geopium dengannarcoterrorism istilah yang sering disebut-sebut belakangan ini sebagai salah satu penyebab maraknya terorisme dunia, masih perlu dipelajari lebih jauh. Akan tetapi ada kesamaan dari tujuannya untuk menghancurkan sebuah bangsa, ideologi, bahkan peradaban (norma, nilai, budaya) yang seharusnya tidak dianggap enteng.

Kebijakan opium di Jawa era 1875-1904Van Luijk dan Van Ours, dua peneliti ekonomi sejarah dari Belanda, menulis sebuah artikel tentang sejarah masuknya opium dan konsumsi opium di Jawa yang diterbitkan dalamJournal of Economic History, Cambridge Press. Mereka menemukan ada dua model perdagangan opium setelah VOC gagal mempertahankan perdagangan opium pasca kekalahan Belanda dalam perang dengan Inggris serta kehilangan hak untuk membawa opium dari India (1795).Model pertama dikenal dengan istilah perdagangan menggunakan sistemrevenue farmingdi periode pertama (1806-1890). Pada model ini, hak impor dan distribusi opium dibuka untuk umum. Amerika dan Inggris menjadi pemain besar dalam mengimpor opium ke Jawa. Pada 1827, Netherland Trading Company (NTC) didirikan dan memegang hak eksklusif impor dan memberikan hakretailke subkontraktor/pihak swasta (disebutfarmers) untuk mengubah opium mentah menjadi opium isap dan menjualnya ke pasarretail.Pada periode kedua (1890an-1904), model perdagangan menggunakan sistemopium regie. Pada sistem ini perdagangan opium kembali dikendalikan dan dimonopoli Belanda. Jelas, Belanda merasa dirugikan oleh kehadiran Inggris atau Amerika yang mengganggu serta mengurangi jatah keuntungan NTC. Dengan dalih berkepentingan untuk mengendalikan pasar dan 'menekan' penggunaan opium rakyat serta dampak buruk opium terhadap kesehatan,opium regiediberlakukan.Di zaman itu jumlah penjualan opium mencapai 30-60.000 kilogram per tahun. Ini kira-kira setara dengan Rp36-72 triliun saat ini. Jumlah sebesar ini dapat membuat niat baik apa pun sirna. Sejauh ini belum saya dapati catatan sejarah yang merekam keberhasilan Belanda dalam menekan jumlah pengguna dan mengurangi dampak buruk kesehatan pencandu pada waktu itu.

Ada dua kesamaan yang terjadi di dalam dua periode perdagangan tersebut. Apa pun dan bagaimanapun, Belanda berusaha mengendalikan pasar opium baik diperdagangkan bebas pada perioderevenue farmingmaupun dimonopoli Belanda pada periodeopium regie pasar gelap dan penyelundupan opiumselalu terjadi. Kesamaan yang lain, seperti yang diakui Van Luijk dan Van Ours, konsumsi opium meningkat tajam karena pasar gelap menghantam harga resmi yang ditetapkan Belanda. Rasionalnya sederhana: barang banjir -> harga turun -> pasar meluas -> dan sejarah mencatat, jumlah pengguna opium bertambah. Pada kedua periode itu, Belanda selalu sibuk untuk mengendalikan pasar legal dan ilegal secara bersamaan. Penggunaan mata-mata untuk membendung penyelundupan tidak berhasil. Akibat praktik budaya korup yang mengakar, mata-mata Belanda selalu mudah 'dibeli' para penyelundup.Pasar ilegal pun berkembang dengan pesat. Hal ini ditandai dengan menjamurnya kedai opium ilegal yang jumlahnya tiga belas kali lebih banyak daripada jumlah kedai opium legal. Kedai opium ini ada hampir di 15 distrik di Pulau Jawa yang mencakup lebih dari 20 kota yang membentang dari Banten sampai Surabaya dan Madura. Tren total perdagangan opium menurut pengamatan Van Luijk dan Van Ours sebenarnya turun sejak sistem opium regie diperkenalkan. Tidak jelas apakah ini terjadi sebagai akibat monopoli Belanda yang membuat barang sulit didapat atau karena merajalelanya pasar gelap sehingga perdagangan resmi opium tidak menarik bagi pembeli.

4. Perkembangan Narkoba Di IndonesiaTiga tahun terakhir menjadi saksi perkembangan pesat posisi Indonesia dalam peta perdagangan dan peredaran narkoba dunia. Dari semula bukan konsumen, negara transit, dan produsen besar, Indonesia naik kelas di ketiga-tiganya.Tiga tahun lalu, Indonesia bukanlah pemain penting di dunia per-narkoba-an internasional. Sekarang ini, seperti diakui Direktur IV Tindak Pidana Narkoba Badan Narkotika Nasional (BNN) Brigadir Jenderal (Pol) Indradi Thanos, Indonesia sudah menjadi pasar terbesar. Sejak tahun 2005, Indonesia sudah masuk dalam tiga besar peredaran narkoba dunia, terutama untuk jenis sabu (crystal methamphetamine), setelah China dan Amerika Serikat.indonesia, dengan posisi geografisnya, juga menjadi tempat transit penting lalu lintas perdagangan narkoba antara Asia dan Australia. Semakin meningkatnya kasus-kasus yang melibatkan warga negara asing menunjukkan Indonesia sudah sejak lama jadi target utama sindikat internasional perdagangan obat bius.Temuan pabrik ekstasi terbesar di Asia Tenggara di Jalan Cikande, Serang, dua tahun lalu; dibongkarnya sejumlah industri rumahan yang membuat sabu di berbagai wilayah di Indonesia; dan pengungkapan sejumlah pabrik sabu di Batam dan Jakarta baru-baru ini juga menunjukkan Indonesia sudah menjadi hot spot basis produksi dan perdagangan narkoba dunia.Lengkap sudah. Indonesia dengan jumlah penduduk besar, wilayah geografis sangat luas, ruang-ruang kehidupan sosial ekonomi yang semakin mengimpit, penegakan hukum yang lemah, dan lembaga peradilan yang sangat korup bukan lagi hanya sekadar pasar potensial dan tempat persinggahan, tetapi produsen besar narkoba.Berbagai persoalan Pada saat bangsa ini disibukkan oleh berbagai persoalan lain, jaringan mafia narkoba dunia bekerja siang malam menggarap pasar potensial, mulai dari sekolah-sekolah, perkampungan kumuh, hingga kawasan elite, perkantoran, dan tempat-tempat dugem atau nongkrong favorit kalangan menengah atas dan eksekutif untuk melepas penat.Target mereka tidak mengenal batas usia, status sosial ekonomi, dan geografi. Pejabat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat pun tak lolos. Aparat terus kecolongan dan kalah cepat dari mafia perdagangan dan peredaran narkoba yang dalam banyak kasus mendapat beking dari oknum aparat. Jumlah persis pengguna narkoba di Indonesia tidak diketahui. Tiga tahun lalu, menurut Kepala BNN I Made Mangku Pastika, angkanya sudah sekitar 3,2 juta orang dan untuk heroin 527.000 orang. Omzet perdagangan narkoba diperkirakan sekitar 4 miliar dollar AS per tahun. Namun, angka sebenarnya diperkirakan jauh lebih besar lagi.Dari satu pabrik sabu yang ditemukan di Banten tahun 2005 saja, omzet diperkirakan sekitar Rp 1,5 triliun. Semua ini masuk ke kantong jaringan produsen dan pengedar serta menjadi rangkaian panjang bagian dari mesin yang terus berputar menggerakkan ekonomi bawah tanah (underground economy), sebagaimana halnya juga judi, prostitusi, penyelundupan, dan aktivitas kriminal ilegal lainnya.Akan tetapi, apa harga yang harus dibayar bangsa ini? Berapa kerugian ekonomi dan kehancuran yang harus ditanggung bangsa ini? Yang memprihatinkan, korban yang yang diincar jaringan ini justru dan terutama adalah generasi muda serta kelompok usia produktif.Akibatnya, efeknya juga sangat luas, bukan hanya dirasakan oleh yang bersangkutan, tetapi juga keluarga, masyarakat, bahkan kehancuran bangsa. Dari sekitar 85.689 kasus tindak pidana narkoba yang terjadi pada kurun 2001-2006, menurut BNN, sekitar 92 persen melibatkan pelaku pada usia produktif (20 tahun ke atas). Di kalangan masyarakat tertentu, terutama di perkotaan, narkoba sudah jadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup dan media pelarian dari stres atau keterjepitan hidup. Tidak sedikit mereka terjerumus pada usia sangat muda karena pergaulan, lingkungan sosial, stres, keterjepitan hidup, bahkan karena ketidaktahuan. Konsumsi narkoba melalui jarum suntik juga menjadi media penularan terbesar HIV/AIDS dan hepatitis B/C. Konsumsi narkoba merenggut 15.000 nyawa pengguna setiap tahun. bahkan memperkirakan rata-rata 40 orang meninggal setiap hari karena narkoba di Indonesia.Tidak sedikit dari korban narkoba ini berasal dari kelompok sosial ekonomi tak mampu, anak-anak telantar, atau berstatus pengangguran. Tidak sedikit dari mereka yang tak memiliki apa-apa, tak ada keluarga untuk berpaling, dan tak ada tangan terulur untuk membantu mereka keluar dari kegelapan. Untuk mereka ini, narkoba menjadi one way ticket menuju kematian. Negara-negara pemasok narkoba terbesar di dunia1. Columbia.Merupakan negara produsen sekaligus pengedar kokain didunia, 80% produk kokain yang dihasilkan Colombia diedarkan diberbagai negara. Peredaran barang haram ini mempunyai jaringan khusus diberbagai negara yang bisa menyusup ke berbagai aspek kehidupan, bahkan di Colombia sendiri terdapat organisasi yang tertata rapi yang menyusup ke berbagai bidang seperti politik, militer dan hukum. Oknum pemerintah Colombia diduga juga ikut terlibat dalam mengamankan bisnis obat bius tersebut. Itulah sebabnya para mafia dinegara ini mampu lolos dari sergapan pasukan khusus sekalipun. Tetapi pada awal tahun 2011 ini kepolisian Columbia berhasil menyita 1,5 ton kokain dalam sebuah operasi. Narkoba berbahaya ini ditemukan dalam petikemas berisi makanan anjing yang akan dikirim ke Amerika.2. ChinaSejak abad ke-19 China sudah merupakan jalur peredaran narkoba yang dibawa oleh bangsa eropa. China yang menjadi korban perdagangan narkoba justru menjadi tempat perdagangan narkoba melalui jaringan mafia China. Jenis barang haram yang diedarkan China adalah jenis shabu-shabu dan extasi bahkan peredarannya sudah mencapai Indonesia, ini dibuktikan oleh banyaknya kasus narkoba yang melibatkan warganegara China. Menurut data yang dikeluarkan Polda Metro Jaya ditahun 2010 yang lalu, China menempati peringkat ke-3 dalam peredaran narkoba di Indonesia.3. BrazilMerupakan salahsatu negara pengedar narkoba terbesar didunia. Bahkan pada bulan November 2010 yang lalu kepolisian Brazil harus adu tembak dengan ratusan geng narkoba bersenjata. Peredaran narkoba dari Brazil ini sudah tersebar hampir keseluruh Eropa dan Amerika Selatan.4. IranDi Jakarta saat ini peredaran Narkoba didominasi jaringan narkoba dari Iran. Banyaknya warganegara Iran yang tertangkap ini membuat Iran menjadi negara pengekspor narkoba terbanyak ke Jakarta. Di Iran harga shabu-shabu sangat murah, 1 kg hanya Rp.100.000.000,- sedangkan di Indonesia harga 1 kg shabu-shabu dapat mencapai Rp.1 milyar. Dari data yang didapat warganegara Iran menduduki peringkat pertama sebagai pengedar narkoba di Jakarta.5. MexicoKini telah menjadi salahsatu negara pengedar narkoba terbesar didunia. Perdagangan narkoba dinegara Amerika Latin ini telah merasuk dan merusak tatanan sosial, politik, budaya dan ekonomi. Aktifitas ilegal ini juga selalu diwarnai tindak kriminal yang melampaui batas kemanusiaan seperti pembunuhan atau pembantaian massal, pemerkosaan, penculikan dan perampokan. Amerika Serikat sendiri telah berjanji mengalokasikan dana 1,4 milyar USD selama 3 tahun untuk memerangi perdagangan narkoba di Amerika Selatan. Sebagian besar dana itu dialokasikan untuk Mexico, negara yang paling rawan dalam hal kekerasan akibat perang dalam perebutan jalur perdagangan narkoba.6. IndonesiaIndonesia dikenal sebagai produsen extasi nomor 1 didunia, tetapi sebagai pengedar, Indonesia dikenal sebagai pengedar ganja terbesar didunia. Hal tersebut memungkinkan karena ganja dari Indonesia merupakan mariyuana dengan kwalitas no.1 didunia.7. ItaliaPerdagangan narkoba di Italia hampir dikuasai oleh para mafia, bahkan baru-baru ini pemerintah Spanyol berhasil menangkap gembong narkoba asal Italia setelah 21 tahun buron karena melarikan diri dari penjara di Perancis dan seorang Jenderal Italia juga divonis 14 tahun penjara karena terbukti terlibat dalam impor dan perdagangan narkoba di Italia. Penyeludupan narkoba di Italia sendiri dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya tahun 2010 lalu penyelundupan Kokain seberat 200 gram dilakukan dengan ular phyton Berdasarkan pengungkapan kasus besar narkoba jaringan Internasional oleh BNN, biasanya melalui tempat berikut ini: Bandara Soekarno Hatta, Bandara Adi Sucipto, Bandara Polonia, dan Bandara Internasional lainnya. Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Tanjung Balai Asahan, Pelabuhan Batam Center, Pelabuhan Tanjung Pinang, dan pelabuhan besar lainnya. Pintu perbatasan negara seperti Nunukan, Atambua, Papua dan perbatasan negara lainnya.

JARINGAN PEREDARAN NARKOBA DI INDONESIAOrganized crime melakukan perencanaan dan aktivitas ilegal yang dilakukan oleh individu maupun kelompok. Kegiatan ini melibatkan aktivitas yang terjadi di lebih dari satu negara. Salah satu bentuk dari organized crime ini adalah perdagangan narkoba (National Institute of Justice, 2007) . Oleh karena itu, aktivitas perdagangan narkoba yang aktivitasnya terdapat di lebih dari satu negara, dapat disebut sebagai organized crime yang bersifat transnasional.

Di Indonesia sendiri, juga terdapat bentuk-bentuk organized crime yang karakteristiknya adalah dengan membentuk sebuah jaringan dalam melakukan kejahatannya, termasuk praktek bisnis kejahatan narkoba di Indonesia. Salah satu praktek bisnis kejahatan narkoba di Indonesia dapat dilihat dari beberapa kasus. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia merupakan pasar sekaligus tempat bagi pelaku dalam melakukan bisnisnya.Indonesia tidak hanya sebagai tempat untuk transit dalam perdagangan narkoba, tetapi juga sebagai tempat pemasaran, bahkan juga sebagai tempat produksinya. Hal tersebut disebabkan oleh semakin banyaknya pintu masuk ke Indonesia yang memudahkan para pelaku menyelundupkan narkoba. Selain itu, kemudahan transportasi dari Indonesia maupun ke luar Indonesia sangat mudah dijangkau. Pola kejahatan narkoba pun tidak hanya dikendalikan perorangan, melainkan dijalankan bersama-sama oleh sindikat yang terorganisasi. Selain itu, penggunaan teknologi dan modus operandinya pun mengalami peningkatan yang pesat akibat dari terciptanya bentuk kejahatan transnasional.Pemberantasan bisnis narkoba tidaklah mudah. Hal ini disebabkan oleh pola kegiatan bisnis yang dilakukan oleh para pelaku menerapkan model jaringan. Artinya adalah bahwa terdapat titik-titik penghubung, yang merupakan anggota jaringan, yang akan tetap menjalankan perputaran bisnis narkoba meskipun salah satu dari mereka telah tertangkap. Adanya titik penghubung tersebut juga mengindikasikan bahwa jika pimpinan dari organisasi kejahatan bisnis narkoba tersebut tertangkap, bukan berarti bisnis narkoba berhenti secara sepenuhnya.Morselli (2009), mempunyai konsep yang disebut dengan the criminal network untuk menjelaskan organized crime. menurutnya, criminal network menjadi berbeda ketimbang jaringan yang lainnya dikarenakan hal ini berhubungan dengan kejahatan. Criminal network merupakan suatu hal yang istimewa dan diperlakukan karena berbeda dengan perilaku kejahatan yang biasa.Criminal networks are not simply social networks operating in criminal contexts. The covert settings that surround them call for specific interactions and relational features within and beyond the network. (Morselli, 2009)Dalam konsep ini, para anggota yang terlibat di dalam jaringan lebih cenderung untuk merahasiakan aktivitas ilegalnya ketimbang bekerja secara efisien. Mereka akan melindungi orang-orang yang ada di dalam jaringannya sendiri. hal tersebut mereka lakukan dengan banyak cara, misalnya, dengan tidak saling berkomunikasi.Increasing protection after detection can take a variety of forms: limited physical interaction between network participants; the minimization of communication channels; the creation of internal organizational buffers to detach participants from one another, and the decentralization of management to shelter leaders. (Morselli, 2009)Morselli (2009) juga membuat gagasan yang disebut flexible order. Flexible order juga merupakan salah satu bagian yang dapat menjelaskan tentang criminal network. Hal ini muncul ketika dalam sebuah jaringan terlihat adanya interaksi individu dan kepentingan kolektif. Kedua, model hierarki yang bersifat bottom up akan menghambat interaksi individual dan pengaturan secara sentral bukan suatu hal yang penting untuk menciptakan keteraturan di dalam kelompok.What participation in crime requires is a capacity to react quickly and networks are the organizational systems in which such reactions are most suitably played out. Positioning and remaining flexible is the key. From outside the network, such flexibility may appear to be mere opportunism, short-term thinking, or the result of uncontrolled impulses. From inside the criminal network, however, quick reactions and adjustments are precisely what are called for. (Morselli, 2009)Gagasan tentang flexible order ini sangat sesuai dengan sifat-sifat yang oportunis, jangka pendek, dan keistemewaannya adalah, pelakunya dapat teridentifikasi seperti pelaku kejahatan biasa, bukan termasuk orang yang terlibat dengan organized crime.Namun, meski dalam konsep ini terbentuk sebuah jaringan yang fleksibel dan tidak berbentuk organisasi yang formal, hal ini bukan berarti sebuah jaringan tidak bisa tersentralisasi dalam patokan aksi-aksinya.Peran dari sentralisasi menjadi penting untuk membentuk ikatan yang kohesif dalam jaringan. Orang yang terlibat dalam jaringan dengan tingkat hubungan yang tinggi dan konsisten dapat disebut memiliki posisi yang strategis.sedangkan mereka yang memiliki tingkat sentralitas yang tinggi, akan memebuat orang tersebut menjadi perantara dalam jaringan yang memebri keuntungan dengan membawa informasi dan juga mengatur alurnya.Terkait peran dari orang-orang yang terlibat, pertama, adalah kehadiran mereka dalam jaringan yang tidak langsung berhubungan ke pusat. Kedua, adalah adaptasi dari orang yang terlibat dalam jaringan. Hal yang penting dari adaptasi ini adalah cara mereka pada penekanan pemahaman tentang gangguang dan strategi dalam merespon gangguang yang mengenai jaringan tersebut. oleh karena itu, dalam konsepnya, Morselli menenkankan pentingnya peran perantara dalam jaringan tersebut. perantara tersebut menjadi aktor kunci dalam berjalannya jaringan. Orang yang menjadi perantara ini diposisikan ketika suatu jaringan terputus. Terputusnya jaringan tersebut dapat membuat orang tersebut berada pada hierarki tertentu dalam sebuah organisasi ketika melakukan aksinya. Hal yang paling diandalkan adalah bahwa terdapat anggapan bahwa dalam sebuah interaksi sosial broker dapat berperan dengan lebih baik.Alasan seorang perantara dapat dianggap lebih baik adalah, pertama, perantara tersebut dapat mengontrol informasi secara asimetris yang dapat sekaligus mengontrol bisnis dalam jaringan. Kedua, perantara memberikan keuntungan untuk sebuah jaringan karena sangat cocok untuk dijadikan pusat untuk menjalankan aktivitas jual-beli karena lebih efisien dan aman. Ketiga, karena seorang perantara tidak mendapatkan stereotip yang menganggap dirinya orang yang jahat, maka, hal ini memudahkan untuk mengumpulkan dan mengkoordinasikan sumber daya yang ada (Morselli, 2009).Salah satu contohnya adalah praktek perdagangan narkoba yang dikendalikan dari dalam penjara, yang terungkap sekitar bulan Oktober 2012. Aktor utama yang mengendalikan adalah pelaku yang berada di dalam penjara. Namun, pihak yang terlibat sangatlah banyak, termasuk sipir penjara. Banyak orang yang terlibat sebagai perantara untuk mengalirkan informasi kepada pelaku yang mengendalikan bisnis narkoba dari dalam penjara. Kesulitan lainnya yang dihadapi dalam memberantas bisnis narkoba adalah mengidentifikasi pelaku. Apabila di negara-negara Amerika Latin seperti Meksiko dikenal adanya kartel narkoba, maka di Indonesia sendiri kelompok yang melakukan bisnis narkoba sulit teridentifikasi. Hal ini dikarenakan mereka tidak melabeli kelompok mereka dengan nama tertentu. Kelompok yang samar seperti ini sangat sulit untuk mengenalinya ketimbang yang sudah jelas seperti kartel.

Membongkar-kebijakan-narkotikaI. Masalah Korban dan Lembaga PelaporanTerkait peristilahan atau penamaan terhadap pemakai/pengguna narkotika, UU Narkotika menggunakan berbagai istilah yakni Pecandu, Pasien, Penyalahguna dan korban penyalahguna, Banyaknya istilah untuk menamakan pemakai/pengguna narkotika berpotensi mendeferensiasi antara pecandu dengan penyalahguna dan korban penyalahguna narkotika. Keberagaman istilah, menimbulkan ketidakjelasan baik dalam rumusan ketentuan lain dalam UU Narkotika, pelaksanaanya, serta melahirkan realita yang berkemebang dimasyarakat yakni baik pecandu, penyalahguna mendapat sanksi sosial dan mengalami stigma dan diskriminasi.Sedangkan untuk lembaga pelaporan, dimana UU Narkotika menggunakan aturan wajib lapor bagi pengguna narkotika dan/atau kelurganya untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, dengan mengancam pecandu/orangtua, dimana pelaporan ini dikompesasi dengan tidak dituntut pidana. Atas hal ini kami melihat berpermasalahan yakni :

Nasib pecandu/orang tua pecandu yang telah melalui dua kali masa rehabilitasi berpotensi dituntut pidana, walau WHO sudah mengkategorikan adiksi sebagai suatu penyakit kronis kambuhan. UU Narkotika memiliki dua pendekatan antara melihat pengguna narkotika sebagai korban sehingga harus direhabilitasi dan pengguna narkotika sebagai pelaku pidana, dalam pelaksanaanya pendekatan pemidanaan telah dilaksanakan terlebih dahulu, sedangkan untuk rehabilitasi masih menunggu peraturan pelaksana. Pengancaman dengan menggunakan sanksi pidana kepada pecandu dan/ atau orang tua pecandu tidak sesuai dengan tujuan dari wajib lapor itu sendiri. Hukum pidana seharusnya diterapkan sebagai Ultimum Remidium atau upaya terakhir dalam mengatasi atau menghukum sebuah perbuatan yang dianggap melukai rasa keadilan masyarakat dan ketika dianggap tidak ada cara lain yang dianggap efektif untuk mengatasi perbuatan dimaksud, hendaknya digunakan cara lain untuk memotifasi pengguna, orang tua dan keluarga Ketentuan mewajibkan pengguna dan orang tua untuk melapor merupakan pelanggaran atas asas non self incrimination, hak untuk tidak menjerumuskan diri sendiri, melarang negara atau pemerintah untuk memaksa orang agar memberikan kesaksian yang dapat menjerumuskan dirinya dalam suatu kasus tindak pidana pada saat ini, maupun masa depan.

Permasalah bagi pengguna narkotika, semakin menjadi dengan minimnya ketentuan yang memberikan jaminan pengurangan dampak buruk pemakaiaan narkotika, walaupun dalam Declaration on The Guiding Principles of Drug Demand Reduction menyebutkan kebijakan narkotika pada tingkat Nasional maupun Internasional harus bertujuan tidak hanya mencegah pemakaiaan narkotika tetapi juga pengurangan dampak buruk dari pemakaiaan narkotika.

II. Masalah Politik Penggolongan Zat NarkotikaPersoalan lain dari UU Narkotika adalah masalah penggolangan zat narkotika. UU No 35 Tahun 2009 memasukan beberapa golongan I dan II zat psikotropika kedalam golongan I yang diatur dalam UU Narkotika. Berdasarkan hasil penelusuran dan diskusi dengan pihak terkait tidak ditemukan alasan ilmiah kenapa beberapa golongan I dan II Psikotropika kedalam golongan I Narkotika. Adapun motif penggabungan psikotropika kedalam Narkotika yakni : Menjelang abad 21 peredaran gelap dan penggunaan psikotropika semakin meningkat, sedangkan UU Psikotropika dianggap sudah tidak ampuh lagi. Penyamaan permasalahan yang sama antara Narkotika dan Psikotropika, sehingga merubah UU Narkotika dengan memasukan zat psikotropika kedalam golongan I Narkotika menyelesaikan dua permasalahan sekaligus, baik dalam sudut penegakan, penanggulangan dll.Implikasi masuknya psikotropika dalam UU Narkotika adalah, Indonesia hanya mengakui psikotropika yang diatur dalam UU No 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dikurangi psikotripakia yang sudah dimasukan kedalam Narkotika. Penanganan pengguna psikotropika melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial disamakan dengan narkotika, walau efek dari zat narkotika dan psikotropika berbeda. Penggolongan narkotika maupun psikotropika tidak serta merta ditentukan negara dengan demikian mudah, sejatinya penggolongan narkotika didasarkan pada tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh konsumsi zat tersebut.

III. Masalah Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana dalam Hukum Narkotika di IndonesiaPembaharuan kebijakan narkotika dengan dikeluarkannya UU No 35 tahun 2009 adalah penguatan kewenangan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan meningkatnya sanksi pidana penjara maupun denda. UU No 35 Tahun 2009 tentang narkotika, memberikan pengaturan lainya diluar KUHAP yakni pada penyitaan dan pemusnahan barang bukti. Dalam buku Membongkar kebijakan narkotika kami mengkritisi berbagai hal khususnya dalam Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana antara lain : Besarnya kewenangan yang dimiliki BNN sebagai alat negara yang berfungsi menegakan supremasi hukum dalam memberantas dan menanggulangi kejahatan narkotika, sepantasnya dibentuk suatu badan/lembaga pengawasan eksternal demi terciptanya perlindungan, rasa aman dan pemenuhan keadilan bagi warga negara Indonesia sebagai bangsa yang beradab Pembedaan kewenangan antara BNN dan aparatur penegakan hukum lainya, tanpa membedakan pembagian kerja diantara penegak hukum menimbulkan pelanggaran prinsip persamaan didepan hukum, hal ini dapat dilihat dengan kewenangan BNN untuk dapat menangkap seseorang selama 6 hari sedangkan penyidik Polri hanya 1 hari. Lamanya jangka waktu penangkapan yang dilakukan oleh penyidik BNN, berpotensi menimbulkan penyiksaan dan perlakukaan kejam, korupsi dalam sistem peradilan dll. Kewenangan melakukan teknik pembelian terselubung (under cover buying) dan penyerahan dibawah pengawasan (controlled delivery) penggunaan kewenangan ini berpengaruh dengan proses pembuktiaan karena semua pihakyang menjual, membeli dll harus diungkapkan dalam peradilan, pengawasan hanya pada tingkat atasan, menimbulkan masalah apabila terjadi terdapat oknum yang mengedarkan narkotika, ketika diketahui kemudiaan bisa diaggap sebagai penggunaan kewenangan pembelian terselubung dan penyerahan dibawah pengawasan. Salah satu permasalahan penegakan hukum narkotika, adalah rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap penyitaan dan pemusnahan barang bukti. UU Narkotika sudah berupaya melakukan terobosan hukum agar penyitaan dan pemusnahan barang bukti dilakukan secara lebih cepat dibandingkan menggunakan aturan dalam hukum acara pidana yang diatur dalam KUHAP, namun masih jauh dari transparansi dan hak tersangka untuk mengklarifikasi kebenaran data yang dikemukakan oleh penyidik. UU Narkotika memberikan kewenangan Hakim untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika, ketentuan ini terlihat adanya ketidaksesuaian yakni disalah satu sisi dianggap tidak bersalah, namun disatu sisi memerintahkan menjalani pengobatan dan/ atau perawatan Penggunaan hukum pidana minimal dan tingginya denda dalam ketentuan-ketentuan yang memungkinkan pengguna narkotika terkena didalamnya baik karena menguasai, menyimpan, memiliki atau membeli narkotika secara melawan hukum dan tanpa hak, walau dipergunakan untuk dirinya sendiri, menimbulkan polemic tersendiri bagi hakim. Sanksi pidana harus pula dilihat dari keuntungan dan kerugiannya agar hukuman itu benar-benar menjadi upaya penyembuh dan bukan justru membuat penyakit yang lebih parah dalam masyarakat. UU Narkotika tidak secara jelas membedakan antara pengedar narkotika dan pengguna narkotika untuk dirinya sendiri, secara internasional gramatur dapat dijadikan ukuran apakah narotika yang dimiliki, dikuasai, disimpan, diterima atau dibeli dipergunakan untuk diri sendiri atau diperdagangkan. Gramatur dalam UU Narkotika masih bersifat untuk memperberat sanksi pidana namun bukan sebagai pembeda, Mahkamah Agung RI melalui SEMA No 4 Tahun 2010 sudah mengatur jumlah gramatur ini. Semoga penegak hukum yang lain juga memiliki pemahaman yang sama pembedaan antara pedagang narkotika gelap dengan pengguna, sehingga besarnya kewenangan yang dimiliki lebih untuk mengungkap perdagangan gelap narkotika dan bukan mengumpulkan pengguna narkotika dalam penjara. UU Narkotika juga tidak mengatur secara khusus daluwarsa, sehingga dimungkinkan pengguna narkotika yang sudah tidak menggunakan narkotika dapat sewaktu-waktu dihukum bila terdapat bukti bahwa dahulu pernah menggunakan, memiliki, menyimpan atau membeli narkotika Sanksi bagi orang yang tidak melaporkan tindak pidana narkotika, khususnya pengguna narkotika berpotensi menghambat aktifitas penggiat penanggulangan dampak buruk narkotika dan pihak-pihak yang melakukan pendampingan hukum dan hak manusia Beberapa ketentuan dalam UU Narkotika sangat fleksibel digunakan untuk menjerat pengguna narkotika, dan berpotensi memberikan sanksi yang berlebihan dan korupsi dalam sistem peradilan

IV. Tinjauaan Konstitusionalitas UU No 35 Tahun 2009 tentang NarkotikaKetentuan yang memberikan kewenangan kepada BNN untuk melakukan penangkapan dengan jangka waktu penangkapan yang melebihi jangka waktu dalam Hukum Acara pidana memiliki indikasi pelanggaran konstitusionalitas , karena melanggar norma kepastian hukum yang adil, perlakuan hukum yang sama didepan hukum dan berpotensi menimbulkan penyiksaan dan perlakuan kejam lainya Ketentuan yang mempidana bagi orang tua atau wali dari pecandu yang tidak cukup umur karena tidak melapor merupakan pelanggaran azas non self incrimination, takut untuk berbuat dan tidak berbuat. Pembatasan masa dua kali rehabiltasi bagi pecandu narkotika untuk tidak dituntut pidana mengurangi kepastian hukum dan keadilan bagi korban dan menunutup akses hak atas kesehatan sebagai hak asasi manusia.Catatan Kritis Terhadap Beberapa Ketentuan dalam UUNo 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Beserta Tinjauaan Konstitusionalnya yang ditulis oleh Rido Triawan, S.H, Supriyadi Widodo Eddyono, S.H. Virza Roy Hizal, SH, MH, dan Totok Yuliyanto, S.H, dengan dibantu oleh Simplexius Asa dan Patri Handoyo.

5. Pro Kontra Legalisasi NarkotikaSebuah usulan gila akhir-akhir ini mengemuka. Usulan itu berupa legalisasi ganja. Bagaimana tidak, ganja selama ini lekat dengan statusnya sebagai barang haram, karena efeknya yang bisa mematikan bila disalahgunakan. Namun, Lingkar Ganja Nusantara, kelompok pendukung usulan itu berpendapat lain. Mereka mengklaim tanaman ganja tidak selalu merugikan. Menurut mereka ganja juga bisa bermanfaat untuk kesehatan salah satunya untuk mengobati penyakit kanker. Bukan pertamakalinya wacana legalisasi ganja digulirkan, bahkan tahun 2007 lalu, Badan Narkotika Nasional sempat mengusulkan hal serupa. Ganja yang diusulkan dilegalkan adalah ganja jenis hemp yaitu jenis yang pengaruh kimia terhadap susunan syaraf pusatnya lebih sedikit dibandingkan dengan ganja jenis lainnya.Tetapi baru-baru ini DPR-RI menolak legalisasi narkotika . Parlemen Indonesia (DPR-RI) tidak sependapat dengan Kolombia terkait masalah dilegalisasinya narkoba. Pasalnya, masalah narkoba ini menjadi musuh semua bangsa, semua negara sehingga ada pemikiran narkoba itu dilegalisasi dengan harapan dapat menghilangkan mafia bisnis untuk narkoba. Wakil Ketua BKSAP DPR RI Hayono Isman kepada Parlementaria seusai mengikuti Sidang Panel Discussion on the Legalization of Drugs di Convention Center, Level-2, Cumbaya-Ecuador mengatakan bahwa hal Ini yang sedang menjadi perdebatan dari Inter-Parliamentary Union (IPU), dan tentunya ini akan menjadi bahan untuk dibawa ke tanah air baik oleh anggota DPR RI maupun DPD RI untuk dibicarakan di tanah air.Dari bisnis narkoba yang berkembang ternyata ada pro dan kontra. Kolombia negara penghasil dan pedagang internasional yang terbesar di dunia sehingga cenderung negara itu pro legalisasi, karena mereka lelah menghadapi mafia narkoba.Namun dilain pihak, lanjutnya, Singapura tidak setuju dengan legalisasi karena dengan hukum yang kuat dan penerapan hukum yang keras Singapura mampu mengatasi narkoba. Padahal penduduknya sangat kaya sehingga kemampuan untuk membeli narkoba jenis terbaik sekalipun namun mereka tidak setuju untuk dilegalisir perdagangan narkoba.Ini yang tentunya menjadi masukan yang penting bagi Indonesia, karena sekarang Indonesia sudah menjadi pasar tetapi bukan hanya menjadi pasar bagi narkoba tapi sudah menjadi negara pembuat narkoba. Karena pasarnya sedemikian baik dengan pertumbuhan ekonomi yang luar biasa, dengan peningkatan daya beli masyarakat. Indonesia sudah tidak lagi menjadi hanya sekadar pasar tetapi juga sudah menjadi penghasil narkoba.Wakil Ketua BKSAP DPR RI Hayono Ismanmengatakan bahwa hal yang menarik yang perlu kita bawa ke tanah air, dan pasti akan ada perdebatan yang cukup dinamis bahkan mungkin keras, namun harus kita bicarakan, Menurutnya, kita tidak boleh putus asa, tetapi kita hadapi karena bagaimanapun juga narkoba dari segi kultur, dari segi budaya yang bersumber dari ajaran agama itu memang jelas dinyatakan haram oleh semua agama. Kita adalah negara yang menganut agama, semua agama di Indonesia itu mengharamkan narkoba.Jadi kalau ini dilegalisir ada masalah budaya yang perlu juga kita perhatikan disamping tentunya bagi saya sementara ini kita menjamin bahwa kalau itu dilegalisir akan mengurangi bahkan menghilangkan pengguna narkoba. Yang saya khawatirkan bisa meningkat kepada level yang lebih tinggi daripada yang sudah dilegalisir. Itu menurut pandangan saya.Kita sebagai negara demokratis kita perlu melakukan diskusi di tanah air, kita bicarakan secara terbuka antara pro dan kontra, karena bagaimanapun ini adalah untuk kebaikan generasi bangsa ke depan, tuturnya.Hayono menjelaskan, hasil Panel Discussion Legalization Drugs to Curb mafia itu akan dibawa ke Komisi yang terkait (Komisi Kesehatan, Komisi Agama, dan Komisi Pendidikan). Termasuk dengan Badan Nasional Narkotika (BNN) juga akan dibicarakan dan dengan pemerintah (Menteri Kesehatan dan Polri) karena sekarang ini kesannya yang belum mampu mengatasi narkoba adalah polisi. Jadi saya pikir polisi juga perlu kita ajak bicara sehingga bagaimana kita bisa membantu polisi untuk mengatasi narkoba, jelasnya.Menurutnya, kita sudah punya UUnya tapi kelihatannya tidak mampu menghadapi perdagangan narkoba yang semakin berkembang di tanah air. Jadi sekali lagi, kita tidak boleh menyerah terhadap narkoba ini. Bagi saya kalau kita menerima legalisir atau legalisasi narkoba, itu sama dengan menyerah, tandas Wakil Ketua BKSAP DPR menambahkan.6. Pencegahan Perdagangan Narkotika Di IndonesiaNarkoba tak lagi memandang usia, mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa hingga orang tua sekalipun tak luput dari jeratan penyalahgunaan narkoba ini. diperkirakan sekitar 1,5 persen dari total penduduk Indonesia adalah korban dari penyalahgunaan narkoba tersebut. Masalah peredaran narkoba ini juga tak kalah mengkhawatirkan, tidak hanya di kota-kota besar saja namun sampai merambah ke pelosok indonesia.Dengan jumlah populasi penduduk yang sangat besar, melebihi angka 200 juta penduduk ini tentu membuat Indonesia menjadi sasaran peredaran gelap narkoba. padahal pada awalnya Indonesia hanya sebagai tempat persinggahan lalu lintas perdagangan narkoba, dikarenakan lokasinya yang strategis. Namun lambat laun para pengedar gelap narkoba ini mulai menjadikan Indonesia sebagai incaran empuk mereka untuk mengedarkan dagangan narkoba mereka. Seiring berjalanannya waktu Indonesia mulai bertransformasi, tidak hanya sebagai tempat peredaran narkoba namun juga sudah menjadi tempat menghasilkan narkoba, terbukti dengan ditemukannya beberapa laboratorium narkoba di wilayah Indonesia. Persoalan ini tentu menjadi masalah yang sangat serius , yang pada akhirnya dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban Nasional.Untuk mencegah peredaran narkoba tersebut perlu dilakukan beberapa upaya agar dapat menekan laju peredaran gelap narkoba, kalau perlu sampai menghapus jejak peredaran gelap narkoba tersebut. Peran pemerintah dalam hal ini sangatlah krusial, namun tetap upaya pemerintah ini juga harus mendapatkan dukungan dan kerja sama dari pihak masyarakat karena tanpa dukungan masyarakat apa yang dilakukan pemerintah tidak akan berguna sama sekali.Dimulai dengan membina hubungan yang baik dengan masyrakat. Pembinaan dan pengembangan pola hidup masyarakat. menciptakan hubungan yang harmonis antar sesama warga masyarakat sehingga timbul kesadaran dalam diri masyarakat untuk dapat menjaga keamaan didalam lingkungan mereka sendiri. Pemerintah memberikan informasi mengenai bahaya penyalahgunaan dan peredran gelap narkoba kepada masyarakat melalui tokoh masyarakat setempat yang nantinya informasi tersebut akan diterukan kepada anggota masyarakat lainnya. Memberikan bimbingan kepada msayarakat hingga memperkenalkan kepada masyarakat apa-apa saja yang termasuk kedalam kategori narkoba, termasuk tanaman yang dikategorikan narkoba seperti ganja; agar mereka paham kalau menanam dan memelihara tanaman ganja termasuk kedalam penyalahgunaan narkoba. sarana sosialisasi ini sendiri juga harus menggunakan pendekatan yang sesuai dengan jenjang usia yang ada, idealnya untuk remaja dan anak-anak media internet dan televisi sangatlah ampuh dalam program ini. Bila dalam diri masyarakat telah tertanam pengetahuan mengenai bahaya penyalahgunaan narkoba tentu peredaran gelap narkoba dapat ditekan seminimal mungkin.Selain itu juga dapat dilakukan semcam razia-razia ditempat konsumsi publik yang rawan terjadinya peredaran gelap narkoba ini seperti diskotik, tempat karaoke, pub atau warung remang-remang. Tempat-tempat tersebut selama ini dikenal sebagai tempat perputaran narkoba yang cukup berpengaruh, baik itu yang asalnya dari dalam ataupun dari luar negeri. Razia terhadap kendaran berodapun juga harus dilakukan, karena sering kedapatan pengendara yang memacu kendaraannya sedang dalam pengaruh obat-obatan. Yang terpenting informasi mengenai razia ini tidak boleh sampai bocor sebelum dilaksanakan, karena bisa saja ada oknum-oknum yaang tak bertanggung jawab yang mencari keuntungan dengan menjual informasi mengenai razia narkoba ini kepada para pengedar narkoba tersebut. Selain itu juga harus diadakan pencarian ke tempat sumber yang dijadikan sebagai bahan utama pembuatan narkoba juga harus dilakukan, jangan hanya menindak tempat pembuatan narkobanya saja.Dalam melaksanakan program penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba ini, Polri dapat bekerja sama dengan lembaga pemerintah kementrian dan non kementrian seperti Dirjen Bea dan Cukai, Dirjen Imigrasi, departemen Agama, Departemen Pariwisata Seni dan Budaya, BPOM, Kejaksaan, kehakiman dan Badan Narkotika Nasional (BNN). Undang-Undang No. 35 juga menjelaskan kalau pihak penyidik Polri dan penyidik BNN berwenang untuk melakukan penyelidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaan gelap narkotika, dan dalam prakteknya mereka dapat melakukan kerja sama dan koordinasi dalam melakukan penyelidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.Untuk kedepannya nanti, pemerintah Indonesia dapat melihat dan mencontoh negara-negara yang telah sukses menekan laju peredaran gelap narkoba di negara mereka. Pelaji langkah-langkah apa saja yang bangsa lain tempuh dalam upayanya memberantas peredaran gelap narkoba ini. kerja sama internasional dalam bidang penanggulangan penyalahgunaan narkoba ini diharpkan dapat terwujud supaya bisa mempersempit ruang gerak para pengedar gelap narkoba tersebut.Salah satu upaya untuk pencegahan perdagangan narkoba di Indonesia adalah pemerintah memfasilitasi pencegahan penyalahgunaan narkotika, dilakukan melalui kegiatan antara lain:1. seminar; 1. lokakarya;1. workshop;1. halaqoh;1. pagelaran, festival seni dan budaya;1. outbond seperti jambore, perkemahan, dan napak tilas;1. perlombaan seperti lomba pidato, jalan sehat, dan cipta lagu;1. pemberdayaan masyarakat;1. pelatihan masyarakat;1. karya tulis ilmiah; dan1. sosialisasi, diseminasi, asistensi dan bimbingan teknis.7. Data Kasus Narkotika Dan Psikotropika Di IndonesiaJumlah peredaran gelap narkotika atau perdagangan gelap narkotika di Indonesia masih didominasi provinsi dengan kota-kota besarnya seperti DKI Jakarta 3187, Sumatera Utara 1585, Nangroe Aceh Darussalam 397, dan Kepulauan Riau 194.Jumlah kasus perdagangan narkotika dan psikotropika di Indonesia dapat dilihat dari banyaknya kasus penyalahgunaan narkotika dan psikotropika. Di Indonesia, dalam lima tahun terakhir, kasus narkoba yang berhasil diungkap menunjukkan tren kenaikan dalam setiap tahunnya.Aparat kepolisian dan Badan Narkotika Nasional selama kurun waktu lima tahun sejak 2006 hingga 2010 berhasil mengungkap sebanyak 126.841 kasus narkotika dan obat-obatan terlarang.Data BNN menguraikan, pada tahun 2006 secara nasional terdapat sebanyak17.355 kasus narkoba yang terdiri dari 9.422 kasus narkotika dan 5.658 psikotropika.Sementara ditahun 2007, tercatat ada sebanyak 22.630 kasus yakni 11.380 kasus narkotika dan sebanyak 9.289 kasus prikotropika.Selanjutnya, di tahun 2008 BNN merangkum ada sebanyak 29.364 kasus narkoba dimana sekitar 10.008 merupakan kasus narkotika dan selebihnya atau sekitar 9.783 kasus psikotropika.Untuk ditahun 2009, kembali meningkat mejadi 30.878 kasus terdiri dari 11.135 kasus narkotika dan 8.779 untuk psikotropika.Terakhir di tahun 2010 ada sebanyak 26.614 kasus dimana sekitar 17.834 merupakan kasus narkotika sementara selebihnya atau sekitar 1.181 adalah kasus psikotropika.Secara total berdasarkan jenisnya, untuk kasus narkotika sepanjang lima tahun tersebut ada sebanyak 59.779 kasus dan untuk psikotropika ada sekitar 34.690 kasus.Menurut Bambang, situasi produksi dan peredaran narkoba yang begitu besar, berpengaruh terhadap kondisi penyalahgunaan barang haram itu.Hal ini menurut dia dapat dilihat dari kasus penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia yang setiap tahunnya cenderung terus mengalami peningkatan cukup signifikan.Bahkan menurut data nasional yang dirilis BNN, sepanjang kurun lima tahun itu, ada sebanyak 356 kasus pemproduksian narkoba di dalam negeri. Sementara untuk para pendistribusinya yang berhasil ditangkap ada sebanyak 107.069 orang. 8. Faktor Yang Mempengaruhi Perdagangan Narkotika Dan Psikotropika Di Indonesia1. Indonesia 'Great Market' dan 'Good Price' Perdagangan NarkobaMaraknya kasus penyelundupan narkotika yang berhasil disita Badan Narkotika Nasional (BNN) beberapa bulan terakhir ini memperlihatkan Indonesia makin dilirik sindikat narkoba internasional. Indonesia dinilai sebagai pasar yang menggiurkan bagi perdagangan narkoba.Hal tersebut terungkap saat BNN melakukan pemeriksaan terhadap seorang tersangka sindikat narkoba yang ditangkap di Thailand. Tersangka itu menyampaikan, Indonesia adalah pasar yang besar dan memiliki harga yang tinggi untuk perdagangan narkotika.Besarnya populasi Indonesia menjadikan Indonesia sebagai pasar potensial perdagangan narkoba. Berdasarkan penelitian BNN dan Universitas Indonesia tahun 2011, pengguna narkoba di Indonesia diperkirakan mencapai 3,8 juta jiwa hingga 4,2 juta jiwa atau 2,2 persen dari populasi.Selanjutnya, harga jual narkotika di Indonesia lebih tinggi dibanding Malaysia, Thailand, dan negara Asia lainnya. Mereka menganggap ada selisih harga sehingga mereka memilih untuk menjualnya di Indonesia. Sindikat narkotika dan obat-obatan berbahaya internasional terus membanjiri wilayah Indonesia. Penyelundupan terjadi di sejumlah pintu masuk Indonesia, seperti pelabuhan dan bandara. Di Pelabuhan Tanjung Priok, misalnya, petugas berhasil menggagalkan sejumlah penyelundupan barang haram ini. Pada 8 Mei 2012, sebanyak 1.412.476 ekstasi senilai Rp 400 miliar berhasil diamankan. Dua hari kemudian di tempat yang sama, 10 Mei 2012, 338 kg sabu senilai Rp 400 miliar juga berhasil disita2. Faktor GeografisDilihat dari letak geografi, Indonesia memang sangat beresiko menjadi sasaran empuk pengedar narkoba karena posisi Indonesia yang terletak diantara dua benua dan dua samudra. Disamping itu juga karena negara Indonesia adalah negara kepulauan dengan banyak pelabuhan yang memudahkan jaringan gelap dalam mengedarkan narkoba.3. Murahnya Harga KurirPenyelundupan narkoba di Indonesia turut melibatkan WNI sebagai kurir kebanyakan akibat masalah ekonomi yang menderanya. Celakanya upah yang mereka terima sangat mudah dan tidak sepadan dengan risiko yang harus mereka hadapi ketika tertangkap.4. Mudahnya Merekrut KurirSelain murah, kurir Indonesia juga sangat mudah direkrut. Iming-iming bepergian ke luar negeri, memacari sampai menikahi, adalah cara termudah untuk memperoleh kurir.5. Mudahnya Membentuk JaringanKejahatan narkoba adalah kejahatan terorganisir yang sangat rapi dan melibatkan banyak orang. Sistem kurir, membuat tidak hanya antar kurir tidak saling mengenal, juga antara kurir dengan bosnya tidak pernah terjadi pertemuan. Kurir hanya mengenal orang yang merekrutnya sehingga ketika tertangkap jaringan terputus.6. Tingginya Harga JualHarga jual narkoba di Indonesia yang sangat tinggi membuat sindikat narkoba internasional tertarik menjual dagangannya di sini. Motif keuntungan akibat harga selangit mendorong sindikat dengan segala cara berusaha memasukkan narkoba ke Indonesia.7. Mudahnya Mencari Tempat TinggalIndonesia menjadi surga bagi para pengedar narkoba internasional karena sangat mudah mencari tempat tinggal. Saat ini, demi mengagungkan privasi rumah, apartemen, hotel sampai kos-kosan tidak peduli dengan aktivitas penyewa.8. Tingginya Jumlah PendudukNarkoba tetaplah sebuah bisnis, sehingga sesuai analisis bisnis Indonesia merupakan target pasar yang sangat menarik. Jumlah penduduk yang besar dengan daya beli dan selera tinggi pada tingkat atas menjadi sasaran pemasaran barang haram tersebut.9. Penerapan Sanksi Hukum Kurang MaksimalMeskipun Indonesia negara hukum dan menjadikan hukum sebagai panglima tertinggi, tetapi masih memerlukan pengawasan dalam penerapan sanksi hukum bagi terpidana. Banyak kasus hukum besar yang mendapat sanksi kecil dan sebaliknya kasus-kasus hukum kecil justru memperoleh sanksi yang maksimal.10. Kurang Memiliki Kepastian HukumTindak pidana narkotika di Indonesia diatur dalam UU No. 5 1997 tentang psikotropika, dan UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, yang mengatur semua hal terkait dengan hukuman dan vonis pelaku kejahatan narkotika. Sayangnya dalam penerapannya tidak ada kepastian hukum sehingga banyak terpidana mati narkoba yang tidak kunjung dieksekusi bahkan memperoleh pengampunan atau pengurangan hukum.11. Terbatasnya Peralatan dan Kurangnya SDMPerlindungan terhadap keselamatan masyarakat Indonesia terkait narkoba sejatinya didukung oleh sumber daya manusia (SDM) dan peralatan yang kuat. Sayangnya, sumber daya yang dimiliki kepolisian masih sangat minim pengetahuan narkotika dalam menghadapi sindikat narkotika yang terus mencari modus operandi baru.12. Lemahnya Pengawasan di Pintu Masuk

Kebanggaan sebagai negara dengan belasan ribu pulau memang patut disyukuri. Namun, jangan sampai kekayaan itu membuat bangsa Indonesia terlena sehingga bisa digunakan sebagai pintu masuk bagi sindikat narkoba internasional untuk memasukkan narkoba ke Indonesia.

9. Cara Penyebaran Narkoba Di IndonesaHingga kini penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah. Mengingat hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Misalnya saja dari bandar narkoba yang senang mencari mangsa di daerah sekolah, diskotik, tempat pelacuran, dan tempat-tempat perkumpulan geng. Tentu saja hal ini bisa membuat para orang tua, ormas, pemerintah khawatir akan penyebaran narkoba yang begitu meraja rela.Di Indonesia, perkembangan pecandu narkoba semakin pesat. Para pecandu narkoba itu pada umumnya berusia antara 11 sampai 24 tahun. Artinya usia tersebut ialah usia produktif atau usia pelajar. Pada awalnya, pelajar yang mengkonsumsi narkoba biasanya diawali dengan perkenalannya dengan rokok. Karena kebiasaan merokok ini sepertinya sudah menjadi hal yang wajar di kalangan pelajar saat ini. Dari kebiasaan inilah, pergaulan terus meningkat, apalagi ketika pelajar tersebut bergabung ke dalam lingkungan orang - orang yang sudah menjadi pecandu narkoba. Awalnya mencoba, lalu kemudian mengalami ketergantungan. Pengedar narkoba memiliki banyak cara dalam melaakukan transaksi barang haram tersebut. Mayoritas narkoba yang beredar di Indonesia diimpor dari luar negeri. Malaysia adalah pemasok terbesar Narkoba ke Indonesia, selain negara-negara Afrika, Thailand, Vietnam dan masih banyak negara lain yang menjadi produsen narkoba bagi negara ini. Sehingga untuk membawa masuk narkoba ke Indonesia diperlukan trik-trik khusus agar tidak tertangkap oleh petugas bandara. Selain melalui jalur udara penyelundupan narkoba juga sering melalui jalur-jalur perbatasan seperti Nunukan dan Entikong dan jalur laut melalui Batam, Belawan, dan Aceh.Kebanyakan dari mereka yang ingin menjual narkoba ke Indonesia menggunakan kurir khusus yang terkadang nekat untuk menelan barang haram tersebut untuk disembunyikan di dalam perut agar tidak tertangkap oleh petugas. Atau cara lain yang sering digunakan adalah menyimpannya di dalam benda benda yang tidak dicurigai oleh petugas. Kelakuan nekat para kurir narkoba tersebut dikarenakan untung menggiurkan yang akan mereka raih dari penjualan narkoba di Indonesia. Berdasarkan data dari BNN, peredaran narkoba di Indonesia memiliki nilai yang fantastis sehingga menjadi daya tarik besar buat para pemainnya. Pada periode Januari sampai November 2011 saja peredaran narkoba mencapai 28 Milyar Rupiah lebih, tapi nilai ini hanyalah sebagian kecil dari peredaran sesungguhnya di Indonesia. Selain itu perbandingan harga narkoba di Indonesia dengan diluar negeri sangat jauh berbeda. Salah satu contohnya adalah narkoba favorit di kalangan para pemakainya adalah shabu-shabu, di Malaysia dibandrol 300.000 Rupiah tapi di sini bisa berharga sampai Rp. 2 Milyar lebih.Namun cara cara seperti ini agaknya sudah terlalu usang untuk digunakan karena sering kurir kurir yang membawa narkoba dari luar negeri ke Indonesia tertangkap di bandara sebelum mereka melakukan transaksi jual beli. Meski demikian tidak jarang juga ada kurir yang lolos dari pemeriksaan petugas bandara sehingga barang haram yang dia bawa dari luar negeri untuk membunuh masa depan jutaan rakyat Indonesia dapat dijual dengan harga yang tinggi.Setelah lolos dari proses pemeriksaan di bandara, tinggal bagaimana cara mereka mengemas barang tersebut sedemikian rupa untuk segera dijual kepada pemesan tanpa harus diketahui oleh aparat kepolisian. Disini kembali para pengedar melakukan hal hal yang dapat mengelabui petugas.Seperti yang barubaru ini terjadi saat Badan Narkotika Nasional (BNN) membongkar tiga kasus penyelundupan narkoba melalui jasa pengiriman barang di Denpasar, Bali. Salah satu kurir yang ditangkap di areal parkir perusahaan jasa pengiriman barang kedapatan membawa 628,5 gram kokain yang dimasukkan dalam kancing-kancing gaun dalam paket berisi tujuh gaun dan 178 kancing yang dia bawa. Selain itu aparat juga menangkap seorang tersangka yang akan mengambil kiriman paket dari Jakarta berupa kotak cakram digital berisi shabu-shabu seberat 95,8 gram di sebuah perusahaan jasa pengiriman di kawasan Sesetan.Cara yang dilakukan oleh pengedar narkoba ini seolah tidak ada habisnya. Belakangan ada hal baru yang mulai terungkap oleh aparat kepolisian tentang cara transaksi narkoba dari luar negeri. Internet yang selama ini akrab dengan kehidupan kaula muda perlahan mulai dimanfaatkan untuk media transaksi narkoba. 10. Strategi Pencegahan dan Penanggulangan NarkobaPenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba saat ini menjadi masalah yang sangat memprihatinkan dan cenderung semakin meningkat serta merupakan masalah bersama antara yang melibatkan pemerintah dan masyarakat sehingga memerlukan suatu strategi yang melibatkan seluruh komponen bangsa yang bersatu padu meliputi bidang-bidang sebagai berikut :1. Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba.Mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba dengan meningkatkan kapasitas kelembagaan lintas bidang terkait, meningkatkan kualitas individu aparat, serta menumbuhkan kesadaran, kepedulian dan peran serta aktif seluruh komponen masyarakat melalui lembaga swadaya masyarakat (LSM), lembaga keagamaan, organisasi kemasyarakatan, tokoh masyarakat, pelajar, mahasiswa dan pemuda, pekerja, serta lembaga-lembaga lainnya yang ada di masyarakat. (Pendidikan, Kesehatan sosial, Sosial-Akhlak, Sosial-pemuda & OR Ekonomi-Tenaga Kerja). Mencegah terjadinya penyalahgunaan dan peredaran gelap, dengan upaya-upaya yang berbasiskan masyarakat mendorong dan menggugah kesadaran, kepedulian dan peran serta aktif seluruh komponen masyarakat dengan motto yang menjadi pendorong semangat adalah Mencegah Lebih baik Daripada Mengobati, adalah :a. Strategi pre-emtif (Prevensi Tidak Langsung)Merupakan pencegahan tidak langsung yaitu, menghilangkan atau mengurangi faktor-faktor yang mendorong timbulnya kesempatan atau peluang untuk melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, dengan usaha/kegiatan dengan menciptakan kesadaran, kepedulian, kewaspadaan, dan daya tangkal masyarakat dan terbina kondisi, prilaku dan hidup sehat tanpa narkoba.b. Strategi Nasional Usaha PromotifUsaha-usaha promotif dilaksanakan dengan kegiatan-kegiatan pembinaan dn pengembangan lingkungan masyarakat bebas narkoba, pembinaan dan pengembangan pola hidup sehat, beriman, kegiatan positif, produktif, konstruktif dan kreatif.d. Strategi nasional untuk komunikasi, Informasi dan Pendidikan

Strategi Pencegahan.Pencegahan penyalahgunaan narkoba terutama diarahkan kepada generasi muda (anak, remaja, pelajar, pemuda, dan mahasiswa). Penyalahgunaan sebagai hasil interaksi individu yang kompleks dengan berbagai elemen dari lingkungannya, terutama dengan orng tua, sekolah, lingkungan masyarakat dan remaja/pemuda lainnya, oleh karena itu Strategi informasi dan Pendidikan Pencegahan dilaksanakan melalui 7 (Tujuh) jalur yaitu :

1) Keluarga, dengan sasaran orang tua, anak, pemuda, remaja dan anggota keluarga lainnya.

2) Pendidikan, sekolah maupun luar sekolah/dengan kelompok sasaran guru/tenaga pendidikan dan peserta didik/warga belajar baik secara kurikuler maupun ekstra kurikuler.

3) Lembaga keagamaan, engan sasaran pemuka-pemuka agama dan umatnya.

4) Organisasi sosial kemasyarakatan, dengan sasaran remaja/pemuda dan masyarakat.

5) Organisasi Wilayah Pemukiman (LKMD, RT,RW), dengan sasaran warga terutama pemuka masyarakat dan remaja setempat.

6) Unit- unit kerja, dengan sasaran Pimpinan, Karyawan dan keluargannya.

7) Mass Media baik elektronik, cetak dan Media Interpersonal (Talk show dan dialog interaktif), dengan sasaran luas maupun individu.

d.Strategi Nasional untuk Golongan Beresiko TinggiStrategi ini disisapkan khusus untk remaja/pemuda yang beresiko tinggi, yaitu mereka yang memepunyai banyak masalah, yang dengan edukasi preventif saja tidak cukup krena tidak menyentuh permasalahan yang mereka alami. Pada umumnya masalah-masalah tersebut, menyangkut kehidupan keluarga drop out/putus sekolah, putus pacar, kehamilan diluar nkah, tekanan kelompok sebaya (peer group), glandangan dan anak terlantar, dan lain-lain.e.Strategi Nasional untuk partisipasi MasyarakatStrategi ini merupakan strategi pencegahan berbasis masyarakat, sebagai upaya untuk menggugah, mendorong dan menggerakan masyarakat untuk sadar, peduli, dan aktif dalam melakukan pencegahan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Suksesnya strategi ni sangat tertanggung pada partisispasi masyarakat dalam usaha-usaha promotif, edukasi prevensi, dan penanganan golongan beresiko tinggi. Kekuatan-kekuatan didalam masyarakat di mobilisir untuk secara aktif menyelenggarakan program-program dibidang-bidang tersebut ditas.Strategi PenangananA. Pendektesian Terhadap Anak1. Perhatikan perubahan pada diri si anak (bohong,bolos,bengong bego, dan bodoh);2. Perhatikan prestasi, aspirasi dan masalh yang ada di sekolah.3. Perhatikan kegiatan keagamaan si anak dan harga diri si anak.4. Perhatikan perubahan emosi dan hubungan anak dan orang tua.B. Pendekatan Psikologis1. Faktor IndividuCiptakan hubungan akrab dalam keluarga.Ciptakan kesadaran bahwa keberhasilan dan kegagalan merupakan usaha sendiri, orang lain hanya Fasilitator Libatkan secara intensip si anak terhadap aktivitas keagamaan.2. Faktor KeluargaCiptakan keharmonisan dalam keluarga , hilangkan jarak antara orang tua dengan membangun suasana demokratis. Ciptakan komunikasi yang produktif dan terapkan aturan yang jelas.3. Faktor Teman Sebaya, Sekolah dan Lingkungan Perhatikan prestasi belajar anak dan terns memberi semangat. Cermati Tatar belakang dan prilaku teman-teman terdekat si anak.Cermati jika ada perubahan kebiasaan si anak dari biasanya.