Askep lansia dg ra&terapi

107
Asuhan Keperawatan Lansia dengan Reumatoid Artritis DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I IPENDAHULUAN..................................................... .................... 1 BAB 2 TINJAUAN TEORI............................................................ ........... 2 2.1 TINJAUAN TEORITIS MEDIS....................................... 2 2.1.1 Definisi......................................................... .......................... 2 2.1.2 Etiologi......................................................... .......................... 2 2.1.3 Patofisiologi.................................................... ........................ 3 2.1.4 Manifestasi Klinis........................................................... ........ 5

description

kep kom2

Transcript of Askep lansia dg ra&terapi

Page 1: Askep lansia dg ra&terapi

Asuhan Keperawatan Lansia dengan Reumatoid Artritis

 DAFTAR  ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB  I IPENDAHULUAN.........................................................................         1

BAB 2 TINJAUAN TEORI.......................................................................          2

2.1     TINJAUAN TEORITIS MEDIS.......................................          2

2.1.1 Definisi...................................................................................          2

2.1.2 Etiologi...................................................................................          2

2.1.3 Patofisiologi............................................................................          3

2.1.4 Manifestasi Klinis...................................................................          5

2.1.5 Komplikasi..............................................................................          6

2.1.6 Kriteria Diagnostik.................................................................          6

2.1.7 Penatalaksanaan......................................................................          7

2.2.... TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN....................          8

2.2.1 Pengkajian..............................................................................          8

2.2.2 Diagnosa/Intervensi................................................................          10

BAB 3 Kesimpulan dan Saran....................................................................          19

               3.1 Kesimpulan...............................................................................          19

               3.2 Saran.........................................................................................          19

DAFTAR PUSTAKA

Page 2: Askep lansia dg ra&terapi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang

Perubahan-perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin

meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua

organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua system

musculoskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa

golongan reumatik. Salah satu golongan penyakit reumatik yang sering menyertai usia lanjut

yang menimbulkan gangguan musculoskeletal terutama adalah atritis rheumatoid. Kejadian

penyakit tersebut akan makin meningkat sejalan dengan meningkatnya usia manusia.

Reumatik dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat menurun bila otot

pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Arthritis rheumatoid

memang lebih sering dialami oleh lansia, untuk itu perlu perawatan dan perhatian khusus bagi

lansia dengan arthritis rheumatoid terutama dalam keluarga.

Asuhan keperawatan harus didasarkan pada kepercayaan bahwa pemeliharaan mobilitas

merupakan hal yang kritis untuk kesehatan, kesejahteraan dan kualitas hidup. Perawat juga

memainkan suatu peran penting dalam mengenali dan mengajarkan kepada orang lain tentang

kerentanan lansia karena perpaduan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan perubahan

usia dan kemungkinan adanya faktor iatrogenic yang terjadi pada lansia yang dirawat di rumah

sakit kerena gangguan mobilitas mereka.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1         TINJAUAN TEORITIS MEDIS

Page 3: Askep lansia dg ra&terapi

2.1.1   Definisi

 Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi. Kedua,

itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi. Sedangkan rheumatoid

arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki)

mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya

menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi.

Artritis rheumatoid merupakan penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak diketahui

penyebabnya, dikarakteristikkan oleh kerusakan dan proliferasi membrane synovial yang

menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas.

AR adalah suatu penyakit kronis, seistemik, yang secara khas berkembang perlahan-lahan

dan ditandai oleh adanya radang yang sering kambuh pada sendi-sendi diartrodial dan struktur

yang berhubungan. AR sering disertai dengan nodul-nodul rheumatoid, arthritis, neuropati,

skleritis, perikarditis, limfadenopati, dan splenomegali. AR ditandai oleh periode-periode remisi

dan bertambah parahnya penyakit.

2.1.2   Etiologi

Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor

predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor metabolik, dan infeksi

virus.

Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori yang dikemukakan

mengenai penyebab artritis reumatoid, yaitu :

1.    Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus

2.    Endokrin

3.    Autoimun

4.    Metabolik

5.    Faktor genetik serta faktor pemicu lainnya.

Pada saat ini, artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi.

Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena

virus dan organisme mikoplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen

dari tulang rawan sendi penderita.

Page 4: Askep lansia dg ra&terapi

2.1.3   Patofisiologi

Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya) terutama terjadi

dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-

enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan

akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan

erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak

sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif 

dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2002).

Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan adanya masa

serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama

dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang

cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus

(Long, 1996).

Page 5: Askep lansia dg ra&terapi
Page 6: Askep lansia dg ra&terapi
Page 7: Askep lansia dg ra&terapi

2.1.4   Manifestasi Klinis

Pada lansia, AR dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok.

ü Kelompok 1 adalah RA klasik. Sendi-sendi kecil pada kaki dan tangan sebagian besar terlibat.

Terdapat faktor rheumatoid, dan nodula-nodula rheumatoid sering terjadi. Penyakit dalam

kelompok ini dapat mendorong ke arah kerusakan sendi yang progresif.

ü Kelompok 2 termasuk klien yang memenuhi kriteria dari American Rheumatologic Association

untuk AR karena mereka mempunyai radang sinovitis yang terus-menerus dan simetris, sering

melibatkan pergelangan tangan dan sendi-sendi jari.

ü Kelompok 3, sinovitis terutama memengaruhi bagian proksimal sendi, bahu, dan penggul.

Awitannya mendadak, sering ditandai dengan kekakuan pada pagi hari. Pergelangan tangan

pasien sering mengalami hal ini, dengan adanya bengkak, nyeri tekan, penurunan kekuatan

genggaman, dan sindrom carpal tunnel. Kelompok ini mewakili suatu penyakit yang dapat

sembuh sendiri yang dapat dikendalikan secara baik dengan menggunakan prednisone dosis

rendah atau agens antiinflamasi dan memiliki prognosis yang baik.

Jika tidak diistirahatkan, AR akan berkembang menjadi empat tahap.

1.    Terapat radang sendi dengan pembengkakan membrane synovial dan kelebihan produksi cairan

synovial. Tidak ada perubahan yang bersifat merusak terlihat pada radiografi. Bukti osteoporosis

mungkin ada.

2.    Secara radiologis, keruakan tulang pipih atau tulang rawan dapat dilihat. Klien mungkin

mengalami keterbatasan gerak tetapi tidak ada deformitas sendi.

3.    Jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus, sehingga mengurangi ruang gerak sendi.

Ankilosis fibrosa mengakibatkan penurunan gerakan sendi, perubahan kesejajaran tubuh, dan

deformitas. Secara radiologis terlihat adanya kerusakan kartilago dan tulang.

4.    Ketika jaringan fibrosa mengalami kalsifikasi, ankilosis tulang dapat mengakibatkan terjadinya

imobilisasi sendi secara total. Atrofi otot yang meluas dan luka pada jaringan lunak sepewrti

nodula-nodula mungkin terjadi.

Page 8: Askep lansia dg ra&terapi

 

2.1.5   Komplikasi

Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang

merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat

pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi

faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.

Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan

antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat

ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.

2.1.6   Kriteria Diagnostik

Diagnosis arthritis reumatoid tidak bersandar pada satu karakteristik saja tetapi berdasar

pada evaluasi dari sekelompok tanda dan gejala.

Kriteria diagnostik adalah sebagai berikut:

1.      Kekakuan pagi hari (sekurangnya 1 jam)

2.      Arthritis pada tiga atau lebih sendi

3.      Arthritis sendi-sendi jari-jari tangan

4.      Arthritis yang simetris

5.      Nodula reumatoid dan Faktor reumatoid dalam serum

6.      Perubahan-perubahan radiologik (erosi atau dekalsifikasi tulang)

Page 9: Askep lansia dg ra&terapi

Diagnosis artritis reumatoid dikatakan positif apabila sekurang-kurangnya empat dari tujuh

kriteria ini terpenuhi. Empat kriteria yang disebutkan terdahulu harus sudah berlangsung

sekurang-kurangnya 6 minggu.

2.1.7   Penatalaksanaan

Penanganan medis bergantung pada tahap penyakit ketika diagnosis dibuat dan termasuk

dalam kelompok mana yang sesuai dengan kondisi tersebut. Untuk menghilangkan nyeri dengan

menggunakan agens antiinflamasi, obat yang dapat dipilih adalah aspirin. Namun, efek

antiinflamasi dari aspirin tidak terlihat pada dosis kurang dari 12 tablet per hari, yang dapat

menyebabkan gejala system gastrointestinal dan system saraf pusat. Obat anti-inflamasi non

steroid sangat bermanfaat, tetapi dianjurkan untuk menggunakan dosis yang direkomendasikan

oleh pabrik dan pemantauan efek samping secara hati-hati perlu dilakukan.

Terapi kortikosteroid yang di injeksikan melalui sendi mungkin di gunakan untuk infeksi

di dalam satu atau  dua sendi. Injeksi secara cepat dihubungkan dengan nekrosis dan penurunan

kekuatan tulang. Biasanya, injeksi yang diberikan ke dalam sendi apapun tidak boleh diulangi

lebih dari tiga kali. Rasa nyeri dan pembengkakan umumnya hilang untuk waktu 1 sampai 6

minggu.

Penatalaksanaan keperawatan menekankan pemahaman klien tentang sifat alami AR kronis

dan kelompok serta tahap-tahap yang berbeda untuk memantau perkembangan penyakit. Klien

harus ingat bahwa walaupun pengobatan mungkin mengurangi radang dan nyeri sendi,mereka

harus pula mempertahankan pergerakan dan kekuatan untuk mencegah deformitas sendi. Suatu

program aktivitas dan istirahat yang seimbang sangat penting untuk mencegah peningkatan

tekanan pada sendi.

2.2         TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN

2.2.1   Pengkajian

          Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ

lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau

remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.

1.             Aktivitas/ istirahat

Page 10: Askep lansia dg ra&terapi

Gejala

Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan

pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.

Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.

Tanda

§  Malaise

Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi.

2.             Kardiovaskuler

Gejala

Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis, kemudian

kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).

3.             Integritas ego

Gejala

§  Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan,

§  Faktor-faktor hubungan. Keputusan dan ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan )

§  Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang

lain).

4.             Makanan/ cairan

Gejala

§  Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia

§  Kesulitan untuk mengunyah

Tanda

Penurunan berat badan, Kekeringan pada membran mukosa.

5.             Hygiene

Gejala

Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi.

6.             Neurosensori

Gejala 

Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.

Page 11: Askep lansia dg ra&terapi

7.             Nyeri/ kenyamanan

Gejala

Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi

).

8.             Keamanan

Gejala

Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan dalam ringan

dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap Kekeringan pada

mata dan membran mukosa.

9.              Interaksi sosial

Gejala

Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi.

2.2.2   Diagnosa

1.             Nyeri (akut )

Berhubungan dengan

Agen pencedera : distensi jaringan oleh akumulasi cairan atau proses inflamasi destruksi

sendi.

Ditandai dengan

§  Keluhan nyeri atau ketidaknyamanan, kelelahan

§  Berfokus pada diri/penyempitan focus

§  Perilaku distraksi/respon autonomic

§  Perilaku berhati-hati atau melindungi

Kriteria hasil/ kriteria evaluasi

§  Menunjukkan nyeri hilang/terkontrol

§  Terlihat rileks, dapat tidur atau beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan

§  Mengikuti program farmakologis yang diresepkan

§  Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program control/nyeri

Tindakan Keperawatan

Tindakan/intervensi Rasional

Page 12: Askep lansia dg ra&terapi

Mandiri

1.      Kaji keluhan nyeri, kukalitas, lokasi,

intensitas (skala 0-10), dan waktu. Catat

faktor yang mempercepat dan tanda rasa

sakit nonverbal

Membantu menentukan kebutuhan

manajemen nyeri dan keefektifan

program

2.      Berikan matras/kasur lembut dan bantal

kecil. Tinggikan linen tempat tidur sesuai

kebutuhan

Matras lembut dan bantal kecil

mencegah pemeliharaan kesejajaran

tubuh yang tepat, mengistirahatkan

sendi yang sakit. Peninggian linen

tempat tidur menurunkan tekanan

sendi yang terinflamasi/nyeri

3.      Berikan posisi nyaman waktu

tidur/duduk di kursi. Tingkatkan istirahat

di tempat tidur sesuai indikasi

Penyakit berat/eksaserbasi, tirah

baring diperlukan untuk membatasi

nyeri atau cedera sendi

4.      Pantau penggunaan bantal, karung

pasir, bebat, dan brace

Mengistirahatkan sendi yang sakit dan

mempertahankan posisi netral. Catatan

: penggunaan brace menurunkan

nyeri, dan mengurangi kerusakan

sendi.

5.      Anjurkan mandi air hangat/pancuran

pada waktu bangun. Sediakan waslap

hangat untuk mengompres sendi yang

sakit beberapa kali.

Panas meningkatkan relaksasi otot dan

mobilitas, menurunkan rasa sakit dan

kekakuan di pagi hari. Sensitivitas

pada panas dapat hilang dan luka

dermal. Dapat sembuh

6.      Berikan massase yang lembut Meningkatkan relaksasi atau

mengurangi ketegangan otot.

7.      Gunakan teknik manajemen stress,

missal, relaksasi progresif dan distraksi,

sentuhan terapeutik, biofeedback,

visualisasi, pedoman imajinasi, hipnotis

diri dan pengendalian napas.

Meningkatkan relaksasi, memberikan

rasa control, dan meningkatkan

kemampuan koping.

Page 13: Askep lansia dg ra&terapi

8.      Libatkan dalam aktivitas hiburan yang

sesuai situasi individu

Memfokuskan kembali

perhatian,memberikan stimulasi,

meningkatkan rasa percaya diri dan

perasaan sehat.

Kolaborasi

9.      Berikan obat sesuai petunjuk

          Asetilsalisilat (Aspirin)

          NSAID lainnya ; ibuprofen,

naproksen, piroksikam, fenoprefen

          D-penisilamin ( cuprimine )

          Antasida

          Produk kodein

ASA bekerja antiinflamasi dan efek

analgesic ringan mengurangi kekakuan

dan meningkatkan mobilitas.

Digunakan bila tidak ada efek

terhadap aspirin

Mengontrol efek sistemik rematoid

arthritis jika terapi lainnya tidak

berhasil

Diberikan dengan agen NSAID untuk

meminimalkan iritasi atau

ketidaknyaman lambung.

Narkotik umumnya kontraindikasi

karena sifat kronis dari kondisi.

10.  Bantu dengan terapi fisik, missal sarung

tangan parafin

Member dukungan panas untuk sendi

yang sakit

11.  Siapkan intervensi operasi

( sinovektomi )

Penangkatan sinovium yang meradang

mengurangi nyeri dan membatasi

progresif perubahan degenerative.

2.             Kerusakan mobilitas fisik

Berhubungan dengan

§  Deformitas skeletal

§  Nyeri, ketidaknyamanan

§  Intoleransi terhadap aktivitas, penurunan kekuatan otot.

Page 14: Askep lansia dg ra&terapi

Ditandai dengan

§  Keengganan untuk mencoba bergerak atau ketidakmampuan untuk bergerak dalam lingkungan

fisik

§  Membatasi rentang gerak, ketidakseimbangan koordinasi, penurunan kekuatan otot/kontroldan

massa (tahap lanjut).

Kriteria hasil/kriteria evaluasi

§  Mempertahankan fungsi posisi dengan pembatasan kontraktur

§  Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/atau kompensasi bagian tubuh

§  Mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.

Tindakan Keperawatan

Tindakan/intervensi Rasional

Mandiri

1.    Evaluasi pemantauan tingkat

inflamasi/rasa sakit pada sendi

Tingkat aktivitas atau latihan

tergantung dari perkembangan proses

inflamasi

2.      Pertahankan tirah baring.duduk. jadwal

aktivitas untuk memberikan periode

istirahat terus-menerus dan tidur malam

hari

Istirahat sistemik dianjurkan selama

eksaserbasi akut dan seluruh fase

penyakit untuk mencegah kelelahan,

mempertahankan kekuatan.

3.      Bantu rentang gerak aktif/pasif, latihan

resistif dan isometrik

Meningkatkan fungsi sendi, kekuatan

otot dan stamina

4.      Ubah posisi dengan sering Menghilangkan tekanan jaringan dan

meningkatkan sirkulasi

5.      Posisikan dengan bantal, kantung pasir,

bebat, dan brace

Meningkatkan stabilitas jaringan

(mengurangi risiko cedera),

mempertahankan posisi sendi yang

diperlukan dan kesejajaran tubuh,

mengurangi kontraktur.

6.      Gunakan bantal kecil/tipis di bawah Mencegah fleksi leher

Page 15: Askep lansia dg ra&terapi

leher

7.      Dorong klien memeprtahankan postur

tegak dan duduk tinggi, berdiri, serta

berjalan

Memaksimalkan fungsi sendi,

mempertahankan mobilitas

8.      Berikan lingkungan aman, misal

menaikkan kursi, menggunakan

pegangan tangga pada bak/pancuran dan

toilet, penggunaan alat bantu mobilitas

atau kursi roda

Menghindari cedera akibat

kecelakaan/jatuh

Kolaborasi

9.    Konsul dengan ahli terapi fisik atau

okupasi dan spesialis vokasional

Memformulasikan program latihan

berdasarkan kebutuhan individual

dang mengindentifikasi bantuan

mobilitas.

10.     Berikan  matras busa atau pengubah

tekanan

Menurunkan tekanan pada jaringan

yang mudah pecah dan mengurangi

risko imobilitas dan dekubitus.

11.     Berikan obat sesuai indikasi :

-   Agen antireumatik, misal emas, natrium

tiomelat (myochrysin) atau auranofin

(ridaura)

-   Steroid

Krisoterapi (garam emas)

menghasilkan remisi terus-menerus,

tetapi mengakibatkan inflamasi

rebound bila terjadi penghentian/efek

samping, mis pusing, penglihatan

kabur, syok anafilaksis.

Menekan inflamasi sistemik.

3.             Gangguan Gambaran Diri

Berhubungan dengan

§  Perceptual kognitif

§  Psikososial

§  Perubahan kemampuan untuk melakukan tugas umum

Page 16: Askep lansia dg ra&terapi

§  Peningkatan penggunaan energy, ketidakseimbangan mobilitas

Ditandai dengan

§  Respon verbal terhadap perubahan struktur atau fungsi dari bagian tubuh yang sakit

§  Bicara negative tentang diri sendiri, focus pada kekuatan/fungsi masa lalu, dan penampilan

§  Perubahan gaya hidup/kemampuan fisik untuk melanjutkan peran, kehilangan pekerjaan, dan

ketergantungan pada orang terdekat

§  Perubahan padea keterlibatan social, rasa terisolasi

§  Perasaan tidak brdaya, putus asa

Kriteria hasil/kriteria evaluasi

§  Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit,

perubahan gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan

§  Menerima perubahan gaya tubuh dan mengintegrasikan ke dalam konsep diri

§  Menyusun tujuan/rencana realitas untuk masa depan

§  Mengembangkan keterampilan perawatan diri agar dapat berfungsi dalam masyarakat.

Tindakan Keperawatan

Tindakan/intervensi Rasional

Mandiri

1.    Dorong pengungkapan mengenai proses

penyakit dan harapan masa depan

Berikan kesempatan mengidentifikasi

rasa takut/kesalahan konsep dan

menghadapi secara langsung

2.    Diskusikan persepsi klien mengenai

bagaimana keluarga menerima

keterbatasan

Isyarat verbal atau nonverbal keluarga

berpengaruh pada bagaimana klien

memandang dirinya

3.    Bantu klien mengekspresikan perasaan

kehilangan

Untuk mendapatkan dukungan proses

berkabung yang adaptif

4.    Perhatikan perilaku menarik diri,

penggunaan menyangkal/terlalu

memperhatikan tubuh

Menunjukkan emosional/metode

koping maladaptive sehingga

membutuhkan intervensi lebih

lanjut/dukungan psikologis.

5.    Bantu klien mengidentifikasi perilaku

positif yang membantu koping

Membantu mempertahankan control

diri dan meningkatkan harga diri.

Page 17: Askep lansia dg ra&terapi

6.    Ikutkan klien dalam merencanakan

perawatan dan membuat jadwal aktivitas

Meningkatkan perasaan kompetisi atau

harga diri, mendorong kemandirian,

dan partisipasi terapi.

7.    Berikan bantuan positif Memungkinkan klien merasa senang

terhadap dirinya; menguatkan perilaku

positif;serta meningkatkan percaya diri

Kolaborasi

8.    Rujuk pada konselling psikiatri Klien/keluarga membutuhkan

dukungan selama berhadapan dengan

proses jangka panjang

9.    Berikan obat sesuai indikasi (missal

antiansietas)

Dibutuhkan saat munculnya depresi

hebat sampai klien dapat

menggunakan kemampuan koping

efektif.

4.             Kurang Perawatan Diri

Berhubungan dengan

§  Kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, dan nyeri pada waktu bergerak

§  Depresi

§  Pembatasan aktivitas

Ditandai dengan

§  Ketidakmampuan mengatur aktivitas kehidupan sehari-hari (makan, mandi, berpakaian, dan

eliminasi).

Kriteria hasil/kriteria evaluasi

§  Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan

individual

§  Mendemonstrasikan perubahan teknik atau gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan

diri

§  Mengidentifikasi sumber pribadi atau komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan

diri.

Tindakan Keperawatan

Page 18: Askep lansia dg ra&terapi

Tindakan/intervensi Rasional

Mandiri

1.      Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4)

sebelum timbul penyakit

Melanjutkan aktivitas dengan

beradaptasi pada keterbatasan saat ini

2.      Kaji respons emosional klien terhadap

merawat kemampuan merawat diri yang

menurun dan beri dukungan emosional.

Perubahan kemampuan merawat diri

dapat membangkitkan perasaan cemas

dan frustasi, dimana dapat

mengganggu kemampuan lebih lanjut

3.      Pertahankan mobilitas, control terhadap

nyeri dan program latihan

Mendukung kemandirian fisik atau

emosional

4.      Kaji hambatan terhadap partisipasi

dalam perawatan diri. Identifikasi

modifikasi lingkungan.

Meningkatkan kemandirian yang akan

meningkatkan harga diri

5.      Beri dorongan agar berpartisipasi

dalam merawat diri. Aktivitas yang

terjadwal memungkinkan waktu untuk

merawat diri.

Partisipasi klien dalam merawat diri

meningkatkan harga diri dan

menurunkan perasaan ketergantungan.

6.      Biarkan klien mengontrol lingkungan

sebanyak mungkin, bantu klien hanya

jika diminta.

Memberi kesempatan mengontrol

dapat meningkatkan harga diri dan

menurunkan perasaan ketergantungan.

7.      Jelaskan berapa lama kemampuan

merawat diri yang menurun diharapkan

untuk bertahan, jika diketahui.

Dapat mengurangi ketakutan akan

ketergantungan jangka panjang atau

permanen.

Kolaborasi

8.    Konsultasi dengan ahli terapi okupasi Menentukan alat bantu memenuhi

kebutuhan individu.

5.             Kurang Pengetahuan (Kebutuhan Belajar), mengenai Kondisi, Prognosis, dan Pengobatan

Berhubungan dengan

§  Kurangnya pemajanan/mengingat

§  Kesalahan interpretasi informasi

Page 19: Askep lansia dg ra&terapi

Ditandai dengan

§  Pertanyaan atau permintaan informasi, pernyataan kesalahan konsep

§  Tidak dapat mengikuti instruksi atau terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.

Kriteria hasil/kriteria evaluasi

§  Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/prognosis dan perawatan

§  Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk modifikasi gaya hidup yang konsisten

dengan mobilitas atau pembatasan aktivitas.

Tindakan Keperawatan

Tindakan/intervensi Rasional

Mandiri

1.      Tinjau proses penyakit, prognosis, dan

harapan masa depan

Memberikan pengetahuan dimana

klien dapat membuat pilihan

berdasarkan informasi.

2.      Diskusikan kebiasaan klien dalam

penatalaksanaan proses sakit melalui diet,

obat, latihan dan istirahat.

Tujuan control penyakit adalah untuk

menekan inflamasi atau jaringan lain

untuk mempertahankan fungsi sendi

dan mencegah deformitas

3.      Bantu dalam merencanakan jadwal

aktivitas terintegrasi yang realitas,

istirahat, perawatan pribadi, pemberian

obat, terapi fisik dan manajemen stress.

Memberikan struktur dan mengurangi

ansietas pada waktu menangani proses

penyakit kronis kompleks.

4.      Tekankan pentingnya melanjutkan

manajemen farmakoterapeutik

Keuntungan dari terapi obat

tergantung pada ketepatan dosis,

missal aspirin diberikan secara regular

untuk mendukung kadar terapeutik

darah 18-25 mg.

5.      Rekomendasikan penggunaan aspirin

bersalut atau salisilat nonasetil

Preparat bersalut dicerna dengan

makanan, meminimalkan iritasi gaster,

mengurangi risiko perdarahan.

6.      Anjurkan mencerna obat dengan

makanan, susu, atau antasida pada

Membatasi iritasi gaster. Pengurangan

nyeri dapat meningkatkan tidur dan

Page 20: Askep lansia dg ra&terapi

sebelum tidur kadar darah serta mengurangi

kekakuan pada pagi hari.

7.      Tinjau pentingnya diet yang seimbang

dengan makanan yang banyak

mengandung vitamin, protein, dan zat

besi.

Meningkatkan perasaan sehat dan

perbaikan atau regenerasi jaringan.

8.      Dorong klien obesitas untuk

menurunkan berat badan dan berikan

informasi penurunan berat badan sesuai

kebutuhan

Penurunan berat badan mengurangi

tekanan pada sendi, terutama pinggul,

lutut, pergelangan kaki, dan telapak

kaki.

9.      Berikan informasi mengenai alat bantu,

missal tongkat atau palang keamanan.

Mengurangi paksaan untuk

menggunakan sendi dan

memungkinkan klien ikut serta seecara

lebih nyaman dalam aktivitas yang

dibutuhkan.

10.  Diskusikan teknik menghemat energy,

misal, duduk daripada berdiri untuk

mempersiapkan makanan dan mandi

Mencegah kepenatan, memberikan

kemudahan perawatan diri, dan

kemandirian.

11.  Dorong mempertahankan posisi tubuh

yang benar pada saat istirahat dan waktu

melakukan aktivitas, misal, menjaga agar

sendi tetap meregang, tidak fleksi

Mekanika tubuh yang baik harus

menjadi bagian dari gaya hidup klien

untuk mengurangi tekanan sendi dan

nyeri.

BAB III

PENUTUP

3.1     Kesimpulan

Page 21: Askep lansia dg ra&terapi

RA adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kroni yang tidak diketahui penyebabnya,

dikarakteristikkan oelh kerusakan dan poriliferasi membrane synovial yang menyebabkan

kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas.

Sebagian besar penderita menunjukkan gejala penyakit kronik yang hilang timbul, yang

jika tidak diobati akan menyebabkan terjadinya kerusakan persendian dan deformitas sendi yang

progresif yang menyebabkan disabilitas bahkan kematian dini. Walaupun faktor genetik, hormon

sex, infeksi dan umur telah diketahui berpengaruh kuat dalam menentukan pola morbiditas

penyakit ini.hingga etiologi AR yang sebenarnya tetap belum dapat diketahui dengan pasti.

3.2     Saran

          Penyakit musculoskeletal bukan merupakan suatu konsekuensi penuaan yang tidak dapat

dihindari dan karenanya harus dianggap sebagai suatu proses penyakit spesifik, tidak hanay

sebagai akibat penuaan. Sebagai seorang perawat , untuk mengatasi terjadinya cedera sebagai

akibat efek perubahan postur tubuh sebagai seorang perawat kita harus dapat menjadi perawat

yang terpercaya untuk meningkatkan kesehatan merekan sendiri dan melakukan latihan yang

teratur, postur tubuh dan diet yang benar setiap hari dalam kehidupan mereka sendiri, kemudian

dalam merawat lansia yang mengalami masalah musculoskeletal kita harus dapat memahami

suatu pemahaman terkait masalah tersebut, agar asuhan keperawatan dapat berjalan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Azizah,Lilik Ma’rifatul.  Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Garaha Ilmu. Yogyakarta. 2011

http://akhtyo.blogspot.com/2009/04/rheumatoid-artritis.html. Askep Muskuloskeletal. dipostkan Tyo di

07.56 PM ( Diakses tanggal 11 April 2012)

Kushariyadi. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Salemba Medika. Jakarta. 2010

Mubaraq, Chayatin, Santoso. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep Dan Aplikasi. Salemba Medika.

Jakarta. 2011

Page 22: Askep lansia dg ra&terapi

Stanley, Mickey. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Alih Bahasa; Nety Juniarti, Sari Kurnianingsih.

Editor; Eny Meiliya, Monica Ester. Edisi 2. EGC. Jakarta. 2006

Tamher, S. Noorkasiani. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Salemba

Medika. Jakarta. 2011

GANGGUAN MUSKULOSKELETAL PADA LANSIA

12:28 KTI kebidanan

PENDAHULUAN

Perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan

ini terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh.

Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang

ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya gangguan muskuloskeletal. Adanya gangguan

pada sistem muskuloskeletal dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat

menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Di

daerah urban, dilaporkan bahwa keluhan nyeri otot sendi-tulang (gangguan sistem

musculoskeletal) merupakan keluhan terbanyak pada usia lanjut.

Adapun sebab-sebab gangguan muskuloskeletal pada lansia dapat dikelompokkan sebagai

berikut :

1. Mekanik : penyakit sendi degeneratif (osteoarthritis), stenosis spinal

2. Metabolik : osteoporosis, myxedema, penyakit paget

3. Berkaitan dengan keganasan : dermatomyositis, neuromiopati

4. Radang : polymyalgia rheumatica, temporal (giant cell) arthritis, gout

5. Pengaruh obat

Dari sekian banyak jenis gangguan sistem muskuloskelatal, dalam pembahasan refarat ini akan

dibahas lebih lanjut beberapa yang paling sering terjadi pada lansia seperti osteoarthritis, arthritis

rheumatoid, arthritis gout, osteoporosis dan amiloidosis.

Page 23: Askep lansia dg ra&terapi

IV.2. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Sistem muskuloskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan berperan dalam pergerakan. Sistem

ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, bursa, dan jaringan – jaringan khusus

yang menghubungkan struktur tersebut.

A.Sendi

Sendi adalah pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini dipadukan dengan berbagai

cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen, tendon, fasia, atau otot.

Ada tiga tipe sendi, yaitu :

1. Sendi fibrosa (sinarthroidal), merupakan sendi yang tidak dapat bergerak.

2. Sendi kartilaginosa (amphiarthroidal), merupakan sendi yang sedikit bergerak.

3. Sendi sinovial (diarthroidal), merupakan sendi yang dapat bergerak dengan bebas.

A.1. Sendi fibrosa ( Sinarthroidal )

Sendi ini tidak memiliki lapisan tulang rawan, dan tulang yang satu

dengan yang lainnya dihubungkan oleh jaringan penyambung fibrosa. Contohnya terdapat pada

sutura tulang-tulang tengkorak. Yang kedua disebut sindesmosis, dan terdiri dari suatu

membrane interosseus atau suatu ligament antara tulang. Hubungan ini memungkinkan sedikit

gerakan, tetapi bukan gerakan sejati. Contohnya ialah perlekatan tulang tibia dan fibula bagian

distal.

A.2. Sendi kartilaginosa ( amphiarthroidal )

Sendi kartilaginosa adalah sendi dimana ujung – ujung tulangnya dibungkus oleh rawan hialin

Page 24: Askep lansia dg ra&terapi

dan disokong oleh ligamen, sehingga hanya memungkinkan suatu gerakan yang terbatas. Ada

dua tipe sendi kartilaginosa.

Sinkondrosis adalah sendi-sendi yang seluruh persendiannya diliputi oleh tulang rawan hialin

Sendi-sendi kostokondral adalah contoh dari sinkondrosis. Simfisis adalah sendi yang tulang-

tulangnya memiliki suatu hubungan fibrokartilago, dan selapis tipis tulang rawan hialin yang

menyelimuti permukaan sendi. Simfisis pubis dan sendi-sendi pada tulang punggung adalah

contoh-contohnya.

A.3. Sendi sinovial ( diarthroidal )

Sendi sinovial adalah sendi-sendi tubuh yang dapat digerakkan. Sendi-sendi ini memiliki rongga

sendi dan permukaan rongga sendi dilapisi tulang rawan hialin.

Kapsul sendi terdiri dari suatu selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalam yang terbentuk

dari jaringan penyambung berpembuluh darah banyak dan sinovium yang membentuk suatu

kantung yang melapisi seluruh sendi, dan membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi.

Sinovium tidak meluas melampaui permukaan sendi, tetapi terlipat sehingga sehingga

memungkinkan gerakan sendi secara penuh. Lapisan-lapisan bursa diseluruh persendian

membentuk sinovium. Periosteum tidak melewati kapsul.

Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental yang membasahi permukaan sendi. Cairan

sinovial normalnya bening, tidak membeku dan tidak berwarna. Jumlah yang ditemukan pada

tiap-tiap sendi relatif kecil (1 sampai 3 ml). Hitung sel darah putih pada cairan ini normalnya

kurang dari 200 sel/ml dan terutama adalah sel-sel mononuklear. Asam hialuronidase adalah

senyawa yang bertanggung jawab atas viskositas cairan sinovial dan disintesis oleh sel-sel

pembungkus sinovial. Bagian cair dari cairan sinovial diperkirakan berasal dari transudat plasma.

Cairan sinovial juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi.

Kartilago hialin menutupi bagian tulang yang menanggung beban tubuh pada sendi sinovial.

Tulang rawan ini memegang peranan penting dalam membagi beban tubuh. Rawan sendi

tersusun dari sedikit sel dan sebagian besar substansi dasar. Substansi dasar ini terdiri dari

kolagen tipe II dan proteoglikan yang berasal dari sel-sel tulang rawan. Proteoglikan yang

Page 25: Askep lansia dg ra&terapi

ditemukan pada tulang rawan sendi sangat hidrofilik sehingga memungkinkan tulang rawan

tersebut menerima beban yang berat.

Tulang rawan sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran darah, limfe, atau persarafan.

Oksigen dan bahan-bahan metabolisme lain dibawa oleh cairan sendi yang membasahi tulang

rawan tersebut. Perubahan susunan kolagen pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah

cedera atau usia yang bertambah. Beberapa kolagen baru pada tahap ini mulai membentuk

kolagen tipe I yang lebih fibrosa. Proteoglikan dapat kehilangan sebagian kemampuan

hidrofiliknya. Perubahan-perubahan ini berarti tulang rawan akan kehilangan kemampuannya

untuk menahan kerusakan bila diberi beban berat.

Sendi dilumasi oleh cairan sinovial dan oleh perubahan-perubahan hidrostatik yang terjadi pada

cairan interstitial tulang rawan. Tekanan yang terjadi pada tulang rawan akan mengakibatkan

pergeseran cairan kebagian yang kurang mendapat tekanan. Sejalan dengan pergeseran sendi ke

depan, cairan yang bergerak ini juga bergeser ke depan mendahului beban. Cairan kemudian

akan bergerak kebelakang ke bagian tulang rawan ketika tekanan berkurang. Tulang rawan sendi

dan tulang-tulang yang membentuk sendi biasanya terpisah selama gerakan selaput cairan ini.

Selama terdapat cukup selaput atau cairan, tulang rawan tidak dapat aus meskipun dipakai terlalu

banyak.

Aliran darah ke sendi banyak yang menuju ke sinovium. Pembuluh darah mulai masuk melalui

tulang subkondral pada tingkat tepi kapsul. Jaringan kapiler sangat tebal di bagian sinovium yang

menempel langsung pada ruang sendi. Hal ini memungkinkan bahan-bahan di dalam plasma

berdifusi dengan mudah ke dalam ruang sendi. Proses peradangan dapat sangat menonjol di

sinovium karena di dalam daerah tersebut banyak mengandung aliran darah, dan disamping itu

juga terdapat banyak sel mast dan sel lain dan zat kimia yang secara dinamis berinteraksi untuk

merangsang dan memperkuat respons peradangan.

Saraf-saraf otonom dan sensorik tersebar luas pada ligamen, kapsul sendi, dan sinovium. Saraf-

saraf ini berfungsi untuk memberikan sensitivitas pada struktur-struktur ini terhadap posisi dan

pergerakan. Ujung-ujung saraf pada kapsul, ligamen, dan adventisia pembuluh darah sangat

Page 26: Askep lansia dg ra&terapi

sensitif terhadap peregangan dan perputaran. Nyeri yang timbul dari kapsul sendi atau sinovium

cenderung difus dan tidak terlokalisasi. Sendi dipersarafi oleh saraf-saraf perifer yang

menyeberangi sendi. Ini berarti nyeri yang berasal dari satu sendi mungkin dapat dirasakan pada

sendi yang lainnya, misalnya nyeri pada sendi panggul dapat dirasakan sebagai nyeri lutut.

B.Jaringan Penyambung

Jaringan yang ditemukan pada sendi dan daerah-daerah yang berdekatan terutama adalah

jaringan penyambung yang tersusun dari sel-sel dan substansi dasar. Dua macam sel yang

ditemukan pada jaringan penyambung adalah sel-sel yang tidak dibuat dan tetap berada pada

pada jaringan penyambung seperti pada sel mast, sel plasma, limfosit, monosit, dan leukosit

polimorfonuklear. Sel-sel ini memegang peranan penting pada reaksi-reaksi imunitas dan

peradangan yang terlihat pada penyakit-penyakit rheumatik. Jenis sel yang kedua dalam jaringan

penyambung ini adalah sel-sel yang tetap berada dalam jaringan, seperti kondrosit, fibroblas, dan

osteoblas. Sel-sel ini mensintesis berbagai macam serat dan proteoglikan dari substansi dasar dan

membuat tiap jenis jaringan penyambung memiliki susunan sel yang tersendiri.

Serat-serat yang didapatkan di dalam substansi dasar adalah kolagen dan elastin. Setidaknya

terdapat 11 bentuk kolagen yang dapat diklasifikasikan menurut rantai molekul, lokasi dan

fungsinya. Kolagen dapat dipecahkan oleh kerja kolagenase. Enzim proteolitik ini membuat

molekul stabil berubah menjadi molekul tidak stabil pada suhu fisiologik dan selanjutnya

dihidrolisis oleh proses lain. Perubahan sintesis kolagen tulang rawan terjadi pada orang-orang

yang usianya makin lanjut. Peningkatan aktivitas kolagenase terlihat pada bentuk-bentuk

penyakit reumatik yang diperantarai oleh imunitas seperti pada arthritis reumatoid.

Serat-serat elastin memiliki sifat elastin yang penting. Serat ini didapat dalam ligamen, dinding

pembuluh darah besar dan kulit. Elastin dipecah-pecah oleh enzim yang disebut elastase.

Elastase dapat menjadi penting pada proses pembentukan arteriosklerosis dan emfisema. Ada

bukti-bukti yang menunjukkan bahwa perubahan dalam sistem kardiovaskuler karena penuaan,

dapat terjadi oleh karena peningkatan pemecahan serat elastin

Page 27: Askep lansia dg ra&terapi

.

Selain serat-serat, proteoglikan adalah zat penting yang ditemukan dalam substansi dasar.

Proteoglikan adalah molekul besar terbuat dari rantai polisakarida panjang yang melekat pada

pusat polipeptida. Proteoglikan pada tulang rawan sendi berfungsi sebagai bantalan pada sendi

sehingga sendi dapat menahan beban-beban fisik yang berat. Hubungan proteoglikan dan dengan

proses imunologi dengan proses peradangan adalah kompleks. Limfokin dapat menginduksi sel-

sel jaringan penyambung untuk memproduksi proteoglikan baru, menghambat produksi, atau

meningkatkan pemecahan. Proteoglikan dapat menjadi fokus aksi autoimun pada gangguan

seperti arthritis reumatoid. Pertambahan usia mengubah proteoglikan di dalam tulang rawan,

proteoglikan ini akan kurang melekat satu dengan lainnya dan berinteraksi dengan kolagen.

Perubahan fungsional dan struktural utama yang menjadi bagian dari proses penuaan normal

menyebabkan perubahan biokimia dari jaringan penyambung dan terjadi terutama pada serat dan

proteoglikan.

Evaluasi Cairan Sinovial

Tiap-tiap gangguan rheumatik dapat mempengaruhi perubahan cairan sinovial secara berbeda-

beda. Uji beku musin dilakukan dengan menambahkan asam asetat pada cairan sinovial. Zat ini

akan membentuk presipitasi karena berinteraksi dengan asam hialuronat. Uji ini akan

memberikan hasil yang semakin tidak akurat dengan semakin banyaknya cairan peradangan,

karena asam hialuronat telah dipecahkan oleh enzim-enzim lisosomal sehingga jumlahnya tidak

cukup lagi untuk membentuk presipitasi ketika ditetesi asam asetat. Kejernihan cairan sinovial

normal akan menghilang dengan peningkatan sel-sel dan protein pada keadaan patologik.

IV.3. OSTEOARTHRITIS

Osteoarthritis adalah suatu penyakit sendi degeneratif yang terutama terjadi pada orang yang

berusia lanjut dan ditandai oleh degenerasi kartilago artikularis, perubahan pada membran

sinovia serta hipertrofi tulang pada tepinya. Rasa nyeri dan kaku, khususnya setelah melakukan

aktivitas yang lama akan menyertai perubahan degeneratif tersebut.

A. Insidens, Etiologi dan Patologi

Page 28: Askep lansia dg ra&terapi

Osteoarthritis merupakan bentuk penyakit sendi yang paling sering ditemukan. Diperkirakan ⅓

dari orang berusia >35 tahun, menunjukkan bukti radiografik yang memperlihatkan penyakit

osteoarthritis dengan prevalensi yang terus meningkat sampai 80 tahun. Meskipun mayoritas

pasien, khususnya yang berusia muda, menderita penyakit ringan dan relatif asimptomatik,

osteoarthritis merupakan salah satu dari beberapa penyebab utama yang menimbulkan disabilitas

orang yang berusia > 65 tahun.

Osteoarthritis mungkin bukan satu penyakit melainkan beberapa penyakit yang semuanya

memperlihatkan gambaran klinis dan patologis yang serupa. Akan tetapi terdapat dua perubahan

morfologis utama, yaitu kerusakan fokal tulang rawan sendi yang progresif dan pembentukan

tulang baru pada dasar lesi tulang rawan dan tepi sendi yang dikenal sebagai osteofit. Penelitian

menunjukkan bahwa perubahan metabolisme tulang rawan sendi sudah timbul sejak awal proses

patologis osteoarthritis. Perubahan metabolisme tulang tersebut berupa peningkatan aktivitas

enzim-enzim yang merusak makromolekul matriks tulang rawan sendi yaitu kolagen dan

proteoglikan. Perusakan ini membuat kadar proteoglikan dan kolagen berkurang sehingga kadar

air tulang rawan sendi juga berkurang.

Hal tersebut diatas membuat tulang rawan sendi rentan terhadap beban biasa. Permukaan tulang

rawan sendi menjadi tidak homogen, terpecah-pecah dan timbul robekan-robekan. Dalam hal

inilah, diduga pembentukan tulang baru yaitu osteofit adalah merupakan mekanisme pertahanan

tubuh untuk memperbesar permukaan tulang dibagian inferior tulang rawan sendi yang telah

rusak tersebut. Dengan menambah luas permukaan tulang dibawahnya diharapkan distribusi

beban yang ditanggung persendian tersebut dapat merata.

Beberapa faktor turut terlibat dalam timbulnya osteoarthritis ini. Penambahan usia semata tidak

menyebabkan osteoarthritis, sekalipun perubahan selular atau matriks pada kartilago yang terjadi

bersamaan dengan penuaan kemungkinan menjadi predisposisi bagi lanjut usia untuk mengalami

osteoarthritis. Faktor-faktor lain yang diperkirakan menjadi predisposisi adalah obesitas, trauma,

kelainan endokrin (misalnya diabetes mellitus) dan kelainan primer persendian (misalnya

Page 29: Askep lansia dg ra&terapi

arthritis inflamatorik).

B.Keluhan dan Gejala

Gejala klinis osteoartritis bervariasi, bergantung pada sendi yang terkena, lama dan intensitas

penyakitnya, serta respons penderita terhadap penyakit yang dideritanya. Pada umumnya pasien

osteoartritis mengatakan bahwa keluhan-keluhannya sudah berlangsung lama, tetapi berkembang

secara perlahan-lahan.

Secara klinis, osteoartritis dapat dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu :

1. Subklinis.

Pada tingkatan ini belum ada keluhan atau tanda klinis lainnya. Kelainan baru terbatas pada

tingkat seluler dan biokimiawi sendi.

2. Manifest.

Pada tingkat ini biasanya penderita datang ke dokter. Kerusakan rawan sendi bertambah luas

disertai reaksi peradangan.

3. Dekompensasi

Rawan sendi telah rusak sama sekali, mungkin terjadi deformitas dan kontraktur. Pada tahap ini

biasanya diperlukan tindakan bedah.

Keluhan-keluhan umum yang sering dirasakan penderita osteoartritis adalah sebagai berikut :

•Nyeri Sendi

Merupakan keluhan utama yang sering kali membawa pasien datang ke dokter.Nyeri biasanya

bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.Beberapa gerakan tertentu

menimbulkan rasa sakit yang berlebih dibanding gerakan lain. Pada osteoartritis terdapat

hambatan sendi yang biasanya bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan dengan

bertambahnya rasa nyeri. Asal nyeri dapat dibedakan, yaitu :

- Peradangan

Nyeri yang berasal dari peradangan biasanya bertambah pada pagi hari atau setelah istirahat

beberapa saat dan berkurang setelah bergerak. Hal ini karena sinovitis sekunder, penurunan pH

jaringan, pengumpulan cairan dalam ruang sendi yang menimbulkan pembengkakan dan

peregangan simpai sendi. Semua ini menimbulkan rasa nyeri.

Page 30: Askep lansia dg ra&terapi

- Mekanik

Nyeri akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas lama dan akan berkurang pada waktu

istirahat. Mungkin ada hubungannya dengan keadaan penyakit yang telah lanjut dimana rawan

sendi telah rusak berat. Nyeri biasanya terlokalisasi hanya pada sendi yang terkena, tetapi dapat

juga menjalar

• Kaku Sendi

Merupakan keluhan pada hampir semua penyakit sendi dan osteoartritis yang tidak begitu berat.

Pada beberapa pasien, nyeri dan kaku sendi dapat timbul setelah istirahat beberapa saat misalnya

sehabis duduk lama atau bangun tidur. Berlawanan dengan penyakit inflamasi sendi seperti

artritis rheumatoid, dimana pada artritis rheumatoid kekakuan sendi pada pagi hari berlangsung

lebih dari 1 jam,maka pada osteoartritis kekakuan sendi jarang melebihi 30 menit.

•Pembengkakan Sendi

Merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan cairan dalam ruang sendi. Biasanya teraba

panas tanpa adanya kemerahan. Pada sendi yang terkena akan terlihat deformitas yang

disebabkan terbentuknya osteofit. Tanda-tanda adanya reaksi peradangan pada sendi (nyeri

tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan) mungkin dijumpai pada

osteoartritis karena adanya sinovitis.

•Perubahan Gaya Jalan

Salah satu gejala yang menyusahkan pada pasien osteoartritis adalah adanya perubahan gaya

jalan. Hampir pada semua pasien osteoartritis, pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggulnya

berkembang menjadi pincang. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain

merupakan ancaman besar untuk kemandirian pasien lanjut usia.

•Gangguan Fungsi

Timbul karena ketidakserasian antara tulang pembentuk sendi. Adanya kontraktur, kemungkinan

adanya osteofit, nyeri dan bengkak merupakan penyebab yang menimbulkan gangguan fungsi.

Pada osteoartritis tidak terdapat gejala-gejala sistemik seperti kelelahan, penurunan berat badan

atau demam.

Page 31: Askep lansia dg ra&terapi

C. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium berguna untuk menyingkirkan penyakit sendi lain, karena tidak ada

satupun yang spesifik untuk osteoartritis. Pemeriksaan hematologis umumnya normal, jumlah

leukosit dan laju endap darah normal, kecuali jika disertai infeksi lain. Cairan sendi dapat

diambil dari sendi manapun yang bengkak dan tindakan ini dapat mengurangi rasa nyeri

penderita. Pada osreoartritis, cairan sendi akan meningkat jumlahnya, berwarna kuning

transparan, kental, terdapat gumpalan musin, jumlah leukosit kurang dari 2000/mm3 dengan

proporsi sel normal (25% PMN). Mungkin ditemukan kristal kalsium pirofosfat dan hidroksi-

apatit sebagai penyebab reaksi peradangan. Dapat juga ditemukan serpihan tulang rawan pada

tingkat lanjut penyakit.

Radiologis

Pemeriksaan radiologis membantu diagnosis osteoartritis, tetapi adanya kelainan radiologis tidak

terlalu berarti bahwa ini sebagai penyebab satu-satunya keluhan penderita. Kriteria radiologis

osteoartritis adalah sebagai berikut :

Osteofit pada tepi sendi atau tempat melekatnya ligamen

Adanya periartikuler ossicle terutama pada DIP dan PIP

Penyempitan celah sendi disertai sklerosis jaringan tulang subkondrial

Adanya kista dengan dinding yang sklerotik pada daerah subkondrial

Perubahan bentuk tulang, misal pada caput femur.

Kriteria diagnosis radiologis, yaitu :

1. Meragukan : bila ditemukan 1 dari 5 kriteria diatas

2. Osteoartritis ringan : bila ditemukan 2 dari 5 kriteria diatas

3. Osteoartritis moderate : bila ditemukan 3 dari 5 kriteria diatas

4. Osteoartritis berat : bila ditemukan 4 dari 5 kriteria diatas

D. Diagnosis

Diagnosis osteoartritis ditegakkan berdasarkan anannesis, pemeriksaan jasmani, radiologis, dan

Page 32: Askep lansia dg ra&terapi

bila perlu dengan pemeriksaan laboratorium tertentu. Diagnosis bandingnya terutama dengan

penyakit sendi yang sering ditemui dalam praktek sehari-hari, yaitu artritis gout dan artritis

rheumatoid.

E. Penatalaksanaan Osteoarthritis

Stadium awal osteoarthritis paling baik bila ditangani dengan tindakan konservatif, termasuk

pengobatan dengan obat-obat anti inflamasi non steroid (NSAID) seperti preparat piroxicam

10mg 2x1 hari, preparat naproxen 250-500 mg 2x1 hari,tetapi harus mewaspadai efek yang

timbul di lambung dan reaksi alergi.Dapat juga dengan latihan-latihan fisioterapi atau tanpa

pengobatan sama sekali. Intervensi pembedahan merupakan tindakan yang terlambat setelah

terjadi perkembangan penyakit yang berarti.

Penggunaan injeksi sodium hyaluronate yang berfungsi sama seperti cairan sinovial pada rongga

sendi dapat juga digunakan. Dosis yang dipakai adalah 1 X 2 ml/minggu selama 5 minggu

berturut-turut.

Indikasi bedah dilakukan bila nyeri dan pengurangan fungsi masih ada setelah pemberian obat-

obat anti inlamasi non steroid, suntikan steroid ke dalam sendi dan penggunaan bidai kecil.

Osteoarthritis lanjut pada persendian perifer sering memerlukan pembedahan untuk meringankan

rasa nyeri dan memperbaiki fungsi sendi, misalnya tindakan menyatukan sendi atau arthroplasti

reseksi untuk menyumbat rongga sendi, osteotomi untuk menghasilkan kembali keseimbangan

berbagai gaya mekanis, atau artroplasti penggantian sendi secara total untuk membentuk kembali

permukaan artikulasi sendi.

Selain dari pengobatan medis seperti diatas, dapat juga disertai dengan penatalaksanaan lain

seperti sebagai berikut :

•Meyakinkan penderita bahwa penyakitnya tidak progresif karena biasanya

penderita takut sekali menjadi lumpuh atau cacat. Rencana pengobatan selanjutnya dijelaskan

dan disesuaikan dengan keadaan umum penderita, sendi-sendi yang terkena, keluhan dan sikap

hidup sehari-hari.

•Istirahat atau proteksi terhadap sendi yang terkena

Page 33: Askep lansia dg ra&terapi

•Koreksi semua faktor-faktor yang menimbulkan stress berlebihan pada rawan

sendi. Tindakan ini bukan saja akan mengurangi beban pada rawan sendi, tetapi juga

memperlambat proses degenerasi sehingga akan lebih memberi kesempatan proses regenerasi

berlangsung.

•Diet, selain untuk mengurangi berat badan, tidak ada bukti bahwa diet berperan

langsung terhadap pengobatan osteoartritis. Dengan menghilangkan kegemukan penderita

osteoartritis sendi penyokong berat badan maka akan mengurangi keluhan.

•Fisioterapi, terutama pemanasan dan latihan yang adekuat. Pemanasan badan

(moist health) lebih nyaman daripada pemanasan kering. Massage, penggunaannya sangat

terbatas karena hanya berefek pada otot yang melingkupi sendi, sedang sendinya sendiri tidak

dapat dicapai. Massage berguna untuk mengurangi nyeri karena spasme otot.

•Alat bantu, misalnya traksi atau pemakaian soft collar untuk spondilosis leher,

korset untuk spondilosis lumbal, tongkat untuk osteoartritis lutut atau pinggul.

Berdasarkan perkembangan penelitian tentang osteoartritis, untuk pengobatan terbaru

osteoartritis dapat dipakai kombinasi Chondroitin Sulfate (CS) dan Glucosamine Sulfate (GS).

Dengan kombinasi ini sangat efektif untuk menghilangkan nyeri pada osteoartritis juga nyeri

pada artritis rheumatoid.

Glucosamine adalah bentuk polisakarida terbuat dari kulit kerang yang merupakan bahan dasar

pembentuk tulang rawan sendi. Cara kerjanya menstimulasi fungsi dan kerja sendi sehingga

dapat terjadi regenerasi sel rawan sendi secara berkesinambungan. Zat tersebut disisipkan

melalui pergesekan sendi ke dalam rawan sendi untuk membentuk sel-sel rawan. Chondroitin

sulfat terbuat dari tulang rawan ikan hiu dan paus. Khasiatnya adalah antiinflamasi (peradangan)

dan penghilang rasa sakit. Zat itu juga bisa menetralisasi perusakan enzim dan meningkatkan

kualitas cairan sendi. Kombinasi preparat Glocosamine HCL 250 mg dengan Chondroitin

Sulphate 200 mg dengan dosis 3x1.

Obat-obatan golongan terbaru pada pengobatan osteoartritis:

Golongan cox-2 inhibitors berperan dalam menghambat enzim siklooksigenase yang berfungsi

mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin yang berperan dalam timbulnya inflamasi dan

nyeri sehingga mengurangi terjadinya perdarahan lambung dan gangguan pada ginjal.

Page 34: Askep lansia dg ra&terapi

Contoh obatnya : Celecoxib 100mg 2x1 hari, Valdecoxib 10-20mg 1x1 hari, tidak boleh

diberikan pada orang dengan alergi NSAID, asma.

IV.4. ARTHRITIS RHEUMATOID

Menurut definisi, artritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi yang mengenai jaringan ikat

sendi, bersifat progresif, simetrik, dan sistemik serta cenderung menjadi kronik. Atau arthritis

reumatoid adalah kelainan sistemik dengan manifestasi utama pada persendian yang berkembang

secara perlahan-lahan dalam beberapa minggu.

A. Insidens, Etiologi dan Patogenesis

Jaringan sinovia menjadi hiperplastik dan mengalami infiltrasi oleh limfosit serta sel-sel plasma.

Sejumlah zat pengantar inflamasi, termasuk interleukin 1, prostaglandin, dan imunoglobulin

ditemukan dalam cairan sinovia.

B. Keluhan dan gejala

Sebagian besar pasien arthritis reumatoid yang berusia lanjut menderita penyakit tersebut sebagai

suatu proses yang tengah berlangsung dan sudah dimulai.Kalau arthritis reumatoid baru terjadi

ketika seseorang sudah berusia lanjut, onsetnya dapat timbul perlahan atau terjadi secara akut.

Pada kebanyakan pasien, keadaan artritis disertai dengan gejala konstitutional yang ringan atau

sedang.

Page 35: Askep lansia dg ra&terapi

Biasanya arthritis reumatoid terutama ditemukan pada persendian yang kecil pada tangan (yaitu

di artikulasio interfalangeal proksimal, metakarpofalangeal), kemudian kaki (pada artikulasio

metatarsofalangeal, interfalangeal) dan pergelangan tangan, baru kemudian penyakit ini

mengenai persendian yang besar (misalnya sendi siku, bahu, lutut). Kalau onsetnya terjadi secara

tiba-tiba selama waktu beberapa hari saja, pasien sering mengalami gejala malaise, anoreksia,

penurunan berat badan dan depresi. Gejala panas dan perspirasi malam hari kadang-kadang

dikemukakan. Pada akhirnya, arthritis reumatoid akan menjadi penyakit tambahan yang simetris

persendian seperti halnya arthritis reumatoid pada pasien yang berusia muda.

C. Hasil Laboratorium

Beberapa hasil uji laboratorium dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis arthritis

reumatoid. Sekitar 85% penderita arthritis reumatoid mempunyai autoantibodi didalam serumnya

yang dikenal sebagai faktor reumatoid. Autoantibodi ini adalah suatu faktor anti-gama globulin

(IgM) yang bereaksi terhadap perubahan IgG. Titer yang tinggi, lebih besar dari 1:160, biasanya

dikaitkan dengan nodula reumatoid, penyakit yang berat, vaskulitis, dan prognosis yang buruk.

Faktor reumatoid adalah suatu indikator diagnosis yang membantu, tetapi uji untuk menemukan

faktor ini bukanlah suatu uji untuk menyingkirkan diagnosis reumatoid arthritis. Hasil yang

positif dapat juga menyatakan adanya penyakit jaringan penyambung seperti lupus eritematosus

sistemik, sklerosis sistemik progresif, dan dermatomiositis. Selain itu, sekitar 5% orang normal

memiliki faktor reumatoid yang positif dalam serumnya. Insidens ini meningkat dengan

bertambahnya usia. Sebanyak 20% orang normal yang berusia diatas 60 tahun dapat memiliki

faktor reumatoid dalam titer yang rendah.

Laju endap darah (LED) adalah suatu indeks peradangan yang bersifat tidak spesifik. Pada

arthritis reumatoid nilainya dapat tinggi (100 mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti

bahwa laju endap darah dapat dipakai untuk memantau aktivitas penyakit.

Arthritis reumatoid dapat menyebabkan anemia normositik normokromik melalui pengaruhnya

pada sumsum tulang. Anemia ini tidak berespons terhadap pengobatan anemia yang biasa dan

dapat membuat penderita cepat lelah. Seringkali juga terdapat anemia kekurangan besi sebagai

Page 36: Askep lansia dg ra&terapi

akibat pemberian obat untuk mengobati penyakit ini. Anemia semacam ini dapat berespons

terhadap pemberian besi.

Cairan sinovial normal bersifat jernih, berwarna kuning muda hitung sel darah putih kurang dari

200/mm3. Pada arthritis reumatoid cairan sinovial kehilangan viskositasnya dan hitungan sel

darah putih meningkat mencapai 15.000 – 20.000/ mm3. Hal ini membuat cairan menjadi tidak

jernih. Cairan semacam ini dapat membeku, tetapi bekuan biasanya tidak kuat dan mudah pecah.

D. Kriteria Diagnostik

Diagnosis arthritis reumatoid tidak bersandar pada satu karakteristik saja tetapi berdasar pada

evaluasi dari sekelompok tanda dan gejala.

Kriteria diagnostik adalah sebagai berikut:

1. Kekakuan pagi hari (sekurangnya 1 jam)

2. Arthritis pada tiga atau lebih sendi

3. Arthritis sendi-sendi jari-jari tangan

4. Arthritis yang simetris

5. Nodula reumatoid dan Faktor reumatoid dalam serum

6. Perubahan-perubahan radiologik (erosi atau dekalsifikasi tulang)

Diagnosis artritis reumatoid dikatakan positif apabila sekurang-kurangnya empat dari tujuh

kriteria ini terpenuhi. Empat kriteria yang disebutkan terdahulu harus sudah berlangsung

sekurang-kurangnya 6 minggu.

E. Pengobatan

Terapi farmakologis yang utama untuk artritis reumatoid adalah penggunaan obat anti inflamasi

non steroid (AINS). Obat anti inflamasi non steroid umumnya diberikan kepada arthritis

reumatoid sejak masa dini penyakit ini dimaksudkan untuk mengatasi rasa nyeri sendi akibat

inflamasi. Keterbatasan dalam penggunaan AINS adalah toksisitasnya. Toksisitas AINS yang

paling sering dijumpai adalah efek sampingnya pada gastrointestinal, terutama jika AINS

Page 37: Askep lansia dg ra&terapi

digunakan bersama obat lain, alkohol, kebiasaan merokok, atau dalam keadaan stress. Usia juga

merupakan faktor resiko untuk mendapatkan efek samping gastrointestinal akibat AINS. Bagi

pasien yang sensitif dapat digunakan preparat AINS dalam bentuk supositoria, enteric coated.

Preparat dalam bentuk ini kurang berpengaruh dalam mukosa lambung dibandingkan dengan

preparat biasa. Pada pihak lain, walaupun AINS dalam bentuk ini seringkali dianggap kurang

menyebabkan timbulnya iritasi gastrointestinal akibat kontak langsung dengan mukosa

gastroduodenal, umumnya obat dalam bentuk ini tetap memiliki efek sistemik terutama menekan

sintesis prostaglandin sehingga obat ini juga harus digunakan secara hati-hati terutama pada

pasien yang telah memiliki gangguan gastoduodenal. Efek samping lain yang mungkin dijumpai

pada pengobatan AINS antara lain adalah reaksi hipersensitivitas, gangguan fungsi hati dan

ginjal serta penekanan sistem hematopoetik.

Selain AINS pengobatan arthritis rematoid juga dilakukan dengan terapi fisik dan okupasional

yang harus dilakukan bersama-sama dengan exercise serta pemakaian peralatan penopang dan

mungkin pula cara-cara jasmaniah untuk meringankan rasa nyeri (misalnya kompres hangat atau

dingin pada tempat yang sakit). Meskipun istirahat perlu dianjurkan pada saat-saat kambuhnya

penyakit, immobilitas irreversibel dapat terjadi jika seorang pasien lanjut usia dibiarkan tirah

baring dalam waktu yang lama.

Jika pasien tidak memperlihatkan respon yang memuaskan terhadap pengobatan dan terapi fisik

dalam waktu 6 hingga 12 minggu, terapi pilihan kedua (second line therapy) harus segera

dimulai. Banyak pasien dengan inflamasi yang aktif pada persendian memberikan respon

terhadap terhadap preparat kortikosteroid sistemik (misalnya pemberian prednison selama 1

bulan yang dimulai dengan takaran 25 mg/hari dan kemudian diturunkan secara perlahan-lahan

dengan cara tappering-off menjadi 5 hingga 10 mg/hari). Efek jangka panjang (osteoporosis,

katarak, kesembuhan luka yang jelek, hiperglikemia, hipertensi dan peningkatan resiko infeksi)

harus seimbang dengan manfaat yang diberikan oleh pengobatan ini. Pemberian preparat steroid

intra artikular dapat membantu mengatasi inflamasi rheumatoid akut yang mengenai satu sendi.

IV.5. ARTHRITIS GOUT

Page 38: Askep lansia dg ra&terapi

Artritis gout adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi kristal asam urat pada

jaringan sekitar sendi (tofi). Gout juga merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok

gangguan metabolik yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia).

A. Insidens dan Patogenesis

Gout dapat bersifat primer maupun sekunder. Gout primer merupakan akibat langsung

pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat

proses penyakit lain atau pemakaian obat tertentu.

Masalah akan timbul bila terbentuk kristal-kristal dari monosodium urat monohidrat pada sendi-

sendi dan jaringan sekitarnya. Kristal-kristal berbentuk jarum ini mengakibatkan reaksi

peradangan yang bila berlanjut akan mengakibatkan nyeri hebat yang sering menyertai serangan

gout.. Jika tidak diobati endapan kristal akan menyebabkan kerusakan hebat pada sendi dan

jaringan lunak

Pada keadaan normal kadar urat serum pada pria mulai meningkat setelah pubertas. Pada wanita

kadar urat tidak meningkat sampai setelah menopause karena estrogen meningkatkan ekskresi

asam urat melalui ginjal. Setelah menopause kadar urat serum meningkat seperti pada pria.

Gout jarang terjadi pada wanita. Sekitar 95% penderita gout adalah pria. Gout dapat ditemukan

di seluruh dunia, pada semua ras manusia. Ada prevalensi familial dalam penyakit gout yang

mengesankan suatu dasar genetik dari penyakit ini. Namun ada sejumlah faktor yang agaknya

mempengaruhi timbulnya penyakit ini, termasuk diet, berat badan, dan gaya hidup.

B. Gambaran Klinis

Terdapat empat tahap dari perjalanan klinis penyakit gout yang tidak diobati. Tahap pertama

adalah hiperurisemia asimtomatik. Dalam tahap ini penderita tidak menunjukkan gejala-gejala

selain dari peningkatan asam urat serum. Hanya 20% dari penderita hiperurisemia asimptomatik

yang menjadi serangan gout akut.

Page 39: Askep lansia dg ra&terapi

Tahap kedua adalah arthritis gout akut. Pada tahap ini terjadi pembengkakan mendadak dan nyeri

yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki dan metatarsofalangeal. Arthritis bersifat

monoartikular dan menunjukkan tanda-tanda peradangan lokal. Mungkin terdapat demam dan

peningkatan jumlah sel darah putih. Serangan dapat dipicu oleh pembedahan, trauma, obat-

obatan, alkohol, atau stress emosional. Tahap ini biasanya mendorong pasien untuk mencari

pengobatan segera. Sendi-sendi lain dapat terserang, termasuk sendi jari-jari tangan, lutut, mata

kaki, pergelangan tangan, dan siku. Serangan gout akut biasanya pulih tanpa pengobatan, tetapi

dapat memakan waktu 10 sampai 14 hari.

Perkembangan dari serangan akut gout umumnya mengikuti serangkaian peristiwa sebagai

berikut. Mula-mula terjadi hipersaturasi dari urat plasma dan cairan tubuh. Selanjutnya diikuti

oleh penimbunan di dalam dan sekeliling sendi-sendi. Mekanisme terjadinya kristalisasi urat

setelah keluar dari serum masih belum jelas dimengerti. Serangan gout seringkali terjadi sesudah

trauma lokal atau ruptura dari tofi (timbunan natrium urat), yang mengakibatkan peningkatan

cepat dari konsentrasi asam urat lokal. Tubuh mungkin tidak dapat mengatasi peningkatan ini

dengan baik, sehingga terjadi pengendapan asam urat di luar serum. Kristalisasi dan penimbunan

asam urat akan memicu serangan gout. Kristal-kristal asam urat memicu respons fagositik oleh

leukosit, sehingga leukosit memakan kristal-kristal urat dan memicu mekanisme respons

peradangan lainnya. Respons peradangan ini dapat dipengaruhi oleh lokasi dan banyaknya

timbunan kristal asam urat. Reaksi peradangan dapat meluas dan bertambah sendiri, akibat dari

penambahan timbunan kristal dari serum

.

Pembengkakan tangan kiri pada penderita gout

Tahap ketiga setelah serangan gout akut adalah tahap interkritical. Tidak terdapat gejala-gejala

pada masa ini yang dapat berlangsung dari beberapa bulan sampai tahun. Kebanyakan orang

mengalami ulangan serangan gout dalam waktu kurang dari 1 tahun jika tidak diobati.

Tahap keempat adalah tahap gout kronik dimana timbunan urat terus bertambah dalam beberapa

tahun jika pengobatan tidak dimulai. Peradangan kronik akibat kristal-kristal asam urat

Page 40: Askep lansia dg ra&terapi

menyebabkan nyeri, sakit, dan kaku, juga pembesaran dan penonjolan dari sendi yang bengkak.

Serangan akut dari artritis gout dapat terjadi pada tahap ini. Tofi terbentuk pada masa gout

kronik akibat insolubilitas realtif dari urat. Bursa olekranon, tendon Achilles, permukaan

ekstensor lengan bawah, bursa infrapatelar, dan heliks telinga adalah tempat yang sering

dihinggapi tofi.

C. Diagnosis

Diagnosis artritis gout didasarkan pada kriteria American Rheumatism Association (ARA),

yaitu :

•Terdapat kristal urat dalam cairan sendi atau tofus dan atau

•Bila ditemukan 6 dari 12 kriteria tersebut dibawah ini :

1. Inflamasi maksimum pada hari pertama

2. Serangan artritis akut lebih dari satu kali

3. artritis nonartikuler

4. Sendi yang terkena berwarna kemerahan

5. Pembengkakan dan sakit pada sendi metatarsofalangeal

6. Serangan pada sendi metatarsofalangeal unilateral

7. Serangan pada sendi tarsal unilateral

8. Adanya fokus

9. Hiperurisemia

10. Pada foto sinar-x tampak pembengkakan sendi asimetris

11. Pada foto sinar-x tampak kista subkortikal tanpa erosi

12. kultur bakteri cairan sendi negatif

Diagnosa banding terutama dengan penyakit artritis monoartikular dan artritis yang timbulnya

akut, yaitu pseudogout, artritis piogenik, demam reumatik, artritis reumatoid, artritis virus dan

lain-lain. Dalam praktek sehari-hari ada dua jenis penyakit sendi yang harus dibedakan dengan

Page 41: Askep lansia dg ra&terapi

penyakit pirai sendi yaitu pseudogout dan artritis piogenik.

D. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan terapi artritis gout sebaiknya mengikuti pedoman terapi sebagai berikut :

•Hentikan serangan nyeri yang hebat pada serangan artritis gout akut

•Berikan kolkisin sebagai pencegahan terhadap serangan berulang dari artritis gout

•Evaluasi kadar asam urat dalam urine selama 24 jam setelah terapi

nonfarmakologi diberikan yaitu diet rendah purin dijalankan

•Penanggulangan untuk artritis gout kronis

Adapun pengobatan artritis gout dibagi atas:

1. Serangan akut

Cara yang efektif dan sederhana mengatasi serangan artritis gout yang akut adalah penggunaan

obat-obat anti inflamasi non-steroid. Kesembuhan akan terlihat dalam waktu 24 jam dan

gejalanya menghilang setelah 3 hari. Preparat colchicine IV dengan takaran 1 sampai 2 mg yang

diencerkan dengan larutan NaCl 0,9% dan disuntikkan selama waktu 20 menit merupakan

preparat yang sangat efektif untuk meredakan gejala yang akut. Preparat colchicine oral dengan

takaran 0,5 mg 2 X sehari hingga 4 X sehari selama 2 sampai 3 hari mungkin diperlukan untuk

kesembuhan total. Namun karena efek sampingnya yaitu timbulnya gejala toksisitas

gastrointestinal, pengobatan ini sudah mulai ditinggalkan.

Tindakan efektif lainnya yaitu dengan cara pungsi cairan sinovia dan penyuntikan deposteroid

dengan dosis 40 mg (triamsinolon). Tindakan ini efektif terutama pada pasien yang tidak

mendapat pengobatan per oral atau tidak dapat mentolerir pemakaian NSAID ataupun colchicine.

Preparat urikosurik dan alopurinol harus dihindari selama serangan akut. Insidensi terjadinya

artritis gout akut yang rekuren dapat diturunkan dengan pemberian colchicine 2 X 0,5 mg/hari

dalam jangka waktu lama.

2. Tindakan untuk menurunkan kadar asam urat serum

Page 42: Askep lansia dg ra&terapi

Tindakan untuk menurunkan kadar asam urat serum dapat diberikan preparat urikosurik yang

salah satunya adalah probenesid dengan dosis 500 mg tiap 12 jam dan dapat ditingkatkan hingga

mencapai 3 gram/hari untuk kadar sama urat serum sampai 6 mg/dl.. Alternatif lain dapat

diberikan sulfinpirazon yang relatif bekerja singkat dan harus diberikan tiap 6 jam dengan dosis

terbagi yang berkisar dari 300 – 1000 mg/hari.

Allopurinol merupakan preparat urikosurik yang sangat efektif bekerja dengan menyekat lintasan

metabolik yang memproduksi asam urat, khususnya dengan menghambat kerja enzim xantin

oksidase. Dosis sebesar 2 X 100 mg/hari dapat ditingkatkan hingga mencapai dosis 600 mg/hari

untuk mendapatkan efek yang diinginkan. Pada penyakit gout dengan tofus yang berat, preparat

alopurinol dapat digunakan bersama-sama preparat urikosurik lainnya.

VI.6. AMILOIDOSIS

Amiloidosis adalah suatu sindroma klinis yang ditandai penumpukan protein amiloid yang

berbentuk fibrin pada jaringan tubuh. Penumpukan ini disebabkan oleh produksi yang berlebihan

dan pengeluaran yang menurun. Protein ini memiliki sifat biokimiawi yang unik. Ia dapat

tertumpuk secara setempat, tidak mempunyai arti klinis, atau secara klinis, atau secara nyata

mengenai sistem organ manapun dalam tubuh, yang menyebabkan perubahan patofisiologi yang

berat, atau penyakit ini dapat berupa pertengahan di antara keduanya. Bagi pasien dan

keluarganya, amiloidosis adalah suatu hal yang menakutkan, karena itu pencegahan dan

pengobatan yang efektif adalah penting.

A. Klasifikasi

Fibril amiloid dibentuk dari prekursor protein dengan berat molekul besar. Sebagai pengecualian

adalah tipe amiloid yang berkaitan dengan hemodialisis, di mana ß2 mikroglobulin dapat terlibat.

Bila amiloid sudah terbentuk, ia memiliki resistensi terhadap enzim proteolitik.Dalam bentuk

sekunder ( AA ), perubahan dari penyakit inflamasi atau stimulus imunologis kadang – kadang

diikuti dengan resorpsi komplet.

Page 43: Askep lansia dg ra&terapi

Amiloidosis terdapat dalam berbagai macam bentuk yang berbeda secara klinis dan biokimiawi,

yang dikelompokkan berdasarkan susunan fibrin yang dimilikinya. Fibril amiloid memiliki

komposisi kimiawi bervariasi dan berdasarkan hubungannya dengan sindroma klinisnya, ada tiga

jenis amiloid yang dominan. Amiloid AA, biasanya berhubungan dengan penyakit inflamasi

yang lama, amiloid AL yang berhubungan dengan produksi yang berlebihan dari

immunoglobulin rantai pendek, dan amiloid ß2 mikroglobulin yang berhubungan dengan

hemodialisis.

Selain tiga jenis amiloid tadi juga terdapat amiloid ASc yang biasa ditemukan pada pasien di atas

umur 60 tahun, dengan penyakit jantung. Juga terdapat amiloid tipe AF yang menyertai tipe

klinis dari amiloidosis familial

Tipe amiloidosis yang paling umum adalah :

1.. Amiloidosis primer, biasanya berhubungan dengan kelainan sel plasma,

multipel myeloma dan disebabkan amiloid tipe AL yang diproduksi berlebihan.

2. Amiloidosis sekunder, berhubungan dengan penyakit inflamasi kronis,seperti rheumatoid

arthritis, osteomyelitis, malaria, tuberkulosis, lepra, dan demam mediteranea familial, dan

disebabkan fibril amiloid tipe AA, yang disintesis berlebihan.

3. Amiloidosis familial (herediter), berhubungan dengan neuropathy, cardiomyopathy familial,

disebabkan protein transthyretin abnormal yang diproduksi di hepar.

4. Amiloidosis hemodialisis, yang berhubungan dengan hemodialisis ginjal, disebabkan ß2

mikroglobulin yang tidak dapat dikeluarkan ginjal pada waktu hemodialisis.

Selain itu juga terdapat penggolongan lain adalah penggolongan yang secara klinis:

1. Amiloidosis (tanpa bukti akan atau sedang timbulnya penyakit) primer

(tipe AL)

2. Amiloid yang berkaitan dengan multiple mieloma (juga tipe AL)

3. Amiloidosis sekunder atau yang reaktif (tipe AA) yang berkaitan dengan penyakit infeksi

kronis (misalnya osteomielitis, tuberkulosis, lepra) atau penyakit radang kronik (misalnya

Page 44: Askep lansia dg ra&terapi

arthritis rheumatoid)

4. Amiloidosis heredofamilial, jenis kelainan neuropati [tipe AF transtiretin (praalbumin)],

ginjal, kardiovaskuler, dan gejala lainnya, serta amiloidosis yang berkaitan dengan demam

Mediteranea yang bersifat familial (tipe AA)

5. Amiloidosis setempat (fokal, seringkali menyerupai tumor, penumpukan timbul pada organ

yang terisolasi, seringkali kelenjar endokrin, tanpa tanda terserang secara sistemik)

6. Amiloidosis yang berkaitan dengan usia, terutama pada jantung dan dalam otak

7. Amiloidosis yang berkaitan dengan hemodialisis yang telah berlangsung lama

B. Manifestasi klinis

Amiloid dapat menyerang persendian secara langsung dengan keberadaanya di membran sinovial

dan cairan sinovial atau di tulang rawan sendi. Arthritis amiloid dapat menyerupai beberapa

penyakit rheumatik karena timbul sebagai arthritis simetris pada persendian kecil dengan nodul,

kekakuan sendi pada pagi hari dan kelelahan.Banyak pasien dengan arthropati amiloid ternyata

menderita multiple mieloma. Cairan sinovial biasanya mengandung sedikit sel darah putih,

bekuan musin yang baik sampai tingkat menengah, predominansi sel mononuclear, dan tanpa

kristal. Penelitian dari contoh pembedahan dengan angka kejadian yang mencolok menunjukkan

terdapatnya amiloid di tulang rawan, kapsul dan sinovial pada osteoarthritis. Penyebaran amiloid

di otot dapat mengakibatkan pseudomiopati.

Amiloidosis pada endokardium atrial kiri

Gejala klinis lainnya tergantung dari sistem organ yang terkena. Bila mengenai paru – paru dapat

timbul dyspneu, penyakit paru interstitial. Akibat infiltrasi amiloid pada miokard dan endokard,

dapat timbul kardiomyopathi, aritmia, angina pektoris, gagal jantung kongestif. Pada ginjal dapat

timbul sindroma nefrotik dan gagal ginjal. Bila terdapat di otak, dapat timbul gejala demensia,

sehingga dianggap berperan dalam penyakit Alzheimer.

Amiloidosis primer pada ginjal

( Amiloidosis primer pada ginjal )

Page 45: Askep lansia dg ra&terapi

C. Diagnosis

Diagnosis spesifik amiloid bergantung kepada pengumpulan spesimen jaringan melalui biopsi

dan penemuan amilod melalui pewarnaan yang tepat. Bila seorang pasien menderita penyakit

kronik yang mengarah ke amiloid seperti arthritis rheumatoid, tuberkulosis, paraplegia, multiple

mieloma, bronkiektasis, atau lepra yang disertai hepatomegali, splenomegali, malabsorpsi,

gangguan jantung atau yang paling penting proteinuria, pikirkanlah kemungkinan amiloid

sekunder. Bila diagnosis sudah terarah lakukanlah aspirasi pada lemak abdomen atau biopsi

rectum. Semua jaringan yang terkumpul harus diberi pewarnaan congo red dan diperiksa

menggunakan mikroskop polarisasi untuk mencari sinar birefringence hijau.

Potongan melintang amiloid pada miokardium dengan pewarnaan Lugol

D.Prognosis dan Terapi

Bila amiloidosis timbul pada pasien dengan arthritis rheumatoid, hal ini jarang diketahui bila

arthritisnya kurang dari 2 tahun.Waktu rata – rata arthritis sebelum menjadi amiloidosis adalah

16 tahun.

Berbagai lembaga telah melaporkan amiloidosis yang menyertai infeksi yang dapat diterapi,

seperti osteomielitis, setidaknya remisi sebagian terjadi setelah penyakit primer diterapi.

Amiloidosis generalisata biasanya merupakan penyakit yang berjalan perlahan dan mematikan

dalam beberapa tahun, tetapi prognosisnya lebih baik daripada yang terdahulu. Angka rata – rata

lama hidup pada kelompok adalah 1- 4 tahun, tetapi pada beberapa pasien amiloid , dapat

mencapai 5 – 10 tahun bahkan lebih.

Tidak ada terapi spesifik untuk semua jenis amiloidosis. Terapi yang rasional adalah berupa :

1. Mengurangi rangsangan antigen yang menghasilkan amiloid.

2. Menghambat sintesis dan penumpukan fibril amiloid ekstraseluller.

3. Memacu lisis atau mobilisasi penumpukan amiloid yang telah ada.

Page 46: Askep lansia dg ra&terapi

Percobaan baru – baru ini menunjukkan bahwa ini pemberian prednisone (melphalan) atau

prednisone / melphalan / kolkisin dapat memperpanjang harapan hidup

IV.7. OSTEOPOROSIS

Osteoporosis adalah suatu keadaan berkurangnya massa tulang sedemikian hingga dapat

menimbulkan patah tulang dengan trauma yang minimal. Definisi menurut WHO adalah

penurunan massa tulang > 2,5 kali standard deviasi massa tulang rata-rata dari populasi orang

muda, kerusakan arsitektur tulang, dan meluasnya kerapuhan tulang sehingga menurunkan

kekuatan tulang dan dicapainya ambang patah tulang. Penurunan massa tulang ini terjadi sebagai

akibat dari berkurangnya pembentukan, meningkatnya perusakan (destruksi) atau kombinasi dari

keduanya. Penurunan masa tulang antara 1-2,5 standar deviasi dari rata-rata usia muda disebut

osteopenia. Karakteristik dari tulang yang mengalami osteoporosis:

•Massa tulang menurun, terjadi perubahan susunan dan komposisi pada tulang.

•Penurunan densitas tulang karena toleransi tekanan yang maksimal, elastisitas

dan absorpsi energi menurun.

•Perubahan pada mikroarsitektur yang mempengaruhi kerangka trabekulum

sehingga ketahanan terhadap tekanan menurun.

•Perubahan pada makroarsitektur, diantaranya cortex menipis, kanalis medularis

membesar, rasio korteks-medulla menurun

A.Klasifikasi

1. Osteoporosis Primer

Merupakan osteoporosis yang terjadi bukan sebagai akibat penyakit lain, dibedakan atas :

Osteoporosis tipe I (pasca menopause) : kehilangan tulang terutama dibagian trabekula.

Osteoporosis tipe II (senilis): terutama kehilangan massa tulang daerah korteks.

Osteoporosis Idiopatik : terjadi pada usia muda dengan penyebab yang tak jelas.

2. Osteoporosis Sekunder

Terjadi akibat penyakit lain (hiperparatiroid, gagal ginjal kronis).

Tabel Perbedaan osteoporosis tipe pasca menopause dan tipe senilis

Tipe pasca menopause Tipe senilis

Usia terjadinya (tahun) 51-75 >70

Page 47: Askep lansia dg ra&terapi

Rasio jenis kelamin (W:P) 6:1 2:1

Hilangnya tulang Terutama trabekuler Trabekuler dan kortikal

Derajat hilang tulang Dengan percepatan Tanpa percepatan

Leta fraktur Vertebral dan radius Vertebral dan pinggul

Penyebab utama Berhubungan dengan menopause Berhubungan dengan proses menua.

B. Penyebab osteoporosis

Imobilisasi Defisiensi vitamin D Tirotoksikosis

Menopause Defisiensi vitamin C Gastrektomi

Berhubungan dengan usia Defisiensi florida Alkoholisme

Defisiensi kalsium Kelebihan steroid Merokok

Defisiesi protein Artritis reumatoid Penyakit hati lanjut

Hiperparatiroidisme Diabetes melitus Pengobatan dengan heparin

C. Gejala Klinik

Gejala osteoporosis pada lanjut usia (terutama osteoporosis primer)bervariasi. Sesuai dengan

dinyatakan kejadian osteoporosis adalah silent disease dimana tulang digerogoti massanya

sampai pada ambang patah tulang tanpa keluhan-keluhan klinis (tidak menunjukkan gejala).

Seringkali juga menunjukkan gejala klasik berupa nyeri punggung, nyeri pada lutut terutama

sehabis sholat atau duduk bersila. Nyeri seringkali dipicu oleh adanya stress fisik, akan hilang

dengan sendirinya setelah 4-6 minggu.penderita lain mungkin datang dengan gejala patah tulang,

turunnya tinggi badan, bungkuk punggung ( Dowager's hump). Perlu ditanyakan hal-hal yang

menunjang terjadinya osteoporosis, seperti : apakah tinggi badan menurun, bagaimana asupan

kalsiumnya, apakah ada aktivitas olahraga, diluar rumah (pajanan matahari yang cukup), dan

gaya hidup merokok atau alkohol berlebihan serta pemakaian obat-obatan yang menurunkan

pembentukan tulang. Untuk yang wanita perlu ditanya tentang haidnya apakah teratur atau tidak

dan barapa lama. Mereka yang termasuk rawan yaitu mereka yang punya tubuh kecil(kurang

gizi), pecandu rokok, kopi, alkohol, mereka yang mempunyai otot kurang terbentuk karena

kurang latihan, yang sudah mengalami oovektomi, yang mempunyai sindroma

malabsorbsi(penyerapan yang kurang baik), uremic bone disease(gangguan fungsi ginjal), selain

Page 48: Askep lansia dg ra&terapi

itu pemakaian obat-obat seperti Glucokortikoid, Anticonvulsant, Antasid pengikat fosfat, obat

GnRH-agonist therapy, Tetrasiklin,Isoniazid meningkatkan insiden terjadinya osteoporosis.

D. Pemeriksaan Penunjang

•Pemeriksaan laboratorium biasanya tidak banyak membantu. Sering kali kadar

kalsium dan fosfat serum/urin normal.

•Pemeriksaan osteokalsin serum dan pirilodin cross link urin yang

menggambarkan aktivitas pembentukan dan pengrusakan tulang.

•Penilaian Bone Mass sangat berguna untuk mendiagnosis osteoporosis secara dini

dan secara cepat menilai hasil pengobatan.

•Ct scan

•Biopsi tulang walaupun memberikan gambaran yang baik tetapi tidak disukai

karena menggunakan cara invasif yang menggandung resiko.

E. Penatalaksanaan

Tindakan Dietetik : diet tinggi kalsium (sayur hijau, dan lain-lain). Hindari makanan tinggi

protein, tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak minum kopi

Terapi ini lebih bermanfaat sebagai tindakan pencegahan. Pada usia lanjut harus diberikan

bersama jenis terapi yang lain.

Olahraga

Yang terbaik adalah yang bersifat mendukung beban (weight bearing), misalnya jogging,

berjalan cepat, dan lain-lain. Lebih baik dilakukan dibawah sinar matahari pagi karena

membantu pembuatan vitamin D.

Obat-obatan

Yang membantu pembentukan tulang (steroid anabolik, fluorida)

Yang mengurangi perusakan tulang (estrogen, kalsium, difosfonat, kalsitonin).

•Terapi pengganti hormon berupa estrogen untuk osteoporosis pasca menopause.

Osteoporosis Pada Wanita

Pada wanita yang telah mengalami menopause karena berkurangnya hormon estrogen maka yang

terjadi adalah:

Osteoblast mempunyai reseptor estrogen sehingga berkurangnya kadar estrogen

Page 49: Askep lansia dg ra&terapi

menyebabkan berkurangnya fungsi osteoblast.

Estrogen menghambat fungsi osteoklas, sehingga berkurangnya kadar estrogen

menyebabkan peningkatan fungsi osteoklas.

Estrogen merangsang sekresi kalsitonin, kalsitonin melindungi kerangka terhadap

resorbsi kalsium yang berlebihan, berkurangnya kadar estrogen menyebabkan pergeseran

keseimbangan kalsium yang negatif.

Osteoporosis disadari setelah tulang mengalami kelainan seperti fraktur karena beban mininal

sekalipun.

Gejala-gejala yang sering didapatkan:

1. Suatu saat penderita merasa nyeri pada tulang belakang secara mendadak.

2. Mereka bisa menunjukan darimana asal nyeri, gerak apa yang membuat nyeri.

3. Nyeri akan terasa hebat bila dipakai duduk dan berdiri.

4. Nyeri akan kambuh jika bersin atau buang air besar.

5. Bila patah di daerah punggung penderita akan bongkok dan tinggi badan berkurang serta

perasan tidak enak disekitar tulang iga. Patah tulang ini sering terjadi pangkal paha, iga dan

pergelangan tangan,

Penanganan osteoporosis untuk mempertahankan masa tulang:

1. Pemberian diet yang baik pada pertumbuhan anak sehingga terbetuk tulang yang prima.

2. Mengatur makan dan kebiasaan gaya hidup.

3. Untuk wanita post menopause diberi diet tinggi kalsium dan preparat estrogen, vit D3 dan

ajuran agar melakukan latihan fisik.

IV.8. KESIMPULAN

Sejumlah gangguan muskuloskeletal dapat timbul pada lansia. Beberapa diantaranya merupakan

kelanjutan dari penderitaan sebelum usia lanjut dan sering menimbulkan kecacatan. Dengan

meningkatnya populasi lansia, meningkat pula prevalensinya pada lansia akibat proses

degeneratif. Dan tak jarang pula gangguan muskuloskeletal pada lansia menimbulkan

kemunduran fisik dan disabilitas yang sangat berpengaruh dalam hidup lansia. Diantara

banyaknya penyebab gangguan muskuloskeletal pada lansia, osteoarthritis merupakan salah satu

dari beberapa penyebab utama yang menimbulkan disabilitas orang yang berusia > 65 tahun.

Page 50: Askep lansia dg ra&terapi

Selain osteoartritis, gangguan lain pada muskuloskeletal yang juga sering dapat menimbulkan

disabilitas yaitu artritis rheumatoid, artritis gout, osteoporosis juga amiloidosis. Untuk

memulihkan penderita dari disabilitas akibat gangguan muskuloskeletal diperlukan tindakan

rehabilitasi yang merupakan gabungan pengobatan medis dan fisioterapi, bila perlu tindakan

pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA

Asdie, Ahmad H. Harrison's Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 4, Edisi Bahasa

Indonesia. Jakarta: EGC. 2000.

Dambro. Griffith's 5 – Minutes Clinical Consult. USA: Lippincott Williams and Wilkins. 2001.

Hazzard, W.R. et al. Principles of Geriatrtrics Medicine and Gerontology, Second Edition. USA:

MC Graw Hill.1996.

Lonergen, Edmund T. A Lange Clinical Manual Geriatrics, First Edition. London: Prentice –

Hall International.1996.

Noer, HM S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FK

UI.1996.

Price, S A and Wilson L M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Buku Kedua,

Edisi Kempat. Jakarta: EGC.1995.

R.Boedhi-Darmojo. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : FKUI. 1999.

Smith, A.N. Exton M.D. and P.W. Overstall MB; Guidelines an Medicine Geriatrics Volume 1;

University Park Press; Baltimore, 1979.

NN. UV Intensity May Affect Autoimmune Disease, available from

Page 51: Askep lansia dg ra&terapi

http://www.ehp.niehs.nih.gov/docs

http://www.google.com

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANJUT USIA (LANSIA)

17 April 2010 yha_princess Tinggalkan Komentar Go to comments

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam Lokakarya Nasional Keperawatan di Jakarta (1983) telah disepakati bahwa keperawatan

adalah “suatu bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan

kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang didasarkan

pada pencapaian kebutuhan dasar manusia”. Dalam hal ini asuhan keperawatan yang diberikan

kepada pasien bersifat komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat, baik

dalam kondisi sehat dan sakit yang mencakup seluruh kehidupan manusia. Sedangkan asuhan

yang diberikan berupa bantuian-bantuan kepada pasien karena adanya kelemahan fisik dan

mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemampuan dan atau kemauan dalam

melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri.

Pada makalah ini akan dibahas secara singkat asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia di

tatanan klinik (clinical area), dimanan pendekatan yang digunakan adalah proses keperawatan

yang meliputi pengkajian (assessment), merumuskan diagnosa keperawatan (Nursing diagnosis),

merencanakan tindakan keperawatan (intervention), melaksanakan tindakan keperawatan

(Implementation) dan melakukan evaluasi (Evaluation). Dibawah ini ada beberapa alasan

timbulnya perhatian kepada lanjut usia, yaitu :

1. Pensiunan dan masalah-masalahnya

2. Kematian mendadak karena penyakit jantung dan stroke

3. Meningkatnya jumlah lanjut usia

Page 52: Askep lansia dg ra&terapi

4. Pencemaran pelayanan kesehatan

5. Kewajiban Pemerintahterhadap orang cacat dan jompo

6. perkembangan ilmu

7. Program PBB

8. Konfrensi Internasional di WINA tahun 1983

9. Kurangnya jumlah tempat tidur di rumah sakit

10. Mahalnya obat-obatan

BAB II

PEMBAHASAN

1. A. Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia

Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia menurut Depkes, dimaksudkan untuk

memberikan bantuan, bimbingan pengawasan, perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia

secara individu maupun kelompok, seperti di rumah / lingkungan keluarga, Panti Werda maupun

Puskesmas, yang diberikan oleh perawat. Untuk asuhan keperawatan yang masih dapat

dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas sosial yang bukan tenaga keperawatan, diperlukan

latihan sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga keperawatan melakukan asuhan

keperawatan di rumah atau panti.

Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada kelompok lanjut usia,

apakah lanjut usia aktif atau pasif, antara lain:

1        Untuk lanjut usia yang masih aktif, asuhan keperawatan dapat berupa dukungan tentang

personal hygiene: kebersihan gigi dan mulut atau pembersihan gigi palsu: kebersihan diri

termasuk kepala, rambut, badan, kuku, mata serta telinga: kebersihan lingkungan seperti tempat

tidur dan ruangan : makanan yang sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariai dan mudah

dicerna, dan kesegaran jasmani.

2        Untuk lanjut usia yang mengalami pasif, yang tergantung pada orang lain. Hal yang perlu

diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia pasif pada dasarnya sama

Page 53: Askep lansia dg ra&terapi

seperti pada lanjut usia aktif, dengan bantuan penuh oleh anggota keluarga atau petugas.

Khususnya bagi yang lumpuh, perlu dicegah agar tidak terjadi dekubitus (lecet).

Lanjut usia mempunyai potensi besar untuk menjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan

dengan bertambahnya usia, antara lain:

1. Berkurangnya jaringan lemak subkutan

2. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastisitas

3. Menurunnya efisiensi kolateral capital pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan

rapuh

4. Adanya kecenderungan lansia imobilisasi sehingga potensi terjadinya dekubitus.

1. B. Pendekatan Perawatan Lanjut Usia

1. Pendekatan fisik

Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yang dialami

klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang

masih bias di capai dan dikembangkan, dan penyakit yang yang dapat dicegah atau ditekan

progresifitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian

yaitu:

1. Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa

bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari-hari masih mampu melakukan

sendiri.

2. Klien lanjut usia yang pasif atau yang tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya

mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien usia

lanjut ini terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan

untuk mempertahankan kesehatannya.

Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat

sumber infeksi dapat timbul bila keberhasilan kurang mendapat perhatian.

Page 54: Askep lansia dg ra&terapi

Disamping itu kemunduran kondisi fisik akibat proses penuaan, dapat mempengaruhi ketahanan

tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar. Untuk klien lanjut usia yang masih aktif

dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan,

kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya, hal makanan, cara

memakan obat, dan cara pindahdari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya. Hal ini penting

meskipun tidak selalu keluhan-keluhan yang dikemukakan atau gejala yang ditemukan

memerlukan perawatan, tidak jarang pada klien lanjut usia dihadapkan pada dokter dalam

keadaan gawat yang memerlukan tindakan darurat dan intensif, misalnya gangguan

serebrovaskuler mendadak, trauma, intoksikasi dan kejang-kejang, untuk itu perlu pengamatan

secermat mungkin.

Adapun komponen pendekatan fisik yang lebuh mendasar adalah memperhatikan atau membantu

para klien lanjut usia untuk bernafas dengan lancar, makan, minum, melakukan eliminasi, tidur,

menjaga sikap tubuh waktu berjalan, tidur, menjaga sikap, tubuh waktu berjalan, duduk,

merubah posisi tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian,

mempertahankan suhu badan melindungi kulit dan kecelakaan.Toleransi terhadap kakurangan

O2 sangat menurun pada klien lanjut usia, untuk itu kekurangan O2 yang mendadak harus

disegah dengan posisi bersandar pada beberapa bantal, jangan melakukan gerak badan yang

berlebihan.

Seorang perawat harus mampu memotifasi para klien lanjut usia agar mau dan menerima

makanan yang disajikan. Kurangnya kemampuan mengunyah sering dapat menyebabkan

hilangnya nafsu makan. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menghidangkan makanan

agak lunak atau memakai gigi palsu. Waktu makan yang teratur, menu bervariasi dan bergizi,

makanan yang serasi dan suasana yang menyenangkan dapat menambah selera makan, bila ada

penyakit tertentu perawat harus mengatur makanan mereka sesuai dengan diet yang dianjurkan.

Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat

sumber infeksi bisa saja timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu,

kebersihan badan, tempat tidur, kebersihan rambut, kuku dan mulut atau gigi perlu mendapat

perhatian perawatan karena semua itu akan mempengaruhi kesehatan klien lanjut usia.

Page 55: Askep lansia dg ra&terapi

Perawat perlu mengadakan pemeriksaan kesehatan, hal ini harus dilakukan kepada klien lanjut

usia yang diduga menderita penyakit tertentu atau secara berkala bila memperlihatkan kelainan,

misalnya: batuk, pilek, dsb. Perawat perlu memberikan penjelasan dan penyuluhan kesehatan,

jika ada keluhan insomnia, harus dicari penyebabnya, kemudian mengkomunikasikan dengan

mereka tentang cara pemecahannya. Perawat harus mendekatkan diri dengan klien lanjut usia

membimbing dengan sabar dan ramah, sambil bertanya apa keluhan yang dirasakan, bagaimana

tentang tidur, makan, apakah obat sudah dimminum, apakah mereka bisa melaksanakan ibadah

dsb. Sentuhan (misalnya genggaman tangan) terkadang sangat berarti buat mereka.

1. Pendekatan psikis

Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien

lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter , interpreter terhadap segala sesuatu yang

asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat

hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang

cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas.

Perawat harus selalu memegang prinsip ” Tripple”, yaitu sabar, simpatik dan service.

Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih sayang dari lingkungan,

termasuk perawat yang memberikan perawatan.. Untuk itu perawat harus selalu menciptakan

suasana yang aman , tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas

kemampuan dan hobi yang dimilikinya.

Perawat harus membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut usia dalam memecahkan dan

mengurangi rasa putus asa , rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan

fisik, dan kelainan yang dideritanya.

Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena bersama dengan semakin

lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya daya ingat

untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan

kewaspadaan , perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu siang,

dan pergeseran libido.

Page 56: Askep lansia dg ra&terapi

Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau yang membosankan, jangan

menertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila lupa melakukan kesalahan . Harus diingat

kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuan tertentu.

Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat

bila melakukannya secara perlahan –lahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental

mereka kearah pemuasan pribadi sehinga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah

beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka puas dan bahagia.

1. Pendekatan sosial

Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya perawat dalam

pendekatan social. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien usia

berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi pendekatan social ini merupakan suatu pegangan

bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang

lain

Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut usia untuk

mengadakan konunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi, nonton film, atau hiburan lain.

Tidak sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan penyakitnya, biaya hidup, keluarga yang

dirumah sehingga menimbulkan kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan.

Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut usia, hal ini dapat diatasi

dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak dan kewajiban bersama. Dengan demikian perawat

tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap petugas yang

secara langsung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia di Panti Werda.

1. Pendekatan spiritual

Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan

Tuhan atau agama yang dianutnua dalam kedaan sakit atau mendeteksikematian.

Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi kematian, DR.

Tony styobuhi mengemukakn bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini

Page 57: Askep lansia dg ra&terapi

didasari oleh berbagai macam factor, seperti ketidak pastian akan pengalaman selanjutnya,

adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul lagi bengan keluatga dan lingkungan sekitarnya.

Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksi yang berbeda,

tergantung dari kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup ini. Adapun kegelisahan yang

timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa

kalaupun kelurga tadi di tinggalkan , masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan

rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.

Umumnya pada waktu kematian akan datang agama atau kepercayaan seseorang merupakan

factor yang penting sekali. Pada waktu inilah kelahiran seorang iman sangat perlu untuk

melapangkan dada klien lanjut usia.

Dengan demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan hanya terhadap fisik saja,

melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia melalui agama mereka.

1. C. Tujuan Asuhan Keperawatan Lanjut Usia

Agar lanjut usia dapat melaukan kegiatan sehari –hari secara mandiri dengan:

1. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan dari mereka yang usianya telah lanjut

dengan jalan perawatan dan pencegahan.

2. Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau semangat hidup klien

lanjut usia (life support)

3. menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit atau gangguan baik

kronis maupun akut.

4. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosa

yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai kelainan tertentu

5. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang menderita suatu

penyakit, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu

pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal).

1. D. Fokus Keperawatan Lanjut Usia

Page 58: Askep lansia dg ra&terapi

Keperawatan lanjut usia berfokus pada :

1. Peningkatan kesehatan (helth promotion)

2. Pencegahan penyakit (preventif)

3. Mengoptimalkan fungsi mental

4. Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.

1. E. Diagnosa Keperawatan

1. Aspek fisik atau biologis

1. Dx : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak

mampu dalam memasukkan, memasukan, mencerna, mengabsorbsi

makanan karena factor biologi.

NOC I : Status nutrisi

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien diharapkan mampu:

1. Asupan nutrisi tidak bermasalah

2. Asupan makanan dan cairan tidak bermasalah

3. Energy tdak bermasalah

4. Berat badan ideal

NIC I : Manajemen ketidakteraturan makan (eating disorder management)

1. Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan untuk memuat perencanaan perawatan jika

sesuai.

2. Diskusikan dengan tim dan pasien untuk membuat target berat badann, jika berat badan

pasien tdak sesuia dengan usia dan bentuk tubuh.

3. Diskusikan dengan ahli gizi untuk menentukan asupan kalori setiap hari supaya mencapai

dan atau mempertahankan berat badan sesuai target.

4. Ajarkan dan kuatkan konsep nutrisi yang baik pada pasien

5. Kembangkan hubungan suportif dengna pasien

Page 59: Askep lansia dg ra&terapi

6. Dorong pasien untuk memonitor diri sendiri terhadap asupan makanan dan kenaikan atau

pemeliharaan berat badan

7. Gunakan teknik modifikasi tingkah laku untuk meningkatkan berat badan dan untuk

menimimalkan berat badan.

8. Berikan pujian atas peningkatan berat badan dan tingkah laku yang mendukung

peningkatan berat badan.

b        Dx. Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama, terbangun

lebih awal atau terlambat bangun dan penurunan kemampuan fungsi yng ditandai dengan

penuaan perubahan pola tidur dan cemas

NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam pasien diharapkan dapat

memperbaiki pola tidurnya dengan criteria :

1        Mengatur jumlah jam tidurnya

2        Tidur secara rutin

3        Miningkatkan pola tidur

4        Meningkatkan kualitas tidur

5        Tidak ada gangguan tidur

NIC : Peningkatan Tidur

1        Tetapkan pola kegiatan dan tidur pasien

2        Monitor pola tidur pasien dan jumlah jam tidurnya

3        Jelaskan pentingnya tidur selama sakit dan stress fisik

4        Bantu pasien untuk menghilangkan situasi stress sebelum jam tidurnya

Page 60: Askep lansia dg ra&terapi

c         Dx. Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan keterbatasan   neuromuskular yang

ditandai dengan waktu yang diperlukan ke toilet melebihi waktu untuk menahan pengosongan

bladder dan tidak mampu mengontrol pengosongan.

NOC            : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3×24 jam diharapkan pasien

mampu :

1        Kontinensia Urin

2        Merespon dengan cepat keinginan buang air kecil (BAK).

3        Mampu mencapai toilet dan mengeluarkan urin secara tepat waktu.

4        Mengosongkan bladde dengan lengkap.

5        Mampu memprediksi pengeluaran urin.

NIC  : Perawatan Inkontinensia Urin

1        Monitor eliminasi urin

2        Bantu klien mengembangkan sensasi keinginan BAK.

3        Modifikasi baju dan lingkungan untuk memudahkan klien ke toilet.

4        Instruksikan pasien untuk mengonsumsi air minum sebanyak 1500 cc/hari.

d        Dx. Gangguan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran atau kerusakan memori

sekunder

NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2×24 jam pasien diharapkan dapat

meningkatkan daya ingat dengan criteria :

1        Mengingat dengan segera informasi yang tepat

2        Mengingat inormasi yang baru saja disampaikan

Page 61: Askep lansia dg ra&terapi

3        Mengingat informasi yang sudah lalu

NIC : Latihan Daya Ingat

1        Diskusi dengan pasien dan keluarga beberapa masalah ingatan

2        Rangsang ingatan dengan mengulang pemikiran pasien kemarin dengan cepat

3        Mengenangkan tentang pengalaman di masalalu dengan pasien

e         Dx. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi yang ditandai

dengan perubahan dalam mencapai kepuasan seksual.

TUJUAN

NOC            : Fungsi Seksual

1        Mengekspresikan kenyamanan

2        Mengekspresikan kepercayaan diri

NIC  : Konseling Seksual

1        Bantu pasien untuk mengekspresikan perubahan fungsi tubuh termasuk organ seksual

seiring dengan bertambahnya usia.

2        Diskusikan beberapa pilihan agar dicapai kenyamanan.

f         Dx. Kelemahan mobilitas fisik b.d kerusakan musculoskeletal dan neuromuscular

Yang ditandai dengan :

1        Perubahan gaya berjalan

2        Gerak lambat

3        Gerak menyebabkan tremor

Page 62: Askep lansia dg ra&terapi

4        Usaha yang kuat untuk perubahan gerak

NOC : Level Mobilitas ( Mobility Level )

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :

1        Memposisikan penampilan tubuh

2        Ambulasi : berjalan

3        Menggerakan otot

4        Menyambung gerakan/mengkolaborasikan gerakan

NIC :  Latihan dengan Terapi Gerakan ( Exercise Therapy Ambulation )

1        Kosultasi kepada pemberi terapi fisik mengenai rencana gerakan yang sesuai dengan

kebutuhan

2        Dorong untuk bergerak secara bebas namun masih dalam batas yang aman

3        Gunakan alat bantu untuk bergerak, jika tidak kuat untuk berdiri (mudah goyah/tidak

kokoh)

g        Dx. Kelelahan b.d kondisi fisik kurang

Yang ditandai dengan:

1        Peningkatan kebutuhan istirahat

2        Lelah

3        Penampilan menurun

NOC Activity Tolerance

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat:

Page 63: Askep lansia dg ra&terapi

1        Memonitor  usaha bernapas dalam respon aktivitas

2        Melaporkan aktivitas harian

3        Memonitor ECG dalam batas normal

4        Memonitor warna kulit

NIC Energy Management

1        Monitor intake nutrisi untuk memastikan sumber energi yang adekuat

2        Tentukan keterbatasan fisik pasien

3        Tentukan penyebab kelelahan

4        Bantu pasien untuk jadwal  istirahat

h        Dx. Risiko kerusakan integritas kulit

NOC : Kontrol Risiko ( risk control )

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :

1        Kontrol perubahan status kesehatan

2        Gunakan support system pribadi untuk mengontrol risiko

3        Mengenal perubahan status kesehatan

4        Monitor factor risiko yang berasal dari lingkungan

NIC : penjagaan terhadap kulit ( skin surveillance )

1        Monitor area kulit yang terlihat kemerahan dan adanya kerusakan

2        Monitor kulit yang sering mendapat tekanan dan gesekan

Page 64: Askep lansia dg ra&terapi

3        Monitor warna kulit

4        Monitor suhu kulit

5        Periksa pakaian, jika pakaian terlihat terlalu ketat

1. Dx. Kerusakan Memori b.d  gangguan neurologis

Yang ditandai dengan :

1        Tidak mampu mengingat informasi factual

2        Tidak mampu mengingat kejadian yang baru saja terjadi atau masa lampau

3        Lupa dalam melaporkan atau menunjukkan pengalaman

4        Tidak mampu belajar atau menyimpan keterampilan atau informasi baru

NOC : Orientasi Kognitif

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :

1        Mengenal diri sendiri

2        Mengenal orang atau hal penting

3        Mengenal tempatnya sekarang

4        Mengenal hari, bulan, dan tahun dengan benar

NIC : Pelatihan Memori ( Memory Training )

1        Stimulasi memory dengan mengulangi pembicaraan secara jelas di akhir pertemuan

dengan pasien.

2        Mengenang pengalaman masa lalu dengan pasien.

Page 65: Askep lansia dg ra&terapi

3        Menyediakan gambar untuk mengenal ingatannya kembali

4        Monitor perilaku pasien selama terapi

1. Aspek psikososial

1. Dx. Coping tidak efektif b.d percaya diri tidak adekuat dalam kemampuan koping,

dukungan social tidak adekuat yang dibentuk dari karakteristik atau hubungan.

NOC I : koping (coping)

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara konsisten diharapkan

mampu:

1. Mengidentifikasi pola koping efektif

2. Mengedentifikasi pola koping yang tidak efektif

3. Melaporkan penurunan stress

4. Memverbalkan control perasaan

5. Memodifikasi gaya hidup yang dibutuhkan

6. Beradaptasi dengan perubahan perkembangan

7. Menggunakan dukungan social yang tersedia

8. Melaporkan peningkatan kenyamanan psikologis

NIC I : coping enhancement

1. Dorong aktifitas social dan komunitas

2. Dorong pasien untuk mengembangkan hubungan

3. Dorong berhubungan dengan seseorang yang memiliki tujuan dan ketertarikan yang sama

4. Dukung pasein untuk menguunakan mekanisme pertahanan yang sesuai.

5. Kenalkan pasien kepada seseorang yang mempunyai latar belakang pengalaman yang

sama.

6. Dx. Isolasi social b.d perubhaan penampilan fisik, peubahan keadaan sejahtera,

perubahan status mental.

NOC I : Lingkungan keluarga : internal ( family environment: interna)

Page 66: Askep lansia dg ra&terapi

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara konsisten diharapkan

mampu:

1. Berpatisipasi dalam aktifitas bersama

2. Berpatisipasi dala tradisi keluarga

3. Menerima kujungan dari teman dan  anggota keluarga besar

4. Memberikan dukungan satu sama lain

5. Mengekspresikan perasaan dan masalah kepada yang lain.

6. Mendorong anggota keluarga untuk tidak ketergantungan

7. Berpatisipasi dalam rekreasi dan acara aktifitas komunitas

8. Memecahkan masalah

NIC I : Keterlibatan keluarga (Family involvement)

1. Mengidentifikasikan kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam perawatan

pasien.

2. Menentukan sumber fisik, psikososial dan pendidikan pemberi pelayanan kesehatan yang

utama.

3. Mengidentifkasi deficit perawatan diri pasien

4. Menentukan tinggat ketergantungan pasien terhadap keluarganya  yang sesuai dengan

umur atau penyakitnya.

5. Dx. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,

perubahan citra tubuh dan fungsi seksual.

NOC :

Setelah dilakukan tindakan intervensi keperawatan selama 2×24 jam pasien diharapkan akan bisa

memperbaiki konsep diri dengan criteria :

1. Mengidentifikasi pola koping terdahulu yang efektif dan pada saat ini tidak mungkin lagi

digunakan akibat penyakit dan penanganan (pemakaian alkohol dan obat-obatan;

penggunaan tenaga yang berlebihan)

Page 67: Askep lansia dg ra&terapi

2. Pasien dan keluarga mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan dan reaksinya

terhadap penyakit dan perubahan hidup yang diperlukan

3. Mencari konseling profesional, jika perlu, untuk menghadapi perubahan akibat

pnyakitnya

4. Melaporkan kepuasan dengan metode ekspresi seksual

NIC : Peningkatan harga diri

1. Kuatkan rasa percaya diri terhadap kemampuan pasien mengndalikan situasi

2. Menguatkan tenaga pribadi dalam mengenal dirinya

3. Bantu pasien untuk memeriksa kembali persepsi negative tentang dirinya

4. Dx. Cemas b.d perubahan dalam status peran, status kesehatan, pola interaksi , fungsi

peran, lingkungan, status ekonomi

Yang ditandai dengan:

1. Ekspresi yang mendalam dalam perubahan hidup

2. Mudah tersinggung

3. Gangguan tidur

NOC  Anxiety Control

1. Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat:

2. Memonitor  intensitas  cemas

3. Melaporkan tidur  yang adekuat

4. Mengontrol respon cemas

5. Merencanakan strategi koping dalamsituasi stress

NIC  Anxiety Reduction

1. Bantu pasien untuk menidentifikasi situasi percepatan cemas

2. Dampingi pasien untuk mempromosikan kenyamanan dan mengurangi ketakutan

3. Identifikasi ketika perubahan level cemas

4. Instuksikan pasien dalam teknik relaksasi

Page 68: Askep lansia dg ra&terapi

5. Dx. Resiko Kesendirian

NOC Family Coping

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat:

1. Mendemontrasikan fleksibelitas peran

2. Mengatur masalah

3. Menggunakan strategi penguranagn stress

4. Menghadapi masalah

NIC  Family Support

1. Bantu pekembangan harapan yang realistis

2. Identifikasi alami dukungan spiritual  bagi keluarga

3. Berikan kepercayaan  dalam hubungan dengan keluarga

4. Dengarkan untuk berhubungan dengan keluarga, perasan dan pertanyaan

5. Dx. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik

(ketidakseimbangan mobilitas) serta psikologis yang disebabkan penyakit atau terapi

NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24jam pasien diharapkan

meningkatkan citra tubuhnya dengan criteria :

1. Merasa puas dengan penampilan tubuhnya

2. Merasa puas dengan fungsi anggota badannya

3. Mendiskripsikan bagian tubuh tambahan

NIC : Peningkatan Citra Tubuh

1. Bantu pasien untuk mendiskusikan perubahan karena penyakit atau pembedahan

2. Memutuskan apakah perubahan fisik yang baru saja diterima dapat masuk dalam citra

tubuh pasien

3. Memudahkan hubungan dengan individu lain yang mempunyai penyakit yang sama

4. Aspek spiritual

Page 69: Askep lansia dg ra&terapi

Dx : Distress spiritual b.d peubahan hidup, kematian atau sekarat diri atau orang lain, cemas,

mengasingkan diri, kesendirian atau pengasingan social, kurang sosiokultural.

NOC I : pengaharapan (hope)

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara luas diharapkan

mampu:

1. Mengekspresikan orientasi masa depan yang positif

2. Mengekspresikan arti kehidupan

3. Mengekspresikan rasa optimis

4. Mengekspresikan perasaan untuk mengontrol diri sendiri

5. Mengekspresikan kepercayaan

6. Mengekspresikan rasa percaya pada diri sendiri dan orang lain

NIC I : penanaman harapan (hope instillation)

1. Pengkaji pasian atau keluarga untuk mengidentifikasi area pengharapan dalam hidup

2. Melibatkan pasien secara aktif dalam perawatan diri

3. Mengajarkan keluarga tentang aspek positif pengharapan

4. Memberikan kesempatan pasien atau keluarga terlibat dalam support group.

5. Mengembangkan mekanisme paran koping pasien

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. http://askep- askeb.cz.cc/ diakses tanggal 10 maret 2010.

Jhonson, Marion dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louise, Missouri :

Mosby, Inc.

McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). St. Louise, Missouri :

Mosby, Inc.

Page 70: Askep lansia dg ra&terapi

NANDA. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2005-2006. Philadelphia : NANDA

International.

Lansia cenderung mengalami masalah kesehatan fisik maupun kesehatan jiwa karena proses

menua (aging). Proses menua adalah proses alami yang disertai penurunan kondisi fisik,

psikologis, maupun sosial yang saling berinteraksi. Terapi modalitas, selain terapi biomedis

konvensional, diperlukan untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan jiwa pada lansia

(psikogeriatrik).

Terapi modalitas membantu individu menjadi lebih kompeten dan adaptif dalam praktik

keperawatan profesional sebagai aplikasi perawatan yang holistis. Perawat harus memahami

berbagai macam bentuk terapi modalitas sehingga dapat menentukan terapi yang cocok untuk

klien.

FITUR-FITUR BUKU

Tabel Teknik-Teknik Komunikasi Terapeutik

Contoh gambar Hasil Karya Terapi Seni

Ilustasi Teknik Terapi Relaksasi Otot Progresif

SASARAN PEMBACA

Akademisi, dosen dan mahasiswa, keperawatan khususnya program Keperawatan Profesional.

TENTANG PENULIS

Ns. Setyoadi, S. Kep., M. Kep., adalah staf pengajar di jurusan Keperawatan Fakultas

Kedokteran Universitas Brawijaya Malang dan tergabung dalam Departemen Keperawatan

Komunitas dan Gerontologi. Menyelesaikan pendidikan Diploma di Akper Depkes RI Malang

pada 2000, Program Sarjana dan Ners di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran

Universitas Brawijaya Malang, dan Program Magister Keperawatan Komunitas di Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas Indonesia pada 2010. Selain sebagai pengajar, juga aktif sebagai

pembicara dalam seminar regional atau keperawatan di bidang keperawatan komunitas dan

Page 71: Askep lansia dg ra&terapi

gerontik. Selain itu, juga tergabung dalam LSM yang bergerak di bidang penanganan penderita

HIV/AIDS.

Kusharyadi, S. Kep., Ns., adalah staf pengajar di Fakultas IlmuKesehatan pada jurusan Program

Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Malang. Menyelesaikan Program Sarjana

Keperawatan pada 2005 dan Ners pada 2006 di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas

Airlangga Surabaya dengan peminatan Ilmu Keperawatan Gerontik dan Ilmu Keperawatan Jiwa.

Saat ini sedang menempuh Program Magister Keperawatan Gerontik di Universitas Airlangga

Surabaya. Selain sebagai penulis, juga aktif dalam penelitian dan kegiatan pengabdian

masyarakat terutama yang berhubungan dengan keperawatan gerontik dan jiwa. Hasil karya

publikasinya atara lain buku Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia dan beberapa naskah

h Artritis merupakan kondisi yang menyebabkan nyeri, peradangan dan pembengkakan pada

sendi dan tulang. Penyakit ini umum dijumpai pada lansia. Nyeri yang ditimbulkan oleh artritis

salah satunya dapat dikontrol dengan melakukan terapi latihan fisik secara terpadu. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi latihan fisik terhadap intensitas nyeri artritis pada

lansia.Jenis penelitian yang digunakan merupakan quasi ekperimental tanpa menggunakan teknik

acak. Jumlah sampel penelitian sebanyak 40 responden yang dibagi rata menjadi 20 sampel

eksperimen dan 20 sampel kontrol.Data analisis menggunakan uji statistik Wilcoxon Signed

Ranks Test pada masing-masing kelompok menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai

signifikansi pada kelompok eksperimen (p=0.000 0.05) namun tidak demikian pada kelompok

kontrol (p= 1.000 0.05) sehingga dapat diartikan bahwa terapi latihan fisik terbukti dapat

menurunkan intensitas nyeri artritis pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Unit

Budi Luhur Yogyakarta.

Deskripsi Alternatif :

Arthritis is a condition that cause pain, inflammation and swelling in the joints and bones. This

disease is common in elderly. Pain caused by arthritis can be controlled by doing physical

exercise therapy in an integrated manner. This study aimed to determine the influences of

physical exercise therapy on arthritis pain intensity in elderly.Type of study used a quasi

experimental without using a random technique.The numbers of study sample were 40

respondents divided equally into 20 experiment samples and 20 control samples.Data of

Page 72: Askep lansia dg ra&terapi

statistics analysis used the Wilcoxon Signed Ranks Test in both of group indicate that there were

significant differences in the experimental group (P=0.000 0.05) but not in the control group

(P=1.000 0.05), so that it can mean physical exercise therapy proven to reduce the intensity of

arthritis pain in the elderly in Nursing Home Facility Unit Budi Luhur Yogyakarta.