BAB 11

24
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack.) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibanding dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi. Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Kelapa sawit (Elaeis) adalah tanaman perkebunan penting penghasil minyak makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati (biodiesel). Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia. Diperkirakan pada tahun 2009, Indonesia akan menempati posisi pertama produsen sawit dunia. Untuk meningkatkan produksi kelapa sawit dilakukan kegiatan perluasan areal pertanaman, rehabilitasi kebun yang

description

opt kelapa sawit

Transcript of BAB 11

Page 1: BAB 11

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack.) berasal dari Nigeria, Afrika

Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari

Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit

di hutan Brazil dibanding dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa

sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand,

dan Papua Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang

lebih tinggi. Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh

pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Tanaman kelapa sawit mulai

diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perkebunan

kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh.

Kelapa sawit (Elaeis) adalah tanaman perkebunan penting penghasil

minyak makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati (biodiesel).

Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia.

Diperkirakan pada tahun 2009, Indonesia akan menempati posisi pertama

produsen sawit dunia. Untuk meningkatkan produksi kelapa sawit dilakukan

kegiatan perluasan areal pertanaman, rehabilitasi kebun yang sudah ada dan

intensifikasi. Minyak sawit merupakan produk perkebunan yang memiliki prospek

yang cerah di masa mendatang. Potensi tersebut terletak pada keragaman

kegunaan dari minyak sawit. Minyak sawit di samping digunakan sebagai bahan

industri pangan, dapat pula digunakan sebagai bahan mentah industri nonpangan.

Minyak sawit merupakan bahan baku utama minyak goreng yang banyak dipakai

di seluruh dunia. Sampai saat ini ekspor minyak sawit Indonesia masih dalam

bentuk minyak mentah atau Crude Palm Oil (CPO), dan sebagian kecil dalam

bentuk produk olahan yang merupakan hasil sampingan dan pembuatan minyak

goreng.

Upaya peningkatan produksi kelapa sawit memiliki beberapa hambatan.

Salah satu hambatan untuk meningkatkan produksi kelapa sawit adalah adanya

gangguan hama, penyakit dan gulma. Keanekaragaman dan jumlah populasi di

Page 2: BAB 11

suatu tempat dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang saling berkaitan yaitu:

umur tanaman, keadaan cuaca saat pengambilan sampel dan keadaan habitat di

sekitar tanaman (penggunaan tanaman penutup tanah). Pola penyebaran dan

kepadatan serangga di suatu tempat akan berbedabeda. Penyebaran dan kepadatan

serangga sangat dipengaruhi oleh banyak sedikitnya populasi serangga, prilaku

serangga dan tempat hidup (keadaan tofografi) atau habitatnya. Dalam keadaan

ekosistem yang stabil, populasi suatu jenis organisme selalu dalam keadaan

keseimbangan dengan populasi organisme lainnya dalam komunitasnya. Hama

yang menyerang Tanaman Belum Mraghasilkan (TBM) dan Tanaman yang sudah

Menghasilkan (TM) tidak selaiu sama (Risza, 1994). Hama yang menyerang

setiap stadia tanaman tidak selaiu sama diakibatkan kepentingan hama akan

nutrisi yang dibutuhkan berbeda-beda.

Dalam budidaya kelapa sawit perlunya pemeliharaan terutama

pengendalian hama penyakit harus dilakukan untuk menjaga kualitas dan

kuantitas hasil produksi. Tanaman kelapa sawit muda sering mendapat gangguan

hama dan penyakit sehingga memerlukan pengendalian sebagaimana mestinya

agar diperoleh tanaman yang tumbuh sehat dan subur. Beberapa hama dan

penyakit yang biasa menyerang tanaman muda adalah jenis serangga, misalnya

kumbang tanduk (Oryctes rhynoceros), kumbang (Apogonia sp), belalang

(Valanga sp), ulat perusak daun (Darna trima, Thosea asigna, Setora nitens,

Parasa lepida, Mahasena corbeti, dan Amatissa sp). Hama lain yang penting

diantaranya adalah tikus, babi hutan, gajah, landak, dan kera. Sedangkan penyakit

yang sering menyerang diantaranya adalah penyakit tajuk (Crown disiase) dan

penyakit busuk pucuk.

1.2 Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengetahui berbagai hama dan penyakit yang menyerang

tanaman kelapa sawit.

2. Mahasiswa dapat mengetahui gejala – gejala yang ditimbulkan oleh hama dan

penyakit tersebut.

Page 3: BAB 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Nasution et al (2014), menyatakan bahwa asal usul tanaman

kelapa sawit masih belum dapat diketahui, namun memiliki dugaan berasal dari

wilayah Amerika Latin dan Afrika. Kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan

yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil

dibanding dengan Afrika. Tanaman kelapa sawit berasal dari daratan tersier, yang

merupakan daratan penghubung yang terletak diantara Afrika dan Amerika.

Kedua daratan ini kemudian terpisah oleh lautan menjadi benua Afrika dan

Amerika sehingga tempat asal komoditas kelapa sawit ini tidak lagi

dipermasalahkan. Menurut Olurunfemi et al (2014), menyatakan bahwa terdapat 2

tipe kelapa sawit yang berbeda yang berasal dari afrika dengan amerika latin. Di

Afrika memiliki spesies kelapa sawit Elaeis guineensis yang merupakan tanaman

asli dari Afrika Barat. Diwilayah Amerika Selatan memiliki spesies kelapa sawit

Elaeis oleifera yang berasal dari wilayah tropis di Amerikia Tengah dan Amerika

Selatan. Kedua spesies yang berasal dari wilayah yang berbeda memiliki hasil

yang baik dalam produksi minyak kelapa sawit.

Komoditas perkebunan di Indonesia menjadi sumber devisa bagi nergara

dari sektor non migas. Ketersediaan lapangan pekerjaan menjadi salah satu kunci

bukti peningkatan perekonomian diIndonesia. Kelapa sawit menjadi salah satu

komoditas perkebunan yang menjanjikan dalam peningkatan devisa dan sumber

perekonomian. Kelapa sawit dapat diolah menjadi minyak yang memiliki harga

cukup mahal dipasaran nasional dan Internasional. Produksi kelapa sawit

memiliki hasil yang besar per satuan hektar dalam bentuk minyak mentah (CPO)

maupun biji sawit (Khair et al, 2014).

Peningkatan luas areal tanaman kelapa sawit kurang diperhatikan dalam

budidayanya. Faktor-faktor penting dalam peningkatan produktivitas kelapa sawit

adalah faktor lingkungan, faltor genetik dan faktor budidaya. Ketidak sesuaian

lahan menjadi kendala serta penyebab penurunan hasil produksi kelapa sawit.

Analisis keseuaian lahan perlu dilakukan dalam budidaya tanaman kelapa sawit

untuk meningkatkan dan menyesuaikan lingkungan tumbuh tanaman. Faktor

Page 4: BAB 11

lingkungan yang mempengaruhi produksi sawit adalah curah hujan, jenis tanah,

topografi, hari hujan dan OPT. Faktor genetik yang mempengaruhi adalah varietas

bibit dan umur tanaman. Faktor budidaya adalah pemupukan, konservasi tanah

dan air, pengendalian OPT dan pemeliharaan (Yohansyah et al, 2014).

Di Indonesia kelapa sawit menjadi komoditas unggulan disektor

perkebunan selain kopi dan kakao. Luas lahan yang mencapai 9,57 juta hektar

pada tahun 2012 menunjukkan kelapa sawit memiliki prospek yang menjanjikan

dalam berbudidaya. Pengembangan kelapa sawit tidak hanya dilakukan di area

lahan kering atau marginal dengan tanah mineral namun dapat dilakukan pada

lahan basah dengan BO yang tinggi atau biasa disebut lahan gambut. Lahan

gambut memiliki banyak kendala dari sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Lahan

basah memerlukan perlakuan khusus dalam penanaman kelapa saiwt, perlunya

pengolahan lahan menjadi faktor penentu dalam keberhasilan produksi kelapa

sawit (Holidi, 2014).

Produksi sawit diwilayah negara lain secara internasional menjadi salah

satu unsur yang penting. Minyak nabati didunia yang sebagian besar diproduksi

dari minyak kelapa sawit menjadi sumber terbesar minyak nabati. Ekstraksi buah

kelapa sawit mampu menghasilkan minyak nabati yang banyak, ekstraksi

dilakukan dengan mengektrak bagian mesocarp daging buah. Permintaan pasar

internasional akan minyak kelapa sawit memacu muculnya perkebunan-

perkebunan rakyat kecil. Budidaya tanaman sawit berfungsi sebagai sarana

pencaharian bagi banyak keluarga diwilayah pedesaan (Ibitoye dan Jimoh, 2014).

Banyak hama yang ditemukan di kelapa sawit merupakan hama spesifik.

Beberapa hama serangga yang bersifat polifag. Setidaknya ada 80 spesies

arthropoda yang merupakan hama potensial pada kelapa sawit. Sebagai tanaman

tumbuh, perkebunan menjadi lebih menguntungkan lingkungan untuk hama

(Kalidas, 2012). Menurut Setyamidjaja (2006), Hama yang sering menyerang

tanaman kelapa sawit di antaranya ulat api, dan ulat kantong, tikus, rayap,

Adoretus dan Apogonia, serta babi hutan. Adapun penyakit yang menjadi masalah

pada tanaman kelapa sawit di antaranya yaitu penyakit-penyakit daun pada

Page 5: BAB 11

pembibitan. Penyakit busuk pangkal batang (Ganoderma), penyakit busuk tandan

buah (Marasmius), dan penyakit busuk pucuk (spear rot).

Jamur basidiomycete spesies Ganoderma yang menyebabkan penyakit

busuk batang basal di kelapa sawit menghancurkan ribuan hektar penanaman di

Asia Tenggara terutama di Malaysia dan Indonesia. Penyakit ini telah ditemukan

menginfeksi kelapa sawit sedini 12 sampai 24 bulan setelah tanam. Efek dari

Ganoderma infeksi menurun produktivitas tanaman sawit yang cukup besar sejak

penanaman kelapa sawit pertama kali dimulai di Asia Tenggara, terutama di

Malaysia dan Indonesia (Azahara, 2011).

Prinsip umum dari pengendalian hama dan penyakit adalah bahwa

tindakan-tindakan pencegahan (preventif) akan selalu lebih baik daripada

pengobatan (kuratif). Oleh karena itu, tindakan monitoring/pengamatan adanya

serangan dan penekanan populasi hama pada saat akan melewati ambang

ekonomis sangat diperlukan. Sistem Peringatan Dini (Early Warning System)

bertujuan untuk mengetahui adanya serangan hama sedini mungkin, sehingga

dapat dilakukan tindakan pengendalian ketika serangan tersebut masih ringan.

(Risza, 2010).

Page 6: BAB 11

BAB 3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Budidaya Tanaman Perkebunan acara "Organisme Pengganggu

Tanaman pada Tanaman Kelapa Sawit" dilaksanakan pada hari Sabtu, 24 Oktober

2015 pada pukul 15.00 sampai selesai. Praktikum ini dilaksanakan di

Agroteknopark Jubung.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

1. Alat tulis

2. Kamera

3. Worksheet

3.2.2 Bahan

1. Tanaman kelapa sawit

3.3 Cara Kerja

1. Mengamati OPT pada tanaman kelapa sawit sesuai dengan worksheet yang

telah disediakan

2. Mengambil gambar OPT maupun gajala serangan yang ada dilapangan

dengan menggunakan kamera

3. Mendeskripsikan secara singkat dan membandingkan dengan gambar yang

ada di literatur.

4. Membuat laporan dari hasil pengamatan OPT tanaman yang dilakukan.

Page 7: BAB 11

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Tabel Hasil Pengamatan Aspek Hama Tanaman Kelapa Sawit

N

ONAMA

GAMBAR HAMA GAMBAR GEJALA

Hasil Pengamatan LiteraturHasil

PengamatanLiteratur

1

Kumbang

Oryctes

(Oryctes

rhinocero

s)   

2

Hama ulat

Setora

(Setora

nitens)     

4.1.2 Tabel Hasil Pengamatan Aspek Penyakit Tanaman Kelapa Sawit

NO NAMAGAMBAR

PATOGEN

GAMBAR GEJALA

Hasil

PengamatanLiteratur

1

Penyakit

Antraknose

(Gromerella

spp.)

2

Penyakit

Antraknose

(Melanconiu

m Spp.)

Page 8: BAB 11

4.2 Pembahasan

Hasil yang diperoleh dari praktikum OPT tanaman Kelapa sawit diperoleh

hama kumbang orytes dan ulat api, penyakit diperoleh antrachnose :

1. Ulat Api

Klasifikasi hama ulat api (Setora nitens) adalah sebagai berikut:

Kingdom: Animalia

Kelas: Insekta

Sub Kelas: Pterygota

Orda: Lepidoptera

Famili: Limacodidae

Genus: Setora

Spesies: S. nitens

Ulat api S. nitens merupakan serangga hama yang menyerang banyak

spesies tanaman. Ulat ini memiliki toksin yang terdapat pada duri-duri yang

menyelubungi tubuhnya sehingga menimbulkan rasa seperti terbakar dan gatal

jika tericena pada kulit dan oleh sebab itu ulat ini disebut dengan ulat api. S.

nitens memiliki telur berwama kuning kehijauan, berbentuk oval, sangat tipis dan

trasparan. Telur diletakkan berderet 3-4 baris sejajar dengan permukaan daun

sebelah bawah. Telur biasanya diletakkan pada pelepah daun ke 6-17, letak telur

tidak saling bertindih, telur menetas setelah 4-7hari. Larva yang baru menetas

hidup berkelompok, memakan daging daun dari permukaan bagian bawah dan

meninggalkan epidermis permukaan bagian atas daun. Pada larva instar 2-3, larva

memakan daun mulai dari ujung kearah bagian pangkal daun. Larva S. nitens

berwama hijau kekuningan kemudian menjadi hijau dan bembah menjadi

kemerahan menjelang masa pupa. Larva ini memiliki ciri-ciri dengan adanya satu

garis membujur ditengah punggung yang berwama bim keunguan. Larva instar

terakhir adalah instar 7 dengan panjang 36mm dan lebar 14,Smm, stadia larva S.

nitens berlangsung sekitar 40-SO hari. S. nitens memiliki bentuk pupa yang bulat

dan berwama coklat Stadia pupa belangsung selama 18-21. Larva akan

menjatuhkan diri dan moicari tempat dekat tanah, di gulma atau dibalik tanaman

Page 9: BAB 11

yang diserang pada saat akan membentuk pupa. Imago S. nitens bempa ngengat

yang mempimyai lebar rentangan sayap sekitar 35mm. Pada sayap depan

berwama cokelat dengan garis-garis yang berwama lebih gelap. Ngengat aktif

pada senja dan malam hari, pada waktu siang hari hinggap di pelepah-pelepah

daun tua dengan posisi terbalik. Setiap ngengat betina mampu bertelur hingga 300

butir. Ulat api S. nitens merupakan hama utama pada perkebunan kelapa sawit

sangat merugikan pada fase larva karena pada fase larva ini ulat api sangat aktif

memakan daun kelapa sawit. Daun kelapa sawit yang biasa diserang ulat api

adalah daun ke 9-25 dari pangkal tanaman.

2. Kumbang

Klasifkasi hama Oryctes rhinoceros ini adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Class : Insecta

Ordo : Coleoptera

Family : Scarabaeidae

Genus : Oryctes

Species : Oryctes rhinoceros L.

Kumbang ini berukuran 40-50 mm, berwarna coklat kehitaman, pada

bagian kepala terdapat tanduk kecil. Pada ujung perut yang betina terdapat bulu-

bulu halus, sedang pada yang jantan tidak berbulu. Kumbang menggerek pupus

yang belum terbuka mulai dari pangkal pelepah, terutama pada tanaman muda

diareal peremajaan. Kumbang badak betina bertelur pada tunggul-tunggul karet,

kelapa dan kelapa sawit yang telah dipotong dan bahan organik lainnya. Bahan-

bahan organik adalah bahan yang mudah digerek atau telah busuk. Telur berwarna

putih, bentuk oval, diletakkan oleh imago betina 5-15 cm dibawah permukaan

bahan organic. Telur yang baru diletakkan berukuran 2,3 x 3,5 mm dan lamanya

stadia telur 8-12 hari. Imago kumbang betina ini dapat bertelur 3 sampai 4 kali

selama hidupnya dengan jumlah telur 30 butir dalam sekali bertelur, tergantung

berkembang biaknya selama 9 sapai 12 minggu kedepan, masa inkubasi telur 11

hari kemudian menjadi larva setelah 17 minggu dari peletakan telur oleh imago

Page 10: BAB 11

dan rata-rata selama hidupnya dan selama hidupnya dapat menelur sebanyak 108

telur sepanjang hidupnya. Serangan dari O. rhinoceros ini dapat dilihat bekas

gerekan yang dibuatnya. Pada tanaman muda serangan hama ini dapat

menyebabkan kematian. Pada waktu hama ini mengebor pucuk tanaman biasanya

juga merusak bagian daun yang muda yang belum terbuka (janur) hingga waktu

daun terbuka akan terlihat bekas potongan yang simetris berbantuk segitiga atau

seperti huruf V. Akibatnya, mahkota daun tampak compang camping tidak teratur

sehingga bentuknya tidak bagus lagi. Luka dari bekas gerekan kumbang badak ini

sering mengundang hama lain. Yang merupakan hama sekunder yaitu kumbang

moncong merah (Rhynchophorus ferrugineus Oliver) dan penyakit busuk pucuk

yang disebabkan oleh cendawan Phytophthora palmivora Butler

3. Penyakit Antrachnose

Gejala terdapat bercak – bercak dikelilingi warna kuning yang merupakan

batas antara bagian daun yang sehat dan yang terserang. Gejala yang lain yang

tampak adalah adanya warna coklat dan hitam diantara tulang daun. Daun – daun

yang diserang menjadi kering dan akhirnya mengalami kematian. Penyebab Jamur

Melanoconium elaedeis, Glomerella singulata dan Botryodiplodia palmarum.

Pengendalian dengan mengurangi naungan bibit sesuai dengan perkembangan

umur tanaman. Serangan yang bersifat sporadic, dapat dilakukan tindakan

pemangkasan ringan pada tajuk bibit yang terinfeksi. Jika mengalami serangan

berat, sebaiknya bibit dimusnahkan. Pemberantasan secara kimiawi dapat

dilakukan dengan menggunakan fungisida, seperti Dithane M – 45 80 WP yang

berbahan aktif mancozeb 80% dengan kosentrasi 0,2% atau dengan Captan

dengan kosentrasi 0,2%.

Menurut Setyamidjaja (2006), pengendalian hama dan penyakit tanaman

pada hakikatnya merupakan upaya untuk mengendalikan suatu kehidupan. Oleh

karena itu, konsep pengendaliannya dimulai dari pengenalan dan pemahaman

terhadap siklus hidup hama dan penyakit itu sendiri. Pengetahuan terhadap bagian

paling lemah dari seluruh siklus hidup mata rantai sangat berguna di dalam

pengendalian hama dan penyakit yang efeltif. Bagian yang dinilai paling lemah

dari siklus hama dan penyakit merupakan titik kritis karena akan menjadi dasar

Page 11: BAB 11

acuan untuk pengambilan keputusan pengendaliannya. Pemilihan jenis, metode

(biologi, mekanik, kimia, dan terpadu), serta waktu pengendalian yang dianggap

paling cocok akan dilatarbelakangi oleh pemahaman atas siklus hidup

hama/penyakit tersebut. Usaha mendeteksi hama/penyakit pada waktu yang lebih

dini mutlak harus dilaksanakan. Selain akan memudahkan tindakan pencegahan

dan pengendalian, keuntungan deteksi dini juga bertujuan agar tidak terjadi

ledakan serangan yang tidak terkendali/terduga. Secara ekonomis, biaya

pengendalian melalui deteksi dini dipastikan jauh lebih rendah daripada

pengendalian serangan hama/penyakit yang sudah menyebar luas. Secara mekanis

dilakukan dengan memusnakan stadia telur, larva dan pupa dalam sarang-sarang

di permukaan tanah. System pencacahan batang, pengutipan kumbang dan larva,

secara kimiawi dan hayati. Semua metode pengendalian di aplikasikan secara

tunggal maupun terpadu keterbatasan dalam skala besar. Dengan menggunakan

feromon (etil – 4 oktanoate) ini berguna sebagai alat kendali populasi hama dan

sebagai perangkap masal. Rekomendasi untuk perangkap masal adalah adaah

meletakkan satu perangkap untuk 2 hektar. Pada populasi kumbang yang tinggi,

aplikasi feromon diterapkan satu perangkap untuk satu hektar.

Pembibitan kelapa sawit merupakan awal kegiatan lapangan yang harus

dimulai setahun sebelum penanaman di lapangan. Penjadualan yang tepat perlu

dilakukan karena keterbatasan yang mungkin dialami seperti kesediaan kecambah

oleh pemasok, musim tanam, ketersediaan tenaga dan lain-lain. Pemesanan

kecambah hendaknya dilakukan 3 - 6 bulan sebelum dimulai pembibitan. Jika

direncanakan penanaman di lapangan bulan September-Desember yaitu selama 4

bulan musim hujan maka kecambah harus sudah mulai ditanam di pembibitan ada

bulan bersamaan setahun sebelumnya. Menurut Pahan (2006), pengendalian

terhadap masalah hama dan penyakit maka cara yang baik adalah pencegahan.

Namun apabila terpaksa menggunakan pestisida maka harus memperhatikan :

1. Menyemprot hanya dilakukan pada kondisi yang sesuai agar tidak mengurangi

efisiensi penyemprotan.

2. Menyemprot seperlunya saja yaitu pada tanaman yang diserang penyakit.

Page 12: BAB 11

3. Penyiraman bibit hendaknya dilakukan 2 jam sebelum atau sesudah

penyemprotan.

Perbedaan serangan hama tikus dan tupai pada tanaman kelapa sawit.

Serangan tikus pada tanaman kelapa sawit :

1. Pembibitan : memakan kecambah yang baru tumbuh, sehingga kecambah mati,

mengerat bagian pangkal pelepah sampai jaringan muda, bibit tumbuh

abnormal atau mati.

2. Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) : mengerat bagian pangkal pelepah

sehingga pelepah tumbang, mengerat jaringan jaringan meristem meristem

sehingga sehingga bibit mati.

3. Tanaman Menghasilkan (TM) : mengerat buah muda dan buah masak,

memakan brondolan, merusak bunga jantan.

Serangan tupai pada tanaman kelapa sawit : Tupai menggerek buah kelapa yang

sudah agak tua di bagian ujung buah,lubang gerekan pada bagian tempurung

bulat, tetapi lubang pada bagian serabut tidak rata, daging buah habis dimakan 2-3

hari, seekor bajing mampu merusak 1-2 buahdalam 1 bulan.

Pengendalian tikus pada dasarnya adalah upaya menekan tingkat populasi

tikus serendah mungkin melalui berbagai cara dan teknologi pengendalian.

Beberapa teknik pengendalian tikus :

1. Secara kimia pengendalian tikus menggunakan pestisida jenis rodentisida.

2. Pengendalian secara fisik dengan membuniuh tikus secara langsung,

pengendalian ini dalam waktu yang relatif singkat dapat menurunkan populasi

tikus tetapi dalam waktu jangka panjang akan terjadi kompensasi populasi.

3. Pengendalian tikus secara biologis dengan menggunaka T.alba, banyak

dikembangkan dan menjadi cara yang termasuk kedalam pengendalian hama

terpadu (PHT).

Page 13: BAB 11

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Hasil praktikum ditemukan hama dan penyakit yang menyerang tanaman

kelapa sawit. Hama yang menyerang adalah ulat api dan kumbang orytes,

penyakit yang menyerang adalah antrachnose.

2. Pengendalian hama dimulai dari pengenalan hama terlebih dahulu, peantuan

terhadap populasi hama, pengendalian secara PHT dengan teknik kultur teknis,

mekanik dan biologi bila tidak berhasil menggunakan teknik kimia.

3. Pengendalian penyakit pada fase pembibitan dilakukan dengan menggunakan

pestisida kimia yang dianggap lebih ampuh dan cepat.

4. Gejala terdapat bercak – bercak dikelilingi warna kuning yang merupakan

batas antara bagian daun yang sehat dan yang terserang. Penyebab Jamur

Melanoconium elaedeis, Glomerella singulata dan Botryodiplodia palmarum.

Pengendalian dengan mengurangi naungan bibit sesuai dengan perkembangan

umur tanaman.

5. Gejala serangan tikus : batang kelapa sawit terdapat bekas gigi tampak tidak

lurus dengan sudut 45o dan disekitar batang terdapat bekas potongan. Gejala

serangan tupai : terdapat lubang pada tempurung kelapa dan menggerek buah

yang sudah tua. Pengendalian dengan menggunakan rodentisida, mekanik dan

biologi.

5.2 Saran

Sebaiknya praktikan lebih memperhatikan penjelasan dari asisten

praktikan agar praktikum dapat berjalan dengan lancar dan tepat waktu.

Page 14: BAB 11

DAFTAR PUSTAKA

Azahara T.M., J.C. Mustapha., S. Mazliham., P. Boursier. 2011. Temporal Analysis of Basal Stem Rot Disease in Oil Palm Plantations: An Analysis on Peat Soil. Engineering & Technology IJET-IJENS, 11(3): 96-101.

Holidi., Hermanto., D. Irawanto. 2014. Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elais guineensis Jacq.) di Media Gambut Pada Berbagai Tinggi Muka Air. Lahan Suboptimal, 2(3): 1-7.

Ibitoye., dan S. Jimoh. 2014. Economic Analysis of Palm Oil Marketing in Dekina Local Government Area of Kogistate, Nigeria. Social Sciences, Arts and Humanities, 2(1): 1-19.

Kalidas P. 2012. Pest Problems of Oil Palm and Management Strategies for Sustainability. Agrotechnol, 1(1): 1-3.

Khair H., J.S. Darmawanti., R.S. Sinaga. 2014. Uji Pertumbuhan Kelapa Sawit Dura Dan Varietas Unggul DXP Simalungun (Elais guintensis jacg) Terhadap Pupuk Organik Cair di Main Nursery. Agrium, 18(3): 250-259.

Nasution H.H., C. Hanum., dan R.R. Lahay. 2014. Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elais guineensis Jacq.) Pada Berbagai Perbandingan Media Tanam Sludge dan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Di Pree Nur sersey. Agroteknologi, 2(4): 1419-1425.

Olorunfemi M.f., A.O. Oyebanji., T.M. Awoite., A.A Agboola., M.O. Oyelakin., J.P. Alimi., I.O. Ikotun., R.A. Olagbaju., dan A.O. Oyadele. 2014. Quality Assesment of Palm Oil on Sale in Major Markets of Ibadan, Nigeria. Food Research, 1(2): 8-15.

Pahan I. 2006. Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya.

Risza S. 2010. Masa Depan Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.

Setyamidjaja D. 2006. Kelapa Sawit. Yogyakarta: Kanisius.

Yohansyah W.M., dan I. Lubis. 2014. Analisis Produktifitas Kelapa Sawit (Elais guineensis Jacq.) di P.T Perdana Inti Sawit Perkasa I, Riau. Agrohorti, 2(1): 125-131.

Page 15: BAB 11
Page 16: BAB 11