AYAT TENTANG KEPEMIMPINAN (QS AL IMRAN 28 DEVI PAI-4 DOSEN ALI ANAS).doc

download AYAT TENTANG KEPEMIMPINAN (QS AL IMRAN 28 DEVI PAI-4 DOSEN ALI ANAS).doc

of 12

Transcript of AYAT TENTANG KEPEMIMPINAN (QS AL IMRAN 28 DEVI PAI-4 DOSEN ALI ANAS).doc

AYAT TENTANG KEPEMIMPINAN (QS

AYAT TENTANG KEPEMIMPINAN A. Pendahuluan Kepemimpinan sebagai proses mengerakkan orang lain, dan pada dasarnya merupakan rangkaian interaksi antara manusia, interaksi itu bersumber dari seseorang yang berani dan bersedia tampil yang mempelopori dan mengajak orang lain berbuat sesuatu melalui kerja sama satu dengan yang lain. Dengan berada di depan seorang pemimpin akan jadi ikutan yang sikap dan berada di tengah keteladanan, bersamaan dengan itu bahwa pemimpin juga harus mampu berada di tengah orang yang memimpinnya. Kemampuan menjalankan fungsi kepemimpinan, sesuai dengan gaya dan tipe kepemimpinan masing-masing, bagi pemimpin yang beriman sandarannya tidak dapat lain dari pada petunjuk/tuntutan Allah SWT.

Namun jika diminta seseorang untuk memimpin itu lebih baik, maka kondisi seperti ini akan memungkinkan lebih baik dan memungkinkan kepemimpinan yang berlangsung secara efektif. Namun antara pemimpin dak rakyat haruslah saling hormat-menghormati dan meningkatkan rasa hormat yang segan, ketaatan dan kepatuhan, kepercayaan pada pemimpin dan saling mempercayai, bukanlah dalam Alquran juga Allah menyuruh untuk menaatinya dan menaati rasul serta para pemimpin. Maka sebagai pemimpin yang punya prinsip untuk mengarahkan kepada jalan Allah dan berbuat pada kebaikan, bahwa kerja sama dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan perseorangan yang saling meunjang yang dilakukan secara bersama-sama guna mencapai untuk keberkahan kita dalam dunia ini yang akhirnya dalam kegiatan yang efektif.Pemimpin adalah sosok yang sangat penting dalam sebuah kelompok baik lingkup sempit maupun luas, eksistensi dan orientasi kelompok sangat ditentukan oleh pemimpinnya, apakah nanti akan dibawa ke arah kebaikan, kesejahteraan dan kemakmuran ataukah diarahkan menuju kehancuran. Oleh karena itu, sudah merupakan tanggung jawab setiap personal untuk selektif dan berhati-hati dalam memilih pemimpin. Al-mawardi dalam bukunya Mawathin la dzimmah menganalogikan pentingnya keberadaan pemimpin dengan pentingnya agama dalam melanjutkan tugas kenabian. Pemimpin adalah komponen yang paling urgen yang harus melanggengkan keadilan, prinsip persamaan sebagaimana yang diajarkan al-quran dan merupakan pemegang amanah dari Tuhan. Prinsip kepemimpinan yang paling pokok adalah keadilan, jadi setiap personal memiliki porsi hak dan kewajiban yang linear.

B. Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam membimbing suatu kelompok sehingga tercapai tujuan dari kelompok itu, yaitu tujuan bersama. Kepemimpinan adalah kemampuan dan kesiapan yang dimiliki seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan, orang lain agar ia menerima pengaruh itu.

Kepemimpinan harus ada jika suatu organisasi hendak berjalan efektif. Oleh sebab itu kepemimpinan dalam organisasi adalah kepemimpinan administratif atau kepemimpinan manajerial. Karena pemimpin dalam organisasi merupakan manajer yang menjalankan fungsi-fungsi manajemen sejak dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating) dan pengawasan (controling) dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efesien.

Dalam bahasa Arab, kepemimpinan sering diterjemahkan sebagai al-Riayah, al-imaroh, al-qiyadah, atau al-zaamah. Kata-kata tersebut memiliki satu makna sehingga disebut sinonim atau murodif, sehingga kita bisa menggunakan salah satu dari keempat kata tersebut untuk menerjemahkan kata kepemimpinan. Sementara itu, untuk menyebut istilah kepemimpinan pendidikan, para ahli lebih memilih istilah qiyadah tarbawiyah.

Dalam Islam, kepemimpinan begitu penting sehingga mendapat perhatian yang sangat besar. Begitu pentingnya kepemimpinan ini, mengharuskan perkumpulan untuk memiliki pimpinan, bahkan perkumpulan dalam jumlah yang kecil sekalipun Nabi Muhammad s.a.w. bersabda:

Dari Abu Said dari Abu Hurairah bahwa keduanya berkata, Rasulullah bersabda, apabila tiga orang keluar bepergian, hendaklah mereka menjadikan salah satu sebagai pemimpin. (HR.Abu Dawud).

Model keberadaan seorang pemimpin sebagaimana terdapat dalam hadis tersebut adalah model pengangkatan. Model ini merupakan model yang paling sederhana karena populasinya hanya tiga orang. Jika populasinya banyak, mungkin saja modelnya lebih sempurna karena ada beberapa model perwujudan pemimpin. Jamal Madhi menjelaskan bahwa hasil studi menyatakan bahwa yang terbaik dalam pelaksanaan tugas adalah pemimpin yang dipilih langsung, selanjutnya pemimpin yang memenangkan suara terbanyak, lalu yang terakhir pemimpin yang diangkat.

Kepemimpinan dalam defenisi di atas memiliki konotasi general, bisa kepemimpinan Negara, oraganisasi politik, organisasi social, perusahaan perkantoran, maupun pendidikan. Madhi selanjutnya menegaskan bahwa di antara jenis kepemimpinan yang paling spesifik adalah kepemimpinan pendidikan (qiyadah tarbiyah atau educative leadership), karena kesuksesan mendidik generasi, membina umat, dan berusaha dan membangkitkannya terkait erat dengan pemenuhan kepemimpinan pendidikan yang benar.

Dengan demikian, jika kita memperhatikan keadaan pendidikan Islam sebaiknya melihat tipologi pemimpinnya. Dari tipologi pemimpin ini segera didapatkan gambaran tentang kualitas pendidikan Islam tersebut. Ismail Raji Al-Faruqi menegaskan, pemimpin-pemimpin pendidikan di dunia Islam adalah orang-orang yang tidak mempunyai ide, kultur, atau tujuan. Gambaran tipologi pemimpin seperti ini melambangkan pemimpin yang pasif, jauh dari kreativitas, solusi, inovasi, produktivitas dan lain sebagainya. Dengan pengertian lain, pemimpin-pemimpin yang hanya secara formalitas menduduki jabatannya sebagai pemimpin dan bekerja secara rutin meneruskan tradisi yang telah berjalan, merupakan pemimpin yang kontraproduktif bagi kelangsungan apalagi kemajuan lembaga pendidikan Islam.

Di pihak lain banyak orang mengungkapkan bahwa kepemimpinan merupakan ilmu yang dapat diungkapkan, oleh karena itu kemampuan seseorang dipandang, dalam kepemimpinan, supaya dapat dipelajari oleh setiap orang. Namun kita harus memahami bahwa setiap orang tidak mempunyai bakat kepemimpinan atau setidaknya bakat seseorang berbeda dengan yang lainnya, seementara dalam bidang pendidikan dan latihan proses belajar dan pengalaman dipandang sebagai tidak berpengaruh sama sekali.

C. Ayat tentang Kepemimpinan

1. Teks Ayat Ali-Imran 28(( (((((((( ((((((((((((((( (((((((((((((( (((((((((((( ((( ((((( ((((((((((((((( ( ((((( (((((((( ((((((( (((((((( (((( (((( ((( (((((( (((( ((( ((((((((( (((((((( ((((((( ( ((((((((((((((( (((( ((((((((( ( ((((((( (((( ((((((((((( ((((

Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan hanya kepada Allah kembali (mu).

2. Mufradhat adalah bentuk plural dari yang bertaut erat dengan konsep wala atau muwalah yang mengandung dua arti: satu, pertemanan dan aliansi; kedua proteksi atau patronase (dalam kerangka relasi patron-klien). Dalam kamus lisanul arab, kata waliy berarti shiddiq(teman) dan an-nashir(penolong). Kemudian dalam terjemahan the holy quran yang ditulis oleh Abdullah yusuf Ali, kata auliya diartikan friends(teman). bentuk mufrad nya adalah berasal dari kata awal yang berarti berpaling. Kafir berarti orang-orang yang berpaling dari keimanannya kepada Allah. Bisa juga digunakan dalam konteks menyebut orang-orang yang tidak mensyukuri nikmat, dalam konteks ini terminology kafir atau kufur adalah lawan dari syukur.3. Sabab NuzulMenurut riwayat dari Ibnu jarir Ayat ini diturunkan ketika Al-hajjaj bin amr, kaab bin al-asyraf , ibnu abil haqiq dan qais bin zaid(golongan yahudi) tinggal berbaur bersama orang-orang anshar untuk mengganggu keislaman mereka dan menjadikan mereka murtad. Maka Rifaah ibnul mundzir, Abdullah bin Zubair, dan said bin Hatsamah berkata kepada mereka : Jauhilah orang yahudi itu dan janganlah tinggal bersama mereka agar mereka tidak membuat kalian keluar dari agama kalian. Kemudian turunlah ayat ini.Ayat ini diturunkan kepada sekelompok orang islam pada waktu itu untuk waspada ketika berelasi dengan orang yahudi atau kafir, ini dikarenakan orang kafir pada waktu itu sangat memusuhi islam. Sehingga dikhawatirkan bergaul dengan mereka akan menjadikan orang-orang muslim murtad.

4. MunasabahDalam ayat yang lalu Allah swt mengingatkan Nabi dan kaum muminin untuk berlindung kepada Allah dengan pengakuan bahwa ditanganNya lah kerajaan, kemuliaan dan pengaruh mutlak dalam mengatur alam semesta ini. oleh karena itu Allah memberikan kepada yang dikehendaki dan mencegahnya dari orang-orang yang dikehendaki pula. Kemudian Allah swt membimbing melalui ayat-ayat ini bahwa termasuk orang yang lupa apabila ia merasa bangga kepada selain Allah atau berlindung kepada selainNya.Para perawi juga meriwayatkan bahwa sebagian orang yang telah memeluk islam merasa silau dengan kemuliaan dan kekuatan kuffar. Karenanya mereka memihak dan tunduk padanya. Kecenderungan manusia untuk berafiliasi dengan pihak yang lebih kuat sebenarnya bukan hal yang aneh, hal semacam ini sudah menjadi watak manusia pada umumnya.

Dalam surat An-nisa ayat 139 dan ayat 144 secara saling berkaitan Allah juga menegaskan larangan menjadikan orang non muslim sebagai wali. ((((((((( ((((((((((( (((((((((((((( (((((((((((( ((( ((((( ((((((((((((((( ( ((((((((((((( ((((((((( (((((((((( (((((( (((((((((( (( (((((((( (((((

Artinya; (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka Sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. (QS. An-Nisa; 139)

((((((((((( ((((((((( (((((((((( (( ((((((((((( (((((((((((((( (((((((((((( ((( ((((( ((((((((((((((( ( (((((((((((( ((( ((((((((((( (( (((((((((( (((((((((( (((((((( (((((

Artinya; Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu Mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?(QS. An-Nisa; 144)5. Penafsiran dan Kontekstualisasi AyatAllah melarang orang-orang mumin menjadikan orang kafir sebagai wali dan teman akrabnya lalu meninggalkan sesama saudaranya yang mumin. Allah mengancam bahwa barang siapa melanggar larangan ini putus hubungannya dengan Allah karena telah menyimpang dari jalan yang benar sebagaimana Allah berfirman dalam ayat-ayat yang lain : (((((((( ((((((((((( (((((((((((((( (((((((((((( ((( ((((( ((((((((((((((( ( ((((((((((((( ((((((((( (((((((((( (((((( (((((((((( (( (((((((( (((((

Artinya; (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka Sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. (QS. An-Nisa; 139)

Selanjutnya dalam ayat 144 juga dijelaskan;

((((((((((( ((((((((( (((((((((( (( ((((((((((( (((((((((((((( (((((((((((( ((( ((((( ((((((((((((((( ( (((((((((((( ((( ((((((((((( (( (((((((((( (((((((((( (((((((( (((((

Artinya; Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu Mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?(QS. An-Nisa; 144)Dalam surat al-Maidah ayat 51 juga ditegaskan :( ((((((((((( ((((((((( (((((((((( (( ((((((((((( ((((((((((( (((((((((((((( (((((((((((( ( (((((((((( (((((((((((( (((((( ( ((((( ((((((((((( (((((((( ((((((((( (((((((( ( (((( (((( (( ((((((( (((((((((( ((((((((((((( ((((

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Q.S. Al-Maidah: 51)Ayat-ayat ini dijadikan legitimasi oleh sebagian golongan yang menyatakan bahwa memilih pemimpin dari kalangan kafir hukumnya haram. Perbedaan penafsiran dalam ayat ini berpangkal dari ketidaksamaan mereka dalam mendefinisikan makna wali atau auliya. Prof. Hamka Dalam Tafsir al-Azhar menjelaskan, wajib bagi kita mengambil pemimpin dari orang muslim. Allah memberi peringatan dengan tegas bahwa memilih orang kafir menjadi pemimpin adalah perangai kelakuan orang munafik. Pada ayat ini ditegaskan kepada orang-orang beriman agar tidak mengambil orang kafir sebagai pemimpin. Ini dikarenakan mereka tidak percaya kepada tuhan, dan keingkaran mereka kepada tuhan dan peraturan-peraturan tuhan akan menyebabkan rencana kepemimpinan mereka tidak tentu arah.

Dalam terjemah Al-quran bahasa Indonesia kata Auliya juga diartikan sebagai pemimpin, hal ini kemudian memunculkan kesalah pahaman bagi orang awam yang memahami ayat ini secara tekstual atau sebagaimana yang tertulis dalam terjemah Al-quran tersebut. Yang menjadi pertanyaan adalah tepatkah kata auliya diterjemahkan sebagai pemimpin yang konotasinya mengarah pada pemimpin politik?Dalam surat al-maidah ayat 51 tertulis badluhum auliyau badlu, jika kata auliya pada redaksi ayat tersebut diartikan pemimpin atau yang memiliki kuasa atas yang lain maka seharusnya-sesuai kaidah nahwiyah- ada huruf jer ala setelah kata badlun yang menunjukkan makna istila atau superioritas yang sebagian atas sebagian yang lain. Tapi dalam redaksi ayat tersebut Allah menyebutkan secara langsung badluhum auliyau badlu, yang berarti ada hubungan linear antara dua golongan yang berelasi dalam konsep wali pada ayat tersebut.ThabatabaI dalam tafsirnya Al-mizan, memaknai kata auliya sebagai bentuk kedekatan kepada sesuatu yang menjadikan terangkat dan hilangnya batas antara yang mendekat dan yang didekati dalam tujuan kedekatan itu. Kalau tujuan dalam konteks ketakwaan dan pertolongan, maka auliya adalah penolong-penolong. Apabila dalam konteks pergaulan dan kasih sayang, maka ia adalah ketertarikan jiwa sehingga auliya adalah yang dicintai yang menjadikan seseorang tidak dapat tidak tertarik kepadanya, memenuhi kehendaknya dan mengikuti perintahnya. Dan kalau dalam hal ketaatan maka auliya adalah siapa yang memerintah dan harus ditaati ketetapannya.

Jadi pemaknaan kata auliya dengan arti pemimpin adalah usaha terjemah yang tergesa-gesa dan tak mempertimbangkan tekstualitas dan kontekstualitas ayat. Di sisi lain kita tidak bisa semata-mata memahami ayat ini sebagai larangan memilih pemimpin kafir dan atau kecaman untuk tidak bergaul, berteman, bersahabat dengan orang kafir. Perbedaan pada penafsiran auliya dalam ayat ini, keduanya sama-sama akan menyuburkan isu sensitifitas antar islam dan non islam jika masing-masing tak dipahami sesuai konteks masa turunnya ayat dan konteks relasi islam dan kafir pada masa sekarang.Sengaja kami tidak secara langsung menggunakan kata non-muslim dalam keterangan diatas. Hal ini dikarenakan, terma kafir dalam ayat tersebut seharusnya tidak kita pahami sebatas pada mereka yang ingkar pada Allah saja. Menurut Quraisy syihab dalam tafsirnya Al-Mishbah, kata kafir biasa dipahami dalam arti siapa yang tidak memeluk agama islam. Makna ini tidak keliru, tetapi perlu diingat bahwa al-quran menggunakan kata kafir dalam berbagai bentuknya untuk banyak arti yang puncaknya adalah pengingkaran terhadap wujud atau keesaan Allah, disusul dengan keengganan melaksanakan perintah dan menjauhi larangannya walau tidak mengingkari wujud dan keesaanNya, sampai kepada tidak mensyukuri nikmatnya yaitu kikir. Seperti yang ada pada surat Ibrahim ayat 7 :(((((( (((((((( (((((((( ((((( (((((((((( ((((((((((((( ( ((((((( (((((((((( (((( (((((((( ((((((((( (((

Artinya : Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (Q.S. Ibrahim :7)Atas dasar itu dapat dikatakan bahwa kufur atau kafir adalah segala aktifitas yang bertentangan dengan tujuan agama dan dengan demikian walaupun ayat inj turun dalam konteks melarang orang-orang beriman menjadikan orang yahudi dan nasrani sebagai pemimpin yang diberi wewenang menangani urusan orang-orang beriman, tetapi larangan itu juga mencakup orang yang dinamai muslim yang melakukan aktifitas yang bertentangan dengan tujuan ajaran islam. Larangan ini adalah karena kegiatan mereka secara lahiriah bersahabat, menolong dan membela ummat islam, tetapi dengan halus mereka menggunting dalam lipatan.

Jadi, jika ayat ini dijadikan legitimasi pelarangan memilih pemimpin kafir (yang dalam pemahaman umum adalah orang non muslim), maka tidak tepat. Ini dikarenakan kepemimpinan di Negara kita adalah kepemimpinan yang bersifat politis bukan keagamaan. selain itu, tidak dibenarkan bagi pemimpin di Negara ini atau siapapun untuk memaksakan orang lain dalam beragama. Ketentuan ini dilindungi oleh undang-undang Negara republic Indonesia pasal 29 ayat 2 yang berbunyi : Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Jadi tidak ada kekhawatiran sebagaimana konteks ketika ayat ini diturunkan. Tetapi tidak lantas ayat ini tidak sesuai untuk konteks masa sekarang, pesan moral dalam ayat ini perlu kita perhatikan adalah peringatan bagi kita untuk lebih berhati-hati dan selektif dalam memilih pemimpin. Kebebasan beragama sudah dilindungi konstitusi hokum Negara, tugas kita adalah memilih pemimpin yang ideal. Menurut ibnu taimiyah, adil adalah syarat bagi seorang pemimpin yang ideal. Ibnu taimiyah mengatakan bahwa Kezaliman mengakibatkan kesengsaraan, keadilan melahirkan kemuliaan. Allah membantu Negara yang adil meskipun kafir, dan tidak membantu Negara yang dzalim meskipun beriman. Sebagaimana yang telah kami paparkan di atas, kafir berarti pengingkaran. Orang mukmin yang melanggar hal-hal yang dilarang agama atau tindakannya tidak sesuai dengan tujuan agama maka bisa dikatakan ia adalah kafir atau orang yang ingkar. Misalnya, seorang pemimpin mukmin atau islam yang melakukan korupsi, pada hakikatnya adalah kafir karena melakukan perbuatan yang bersebrangan dengan ajaran islam. Maka kita harus berhati-hati, jangan sampai berteman, bekerjasama ataupun menjadikan orang seperti ini sebagai pemimpin karena dikhawatirkan mereka akan mengajak kita melanggar larangan agama.

D. Nilai-nilai Pendidikan yang Terkandung dalam Ayat di Atas

Kepemimpinan dalam defenisi di atas memiliki konotasi general, bisa kepemimpinan Negara, oraganisasi politik, organisasi social, perusahaan perkantoran, maupun pendidikan. Madhi selanjutnya menegaskan bahwa di antara jenis kepemimpinan yang paling spesifik adalah kepemimpinan pendidikan (qiyadah tarbiyah atau educative leadership), karena kesuksesan mendidik generasi, membina umat, dan berusaha dan membangkitkannya terkait erat dengan pemenuhan kepemimpinan pendidikan yang benar.

Dengan demikian, jika kita memperhatikan keadaan pendidikan Islam sebaiknya melihat tipologi pemimpinnya. Dari tipologi pemimpin ini segera didapatkan gambaran tentang kualitas pendidikan Islam tersebut. Ismail Raji Al-Faruqi menegaskan, pemimpin-pemimpin pendidikan di dunia Islam adalah orang-orang yang tidak mempunyai ide, kultur, atau tujuan. Gambaran tipologi pemimpin seperti ini melambangkan pemimpin yang pasif, jauh dari kreativitas, solusi, inovasi, produktivitas dan lain sebagainya. Dengan pengertian lain, pemimpin-pemimpin yang hanya secara formalitas menduduki jabatannya sebagai pemimpin dan bekerja secara rutin meneruskan tradisi yang telah berjalan, merupakan pemimpin yang kontraproduktif bagi kelangsungan apalagi kemajuan lembaga pendidikan Islam.

Kepala sekolah adalah termasuk kepada seorang pemimpin. Kepala sekolah Islam yang efektif hendaknya:

1. Memiliki keinginan untuk memimpin dan kemauan untuk bertindak dengan keteguhan hati dan melakukan perundingan dalam situasi yang sulit.

2. Memiliki inisiatif dan upaya yang tinggi.

3. Berorientasi kepada tujuan dan memiliki rasa kejelasan yang tajam tentang tujuan instruksional dan organisasional.

4. Menyusun sendiri contoh-contoh yang baik secara sungguh-sungguh.

5. Menyadari keunikan guru dalam gaya, sikap, keterampilan dan orientasi mereka mendukung gaya-gaya mengajar yang berbeda.

6. Menjadual tuntutan-tuntutan waktu staff secara fleksibel

7. Mampu memunculkan guru sebagai pemimpin.

8. Menjelaskan peranan mereka dalam kaitannya dengan penyiapan kepemimpinan pendidikan dan menciptakan lingkungan belajar. Mereka kurang peduli dengan rutinitas administratif.

9. Menyadari dimensi kepemimpinan informal di sekolah, yaitu kepemimpinan berdasarkan kekuasaan, prestise, atau kepribadian yang mungkin sesuai dengan atau tidak dengan struktur kepemimpinan formal sekolah.

10. Yang paling penting, mereka proaktif dari pada reaktif mereka menguasai pekerjaan dan bukan pekerjaan menguasai mereka.

E. Kesimpulan

1. Pemahaman terhadap ayat ini harus disesuaiakn dengan konteks diturunkannya ayat, larangan dan peringatan memilih pemimpin kafir pada waktu itu adalah bentuk kewaspadaan terhadap kelompok yahudi dan nasrani yang mengajak orang mumin murtad. Sedangkan yang terjadi sekarang, kebebasan beragama sudah dilindungi hokum Negara. Pemaksaan seperti itu tidak perlu lagi menjadi kekhawatiran.

2. Sekarang yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kita selektif dalam memilih pemimpin yang baik dan ideal yang membawa ide-ide keadilan dan persamaan. Bukan pemimpin yang dzolim dan melanggar perintah tuhan. Sebagaimana pendapat ibnu taimiyah, Tuhan melindungi Negara yang sekali pun kafir tapi adil, dan Tuhan tidak menjadi pelindung bagi Negara yang tidak adil, meskipun muslim.DAFTAR KEPUSTAKAANBakar, Bahrun Abu. Terjemah Tafsir Maraghi, Semarang; Toha Putra, 1985.

Hamka. Tafsir Al-Azhar. Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, 1999 juz 2 Nawawi, Hadari. Kepemimpinan Menurut Islam, Yogyakarta: Gajah Mada, 1993. Syihab, M. Quraisy. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati, 2005 cet.IV. Vol 3

Taimiyyah, Ibn. Tugas Negara Menurut Ibn Taimiyah, Yokyakarta: Pustaka pelajar, 2004.

Undang-Undang Dasar 1945. 78 Books. 2010www.shiasource.org/tafsir al-mizan.

Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, (Yogyakarta: Gajah Mada, 1993), hlm. 42.

Hendiet Soetopo, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1982), hlm. 1.

Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta: Gelora Aksara Pratama, 2007), hlm. 268-269.

Abu Dawud Sulaiman Ibnu al-Asyats al-Sajistami al-Azdiy, Sunan Abi Dawud, (Indonesia: Maktabah Dahlan, tt), hlm. 125.

Jamal Madhi, Menjadi Pemimpin yang efektif dan Berpengaruh: Tinjauan Manajemen Kepemimpinan Islam, terj. Anang Syafruddin dan Ahmad Fauzan, (Bandung: Syaamil Cipta Media, 2002), hlm. 14.

Ibid., hlm. 2.

Ismail Raji al-Faruqi, Islamisasi Ilmu Pengetahuan, terj. Anas Mahyuddin, (Bandung: Pustaka: 1984), hlm. 15.

Muhammad Quthub, Secercah Keteladanan Rasulullah SAW, (Yogyakarta: Prum Griya, 2004), hlm. 43.

Bahrun Abu Bakar, Terjemah Tafsir Maraghi, (Semarang; Toha Putra, 1985), hlm. 243

Hamka, Tafsir Al-Azhar. (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, 1999) juz 2 hlm. 412

www.shiasource.org/tafsir al-mizan.

M. Quraisy Syihab. Tafsir Al-Misbah. (Jakarta: Lentera Hati, 2005) cet.IV. Vol 3 hlm. 59

Undang-Undang Dasar 1945. 78 Books. 2010

Ibn Taimiyyah, Tugas Negara Menurut Ibn Taimiyah, (Yokyakarta: Pustaka pelajar, 2004), hlm. 13

Ibid., hlm. 2.

Ismail Raji al-Faruqi, Islamisasi Ilmu Pengetahuan, terj. Anas Mahyuddin, (Bandung: Pustaka: 1984), hlm. 15.

Sulistyorini, Op.cit., hlm. 195-196.

PAGE 12