ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN OKSIGENASI PADA...

168
Poltekkes Kemenkes Padang POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN OKSIGENASI PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK) DI RUANG VI RUMAH SAKIT TK III Dr. REKSODIWIRYO PADANG KARYA TULIS ILMIAH NIA ANGRAINI PUTRI 143110258 JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG TAHUN 2017

Transcript of ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN OKSIGENASI PADA...

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

    ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN OKSIGENASI PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)

    DI RUANG VI RUMAH SAKIT TK III Dr. REKSODIWIRYO PADANG

    KARYA TULIS ILMIAH

    NIA ANGRAINI PUTRI 143110258

    JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG

    TAHUN 2017

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

    ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN OKSIGENASI PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)

    DI RUANG VI RUMAH SAKIT TK III Dr. REKSODIWIRYO PADANG

    KARYA TULIS ILMIAH

    Diajukan ke Program Studi D-III Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

    Gelar Ahli Madya Keperawatan

    NIA ANGRAINI PUTRI 143110258

    JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG

    TAHUN 2017

  • Poltekkes Kemenkes Padang

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    KATA PENGANTAR

    Segala puji dan syukur bagi Allah SWT, yang dengan Nama-Nya bumi

    dihamparkan yang dengan Namanya langit ditinggikan. Segala puji bagi Allah

    SWT Sang Maha Cahaya Penguak Hidayah yang semua jiwa digenggam-Nya.

    kasih sayang-Mu yang mulia, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis

    Ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan

    Oksigenasi Pada Pasien PPOK di Ruang VI Paru Rumah Sakit TK III Dr.

    Reksodiwiryo Padang”.

    Dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini peneliti mendapatkan banyak

    bantuan dan masukan dari berbagai pihak, dan pada kesempatan ini penulis ingin

    mengucapkan terimakasih kepada:

    1. Bapak H.Sunardi,SKM.,M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan

    Kementrian Kesehatan RI Padang.

    2. Ibu Hj. Murniati Muchtar,SKM.,M.Biomed, selaku Ketua Jurusan

    Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Padang.

    3. Ibu Ns. Idrawati Bahar,S.Kep,M.Kep selaku Ketua Program Studi

    Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang.

    4. Ibu Ns. Yessi Fadriyanti,S.Kep,M.Kep selaku pembimbing yang telah banyak

    memberikan bimbingan, arahan dan petunjuk sehingga peneliti dapat

    menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

    5. Ibu Herwati,SKM,M.Biomed selaku pembimbing yang telah banyak

    memberikan bimbingan, arahan dan petunjuk sehingga peneliti dapat

    menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    6. Seluruh Staf Dosen Jurusan Keperawatan yang telah membantu dalam proses

    penyusunan Karya Tulis Ilmiah.

    7. Kepada “Mama dan Papa” tersayang yang telah memberikan dorongan,

    semangat, do’a restu dan kasih sayang. Tiada kata yang dapat Ananda

    utarakan selain do’a semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan

    karunia-Nya kepada kita semua.

    8. Teman-temanku yang senasip dan seperjuangan Mahasiswa Politeknik

    Kemenkes RI Padang Program Studi D-III Keperawatan Tahun 2014. Terima

    kasih atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan.

    Peneliti menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak

    kekurangan dan masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu peneliti mengharapkan

    saran dan masukannya untuk perbaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

    Akhirnya kepada-Nya jualah kita berserah diri. Semoga Karya Tulis

    Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khusunya profesi keperawatan.

    Padang, Juni 2017

    Peneliti

  • Poltekkes Kemenkes Padang

  • Poltekkes Kemenkes Padang

  • Poltekkes Kemenkes Padang

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL………………………………………………………… i LEMBARAN PENGESAHAN……………………………………………… ii KATA PENGANTAR……………………………………………………….. iii LEMBARAN ORINSINALITAS…………………………………………… v LEMBARAN PERSETUJUAN……………………………………………… vi ABSTRAK…………………………………………………………………… vii DAFTAR ISI………………………………………………………………… viii DAFTAR GAMBAR………………………………………………………… x DAFTAR TABEL…………………………………………………………… xi DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… xii

    BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……………………………………………................ 1 B. Rumusan Masalah…………………………………………………… 6 C. Tujuan Penelitian……………………………………………………. 6 D. Manfaat Penelitian…………………………………………………… 7

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kebutuhan Dasar

    1. Pengertian konsep dasar manusia………………………………. 9 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan dasar manusia..... 9

    B. Konsep dasar gangguan pemenuhan oksigenasi pada pasien PPOK 1. Pengertian oksigenasi…………………………………………… 10 2. Proses oksigenasi………………………………………………… 11 3. Terapi oksigenasi………………………………………………… 13 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi pernafasan…………. 16 5. Pemenuhan kebutuhan oksigenasi……………………………… 19 6. Penatalaksanaan oksigenasi pada pasien PPOK

    a. Pengertian PPOK……………………………………………. 21 b. Etiologi PPOK………………………………………………. 22 c. Manifestasi klinis PPOK……………………………………. 23 d. Patofisiologis PPOK………………………………………… 24 e. Klasifikasi PPOK……………………………………………. 25 f. Komplikasi PPOK…………………………………………… 25

    C. Konsep asuhan keperawatan gangguan pemenuhan oksigenasi pada pasien PPOK 1. Pengkajian……………………………………………………….. 28 2. Diagnosa Keperawatan…………………………………………... 32 3. Intervensi Keperawatan…………………………………………. 34

    BAB III METODE PENELITIAN A. Desain penelitian…………………………………………………….. 40 B. Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………….. 40 C. Populasi dan Sampel………………………………………………… 40

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    D. Alat dan Instrumen Pengumpulan Data……………………………. . 41 E. Cara Pengumpulan Data…………………………………………….. 43 F. Jenis-jenis Data……………………………………………………… 44 G. Cara Pemilihan Responden………………………………………….. 44 H. Rencana Analisa……………………………………………………... 44

    BAB IV DESKRIPSI KASUS DAN PEMBAHASAN

    A. DESKRIPSI KASUS 1. Hasil Pengkajian………………………………………………… 46 2. Rumusan Masalah Keperawatan………………………………... 50 3. Rencana Keperawatan…………………………………………… 52 4. Implementasi Keperawatan……………………………………... 54 5. Evaluasi Keperawatan…………………………………………… 56

    B. PEMBAHASAN KASUS 1. Pengkajian……………………………………………………….. 58 2. Diagnosa Keperawatan………………………………………….. 63 3. Rencana Keperawatan…………………………………………… 65 4. Implementasi Keperawatan……………………………………… 67 5. Evaluasi Keperawatan…………………………………………… 68

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………………………………………………………….. 71 B. Saran…………………………………………………………………. 72

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Pathway Gangguan Pemenuhan Oksigenasi pada PPOK ………. 27

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan NANDA, NIC-NOC ............................... 34

    Tabel 4.1 Pengkajian Deskripsi Kasus .......................................................... 50

    Tabel 4.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................. 53

    Tabel 4.3 Intervensi Keperawatan.................................................................. 55

    Tabel 4.4 Implementasi Keperawatan............................................................ 57

    Tabel 4.5 Evaluasi Keperawatan.................................................................... 59

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 : Surat Permohonan Menjadi Responden

    Lampiran 2 : Informed Consent

    Lampiran 3 : Surat Izin Penelitian

    Lampiran 4 : Surat Selesai Melakukan Penelitian

    Lampiran 5 : Ganchart

    Lampiran 6 : Jadwal Bimbingan Pembimbing 1

    Lampiran 7 : Jadwal Bimbingan Pembimbing 2

    Lampiran 8 : Asuhan Keperawatan Pasien PPOK

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh

    manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun

    psikologis yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan hidup dan

    kesehatan. Teori hirarki kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan

    Abraham Maslow mengembangkan bahwa setiap manusia memiliki lima

    kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis (oksigen, cairan, nutrisi,

    keseimbangan tubuh, eliminasi, tempat tinggal, istirahat dan tidur, serta

    kebutuhan seksual), kebutuhan rasa aman dan perlindungan terhadap

    ancaman, kebutuhan rasa cinta serta rasa memiliki dan dimiliki, kebutuhan

    aktualisasi diri (Alimul Hidayat, 2009).

    Kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar adalah kebutuhan

    oksigen. Oksigen (O2) merupakan gas yang sangat vital dalam

    kelangsungan hidup sel dan jaringan tubuh karena oksigenasi diperlukan

    untuk proses metabolism tubuh secara terus-menerus. Oksigen diperoleh

    dari atmosfer melalui proses bernafas (Tarwoto dan Wartonah, 2015).

    Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang

    mengandung (oksigen) serta menghembuskan udara yang banyak

    mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh

    (Syaifuddin,2009)

    Kebutuhan oksigenasi adalah kebutuhan dasar manusia dalam pemenuhan

    oksigenasi yang digunakan untuk kelangsungan metabolism sel tubuh,

    mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel (Potter dan

    Perry, 2009). Oksigenasi (O2) merupakan gas yang sangat vital dalam

    kelangsungan hidup sel dan jaringan tubuh karena oksigen diperlukan

    untuk proses metabolism tubuh secara terus-menerus. Oksigenasi

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    diperoleh dari atmosfer melalui proses pernafasan. Pada atmosfer, gas

    selain oksigen juga terdapat karbon dioksida (CO), nitrogen (N), dan

    unsure-unsur lain seperti argon dan helium (Tarwoto dan Wartonah, 2015).

    Pemenuhan kebutuhan oksigen dapat terganggu apibala adanya masalah

    pada saluran pernafasan yaitu penyakit PPOK (penyakit paru obstruksi

    kronis) adalah PPOK derajat berat menggunakan terapi oksigen di rumah

    pada waktu aktivitas atau terus-menerus selama 15 jam terutama pada

    waktu tidur (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI, 2011).

    Data prevalensi PPOK yang terkait dengan usia dan merokok bervariasi

    pada setiap negara di seluruh dunia. Berdasarkan pada kriteria yang

    ditetapkan oleh British Thoracic Society (BTS) prevalensi PPOK sebesar

    7,6%, sedangkan menurut Europe Respiratory Society (ERS) dan Global

    Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) prevalensinya

    berkisar antara 14% sampai 14,1%. Menurut WHO 2015, PPOK yang saat

    ini merupakan penyebab kematian ke-5 di seluruh dunia dan diperkirakan

    akan menjadi penyebab kematian ke-3 pada tahun 2020 (Murray, 2010).

    World Health Organization (WHO) tahun 2015 memperkirakan, 65 juta

    orang di dunia menderita PPOK. Global Initiative for Chronic Obstructive

    Lung Disease (GOLD) menuliskan bahwa prevalensi PPOK berdasarkan

    meta-analisis yang dilakukan di 28 negara mendapatkan bukti bahwa

    prevalensi PPOK cukup tinggi pada perokok dan mantan perokok (3-11%)

    daripada mereka yang bukan perokok. Prevalensi juga meningkat pada

    usia diatas 40 tahun daripada mereka yang berusia dibawah 40 tahun, dan

    lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. (GOLD,

    2013). Prevalensi PPOK diperkirakan akan meningkat sehubungan dengan

    peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia, pergeseran pola dari

    penyakit infeksi ke penyakit degeneratif serta meningkatnya kebiasaan

    merokok dan polusi udara (Santoso, 2010). Prevalensi terjadinya kematian

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    akibat rokok pada penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) pada tahun 2010

    sebanyak 80-90 %. (Kasanah, 2011).

    Angka penderita PPOK di Indonesia sangat tinggi, berdasarkan Riset

    Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 mencakup informasi prevalensi

    asma dan PPOK, di Indonesia tahun 2013 masing-masing 4,5 persen, 3,7

    persen. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (7,8%),

    diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), DIY (6,9%), dan Sulawesi Selatan

    (6,7%). Prevalensi PPOK tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur

    (10,0%), diikuti Sulawesi Tengah (8,0%), Sulawesi Barat, dan Sulawesi

    Selatan masing-masing 6,7 persen. Provinsi Sumatera Barat berada pada

    urutan ke-23 berdasarkan jumlah penderita PPOK di Indonesia dengan

    prevalensi PPOK di Sumatera Barat adalah (3,0%).

    Angka kesakitan penderita PPOK berdasarkan hasil survey penyakit tidak

    menular oleh direktorat jenderal PPM & PL tahun 2004 menunjukkan

    PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka kesakitan (35%),

    diikuti asma bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%) (PDPI,

    2011). Berdasarkan jumlah kunjungan pasien dengan PPOK di RSUP DR.

    M.Djamil Padang memiliki jumlah penderita PPOK cukup banyak, jumlah

    kunjungan pasien PPOK rawat jalan di Poliklinik Paru non infeksi RSUP

    Dr. M. Djamil Padang pada bulan Juli hingga November 2015 sebanyak

    226 dari 943 kunjungan (Astika, 2016).

    Dampak yang terjadi dengan kekurangan oksigenasi pada pasien PPOK

    menurut penelitian Kusyati 2006 mengalami batuk-batuk, sesak nafas akan

    mengganggu proses oksigenasi secara kronis dan menahun diakibatkan

    oleh tumpukan mucus yang kental dan mengendap menyebabkan obstruksi

    jalan nafas, sehingga asupan oksigen yang tidak adekuat. Menurut

    penelitian Agustina (2009) keluhan yang paling banyak yang dirasakan

    pasien PPOK adalah pemenuhan kebutuhan oksigenasi.

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    Pengkajian pada pasien dengan masalah PPOK ditemukan tanda dan gejala

    yang timbul diantaranya dispnea, batuk kronik, meningkatnya produksi

    sputum (GOLD, 2015). Pada asuhan keperawatan pasien dengan diagnosa

    PPOK akan muncul salah satu masalah yaitu ketidakefektifan bersihan

    jalan napas yang berhubungan dengan : Lingkungan; perokok, perokok

    pasif, terpajan asap, Obstruksi jalan napas; eksudat dalam alveoli, mucus

    belebihan, sekresi yang tertahan, spasme jalan napas, fisiologis; asma,

    infeksi, jalan napas alergik (NANDA, 2015).

    Intervensi keperawatan yang dilaksanakan pada pasien penyakit paru

    obstruksi kronis untuk meningkatkan dan mempertahankan oksigenasi

    tercakup dalam domain keperawatan, yaitu pemberian dan pemantauan

    intervensi serta program yang terapeutik. Hal ini meliputi tindakan

    keperawatan mandiri, seperti perilaku peningkatan kesehatan dan upaya

    pencegahan, pengaturan posisi fowler atau semifowler, teknik batuk

    efektif, dan intervensi tidak mandiri, seperti pengisapan lendir (suction),

    fisioterapi dada, hidrasi, dan inhalasi serta terapi oksigen (Potter dan Perry,

    2006).

    Pemberian terapi oksigen dalam asuhan keperawatan, memerlukan dasar

    pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya oksigen

    dari atmosfir hingga sampai ke tingkat sel melalui alveoli paru dalam

    proses respirasi. Perawat harus memahami indikasi pemberian oksigen,

    metode pemberian oksigen dan bahaya-bahaya pemberian oksigen

    (Harahap, 2005). Perawat melakukan pengamatan dan penilaian yang tepat

    selama terapi oksigen agar cedera pada pasien dapat dicegah. Perawat

    harus terus memantau kebutuhan oksigen dan menilai berapa persen

    oksigen harus diberikan, tujuannya adalah untuk menghindari hiperoksia

    atau hipoksia, dan fluktuasi (Solberg, 2010).

    Terapi oksigen diberikan pada pasien dengan masalah PPOK dengan

    indikasi terjadi perubahan frekuensi atau pola nafas, perubahan atau

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    gangguan pertukaran gas, menurunnya kerja nafas. (Tarwoto dan

    Wartonah, 2015). Terapi oksigen pada pasien dengan masalah PPOK

    dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan PPOK derajat berat. Pada

    PPOK derajat sedang oksigen hanya digunakan bila timbul sesak yang

    disebabkan pertambahan aktivitas, pada PPOK derajat berat yaitu terapi

    oksigen di rumah pada waktu aktivitas atau terus menerus selama 15 jam

    terutama pada waktu tidur, dosis oksigen yang diberikan pada pasien

    PPOK tidak lebih dari 2 liter (Hudoyo, 2014).

    Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Agustina, Dewi, dan

    Dini dalam Jurnal Ilmiah Keperawatan (2009), tentang tingkat kepatuhan

    perawat dalam pemberian oksigen melalui nasal kanul sesuai SOP

    oksigenasi di ruang rawat inap RSUD Dr. Ramelan Surabaya. Hasil

    penelitiannya mengungkapkan bahwa tingkat kepatuhan perawat dalam

    pemberian oksigen melalui nasal kanul sesuai SOP oksigenasi sebagian

    besar tidak mematuhi protap sesuai SOP oksigenasi, dari 35 responden

    (100%) didapatkan semua responden dinyatakan tidak patuh dalam

    pemberian oksigen melalui nasal kanul. (Agustina Dewi dan Dini dalam

    jurnal ilmiah keperawatan, 2009).

    Berdasarkan hasil survey awal di ruang inap paru RSUP Dr.M.Djamil

    Padang yang dilakukan pada tanggal 12 Januari 2017 terdapat enam orang

    pasien PPOK dari sepuluh orang pasien dengan diagnosa medis PPOK,

    perawat dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya pada

    pemenuhan kebutuhan oksigenasi tidak ditemukan perawat memberikan

    terapi oksigen sesuai dengan protapnya, misalnya dalam pemberian

    oksigen melalui nasal kanul tidak sesuai konsentrasi aliran yang

    ditentukan yaitu 1-6 liter/menit. Dalam memberikan terapi oksigen kepada

    pasien perawat tidak menilai terlebih dahulu tingkat sesak yang dialami

    pasien dan indikasinya. Setelah memberikan terapi oksigen, perawat tidak

    melakukan evaluasi terhadap tingkat sesak napas pasien setelah diberikan

    terapi oksigen. Dapat dilihat disini, bahwa peran perawat sebagai pemberi

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    asuhan keperawatan dalam pemenuhan oksigenasi belum sepenuhnya

    diterapkan.

    Berdasarkan uraian diatas, semakin meningkatnya angka kesakitan dan

    kematian pada penderita PPOK, dan perlunya pengobatan serta pentingnya

    perawatan pemantauan terapi oksigen yang optimal, maka peneliti

    melakukan studi kasus mengenai “Asuhan Keperawatan Gangguan

    Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi pada pasien dengan PPOK (Penyakit

    Paru Obstruktif Kronis) di Ruang VI Paru R umah Sakit TK III Dr.

    Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”.

    B. Rumusan Masalah

    Rumusan masalah penelitian adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan

    Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi pada pasien dengan Penyakit Paru

    Obstruktif Kronis di Ruang VI Paru Rumah Sakit TK III Dr. Reksodiwiryo

    Padang Tahun 2017”

    C. Tujuan Penelitian

    1. Tujuan Umum

    Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pemenuhan oksigenasi

    pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis di Ruang VI Paru

    Rumah Sakit TK III Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017

    2. Tujuan Khusus

    a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan pemenuhan

    kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan PPOK di Ruang VI Paru

    Rumah Sakit TK III Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017.

    b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan

    pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan PPOK di

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    Ruang VI Paru Rumah Sakit TK III Dr. Reksodiwiryo Padang

    Tahun 2017.

    c. Mampu mendeskripsikanrencanaan keperawatan pemenuhan

    kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan PPOK di Ruang VI Paru

    Rumah Sakit TK III Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017.

    d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pemenuhan

    kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan PPOK di Ruang VI Paru

    Rumah Sakit TK III Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017.

    e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pemenuhan

    kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan PPOK di Ruang VI Paru

    Rumah Sakit TK III Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017.

    D. Manfaat Penelitian

    1. Aplikatif

    a. Bagi Lahan/ Rumah Sakit

    Laporan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan

    sumbangan pikiran bagi perawat dalam meningkatkan pelayanan

    terhadap “Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Oksigenasi

    pada Pasien PPOK di Ruang VI Paru Rumah Sakit TK III Dr.

    Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”.

    b. Bagi Peneliti

    Kegiatan penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti untuk

    menambah pengetahuan dan wawasan dalam melakukan asuhan

    keperawatan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan

    PPOK serta dalam menulis karya tulis ilmiah.

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    2. Pengembangan Keilmuan

    a. Bagi Institusi

    Data dan hasil yang diperoleh dari laporan karya tulis ilmiah ini

    dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dan pembelajaran di

    jurusan Keperawatan Padang khususnya mengenai penerapan

    asuhan keperawatan gangguan pemenuhan oksigenasi pada pasien

    PPOK.

    c. Bagi Penelitian

    Selanjutnya Hasil penelitian laporan karya tulis ilmiah ini dapat

    memberikan masukan bagi penelitian berikutnya untuk menambah

    pengetahuan dan data dasar dalam penelitian selanjutnya.

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Konsep Dasar Asuhan Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien PPOK

    1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia

    a. Konsep Dasar Manusia

    Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan

    oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun

    psikologis yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan hidup dan

    kesehatan. Teori hirarki kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan

    Abraham Maslow mengembangkan bahwa setiap manusia memiliki

    lima kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis (oksigen, cairan,

    nutrisi, keseimbangan tubuh, eliminasi, tempat tinggal, istirahat dan

    tidur, serta kebutuhan seksual), kebutuhan rasa aman dan perlindungan

    terhadap ancaman, kebutuhan rasa cinta serta rasa memiliki dan

    dimiliki, kebutuhan aktualisasi diri (Alimul Hidayat, 2009).

    Kebutuhan oksigenasi adalah kebutuhan dasar manusia dalam

    pemenuhan oksigenasi yang digunakan untuk kelangsungan

    metabolism sel tubuh, mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai

    organ atau sel (Potter dan Perry, 2009). Oksigenasi (O2) merupakan

    gas yang sangat vital dalam kelangsungan hidup sel dan jaringan tubuh

    karena oksigen diperlukan untuk proses metabolism tubuh secara

    terus-menerus. Oksigenasi diperoleh dari atmosfer melalui proses

    pernafasan. Pada atmosfer, gas selain oksigen juga terdapat karbon

    dioksida (CO), nitrogen (N), dan unsure-unsur lain seperti argon dan

    helium (Tarwoto dan Wartonah, 2015).

    b. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan dasar manusia

    Menurut Alimul Hidayat 2009 kebutuhan dasar manusia dipengaruhi

    oleh berbagai faktor berikut:

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    1) Penyakit : adanya penyakit dalam tubuh dapat menyebabkan

    perubahan kebutuhan, baik secara fisiologis maupun psikologis,

    karena beberapa fungsi organ tubuh memerlukan pemenuhan

    kebutuhan lebih besar dari biasanya.

    2) Hubungan keluarga : hubungan keluarga yang dapat meningkatkan

    pemenuhan kebutuhan dasar karena adanya saling percaya,

    merasakan kesenangan hidup tidak ada rasa curiga dan lai-lain.

    3) Konsep diri : konsep diri manusia memiliki peran dalam

    pemenuhan kebutuhan dasar. Konsep diri yang positif memberikan

    makna dan keutuhan (Wholeness) bagi seseorang. Konsep diri yang

    sehat menghasilkan perasaan positif terhadap diri. Orang yang

    merasa positif tentang dirinya akan mudah berubah, mudah

    mengenali kebutuhan dan mengembangan cara hidup yang sehat,

    sehingga mudah memenuhi kebutuhan dasarnya.

    4) Tahap perkembangan : sejalan dengan meningkatkan usia, manusia

    mengalami perkembangan. Setiap tahap perkembangan tersebut

    memiliki kebutuhan yang berbeda, baik kebutuhan psikologis,

    social, maupun spiritual, mengingat berbagai fungsi organ tubuh

    juga mengalami proses kematangan dengan aktivitas yang berbeda.

    2. Konsep Oksigenasi

    a. Pengertian Oksigenasi

    Oksigen merupakan gas yang sangat vital dalam kelangsungan hidup

    sel dan jaringan tubuh karena oksigen diperlukan untuk proses

    metabolisme tubuh secara terus menerus. Oksigen diperoleh dari

    atmosfer melalui proses bernapas. Di atmosfer, gas selain oksigen juga

    terdapat karbon dioksida, nitrogen, dan unsur-unsur lain seperti argon

    dan helium (Tarwoto & Wartonah, 2015).

    Pemenuhan kebutuhan oksigenasi tubuh sangat ditentukan oleh

    adekuatnya system pernafasan, system kardiovaskuler, dan system

    hematologi. System pernafasan atau respirasi berperan dalam

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    menjamin ketersediaan oksigen untuk kelangsungan metabolism sel-

    sel tubuh dan pertukaran gas. System kardiovaskuler berperan dalam

    proses transportasi oksigen melalui aliran darah dan system hematologi

    yaitu sel darah merah yang sangat berperan dalam oksigenasi karena di

    dalamnya terdapat hemoglobin yang mampu mengikat oksigen

    (Tarwoto & Wartonah, 2015).

    Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang

    digunakan untuk kelangsungan metabolism sel tubuh,

    mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel (Alimul,

    2009). Kebutuhan tubuh terhadap oksigen merupakan kebutuhan yang

    sangat mendasar dan mendesak. Tanpa oksigen dalam waktu tertentu,

    sel tubuh akan mengalami kerusakan yang menetap dan menimbulkan

    kematian. Otak merupakan organ yang sangat sensitif terhadap

    kekurangan oksigen. Otak masih mampu menoleransi kekurangan

    oksigen antara tiga sampai lima menit. Apabila kekurangan oksigen

    berlangsung lebih dari lima menit, dapat terjadi kerusakan sel otak

    secara permanen (Kozier dan Erb dalam Asmadi 2008).

    b. Proses Oksigenasi

    Menurut Alimul Hidayat 2009 mengatakan proses pemenuhan

    kebutuhan oksigenasi tubuh terdiri atas tiga tahap, yaitu ventilasi,

    difusi gas, dan transportasi gas.

    1) Ventilasi

    Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari

    atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses

    ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:

    a) Adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru,

    semakin tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah,

    demikian sebaliknya, semakin rendah tempat tekanan udara

    semakin tinggi.

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    b) Adanya kemampuan toraks dan paru pada alveoli dalam

    melaksanakan ekspansi atau kembang kempis.

    c) Adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli

    yang terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat

    dipengaruhi oleh sistem saraf otonom (terjadinya rangsangan

    simpatis dapat menyebabkan relaksasi sehingga vasodilatasi

    dapat terjadi, kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan

    kontraksi sehingga vasokontriksi atau proses penyempitan

    dapat terjadi).

    d) Refleks batuk dan muntah

    e) Adanya peran mukus siliaris sebagai barier atau penangkal

    benda asing yang mengandung interveron dan dapat mengikat

    virus. Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah complience

    dan recoil. Complience merupakan kemampuan paru untuk

    mengembang. Kemampuan ini dipengaruhi oleh berbagai

    faktor, yaitu adanya surfaktan yang terdapat pada lapisan

    alveoli yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan

    adanya sisa udara yang menyebabkan tidak terjadinya kolaps

    serta gangguan toraks. Surfaktan diproduksi saat terjadi

    peregangan sel alveoli dan disekresi saat kita menarik napas,

    sedangkan recoil adalah kemampuan mengeluarkan CO2 atau

    kontraksi menyempitnya paru. Apabila complience baik namun

    recoil terganggu, maka CO2 tidak dapat keluar secara

    maksimal. Pusat pernapasan, yaitu medula oblongata dan pons,

    dapat memengaruhi proses ventilasi, karena CO2 memiliki

    kemampuan merangsang pusat pernapasan. Peningkatan CO2

    dalam batas 60 mmHg dapat merangsang pusat pernapasan dan

    bila pCO2 kurang dari sama dengan 80 mmHg dapat

    menyebabkan depresi pusat pernapasan.

    2) Difusi Gas

    Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan

    kapiler paru dan CO2 di kapiler alveoli. Proses pertukaran ini

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luasnya permukaan paru,

    tebal membran respirasi/ permeabilitas yang terdiri atas epitel

    alveoli dan interstitial (keduanya dapat memengaruhi proses difusi

    apabila terjadi proses penebalan), perbedaan tekanan dan

    konsentrasi O2 (hal ini sebagaimana O2 dari alveoli masuk ke

    dalam darah oleh karena tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih

    tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena pulmonalis masuk dalam

    darah secara difusi), pCO2 dalam arteri pulmonalis akan berdifusi

    ke dalam alveoli, dan afinitas gas (kemampuan menembus dan

    saling mengikat hemoglobin).

    3) Transportasi Gas

    Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke

    jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses

    transportasi, O2 akan berikatan dengan Hb membentuk

    oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma (3%), sedangkan

    CO2 akan berikatan dengan Hb membentuk karbominohemoglobin

    (30%), larut dalam plasma (5%), dan sebagian menjadi HCO3

    yang berada dalam darah (65%). Transportasi gas dapat

    dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu curah jantung (cardiac

    output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise), perbandingan

    sel darah dengan darah secara keseluruhan (hematokrit), serta

    eritrosit dan kadar Hb. (Alimul Hidayat, 2009).

    c. Terapi Oksigenasi

    Terapi oksigen pertama kali dipakai dalam bidang kedokteran pada

    tahun 1800 oleh Thomas Beddoes, kemudian dikembangkan oleh

    Alvan Barach pada tahun 1920 untuk pasien dengan hipoksemia dan

    penyakit paru obstrukif kronik. Terapi oksigen adalah pemberian

    oksigen lebih dari udara atmosfer atau FiO2 > 21%. Tujuan terapi

    oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan mencegah

    asidosis respiratorik, mencegah hipoksia jaringan, menurunkan kerja

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    napas dan kerja otot jantung, serta memperthankan PaO2 > 60 mmHg

    atau SaO2 > 90%. (Tarwoto & Wartonah, 2015).

    Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), Pemberian oksigen atau terapi

    oksigen dapat dilakukan melalui metode berikut ini :

    1) Sistem aliran rendah

    Pemberian oksigen dengan mengggunakan system ini ditujukan

    pada pasien yang membuthkan oksigen tetapi masih mampu

    bernapas normal. Contih pemberian oksigen dengan aliran rendah

    adalah sebagai berikut :

    a) Nasal kanula, diberikan dengan kontinu aliran 1-6 liter/menit

    dengan konsentrasi oksigen 24-44%.

    (1) Keuntungan : toleransi klien baik, pemasangannya mudah,

    klien bebas untuk makan dan minum, harga lebih murah

    (Asmadi, 2008).

    (2) Kerugian : mudah lepas, tidak dapat memberikan

    konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen

    berkurang bila klien bernapas dari mulut, mengiritasi

    selaput lender, nyeri sinus (Asmadi, 2008).

    b) Sungkup muka sederhana (simple mask), diberikan kontinu atau

    selang-seling 5-10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40-

    60%.

    (1) Keuntungan : konsentrasi oksigen yang diperoleh lebih

    tinggi dari nasal kanula, system humidifikasi dapat

    ditingkatkan (Asmadi, 2008).

    (2) Kerugian : umumnya tidak nyaman bagi klien, membuat

    rasa panas, sehingga mengiritasi mulut dan pipi, aktivitas

    makan dan bicara terganggu, dapat menyebabkan mual dan

    muntah sehingga dapat menyebabkan aspirasi, jika aliran

    rendah dapat menyebabkan penumoukan karbondioksida

    (Asmadi, 2008).

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    c) Sungkup muka dengan kantong rebreathing. Sungkup ini

    memiliki kantong yang terus mengembang baik pada saat

    inspirasi dan ekspirasi. Pada saat pasien inspirasi, oksigen

    masuk dari sungkup melalui lubang antara sungkup dan

    kantong reservoir, ditambah oksigen dari udara kamar yang

    masuk dalam lubang ekpirasi pada kantong. Aliran oksigen 8-

    12 liter/menit, dengan konsentrasi 60- 80%.

    (1) Keuntungan : konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup

    muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lender

    (Asmadi, 2008).

    (2) Kerugian : kantong oksigen bisa terlipat, menyebabkan

    penumpukan oksigen jika aliran lebih rendah (Asmadi,

    2008).

    d) Sungkup muka dengan kantong non-rebreathing. Sungkup ini

    mempunyai 2 katup; 1 katup terbuka pada saat inspirasi dan

    tertutup pada saat ekspirasi, dan 1 katup yang fungsinya

    mencegah udara kamar masuk pada saat inspirasi dan akan

    membuka pada saat ekspirasi. Pemberian oksigen dengan aliran

    10-12 liter/menit, konsentrasi oksigen 80-100%.

    (1) Keuntungan : konsentrasi oksigen yang diperoleh hampir

    100% karena adanya katup satu arah antara kantong dan

    sungkup sehingga kantong mengandung konsentrasi

    oksigen yang tinggi dan tidak tercampur dengan udara

    ekspirasi, dan tidak mengeringkan selaput lender (Asmadi,

    2008).

    (2) Kerugian : kantong oksigen bisa terlipat, berisiko untuk

    terjadinya keracunan oksigen, serta tidak nyaman bagi klien

    (Asmadi, 2008).

    2) Sistem Aliran Tinggi

    Sistem ini memungkinkan pemberian oksigen dengan FiO2 lebih

    stabil dan tidak terpengaruh oleh tipe pernapasan, sehingga dapat

    menambah konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan teratur.

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    Contoh dari system aliran tinggi adalah dengan ventury mask atau

    sungkup muka dengan ventury dengan aliran sekitar 2-15

    liter/menit. Prinsip pemberian oksigen dengan ventury adalah

    oksigen yang menuju sungkup diatur dengan alat yang

    memungkinkan konsentrasi dapat diatur sesuai dengan warna alat,

    misalnya: warna biru 24%, putih 28%, jingga 31%, kuning 35%,

    merah 40%, dan hijau 60%. (Tarwoto & Wartonah, 2015).

    d. Faktor – faktor yang mempengaruhi fungsi pernafasan

    Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) banyak faktor yang

    mempengaruhi fungsi pernafasan misalnya yang berkaitan dengan

    kemampuan ekspansi paru dan diafragma, kemampuan transportasi

    atau perfusi. Faktor – faktor tersebut diantaranya adalah sebagai

    berikut:

    1. Posisi tubuh

    Pada keadaan duduk atau berdiri pengembangan paru dan

    pergerakan diafragma lebih baik dari pada posisi datar atau

    tengkurap sehingga pernafasan lebih mudah. Ibu hamil atau tumor

    abdomen dan makan sampai kenyang akan menekan diafragma ke

    atas sehingga pernafasan lebih cepat.

    2. Lingkungan

    Oksigen di atmosfer sekitar 21 %, namun keadaan ini tergantung

    dari tempat atau lingkungannya, contohnya : pada tempat yang

    tinggi, dataran tinggi, dan daerah kutub akan membuat kadar

    oksigen menjadi kurang, maka tubuh akan berkompentensasi

    dengan meningkatkan jumlah pernafasan. Lingkungan yang panas

    juga akan meningkatkan pengeluaran oksigen.

    3. Polusi udara

    Polusi udara yang terjadi baik karena industry maupun kendaraan

    bermotor berpengaruh terhadap kesehatan paru-paru dan kadar

    oksigen karena mengandung karbon monoksida yang dapat

    merusak ikatan oksigen dengan hemoglobin.

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    4. Zat allergen

    Beberapa zat allergen dapar mempengaruhi fungsi pernafasan,

    seperti makanan, zat kimia, atau benda sekitar yang kemudian

    merangsang membrane mukosa saluran pernafasan sehingga

    mengakibatkan vasokontriksi atau vasodilatasi pembuluh darah,

    seperti pada pasien asma.

    5. Gaya hidup dan kebiasaan

    Kebiasaan merokok dapat menyebabkan penyakit pernafasan

    seperti emfisema, bronchitis, kanker, dan infeksi paru lainnya.

    Penggunaan alcohol dan obat-obatan mempengaruhi susunan saraf

    pusat yang akan mendepresi pernafasan sehingga menyebabkan

    frekwensi pernafasan menurun.

    6. Nutrisi

    Nutrisi mengandung unsure nutrient sehingga sumber energy dan

    untuk memperbaiki sel-sel yang rusak. Protein berperan dalam

    pembentukan hemoglobin yang berfungsi mengikat oksigen untuk

    disebarkan ke seluruh tubuh. Jika hemoglobin berkurang atau

    anemia, maka pernafasan akan lebih cepat sebagai kompensasi

    untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.

    7. Peningkatan aktivitas tubuh

    Aktivitas tubuh membutuhkan metabolism untuk menghasilkan

    energy. Metabolism membutuhkan oksigen sehingga peningkatan

    metabolism akan meningkat kebutuhan lebih banyak oksigen.

    8. Gangguan pergerakan paru

    Kemampuan pengembangan paru juga berpengaruh terhadap

    kemampuan kapasitas dan volume paru. Penyakit yang

    mengakibatkan gangguan pengembangan paru di antaranya adalah

    pneumotoraks dan penyakit infeksi paru menahun.

    9. Obstruksi saluran pernafasan

    Obstruksi saluran pernafasan seperti pada penyakit asma dapat

    menghambat aliran udara masuk ke paru-paru

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    Menurut Alimul Hidayat (2009) mengatakan faktor – faktor yang

    mempengaruhi kebutuhan oksigenasi sebagai berikut:

    1. Saraf otonomik

    Rangsangan meningeal dan parasimpatik dari saraf otonomis dapat

    mempengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan konstruksi. Hal ini

    dapat terlihat simpatis maupun parasimpatis. Ketika terjadi

    rangsangan, ujung saraf dapat mengeluarkan neurotransmitter

    (untuk simpais dapat mengeluarkan noradrenalin yang berpengaruh

    pada bronkodilatasi dan untuk parasimpatis mengeluarkan

    asetikolin yang berpengaruh pada bronkhokontriksi). Karena pada

    saluran pernafasan terdapat reseptor adrenergic dan reseptor

    koligenik.

    2. Hormone dan obat

    Semua hormone termasuk derivate catecholamise dapat

    melebarkan saluran pernafasan. Obat yang tergolong parasimpatis,

    seperti sulfas atropine dan ekstrak belladonna, dapat melebarkan

    saluran pernafasan. Sedangkan obat yang menghambat adregenik

    tipe beta (khususnya beta-2), seperti obat yang tergolong penyakat

    beta nonselektif, dapat memepersempit saluran pernafasan

    (Bronkhokontriksi).

    3. Alergi pada saluran pernafasan

    Banyak faktor yang dapat menimbulkan alergi, antara lain debu

    yang terdapat dalam hawa pernafasan, bulu binatang, serbuk

    benang sari bunga, kapuk, makanan, dan lain-lain. Faktor – faktor

    ini menyebabkan bensin bila terdapat rangsangan di daerah nasal:

    batuk bila di saluran pernafasan bagian atas, bronkhokotriksi pada

    asma bronkhiale dan rhinitis bila terdapat di saluran pernafasan

    bagian bawah.

    4. Perkembanga

    Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan

    oksigenasi, karena usia organ dalam tubuh berkembang seiring usia

    perkembangan. Hal ini dapat terlihat pada bayi usia premature,

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    yaitu adanya kecenderungan kekurangan pembentukan surfaktan.

    Setelah anak tumbuh dewasa, kemampuan kematangan organ juga

    berkembang seiring bertambahnya usia.

    5. Lingkungan

    Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen

    seperti faktor alergi, ketinggian tanah, dan suhu. Kondisi tersebut

    mempengaruhi kemampuan adaptasi.

    6. Perilaku

    e. Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi pada pasien PPOK

    Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan

    secara rawat jalan atau rawat inap, unit gawat darurat, atau ruang ICU

    (PDPI, 2009).

    1) Bronkodilator : Albuaterol (proventil, ventolin), isoetarin

    (bronkosol, bronkometer)

    2) Terapi Oksigen : Sesuai indikasi hasil AGD dan toleransi klien.

    Terapi oksigen dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat.

    a) Pada PPOK derajat sedang oksigen hanya digunakan bila timbul

    sesak yang disebabkan pertambahan aktivitas.

    b) Pada PPOK derajat berat yaitu terapi oksigen di rumah pada waktu

    aktivitas atau terus menerus selama 15 jam terutama pada waktu tidur,

    dosis oksigen yang diberikan tidak lebih dari 2 liter/menit.

    3) Ventilasi Mekanik

    4) Bantu pengobatan pernafasan (Fisioterapi dada)

    Menurut Alimul Aziz (2009) Fisioterapi dada merupakan tindakan

    keperawatan yang dilakukan dengan cara postural drainase, clapping,

    dan vibrating pada pasien dengan gangguan system pernapasan.

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    Tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pola pernapasan

    dan membersihkan jalan napas.

    a) Postural drainase : tindakan memiringkan tubuh pasien ke arah kiri

    dan ke arah kanan untuk membersihkan paru bagian kiri dan kanan.

    Memiringkan tubuh pasien ke kiri dan tubuh bagian belakang

    kanan disokong dengan satu bantal untuk membersihkan bagian

    lobus tengah. Tindakan postural drainase dilakukan kurang lebih

    10-15 menit dan observasi tanda vital selama prosedur.

    b) Clapping : clapping dilakukan dengan cara kedua tangan menepuk

    punggung pasien secara bergantian untuk merangsang terjadinya

    batuk. Apabila pasien batuk, anjurkan untuk menampung lender

    pada pot sputum, clapping dilakukan dengan hingga lendir bersih.

    c) Vibrating : vibrating dilakukan dengan cara anjurkan pasien untuk

    menarik napas dalam dan mengeluarkannya secara perlahan.

    Kedua tangan perawat diletakkan dibagian atas samping depan

    cekungan iga, kemudian digetarkan secara perlahan, dan lakukan

    berkali-kali hingga pasien terbatuk. Bila pasien terbatuk hentikan

    sebentar dan anjurkan pasien mengeluarkan lendir dan

    manmpungnya di pot sputum, vibrating dilakukan sampai lendir

    bersih.

    3. Konsep PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)

    a. Pengertian PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)

    PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik) adalah penyakit kronik yang

    ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat

    progresif nonreversible atau reversible parsial. PPOK (Penyakit Paru

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    Obstruksi Kronik) terdiri dari Bronkitis kronis dan emfisema atau

    gabungan keduanya (PDPI 2011)

    Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) telah

    merumuskan definisi dari PPOK yaitu penyakit yang dapat diobati dan

    dicegah, ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang

    biasanya progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi jalan nafas

    dan paru-paru akibat partikel berbahaya atau gas (GOLD, 2015).

    PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)adalah penyakit yang ditandai

    dengan hambatan aliran udara di saluran pernafasan yang tidak

    sepenuhnya reversible. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan

    berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang

    beracun atau berbahaya (KEMENKES RI No. 1022/menkes/sk/xi/2008

    tentang pedoman pengendalian penyakit paru obstruksi kronis, 2008).

    PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik) adalah penyakit kronis saluran

    pernafasan yang ditandai dengan hambatan aliran udara khusunya

    ekspirasi dan bersifat progresif lambat. Semakin lambat (semakin lama

    dan semakin memburuk). Disebabkan oleh pejanan resiko seperti merokok

    dan polusi usdara di dalam maupun di luar ruangan.

    Penyakit paru-paru obstrutif kronis/PPOK merupakan suatu istilah yang

    sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung

    lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara

    sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Irman, 2009).

    Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan satu kelompok

    penyakit paru yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten

    dari jalan napas di dalam paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah :

    bronchitis, emfisema paru, asma terutama yang menahun, bronkiektasis

    (Murwani, 2011).

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah jumlah gangguan yang

    mempengaruhi pergerakan udara dan keluar paru. Gangguan yang penting

    adalah bronchitis obstruktif, efisema dan asma bronchial (Arif Muttaqin,

    2008).

    b. Etiologi PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)

    Menurut GOLD (2014), Faktor resiko penyakit paru obstruktif kronis

    sebagai berikut :

    a. Pajanan dari Partikel

    1) Merokok : merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95%

    kasus) di Negara berkembang. Perokok aktif dapat mengalami

    hipersekresi mucus dan obstruksi jalan napas kronik. Perokok pasif

    juga menyumbang symptom saluran napas dan PPOK dengan

    peningkatan kerusakan paru-paru akibat menghisap partikel dan

    gas-gas berbahaya.

    2) Polusi; Indoor, polutan indoor yang penting anatara lain SO2 NO2

    dan CO yang dihasilkan dari memasak dan kegiatan pemanasan,

    zat-zat organic yang menguap dari cat, karpet, bahan percetakan

    dan alergi dari gas dan hewan peliharaan.

    3) Polusi; Outdoor, peningkatan kendaraan sepeda motor di jalan raya

    meneyebabkan peningkatan polusi udara yang dapat memicu

    terjadinya PPOK b. Genetik Defisiensi Alpha 1-antitrypsin, factor

    resiko dari genetic memberikan konstribusi 1-3% pada pasien

    PPOK. c. Riwayat infeksi saluran pernapasan berulang

    c. Manifestasi Klinis PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)

    Menurut GOLD (2015), mengatakan manifestasi klinis penyakit paru

    obstruktif kronis sebagai berikut :

    a. Dyspnea

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    Dyspnea gejala kardinal PPOK, merupakan penyebab utama kecacatan

    dan kecemasan terkait dengan penyakit klien PPOK yang khas

    menggambarkan dyspnea mereka sebagai rasa peningkatan usaha

    bernapas, berat, kelaparan udara, atau terengah-engah.

    b. Batuk

    Batuk kronis seringkali gejala pertama dari PPOK, sebagai

    konsekuensi dari merokok atau paparan lingkungan. Awalnya, batuk

    mungkin intermiten, tetapi kemudian hadir setiap hari, sering

    sepanjang hari. Batuk kronis pada PPOK dapat menjadi produktif.

    c. Produksi Sputum

    Klien PPOK umumnya meningkatkan jumlah kecil dari sputum setelah

    serangan batuk. Produksi reguler dari sputum selama 3 bulan atau

    lebih dalam 2 tahun berturut-turut. Produksi sputum seringkali sulit

    untuk mengevaluasi karena pasien mungkin menelan dahak daripada

    meludahkan. Kehadiran sputum purulen mencerminkan peningkatan

    mediator inflamasi, dan perkembangannya dapat mengidentifikasi

    timbulnya eksaserbasi bakteri.

    d. Mengi dan Dada Sesak

    Mengi dan sesak dada adalah gejala tidak spesifik yang mungkin

    berbeda antara hari, dan selama satu hari. Mengi terdengar mungkin

    timbul pada tingkat laring dan tidak perlu disertai kelainan auskultasi.

    Atau, inspirasi luas atau mengi ekspirasi dapat hadir dengan

    mendengarkan dada. Dada sesak sering mengikuti tenaga, berotot

    dalam karakter, dan mungkin timbul dari kontraksi isometrik otot

    interkostal. Tidak adanya mengi atau sesak dada tidak mengecualikan

    diagnosis PPOK, juga tidak adanya gejala ini mengkonfirmasikan

    diagnosis asma.

    e. Fitur tambahan di Penyakit berat

    Kelelahan, penurunan berat badan dan anoreksia adalah masalah

    umum pada pasien dengan PPOK berat dan sangat berat.

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    d. Patofisiologi PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)

    Obstruksi jalan napas menyebabkan reduksi aliran udara yang beragam

    bergantung pada penyakit. Penyakit bronchitis kronis dan bronkhiolitis,

    terjadi penumpukan lendir dan sekresi yang sangat banyak sehingga

    menyumbat jalan napas. Pada emfisema, obstruksi pada pertukaran

    oksigen dan karbon dioksida terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang

    disebabkan oleh overekstensi ruang udara dalam paru. Pada asma jalan

    napas bronchial menyempit dan membatasi jumlah udara yang mengalir ke

    dalam paru.

    Penyakit paru obstruktif kronis dianggap sebagai penyakit yang

    berhubungan dengan interaksi genetik dengan lingkungan. Merokok,

    polusi udara dan paparan di tempat kerja (terhadap batu bara, kapas, dan

    padi-padian) merupakan faktor resiko penting yang menunjang terjadinya

    penyakit ini. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20-30 tahun.

    Penyakit paru obstruktif kronis juga ditemukan terjadi pada individu yang

    tidak mempunyai enzim yang normal untuk mencegah penghancuran

    jaringan paru oleh enzim tertentu.

    Penyakit paru obstruktif kronis merupakan kelainan dengan kemajuan

    lambat yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menujukkan

    awitan (onset) gejala klinisnya seperti kerusakan fungsi paru. Penyakit

    paru obstruktif kronis dapat dapat memperburuk perubahan fisiologi yang

    berkaitan dengan penuaan dan mengakibatkan obstruksi jalan napas

    misalnya pada bronchitis serta kehilangan daya pengembangan (elastisitas)

    paru misalnya pada emfisema. Oleh karena itu terdapat perubahan

    tambahan dalam rasio ventilasi perfusi pada klien lansia dengan penyakit

    paru obstruktif kronis (Arif Muttaqin, 2008).

    e. Klasifikasi PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)

    Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

    (GOLD) 2014, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut.

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    a. Derajat 0 (berisiko)

    Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi

    sputum, dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko. Spirometri :

    Normal

    b. Derajat I (PPOK ringan)

    Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi

    sputum. Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1. Spirometri

    : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%.

    c. Derajat II (PPOK sedang)

    Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi

    sputum, sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas).

    Spirometri : FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%.

    d. Derajat III (PPOK berat)

    Gejala klinis : Sesak napas derajat sesak 3 dan 4, Eksaserbasi lebih

    sering terjadi. Spirometri : FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%.

    e. Derajat IV (PPOK sangat berat)

    Gejala klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik disertai

    komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan. Spirometri

    FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50%.

    f. Komplikasi PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)

    Menurut Irman (2009), komplikasi yang ditimbulkan pada klien dengan

    penyakit paru obstruktif kronis sebagai berikut :

    a. Hipoksemia

    Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan

    konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut akan timbul

    sianosis.

    b. Asidosis Respiratori

    Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnea). Tanda

    yang muncul antara lain nyeri kepala, fatigue, latergi, dizziness, dan

    takipnea.

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    c. Infeksi respiratori

    Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi

    mukus dan rangsangan otot polos bronchial serta edema mukosa.

    Terbatasanya aliran udara akan menyebabkan peningkatan kerja napas

    dan timbulnya dispnea.

    d. Gagal jantung

    Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru),

    harus diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat.

    e. Kardiak disritmia

    Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau

    asidosis respiratori.

    f. Status Asmatikus

    Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma

    bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan,

    dan sering kali tidak berespon terhadap terapi yang diberikan.

    B. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan

    Oksigenasi Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis

    1. Pengkajian Keperawatan

    Menurut Alimul Hidayat (2009) dan Arif Muttaqin (2008) pengkajian

    keperawatan pada gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi adalah

    sebagai berikut:

    a. Riwayat Pengkajian

    Pengkajian riwayat keperawatan pada masalah kebutuhan oksigen pada

    pasien PPOK meliputi:

    1) Ada tidaknya riwayat merokok dan riwayat batok kronis.

    Bertempat tinggal atau bekerja diarea dengan polusi udara berat.

    2) Adanya riwayat atau factor pencetus eksaserbasi yang meliputi

    allergen, stress emosional, peningkatan aktifitas fisik yang

    berlebihan, serta infeksi saluran pernafasan.

    3) Pada pengkajian ditemukan pasien anoreksia, penurunan berat

    badan, dan kelemahan adalah hal yang umum terjadi.

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    4) Pada tahap pengkajian lanjut ditemukan pasien sesak nafas,

    didapatkan kadar oksigen rendah (hipoksemia) dan karbon

    dioksida yang tinggi (hiperkapnea). Pasien rentan terhadap reaksi

    inflamasi dan infeksi akibat pengumpulan sekresi. Setelah infeksi

    terjadi, pasien mengalami mengi yang berkepanjangan saat

    ekspirasi.

    b. Pola Batuk dan Produksi Spontan

    Pengkajian pada pola batuk dilakukan dengan cara menilai batuk

    termasuk batuk kering, keras, dan kuat dengan suara mendesing.

    Pengkajian juga dilakukan klien mengalami sakit pada tenggorokan

    saat batuk kronis dan produktif serta saat dimana klien sedang makan,

    merokok, atau saat malam hari. Pengkajian terhadap lingkungan,

    tempat tinggal klien (berdebu, penuh asap, dan adanya kecendrungan

    mengakibatkan alergi) perlu dilakukan. pengkajian sputum dilakukan

    dengan cara memeriksa warna, kejernihan, dan apakah bercampur

    darah terhadap sputum yang dikeluarkan oleh klien.

    c. Pengkajian fisik

    Menurut Arif Muttaqin (2009) mengatakan sebagai berikut :

    1) Inspeksi

    Menetukan tipe jalan nafas, seperti menilai nafas spontan melalui

    hidung, mulut, oral, nasal, kemudian menentukan status kondisi

    seperti kebersihan, ada atau tidaknya secret, perdarahan, bengkak

    atau obstruksi mekanik.

    a. Menentukan tipe jalan napas, seperti menilai napas spontan

    melalui hidung, mulut, oral, nasal, kemudian menentukan

    status kondisi seperti kebersihan, ada atau tidaknya secret,

    perdarahan, bengkak, atau obstruksi mekanik.

    b. Penghitungan frekuensi pernapasan; frekuensi pernapasan

    dalam waktu satu menit. Pada pasien PPOK terlihat adanya

    usaha dan peningkatan frekuensi pernapasan.

    c. Pemeriksaan sifat pernapasan. Pasien PPOK terlihat

    penggunaan otot bantu napas (sternokleidomastoid).

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    d. Pengkajian irama pernapasan. Pada pasien PPOK terlihat

    bentuk dada barrel chest akibat udara yang terperangkap,

    penipisan masa otot, bernapas dengan bibir yang dirapatkan,

    dan pernapasan abnormal yang tidak efektif.

    e. Pengkajian terhadap dalam/dangkalnya pernapasan. Pasien

    PPOK ditemukan adanya dispnea terjadi saat beraktivitas

    bahkan pada saat aktivitas kehidupan sehari-hari

    2) Palpasi

    Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi kelainan seperti nyeri

    tekan yang dapat timbul akibat luka, peradangan setempat,

    metastasis tumor ganas, pleuritis, atau pembengkakan dan benjolan

    pada dada. Melalui palpasi dapat diteliti gerakan dinding thoraks

    pada saat inspirasi dan ekspirasi terjadi. Palpasi pada pasien

    dengan PPOK yaitu ekspansi meningkat dan taktil fremitus

    biasanya menurun.

    3) Perkusi

    Pengkajian ini bertujuan untuk menilai normal atau tidaknya suara

    perkusi paru. Terdapat beberapa suara perkusi sebagai berikut:

    a) Sonor, bunyinya seperti kata “dug-dug”.

    b) Redup, dianggap sebagai suara tidak normal

    c) Pekak, adalah suara yang terdengar seperti memperkusi paha,

    terdapat pada rongga pleura yang berisi nanah, tumor pada

    permukaan paru.

    d) Hipersonor, bunyi perkusi apabila udara relative lebih padat,

    ditemukan pada emfisema dan pneumonotoraks.

    e) Timpani, bunyinya seperti ucapan “dang-dang”. Suara ini

    menunjukkan bahwa di bawah tempat yang diperkusi terdapat

    penimbunan udara, seperti pada pneumonotoraks.

    Perkusi pada pasien PPOK didapatkan suara normal sampai

    hipersonor sedangkan diafragma mendatar atau menurun.

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    4) Auskultasi

    Pengkajian ini untuk menilai adanya suara napas, di antaranya

    adalah suara napas dasar dan suara napas tambahan.

    1) Suara napas dasar

    Merupakan suara napas pada orang dengan paru yang sehat,

    seperti :

    a) Vesikuler, adalah ketika suara inspirasi lebih keras dan lebih

    tinggi nadanya. Suara vesikuler dapat didengar pada

    sebagian paru.

    b) Bronkhial, suara yang didengar pada waktu inspirasi dan

    ekspirasi, bunyinya bisa sama atau lebih panjang, antara

    inspirasi dan ekspirasi terdengar jarak pause yang jelas.

    Suara bronchial terdengar di daerah trakea dekat bronkus,

    dalam keadaan tidak normal bisa terdengar seluruh daerah

    paru.

    c) Bronkovaskular, suara yang terdengar antara vesikuler dan

    bronchial, ketika ekspirasi menjadi lebih panjang, hingga

    hampir menyamai inspirasi. Suara ini lebih jelas terdengar

    pada manubrium sterni. Pada keadaan tidak normal juga

    terdengar pada daerah lain dari paru.

    2) Suara napas tambahan

    Merupakan suara yang terdengar pada dinding thoraks berasal

    dari kelainan

    dalam paru, termasuk bronkus, alveoli, dan pleura. Suara

    tambahan seperti :

    a) Ronkhi, yaitu suara yang terjadi dalam bronchi karena

    penyempitan lumen bronkus.

    b) Mengi (wheezing), yaitu ronkhi kering yang tinggi, terputus

    nadanya, dan panjang, terjadi pada asma.

    c) Ronkhi basah, yaitu suara berisik yang terputus akibat

    aliran udara yang melewati cairan (ronkhi basah, halus,

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    sedang, atau kasar tergantung pada besarnya bronkus yang

    terkena dan umumnya terdengar pada inspirasi).

    d) Krepitasi, adalah suara seperti hujan rintik-rintikyang

    berasal dari bronkus, alveoli, atau kavitasi yang

    mengandung cairan.

    a) Krepitasi halus menandai adanya eksudat dalam alveoli

    yang membuat alveoli saling berlekatan.

    b) Krepitasi kasar, terdengar seperti suara yang timbul bila

    meniup dalam air. Suara ini terdengar selama inspirasi

    dan ekspirasi. Gejala ini dijumpai pada bronchitis.

    Pada pasien PPOK sering didapatkan adanya bunyi napas

    ronkhi dan wheezing sesuai tingkat keparahan obstruksi pada

    bronkiolus.

    d. Pemeriksaan laboratorium

    Pemeriksaan laboratorium seperti Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit

    (Ht) meningkat. Jumlah eritrosit meningkat, eosinofil dan total IgE

    serum meningkat. Pulse Oksimetri, SaO2 oksigenasi menurun.

    e. Pemeriksaan diagnostic

    1) Radiologi Thoraks foto (AP dan lateral)

    Menunjukkan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung, dan

    bendungan area paru. Pada emfisema paru didapatkan diafragma

    dengan letak yang rendah dan mendatar.

    2) Bronkografi

    Menunjukkan dilatasi bronkus, kolap bronkhiale pada ekspirasi

    kuat.

    3) Pengukuran Fungsi Paru

    Kapasitas inspirasi menurun, volume residu meningkat pada

    emfisema, bronchitis, dan asma.

    4) Analisa Gas Darah

    PaO2 menurun, PCO2 meningkat, sering menurun pada asma.

    Nilai pH normal, asidosis, alkalosis, respiratorik ringan sekunder.

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    5) Angiografi

    Pemeriksaan ini untuk membantu menegakkan diagnosis tentang

    keadaan paru, emboli atau tumor paru, aneurisma, emfisema,

    kelainan congenital.

    6) Radio Isotop

    Bertujuan untuk menilai lobus paru, melihat adanya emboli paru.

    Ventilasi scanning untuk mendeteksi ketidaknormalan ventilasi,

    misalnya pada emfisema.

    2. Kemungkinan Diagnosa keperawatan pada pasien PPOK

    Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan pemenuhan

    kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan peyakit paru obstruktif kronis

    menurut NANDA (2015) adalah sebagai berikut :

    a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan :

    1) Lingkungan: perokok, perokok pasif, terpajan asap.

    2) Obstruksi jalan napas: adanya jalan napas buatan, benda asing

    dalam jalan napas, eksudat dalam alveoli, mucus belebihan,

    penyakit paru obstruktif kronis, sekresi yang tertahan, spasme jalan

    napas.

    3) Fisiologis: asma, infeksi, jalan napas alergik.

    b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

    ventilasi perfusi, perubahan membrane alveolar-kapiler.

    c. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi,

    keletihan otot pernapasan, sindrom hipoventilas.

  • Poltekkes Kemenkes Padang

  • Poltekkes Kemenkes Padang

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    3. Intervensi Keperawatan

    Tabel 2.1

    Intervensi Keperawatan

    NO Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)

    1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas Definisi: Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dan saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas. Batasan Karakteristik: a) Batuk yang tidak

    efektif b) Dispnea c) Gelisah d) Ortopnea e) Penurunan bunyi

    napas f) Perubahan frekuensi

    napas g) Perubahan pola

    napas h) Sianosis i) Sputum dalam

    jumlah yang berlebihan

    j) Suara napas tambahan

    k) Tidak ada batuk

    Faktor yang Berhubungan:

    a) Lingkungan 1) Perokok 2) Perokok pasif 3) Terpajan asap

    b) Obstruksi jalan napas

    1) Adanya jalan napas buatan

    NOC: Respiratory status: ventilation Setelah dilakukan asuhan keperawatan diapatkan Kriteria Hasil: a. Mendemonstrasikan

    batuk efektif dan suara napas ang bersih, tidak ada sianosi dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

    b. Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama napas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara napas abnormal)

    c. Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang menghambat jalan napas

    NIC a) Airway

    Suctioning a. Pastikan

    kebutuhan oral/ trakeal suctioning

    b. Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah suction

    c. Informasikan ke pasien dan keluarga tentang suction

    d. Gunakan universal precaution/ prinsip steril: sarung tangan, kacamata dan masker

    e. Instruksikan ke pasien beberapa napas dalam sebelum suction

    f. Bila terjadi hiperoksigenasi sampai 100%, gunakan ventilator atau resusitasi manual

    g. Lakukan alat-alat disposibel yang steril pada saat melakukan

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    2) Benda asing dalam jalan napas

    3) Mucus berlebihan

    4) Sekresi yang tertahan

    5) Spasme jalan napas

    c) Fisiologis 1) Disfungsi

    neuromuscular 2) Infeksi 3) 3) Jalan napas

    alergik

    prosedur suction

    h. Anjurkan napas dalam dan istirahat

    i. Hentikan suction bila bradikardi, peningkatan saturasi oksigen

    j. Gunakan durasi singkat pada saat menghisap sekret dan respon

    b) Airway Management

    a) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

    b) Lakukan fisioterapi dada bila perlu

    c) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

    d) Auskultasi suara napas, catat bila ada suara tambahan

    e) Berikan bronkodilator bila perlu Poltekkes Kemenkes Padang

    f) Monitor status respirasi dan status O2

    c) Respiratory Monitoring

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    a. Monitor pola napas, irama, kedalaman dan usaha napas

    b. Perhatikan gerakan dan kesimetrisan, menggunakan otot bantu, dan adanya retraksi otot intercostals dan supraclavicular

    c. Monitor bunyi napas, misalnya mendengkur

    d. Monitor pola napas

    e. Catat lokasi trakea

    f. Auskultasi bunyi napas, catat peningkatan ventilasi

    g. Monitor saturasi oksigen

    h. Monitor kemampuan pasien dalam batuk efektif

    2. Gangguan pertukaran gas Definisi: kelebihan atau defisit oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolar-kapiler. Batasan Karakteristik:

    a. Dispnea b. Gas darah arteri

    abnormal

    NOC Respiratory status: gas exchange Setelah dilakukan asuhan keperawatan didapatkan Kriteria Hasil: a. Mendemonstrasikan

    peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat

    Respiratory status:

    NIC Respiratory Monitoring a. Monitor pola

    napas, irama, kedalaman dan usaha napas

    b. Perhatikan gerakan dan kesimetrisan, menggunakan otot bantu, dan adanya retraksi

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    c. Gelisah d. Hiperkapnia e. Hipoksemia f. Hipoksia g. Napas cuping

    hidung h. Penurunan

    karbondioksida i. pH arteri abnormal j. Pola pernapasan

    abnormal (mis; kecepatan, irama, kedalaman)

    k. Sianosis l. Takikardia

    Faktor yang berhubungan:

    g) Ketidakseimbangan ventilasi perfusi

    h) Perubahan membrane alveolar kapiler

    ventilation Kriteria Hasil: a. Memelihara

    kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda-tanda distress pernapasan

    b. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak ada sianosis dan dypsneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

    Vital sign status Tanda-tanda vital dalam normal

    otot intercostals dan supraclavicular

    c. Monitor bunyi napas, misalnya mendengkur

    d. Monitor pola napas

    e. Catat lokasi trakea

    f. Auskultasi bunyi napas, catat peningkatan ventilasi

    g. Monitor saturasi oksigen

    h. Monitor kemampuan pasien dalam batuk efektif

    Oxygen Therapy

    a) Periksa mulut, hidung, dan sekret trakea b) Pertahankan jalan napas yang paten c) Atur peralatan oksigenasi d) Monitor aliran oksigen

    c) Vital Sign Monitoring Respiratory Monitoring a. Monitor TD,

    nadi, suhu, dan RR

    b. Monitor vital sign saat pasien berbaring, duduk, dan berdiri

    c. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    d. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas

    e. Monitor kualitas dari nadi

    f. Monitor frekuensi dan irama pernapasan

    g. Monitor pola pernapasan abnormal

    h. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit

    i. Monitor sianosis perifer

    j. Monitor adanya cushling triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)

    k. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign Ketid

    3. Ketidakefektifan pola napas Definisi: inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak member ventilasi adekuat. Batasan karakteristik: a. Bradipnea b. Dispnea c. Fase ekspirasi

    memanjang d. Ortopnea e. Penggunaan otot

    bahu pernapasan f. Penurunan tekanan

    NOC: Respiratory status: Ventilation Setelah dilakukan tindakan keperawatan didapatkan Kriteria Hasil: a. Mendemonstrasikan

    batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan

    NIC Oxygen Therapy a. Periksa mulut,

    hidung, dan sekret trakea

    b. Pertahankan jalan napas yang paten

    c. Atur peralatan oksigenasi

    d. Monitor aliran oksigen

    e. Pertahankan posisi pasien

    f. Observasi tanda-tanda

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    ekspirasi g. Penurunan tekanan

    inspirasi h. Pernapasan bibir i. Pernapasan cuping

    hidung j. Pola napas

    abnormal (mis; irama, frekuensi, kedalaman)

    k. Takipnea faktor yang Berhubungan: a. Hiperventilasi b. Keletihan otot

    pernapasan c. Sindrom

    hipoventilasi

    mudah, tidak ada pursed lips)

    Respiratory status: Airway patency a. Menunjukkan jalan

    napas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama napas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara napas abnormal)

    Vital Sign Status a. Tanda-tanda vital

    dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernapasan)

    hipoventilasi g. Monitor adanya

    kecemasan pasien terhadap oksigenasi

    Vital Sign Status a. Monitor TD,

    nadi, suhu, dan RR

    b. Monitor vital sign saat

    Sumber : NANDA Internasional, 2015, Nurharif dan Khusuma, 2015

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Desain Penelitian

    Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Desain

    penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan

    tujuan utama untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan objektif. Metode

    penelitian deskriptif digunakan untuk memecahkan atau menjawab

    permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang (Setiadi,2007).

    Desain Penelitian deskriptif dilakukan pada satu kasus yaitu penerapan asuhan

    keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan

    Penyakit Paru Obstruktif Kronis di Ruang VI Paru Rumah Sakit TK III Dr.

    Reksodiwiryo Padang Tahun 2017.

    B. Tempat Dan Waktu Penelitian

    Tempat penelitian dilakukan di Ruang VI Paru R umah Sakit TK III Dr.

    Reksodiwiryo Padang Tahun 2017. Waktu penelitian dilakukan pada tanggal

    03 Juni sampai 07 Juni 2017. Penelitian akan dilakukan selama 5 hari.

    C. Populasi dan Sampel

    1. Populasi

    Populasi adalah keseluruhan objek yang diteliti atau subjek yang diteliti.

    Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien dengan PPOK di Ruang

    VI Paru Rumah Sakit TK III Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017.

    2. Sampel

    Sampel terdiri dari bagian populasi yang dapat dipergunakan sebagai

    subjek penelitian melalui sampling. Sampling adalah proses menyeleksi

    porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada. Adapun

    sampel terdiri dari dua pasien dengan kriteria sebagai berikut:

    Adapun kritreria sampel dalam penelitian sebagai berikut :

    1. Kriteria inklusif

    a. Pasien bersedia menjadi responden

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    b. Pasien dengan masalah gangguan oksigenasi

    c. Pasien dengan diagnose penyakit paru obstruksi kronis

    2. Kriteria ekslusif

    a. Keluarga pasien tidak bersedia pasien menjadi responden

    b. Pasien dirawat kurang dari 5 hari

    D. Alat dan Instrumen Pengumpulan Data

    Alat atau instrument pengumpulan data yang digunakan adalah format tahapan

    proses keperawatan klien mulai dari pengkajian sampai evaluasi. Cara

    pengumpulan data dimulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan studi

    dokumentasi.

    Proses keperawatan meliputi:

    1. Pengkajian

    Pengkajian dilakukan ketika pasien baru masuk pertama kalinya di fasilitas

    kesehatan (rumah sakit). Bentuk yang umumnya dipakai dalam format

    pengkajian sebagai berikut:

    a. Format anamnesa

    Format Tanya jawab biasanya pertanyaan-pertanyan yang bersifat

    bersifat umum (identitas pasien seperti nama, nama orang tua,

    pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua ataupun riwayat kesehatan

    pasien seperti penyakit yang pernah di derita pasien), ataupun yang

    lebih pribadi (seperti status keuangan, spiritual dan seksual orang tua).

    b. Pengkajian lanjutan

    Pengkajian lanjutan dilakukan secara terus menerus selama proses

    keperawatan diberikan, sehingga data ini adalah data yang up to date.

    Data ini dapat dicatat dalam format tertentu yang disebut dengan flow

    sheet. Contoh dalam pengkajian lanjutan adalah pengkajian tanda-

    tanda vital yang diambil dalam periode tertentu. Format flow sheet

    memungkinkan perawatan untuk melihat apakah terdapat perubuhan

    pada kondisi pasien periode yang berbeda.

    c. Pengkajian ulang

    Pengkajian ulang dilakukan setelah intervensi dilakukan. Pengkajian

    ini dapat ditulis dalam format catatan keperawatan (Format terlampir).

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    2. Diagnose keperawatan

    Diagnose keperawatan dapat ditegakkan jiak data-data yang telah ada di

    analisa. Kegiatan pendokumentasian diagnose keperawatan sebagai

    berikut:

    a. Analisa data

    Dalam analisa data mencangkup data pasien, masalah dan

    penyebabnya. Data pasein terdiri atas data subjektif yaitu data yang

    didapatkan saat interaksi dengan pasien, biasanya apa yang dikeluhkan

    oleh pasien, dan data objektif yaitu data yang diperoleh perawat dari

    hasil pengamatan dan pemeriksaan fisik.

    b. Menegakkan diagnose

    Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menegakkan diagnose adalah

    PES (Problem+Etiologi+System) dan menggunakan istilah diagnose

    keperawatan yang di buat dari daftar NANDA.

    3. Intervensi

    Rencana keperawatan terdiri dari beberapa komponen sebagai berikut:

    a. Diagnose yang diprioritaskan

    b. Tujuan dan criteria hasil

    c. intervensi

    4. Implementasi

    Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen :

    a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan

    b. Diagnose keperawatan

    c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan

    d. Tanda tangan perawat pelaksana

    5. Evaluasi

    Evaluasi ekperawatan terdiri dari beberapa komponen :

    a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan

    b. Diagnose keperawatan

    c. Evaluasi keperawatan

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    E. Cara pengumpulan data

    Teknik pengumpulan data menggunakan multi sumber bukti (Triangulasi)

    artinya teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai

    teknik data dan sumber data yang telah ada. Triagulasi teknik berarti

    penelitian menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda. Untuk

    mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti akan menggunakan

    observasi, pengukuran, wawancara mendalam, dan dokumnetasi untuk sumber

    data yang sama secara serompok (Sugriyono 2014).

    1. Observasi

    Dalam observasi ini, peneliti mengobservasi atau melihat kondisi darai

    pasien, seperti keadaan umum pasien dan keadaan pasien, selain itu juga

    mengobservasi tindakan apa saja yang telah dilakukan pada pasien,

    misalnya pasien terpasang infuse.

    2. Pengukuran

    Pengukuran yaitu melakukan pemantauan kondisi pasien dengan metode

    mengukur dengan menggunakan alat ukur pemeriksa, seperti melakukan

    pengkuruan suhu, menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan.

    3. Wawancara

    Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk menukar informasi dan ide

    melalui Tanya jawab, sehingga dikonsentrasikan makna dalam suatu topic

    tertentu. Wawancara digunakan apabila peneliti ingin melakukan studi

    pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang diteliti, tetapi juga

    apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal respon lebih mendalam

    (Sugiyono 2014).

    Dalam peneliotian ini wawancara dilakukan dengan menggunakan

    pedoman wawancara bebas terpimpin. Wawancara jenis ini merupakan

    kombinasi dari wawancara tidak terpimpin dan wawancara terpimpin.

    Meskipun dapat unsure kebebasan, tapi ada pengaruh pembicara secara

    tegas dan megarah. Jadi wawancara ini mempunyai cirri yang fleksibelitas

    (keluwesan) tapi arahnya yang jelas. Artinya pewawancara diberi

    kebebasan yang diharapkan dan respon secara bebas dapat memperikan

    informasi selengkap mungkin. Contoh wawancara ini seperti ingin tahu

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    kenapa pasien masuk rumah sakit, penyakit yang diderita sebelumnya dan

    sebagian.

    4. Dokumentasi

    Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

    Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar atau kerya-karya monumental

    dari seseorang. Dalam penelitian yang akan dilakukan. Contoh data

    pemeriksaan labor, data pemeriksaan diagnostic dan data pengobatan.

    F. Jenis-jenis data

    1. Data primer

    Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari pasien seperti

    pengkajian kepada pasien meliputi : identitas pasien, riwayat kesehatan

    pasien, pola aktifitas pasien sehari-hari dirumah dan pemeriksaan fisik

    etrhadap pasien.

    2. Data sekunder

    Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh langsung

    dari rekam medic, serta dari dokumentasi di ruang Inap Paru RSUP Dr. M.

    Djamil Padang. Data sekunder umumnya berupa bukti, data penunjang,

    catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip yang tidak

    dipublikasikan.

    G. Cara Pemilihan Responden

    Pemilihan responden merujuk pada teknik non random sampling dengan

    teknik purposive sampling, dimana subjek penelitian dipilih berdasarkan

    pertimbangan dari peneliti itu sendiri (Nursalam, 2011).

    H. Rencana Analisis

    Rencana analisa yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis

    semua teman pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan konsep

    dan teori keperawatan pada pasein dengan PPOK (Penyakit Paru Obstruksi

    Kronis). Data yang telah didapatkan dari hasil melakukan asuhan keperawatan

    melalui dari pengkajian, penegakan diagnose, merencakan tindakan,

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    melakukan tindakan sampai mengevaluasi hasil tindakan akan dinarasi dan

    dibandingkan dengan teori asuhan keperawatan dengan kasus Gangguan

    pemenuhan oksigenasi pada pasein PPOK. Analisa yang dilakukan adalah

    untuk menentukan apakah ada kesesuaian antara teori yang ada dengan

    kondisi pasien.

    Data didapatkan berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan dengan metode

    pengumpulan data dengan teknik wawancara. Analisa data dilakukan

    berdasarkan data-data yang telah diperoleh kemudian dikelompokkan menjadi

    data subjektif dan objektif. Hasil analisa data tersebut kemudian dirumuskan

    menjadi diagnosis keperawatan sesuai dengan panduan Nursing American

    Diagnisis (NANDA), dilanjutkan dengan menyusun intervensi keperawatan,

    melaksanakan implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Setelah

    didapatkan hasil pengkajian, perumusan diagnosis dan intervensi, serta

    pelaksanaan implementasi dan evaluasi, peneliti kemudian membandingkan

    hasil tersebut dengan konsep asuhan keperawatan teoritis

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    BAB IV

    DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS

    A. Deskripsi Kasus

    1. Pengkajian

    Tn.M (Partisipan 1) berumur 67 tahun datang ke IGD RS TK. III Dr.

    Reksodiwiryo Padang pada tanggal 2 Juni 2017 pukul 17.30 WIB melalui

    IGD dengan keluhan sesak nafas(+) sejak 2 hari sebelum masuk rumah

    sakit, demam (+). Pasien datang ke Rumah Sakit dengan anaknya, dengan

    tanda-tanda vital TD : 110/80 mmHg, nadi : 88 x/menit, pernafasan: 23

    x/menit, suhu :37,3 0C. pasien di diagnose dengan penyakit PPOK. Pada

    saat dilakukan pengkajian pada tanggal 3 Juni 2017, pasien tampak lemah,

    pasien tidak tampak terpasang oksigen, pasien mengatakan nafasnya terasa

    sesak dan sesak akan bertambah saat melakukan aktivitas dan saat tidur,

    pasien juga mengatakan batuk.

    Tn.S (Partisipan 2) berumur 67 tahun datang ke IGD RS TK. III Dr.

    Reksodiwiryo Padang pada tanggal 2 Juni 2017 pukul 17.35 WIB melalui

    IGD rujuakan puskesmas lubuk kilangan dengan keluhan Sesak nafas

    lebih kurang 2 jam sebelum dibawa ke rumah sakit, bunyi menciut (+),

    batuk (+) Sudah 3 hari yang lalu, pilek (-), serta nyeri di ulu hati (+).Pasien

    datang ke Rumah Sakit dengan anaknya, dengan tanda-tanda vital TD :

    120/70 mmHg, nadi : 93 x/menit, pernafasan: 24 x/menit, suhu : 36,6 0C.

    pasien di diagnose dengan penyakit PPOK. Pada saat dilakukan

    pengkajian pada tanggal 3 Juni 2017, pasien tampak lemah, pasien tidak

    tampak terpasang oksigen, pasien mengatakan nafasnya terasa sesak dan

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    sesak akan bertambah saat melakukan aktivitas dan saat tidur, pasien juga

    mengatakan batuk dan juga berdahak. Metode penelitian ini yaitu dengan

    wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan melihat hasil laboratorium.

    Setelah dilakukan penelitian didapatkan data sebagai berikut :

    Tabel 4.1 Pengkajian Deskripsi Kasus

    Asuhan

    keperawatan

    Partisipan 1 Partisipan 2

    Identitas

    Pasien

    Tn. M Laki-laki berusia 67 tahun datang dibawa anaknya ke RS Reksodiwiryo Padang pada tanggal 2 Juni 2017 pukul 17.30 WIB melalui IGD dengan keluhan sesak nafas(+), demam (+)

    Tn.S laki-laki berusia 66 tahun datang dibawa anaknya ke RS Reksodiwiryo Padang pada tanggal 2 juni 2017 pukul 17.35 WIB melalui IGD rujukan dari Puskesmas Lubuk Kilangan dengan keluhan Sesak nafas lebih kyrang 2 jam sebelum dibawa kerumah sakit, bunyi menciut (+), batuk (+)Sudah 3 hari yang lalu, pilek (-), serta nyeri di ulu hati (+).

    Riwayat

    Kesehatan

    Sekarang

    Pasien mengatakan bahwa pasien sesak nafas sebelum masuk rumah sakit, disertai dengan bunyi menciut (+), disertai dengan demam (+). Pasien dirawat diruang VI Paru Rumah Sakit Reksodiwiryo padang dengan diagnosa medis PPOK. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 03 Juni 2017 pasien mengatakan nafasnya masih terasa sesak (+) dan pasien

    Pasien mengatakan bahwa pasien sesak nafas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, disertai dengan bunyi menciut (+),batuk (+), nyeri di ulu hati. Pasien dirawat diruang VI Paru Rumah Sakit Reksodiwiryo padang dengan diagnosa medis PPOK. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 03 Juni 2017 pasien mengatakan masih sesak nafas(+) disertai dengan batuk (+)dan nyeri

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    demam (+) dan juga masih batuk

    dibagian ulu hati pasien. Pasien juga mengatakan pasien juga memiliki riwayat ASMA sebelumnya.

    Riwayat

    Kesehatan

    Dahulu

    Klien mengatakan pernah dirawat sebelumnya pada tahun 2016 dengan penyakit yang sama dengan pasien sekarang yaitu PPOK.

    Klien mengatakan memiliki riwayat ASMA ± 3 Tahun yang lalu dan juga pernah dirawat pada tahun 2013 dengan sakit yang sama dengaan pasien sekarang yaitu PPOK..

    Riwayat

    Kesehatan

    Keluarga

    Klien mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga klien yang menderita sakit yang sama dengan klien. tidak ada keluarga yang menderita penyakit keturunan seperti hipertensi, diabetes mellitus, jantung koroner serta tidak ada keluarga yang menderita penyakit menular.

    Klien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang menderita sakit yang sama dengan klien. tidak ada keluarga yang menderita penyakit keturunan seperti hipertensi, diabetes mellitus, jantung koroner serta tidak ada keluarga yang menderita penyakit menular.

    ADL Tn,M memiliki kebiasaan makan 3 kali sehari. Konsistensi makanan biasa, rata-rata menu setiap harinya adalah nasi,lauk dan sayur. Jenis minuman Jenis minuman air putih, frekuensi minum dirumah lebih dari 7 gelas sehari. Pola tidur siang teratur dengan lama tidur lebih kurang 2 jam, pola tidur malam teratur dengan jumlah jam tidur 6-7 jam, Kebiasaan BAK lebih dari 3 kali sehari dengan jumlah lebih kurang 1500-2000 cc, sedangkan kebiasaan BAB 1 kali sehari, jumlah tidak dapat ditentukan, warma normal dan bau khas.

    Tn,S memiliki kebiasaan makan 3 kali sehari. Konsistensi makanan biasa, rata-rata menu setiap harinya adalah nasi,lauk dan sayur. Jenis minuman Jenis minuman air putih, frekuensi minum dirumah lebih dari 7 gelas sehari. Pola tidur siang teratur dengan lama tidur lebih kurang 1 jam, pola tidur malam teratur dengan jumlah jam tidur 6-7 jam, Kebiasaan BAK lebih dari 2 kali sehari dengan jumlah lebih kurang 1500-2000 cc, sedangkan kebiasaan BAB 1 kali sehari, jumlah tidak dapat ditentukan, warma normal dan bau khas.

    Pemeriksaan Saat dilakukan pemeriksaan fisik,

    Saat dilakukan pemeriksaan fisik, keadaan

  • Poltekkes Kemenkes Padang

    Fisik keadaan umum pasien Compos Mentis (GCS : 4-5-6), suhu 37,50C, nadi 86 kali permenit, pernafasan 22 kali permenit mata simetris kiri dan kanan, reflek cahaya positif pada mata kiri dan kanan , konjungtiva negatif anemis pada mata kiri dan kanan, sklera negatif ikterik pada mata kiri dan kanan, reflek pupil positif isokor pada mata kiri dan kanan, udema palpebra negatif, pernafasan cupping hidung. Pada inspeksi bibir tidak sianosis, mukosa mulut dan bibir lembab, P