ANAS INHAL 1.docx
-
Upload
jesslynadytiasoesilo -
Category
Documents
-
view
251 -
download
3
Transcript of ANAS INHAL 1.docx
KATA PENGANTAR
Assalamualauikum, Wr. Wb.
Alhamdulillah, dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas hidayah, rahmat
dan anugerahnya, penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan presentasi kasus berjudul
“FARMAKOLOGI OBAT ANESTESI INHALASI”, untuk memenuhi sebagian syarat
mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Anastesiologi RSUD Embung Fatimah Kota Batam.
Penulisan kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak.
Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimah kasih kepada :
1. Dr. Indah Sp.An selaku dosen pembimbing dan penguji
2. Teman-teman Koas bagian anastesiologi
3. Perawat RSUD Embung Fatimah Kota Batam
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan presus ini, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran semoga presus ini dapat menambah pengetahuan bagi penulis
khususnya dan para koas di RSUD Embung Fatimah Kota Batam.
Wassalammualaikum Wr.Wb.
Batam , APRIL 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesi inhalasi merupakan teknik yang paling sering digunakan pada general
anestesi. 1
Obat-obatan anestesi inhalasi adalah obat-obat anesthesia yang berupa gas atau cairan
mudah menguap, yang diberikan melalui pernapasan pasien. Campuran gas atau uap obat
anesthesia dan oksigen masuk mengikuti aliran udara inspirasi, mengisi seluruh rongga paru,
selanjutnya mengalami difusi dari alveoli ke kapiler paru sesuai dengan sifat masing-masing
gas.2
Obat anestesi inhalasi biasanya dipakai untuk pemeliharaan pada anestesi umum, akan
tetapi juga dapat dipakai sebagai induksi. Obat anestesi inhalasi yang paling terkenal poten
pada penggunaan untuk operasi bedah dewasa adalah isofluran, sevofluran, dan desfluran.
Untuk anak-anak halotan dan sevofluran adalah yang paling banyak digunakan. Untuk
memilih obat yang digunakan tergantung dari kesehatan pasien dan efek yang diinginkan
untuk keperluan prosedur operasinya.1,2,3,4
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
2
FARMAKOLOGI KLINIK ANESTESI INHALASI
Farmakologi obat dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu farmakokinetik dan
farmakodinamik. Farmakodinamik dapat diartikan dengan apa yang dilakukan obat terhadap
tubuh. Termasuk di dalamnya efek yang diingikan dan efek samping dari obat, serta
perubahan di tingkat molekul dan sel untuk mencapai efek tersebut. Sedangkan
farmakokinetik adlah apa yang dilakukan tubuh terhadap obat, yang meliputi bagaimana
perjalanan obat, bagaimana obat ini bertransformasi, dan mekanisme seluler dan molekuler
yang mendasari proses ini.
Farmakokinetik obat sistemik terdiri dari empat fase yaitu absorpsi, distribusi,
metabolisme, dan ekskresi. Absorbsi adalah fase dimana obat masuk dari port d’entry (contoh
: traktus digestivus, paru-paru, otot) samapai ke aliran darah. Obat intravena tidak memiliki
fase absorpsi karena obat ini langsung dimasukkan ke dalam aliran darah. Distribusi adalah
fase dimana obat dibawa dari jaringan tempatnya masuk ke tubuh. Metabolisme merupakan
suatu proses fisiokimia dimana suatu zat di dalam tubuh organisme hidup disintesis
(anabolisme) atau dirombark (katabolisme); tetapi dalam knteks obat anestesi, hanya
perombakan obat yang lebih diutamakan. Dan terakhir, ekskresi adalah fase dimana obat
yang telah berubah atau pun belum dibawa keluar dari jaringan atau darah ke berbagai sistem
ekskresi (seperti empedu, udara ekspirasi, urin) untuk dikeluarkan dari tubuh.
Dalam pembahasan obat anestetik inhalasi, ada beberapa perubahan dalam
penyampaian terminologinya. Fase absorpsi biasa disebut ambilan, fase metabolisme disebut
biotransformation, dan fase ekskresi dikenal dengan eliminasi.
FARMAKOKINETIK
3
Dalamnya anestesi bergantung pada kadar anestetik di sistem saraf pusat, dan kadar
ini ditentukan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi transfer anestetik dari alveoli paru ke
darah dan dari darah ke jaringan otak. Kecepatan induksi bergantung pada kecepatan
dicapainya kadar efektif zat anestetik di otak, begitu pula masa pemulihan setelah pemberian
obat dihentikan. Membrane alveoli dengan mudah dapat dilewati zat anestetik secara difusi
dari alveoli ke aliran darah dan sebaliknya. Tetapi, bila ventilasi alveoli terganggu, misalnya
pada emfisema paru, pemindahan anestetik akan terganggu pula.5,6
Factor yang menentukan kecepatan transfer anestetik di jaringan otak ditentukan oleh:
A. Kelarutan zat anestetik
B. Kadar anestetik dalam udara yang dihirup pasien (tekanan parsial anestetik)
C. Ventilasi paru
D. Aliran darah paru
E. Perbedaan antara tekanan parsial anestetik di darah arteri dan di darah vena5,6
TEKANAN PARSIAL
Tekanan parsial adalah proporsi yang menggambarkan kadar suatu gas yang berada dalam
suatu campuran gas, misalnya kadar anestetik inhalasi dalam campuran gas yang dihirup oleh
pasien (udara inspirasi). Tekanan parsial suatu anestetik dalam udara inspirasi dapat diatur
besarnya dengan suatu vaporizer atau alat lainnya5,6
A. Kelarutan anestetik dalam darah
Kelarutan ini dinyatakan sebagai koefisien partisi darah/gas (ƛ), yaitu
perbandingan antara kadar anestetik dalam darah dengan kadarnya dalam udara
inspirasi pada saat dicapai keseimbangan. Anestetik yang sukar larut (N2O,
desfluran, dan sevofluran) koefisien partisinya sangat rendah, sedangkan koefisien
partisi dietileter dan metoksifluran yang mudah larut, sangat tinggi. Ketika
berdifusi dalam darah, anestetik yang sukar larut, hanya membutuhkan sedikit
molekul untuk menaikkan tekanan parsialnya sehingga tekanan parsial gas di
dalam darah segera naik dan induksi anesthesia terjadi lebih cepat. Sebaliknya
untuk anestetik yang mudah larut, diperlukan jumlah yang lebih banyak untuk
menaikkan tekanan parsial di darah sehingga timbulnya induksi lebih lama. 5,6
4
Gambar 1. Kelarutan anestetik6
B. Kadar anestetik dalam udara inspirasi
Kadar anestetik dalam campuran gas yang dihirup menentukan tekanan
maksimum yang dicapai di alveoli maupun kecepatan naiknya tekanan parsial di
arteri. Kadar anestetik yang tinggi akan mempercepat transfer anestetik ke darah,
sehingga akan meningkatkan kecepatan induksi anesthesia. Tekanan parsial N2O
dalam arteri mencapai 90% tekanan parsial dalam udara yang dihirup setelah 20
menit, sedangkan untuk eter dicapai sesudah 20jam. Untuk mempercepat induksi,
anestetik yang tingkat kelarutannya sedang (enfluran, isofluran, halotan)
dikombinasikan dengan anestetik yang sukar larut (N2O) dengan cara
meninggikan dulu tekanan parsial dalam udara yang dihirup. Setelah induksi
dicapai, tekanan parsial dalam udara inspirasi diturunkan untuk mempertahankan
anesthesia. 5,6
C. Ventilasi paru
Hiperventilasi mempercepat masuknya gas anestesi ke sirkulasi dan
jaringan, tetapi hal ini hanya nyata pada anestetik yang mudah larut dalam darah
(halotan, dietileter). 5,6
D. Kecepatan aliran darah paru
Bertambah cepat aliran darah paru bertambah cepat pula pemindahan anestetik
dari udara inspirasi ke darah. Namun, hal itu akan memperlambat peningkatan
tekanan darah arteri sehingga induksi anesthesia akan lebih lambat khususnya oleh
anegestik dengan tingkat kelarutan sedang dan tinggi, misalnya halotan dan
isofluran. 5,6
E. Perbedaan tekanan parsial anestetik dalam arteri dan vena
5
Perbedaan kadar anestetik di darah arteri dan vena terutama bergantung pada
ambilan anestetik oleh jaringan. Darah vena yang kembali ke paru mengandung
anestetik yang lebih sedikit daripada darah arteri. Semakin besar perbedaan kadar
anestetik, maka keseimbangan dalam jaringan otak akan semakin lama tercapai.
Ambilan anestetik oleh jaringan ditentukan oleh factor yang sama dengan
mempengaruhi transfer anestetik dari paru ke darah, terutama koefisien partisi
darah : jaringan. Tekanan parsial dalam jaringan juga meningkat bertahap sampai
dicapai keseimbangan. Pada fase induksi, perbedaan kadar arteri-vena sangat
dipengaruhi oleh banyaknya perfusi suatu jaringan. Di otak, jantung, hati, ginjal
yang perfusinya sangat baik, kadar anestetik awal dalam darah vena rendah sekali
sehingga perbedaan kadar anestetik dalam arteri vena sangat besar, makan
keseimbangan kadar anestetik dalam darah arteri akan tercapai dengan lambat.
Pada fase pemeliharaan, anestetik akan terus didistribusikan ke berbagai jaringan
dan umumnya tergantung dari kelarutan anestetik dalam darah. 5,6
FARMAKODINAMIK
Dasar dari terjadinya stadium anesthesia adalah adanya perbedaan kepekaaan
berbagai bagian SSP terhadap anestetik. Sel-sel substantia gelatinosa di kornu dorsalis
medulla spinalis peka sekali terhadap anestetik. Penurunan aktivitas neuron di daerah ini
menghambat transmisi sensorik dari rangsang nosiseptik, inilah yang menyebabkan
terjadinya tahap analgesia. Stadium II terjadi akibat aktivitas neuron yang kompleks pada
kadar anestetik yang lebih tinggi di otak. Aktifitas ini antara lain berupa penghambatan
berbagai neuron inhibisi bersamaan dengan dipermudahnya penglepasan neurotransmitter
eksitasi. Selanjutnya, depresi hebat pada jalur naik di system aktivasi reticular dan
penekanan aktivitas reflex spinal menyebabkan pasien masuk ke stadium III. Neuron di pusat
napas dan pusat vasomotor relative tidak peka terhadap anestesi kecuali pada kadar yang
sangat tinggi. Apa yang menyebabkan perbedaan kepekaan berbagai bagian SSP ini masih
perlu diteliti. 5,6
6
KONSENTRASI ALVEOLAR MINIMUM
Konsentrasi alveolar minimum atau minimum alveolar concentration (MAC)
anestetik inhalasi adalah konsentrasi alveolar yang dapat menghambat gerakan pada 50%
pasien terhadap stimulus standar seperti insisi bedah. MAC merupakan ukuran yang berguna
karena merefleksikan tekanan parsial anestetik di otak, sehingga dapat membandingkan
secara langsung potensi setiap anestetik sekaligus memberikan standar baku untuk penelitian.
Meskipun demikian, nilai MAC tetap saja hanya merupakan angka statistikal belaka pada
saat menangani pasien; masing-masing pasien merupakan individu yang unik dan oleh karena
itu memerlukan pendekatan yang bersifat individual pula, misalnya pada saat menentukan
dosis induksi. 5,6
Tabel 1. Berbagai sifat anestesi inhalasi 6
7
Berdasarkan kemasannya, obat anestesia umum inhalasi ada 2 macam, yaitu :
1. Obat anestesia umum inhalasi yang berupa cairan yang mudah menguap :
a. Derivat halogen hidrokarbon.
- Halothan
- Trikhloroetilen
- Khloroform
b. Derivat eter.
- Dietil eter
- Metoksifluran
- Enfluran
- Isofluran
2. Obat anestesia umum yang berupa gas
a. Nitrous oksida (N2O)
b. Siklopropan
I. HALOTAN
Halotan berbentuk cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar
dan tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen, tidak iritatif dan
mudah rusak bila terkena cahaya, tetapi stabil disimpan memakai botol warna gelap. 2,3,7
DOSIS
Dosis untuk induksi inhalasi adalah 2-4%, dosis untuk induksi anak 1.5 –
2%. Pada induksi inhalasi kedalaman yang cukup terjadi setelah 10 menit. Dosis
untuk pemeliharaan adalah 1 – 2%, dan dapat dikurangi bila digunakan juga N2O atau
narkotik. Pemeliharaan pada anak 0.5 – 2%. Waktu pulih sadar sekitar 10 menit
setelah obat dihentikan. 2,3,7
ABSORBSI DAN DISTRIBUSI
Obat anestesi inhalasi di absorbsi di paru, setelah itu di distribusikan ke
seluruh tubuh. 2,3,7
8
METABOLISME
Metabolism obat anestesi inhalasi secara oksidasi dan reduksi di dalam
reticulum endoplasma hepar.2,3,7
ELIMINASI
Eliminasi sebagian besar secara ekshalasi lewat paru, sebagian kecil melalui
urin. Hasil metabolism sebagian besar diekskresi lewat urin sebagian kecil diekskresi
lewat paru. 2,3,7
EFEK FARMAKOLOGI
Terhadap SSP
Menimbulkan depresi pada SSP di semua komponen otak. Depresi pusat
kesadaran menimbulkan hipnotik, depresi pada pusat sensorik menimbulkan khasiat
analgesia dan depresi pada pusat motorik menimbulkan kelemahan otot. Tingkat
depresinya bergantung pada dosis yang diberikan.
Terhadap pembuluh darah otak menyebabkan vasodilatasi, sehingga aliran
darah otak meningkat, oleh karena itu tidak dipilih untuk anestesi pada kraniotomi.
Peningkatan tekanan intracranial dapat diturunkan dengan hiperventilasi. 2,3,7
Terhadap sistem KV
Pada system KV tergantung dosis, tekanan darah menurun akibat depresi pada
otot jantung, makin tinggi dosisnya depresi makin berat. Pada bayi, halotan
menurunkan curah jantung karena turunnya kontraktilitas miokardium dan
menurunnya laju jantung.
Halotan dapat menyebabkan Ventrikel Ekstra Sistole (VES), Ventrikel
Takikardia (VT) dan Ventrikel Fibrilasi (VF). 2,3,7
Terhadap sistem respirasi
Pada konsentrasi tinggi, menimbulkan depresi pusat nafas, sehingga pola nafas
menjadi cepat dan dangkal, volume tidal dan volume nafas semenit menurun dan
menyebabkan dilatasi bronkus. 2,3,7
Terhadap ginjal
Halotan pada dosis lazim secara langsung akan menurunkan aliran darah ke
ginjal dan laju filtrasi glomerulus, tetapi efek ini hanya bersifat sementara dan tidak
mempengaruhi autoregulasi aliran darah ginjal. 2,3,7
9
Terhadap hati
Pada konsentrasi 1,5 vol%, halotan akan menurunkan aliran darah pada
lobules sentral hati sampai 25-30%. Penurunan aliran darah pada lobulus sentral ini
menimbulkan nekrosis sel pada sentral hati yang diduga sebagai penyebab dari
“hepatitis post-halothane”. Kejadian ini akan lebih bermanifes, apabila diberikan
halotan berulang dalam waktu yang relatif singkat.
Kejadian “hepatitis post-halotane”, pertama kali dilaporkan di USA pada
tahun 1958, selanjutnya pada tahun 1966 diadakan penelitian besar-besaran untuk
membuktikan laporan tersebut. Dilakukan evaluasi pada 850.000 kasus pasien yang
diberikan anestesi halotan. Ternyata penelitian ini menyangkal anggapan bahwa
halotan menimbulkan nekrosis sel hati. Selanjutnya beberapa percobaan laboratorium
juga gagal membuktikan efek toksik langsung halotan pada hepar. Jadi sikap yang
disepakati pada saat ini adalah bahwa mungkin saja terjadi nekrosis sel hati setelah
anestesia dengan halotan, tetapi mekanismenya masih belum jelas2,3,7
PENGGUNAAN KLINIK
Halotan digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam pemeliharaan
anestesia umum. Disamping efek hipnotik, halotan juga mempunyai efek analgetik
ringan dan relaksasi otot ringan. Pada bayi dan anak-anak yang tidak kooperatif,
halotan digunakan untuk induksi bersama-sama dengan N2O secara inhalasi.
Untuk mengubah cairan halotan menjadi uap, diperlukan alat penguap
(vaporizer) khusus halotan, misalnya fluotec, halomix, copper kettle, dragger dan lain-
lainnya. 2,3,7
Kontra indikasi
Penggunaan halotan tidak dianjurkan pada pasien :
1. Menderita gangguan fungsi hati dan gangguan irama jantung.
2. Operasi kraniotomi.
Keuntungan Dan Kelemahan
1. Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak intattif terhadap mukosa jalan
nafas, pemulihannya relatif cepat, tidak menimbulkan mual muntah dan tidak meledak
atau cepat terbakar.
10
2. Kelemahannya adalah batas keamanannya sempit (mudah terjadi kelebihan dosis),
analgesia dan relaksasinya kurang sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain.
Selain itu juga menimbulkan hipotensi, gangguan irama jantung dan hepatotoksik,
serta menimbulkan menggigil pasca anestesia.
II. ENFLURAN
Enfluran adalah obat anestesi inhalasi yang bebentuk cair, tidak mudah
terbakar, tidak berwarna, tidak iritatif, lebih stabil dibandingkan halotan, induksi lebih
cepat dibanding halotan, tidak terpengaruh cahaya dan tidak bereaksi dengan logam. 2,3,7
DOSIS
1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2-3%
bersama dengan N2O.
2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya berkisar antara 1-
2,5%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.2,3,7
ABSORBSI DAN DISTRIBUSI, METABOLISM, DAN ELIMINASI
Setelah diabsorbsi dari paru ke dalam darah, enfluran akan didistribusikan ke
seluruh tubuh. Kelarutan enfluran dalam lemak lebih rendah dibandingkan halotan.
Ekskresi melalui paru dan sebagian kecil melalui urin. 2,3,7
EFEK FARMAKOLOGIK
Terhadap SSP
Pada dosis tinggi menimbulkan “twitching” (tonik-klonik) pada otot muka dan
anggota gerak. Hal ini terutama dapat terjadi bila pasien mengalami hipokapnia.
Kejadian ini bisa dihindari dengan mengurangi dosis obat dan mencegah terjadinya
hipokapnia. Obat ini tidak dianjurkan pemakaiannya pada pasien yang mempunyai
riwayat epilepsy walaupun pada penelitian terbukti bahwa enfluran tidak
menimbulkan bangkitan epilepsi. Walaupun menimbulkan vasodilatasi serebral, tetapi
pada dosis kecil dapat dipergunakan untuk operasi intrakranial karena tidak
menimbulkan peningkatan tekanan intracranial. 2,3,7
Terhadap system KV
Enfluran menimbulkan depresi kontraktilitas miokard, disritmia jarang terjadi,
tidak meningkatkan sensitifitas miokard terhadap katekolamin. Hipotensi dapat terjadi
akibat menurunnya curah jantung. 2,3,7
11
Terhadap respirasi
Pada system respirasi tidak meningkatkan sekresi bronchial dan ludah, tidak
meningkatkan iritabilitas faring dan laring. Frekuensi nafas meningkat tetapi ventilasi
semenit berkurang karena volume tidal yang menurun. 2,3,7
Terhadap ginjal
Enfluran menurunkan aliran darah ginjal, menurunkan laju filtrasi glomerolus
dan akhirnya menurunkan diuresis. Harus berhati-hati menggunakan enfluran pada
pasien yang mempunyai gangguan fungsi ginjal. 2,3,7
Terhadap hati
Terjadi gangguan fungsi hati yang ringan setelah pemakaian enfluran yang
sifatnya reversible. 2,3,7
Terhadap uterus
Menimbulkan depresi tonus otot uterus, namun respon uterus terhadap
oksitosin tetap baik selama dosis enfluran rendah. 2,3,7
Terhadap otot
Meningkatkan relaksasi, tapi untuk laparotomi masih perlu penambahan
pelumpuh otot. 2,3,7
PENGGUNAAN KLINIK
Sama seperti halotan. Untuk mengubah cairan enfluran menjadi uap,
diperlukan alat penguap (vaporizer) khusus enfluran. 2,3,7
Kontra Indikasi
Hati-hati pada gangguan fungsi ginjal. Akhir-akhir ini penggunaan enfluran relatif
jarang karena efeknya terhadap ginjal dan hati tersebut, seperti telah diuraikan di atas.
Keuntungan Dan Kelemahan
1. Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap mukosa jalan
nafas, pemulihannya lebih cepat dari halotan, tidak menimbulkan mual muntah, dan
tidak menimbulkan menggigil serta tidak mudah meledak atau terbakar.
2. Kelemahannya adalah batas keamanan sempit (mudah terjadi kelebihan dosis),
analgesia dan relaksasinya kurang, sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain
dan bisa menimbulkan hipotensi.
12
III. ISOFLURAN
Isofluran adalah obat anestesi isomer dari enfluran, merupakan cairan tidak
berwarna dan berbau tajam, menimbulkan iritasi jalan nafas jika dipakai dengan
konsentrasi tinggi menggunakan sungkup muka. Tidak mudah terbakar, tidak
terpengaruh cahaya dan proses induksi dan pemulihannya relatif cepat dibandingkan
dengan obat-obat anestesi inhalasi yang ada pada saat ini tapi masih lebih lambat
dibandingkan dengan sevofluran. 2,3,7
DOSIS
1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2-3%
bersamasama dengan N2O.
2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan konsentrasinya berkisar antara 1-
2,5%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.2,3,7
Pada pasien yang mendapat anestesi isofluran kurang dari 1 jam akan sadar
kembali sekitar 7 menit setelah obat dihentikan. Sedangkan pada tindakan 5-6jam,
kembali sadar sekitar 11 menit setelah obat dihentikan. 2,3,7
EFEK FARMAKOLOGI
Terhadap sistem saraf pusat
Efek depresinya terhadap SSP sesuai dengan dosis yang diberikan. Isofluran
tidak menimbulkan kelainan EEG seperti yang ditimbulkan oleh enfluran. Pada dosis
anestesi tidak menimbulkan vasodilatasi dan perubahan sirkulasi serebrum serta
mekanisme autoregulasi aliran darah otak tetap stabil. Kelebihan lain yang dimiliki
oleh isofluran adalah penurunan konsumsi oksigen otak. Sehingga dengan demikian
isofluran merupakan obat pilihan untuk anestesi pada kraniotomi, karena tidak
berperngaruh pada tekanan intrakranial, mempunyai efek proteksi serebral dan efek
metaboliknya yang menguntungkan pada tekhnik hipotensi kendali. 2,3,7
Terhadap sistem kardiovaskuler
Efek depresinya pada otot jantung dan pembuluh darah lebih ringan dibanding
dengan obat anesetesi volatil yang lain. Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil
selama anestesi. Dengan demikian isofluran merupakan obat pilihan untuk obat
anestesi pasien yang menderita kelainan kardiovaskuler. 2,3,7
Terhadap sistem respirasi
13
Isofluran juga menimbulkan depresi pernafasan yang derajatnya sebanding
dengan dosis yang diberikan. 2,3,7
Terhadap otot rangka
Menurunkan tonus otot rangka melalui mekanisme depresi pusat motorik pada
serebrum, sehingga dengan demikian berpotensiasi dengan obat pelumpuh otot non
depolarisasi. Walaupun demikian, masih diperlukan obat pelumpuh otot untuk
mendapatkan keadaan relaksasi otot yang optimal terutama pada operasai laparatomi. 2,3,7
Terhadap ginjal
Pada dosis anestesi, isofluran menurunkan aliran darah ginjal dan laju fitrasi
glomerulus sehingga produksi urin berkurang, akan tetapi masih dalam batas normal.
Toksisitas pada ginjal tidak terjadi. 2,3,7
Kontra Indikasi
Tidak ada kontra indikasi yang unik. Hati-hati pada hipovolemik berat.
Keuntungan Dan Kelemahan
1. Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap mukosa jalan
nafas, pemulihannya lebih cepat dari halotan, tidak menimbulkan mual muntah, dan
tidak menimbulkan menggigil serta tidak mudah meledak atau terbakar. Penilaian
terhadap pemakaian isofluran saat ini adalah bahwa isofluran tidak menimbulkan
guncangan terhadap fungsi kardiovskuler, tidak megubah sensitivitas otot jantung
terhadap katekolamin, sangat sedikit yang mengalami pemecahan dalam tubuh dan
tidak menimbulkan efek eksitasi SSP.
Kelemahannya adalah batas keamanan sempit (mudah terjadi kelebihan dosis),
analgesia dan relaksasinya kurang, sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain
IV. SEVOFLURAN
Sevofluran dikemas dalam bentuk cairan, tidak berwarna, tidak eksplosif,
tidak berbau, stabil di tempat biasa (tidak perlu tempat gelap), dan tidak terlihat
adanya degradasi sevofluran dengan asam kuat atau panas. Obat ini tidak bersifat
iritatif terhadap jalan nafas sehingga baik untuk induksi inhalasi. Proses induksi dan
pemulihannya paling cepat dibandingkan dengan obat-obat anestesi inhalasi yang ada
pada saat ini. 2,3,7
14
DOSIS
1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 3,0-5,0%
bersama-sama dengan N2O.
2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya berkisar antara
2,0-3,0%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.2,3,7
EFEK FARMAKOLOGI
Terhadap sistem saraf pusat
Efek depresinya pada SSP hampir sama dengan isofluran. Aliran darah otak
sedikit meningkat sehingga sedikit meningkatkan tekanan intrakranial. Laju
metabolisme otak menurun cukup bermakna sama dengan isofluran. Tidak pernah
dilaporkan kejadian kejang akibat sevofluran. 2,3,7
Terhadap sistem kardiovaskuler
Sevofluran relatif stabil dan tidak menimbulkan aritmia. Tahanan vaskuler dan
curah jantung sedikit menurun, sehingga tekanan darah sedikit menurun. Pada 1,2-2
MAC sevofluran menyebabkan penurunan tahanan vaskuler sistemik kira-kira 20%
dan tekanan darah arteri kira-kira 20%-40%. Curah jantung akan menurun 20% pada
pemakaian sevofluran lebih dari 2 MAC. Dibandingkan dengan isofluran, sevofluran
menyebabkan penurunan tekanan darah lebih sedikit.
Sevofluran tidak atau sedikit meyebabkan perubahan pada aliran darah
koroner. Sevofluran menyebabkan penurunan laju jantung. Penelitian-penelitian
menyebutkan bahwa penurunan laju jantung tidak sampai menyebabkan bradikardi. 2,3,7
Terhadap sistem respirasi
Menimbulkan depresi pernapasan dan dapat memicu bronkhospasme. 2,3,7
Terhadap otot rangka
Efeknya terhadap otot rangka lebih lemah dibandingkan dengan isofluran.
Relaksasi otot dapat terjadi pada anestesi yang cukup dalam dengan sevofluran.
Proses induksi, laringoskopi dan intubasi dapat dikerjakan tanpa bantuan obat
pelemas otot. 2,3,7
Terhadap hepar dan ginjal
15
Sevofluran menurunkan aliran darah ke hepar paling kecil dibandingkan
dengan enfluran dan halotan. Ada beberapa bukti, sevofluran menurunkan aliran
darah ke ginjal, tetapi tidak ada bukti hal ini menyebabkan gangguan fungsi ginjal
pada manusia. 2,3,7
Kontra Indikasi
Hati-hati pada pasien yang sensitif terhadap “drug induced hyperthermia”,
hipovolemik berat dan hipertensi intrakranial.
Keunggulan Dan Kelemahan
1. Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap mukosajalan
nafas, pemulihannya paling cepat dibandingkan dengan agen volatil lain.
2. Kelemahannya adalah batas keamanan sempit (mudah terjadi kelebihan dosis),
analgesia dan relaksasinya kurang sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain.
V. DESFLURAN
Desfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya
sama dengan isofluran. Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan dengan agen
volatile yang lain. Memerlukan alat penguap khusus (TEC-6). 2,3,7
DOSIS
Untuk induksi, disesuaikan dengan kebutuhan. 2,3,7
EFEK FARMAKOLOGI
Terhadap system KV
Menurunkan resistensi vascular sistemik, menyebabkan turunnya tekanan
darah. Peningkatan konsentrasi desfluran dengan cepat menyebabkan peningkatan
tekanan darah, laju jantung, dan katekolamin. Keadaan ini bisa dikurangi dengan
memberikan klonidin, fentanil, atau esmolol. Desfluran tidak meningkatkan aliran
darah koroner. 2,3,7
Terhadap sistem respirasi
Menyebabkan menurunnya volume tidal dan meningkatnya frekuensi nafas
sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan CO2. Desfluran bersifat iritatif,
sehingga tidak ideal untuk induksi. 2,3,7
PENGGUNAAN KLINIK
16
Desfluran digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam
pemeliharaan anestesia umum. Disamping efek hipnotik, desfluran juga mempunyai
efek analgetik yang ringan dan relaksasi otot ringan.2,3,7
Kontra Indikasi
Hati-hati pada pasien yang sensitif terhadap “drug induced hyperthermia”,
hipovolemik berat dan hipertensi intrakranial.
Keuntungan Dan Kelemahan
1. Keuntungannya hampir sama dengan isofluran.
Kelemahannya adalah batas keamanannya sempit (mudah terjadi kelebihan dosis), analgesia
dan relaksasinya kurang sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain
1. NITROUS OKSIDA (N2O)
N2O adalah anestesi lemah dan harus diberikan dengan konsentrasi besar (lebih dari
65%) agar efektif. Paling sedikit 20%atau 30% oksigen harus diberikan sebagai campuran,
karena konsentrasi N2O lebih besar dari 70-80% dapat menyebabkan hipoksia. N2O tidak
dapat menghasilkan anestesia yang adekuat kecuali dikombinasikan dengan zat anestesi
yang lain, meskipun demikian, karakteristik tertentu membuatnya menjadi zat anestesi
yang menarik, yaitu koefisien partisi darah / gas yang rendah, efek anagesi pada
konsentrasi subanestetik, kecilnya efek kardiovaskuler yang bermakna klinis, toksisitasnya
minimal dan tidak mengiritasi jalan napas sehingga ditoleransi baik untuk induksi dengan
masker.
Efek anestesi N2O dan zat anestesi lain bersifat additif, sehingga pemberian N2O
dapat secara substansial mengurangi jumlah zat anestesi lain yang seharusnya digunakan.
Pemberian N2O akan menyebabkan peningkatan konsentrasi alveolar dari zat anestesi lain
dengan cepat, oleh karana sifat “efek gas kedua” dan “efek konsentrasi” dari N2O. Efek
konsentrasi terjadi saat gas diberikan dengan konsentrasi tinggi. Semakin tinggi
konsentrasi gas diinhalasi, maka semakin cepat peningkatan tekanan arterial gas tersebut.
Seorang pasien menerima 70-75% N2O akan menyerap sampai 1.000 ml/menit N2O saat
fase awal induksi. Pemindahan volume N2O dari paru ke darah, menyebabkan aliran gas
segar seperti disedot masuk dari mesin anestesi ke dalam paru-paru, sehingga
meningkatkan laju gas lain. Pasien menerima hanya 10-25% N2O, pengambilan N2O oleh
darah hanya 150 ml/menit, hal ini tidak menghasilkan perubahan yang signifikan pada laju
17
penyerapan agen/gas lain. Efek gas kedua terjadi saat agen inhalasi kedua diberikan
bersama dengan N2O. efek ini berkaiatan dengan pengambilan N2O yang cepat, sekitar
1.000 ml/menit saat induksi anestesi. Pengambilan cepat volume N2O yang besar,
menmbulkan suat keadaan vakum di alveolus, sehingga memaksa lebih banyak gas segar
(N2O bersama dengan agen inhalasi lain) masuk ke dalam paru-paru.
MAC bangun N2O adalah 65% diatas konsentrasi tersebut pasien tidak sadar atau
lupa terhadap tindakan pembedahan. Analgesia yang dihasilakan oleh 50% N2O kira-kira
sama dengan 10 mg morfin.
Absorpsi, Distribusi Dan Eliminasi
Absorbsi dan eliminasi nitorus oksida relatif lebih cepat dibandingkan dengan obat
anestesi inhalasi lainnya, hal ini terutama disebabkan oleh koefisien partisi gas darah yang
rendah dari N2O. total ambilan N2O oleh tubuh manusia diteliti oleh Severinghause. Pada
menit pertama, N2O (75%) dengan cepat akan diabsorbsi kira-kira 1.000 ml/menit. Setelah
5 menit, tingkat absorbsi turun menjadi 600 ml/menit, setelah 10 menit turun menjadi 350
ml/menit dan setelah 50 menit tingkat absorbsinya kira-kira 100 ml/menit, kemudian
pelan-pelan menurn dan akhirnya mencapi nol. Konsentrasi N2O yang diabsorbsi
tergantung antara lain oleh konsentrasi inspirasi gas, ventilasi alveolar dan ambilan oleh
sirkulasi, seperti koefisien partisi darah/gas dan aliran darah (curah jantung).
N2O akan didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Konsentrasi di jaringan adalah
berbanding lurus dengan perfusi per unit volume dari jaringan, lamanya paparan dan
koefisien partisi darah / jaringan zat tersebut. Jaringan dengan aliran darah besar/banyak
seperti otak, jantung, hati dan ginjal akan menerima N2O lebih banyak sehingga akan
menyerap volume gas yang lebih besar. Jaringan lain dengan suplai darah sedikit seperti
jaringan lemak dan otot menyerap hanya sedikit N2O, ambilan dan penyerapan yang cepat
menyebabkan tidak terdapatnya simpanan N2O dalam jaringan tersebut sehingga tidak
menghalangi pulihnya pasien saat pemberian N2O dihentikan.
N2O tidak atau sedikit mengalami biotransformasi dalam tubuh, namun telah
ditemukan bakteri anaerob yang memetabolisir N2O dan menghasilkan radikal-radikal
bebas meskipun tidak terdapat bukti bahwa radikal-radikal bebas tersebut menimbulkan
kerusakan organ yang spesifik. N2O dieliminasi melalui paru-paru dan sebagian kecil
diekskresikan lewat kulit.
18
Pada saat N2O dihentikan pemberiannya, N2O berdifusi keluar dari darah dan masuk
ke alveoli secepat difusinya ke dalam darah saat induksi. Jika pasien dibiarkan menghirup
udara atmosfir saja pada saat tersebut akan mengalami hipoksia difusi. Selama beberapa
menit pertama pasien menghirup udara atmosfir, sejumlah besar volume N2O berdifusi
melalui darah ke dalam paru-paru dan dikeluarkan lewat paru-paru. Kira-kira sebanyak
1500 ml N2O dikeluarkan pada menit pertama oleh pasien yang menerima N2O : O2
dengan rasio 75% : 25%. Jumlah tersebut menurun menjadi 1.200 ml pada menit ke dua
dan 1.000 ml pada menit ke tiga. Difusi N2O yang cepat dan dalam jumlah besar ke dalam
alveoli akan menyebabkna pengenceran dan mendesak O2 keluar dari alveoli., sehingga
mudah terjadi hipoksia dan juga menyebabkan terjadinya pemindahan volume CO2 yang
lebih besar dari darah, sehinga akan menurunkan tekanan CO2 dalam darah dan akan
memperberat hipoksia. Efek hipoksia difusi dapat dicegah dengan pemberian 100% O2
selam minimal 3-5 menit pada akhir operasi.
Efek Farmakologi
Terhadap sistem saraf pusat
Berkhasiat analgesia dan tidak mempunyai khasiat hipnotik. Khasiat analgesianya
relatif lemah akibat kombinasinya dengan oksigen. Pada konsentrasi 25% N2O
menyebabkan sedasi ringan. Peningkatan konsentrasi menyebabkan penurunan sensasi
perasaan khusus seperti ketajaman, penglihatan, pendengaran, rasa, bau dan diikuti
penurunan respon sensasi somatik seperti sentuhan, temperatur, tekanan dan nyeri.
Penurunan perasaan membuat agen ini cocok untuk induksi sebelum pemberian agen lain
yang lebih iritatif. N2O menghasilkan analgesi sesuai besarrnya dosis. N2O 50% efek
analgesinya sama dengan morfin 10 mg. Bukti menunjukkan bahwa N2O memiliki efek
agonis pada reseptor opioid atau mengaktifkan sistem opioid endogen. Area pusat muntah
pada medula tidak dipengaruhi oleh N2O kecuali jika terdapat hipoksia.
Nitrous oksida tidak mengikuti klasifikasi stadium anestesi dari guedel dalam
kombinasinya dengan oksigen dan sangat tidak mungkin mencoba memakai nitrous
oksigen tanpa oksigen hanya karena ingin tahu gambaran stadium anestesi dari guedel.
Efeknya terhadap tekanan intrakranial sangat kecil bila dibandingkan dengan obat anestesi
yang lain.
19
Dalam konsentrasi lebih dari 60%, N2Odapat menyebabkan amnesia, walaupun masih
diperlukan penelitian yang lebih lanjut.
Terhadap susunan saraf otonom, nitrous oksida merangsang reseptor alfa saraf
simpatis, tetapi tahanan perifer pembuluh darah tidak mengalami perubahan.
Terhadap sitem kardiovaskuler
Depresi ringan kontraktilitas miokard terjadi pada rasio N2O : O2 = 80% : 20%. N2O
tidak menyebabkan perubahan laju jantung dan curah jantung secara langsung. Tekanan
darah tetap stabil dengan sedikit penurunan yang tidak bermakna.
terhadap sistem respirasi
pengaruh terhadap sistem pernapasan minimal. N2O tidak mengiritasi epitel paru
sehingga dapat diberikan pada pasien dengan asma tanpa meningkatkan resiko terjadinya
spasme bronkus. Perubahan laju dan kedalaman pernapasan (menjadi lebih lambat dan
dalam) lebih disebabkan karena efek sedasi dan hilangnya ketegangan.
Terhadap sistem gastrointestinal
N2O tidak mempengaruhi tonus dan motilitas saluran cerna. Distensi dapat terjadi
akibat masuknya N2O ke dalam lumen usus. Pada gangguan fungsi hepar, N2O tetap dapat
digunakan.
Terhadap ginjal
N2O tidak mempunyai pengaruh yang signifikan pada ginjal maupun pada komposisi
urin.
Terhadap otot rangka
N2O tidak menyebabkan relaksasi otot rangka. Karena tonus otot tetap tidak berubah
sehingga dalam penggunaannya mutlak memerlukan obat pelumpuh otot.
Terhadap uterus dan kehamilan
20
Kontraksi uterus tidak terpengaruh baik pada kekuatan maupun frekuensinya. N2O
melewati barrier plasenta dengan mudah masuk ke dalam sirkulasi fetus yang dapat
mengakibatkan konsentrasi O2 di darah fetus turn dengan drastis bila kurang dari 20% O2
diberikan bersama dengan N2O. kehamilan bukan merupakan kontra indikasi penggunaan
N2O – O2 sebagai sedasi inhalasi.
terhadap sistem hematopoeitik
Dilaporkan pada pemakaian jangka panjang secara terus menerus lebih dari 24 jam
bisa menimbulkan depresi pada fungsi hemato-poietik. Anemia megaloblastik sebagai
salah satu efek samping pada pemakaian nitrous oksida jangka lama.
Efek Samping
Walaupun nitrous oksida dikatakan sebagai obat anestetik non toksik dan mempunyai
pengaruh yang sangat minimal pada sistem organ seperti tersebut di atas, kadang-kadang
terjadi juga efek samping seperti berikut
1. Nitrous oksida akan meningkatkan efek depresi nafas dari obat tiopenton terutama
setelah diberikan premedikasi narkotik.
2. Kehilangan pendengaran pasca anestesia, hal ini disebabkan adanya perbedaan
solubilitas antara N2O dan N2 sehingga terjadi perubahan tekanan pada rongga
telinga tengah.
3. Pemanjangan proses pemulihan anestesia akibat difusinya ke rongga tubuh seperti
pneumotorak.
4. Pemakaian jangka panjang menimbulkan depresi sumsum tulang sehingga
menyebabkan anemia aplastik.
5. Mempunyai efek teratogenik pada embrio terutama pada umur 8 hari – 6 minggu,
yang dianggap periode kritis.
6. Hipoksia difusi pasca anestesia. Hal ini terjadi sebagai akibat dari sifat difusinya
yang luas sehingga proses evaluasinya terlambat. Oleh karena itu pada akhir
anestesia, oksigenasinya harus diperhatikan.
Penggunaan Klinik
21
Dalam praktik anestesia, N2O digunakan sebagai obat dasar dari anestesia umum
inhalasi dan selalu dikombinasikan dengan oksigen dengan perbandingan
N2O : O2 = 70 : 30 (untuk pasien normal), 60 : 40 (untuk pasien yang memerlukan
tunjangan oksigen yang lebih banyak), atau 50 : 50 (untuk pasien yan gberesiko tinggi).
Oleh karena N2O hanya bersifat analgesia lemah, maka dalam penggunaannya selalu
dikombinasikan degnan obat lain yang berkhasiat sesuai dengan target “trias anestesia”
yang ingin dicapai.
KESIMPULAN
Faktor yang mempengaruhi kecepatan transfer anestesik jaringan ke otak ditentukan
oleh (1) kelarutan zat anestetik, (2) kadar anestetik dalam udara yang dihirup oleh pasien atau
disebut tekanan parsial anestetik, (3) ventilasi paru, (4) aliran darah paru , dan (5) perbedaan
antara tekanan parsial anestetik di darah arteri dan di darah vena.
Anestesia inhalasi yang sempurana adalah yang (a) masa induksi dan masa
pemulihannya singkat dan nyaman, (b) peralihan stadium anestesinya terjadi cepat, (c)
relaksasi ototnya sempurna, (d) berlangsung cukup aman, dan (e) tidak menimbulkan efek
toksik atau efek samping yang berat dalam dosis anestetik yang lazim.
Dalam melakukan tindakan anestesi yang perlu dimonitor selama operasi adalah
tingkat kedalaman anestesi, efektivitas kardiovaskuler dan efisiensi perfusi jaringan (tekanan
darah, nadi, Saturasi oksigen, MAP, EKG, suhu).
DAFTAR PUSTAKA
22
1. Barash, Paul G.; Cullen, Bruce F.; Stoelting, Robert K. Clinical Anesthesia 5th edition.
Lippincott Williams & Wilkins. 2006. p.801-65.
2. Mangku, Gde.; Senapathi, Tjokorda Gde Agung Senaphati. Ilmu Anestesi dan
Reanimasi. Jakarta : Indeks Jakarta. 2010. p.49-65.
3. Latief, Said A.; Suryadi, Kartini A,; Dachlan, M. Ruswan. Petunjuk Praktis
Anestesiologi Edisi 3. Jakarta : Fakultas Kedokteran Indonesia. 2007. p.48-53.
4. Aitkenhead, Alan R.; Rowbotham, David J.; Smith, Graham. Textbook of Anesthesia
4th edition. London : Churchill Livingstone. 2001. p.152-63.
5. Gunawan, Sulistia Gan. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Gaya Baru. 2007.
p.127-133.
6. Katzung, Bertram G. Basic and Clinical Pharmacology 10 th edition. Singapore : Mc
Graw Hill Lange. 2007. p.401-17.
7. Soenarjo; Jatmiko, Heru Dwi. Anestesiologi. Semarang : Ikatan Dokter Spesialis
Anestesi dan Reanimasi. 2010. p.121-135.
23