ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN...

120
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUANG RAWAT PENYAKIT DALAM RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG KARYA TULIS ILMIAH Diajukan ke Program Studi DIII Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang Sebagai Salah Satu Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelah Ahli Madya Keperawatan NURFRIYATNA UTAMI NIM : 143110180 JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D-III KEPERAWATAN PADANG TAHUN 2017

Transcript of ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN...

  • POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

    ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KESEIMBANGAN

    CAIRAN DAN ELEKTROLIT PADA PASIEN

    CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI

    RUANG RAWAT PENYAKIT DALAM

    RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG

    KARYA TULIS ILMIAH

    Diajukan ke Program Studi DIII Keperawatan Politeknik Kesehatan

    Kemenkes Padang Sebagai Salah Satu Satu Syarat Untuk

    Memperoleh Gelah Ahli Madya Keperawatan

    NURFRIYATNA UTAMI

    NIM : 143110180

    JURUSAN KEPERAWATAN

    PRODI D-III KEPERAWATAN PADANG

    TAHUN 2017

  • POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

    ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KESEIMBANGAN

    CAIRAN DAN ELEKTROLIT PADA PASIEN

    CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI

    RUANG RAWAT PENYAKIT DALAM

    RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG

    KARYA TULIS ILMIAH

    NURFRIYATNA UTAMI

    NIM : 143110180

    JURUSAN KEPERAWATAN

    PRODI D-III KEPERAWATAN PADANG

    TAHUN 2017

  • iii

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat

    dan rahmat-Nya, peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan

    judul “Asuhan Keperawatan Gangguan keseimbangan Cairan dan Elektrolit

    pada Pasien CKD di Ruangan Rawat Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil

    Padang”. Peneliti menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari ibu

    Hj.Reflita, S.Kp, M.Kep selaku pembimbing I serta ibu Ns. Idrawati Bahar,

    S.Kep, M. Kep selaku pembimbing II serta Ka. Prodi D-III Keperawatan Padang

    yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan peneliti

    dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Dan tidak lupa juga peneliti

    mengucapkan terima kasih kepada:

    1. Bapak Drs. Maswardi M.Kes selaku penguji I dan Ibu Ns. Lola Felnanda

    Amri S.Kep, M.Kep selaku penguji II.

    2. Bapak H. Sunardi, S.KM, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan

    Kementerian Kesehatan RI Padang.

    3. Ibu Hj. Murniati Muchtar, S.KM, M.Biomed selaku Ketua Jurusan

    Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Padang.

    4. Bapak/Ibu Staf dan Dosen Program Studi Keperawatan Padang Politeknik

    Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Padang yang telah memberikan

    bekal ilmu untuk bekal peneliti.

    5. Bapak Dr. dr. Yusirwan Yusuf Sp. B, Sp. BA (K), MARS selaku pimpinan

    RSUP. Dr. M. Djamil Padang yang telah mengizinkan untuk pengambilan

    data.

    6. Orangtua dan keluarga penulis yang telah memberikan bantuan dukunganm

    aterial dan moral

    iv

  • Peneliti menyadari Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

    karena itu, peneliti dengan tangan terbuka menerima kritik dan saran dari

    pembaca. Akhir kata peneliti berharap Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat

    khususnya bagi peneliti sendiri dan pihak yang telah membacanya, serta

    penelitimendoakan semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan

    balasan dari Allah SWT. Amin

    Padang, Juni 2017

    Peneliti

    v

  • vi

  • E. Pengumpulan Data…………………………………………………… 44

    F. Teknik Pengumpulan Data.................................................................... 45

    G. Hasil Analisis........................................................................................ 46

    BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS……………………. 48

    A. Deskripsi kasus……………………………………………………… 48

    B. Pembahasan ………………………………………………………… 57

    BAB V PENUTUP………………………………………………………....... 70

    A. Kesimpulan………………………………………………………….. 71

    B. Saran……………………………………………………………….... 72

    DAFTAR PUSTAKA

    ix

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Elektrolit-elektrolit Utama……….……...………………………… 10

    Tabel 2.2 Diagnosadan Intervensi Keperawatan NANDA, NIC-NOC …….. 35

    Table 4.1 Pengkajian pada partisipan 1 dan partisipan 2…….……......…….. 47

    Table 4.1 Diagnosa pada partisipan 1 dan partisipan 2…………….……….. 51

    Table 4.1 Intervensi pada partisipan 1 dan partisipan 2……………….…….. 52

    Table 4.1 Implementasi pada partisipan 1 dan partisipan 2………………….. 54

    Table 4.1 Evaluasi pada partisipan 1 dan partisipan 2……………………….. 55

    x

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Jadwal Kegiatan Karya Tulis Ilmiah

    Lampiran 2 Surat Izin Melakukan Penelitian

    Lampiran 3 Lembar Persetujuan Informed Consent

    Lampiran 4 Hasil Pengkajian Asuhan Keperawatan Partisipan 1 dan 2

    Lampiran 6 Surat Tanda Selesai melakukan Penelitian

    Lampiran 5 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah Prodi Keperawatan Padang

    Jurusan D-III Keperawatan Poltekkes Kemenkes RI Padang

    Lampiran 7 Daftar Hadir Penelitian

    xi

    Poltekkes Kemenkes

    Padang

  • DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    Nama : Nurfriyatna Utami

    NIM : 143110180

    Tempat / Tanggal Lahir : Lubuk Alung, 18 April 1996

    Status Perkawinan : Belum Menikah

    Agama : Islam

    Orang Tua : Ayah : Salfami

    Ibu : Resmita Mulia

    Alamat : Perumnas Kp. Ladang No. 14D Balah Hilir

    RIWAYAT PENDIDIKAN

    No Pendidikan TahunAjaran

    1 TK Dharma Wanita 2001-2002

    2 SDN 27 Lubuk Alung 2002-2008

    2 SMPN 1 Lubuk Alung 2008-2011

    3 SMAN 1 Nan Sabaris 2011-2014

    4 Prodi Keperawatan Padang, Jurusan

    Keperawatan, Poltekkes Kemenkes

    RI Padang

    2014-2017

    Poltekkes Kemenkes

    Padang

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Kebutuhan dasar manusia menurut Maslow secara hirarkhis yang pertama

    adalah kebutuhan fisiologis (fisiological needs), yang dipandang sebagai

    kebutuhan paling dasar untuk manusia dalam mempertahankan

    kehidupannya (survive). Salah satu kebutuhan fisiologis ini adalah

    kebutuhan akan cairan dan elektrolit yang merupakan cairan kedua setelah

    oksigen. Bila tidak terpenuhi akan menyebabkan ketidakseimbangan

    cairan tubuh bahkan bisa menyebabkan kematian (Atoilah dan Kusnadi,

    2013).

    Cairan dan elektrolit merupakan komponen tubuh yang berperan dalam

    memelihara fungsi tubuh dan proses homeostasis. Tubuh kita terdiri atas

    sekitar 60% air yang tersebar didalam maupun diluar sel. Namun

    demikian, besarnya kandungan air tergantung dari usia, jenis kelamin, dan

    kandungan lemak (Tarwoto dan Wartonah, 2011). Untuk mejaga

    keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh harus memiliki jumlah, haluaran

    air dan distribusi cairan dan elektrolit yang mencukupi, serta pengaturan

    komponen-komponen tersebut.Sehingga tubuh mampu untuk

    mempertahankan kesehatan dan kelangsungan hidupnya (Ernawati, 2012).

    Ketidakseimbangan akan mempercepat proses metabolisme,

    memperlambat, menghambat penggunaan sari-sari makanan dengan benar,

    memengaruhi kadar oksigen dalam tubuh, atau menyebabkan tubuh kita

    menyimpan limbah beracun (Bennita W. Vaughans, 2011).

    Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit hipovolume / dehidrasi

    dapat terjadi pada pasien yang mengalami gangguan pada hipotalamus,

    klenjar gondok, diare, dan muntah.Hipervolume/ overhidrasi, kelebihan

    cairan ekstrasel dihubungkan dengan gagal jantung, srosis hepatis, dan

    kelainan ginjal (Agustina, 2013).

    Chronic Kidney Disease atau gagal ginjal kronik merupakan suatu

    perubahan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel. Pada Gagal Ginjal

    1

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 3

    hemodialisa lebih lama, dengan proporsi pasien hemodialisa terbanyak

    pada usia 45 s/d 64 tahun yaitu 27.31% - 29.46% (PERNEFRI, 2015).

    Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013

    prevalensi gagal ginjal kronik di Indonesia sekitar 0,2%. Prevalensi

    kelompok umur ≥ 75 tahun dengan 0,6% lebih tinggi dari pada kelompok

    umur yang lain. Prevalensi tertinggi di Provinsi Sulawesi Tengah 0,5% dan

    yang trendah Riau, DKI Jakarta, NTB dan Kalimantan Timur masing-

    masing 0,1 %. Di provinsi Sumatera Barat prevalensi Gagal Ginjal Kronik

    ini mencapai 0,2% dari penduduk Indonesia. Prevalensi tertinggi didaerah

    Tanah Datar dan Kota Solok masing-masing 0,4% diikuti Pesisir Selatan,

    Sijunjung, dan Kota Padang masing-masing 0,3% yang mencakup pasien

    mengalami pengobatan, terapi pergantian ginjal, dialysis peritoneal dan

    hemodialisis pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013).

    Masalah keperawatan yang biasa timbul pada pasien dengan gagal ginjal

    kronik adalah kelebihan volume cairan tubuh.Intervensi keperawatan yang

    spesifik agak bervariasi sesuai dengan kondisi patologis yang

    mendasarinya dan tingkat kelebihan volume cairan. Rencana tindakan

    yang dapat dilakukan untuk gangguan kelebihan cairan secara umum

    adalah pantau jumlah asupan dan pengeluaran cairan serta perubahan

    status keseimbangan cairan, kurangi asupan garam, letakkan ekstremitas

    yang lebih tinggi dari jantung (kecuali ada kontra indikasi), dan ubah

    posisi pasien setidaknya setiap dua jam (Brunner & Suddarth, 2013).

    Penyokong terapi untuk mencegah kelebihan beban cairan adalah

    pembatasan asupan cairan dan garam. Untuk memperlambat kebutuhan

    akan dialysis dapat juga dengan menggunakan diuretic. Saat gagal ginjal

    kronik memburuk oliguria biasanya akan muncul, merupakan tanda dan

    gejala kelebihan beban cairan. Pada pasien gagal ginjal kronik, pengkajian

    status cairan yang berkelanjutan sangatlah penting, yang meliputi

    melakukan pembatasan asupan dan pengukuran haluaran cairan yang

    akurat, menimbang berat badan setiap hari dan memantau adanya

    komplikasi cairan. Bila tidak melakukan pengukuran asupan dan haluaran

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 4

    cairan akan mengakibatkan, edema, hipertensi, edema paru, gagal jantung,

    dan distensi vena jugularis, kecuali akan dilakukan terapi dialysis (Morton,

    2014).

    Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Arif Rahman di RSUPN

    Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta tahun 2014 tentang optimalisasi

    pembatasan cairan pada pasien gagal ginjal kronik yang mendapatkan

    Hemodialisis, perawatan dilakukan selama 4 hari, dari penelitian tersebut

    didapatkan setelah dilakukan pengaturan cairan dan dilakukan

    penimbangan berat badan diantara dua waktu HD di dapatkan penambahan

    berat badan tidak lebih dari 2% atau 1 Kg BB. Ini dilakukan dengan cara

    mengukur kenaikan berat badan diantara dua waktu HD.

    Pada survey awal yang dilakukan pada tanggal 19 Januari 2017 di Ruang

    Rawat InapPenyakit Dalam yang menderita CKD atau gagal ginjal

    didapatkan 4 orang pasien di ruang High Care Unit (HCU), 3 orang

    pasien di Ruang Rawat Inap Priadan 5 orang pasien di Ruang Rawat Inap

    Wanita yang mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Pasien

    dan keluarga pasien mengatakan bahwa badan terlihat bengkak, pasien

    mengeluh sesak nafas, dan pengeluaran air kencing sedikit. Hasil

    wawancara dengan perawat ruangan High Care Unit (HCU), Ruang

    Rawat Inap PriadanRuang Rawat Inap Wanita, didapatkan semua pasien

    yang mengalami penyakit gagal ginjal kronik mengalami

    ketidakseimbangan cairan dan elektrolit karena destruksi stuktur ginjal

    secara progresif.Hasil dokumentasi status pasien dari 12 status pasien yang

    mengalami CKD atau gagal ginjal kronik di ruang rawat Inap Penyakit

    Dalam (HCU, RRIP, dan RRIW),9 status pasien diantaranya perawat

    mengangkat kelebihan volume cairan dan 3 status pasien lainnya tidak

    diangkat kelebihan volume cairan tetapi gangguan perfusi jaringan renal.

    Dari pengamatan yang peneliti lakukan dalam mengatasi gangguan

    keseimbangan cairan dan elektrolit, terutama kelebihan volume cairan,

    dalam tindakan pemberian obat dan pembatasan cairan, perawat jarang

    memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien mengenai

  • 5

    tindakan perawatan yang dilakukan. Serta perawat melibatkan keluarga

    dalam menghitung output terutama urin pasien. Hasil wawancara yang

    dilakukan dengan keluarga pasien, keluarga mengatakan tidak mengetahui

    tujuan obat yang diberikan dan kurang memahami pembatasan cairan yang

    dimaksudkan oleh perawat seperti banyaknya minum yang boleh diberikan

    serta tujuan dalam menghitung urin.

    Berdasarkan data dan fenomena yang peneliti uraikan diatas peneliti

    mengangkat judul penelitian tentang “Asuhan Keperawatan pada Pasien

    dengan Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit pada Pasien Gagal

    Ginjal Kronik” di RSUP Dr. M Djamil Padang.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan diatas, maka

    perumusan masalah dari penelitian ini adalah Bagaimana Asuhan

    Keperawatan dengan Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit pada

    Pasien Gagal Ginjal Kronik di Ruang Penyakit Dalam RSUP Dr.M. Djamil

    Padang tahun 2017

    C. Tujuan Penelitian

    1. Tujuan Umum

    Tujuan umum penelitian adalah mampu mendeskripsikan asuhan

    keperawatan dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada

    pasien Gagal Ginjal Kronik di ruang penyakit dalam RSUP.Dr.M.

    Djamil Padang tahun 2017.

    2. Tujuan Khusus

    a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian ketidakseimbangan

    cairan dan elektrolit pada pasien Gagal Ginjal Kronik di ruang

    penyakit dalam RSUP Dr. M.Djamil Padang.

    b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan

    ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien Gagal Ginjal

    Kronik di ruang penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang.

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 6

    c. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan ketidakseimbangan

    cairan dan elektrolit pada pasien Gagal Ginjal Kronik di ruang

    penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang.

    d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan ketidaksembangan

    cairan dan elektrolit pada pasien Gagal Ginjal Kronik di ruang

    penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang.

    e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan ketidakseimbangan

    cairan dan elektrolit pada pasien Gagal Ginjal Kronik di ruang

    penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang.

    D. Manfaat Penelitian

    1. Aplikatif

    a. Peneliti

    Kegiatan penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti untuk

    menambah wawasan dan pengalaman nyata dalam melakukan

    Asuhan Keperawatan dengan ketidakseimbangan cairan dan

    elektrolit pada pasien gagal ginjal dalam menulis karya tulis

    ilmiah.

    b. Direktur RSUP. Dr. M. Djamil Padang

    Laporan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan

    sumbangan pikiran dan masukan melalui direktur RSUP.Dr.M.

    Djamil Padang untuk memotivasi perawat di dalam meningkatkan

    pelayanan keperawatan dan asuhan keperawatan

    ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien Chronic

    Kidney Disease (CKD).

    2. Pengembangan Keilmuan

    a. Melalui Direktur Poltekkes Kemenkes Padang

    laporan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat digunakan sebagai

    bahan pembaharuan khususnya mengenai penerapan Asuhan

    keperawatan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien

    gagal ginjal kronik oleh mahasiswa prodi keperawatan Padang.

    b. Penelitian selanjutnya

  • 7

    Hasil penelitian laporan karya tulis ilmiah ini, diharapkan dapat

    memberikan masukan bagi penelitian berikutnya untuk

    pengembangan penelitian selanjutnya.

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • BAB II

    TINJAUAN KEPUSTAKAAN

    A. Konsep Dasar Cairan dan Elektrolit Tubuh

    1. Cairan dan Elektrolit Tubuh

    Cairan termasuk dalam kebutuhan dasar manusia secara fisiologis karena

    memiliki proporsi besar dalam tubuh. Hampir 90% dari total berat badan

    berbentuk cairan. Air di dalam tubuh tersimpan dalam dua kompertemen

    utama, yaitu CIS dan CES.

    1) Cairan Intraseluler (CIS)

    CIS merupakan cairan yang terdapat dalam sel tubuh dan berfungsi

    sebagai media tempat aktivitas kima sel berlangsung. Cairan ini menyusun

    sekitar 70% dari total cairan tubuh (total body water TBW) dewasa, CIS

    menyusun sekitar 40% berat tubuh atau 2/3 TBW.

    2) Cairan Ekstraseluler (CES)

    CES merupakan cairan yang terdapat diluar sel dan menyusun 30% dari

    TWB atau sekitar 20% dari berat tubuh. CES terdiri atas cairan

    intravasikuler, cairan interstisial, dan cairan transeluler. Cairan

    intravasikuler atau plasma menyusun 5% dari total berat badan, sedangkan

    cairan interstisial menyusun 10%-15% total berat badan.

    Didalam cairan tubuh terdapat elektrolit.Elektrolit tersebut tersusun atas

    ion elektrolit yang dapat menghantarkan arus listrik. Ion yang bermuatan

    positif disebut kation, contohnya natrium (Na+), kalium (K+), Kalsium

    (Ca2+), dan magnesium (Mg2+). Ion yang bermuatan negative disebut

    anion, contohnya klorida (Cl-), sulfat (SO42-), fosfat (PO4

    3-), dan bikarbonat

    (HCO-3).

    Untuk mempertahankan keseimbanagan kimia, keseimbangan elektrolit,

    dan Ph yang normal, tubuh melakukan mekanisme pertukaran dua arah

    antara CIS dan CES.Kation dan anion berperan dalam pertukaran ini.

    (Lyndon Saputra, 2013).

    2. Fisiologi Pengaturan Cairan, Elektrolit dan Asam-Basa

    a. Cairan

    8

  • 9

    Cairan tubuh terdiri atas dua kompertemen utama yang dipisahkan oleh

    membrane semipermeable.Kedua kompertemen tersebut adalah

    intraseluler dan ekstraseluler.Sekitar 65% cairan tubuh berada dalam sel,

    atau intraseluler.Sisanya 35% cairan tubuh berada diluar sel, atau

    ekstraseluler. Komparemen ekstraseluler selanjutnya dibagi menjadi tiga

    subdivisi:

    1. Interstisial : cairan antara sel dan disekitar pembuluh darah (25%).

    2. Intravascular : cairan didalam pembuluh darah; juga disebut plasma

    darah (8%).

    3. Transeluler: air mata dan juga cairan spinal, synovial, peritoneal,

    pericardial,dan pleural (25%).

    b. Elektrolit

    Elektrolit adalah mineral bermuatan listrik yang ditemukan didalam dan

    diluar sel tubuh. Mineral tersebut dimasukkan dalam cairan dan makanan

    dan dikeluarkan utamanya melalui ginjal. Elektrolit juga dikeluarkan

    melalui hati, kulit, dan paru-paru dalam jumlah lebih sedikit.

    Table 2.1 Elektrolit-elektrolit Utama

    Elektrolit-elektrolit

    utama

    Fungsi Lokasi

    Intraseluler

    (mEq/L)

    Ekstraseluler

    (mEq/L)

    Sodium ( Na+) Fungsi neuromuscular dan

    manjemen cairan (elektrolit

    ekstraseluler paling banyak)

    12 145

    Potassium (K+) Fungsi neuromuscular dan

    jantung (elektrolit intraseluler

    paling banyak)

    150 4

    Kalsium ( Ca++) Struktur tulang, fungsi

    neuromuscular dan

    penggumpalan darah.

    5

  • 10

    Kadar elektrolit dalam tubuh diatur melalui penyerapan dan pengeluaran

    untuk menjaga level yang diharapkan untuk fungsi tubuh optimal. Dalam

    hal kalsium, hormone paratiroid dan kasitonin disekresikan untuk

    menstimulasi penyimpanan atau pengeluaran kalsium dari tulang untuk

    mengatur level dalam darah. Elektrolit lain diserap dari makanan dalam

    jumlah sedikit atau banyak atau disimpan atau disekresikan oleh ginjal

    atau lambung dalam jumlah sedikit atau banyak yang diperlukan untuk

    mengurangi atau menaikkan level elektrolit ke level yang diperlukan

    untuk fungsi tubuh optimal. Agar mekanisme umpan balik menjadi efektif,

    organ atau system yang bertanggung jawab untuk penyerapan dan ekskresi

    (gastrointestinal) atau penyerapan kembali dan ekresi (renal) harus

    berfungsi dengan baik.

    c. Keseimbangan asam basa

    Penyangga kimia, system pernapasan, dan system renal merupakan

    mekanisme kunci untuk mengatur keseimbanagan asam basa dalam tubuh

    manusia.

    Penyangga adalah senyawa yang mengatur pH tubuh dengan menerima

    atau melepaskan ion H+.Salah satu penyangga terpenting dalam tubuh

    manusia adalah bikarbonat.

    1) Karbondioksida (CO2) dilepaskan dari jaringan tubuh dan

    diterima oleh sel darah merah (SDM).

    2) CO2 dalam sel darah merah, dikombinasikan dengan air dan

    dibawah pengaruh karbon anhidrasi (suatu enzim) dengan segera

    dikonversi menjadi asam karbon

    3) Asam karbon berionisasi atau memisah menjadi bikarbonat

    (HCO3-) dan H+.

    4) Bikarbonat meninggalkan sel darah merah dan beredar dalam

    plasma menuju paru-paru.

    5) Ion H+ bebas yang tertinggal dalam sel darah merah dengan cepat

    berinteraksi dengan oksihemoglobin dalam sel dan menyebabkan

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 11

    pelepasan oksigen (O2) dari sel darah merah kedalam jaringan

    untuk respirasi sel (Bennita, 2013).

    Hal sebaliknya terjadi di paru-paru:

    1) O2 berdifusi dari paru-paru kedalam sel darah merah, dimana

    selanjutnya dikonversi menjadi oksihemoglobin.

    2) Hal ini memicu pergantian bikarbonat kembali ke sel darah

    merah.

    3) Setelah berada dalam sel darah merah, bikarbonat bergabung

    dengan H+ bebas (dari hasil formasi oksihemoglobin) untuk

    membentuk asam karbon.

    4) Dibawah pengaruh karbon anhidrasi, asam karbon memisah

    menjadi air dan CO2.

    5) CO2 berdifusi keluar dari sel darah merah kedalam paru-paru,

    dimana ia akan dikeluarkan dari tubuh selama ekshalasi

    (Bennita, 2013).

    System penyangga memfasilitasi keseimbangan asam basa, pengeluaran

    karbon dioksida dari tubuh, dan transportasi oksigen keberbagai jaringan

    tubuh untuk digunakan dalam respirasi seluler.

    Peran paru-paru dalam mejaga keseimbangan asam basa dalam keadaan

    normal telah disekripsikan sebelumnya.Jika terdapat kelebihan asam

    dalam tubuh (asidosis), paru-paru menyumbang dengan menyebabkan

    pernapasan dalam dan cepat untuk mengeluarkan kelebihan itu.Hal

    sebaliknya terjadi ketika terjadi kelebihan jumlah basa dalam tubuh

    (alkalosis) (Bennita, 2013).

    Ginjal mengontrol keseimbanagn asam basa dengan mengeksresi atau

    menahan H+ dan HCO3- dari tubuh untuk melawan asidosis atau

    alkalosis.Ginjal merespon asidosis dengan meningkatkan pengeluaran H+

    dari tubuh melalui eksesi urin dan dengan menahan HCO3-.Bikarbonat

    yang disimpan oleh ginjal disirkulasikan dalam darah dan tersedia untuk

    menetralkan ion H+ bebas yang beredar dalam darah.Dalam kasus

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 12

    alkalosis, hal sebaliknya terjadi.Ion hydrogen ditahan, dan bikarbonat

    dikeluarkan melalui urin. Pengaturan renal dari Ph merupakan proses yang

    lambat, namun hasilnya adalah perbaikan ketidakseimbangan asam basa

    yang efesien jangka panjang dan, tidak sepert system pernapasan dan

    memulihkan pH secara total ke kisaran normal (Bennita, 2013).

    3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan, Elektrolit dan

    Asam-Basa

    Menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa mempengaruhi

    proses metabolism dalam tubuh. Ketidakseimbangan akan mempercepat

    proses, memperlambat, menghambat penggunaan sari-sari makanan dengan

    benar, mempengaruhi kadar oksigen dalam tubuh, atau menyebabkan tubuh

    kita menyimpan limbah beracun (Bennita, 2013).

    1) Usia

    Usia seseorang mempengaruhi fungsi organ. Kemampuan organ

    (missal jantung, ginjal, paru-paru) untuk mengelola keseimbangan cairan,

    elektrolit dan asam basa secara efisien juga terpengaruh. Dikarenakan usia

    merupakan faktor pengaruh yang tidak terkontrol, sehingga

    menjadikannya semakin penting untuk mengatur faktor terkontrol yang

    telah disebutkan sebelumnya untuk individu yang sangat muda dan sangat

    tua.

    2) Temperature lingkungan

    Panas yang berlebihan menyebabkan keringat.Seseorang dapat

    kehilangan NaCl melalui keringat sebanyak 15-30 gram/hari.

    3) Diet

    Pada saat tubuh kekurangan nutrisi, tubuh akan memecah cadangan

    energy, proses ini akan menimbulkan pergerakan cairan dari intersisial ke

    intraseluler.

    4) Stress.

    Stress dapat menimbulkan peningkatan metabolism sel, konsentrasi

    darah dan glikolisis otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi

    sodium dan air. Proses ini dapat menimbulkan retensi sodium dan air.

    5) Sakit

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 13

    Keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjal, dan jantung,

    gangguan hormone akan mengganggu keseimbangan cairan (Tarwoto dan

    Wartonah, 2011).

    4. Pengaturan Keseimbangan Cairan

    a. Rasa Dahaga

    Mekanisme rasa dahaga:

    1. Penurunan fungsi ginjal merangsang pelepasan rennin, yang pada

    akhirnya meimbulkan produksi angiostensin II yang dapat

    merangsang hipotalamus untuk melepaskan substrat neural yang

    bertanggung jawab terhadap sensai haus.

    2. Osmoreseptor dihipotalamus mendeteksi peningkatan tekanan

    osmotic dan mengaktivasi jaringan saraf yang dapat

    mengakibatkan sensasi rasa dahaga.

    b. Antidiuretik hormone (ADH)

    ADH dibentuk dihipotalamus dan disimpan dalam neurohipofisis dari

    hipofisis posterior.Stimuli utama untuk sekresi ADH adalah peningkatan

    osmolaritas dan penurunan cairan ekstrasel.Hormone ini meningkatkan

    reabsorbsi air pada duktus kolingentes sehingga dapat menghemat air.

    c. Aldosteron

    Hormone ini disekresi oleh kelenjr adrenal yang bekerja pada tubulus

    ginjal untuk meningkatkan absorbs natrium. Pelepasan aldosteron

    dirangsang oleh perubahan konsentrasi kalium, natrium serium dan system

    rennin-angiostensin serta sangat efektif dalam mengendalikan

    hiperkalemia.

    d. Prostaglandin

    Prostaglandin adalah asam lemak alami yang terdapat dalam banyak

    jaringan dan berfunsi dalam merespon radang, pengendalian tekanan

    darah, konstraksi uterus, dan mobilitas gastrointestinal.Dalam ginjal,

    prostaglandin berperan mengatur sirkulasi ginjal, respons natrium, dan

    efek ginjal pada ADH.

    e. Glukokortiroid

    Meningkatkan respon natrium dan air, sehingga volume darah naik

    dan terjadi retensi natrium. Perubahan kadar glukokortikoid menyebabkan

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 14

    perubahan pada keseimbangan volume darah (Tarwoto dan

    Wartonah,2011).

    5. Gangguan Dalam Keseimbangan Cairan, Elektrolit, dan Asam-Basa

    1) Ketidakseimbangan cairan

    a. Hipovolemia

    Hipovolume adalah kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan

    defisiensi cairan dan elektrolit diruang ekstraseluler, tetapi proporsi

    antara keduanya (cairandan elektrolit) mendekati normal.Hipovolume

    dikenal juga dengan sebutan dehidrasi atau deficit volume cairan (fluid

    volume deficit atau FVD).

    Pada saat tubuh kekurangan cairan dan elektrolit, tekanan osmotic

    mengalami perubahan sehingga cairan interstisial dapat masuk ke

    ruang intravaskuler.Hal ini menyebabka ruang interstisial kosong dan

    cairan intrasel masuk kedalamnya.

    Hipovolume dapat disebabkan oleh banyak faktor, misalnya

    kekurangan asupan cairan dan kelebihan asupan zat terlarut (misalnya

    protein dan klorida atau natrium).kelebihan asupan zat terlarut dapat

    menyebabkan eksresi atau pengeluaran urine secara berlebih serta

    pengeluaran keringat yang banyak dalam waktu yang lama.

    Dehidrasi dapat terjadi pada pasien yang mengalami gangguan pada

    hipotalamus, kelenjar gondok, dan ginjal.Selain itu dehidrasi juga

    dapat terjadi pada pasien yang mengalami diare dan muntah secara

    terus menerus.

    Secara umum, dehidrasi dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

    1) Dehidrasi isotonic, yaitu jumlah cairan yang hilang sebanding

    dengan jumlah isotonic yang hilang.

    2) Dehidrasi hipertonik, yaitu jumlah cairan yang hilang lebih

    besar daripada jumlah elektrolit yang hilang

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 15

    3) Dehidrasi hipotonik, yaitu jumlah cairan yang hilang lebih

    sedikit daripada jumlah elektrolit yang hilang.

    Kehilangan cairan ekstrasel secara berlebihan dapat

    menyebabkan penurunan volume ekstrasel (hipovolume) dan

    perubahan hematokrit.

    Berdasarkan derajat keparahan, dehidrasi dapat dibagi menjadi:

    1) Dehidrasi ringan

    Pada dehidrasi ringan, tubuh kehilangan cairan sebesar 5% dari

    berat badan sekitar 1,5-2 liter. Kehilangan cairan yang

    berlebihan dapat berlangsung melalui kulit, saluran

    pencernaan, saluran kemih, paru, atau pembuluh darah.

    2) Dehidrasi sedang

    Pada dehidrasi sedang, tubuh kehilangan cairan sebesar 5-10%

    dari berat badan atau sekitar 2-4 liter.Natrium serum dalam

    tubuh mencapai 152-158 mEq/L. salah satu cirri fisik dari

    penderita dehidrasi sedang adalah mata cekung.

    3) Dehidrasi berat

    Pada dehidrasi berat, tubuh kehilangan cairan sebesar 4-6 liter

    atau lebih dari 10% dari berat badan. Natrium serum mencapai

    159-166 mEq/L. Penderita dehidrasi berat dapat mengalami

    hipotensi, oliguria, turgor kulit buruk, serta peningkatan laju

    pernapasan.(Lyndon Saputra, 2013).

    b. Hipervolemia

    Hipervolume adalah kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan

    kelebihan (retensi) cairan dan natrium diruang

    ekstraseluler.Hipervolume dikenal juga dengan sebutan overhidrasi

    atau deficit volume cairan (fluid volume acces atau FVE).Kelebihan

    cairan didalam tubuh dapat menimbulkan dua manifestasi, yaitu

    peningkatan volume darah dan edema.

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 16

    Edema dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu edema perifer atau

    edema pitting, edema nonpitting, dan edema anasrka.Edema pitting

    adalah edema yang muncul didaerah perifer. Penekanan daerah edema,

    akan membentuk cekungan yang tidak langsung hilang ketika tekanan

    dilepaskan. Hal ini disebabkan oleh perpindahan cairan kejaringan

    melalui titik tekan.Edema pitting tidak menunjukkan kelebihan cairan

    yang menyeluruh.Edema nonpitting tidak menunjukkan kelebiahan

    cairan ekstrasel karena umumnya disebabkan oleh infeksi dan trauma

    yang menyebakan pengumpulan serta pembekuan cairan dipermukaan

    jaringan. Kelebihan cairan vaskuler meningkatkan tekanan hidrostatik

    cairan dan akan menekan cairan ke permukaan interstisial.

    Edema anasarka adalah edema yang terdapat diseluruh tubuh.Pada

    edema anasarka, tekanan hidrostatik meningkat sangat tajam sehingga

    menekan sejumlah cairan hingga ke membrane kapiler paru.

    Akibatnya,terjadilah edema paru dengan manifestasi berupa

    penumpukan sputum, dispnea, batuk, dan terdengar suara napas ronki

    basah.

    Kelebihan cairan ekstrasel memiliki manifestasi sebagai berikut.

    1) Edema perifer atau edema pitting

    2) Asites

    3) Kelopak mata bengkak

    4) Suara napas ronki basah

    5) Penambahan berat badan yng tidak normal (Lyndon Saputra,

    2013).

    2) Ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa

    a. Hiponatremia (

  • 17

    Penurunan kadar natrium menyebabkan cairan berpindah dari ruang

    ekstrasel ke cairan intrasel sehingga menjadi bengkak.

    Tanda dan gejala hiponatremia meliputi rasa haus berlebihan, denyut

    nadi cepat, hipotensi postural, konvulsi, membrane mukosa kering,

    cemas, postural dizziness, mual, muntah, dan diare.Hiponatremia

    umumnya disebabkan oleh kehilangan cairan tubuh secara berlebihan,

    misalnya ketika terjadi diare atau muntah terus menerus dalam jangka

    waktu lama.

    b. Hipernatremia (>146 mEq/L)

    Hipernatremia adalah kelebihan kadar natrium dalam cairan ekstrasel

    yang menyebabkan peningkatan tekanan osmotic ekstrsel. Pada

    kondisi ini, kadar natrium serum >144 mEq/L dan berat jenis urine >

    11,30. Peningkatan kadar natrium menyebabkan cairan intrasel

    bergerak keluar sel.

    Tanda dan gejala hipernatremia meliputi kulit dan mukosa bibir

    kering, turgor kulit buruk, permukaan kulit membengkak, oliguria atau

    anuria, konvulsi, suhu tubuh tinggi, dan lidah kering serta kemerahan.

    Hipernatremia bisa disebabkan oleh asupan natrium yang

    berlebihan,kerusakan sensasi haus, diare, disfagia, poliuria karna

    diabetes insipidus, dan kehilangan cairan berlebihan dari paru-paru.

    c. Hipokalemia (

  • 18

    d. Hiperkalemia(>5,0 mEq/L)

    Hiperkalemia adalah keadaan kelebihan kadar kalium dalam cairan

    ekstrasel. Pada konsdisi ini, nilai kalium serum > 5 mEq/L. pada

    pemeriksaan EKG terdapat gelombang T memuncak, QRS melebar,

    dan PR memanjang.

    Tanda dan gejala hiperkalemia meliputi rasa cemas, iritabilitas,

    hipotensi, parastesia, mual, hiperaktivitas system pencernaan,

    kelemahan, dan aritmia.Hiperkalemia ini berbahaya karena dapat

    menghambat transmisi impuls jantung dan dapat menyebabkan

    serangan jantung.

    Hiperkalemia dapat terjadi pada pasien luka bakar, penyakit ginjal, dan

    asidosis metabolic. Ketika terjadi hiperkalemia, salah satu upaya yang

    dapat dilakukan untuk menormalkan kadar kalium adalah dengan

    pemberian insulin karena insulin dapat membantu mkalium masuk

    kedalam sel.

    e. Hipokalsemia( 5,8 mEq/L serta

    terjadi peningkatan BUN akibat kekurangan cairan.

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 19

    Hiperkalsemia ditandai dengan penurunan kemampuan otot, mual,

    muntah, anoreksia, kelemahan dan letargi, nyeri pada tulang, dan

    serangan jantung.Kondisi ini dapat terjadi pada pasien yang

    mengalami pengangkatan kelenjar ogondok dan mengkonsumsi

    vitamin D secara berlebihan.

    g. Hipomagnesemia (2,5 mEq/L)

    Hipermagnesia adalah kelebihan kadar magnesium dalam darah. Pada

    kondisi ini, nilai kadar magnesium serum ≥ 3,4 mEq/L. hipermagnesia

    ditandai dengan depresi pernapasan, aritmia jantung, dan depresi

    reflex tendon profunda.

    i. Hipokloremia (≥95 mEq/L)

    Hipokloremia adalah kondisi kekurangan ion klorida dalam serum.

    Pada kondisi ini, nilai ion klorida ≥ 95 mEq/L. Hipokloremia ditandai

    dengan gejal yang menyerupai alkalosis metabolic yaitu, kelemahan,

    apatis, gangguan mental, pusing, dank ram. Kondisi ini dapat terjadi

    karena tubuh kehilangan sekresi gastrointestinal secara berlebihan,

    misalnya karena muntah, diare, dieresis, atau pengisapan nasogastrik.

    j. Hiperkloremia (> 105 mEq/L)

    Hiperkloremia adalah kondisi kelebihan ion klorida dalam serum.Pada

    kondisi ini, nilai ion klorida > 105 mEq/L. hiperkloremia sering

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 20

    dikaitkan dengan hipernatremia, terutama pada kasus dehidrasi dan

    masalah ginjal.

    Hiperkloremia menyebabkan penurunan bikarbonat sehingga

    menyebabkan ketidakseimbanagn asam basa. Jika berlangsung lama,

    kondisi ini akan menyebabkan kelemahan, letrgi, dan pernapasan

    kusmaul.

    k. Hipofosfatemia(4,5 mg/Dl)

    Hiperfosfatemia adalah kondisi peningkatan kadar ion fosfat didalam

    serum. Pada kondisi ini, nilai ion fosfat > 4,4 mg/dl atau > 3,0 mEq/L.

    Hiperfosfatemia antara lain ditandai dengan peningkatan eksitabilitas

    system saraf pusat, spasme otot, konvulsi dan tetani, peningkatan

    gerakan usus, ganggua kardiovaskuler, dan osteoporosis. Kondisi ini

    dapat terjadi pada kasus gagal ginjal atau pada saat kadar parathormon

    menurun.

    m. Asidosis respiratorik

    Asidosis respiratorik merupakan gangguan keseimbangan asam basa

    yang ditandai dengan penurunan pH akibat retensi CO2.Oleh karena

    jumlah CO2 yang keluar melalui paru berkurang, terjadi peningkatan

    H2CO3 yang akhirnya menyebabkan peningkatan [H+].Hal ini

    menyebabkan pH meurun. Penurunan pH pada asidosis respiratorik

    dapat disebabkan antara lain oleh penyakit obstruksi paru (misalnya

    asma dan enfisema), perdarahan, trauma kepala, dan tindakan

    menahan napas.

    Asidosis respiratorik memiliki tanda-tanda klinis sebagai berikut.

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 21

    1) Gangguan pernapasan yang menyebabkan hipoventilasi

    2) Terdapat tanda-tanda depresi susunan saraf pusat, gangguan

    kesadaran, dan disorientasi.

    3) pH plasma 45 mmHg)

    ginjal melakukan kompensasi dengan cara :

    1) meningkatkan pengeluaran hydrogen

    2) mempertahankan kadar bikarbonat

    n. Acidosis metabolic (pH

  • 22

    Alkalosis respiratorik merupakan gangguan keseimbangan asam basa

    yang ditandai dengan kenaikan ph karena pengeluaran CO2 berlebih

    akibat hiperventilasi.Hiperventilasi dapat disebabkan oleh kondisi

    demam, kecemasan, emboli paru, dan keracunan aspirin.

    Gejala klinis alkalosis respiratorik antara lain:

    1) pH > 7,45

    2) Penglihatan kabur

    3) Baal dan kesemutan pada ujung jari tangan dan kaki

    4) Kemampuan konsentrasi terganggu

    5) Tetani, kejang, dan aritmia jantung (pada kasus yang gawat)

    Ginjal melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan eksresi

    bikarbonat dan menahan hydrogen.

    p. Alkalosis metabolic (pH>7.45, HCO3->28 mEq/L, BE >2 mEq/L)

    Alkalosis metabolic adalah keadaan penurunan jumlah ion hydrogen

    dalam plasma yang disebabkan oleh defisiensi relative asam-asam non

    bikarbonat.Pada kondisi ini, peningkatan HCO3- tidak diimbangi

    dengan peningktan CO2.

    Gejala klinis alkalosis metabolic antara lain:

    1) Nilai bikarbonat plasma > 26 mEq/L dan pH> 7,45

    2) Apatis

    3) Ganggun mental, misalnya letargi, bingung, dan gelisah

    4) Lemah

    5) Kram

    6) Pusing

    Tubuh melakukan kompensasi dengan cara :

    1) Ginjal menahan ion hydrogen dan mengekskresikan lebih

    banyak HCO3-.

    2) Napas menjadi lambat dan dangkal.

    6. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal kronik atau

    CKD.

    Dua adaptasi penting yang dilakukan ginjal sebagai respon terhadap ancaman

    ketidakseimbangan cairan dan elektrolit :

    (a) Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk

    melaksanakan seluruh beban kerja ginjal.

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 23

    (b) Terjadi peningkatan beban filtrasi, beban solute dan reabsorbsi tubulus

    dalam setiap nefron, meskipun GFR diseluruh massa nefron turun

    dibawah normal.

    Pada gagal ginjal kronis, fungsi ginjal menurun secara drastis yang berasal

    dari nefron.Insifisiensi dari ginjal tersebut sekitar 20% sampai 50% dalam hal

    GFR (Glomerular Filtration Rate).Pada penurunan fungsi rata-rata 50%,

    biasanya muncul tanda dan gejala azotemia sedang, poliuri, nokturia,

    hipertensi dan sesekali terjadi anemia.Selain itu, selama terjadi kegagalan

    fungsi ginjal maka keseimbangan cairan dan elektrolit pun terganggu.

    (Madara, 2008 dalam Eko prabowo dan Andi eka pranata, 2014).

    1) Ketidakseimbangan cairan

    Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu

    memekatkan urine (hipothenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan

    (poliuria).Hipothenuria tidak disebabkan atau berhubungan degan

    penurunan jumlah nefron, tetapi peningkatan beban zat tiap nefron.Hal ini

    terjadi karena keutuhan nefron yang membawa zat tersebut dan kelebihan

    air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama.Terjadi

    osmotic diuretic, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.

    Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat, maka ginjal tidak

    mampu menyaring urin (isothenurua). Pada tahap ini glomerulus menjadi

    kaku dan plasma tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus, maka

    akan terjadi retensi cairan dengan retensi air dan natrium (Arif Muttaqin,

    2011).

    2) Ketidakseimbangan Natrium

    Ketidakseimbangan natrium merupakan masalah yang serius dimana

    ginjal mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau dapat

    meningkat sampai 200 mEq per hari.Variasi kehilangan natrium

    berhubungan dengan intact nephron theory. Dengan kata lain, bila terjadi

    kerusakan nefron, maka tidak terjadi pertukaran natrium.

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 24

    Nefron menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR

    menurun dan dehidrasi.Kehilangan natrium lebih meningkat pada

    gangguan gastrointestinal, terutama muntah dan diare.Keadaan ini

    memperburuk hiponatremia dan dehidrasi.

    Pada GGK yang berat keseimbangan natrium dapat dipertahankan

    meskipunterjadi kehilangan yang fleksibel pada natrium. Bila GFR

    menurun di bawah 25-30 ml/menit, maka ekresi natrium kurang lebih 25

    mEq/hari, maksimal eksresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini

    natrium dalam diet dibatasi yaitu sekitar 1-1,5 gram/hari.

    3) Ketidakseimbangan Kalium

    Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolic terkontrol, maka

    hiperkalemia jarang terjadi sebelum stadium IV.Keseimbangan kalium

    berhubungan dengan sekresi aldosteron. Selama urine output

    dipertahankan, kadar kalium biasanya terpelihara. Hiperkalemia terjadi

    karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan,

    hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia.Hiperkalemia juga merupakan

    karakteristik dari tahap uremia.

    Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit

    tubuler ginjal, dan penyakit nefron ginjal, dimana kondisi ini akan

    menyebabkan ekresi kalium meningkat. Jika hipokalemia persisten,

    kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3 meningkat HCO3 menurun

    dan natrium bertahan.

    4) Ketidakseimbangan Asam Basa

    Asidosis metabolic terjadi karena ginjal tidak mampu mengeksresikan ion

    hydrogen untuk menjaga pH darah normal. Disfungsi renal tubuler

    mengakibatkan ketidakmampuan pengeluaran ion H dan pada umunya

    penurunan eksresi H+ sebanding dengan penurunan GFR. Asam yang

    secara terus menerus dibentuk oleh metabolism dalam tubuh dan tidak

    difiltrasi secara efektif, NH3 menurun dan sel tubuler tidak

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 25

    berfungsi.Kegagalan pembentukan bikarbonat memperberat

    ketidakseimbangan.Sebagian kelebihan hydrogen dibuffer oleh mineral

    tulang.Akibatnya asidosis metabolic memungkinkan terjadinya

    osteodistrofi.

    5) Ketidakseimbangan magnesium

    Magnesium pada tahap awal GGK adalah normal, tetapi menurun secara

    progresif dalam eksresi urine sehingga menyebabkan

    akumulasi.Kombinasi penurunan eksresi dan intake yang berlebihan pada

    hipermagnesemia dapat mengakibatkan henti napas dan jantung.

    6) Ketidakseimbangan kalsium dan Fosfor

    Secara normal kalsium dan fosfor dipertahankan oleh paratiroid hormone

    yang menyebabkan ginjal mreabsorbsi kalsium, mobilisasi kalsium dari

    tulang, dan depresi reabsorbsi tubuler dari fosfor.Bila fungsi ginjal

    menurun 20-25% dari normal, hiperfosfatemia dan hipokalsemia terjadi

    sehingga timbul hiperparatiroidisme sekunder.Metabolism vitamin D

    terganggu dan bila hiperpathyroidisme berlangsung dalam waktu lama

    dapat mengakibatkan osteornal dystrophy.

    B. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Keseimbangan Cairan dan

    Elktrolit pada Pasien CKD atau Gagal Ginjal Kronik

    a. Pengkajian Keperawatan

    1) Identitas klien

    Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang

    dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,

    golongan darah, nomor registrasi, tanggal masuk rumah sakit,

    tanggal pengkajian, diagnosa medis.

    2) Identitas Penanggung Jawab

    Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat dan

    hubungan dengan klien.

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 26

    3) Riwayat Kesehatan

    a. Keluhan Utama

    Keluhan yang sangat bervariasi, terlebih jika terdapat

    penyakit sekunder yang menyertai. Keluhan bisa berupa

    urine output yang menurun (oliguria) sampai pada anuria,

    penurunan kesadaran karena komplikasi pada system

    sirkulsi-ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, diaphoresis,

    fatigue, napas berbau urea,dan pruritus. Kondisi ini dipicu

    oleh karena penumpukan (akumulasi) zat sisa metabolism/

    toksin dalam tubuh karena ginjal mengalami kegagalan

    filtrasi (Eko prabowo dan Andi eka pranata, 2014).

    b. Riwayat Kesehatan Sekarang

    Klien dengan gagal ginjal kronis terjadi penurunan urine

    output, penurunan kesadaran, perubahan pola napas karena

    komplikasi dari gangguan system ventilasi seperti

    pernapasan kussmaul, fatigue, perubahan fisiologi kulit

    seperti pruritus dan area ekimosis pada kulit, serta bau urea

    pada napas. Selain itu, karena berdampak pada proses

    metabolisme (sekunder karena intoksikasi), maka akan

    terjadi anoreksia, nausea dan vomit sehingga beresiko untuk

    terjadinya gangguan nutrisi (Eko prabowo dan Andi eka

    pranata, 2014).

    c. Riwayat Kesehatan Dahulu

    Gagal ginjal kronik dimulai dengan periode gagal ginjal akut

    dengan berbagai penyebab (multikausa). Oleh karena itu,

    informasi penyakit terdahulu akan menegaskan untuk

    masalah. Biasanya ada riwayat penyakit ISK, payah jantung,

    penggunaan obat berlebihan (overdosis) khususnya obat

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 27

    yang bersifat nefrotoksik, BPH dan lain sebagainya yang

    mampu mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu ada beberapa

    penyakit yang langsung mempengaruhi/menyebabkan gagal

    ginjal yaitu diabetes mellitus, hipertensi, dan batu saluran

    kemih (urolithiasis) (Eko prabowo dan Andi eka pranata,

    2014).

    d. Riwayat Kesehatan Keluarga

    Gagal ginjal kronik bukan penyakit menular dan menurun,

    sehingga silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada

    penyakit ini.Namun pencetus sekunder seperti DM dan

    Hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit

    gagal ginjal kronis, karena penyakit tersebut bersifat

    herediter.Kaji pola kesehatan keluarga yang diterapkan jika

    ada anggota keluarga yang sakit, misalnya minum jamu saat

    sakit.

    4) Activity Daily Living (ADL)

    1. Pola Nutrisi

    Gangguan system pencernaan lebih dikarenakan efek

    dari penyakit (stress effect).Sering ditemukan anoreksia,

    nausea, vomit, dan diare.

    2. Pola Eliminasi

    Dengan gangguan/ kegagalan fungsi ginjal secara

    kompleks (filtrasi, sekresi, reabsorbsi dan ekskresi),

    maka manifestasi yang paling menonjol adalah

    penurunan urin output < 400 ml/hari bahkan sampai

    pada anuria (tidak adanya urine output).

    3. Pola Aktivitas / istirahat

    Klien mengalami penurunan tingkat kesadaran dan

    keadaan umum yang lemah.Didapatkan adanya nyeri

    panggul, sakit kepala, keram otot, defosit fosfat kalsium

    dan keterbatasan gerak sendi serta menyebabkan

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 28

    keletihan, kelemahan, malaise, dan aktivitas fisik

    rendah.

    5) Riwayat Psikososial

    Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya perubahan psikososial

    terjadi pada waktu klien mengalami perubahan struktur fungsi

    tubuh dan menjalani proses dialisa. Klien akan mengurung diri

    dan lebih banyak berdiam diri (murung). Selain itu, kondisi ini

    juga dipicu oleh biaya yang dikeluarkan selama proses

    pengobatan sehingga klien mengalami kecemasan.

    6) Pemeriksaan Fisik

    a) Keadaan umum

    Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat.Tingkat

    kesadaran menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat

    mempengaruhi system saraf pusat.Pada TTV sering didapatkan

    adanya perubahan; RR meningkat, tekanan darah terjadi

    perubahan dari hipertensi ringan sampai berat. (Arif Muttaqin,

    2011).

    b) Kepala

    (1)Inspeksi : Biasanya ditemukan normachepal, rambut

    tipis dan kasar

    (2) Palpasi : Biasanya tidak ditemukan benjolan

    c) Wajah

    (1) Inspeksi : Biasanya ditemukan edema

    (2) Palpasi : Biasanya ditemukan pitting edema (+)

    d) Mata

    (1)Inspeksi : Biasanya ditemukan konjungtiva anemis

    e) Telinga

    (1) Inspeksi : Biasanya tidak ditemukan lesi

    f) Hidung

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 29

    (1) Inspeksi : Biasanya ditemukan klien bernapas dengan

    bau urine (fetor uremik) dan pernapasan kusmaul.

    g) Mulut

    (1)Inspeksi : Biasanya ditemukan klien dengan bau mulut

    ammonia, dan peradangan mukosa mulut.

    h) Leher

    (1)Inspeksi : Biasanya tidak ditemukan pembengkakan

    (2)Palpasi : Biasanya ditemukan distensi vena jugularis

    i) Thoraks

    Paru

    (1) Inspeksi : Biasanya terdapat tarikan dinding dada

    (2) Palpasi : Biasanya premitus kiri dan kanan sama

    (3) Perkusi : Biasanya terdengar bunyi pekak

    (4) Auskultasi : Biasanya terdengar crackles

    Jantung

    (1) Inspeksi : Biasanya ictus cordis tidak tampak

    (2) Palpasi : Biasanya nadi meningkat

    (3) Perkusi : Biasanya terdengar bunyi pekak

    (4) Auskultasi : Biasanya ditemukan gangguan irama

    jantung, friction rub

    j) Abdomen

    (1) Inspeksi : Biasanya ditemukan asites

    (2) Palpasi : Biasanya ditemukan distensi abdomen

    (3) Perkusi : Biasanya terdengar bunyi timpani

    (4) Auskultasi : Biasanya bising usus normal

    k) Ekstremitas :

    (1) Inspeksi : Biasanya ditemukan edema ,ptekie, area

    ekimosis pada kulit.

    (2) Palpasi : Biasanya ditemukan pitting edema (+).

    b. Pemeriksaan Diagnostik

    Laboratorium

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 30

    1. Laju Endap Darah : meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan

    hipoalbuminemia, anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit

    yang rendah.

    2. Ureum dan kreatinin : meninggi, perbandingan antara ureum dan kreatinin

    kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena

    perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid,

    dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini akan berkurang : ureum

    lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes klirens

    kreatinin yang menurun.

    3. Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan. Natrium normal; 135-

    145 mEq/lt. Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut

    bersama dengan menurunnya diuresis. Dilihat dari hasil tes, kadar

    potassium > 5 mEq/L. Kalium normal dalam tubuh; 3,5-5,3 mEq/lt.

    4. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis

    vitamin D3 pada GGK. Ureum dan kreatinin : meninggi, perbandingan

    antara ureum dan kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa

    meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas,

    pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini akan

    berkurang : ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein, dan

    tes klirens kreatinin yang menurun.

    5. Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan. Natrium normal; 135-

    145 mEq/lt. Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut

    bersama dengan menurunnya diuresis. Dilihat dari hasil tes, kadar

    potassium > 5 mEq/L. Kalium normal dalam tubuh; 3,5-5,3 mEq/lt.

    6. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis

    vitamin D3 pada GGK. Kalsium normal dalam tubuh 4-5 mEq/lt, fosfat

    normal dalam tubuh 2,5-4,5 mEq/L dalam serum darah. Phosphate

    alkaline : meninggi akibat gangguang metabolism tulang, terutama

    isoenzim fosfate lindi tulang.

    7. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia; umumnya disebkan gangguan

    metabolism dan diet rendah protein.

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 31

    8. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada

    gagal ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).

    9. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolism lemak, disebabkan

    peninggian hormone insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.

    10. Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang

    menurun, pH arteri kurang dari 7,35. BE yang menurun,normalnya -2

    sampai +2. HCO3- yang menurun normalnya 22-26 mEq/L. PCO2 yang

    menurun,normalnya 35-45 mmHg. Semuanya disebabkan oleh retensi

    asam-asam organic pada gagal ginjal.

    c. Penatalaksanaan Medis

    Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit

    dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut.

    1. Dialysis. Dialysis memperbaiki abnormalitas biokomia; menyebabkan

    cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas;

    menghilangkan kecendrungan perdarahan dan membantu penyembuhan

    luka.

    2. Koreksi hiperkalemi. Mengendalikan kalium darah sangat penting karena

    dapat menimbulkan kematian mendadak. Bila terjadi hiperkalemia, maka

    pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na

    bikarbonat, dan pemberian infuse glukosa.

    3. Koreksi anemia. Usaha pertama ditujukan untuk mengatasi faktor

    defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat

    diatasi.

    4. Koreksi asidosis. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus

    dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral.

    Pada permulaan mEq natrium bikarbonat diberi intervensi perlahan-lahan,

    jika diperlukan dapat diulang.

    5. Pengendalian hipertensi. Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan

    vasodilator dilakukan.

    d. Diagnosis Keperawatan

    1. Aktual/risiko kelebihan volume cairan b/d penurunan volume urin, retensi

    cairan dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penurunan GFR.

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 32

    2. Aktual/risiko ketidakseimbangan cairan elektrolit b/d destruksi stuktur

    ginjal secara progrsif.

    3. Aktual/risiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung b/d

    ketidakseimbangan cairan dan elekrolit, gangguanfrekuensi, irama,

    konduksi jantung, akumulasi/ penumpukan urea toksin, kalsifikasi

    jaringan lunak.

    4. ktual/risiko terjadinya kerusakan integritas kulit b/d gangguan status

    metabolic, penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi ureum

    dalam kulit.

    5. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan

    pengobatan b/d kurangnya informasi. NANDA,2015.

    e. Intervensi Keperawatan

    Tabel 2.2 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

    NANDA, 2015; NOC, 2013; NIC 203

    N

    O

    DIAGNOSA

    KEPERAWATAN

    NOC NIC

    1 Kelebihan volume

    cairan

    a. Electrolit and acid

    base balance

    Indikator :

    1) Serum albumin,

    kreatinin,

    hematokrit, Blood

    Urea Nitrogen

    (BUN), dalam

    rentang normal

    2) pH urine, urine

    sodium, urine

    creatinin,urine

    osmolarity, dalam

    rentang normal

    3) tidak terjadi

    kelemahan otot

    4) tidak terjadi

    Fluid Management

    1. Pertahankan catatan intake

    dan output yang akurat

    2. Pasang urin kateter jika

    diperlukan

    3. Monitor hasil Hb yang

    sesuai dengan retensi cairan

    (BUN, Hmt, osmolaritas

    urin)

    4. Monitor vital sign

    5. Monitor indikasi retensi /

    kelebihan cairan

    6. Kaji luas dan lokasi edema

    7. Monitor masukan

    makanan / cairan dan hitung

    intake kalori

    8. Monitor status nutrisi

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 33

    disritmia

    b.Fluid balance

    Indikator :

    1) Tidak terjadi

    asites

    2) Ekstremitas tidak

    edema

    3) Tidak terjadi

    distensi vena

    jugularis

    9. Kolaborasi pemberian

    diuretikssuai interuksi

    10.Kolaborasikan dokter jika

    tanda cairan berlebih

    muncul memburuk

    Fluid Monitoring

    1. Tentukan riwayat jumlah

    dan tipe intake cairan dan

    eliminasi

    2. Tentukan kemungkinan

    faktor resiko dari

    ketidakseimbangan cairan

    3. Monitor berat badan

    4. Monitor TD, HR dan RR

    5. Monitor tekanan darah

    orthostastik dan perubahan

    irama jantung

    6. Monitor parameter

    hemodinamik infasif

    7. Catat secara akurat intake

    dan output

    8. Monitor tanda dan gejala

    oedema

    9. Beri cairan sesuai keprluan

    10.Kolaborasi dalam

    pemberian obat yang dapat

    meningkatkan output urin

    2 Ketidakseimbangan

    cairan dan elektrolit

    Keseimbangan

    elektrolit dan Asam

    Basa

    Indikator :

    1. Serum albumin,

    kreatinin,

    hematokrit,

    Blood Urea

    Nitrogen

    (BUN), dalam

    rentang normal

    2. Tidak terjadi

    kelemahan otot,

    kram otot dan

    kram perut

    3. Tidak terjadi

    Manajemen

    Elektrolit/Cairan

    1. Pantau kadar serum

    elektrolit yang

    abnormal, seperti yang

    tersedia

    2. Monitor peeubahan

    status paru atau jantung

    yang menunjukkan

    kelebihan cairan atau

    dehidrasi

    3. Timbang berat badan

    harian dan pantau

    gejala

    4. Monitor hasil

    laboratorium yang

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 34

    disritmia

    4. Tidak terjadi

    gangguan

    kesadaran

    relevan dengan

    keseimbangan cairan

    (misalnya, peningkatan

    BUN, albumin, protein

    total, dan osmolalitas

    serum)

    5. Jaga pencatatan

    intake/asupan dan

    output yang akurat.

    6. Batasi cairan yang

    sesuai

    7. Monitor tanda-anda

    vital yang sesuai

    8. Konsultasikan dengan

    dokter jika tanda dan

    gejala

    ketidakseimbangan

    cairan dan/atau

    elektrolit yang menetap

    atau memburuk

    9. Instruksikan pasien dan

    keluarga mengenai

    alasan untuk

    pembatasan cairan,

    tindakan hidrasi, atau

    administrasi elektrolit

    tambahan, seperti yang

    ditunjukkan.

    3 Penurunan curah

    jantung

    a. Cardiac Pump

    effectiveness

    Indikator :

    1) Systolic blood

    pressure dalam

    rentang normal

    2) Diastolic blood

    pressure dalam

    rentang normal

    3) Tidak ada

    disritmia

    4) Tidak ada bunyi

    Cardiac Care

    1. Evaluasi adanya nyeri

    dada(intensitas, lokasi,

    durasi).

    2. Catat adanya disritmia

    jantung.

    3. Catat adanya tanda dan gejala

    penurunan cardiac output.

    4. Monitor status

    kardiovaskuler.

    5. Monitor status pernafasan

    yang menandakan gagal

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 35

    jantung abnormal

    5) Tidak terjadi

    angina

    6) Tidak ada edema

    perifer

    7) Tidak ada edema

    paru

    8) Tidak dispnea

    saat istirahat

    9) Tidak dispnea

    ketika latihan

    10) Tidak terjadi

    hepatomegali

    11) Aktivitas toleran

    12) Tidak sianosis

    b. Circulation Status

    Indikator :

    1) Systolic blood

    pressure dalam

    rentang normal

    2) Diastolic blood

    pressure dalam

    rentang normal

    3) Pulse pressure

    dalam rentang

    normal

    4) CVP (Central

    Venous Pressure)

    tidak meningkat

    5) MAP dalam

    rentang normal

    6) AGD (PaO2 dan

    PaCO2) dalam

    rentang normal

    7) Saturasi O2

    dalam rentang

    normal

    8) Tidak asites

    c. Vital signs

    Indikator :

    1) Denyut jantung

    jantung

    6. Monitor abdomen sebagai

    indicator penurunan fungsi

    7. Monitor balance cairan

    8. Monitor adanya perubahan

    tekanan darah

    9. Istirahatkan klien dengan

    tirah baring optimal

    10. Berikan oksigen tambahan

    sesuai dg indikasi

    11. Kolaborasi untuk diit

    jantung

    12. Kolaborasi untuk

    pemberian obat diuretik,

    vasodilator, morfin sulfat,

    dan antikoagulan

    13. Monitor respon pasien

    terhadap efek pengobatan

    antiaritmia

    14. Atur periode latihan dan

    istirahat untuk menghindari

    kelelahan

    15. Monitor adanya dispneu,

    ortopneu, dan takipnue

    16. Anjurkan untuk

    menurunkan stress

    Vital Sign Monitoring

    1. Monitor TD, nadi, suhu dan

    RR

    2. Catat adanya fluktuasi

    tekanan darah

    3. Monitor vital sign pasien saat

    berbaring, duduk atau berdiri

    4. Auskultasi tekanan darah

    pada kedua lengan dan

    bandingkan

    5. Monitor TD,nadi, RR,

    sebelum, selama,dan setelah

    aktivitas

    6. Monitor kualitas nadi

    7. Monitor adanya pulsus

    paradoksus

    8. Monitor jumlah dan irama

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 36

    apikal dalam

    rentang normal

    2) Irama denyut

    jantung dalam

    rentang normal

    3) Denyut nadi

    radial dalam

    rentang normal

    4) Tekanan Systole

    dan Diastole

    dalam rentang

    normal

    jantung

    9. Monitor bunyi jantung

    10. Monitor suara paru

    11. Monitor pola pernapasan

    abnormal

    12. Monitor sianosis perifer

    13. Identifikasi penyebab dari

    perubahan vital sign

    4 Resiko Kerusakan

    integritas kulit

    a. Tissue integrity :

    Skin and Mucous

    Membranes

    Indikator :

    1) Integritas kulit

    yang baik bisa

    dipertahankan

    ( sensasi, elastic

    sitas, temperature,

    hidrasi,

    pigmentasi )

    2) Tidak ada luka /

    lesi pada kulit

    3) Perfusi jaringan

    baik

    4) Menunjukkan

    pemahaman

    dalam proses

    perbaikan kulit

    dan mencegah

    terjadinya cedera

    berulang

    5) Mampu

    melindungi kulit

    dan

    mempertahankan

    kelembaban kulit

    dan perawatan

    alami

    Pressure Management

    1. Anjurkan pasien untuk

    menggunakan pakaianyang

    longgar

    2. Hindari kerutan pada

    tempat tidur

    3. Jaga kebersihan kulit agar

    tetap bersih dan kering

    4. Mobilisasi pasien (ubah

    posisi pasien setiap dua jam

    sekali)

    5. Monitor kulit akan danya

    kemerahan

    6. Oleskan lotion atau minyak

    baby/baby oil pada daerah

    yang tertekan

    7. Monitor aktivitas dan

    mobilisasi pasien

    8. Monitor status nutrisi

    pasien

    9. Memandikan pasien dengan

    sabun dan air hangat

    5 Kurangnya a. knowledge disease Teaching : disease process

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 37

    pengetahuan tentang

    proses penyakit, diet,

    perawatan dan

    pengobatan

    process

    b. knowledge :

    health behavior

    1) pasien dan

    keluarga

    menyatakan

    pemahaman

    tentang

    penyakit,

    kondisi,

    prognosis dan

    program

    pengobatan

    2) pasien dan

    keluarga

    mampu

    melaksanakan

    prosedur yang

    dijelaskan

    secara benar

    3) pasien dan

    keluarga

    mampu

    menjelaskan

    kembali apa

    yang dijelaskan

    perawat/ tim

    kesehatan

    lainnya

    1) gambarkan tandadan

    gejala yang biasa

    muncul pada penyakit

    2) gambarkan proses

    penyakit

    3) diskusikan perubahan

    gaya hidup yang

    mungkin diperlukan

    untuk mencegah

    komplikasi dimasa

    yang akan datang dan

    atau proses

    pengontrolan penyakit

    4) diskusikan pilihan

    terapi atau penanganan

    f. Implementasi Keperawatan

    Implementasi adalah tahap keempat dalam proses keperawatan. Tahap

    inimuncul jika perencanaan yang dibuat diaplikasikan pada pasien. Tindakan

    yang dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda dengan urutan yang

    telah dibuat pada perencanaan. Aplikasi yang dilakukan pasien berbeda-beda

    disesuaikan dengan kondisi pasien saat itu dan kebutuhan yang dirasakan

    oleh pasien (Debora,2011).

    g. Evaluasi Keperawatan

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 38

    Evaluasi merupakan tahap akhir dari asuhan keperawatan yang

    membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan criteria hasil

    yang sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah

    teratai seluruhnya, hanya sebagian, atau bahkan belum teratasi semuanya

    (Debora, 2011).

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Desain Penelitian

    Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu suatu

    metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran

    atau deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif dengan pendekatan studi

    kasus. Hasil yang dilakukan oleh peneliti adalah asuhan keperawatan

    ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal kronik di

    Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP Dr.M. Djamil Padang tahun 2017.

    B. Tempat dan Waktu Penelitian

    Tempat penelitian dilakukan di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP Dr.

    M.Djamil Padang.Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai

    bulan juni 2017.Studi kasus dilaksanakan tanggal 25 - 31 Juni 2017.

    C. Populasi dan Sampel

    1. Populasi

    Populasi adalah keseluruhan dari objek yang diteliti atau subjek yang

    diteliti.Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien gagal ginjal

    kronik atau Chronic Kidney Desiaseyang berada di Ruang Rawat Penyakit

    Dalam Wanita RSUP.Dr. M. Djamil Padang dengan jumlah pasien 8 orang.

    2. Sampel

    Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian

    jumlah dari karakteristik yang dipilih oleh populasi. Teknik sampling

    merupakan suatu proses seleksi sampel yang digunakan dalam penelitian

    dari populasi yang ada (Hidayat, 2013).

    Sampel penelitian ini diambil sebanyak 2 orang dengan menggunakan

    teknik dengan teknik simple random sampling Sampel penelitian ini

    adalah dua orang partisipan gagal ginjal atau CKD yang mengalami

    ketidakseimbangan cairan dan elektrolit di ruangan Rawat penyakit dalam

    wanita RSUP. Dr. M. Djamil Padang yaitu Ny. J dan Ny. F.

    Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini yaitu:

    a. Kriteria Inklusi

    42 Poltekkes Kemenkes Padang

  • 44

    4. Format rencana asuhan keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor

    rekam medic, hari dan tanggal, diagnosa keperawatan, intervensi NIC dan

    NOC.

    5. Format catatan perkembangan keperawatan terdiri dari : nama pasien,

    nomor rekam medic, hari dan tanggal, jam dan implementasi keperawatan

    serta paraf yang melakukan implementasi keperawatan.

    6. Format evaluasi keperawatan terdiri dari : nama pasien, nomor rekam

    medic, hari dan tanggal, diagnose keperawatan, evaluasi keperawatan dan

    paraf yang melakukan evaluasi keperawatan.

    7. Alat pemeriksaan fisik yang terdiri dari: stetoskop, thermometer,tensi

    meter, timbangan berat badan dewasa dan jam tangan.

    E. Pengumpulan Data

    1. Jenis Data

    a. Data Primer

    Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari responden dan

    keluarga berdasarkan format pengkajian asuhan keperawatan dasar.Data

    primer dari penelitian berikut didapatkan dari hasil wawancara observasi

    langsung dan pemeriksaan fisik langsung pada responden. Pengumpulan

    data pada penelitian berikut dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik

    (observasi), pengukuran, anamnesa (pengkakjian dengan wawancara

    langsung dengan pasien atau keluarga), dan dokumentasi untuk sumber

    data yang sama secara serempak (Sugiyono,2014).

    b. Data Sekunder

    Data sekunder diperoleh dari data profil objek yang akan diteliti, serta

    dokumentasi dari objek tersebut. Data sekunder yang diperoleh oleh

    peneliti berupa dokumentasi data pasien Chronik Kidney Desease (CKD)

    yang mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit diperoleh

    dariMedical Record RSUP. Dr. Djamil Padang.

    F. Teknik Pengumpulan Data

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 45

    Teknik pengumpulan data menggunakan multi sumber bukti (triangulasi)

    dimana pengumpulan data dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber

    data yang telah ada. Teknik triangulasi digunakan peneliti dengan

    pengumpulan data yang berbeda-beda ntuk mendapatkan data dari sumber

    yang sama. Peneliti dalam pengumpulan data ini menggunakan observasi,

    wawancara, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak

    (Sugiyono, 2014).

    1. Pemeriksaan fisik

    Pemeriksaan fisik merupakan cara pengumpulan data dengan melakukan

    pemeriksaan secara langsung kepada partisipan penelitian untuk mencari

    peubahan tau hal-hal yang tidak sesuai dengan keadaan normal. Dalam

    metode pemeriksaan fisik ini, peneliti melakukan pemeriksaan meliputi :

    keadaan umum partisipan, tanda-tanda vital dan pemeriksaan head to toe

    dan pemeriksaan dilakukan dengan IPPA (Inspeksi, Palpasi, Perkusi dan

    Auskultasi).

    2. Pengukuran

    Pengukuran merupakan pemantauan kondisi pasien dengan mengukur

    menggunakan alat ukur pemeriksaan, seperti mengukur berat badan, suhu,

    dan tekanan darah serta menghitung frekuensi nafas dan nadi.

    3. Wawancara atau anamnesa

    Wawancara digunakan apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan

    untuk menemukan permasalahan yang diteliti dan juga apabila peneliti

    ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam (Sugiyono,

    2014).Didalam penelitian ini, wawancara dilakukan dengan menggunakan

    pedoman wawancara bebas terpimpin.Artinya, pewawancara diberi

    kebebasan untuk mengolah sendiri pertanyaan sehingga memperoleh

    jawaban yang diharapkan dan responden secara bebas dapat memberikan

    informasi selengkap mungkin (Notoadmojo, 2012).Seperti riwayat

    kesehatan responden, riwayat kesehatan keluarga responden, keluhan yang

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 46

    dirasakan responden sehingga dibawa kerumah sakit, dan keluhan yang

    dirasakan pada saat sekarang ini.

    4. Dokumentasi

    Dokumen merupakan catatan perjalanan penyakit pasien yang sudah

    berlalu yang disusun berdasarkan perkembangan kondisi

    pasien.Dokumentasi keperawatan berbentuk catatan perkembangan, hasil

    pemeriksaan laboratorium, hasil pemeriksaan diagnostik seperti

    rontgen,dan EKG,. Dalam penelitian ini mengunakan dokumen dari RS

    untuk menunjang penelitian yang telah dilakukan.

    G. Hasil Analisis

    Data didapatkan berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan dengan metode

    pengumpulan data dengan teknik wawancara.Analisa data dilakukan

    berdasarkan data-data yang telah diperoleh kemudian dikelompokkan menjadi

    data subjektif dan objektif.Hasil analisa data tersebut kemudian dirumuskan

    menjadi diagnosis keperawatn sesuai dengan panduan Nursing American

    Diagnosis (NANDA), dilanjutkan dengan menyusun intervensi keperawatan,

    melaksanakan implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan.Setelah

    didapatkan hasil pengkajian, perumusan diagnosis dan intervensi, serta

    pelaksanaan implementasi sampai mengevaluasi hasil tindakan keperawatan

    ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada klien yang mengalami gagal

    ginjal atau CKD.Analisa yang dilakukan adalah untuk menentukan kesesuaian

    antara teori yang ada dengan kondisi klien.

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 47

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • BAB IV

    DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS

    A. Deskripsi Kasus

    Pada bab ini peneliti membahas tentang proses asuhan keperawatan pada Ny. J

    sebagai partisipan 1 yang dilakukan pada tanggal 25 Mei 2017 sampai 31 Mei

    2017 dan Ny.F sebagai partisipan 2 yang dilakukan pada tanggal 25 Mei 2017

    sampai 31 Mei 2017 di ruang rawat inap penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil

    Padang. Prinsip dari pembahasan ini dibuat dengan memperhatikan teori proses

    keperawatan yang terdiri dari tahap pengkajian keperawatan, merumuskan

    diagnosa keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, melakukan

    implementasi keperawatan dan melakukan evaluasi keperawatan terhadap

    masalah yang muncul.

    Tabel 4.1 Pengkajian Pada Partisipan 1 dan Partisipan 2

    Asuhan

    Keperawatan

    Pasrtisipan 1 Parisipan 2

    Pengkajian Ny. J berusia 50 tahun , sudah

    menikah, beragama islam,

    pendidikan terakhir SMA dan

    bekerja sebagai ibu rumah

    tangga

    Ny. J masuk ke RSUP Dr. M.

    Djamil Padang. datang melalui

    IGD pada tanggal 22 Mei 2017

    pukul 15.05 WIB diantar oleh

    keluarga, dengan keluhan

    badan terasa lemah, letih, lesu,

    sembab pada tangan dan kaki

    serta air kencing keluar sedikit.

    Riwayat kesehatan sekarang

    Ny. F berusia 56 tahun , sudah

    menikah, beragama islam,

    pendidikan terakhir SMA dan

    bekerja sebagai ibu rumah

    tangga

    Ny.F datang dengan rujukan dari

    RSUD Rasyidin Padang ke

    RSUP Dr. M. Djamil Padang.

    Pasien diantar oleh keluarga,

    melalui IGD tanggal 25 Mei

    2017 pukul 16.00 WIB dengan

    keluhan utama tidak terjadi

    asites, ekstremitas tidak edema

    dan tidak terjadi distensi vena

    jugularis pasien mengalami

    penurunan kesadaran sejak 1

    hari yang lalu dan sebelumnya

    mengalami kejang dirumah.

    Riwayat kesehatan sekarang

    48

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 49

    tanggal 25 Mei 2017, pasien

    mengatakan bahwa kaki dan

    tangannya masih sembab,

    mengeluh air kencing masih

    sedikit, dan sering merasa mual

    dan badan lemah.

    Pasien mengatakan bahwa

    pasien dahulunya sudah

    dikenal menderita Diabetes

    Melitus tipe II sejak 5 tahun

    yang lalu, adanya riwayat

    hipertensi sejak 2 tahun yang

    lalu dan adanya riwayat stroke

    sejak 8 bulan yang lalu.

    Pasien dan keluarga pasien

    mengatakan bahwa ada ibu dan

    kakak pasien yang juga

    menderita Diabetes Melitus.

    Pasien mengatakan suka

    makanan yang bersantan dan

    berminyak. Pasien diberikan

    diit ML RG II, pasien mampu

    menghabiskan diit ¼, minum

    pasien dibatasi± 750 cc. Pola

    aktivitas pasien sehari-hari

    yaitu sebagai ibu rumah tangga

    dan terkadang pergi membantu

    suami kesawah. pasien lebih

    banyak tidur dari hari yang

    biasanya.

    Saat dilakukan pemeriksaan

    fisik, tanggal 25 Mei 2017

    keadaan umum pasien adalah

    GCS : 15, hasil pengukuran

    tekanan darah : 140/90 mmHg

    (normal sistolik : 120-139)

    tanggal 26 Mei 2017, pasien

    mengatakan bahwa badan terasa

    lemah, kurang nafsu makan, dan

    mual.

    Pasien mengatakan bahwa

    pasien ada menderita Diabetes

    Melitus tipe II sejak 8 tahun

    yang lalu dan mendapatkan

    pengobatan metaformin 3 kali

    sehari, namun sudah 2 minggu

    ini pasien tidak mengonsumsi

    obat OAD.

    Pasien dan keluarga pasien

    mengatakan bahwa ada anggota

    keluarga yang juga menderita

    diabetes melitus yaitu ibu

    pasien.

    Pasien mengatakan bahwa

    pasien suka makanan yang

    bersantan dan berminyak. Pasien

    diberikan diit MLRP 48 gr DD

    1700 kkal, pasien hanya mampu

    memakan ½ diit. minum pasien

    mulai dibatasi± 750 cc. Pola

    aktivitas pasien sehari-hari yaitu

    sebagai ibu rumah tangga.

    Pasien mengatakan susah tidur,

    karena kurang nyaman dengan

    suara rintihan pasien

    disebelahnya. Klien BAB tetap 1

    kali sehari dengan konsistensi

    lunak dan berwarna kuning.

    Saat dilakukan pemeriksaan

    fisik tanggal 26 Mei 2017,

    keadaan umum pasien adalah

    GCS : 15, hasil pengkuran

    tekanan darah 120/80 mmHg

    (normal sistolik : 120-139)

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 50

    (normal diastolik 80-90), nadi :

    80 kali permenit (normal nadi :

    60-100 kali permenit), suhu :

    370C (suhu normal : 36,50C –

    37,50C), pernafasan : 24 kali

    permenit (pernafasan normal

    16-24 kalipermenit). wajah

    tampak pucat, konjungtiva

    anemis, mulut tidak bersih,

    mukosa bibir kering, tidak ada

    pernapasan cuping hidung,

    leher tidak ada

    pembengakakan, tidak ada

    distensi vena jugularis.

    Pemeriksaan pada paru-paru,

    dada simetris kiri dan kanan,

    tidak terdapat tarikan dinding

    dada, fremitus kiri dan kanan

    sama, perkusi : sonor,

    auskultasi : vesikuler, pada

    pemeriksaan jantung, ictus

    cordis tidak terlihat, ictus

    teraba 1 jari di RIC VI ,

    perkusi : pekak, auskultasi :

    irama regular. Pemeriksaan

    abdomen, tampak tidak

    membuncit, ketika dilakukan

    palpasi distensi abdomen,

    perkusi : asietes, auskultasi :

    bising usus normal.

    Pada pemeriksaan ekstremitas

    atas, kulit tampak kering, dan

    mengkilap, terdapat pitting

    edema, pruritus serta area

    ekimosis pada kulit. kekuatan

    otot anggota gerak kanan 1,

    otot gerak kiri 5, CRT kembali

    cepat

  • 51

    anggota gerak kanan adalah

    1,otot gerak kiri 5, CRT

    kembali cepat < 2 detik.

    Data psikologis pasien tampak

    gelisah dan cemas, pasien

    mengatakan ingin cepat pulang

    karena ia ingin berkumpul

    dengan keluarganya di rumah.

    Hubungan pasien dengan

    keluarga baik.

    Pemeriksaan penunjang yang

    telah dilakukan oleh pasien

    pada tanggal 22 Mei 2017,

    adalah gula darah sewaktu 132

    mg/dl (normalnya 200), ureum

    darah 140 mg/dl (normalnya :

    10,0-50,0), kreatinin darah 7,0

    mg/dl (normalnya 6,6-8,7),

    protein total : 5,9 g/dl

    (normalnya 6,6 – 8,7)

    albumin : 1,8 (3,4 - 4,8), APTT

    : 40,6 detik (normalnya 28,20 –

    38,10), pH : 7,32 (normalnya

    7,35) PCO2 : 30 mmHg

    (normalnya : 35-45), PO2 : 66

    mmHg (normalnya ), HCO3- :

    15,5 mmol/L (normalnya 22-

    26), BE : -9,4 mmol/L

    (normalnya -2 sampai +2),

    Na+ : 146 (normalnya 135-

    145), K+ : 3,3 mmol/L

    (normalnya 3,5- 5,3).

    Terapi pengobatan yang

    Data psikologis pasien tampak

    sabar dalam menghadapi

    masalah ksehatan yang dialami.

    Hubungan pasien dengan

    keluarga baik.

    Pemeriksaan penunjang yang

    telah dilakukan oleh pasien

    adalah pemeriksaan

    laboratorium pada tanggal

    26/05/2017 gula darah sewaktu

    592 mg/dl (normalnya 200),

    ureum darah 152 mg/dl

    (normalnya : 10,0-50,0),

    kreatinin darah 7,5 mg/dl

    (normalnya 6,6-8,7), protein

    total : 5,5 g/dl (normalnya 6,6 –

    8,7), albumin 2,3 g/dl

    (normalnya 3,8-5,0), globulin

    3,2 g/dl (normalnya 1,3-2,7), pH

    : 7,31 (normalnya 7,35), PCO2 :

    38 mmHg (normalnya : 35-45),

    PO2 : 114 mmHg (normalnya ),

    HCO3- : 19,1 mmol/L

    (normalnya 22-26), BE : -7,2

    mmol/L (normalnya -2 sampai

    +2), Na+ : 124 (normalnya 135-

    145), K+ : 4,7 mmol/L

    (normalnya 3,5- 5,3).

    Terapi pengobatan yang

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 52

    didapatkan oleh Ny. J dimulai

    dari tanggal 22 Mei 2017

    adalah diit ML DD RG II asam

    folat 1x5 mg, bicnat 3x500 mg,

    candesartan 1x16 mg, lasix 2x1

    amp dan HD 2x seminggu.

    didapatkan oleh Ny. F dimulai

    dari tanggal 25 Mei 2017 dalah

    ML RP 48gr DD 1700 Kkal,

    IVFD Nacl 0,9 % 8 j/kolf, Inj.

    Ceftriaxone 1x2 mg, Bicnat

    3x500 j, As. Folat 1x5 mg,

    Osteocal 1x1000 j, Drip critisil

    111, IVFD Nacl 3 %12 jam/kolf,

    Novorapid 3x4 iu, Lovemir 1x6

    iu, HD 2x seminggu.

    Tabel 4.2 Diagnosa Pada Partisipan 1 dan Partisipan 2

    Asuhan

    Keperawatan

    Pasrtisipan 1 Parisipan 2

    Diagnosa

    Keperawatan

    Setelah dilakukan pengkajian

    dengan mengelompokkan data,

    memvalidasi data, ditemukan

    beberapa diagnosa

    keperawatan pada pasien.

    Adapun diagnosa keperawatan

    pada pasien yang ditemukan

    berkaitan dengan gangguan

    keseimbangan cairan dan

    elektrolit adalah sebagai

    berikut : diagnose pertama

    yaitu kelebihan volume

    cairan berhubungan dengan

    retensi cairan dan naatrium ,

    diagnose keperawatan ini

    ditemukan karena beberapa

    karakteristik dari data subjektif

    dan data objektif. Data

    subjektif yang ditemukan

    yakni klien mengatakan tangan

    dan kaki sembab, untuk data

    objektifnya dinilai dari

    pemeriksaan pada ektremitas

    atas dan bawah yaitu klien

    tampak sembab, terdapat

    pitting edema ± 3 mm (derajat

    III), dan kulit tampak

    mengkilap. dari hasil labor

    Na+: 146 (normalnya 135-145),

    Setelah dilakukan pengkajian

    dengan mengelompokkan data,

    memvalidasi data ditemukan

    beberapa diagnose keperawatan

    pada pasien, adapun diagnosa

    keperawatan pada pasien yang

    ditemukan berkaitan dengan

    gangguan keseimbangan cairan

    dan elektrolit adalah sebagai

    berikut : diagnose yang pertama

    yaitu ketidakseimbangan

    cairan dan elektrolit

    berhubungan dengan destruksi

    struktur ginjal secara

    progresif. Diagnosa

    keperawatan ini ditemukan

    karena klien mengeluh bahwa

    badan terasa lemah, mual, tidak

    nafsu makan dan kulit kering

    bersisik. dari data objektif yang

    didapat yaitu ureum darah 152

    mg/dl (normalnya : 10,0-50,0),

    kreatinin darah 7,5 mg/dl

    (normalnya 6,6-8,7), albumin 2,3

    g/dl (normalnya 3,8-5,0),

    globulin 3,2 g/dl, protein total :

    5,5 g/dl (normalnya 6,6 – 8,7).

  • 53

    hematokrit 32% (normalnya

    wanita : 37-43), K+ : 3,3

    mmol/L (normalnya 3,5- 5,3),

    albumin : 1,8 (3,4 - 4,8).

    Diagnose keperawatan yang

    kedua yaitu kerusakan

    integritas kulit berhubungan

    dengan gangguan status

    metabolic. Diagnosa

    keperawatan ini ditemukan

    karena klien mengeluh bahwa

    kulit kering, bersisik. Dari data

    objektif yang didapat yaitu

    kulit tampak kering bersisik

    dan pruritus serta terdapat area

    ekimosis pada kulit. ureum

    darah 140 mg/dl (normalnya :

    10,0-50,0), kreatinin darah 7,0

    mg/dl(normalnya 6,6-8,7).

    Diagnosa keperawatan yang

    kedua yaitu kerusakan

    integritas kulit berhubungan

    dengan gangguan status

    metabolic. Diagnosa

    keperawatan ini ditemukan

    karena klien mengeluh bahwa

    kulit kering, bersisik. Dari data

    objektif yang didapat yaitu kulit

    tampak kering bersisik dan

    pruritus serta terdapat area

    ekimosis pada kulit. ureum darah

    152 mg/dl (normalnya : 10,0-

    50,0), kreatinin darah 7,5

    mg/dl(normalnya 6,6-8,7).

    Tabel 4.3 Intervensi Pada Partisipan 1 dan Partisipan 2

    Asuhan

    Keperawatan

    Pasrtisipan 1 Parisipan 2

    Intervensi

    keperawatan

    Perencanaan diawali dengan

    menentukan tujuan, kriteria

    hasil dan rencana tindakan

    yang akan dilakukan.

    perencanaan ini diharapkan

    dapat menyelesaikan masalah

    keperawatan yang muncul pada

    pasien selama perawatan. pada

    masalah utama kelebihan

    volume cairan tubuh tujuan

    yang diharapkan adalah

    Electrolit and acid base

    balance , serta fluid balance

    dengan indikator serum

    albumin, kreatinin, hematokrit,

    Blood Urea Nitrogen (BUN),

    dalam rentang normal, tidak

    terjadi kelemahan otot, tidak

    Perencanaan diawali dengan

    menentukan tujuan, kriteria hasil

    dan rencana tindakan yang akan

    dilakukan. perencanaan ini

    diharapkan dapat menyelesaikan

    masalah keperawatan yang

    muncul pada pasien selama

    perawatan. pada masalah utama

    ketidakseimbangan cairan dan

    elektrolit berhubungan dengan

    destruksi struktur ginjal secara

    progresif tujuan yang diharapkan

    adalah elektrolit acid and base

    balance dengan indikator serum

    albumin, kreatinin, hematokrit,

    Blood Urea Nitrogen (BUN),

    dalam rentang normal, tidak

    terjadi kelemahan otot, kram

    Poltekkes Kemenkes Padang

  • 54

    terjadi disritmia, tidak terjadi

    asites, ekstremitas tidak edema

    dan tidak terjadi distensi ven