Laporan Kasus Devi

download Laporan Kasus Devi

of 27

Transcript of Laporan Kasus Devi

BAB I PENDAHULUAN

Latar belakang Media kontras merupakan senyawa-senyawa yang digunakan untuk meningkatkan visibility struktur-struktur internal pada sebuah pencitraan diagnostig. Media kontras dipakai pada pencitraan dengan menggunakan sinar-x. Pada pemeriksaan sistem pencernaan memiliki prosedur khusus, dimana setiap prosedurnya membutuhkan penggunaan sebuah kontras media dan dikembangkan untuk memeberikan suatu tujuan tertentu. Kontras media yang digunakan adalah media kontras negatif dan positif. Media kontras positif pada pemeriksaan sistem pencernaan adalah barium sulfat sedangkan kontras negatifnya adalah udara/gas. Pemasukan media kontras dengan cara ditelan maupun dimasukkan melalui anus dengan bantuan kateter. Appendicogram merupakan suatu teknik pemeriksaan radiografi untuk menilih apendik. Pemeriksaan ini juga menggunakan sebuah kontras media. Biasanya pemeriksaan ini digunakan untuk pasien dengan indikasi Apendicitis biasanya dalam masyarakat luas disebut dengan peradangan usus buntu. Namun detilnya adalah peradangan dan infeksi pada usus buntu. Sebelum dibahas lebih jauh mengenai radang usus buntu yang dalam bahasa medisnya disebut Appendicitis, maka lebih dulu harus difahami apa yang dimaksud dengan usus buntu. Usus buntu, sesuai dengan namanya merupakan benar-benar saluran usus yang ujungnya buntu. Usus ini besarnya kira-kira sejari kelingking, terhubung pada usus besar yang letaknya berada di perut bagian kanan bawah. Seperti organ-organ tubuh yang lain, appendiks atau usus buntu ini dapat mengalami kerusakan ataupun ganguan serangan penyakit. Hal ini yang sering kali kita kenal dengan nama Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis). Pada umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri, namun yang paling sring ditemukan dan kuat dugaannya adalah akibat dari sumbatan feses. Penyumbatan inilah yang kemudian menjadi media bagi bakteri untuk berkembang.

Pembatasan Masalah Pada laporan kasus ini penulis membatasi permasalahan pada pelaksanaan pemeriksaan Appendicogram pada kasus Appendicitis kronis di RSU.Dr. Saiful Anwar Malang.

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana mengetahui Teknik Pemeriksaan Appendicogram di RSU. Dr. Saiful Anwar? Apa keuntungan dan kekurangan Teknik Radiografi Apendicogram di RSU. Dr. Saiful Anwar?

Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan laporan ini adalah sebagai berikut : Penulis ingin mengetahui teknik pemeriksaan Appendicogram. Untuk mengetahui apakah radiograf yang dihasilkan telah cukup memberikan informasi diagnostik yang diharapkan.

Manfaat Penulisan Manfaat yang diperoleh dari penulian laporan kasus ini adalah untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya mengenai tata laksana pemeriksaan Appendicogram.

Sistematika penulisan Untuk mempermudah memahami tulisan ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Berisi latar belakang, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berisi landasan teori. BAB III HASIL dan PEMBAHASAN Berisi tentang identifikasi beserta pembasannya. BAB IV PENUTUP Berisi kesimpulan dan saran.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan teori 2.1.1 Anatomi dan fisiologi Sistem pencernaan berurusan dengan penerimaan makanan dan mempersiapkan untuk diasimilasi tubuh. Saluran pencernaan terdiri atas bagian-bagian berikut: Mulut Faring Usofagus Ventrikulus Usus halus dan usus besar. (Evelyn C. Pearce, 2009 : 212)

Rongga abdomen, abdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuknya lonjong dan meluas dari atas diafragma sampai pelvis bawah. Isi abdomen sebagiab besar saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus dan usus besar. (Evelyn C. Pearce, 2009 : 222-223)

Gambar 1.Anatomi sistem pencernaan ( www.google.co.id )

Anatomi Usus besar Usus besar atau colon yang kira-kira 1,5 m panjangnya adalah sumbangan dari usus

halus dan mulai di katup ileocolik atau ileocecal, yaitu tempat sisa makanan lewat. Reflek gastrokolik terjadi ketika makanan masuk lambung dan menimbulkan peristaltik di dalam usus besar. (Evelyn C. Pearce, 2009 : 234) Colon mulai sebagai kantong yang mekar dan terdapat apendiks vermiformis atau umbai cacing. Apendiks juga terdiri atas keempat lapisan dinding yang sama seperti usus lainnya, hanya lapisan submukosanya berisi sejumlah besar jaringan limfe, yang dianggap mempunyai fungsi serupa dengan tonsil. Sebagian terletak dibawah sekum dan sebagian dibelakang sekum atau disebut retrosekum. Dalam apendiksitis apendiks meradang, yang umumnya menghendaki operasi apendektomi.

Gambar 2.Apendiks ( http://kusukabrownies.wordpress.com )

Sekum terletak di daerah iliaka kanan dan menempel pada otot iliopsoas. Dari sini colon naik melalui daerah sebelah kanan lumbal dan disebut colon assendence. Di bawah hati berbelok pada tempat yang disebut fleksura hepatika, lalu berjalan melalui tepi daerah epigastrik dan umbilikal sebagai colon transversum. Di bawah limfe membelok sebagai fleksura lienalis dan kemudian berjalan melalui daerah kanan lumbal sebagai colon dessendence. Di daerah kanan iliaka terdapat belokan yag disebut fleksura sigmoid dan dibentuk colon sigmoideus atau colon pelvis, dan kemudian masuk pelvis besar dan menjadi rectum. (Evelyn C. Pearce, 2009 : 235)

Gambar 3. ( www.google.co.id )

Rektum 10 cm terbawah dari usus besar, dimulai pada colon sigmoid dan berakhir pada saluran anal yang kira-kira 3 cm panjangnya. Saluran ini berakhir kedalam anus.Pearce, 2009 : 235) (Evelyn C.

Anatomi Appendic

Usus buntu atau appendic atau umbai cacing hingga saat ini fungsinya belum diketahui dengan pasti, namun sering menimbulkan keluhan yang mengganggu. Bila terjadi peradangan, harus segera dilakukan pembedahan untuk mencegah komplikasi yang berbahaya. Sebenarnya, istilah usus buntu yang sering digunakan kurang tepat, karena yang disebut usus buntu itu adalah sekum, yaitu bagian akhir dari usus sebelum mencapai anus. Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Bila ada hambatan dalam pengaliran lendir tersebut, maka akan dapat mempermudah timbulnya appendicitis (radang pada apendiks). Di dalam apendiks, juga terdapat imunoglobulin, zat pelindung terhadap infeksi dan yang banyak terdapat di dalamnya adalah Ig A.

Fisiologi Usus Besar Usus besar tidak ikut serta dalam pencernaan atau absorbsi makanan. Bila isi usus

halus mencapai cecum, semua zat makanan telah diabsorbsi dan isinya cair. Selama perjalanan didalam colon isinya menjadi semakin padat karena air absorbsi dan ketika rectum dicapai maka feses bersifat padat lunak. Peristaltik di dalam kolon sangat lambat, diperlukan waktu kira-kira 16-20 jam bagi isinya untuk mencapai fleksura sigmoid. Dan fungsi colon dapat diringkas sebagai berikut : Absorbsi air, garam dan glukosa Sekresi musin oleh kelenjar di dalam dan lapisan dalam Penyiapan selulosa yang berupa hidrat karbon di dalam tumbuh - tumbuhan dan sayuran hijau, dan penyiapan sisa protein yang belum dicernakan oleh kerja bakteri guna ekskresi Defekasi adalah pembuangan air besar. (Evelyn C. Pearce, 2009 : 236)

Patologi Colon Appendic

Apendicitis Adalah peradangan dan infeksi pada usus buntu. Radang usus buntu (Appendicitis) timbul ketika usus buntu tersumbat oleh benda keras di dalam tinja atau bengkaknya cabang kelenjar getah bening pada usus yang dapat terjadi oleh karena berbagai macam infeksi. (http://medicastore.com)

Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya : Radang usus buntu akut ( mendadak ) Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh adalah panas dingin, mual muntah, nyeri perut kanan bawah, dibuat berjalan terasa sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala semacam ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual muntah saja. Penyakit radang usus buntu kronik Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana terjadi nyeri samar ( tumpul ) di daerah sekitar umbilikus dan terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendicitis akut.

Teknik Radiografi Colon In Loop.

Definisi Teknik pemeriksaan secara radiologi usus besar dengan menggunakan media kontras secara retrograde. Dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran anatomis kolon untuk membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit/kelainan-kelainan pada kolon.

Indikasi

Colitis, yaitu peradangan pada colon Diverticulum, yaitu peradangan pada divertikula Neoplasma Polip Volvulus Invaginasi Atresia

Stenosis

Kontra Indikasi Perforasi Obstruksi Refleks fagal Persiapan Pemeriksaan Periapan pasien 48 jam sebelum pemeriksaan pasien makan makanan lunak rendah serat 18 jam sebelum pemeriksaan ( jam 3 sore ) minum tablet dulcolax 4 jam sebelum pemeriksaan ( jam 5 pagi ) pasien diberi dulkolak kapsul per anus selanjutnya dilavement Seterusnya puasa sampai pemeriksaan 30 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi sulfas atrofin 0,25 1 mg / oral untuk mengurangi pembentukan lendir 15 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi suntikan buscopan untuk mengurangi peristaltic usus. Persiapan alat Pesawat sinar x yang dilengkapi fluoroscopy Kaset dan film sesuai kebutuhan

Marker Standart irigator dan irigator set lengkap dengan kanula dan rectal tube Haandscoon Penjepit atau klem Spuit Kain pembersih Apron Tempat mengaduk media kontras Kantong barium disposible

Persiapan bahan Media kontras BaSO4 = 70 80 % W/V ( Weight / Volume ), banyaknya sesuai panjang pendeknya kolon kurang lebih 600 800 ml dengan perbandingan 1: 8 Air hangat Jelly/vaselin

Teknik Pemeriksaan. (Harsanto, Widy. Kumpulan Materi ATRO DEPKES RI. Jakarta) Metode Kontras Tunggal Pemeriksaan hanya menggunakan BaSO4 sebagai media kontras. Kontras dimasukkan ke kolon sigmoid, desenden, transversum, ascenden sampai daerah seikum. Dilakukan pemotretan full fillng Evakuasi, dibuat foto post evakuasi 2.1.4.2 Metode Kontras Ganda Kontras Ganda Satu Tingkat

Colon diisi BaSO4 sebagian selanjutnya ditiupkan udara untuk mendorong barium melapisi kolon

Selanjutnya dibuat foto full filling

b. Kontras Ganda Dua Tingkat Tahap pengisian Kolon diisi BaSO4 sampai kira 2 fleksura lienalis atau pertengahan kolon transversum Pasien disuruh merubah posisi agar barium masuk ke seluruh kolon Tahap pelapisan Menunggu 1 2 menit supaya barium melapisi mukosa kolon Tahap pengosongan pasien disuruh BAB Tahap pengembangan dipompakan udara ke dalam kolon = 1800 2000 ml, tidak boleh berlebihan karena akan timbul komplikasi : reflex fagal ( wajah pucat, bradikardi, keringat dingin dan pusing ) d.Tahap pemotretan Pemotretan dilakukan apabila yakin seluruh kolon mengembang semua Posisi pemotretan tergantung dari bentuk dan kelainan serta lokasinya. Proyeksi PA, PA oblig & lateral ( rectum ) Proyeksi AP, AP oblig ( kolon transversum termasuk fleksura) Proyeksi PA, PA oblig pasien berdiri ( fleksura lienalis dan hepatica)

Teknik Radiografi Appendicogram (http://catatanradiograf.blogspot.com) Definisi

Apendicogram adalah suatu teknik radiografi untuk menunjukkan anatomi appendic dengan menggunakan media kontras positif barium sulfat. Dapat dilakukan secara oral dan anal. Persiapan alat dan bahan Pesawat sinar-x (fluoroscopy) Kaset dan film ukuran 24x30 cm ( 2 buah ), 30x40 cm ( 1 buah ) Baju ganti pasien Marker ( anatomi dan identitas ) Media kontras ( barium ) Processing film Perawatan kegawat daruratan Media kontras barium sulfat

Persiapan pasien 48 jam sebelum pemeriksaan dianjurkan makan makanan lunak tidak berserat, contohnya bubur kecap. 12 jam atau 24 jam sebelum pemeriksaan pasien diberikan 2/3 Dulcolac untuk diminum. Pagi hari pasien deberi dulkolac supositoria melalui anus atau dilavement 4 jam sebelum pemeriksaan pasien harus puasa hingga pemeriksaan berlangsung dan selesai. Pasien dianjurkan menghindari banyak bicara dan merokok.

Teknik Pemeriksaan Proyeksi PA/AP Posisi pasien :

Supine/prone diatas meja pemeriksaan dengan bantal di kepala MSP tubuh berada pada garis tengah meja pemeriksaan. Kedua kaki lurus, di bawah knee diberi pengganjal. Kedua tangan diletakkan di samping badan. Posisi obyek : Abdomen true AP Pastikan tidak ada rotasi Processus xipoideus dan simpisis pubis masuk. Central Ray FFD Central Point : Arah sinar tegak lurus kaset. : 90 100 cm : setinggi crista illiaca

Ekspirasi tahan nafas Luas lapangan penyinaran secukupnya

Gambar 4. Pasien posisi PA dan hasil radiograf

Gambar 5. Pasien posisi AP (Bontrager, Kennith L. Text Books of Radiographic Positioning and Anatomi. United State of America: The Mosby Company. 2001.)

Struktur yang tampak : Colon bagian transversum harus diutamakan terisi barium pada posisi PA, pada posisi AP dengan teknik double contras Seluruh luas usus harus tampak termasuk fleksura olic kiri.

RPO ( Right Posterior Oblique ) Posisi paien : Supine diatas meja pemeriksaan MSP tubuh berada pada garis tengah meja. Kaki kanan dilipat, kaki kiri lurus. Tubuh pasien agak miring dengan sebelah kanan tubuh menempel pada meja pemeriksaan dengan sudut 35-45. Posisi obyek : Letakkan bantal diatas kepala Fleksikan siku dan letakkan di depan tubuh Luruskan MSP dengan meja pemeriksaan dengan abdomen bagian kiri dan kanan sama jauhnya dari garis tengah meja pemeriksaan.

Central Ray : Arah sinar tegak lurus terhadap IR. Sudutkan CR dengan titik pusat setinggi crita illiaca dan sekitar 2,5 cm lateral menuju MSP FFD Central Point Eksposi : 90 100 cm : umbilikus atau setinggi lumbal 3-4 : Ekspirasi tahan nafas

Luas lapangan penyinaran secukupnya

Gambar 6. Hasil radiograf RPO

Kaset yang digunakan pada proyeksi ini adalah ukuran 24 x 30 cm. LPO ( Left Posterior Oblique ) Posisi paien : Supine diatas meja pemeriksaan MSP tubuh berada pada garis tengah meja. Kaki kiri dilipat, kaki kanan lurus. Tubuh pasien agak miring dengan sebelah kiri tubuh menempel pada meja pemeriksaan dengan sudut 35-45. Posisi obyek : Letakkan bantal diatas kepala Fleksikan siku dan letakkan di depan tubuh

Luruskan MSP dengan meja pemeriksaan dengan abdomen bagian kanan dan kiri sama jauhnya dari garis tengah meja pemriksaan. Central Ray : Arah sinar tegak lurus terhadap IR. Sudutkan CR dengan titik pusat setinggi crita illiaca dan sekitar 2,5 cm lateral menuju MSP FFD Central Point Eksposi : Ekspirasi tahan nafas Luas lapangan penyinaran secukupnya : 90 100 cm : umbilikus atau setinggi lumbal 3-4

Catatan : Setelah foto lanjutan pasien boleh makan ( diet ringan ) Tidak diperlukan foto post evakuasi. (Harsanto, Widy. Kumpulan Materi ATRO DEPKES RI. Jakarta)

Gambar 7. RPO dan LPO (Bontrager, Kennith L. Text Books of Radiographic Positioning and Anatomi. United State of America: The Mosby Company. 2001.)

Struktur yang tampak : Pada proyeksi LPO colic flexura hepatic kanan dan ascending & recto sigmoid portions harus tampak terbuka tanpa superposisi yang signifikan. Pada proyeksi RPO colicflexure kiri dan descending portions harus terlihat terbuka tanpa superposisi yang signifikan.

Usaha Proteksi Radiasi Proteksi radiasi terhadap pasien,diataranya : Pemeriksaan Appendicogram hanya dilakukan atas permintaan dokter. Membatasi luas lapangan penyinaran seluas daerah yang diperiksa. Menggunakan faktor eksposi yang tepat, serta memposisikan pasien dengan tepat sehingga tidak terjadi pengulangan foto. Menggunakan apron dan gonad shield pada waktu pemeriksaan. Di usahakan sebisa mungkin tidak mengulang foto. Proteksi radiasi terhadap petugas, diantaranya : Petugas selalu menjaga jarak dengan sumber radiasi saat bertugas. Selalu berlindung dibalik tabir proteksi sewaktu melakukan eksposi. Jika tidak diperlukan, petugas sebaiknya tidak berada di area penyinaran. Jangan mengarahkan tabung ke arah petugas. Petugas menggunakan alat ukur radiasi personal (film badge) sewaktu bertugas yang setiap bulan dikirimkan ke BPFK (Balai Pengaman Fasilitas Kesehatan) guna memonitor dosis radiasi yang diterima oleh petugas. Proteksi radiasi terhadap masyarakat umum, diantaranya : Sewaktu pemeriksaan berlangsung, selain pasien jangan ada yang berada di daerah radiasi ( kamar pemeriksaan ). Ketika penyinaran berlangsung pintu kamar pemeriksaan selalu ditutup. Tabung sinar-X diarahkan ke daerah aman ( jangan mengarah ke ruang tunggu ). Perawat atau keluarga yang terpaksa berada di dalam kamar pemeriksaan sewaktu penyinaran wajib menggunakan apron.

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Identifikasi Identitas pasien Nama Umur Pekerjaan No. Register Alamat Pemeriksaan Diagnosis Riwayat pasien Menurut cerita yang disampaikan pasien, keluhannya terjadi sekitar 3 bulan yang lalu. Pasien mengeluh sakit pada perut bagian kanan bawah. Kemudian pasien : Nn. L : 18 tahun : : 11015697 : Pasuruan : Appendicogram : Appendicitis kronis

memeriksakan ke salah satu rumah sakit dan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan Appendicogram. Pada hari Rabu tanggal 11 januari 2012, pukul 08.00 pasien datang ke instalasi radiologi RSU. Dr. Saiful Anwar untuk melakukan pemeriksaan.

Prosedur Pemeriksaan Pendaftaran Pasien Pasien datang ke instalasi radiologi, mendaftarkan diri dengan membawa surat permintaan foto rontgen dari dokter umum (dokter pengirim). Persiapan alat dan bahan Pesawat sinar X ( Floroscopy) Jenis Merek Type : Conventional Unit : X Ray Trophy : N.880 HF

No.Seri : 4500 87 Tahun : 1993

Kaset dan film ukuran 24 x 30 cm ( sebanyak 2 buah)

30 x 40 cm ( sebanyak 1 buah ) Marker (anatomi & identitas) Processing film (otomatis) MK barium sulfat Baju ganti pasien

Persiapan pasien 1 hari sebelum pemeriksaan, pasien makan makanan yang rendah serat, misalnya bubur kecap. 8 jam sebelum pemeriksaan pasien minum barium yang dicampur dengan air putih dengan perbandingan 150 gr barium : 200 cc air. Pasien minum jam 12 malam, lalu puasa sampai pemeriksaan selesai. Pasien harus banyak minum air putih. Pasien dianjurkan untuk tidak banyak berbicara, untuk menghindari penimbunan udara/gas pada colon.

Teknik pemeriksaan Proyeksi AP Satu hari sebelum pemeriksaan dimulai, pasien di foto plain abdomen terlebih dahulu

dengan tujuan melihat persiapan pasien. Dilanjutkan esok hari foto abdomen AP setelah pasien meminum barium. Posisi paien : Supine diatas meja pemeriksaan dengan bantal di kepala MSP tubuh berada pada garis tengah meja pemeriksaan.

Kedua kaki lurus, di bawah knee diberi pengganjal. Kedua tangan diletakkan di samping badan.

Posisi obyek : Abdomen true AP Pastikan tidak ada rotasi Processus xipoideus dan simpisis pubis masuk. Central Ray : Arah sinar tegak lurus kaset. FFD Central Point : 90 100 cm : setinggi crista illiaca

Ekspirasi tahan nafas Luas lapangan penyinaran secukupnya Faktor eksposi kV mAs : 68 : 16

Gambar 8. Hasil radiograf AP Abdomen yang sudah terisi kontras media

RPO ( Right Posterior Oblique ) Posisi paien :

Supine diatas meja pemeriksaan MSP tubuh berada pada garis tengah meja. Kaki kanan dilipat, kaki kiri lurus. Tubuh pasien agak miring dengan sebelah kanan tubuh menempel pada meja pemeriksaan dengan sudut 35-45. Posisi obyek : Letakkan bantal diatas kepala Fleksikan siku dan letakkan di depan tubuh Luruskan MSP dengan meja pemeriksaan dengan abdomen bagian kiri dan kanan sama jauhnya dari garis tengah meja pemeriksaan. Central Ray :

Arah sinar tegak lurus terhadap IR. Sudutkan CR dengan titik pusat setinggi crita illiaca dan sekitar 2,5 cm lateral menuju MSP FFD Central Point Faktor Eksposi kV mAs : 75 : 16 : 90 100 cm : umbilikus atau setinggi lumbal 3-4

Luas lapangan penyinaran secukupnya :

Gambar 9. Hasil radiograf Proyeksi RPO

Kaset yang digunakan pada proyeksi ini adalah ukuran 24 x 30 cm. LPO ( Left Posterior Oblique ) Posisi paien : Supine diatas meja pemeriksaan MSP tubuh berada pada garis tengah meja. Kaki kiri dilipat, kaki kanan lurus. Tubuh pasien agak miring dengan sebelah kiri tubuh menempel pada meja pemeriksaan dengan sudut 35-45. Posisi obyek : Letakkan bantal diatas kepala Fleksikan siku dan letakkan di depan tubuh Luruskan MSP dengan meja pemeriksaan dengan abdomen bagian kanan dan kiri sama jauhnya dari garis tengah meja pemeriksaan. Central Ray : Arah sinar tegak lurus terhadap IR. Sudutkan CR dengan titik pusat setinggi crita illiaca dan sekitar 2,5 cm lateral menuju MSP

FFD Central Point Eksposi kV mAs

: 90 100 cm : umbilikus atau setinggi lumbal 3-4 : : 75 : 16

Luas lapangan penyinaran secukupnya

Gambar 10.Hasil radiograf Proyeksi LPO

Pembahasan Setelah penulis melakukan pengamatan secara langsung terhadap jalannya pemeriksaan,

dalam pembahasan kali ini penulis akan membahas hal-hal yang berkaitan dengan teknik pemeriksaan Appendicogram. Pembahasan masalah. Pemeriksaan Appendicogram di RSU. Dr. Saiful Anwar memerlukan persiapan. Proyeksi yang dipergunakan adalah AP Abdomen pasien supine di atas meja pemeriksaan, LPO dan RPO Keuntungan pemeriksaan Appendicogram bisa memberikan informasi yang sejelas-jelasnya dalam pendiagnosaan. Barium sulfat diberikan kepada pasien untuk diminum dirumah.

Teknik pemeriksaan Colon In Loop pun juga dapat digunakan untuk pemeriksaan appendicitis, namun di RSU. Dr. Saiful Anwar lebih cenderung menggunakan Teknik Pemeriksaan Appendicogram.

Pasien tidak diberikan obat pencahar/dulcolac yang digunakan untuk urus-urus.

Hasil bacaan dokter Kontras barium sulfat diminum peroral 8 jam kemudian dilakukan pemeriksaan Tampak kontras mengisi caecum, colon assendence, dessendence, hingga recto cigmoid Tidak tampak kontras mengisi appendic Kesimpulan : Non visualized appendix

3.3 Processing Film Pengolahan film dilakukan di kamar gelap. Karena di RSU.Dr Saiful Anwar sudah menggunakan processing automatic daerah kerjanya hanya ada daerah kerja kering. Masukkan film pada processing, tunggu untuk melihat hasilnya. Konsulkan kepada dokter radiologi.

BAB IV PENUTUP Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik setelah penulisan laporan kasus ini : Appendicitis adalah peradangan pada appendic yang dapat disebabkan oleh infeksi bakteri. Pemeriksaan yang digunakan untuk menilai appendic adalah dengan teknik pemeriksaan appendicogram.

Pemeriksaan Appendicogram sudah memberikan informasi yang cukup untuk menegakkan diagnosa.

Saran Untuk semua pemeriksaan yang menggunakan media kontras sebaiknya pasien diberikan inform consent untuk diisi. Pada pemeriksaan Appendicogram sebaiknya pasien diberikan dulcolac sebagai persiapan pasien, agar fecal tidak mengganggu gambaran radiograf.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Tenaga Atom Nasional. Pedoman Proteksi Radiasi di Rumah Sakit dan Tempat Praktek Lainnya. Jakarta: BATAN. 1985.

Bontrager, Kennith L. Text Books of Radiographic Positioning and Anatomi. United State of America: The Mosby Company. 2001.

Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2009.

Harsanto, Widy. Kumpulan Materi ATRO DEPKES RI. Jakarta

www.google.com

www.google.co.id

http://medicastore.com

http://catatanradiograf.blogspot.com