Kasus Tht Devi

23
BAB 1 LAPORAN KASUS 1.1. IDENTITAS PASIEN - Nama : An. V - Umur : 7 tahun - Jenis kelamin: Perempuan - Alamat : Jambu kidul 1 No. 2, Jambu - Agama : Islam - Pekerjaan : Tidak bekerja - No. RM : 060819 1.2. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan pasien dan ibu pasien pada tanggal 25 Juni 2014 pada pukul 10.15 WIB 1.2.1. Keluhan utama Hidung tersumbat 1.2.2. Riwayat penyakit sekarang : ± 1 bulan pasien mengeluh hidung tersumbat. Keluhan hidung tersumbat sering kambuh, saat tersumbat pasien menjadi sulit bernafas dan bernafas lewat mulut. Selain itu pasien juga merasakan ada sesuatu yang mengganjal pada tenggorokannya. Ibu pasien juga 1

description

THT

Transcript of Kasus Tht Devi

Page 1: Kasus Tht Devi

BAB 1

LAPORAN KASUS

1.1. IDENTITAS PASIEN

- Nama : An. V

- Umur : 7 tahun

- Jenis kelamin : Perempuan

- Alamat : Jambu kidul 1 No. 2, Jambu

- Agama : Islam

- Pekerjaan : Tidak bekerja

- No. RM : 060819

1.2. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan pasien dan

ibu pasien pada tanggal 25 Juni 2014 pada pukul 10.15 WIB

1.2.1.Keluhan utama

Hidung tersumbat

1.2.2.Riwayat penyakit sekarang :

± 1 bulan pasien mengeluh hidung tersumbat. Keluhan hidung tersumbat sering

kambuh, saat tersumbat pasien menjadi sulit bernafas dan bernafas lewat mulut.

Selain itu pasien juga merasakan ada sesuatu yang mengganjal pada

tenggorokannya. Ibu pasien juga mengeluhkan anaknya sering demam, terakhir

demam ± 1 minggu yang lalu. Menurut orang tuanya, pada saat tidur pasien

sering mengorok. Sebelumnya pasien sudah berobat di Puskesmas dan diberi

obat antibiotik, tetapi keluhan tidak berkurang, oleh dokter Puskesmas

disarankan untuk periksa ke THT. Nyeri di telinga (-), keluar cairan dari telinga

(-). Nyeri wajah (-), nyeri saat menunduk (-).

1

Page 2: Kasus Tht Devi

1.2.3.Riwayat penyakit dahulu :

1. Riwayat keluhan serupa : disangkal

2. Riwayat batuk pilek : diakui

3. Riwayat asma : disangkal

4. Riwayat operasi THT : disangkal

5. Riwayat alergi makanan atau obat : disangkal

1.2.4.Riwayat penyakit keluarga

1. Riwayat asma : disangkal

2. Riwayat alergi makanan atau obat : disangkal

1.2.5.Riwayat sosial ekonomi :

1. Biaya pengobatan pasien ditanggung sendiri

2. Kesan ekonomi : cukup

1.3. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 25 Juni 2014, pukul 10.30 WIB.

- Keadaan umum : baik

- Kesadaran : compos mentis, GCS 15 (E4, M6, V5)

- Status gizi : kesan cukup (BB : 24 kg)

- Vital sign

Nadi : 88 x/menit (regular dan isi tegangan cukup)

RR : 18 x/menit

Suhu : afebris

Status Internus

1. Kulit : warna sawo matang, turgor kulit turun (-), ikterik (-), petekie (-)

2. Kepala : kesan mesosefal, rambut hitam lurus, luka (-)

2

Page 3: Kasus Tht Devi

3. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat, sentral,

reguler dan isokor 3mm/ 3mm

4. Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-)

5. Telinga : serumen (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)

6. Mulut : bibir kering (-), bibir sianosis (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-)

7. Leher : pembesaran kelenjar limfe (-), deviasi trakea (-)

8. Thorax :

Paru depan Paru belakang

InspeksiStatis

Dinamis

Normochest, simetris, kelainan kulit (-/-), sudut arcus costa dalam batas normal, ics dalam batas normal

Pengembangan pernafasan paru normal

Normochest, simetris, kelainan kulit (-/-)

Pengembangan pernapasan paru normalPalpasi Simetris (n/n), nyeri tekan (-/-),

ics dalam batas normal, taktil fremitus dalam batas normal

Simetris (n/n), nyeri tekan (-/-), ics dalam batas normal, taktil fremitus dalam batas normal

PerkusiKanan

Kiri

Sonor seluruh lapang paru

Sonor seluruh lapang paru.

Sonor seluruh lapang paru

Sonor seluruh lapang paru.Auskultasi Suara dasar vesicular, ronki

(-/-), wheezing (-/-)Suara dasar vesicular, ronki (-/-), wheezing (-/-)

Tampak anterior paru Tampak posterior paru

Sd : vesikuler Sd : vesikulerSt : ronki (-), wheezing (-) St : ronki (-), wheezing (-)

9. Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

3

Page 4: Kasus Tht Devi

Palpasi : ictus cordis teraba pada ics v 1-2 cm ke arah medial

midclavikula sinistra, thrill (-), pulsus epigastrium (-),

pulsus parasternal (-), sternal lift (-)

Perkusi :

- Batas atas : ICS II linea parasternal sinistra

- Pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinsitra

- Batas kanan bawah : ICS V linea sternalis dextra

- Kiri bawah : ICS V 1-2 cm ke arah medial linea midclavikula

sinistra

- Konfigurasi jantung : Kesan dalam batas normal

Auskultasi : regular

Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler.

Suara jantung tambahan: gallop (-), murmur (-) SIII (-),

SIV (-)

10. Abdomen

Inspeksi : permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar,

ikterik (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani seluruh regio abdomen

pekak sisi (-), pekak alih (-)

tidak terdapat nyeri ketok ginjal dextra/sinistra

Palpasi : nyeri tekan epigastrum (-), hepar, lien dan ginjal tidak

teraba

4

Page 5: Kasus Tht Devi

Status Lokalis

1. Telinga

Telinga Luar Kanan Kiri

Mastoid Nyeri tekan (-), tanda radang (-),

massa (-)

Nyeri tekan (-), tanda radang (-),

massa (-)

Pre-aurikula Nyeri tekan tragus (-), fistel (-),

massa (-)

Nyeri tekan tragus (-), fistel (-),

massa (-)

Retro-aurikula Nyeri tekan (-), tanda radang (-),

massa (-)

Nyeri tekan (-), tanda radang (-),

massa (-)

Aurikula Nyeri tarik (-), deformitas (-),

massa (-), tanda radang (-)

Nyeri tarik (-), deformitas

(-),massa (-), tanda radang (-)

Kanalis eksternus Edem (-), Hiperemis (-), serumen

(-), darah (-), corpal (-), massa (-)

Edem (-), hiperemis (-), serumen

(-), darah (-), corpal (-), massa (-)

Discharge (-) (-)

Telinga Tengah Kanan Kiri

Membran tympani

warna

putih mengkilat, intak,

bulging (-), hiperemis (-)

putih mengkilat, intak,

bulging (-), hiperemis (-)

refleks cahaya (+) jam 5 (+) jam 7

perforasi (-) (-)

Tes Pendengaran

Kanan Kiri

a. Mendengarkan suara

berbisik

b. Tes rinne

c. Tes weber

d. Tes schwabach

N

AC > BC

tdk ada lateralisasi

BC penderita = BC

N

AC > BC

tdk ada lateralisasi

BC penderita = BC

5

Page 6: Kasus Tht Devi

pemeriksa pemeriksa

2. Hidung

Hidung Simetris, deformitas (-), benjolan (-),

Warna seperti sekitar

Sinus Nyeri tekan (-)

Rinoskopi anterior Kanan Kiri

Discharge (-) (-)

Mukosa Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Konka Edem (-), hipertrofi (-) Edem (-), hipertrofi (-)

Tumor (-) (-)

Septum Septum deviasi (-) Septum deviasi (-)

3. Tenggorok

Faring

a. orofaring

palatum : simetris

arkus faring : simetris, uvula ditengah

mukosa : dinding faring posterior tak tampak tertutup tonsil

tonsil

ukuran : T4/T4

warna : Hiperemis (+/+)

permukaan : Tidak rata (+/+)

kripte : melebar (+/+)

detritus : (+/+)

membrane : (-)

peritonsil : tidak diperiksa

b. nasofaring : tak tampak, tertutup tonsil

6

Page 7: Kasus Tht Devi

c. laringofaring (Laringoskopi indirect) : tidak dilakukan

Supraglotis : tidak diperiksa

Glotis : tidak diperiksa

Subglotis : tidak diperiksa

4. Kepala dan leher

Kanan Kiri

Kepala Mesosefal mesosefal

Wajah Simetris Simetris

Leher anterior KGB (-), benjolan (-) KGB (-), benjolan (-)

Leher lateral KGB (-), benjolan (-) KGB (-), benjolan (-)

5. Gigi dan Mulut

gigi geligi Caries (-)

Lidah Deviasi (-)

Palatum Simetris

Pipi Simetris

1.4. RESUME

± 1 bulan pasien mengeluh hidung tersumbat, tenggorokan terasa

mengganjal, sering demam, terakhir demam ± 1 minggu yang lalu, tidur sering

mengorok. Nyeri di telinga (-), keluar cairan dari telinga (-). Nyeri wajah (-), nyeri

saat menunduk (-). Riwayat sering batuk pilek diakui.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tonsil T4/T4, kripte (+/+), hiperemis

(+/+), permukaan tidak rata (+/+) dan detritus (+/+).

1.5. DIAGNOSIS BANDING

Adenotonsilitis kronis

Tonsilitis Kronis

1.6. DIAGNOSIS

7

Page 8: Kasus Tht Devi

Adenotonsilitis kronis

1.7. INISIAL PLAN

1. Ip. Diagnosis

a. S : Anamnesis

b. O : Darah rutin, golongan darah, CT-BT

2. Ip. Terapi

a. Tindakan : Adenotonsilektomi

b. Farmakologi :

- Infus RL 8 tpm

- Cefotaxim 2x 500 mg IV

3. Ip. Monitoring

a. Monitoring kesembuhan

b. Monitoring reaksi dan efektivitas obat

c. Monitoring kekambuhan

4. Ip. Edukasi

a. Menjelaskan jenis penyakit dan penyebab penyakit.

b. Menjelaskan terapi yang dilakukan.

c. Mengurangi makanan pencetus seperti pedas, dingin, dan makanan

berminyak.

d. Pasien kembali kontrol 1 minggu lagi setelah operasi

1.8. PROGNOSIS

Dubia ad Bonam

8

Page 9: Kasus Tht Devi

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI TONSIL

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh

jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil

faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga- tiganya

membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer.1

Gambar 1. Cincin Waldeyer

2.1.1.Tonsil Palatina

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam

fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot

palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval

dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang

meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa

tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar.

Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh: 2

- Lateral : muskulus konstriktor faring superior

- Anterior : muskulus palatoglosus

- Posterior : muskulus palatofaringeus

9

Page 10: Kasus Tht Devi

- Superior : palatum mole

- Inferior : tonsil lingual

Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga

melapisi invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah

jaringan ikat dan tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam

stroma jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli

merupakan bagian penting mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh

tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik. Noduli sering saling menyatu dan

umumnya memperlihatkan pusat germinal.3

2.1.2. Tonsil Faringeal (Adenoid)

Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid

yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut

tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah

atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih

rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak

mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan

adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior,

walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius.

Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid

akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan

mengalami regresi.4

2.1.3. Tonsil Lingual

Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum

glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen

sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata.1

2.1.4. Fosa Tonsil

Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas lateralnya

adalah m. konstriktor faring superior, batas superiornya adalah kutub atas

(upper pole) fosa supratonsil. Fosa berisi jaringan ikat jarang dan biasanya

merupakan tempat nanah memecah keluar bila terjadi abses.1

2.1.5. Pendarahan

10

Page 11: Kasus Tht Devi

Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu :

- Arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris

dan arteri palatina asenden;

- Arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden;

- Arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal;

- Arteri faringeal asenden.

Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan

bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut

diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri

faringeal asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena dari tonsil

membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik

melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal 5

2.1.6. Aliran getah bening

Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening

servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus

sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju

duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferen

sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.2

2.1.7. Persarafan

Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus

glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.

2.1.8. Imunologi Tonsil

Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B

membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada

tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B

berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD),

komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan

tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu

epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan

pusat germinal pada folikel limfoid. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder

yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah

11

Page 12: Kasus Tht Devi

disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan

mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi

antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.4,5

2.2. ADENOTONSILITIS KRONIS

2.2.1.Definisi

Adenotonsilitis kronis adalah infeksi yang menetap atau berulang dari tonsil dan

adenoid. Definisi adenotonsilitis kronis yang berulang terdapat pada pasien

dengan infeksi 6x atau lebih per tahun. Ciri khas dari adenotonsilitis kronis

adalah kegagalan dari terapi dengan antibiotik.

2.2.2.Etiologi

Penyebab yang tersering pada adenotonsilitis kronis adalah bakteri

Streptococcus ß hemoliticus grup A, selain karena bakteri tonsillitis dapat

disebabkan oleh virus. Kadang-kadang tonsillitis dapat disebabkan oleh bakteri

seperti spirochaeta, dan Treponema Vincent.

2.2.3.Faktor Predisposisi

Sering terjadinya infeksi saluran nafas bagian atas, dapat menimbulkan

sumbatan koana dan sumbatan tuba eustachius.

2.2.4.Patofisiologi dan Patogenesis

Adenoid merupakan kumpulan jaringan limfoid di sepanjang dinding posterior

dan nasofaring, fungsi utama dari adenoid adalah sebagai pertahanan tubuh,

dalam hal ini apabila terjadi invasi bakteri melalui hidung yang menuju ke

nasofaring, maka sering terjadi invasi sistem pertahanannya berupa sel-sel

leukosit. Apabila sering terjadi invasi kuman maka adenoid semakin lama akan

membesar karena sebagai kompensasi bagian atas maka dapat terjadi hiperplasi

adenoid, akibat dari hiperplasi ini akan timbul sumbatan koana dan sumbatan

tuba eustachius. Akibat sumbatan tuba Eustachius akan terjadi otitis media akut

berulang, otitis media kronik dan akhirnya dapat terjadi otitis media supuratif

kronik. Akibat hiperplasia adenoid juga akan menimbulkan gangguan tidur, tidur

ngorok, retardasi mental dan pertumbuhan fisik berkurang. Pada tonsillitis kronis

karena proses radang yang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid

12

Page 13: Kasus Tht Devi

diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripte

melebar. Secara klinik kripte tampak diisi oleh detritus, proses ini berjalan terus

sampai menembus kapsul dan terjadi perlekatan dengan jaringan sekitar fosa

tonsilaris.

2.2.5.Gejala dan Tanda Klinik

Gejala tonsilitis kronis adalah pada pemeriksaan tampak tonsil membesar

dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar, dan beberapa kripti terisi

oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di tenggorok, dirasakan kering di

tenggorok dan napas berbau.

Gejala adenotonsilitis kronis adalah sering sakit menelan, hidung

tersumbat sehingga nafas lewat mulut, tidur sering mendengkur karena nafas

lewat mulut sedangkan otot-otot relaksasi sehingga udara menggetarkan dinding

saluran nafas dan uvula, sleep apnea symptoms, dan maloklusi. Facies adenoid :

mulut selalu membuka, hidung kecil tidak sesuai umur, tampak bodoh, kurang

pendengaran karena adenoid terlalu besar menutup torus tubarius sehingga dapat

terjadi peradangan menjadi otitis media, rhinorrhea, batuk-batuk, palatal

phenamen negatif. Pasien yang datang dengan keluhan sering sakit menelan,

sakit leher, dan suara yang berubah, merupakan tanda-tanda terdapat suspek

abses peritonsiler.

2.2.6.Penatalaksanaan

a. Tonsilitis Kronik

- Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.

- Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi

konservatif tidak berhasil

a. Indikasi adenotonsilektomi :

- Fokal infeksi

- Keberadaan adenoid dan tonsil sudah mengganggu fungsi-fungsi yang

lain, contoh : sakit menelan.

13

Page 14: Kasus Tht Devi

b. Indikasi tonsilektomi :

The American Academy of Otalaryngology-Head and Neck Surgery Clinical

Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan :

1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun wallaupun telah

mendapatkan terapi yang adekuat.

2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan

gangguan pertumbuhan orofasial.

3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan

napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor

pulmonale.

4. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak

berhasil hilang dengan pengobatan.

5. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.

6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptococcus

beta hemolyticus

7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan

8. Otitis media efusa / otitis media supuratif

c. Indikasi adenoidektomi

1. Sumbatan

- Sumbatan hidung yang menyebabkan bernapas melalui mulut

- Sleep apnea

- Gangguan menelan

- Gangguan berbicara

- Kelaianan bentuk wajah muka dan gigi (adenoid face)

2. Infeksi

- Adenoiditis berulang / kronik

- Otitis media efusi berulang / kronik

- Otitis media akut berulang

3. Kecurigaan neoplasma jinak/ ganas.

14

Page 15: Kasus Tht Devi

2.2.7.Komplikasi

1. Adenoiditis kronik adalah : faringitis, bronkitis, sinusitis kronik, otitis media

akut berulang, otitis media kronik, dan akhirnya terjadi otitis media supuratif

kronik.

2. Tonsilitis kronik : Rinitis kronis, sinusitis, otitis media secara

perkotinuitatum, dan komplikasi secara hematogen atau limfogen

(endokarditis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, furunkulosis).

3. Tindakan adenoidektomi adalah perdarahan bila pengerukan adenoid kurang

bersih. Bila terlalu dalam menguretnya akan terjadi kerusakan dinding

belakang faring. Bila kuretase terlalu ke lateral maka torus tubarius akan

rusak dan dapat mengakibatkan oklusi tuba eustachius dan akan timbul tuli

konduktif.

15

Page 16: Kasus Tht Devi

DAFTAR PUSTAKA

1. Rusmarjono dan Soerjadi K. Odinofagia. Di dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan

THT-KL, Ed.6 . Jakarta : FKUI. 2007. Hlm 214.

2. Wanri, A. Tonsilektomi. Departemen Telinga, Hidung Dan Tenggorok,

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Palembang. 2007. Hlm 2-7.

3. Anggraini, D., Sikumbang, T. Atlas Histologi Di Fiore Dengan Korelasi

Fungsional. Edisi 9. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2001. Hlm 122-124.

4. Hermani, B., Fachrudin, D., Hutauruk, S.M., Riyanto, B.U., Susilo, Nazar,

H.N. Tonsilektomi pada Anak dan Dewasa. Health Technology Assessment

(HTA) Indonesia. 2004. Hlm 1-25.

5. Wiatrak, B.J., Woolley, A.L. Pharyngitis and Adenotonsillar Disease. In:

Cummings, C.W., Flint, P.W., Harker, L.A., Haughey, B.H., Richardson M.A.,

Robbins K.T., et al. Cummings Otolaryngology – Head & Neck Surgery.

Volume 4. 4th Edition. Elsevier Mosby Inc. 2005. 4135-4138.

6. Rusmarojo dan Efiaty. A. S. Faringitis, Tonsilitis dan hipertrofi Adenoid. Di

dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL, Ed.6 . Jakarta : FKUI. 2007. Hlm

221-225.

16