ASKEP KUSTA.doc

15
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KUSTA DI RUANG KENANGA RSUD TUGUREJO A. Pengertian Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang menyerang saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Lepra : Morbus hansen, Hamseniasis Reaksi :Episode akut yang terjadi pada penderita kusta yang masih aktiv disebabkan suatu interaksi antara bagian-bagian dari kuman kusta yang telah mati dengan zat yang telah tertimbun di dalam darah penderita dan cairan penderita. B. Etiologi M. Leprae atau kuman Hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia, GH Armouer Hansen pada tahun 1873. Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur dalam media buatan. Kuman ini

Transcript of ASKEP KUSTA.doc

Page 1: ASKEP KUSTA.doc

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KUSTA

DI RUANG KENANGA RSUD TUGUREJO

A. Pengertian

Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang menyerang saraf

perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya.

Lepra : Morbus hansen, Hamseniasis

Reaksi :Episode akut yang terjadi pada penderita kusta yang masih aktiv

disebabkan suatu interaksi antara bagian-bagian dari kuman kusta

yang telah mati dengan zat yang telah tertimbun di dalam darah

penderita dan cairan penderita.

B. Etiologi

M. Leprae atau kuman Hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta

yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia, GH Armouer Hansen pada tahun

1873. Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8

micron, lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang

tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan

tidak dapat di kultur dalam media buatan. Kuman ini dapat mengakibatkan

infeksi sistemik pada binatang Armadillo.

C. Patogenesis

Meskipun cara masuk M. Leprae ke tubuh belum diketahui pasti,

beberapa penelitian, tersering melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh bersuhu

dingin dan melalui mukosa nasal.

Pengaruh M. Leprae ke kulit tergantung factor imunitas seseorang,

kemampuan hidup M. Leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi

lama, serta sifat kuman yang Avirulen dan non toksis.

Page 2: ASKEP KUSTA.doc

M. Leprae ( Parasis Obligat Intraseluler ) terutama terdapat pada sel

macrofag sekitar pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann jaringan

saraf, bila kuman masuk tubuh tubuh bereaksi mengeluarkan macrofag

( berasal dari monosit darah, sel mn, histiosit ) untuk memfagosit.

Tipe LL ; terjadi kelumpuha system imun seluler tinggi macrofag

tidak mampu menghancurkan kuman dapat membelah diri dengan

bebas merusak jaringan.

Tipe TT ; fase system imun seluler tinggi macrofag dapat

menghancurkan kuman hanya setelah kuman difagositosis macrofag, terjadi sel

epitel yang tidak bergerak aktif, dan kemudian bersatu membentuk sel dahtian

longhans, bila tidak segera diatasi terjadi reaksi berlebihan dan masa epitel

menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitar.

D. Klasifikasi Kusta

Menurut Ridley dan Joplin membagi klasifikasi kusta berdasarkan

gambaran klinis, bakteriologik, histo patologik, dan status imun penderita

menjadi :

1. TT : Lesi berupa makula hipo

pigmantasi/eutematosa dengan permukaan kering dan kadang

dengan skuama di atasnya. Jumlah biasanya yang satudenga yang besar

bervariasi. Gejala berupa gangguan sensasibilitas, pertumbuhan langsung dan

sekresi kelenjar keringat. BTA ( - ) dan uji lepramin ( + ) kuat.

2. BT : Lesi berupa makula/infiltrat

eritematosa dengan permukaan kering bengan jumlah 1-4 buah, gangguan

sensibilitas ( + )

3. Lesi berupa mamakula/infiltrat eritematosa

permukaan agak mengkilat. Gambaran khas lesi ”punched out” dengan

infiltrat eritematosa batas tegas pada tepi sebelah dalam dan tidak begitu jelas

pada tepi luarnya.

Gangguan sensibilitas sedikit, BTA ( + ) pada sediaan apus kerokan jaringan

kulit dan uji lepromin ( - ).

Page 3: ASKEP KUSTA.doc

4. BL : Lesi infiltrat eritematosa dalam

jumlah banyak, ukuran bervariasi, bilateral tapi asimetris, gangguan

sensibilitas sedikit/( - ), BTA ( + ) banyak, uji Lepromin ( - ).

5. LL : Lesi infiltrat eritematosa dengan

permukaan mengkilat, ukuran kecil, jumlah sangat banyak dan simetris. BTA

( + ) sangat banyak pada kerokan jaringan kulit dan mukosa hidung, uji

Lepromin ( - ).

WHO membagi menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Pansi Basiler (PB) : I, TT, BT

2. Multi Basiler (MB) : BB, BL, LL

E. Gambaran Klinis

Menurut klasifikasi Ridley dan Jopling

1. Tipe Tuberkoloid ( TT )

Mengenai kulit dan saraf.

Lesi bisa satu atau kurang, dapat berupa makula atau plakat,

batas jelas, regresi, atau, kontrol healing ( + ).

Permukaan lesi bersisik dengan tepi meninggi, bahkan hampir

sama dengan psoriasis atau tinea sirsirata. Terdapat penebalan saraf

perifer yang teraba, kelemahan otot, sedikit rasa gatal.

Infiltrasi Tuberkoloid ( + ), tidak adanya kuman merupakan

tanda adanya respon imun pejamu yang adekuat terhadap basil kusta.

2. Tipe Borderline Tuberkoloid ( BT )

Hampir sama dengan tipe tuberkoloid

Gambar Hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skauma tidak

sejelas tipe TT.

Gangguan saraf tidak sejelas tipe TT. Biasanya asimetris.

Lesi satelit ( + ), terletak dekat saraf perifer menebal.

3. Tipe Mid Borderline ( BB )

Tipe paling tidak stabil, jarang dijumpai.

Lesi dapat berbentuk macula infiltrate.

Page 4: ASKEP KUSTA.doc

Permukaan lesi dapat berkilat, batas lesi kurang jelas, jumlah

lesi melebihi tipe BT, cenderung simetris.

Lesi sangat bervariasi baik ukuran bentuk maupun

distribusinya.

Bisa didapatkan lesi punched out, yaitu hipopigmentasi

berbentuk oralpada bagian tengah dengan batas jelas yang merupaan ciri

khas tipe ini.

4. Tipe Borderline Lepromatus ( BL )

Dimulai makula, awalnya sedikit lalu menjadi cepat menyebar ke seluruh

tubuh. Makula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya, beberapa nodus

melekuk bagian tengah, beberapa plag tampak seperti punched out. Tanda

khas saraf berupa hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat

dan gugurnya rambut lebih cepat muncil daripada tipe LL dengan penebalan

saraf yang dapat teraba pada tempat prediteksi.

5. Tipe Lepromatosa ( LL )

Lesi sangat banya, simetris, permukaan halus, lebih eritoma,

berkilap, batas tidak tegas atau tidak ditemuka anestesi dan anhidrosis

pada stadium dini.

Distribusi lesi khas :

o Wajah : dahi, pelipis, dagu, cuping telinga.

o Badan : bahian belakang, lengan punggung tangan, ekstensor

tingkat bawah.

Stadium lanjutan :

o Penebalan kulit progresif

o Cuping telinga menebal

o Garis muka kasar dan cekung membentuk fasies

leonine, dapat disertai madarosis, intis dan keratitis.

Lebih lanjut

o Deformitas hidung

o Pembesaran kelenjar limfe, orkitis atrofi, testis

Page 5: ASKEP KUSTA.doc

o Kerusakan saraf luas gejala stocking dan glouses

anestesi.

o Penyakit progresif, makula dan popul baru.

o Tombul lesi lama terjadi plakat dan nodus.

Stadium lanjut

Serabut saraf perifer mengalami degenerasi hialin/fibrosis menyebabkan

anestasi dan pengecilan tangan dan kaki.

6. Tipe Interminate ( tipe yang tidak termasuk dalam klasifikasi Redley &

Jopling)

Beberapa macula hipopigmentasi, sedikit sisik dan kulit sekitar

normal.

Lokasi bahian ekstensor ekstremitas, bokong dan muka,

kadang-kadang dapat ditemukan makula hipestesi dan sedikit penebalan

saraf.

Merupakan tanda interminate pada 20%-80% kasus kusta.

Sebagian sembuh spontan.

Gambaran klinis organ lain

Mata : iritis, iridosiklitis, gangguan visus sampai kebutaan

Tulang rawan : epistaksis, hidung pelana

Tulang & sendi : absorbsi, mutilasi, artritis

Lidah : ulkus, nodus

Larings : suara parau

Testis : ginekomastia, epididimitis akut, orkitis, atrofi

Kelenjar limfe : limfadenitis

Rambut : alopesia, madarosis

Ginjal : glomerulonefritis, amilodosis ginjal, pielonefritis,

nefritis interstitial.

F. Diagnosa Keperawatan

Page 6: ASKEP KUSTA.doc

1. Gangguan konsep diri : HDR b/d inefektif

koping indifidu

2. Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d proses

reaksi

3. Gangguan aktivitas b/d post amputasi

4. Resti injuri b/d invasif bakteri

PATHWAYS

M Leprae M. Tuberkoloid

Menyerang kulit dan saraf tepi

makula nodula papula ulkus

Kulit terkihat rusak

malu

Inefektif koping indifidu

Gangguan konsep

diri : HDR

Infasif bakteri

Resti infeksi

Keganasan cancer

epidemoid

metastase

amputasi

Perubahan aktivitas

Resti injuri

Gangguan rasa

nyaman : nyeri

Gangguan konsep

diri : HDR

Menyerang saraf tepi

sensorik & motorik

neuritis

sensabilitas

Resiko trauma

Menyerang saraf ulnaris, nervus popliteus, nervus

aurikularis, nervus radialis

Kelumpuhan otot

Kontraktur otot & sendi

Gangguan aktivitas

Page 7: ASKEP KUSTA.doc

G. Intervensi

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah berhubungan dengan inefektif koping

indifidu

Tujuan :

Klien dapat memnerima perubahan dirinya setelah diberi penjelasan dengan

kriteria hasil :

Klien dapat menerima perubahan dirinya

Klien tidak merasa kotor (selalu menjaga kebersihan)

Klien tidak merasa malu

Intervensi :

Bantu klien agar realistis, dapat menerima keadaanya dengan menjelaskan

bahwa perubahan fisiknya tidak akan kembali normal.

Ajarkan pada klien agar dapat selalu menjaga kebersihan tubuhnya dan

latihan otot tangan dan kaki untuk mencegah kecacatan lebih lanjut.

Anjurkan klien agar lebih mendekatkan pada Tuhan YME.

Gangguan rasa nyaman : nyeriberhubungan dengan luka amputasi

Tujuan :

Rasa nyaman terpenuhi dan nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan

keperawatan, dengan kriteria hasil :

Klien merasakan nyeri berkurang di daerah operasi

Page 8: ASKEP KUSTA.doc

Klien tenang

Pola istirahat-tidur normal, 7-8 jam sehari

Intervensi :

1. Kaji skala nyeri klien

2. Alihkan perhatian klien terhadap nyeri

3. Monitor keadaan umum dan tanda-tanda

vital

4. Awasi keadaan luka operasi

5. Ajarkan cara nafas dalam & massage untuk

mengurangi nyeri

6. Kolaborasi untuk pemberian obat antibiotik

dan analgetik.

Perubahan pola aktivitas berhubungan dengan post amputasi

Tujuan :

Klien dapat beraktivitas mandiri sesuai keadaan sekarang setelah dilakukan

tindakan keperaatan dengan kriteria hasil :

Klien dapat beraktivitas mandiri

Klien tidak diam di tempat tidur terus

Intervensi :

1. Motivasi klien untuk bisa beraktivitas

sendiri

2. mengajarkan Range of Motion : terapi

latihan post amputasi

3. Motivasi klien untuk dapat melakukan

aktivitas sesuai dengan kemampuannya.

Page 9: ASKEP KUSTA.doc

DAFTAR PUSTAKA

Sjamsoe – Daili, Emmi S. 2003. Kusta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia : Jakarta.

Standar asuhan keperawatan RSUD Tugurejo Semarang. 2002. Ruang Kusta.

Propinsi Jawa Tangah

Sjamsuhidajat. R dan Jong, Wimde. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC

: Jakarta.

Page 10: ASKEP KUSTA.doc

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MORBUS HANSEN

DI RUANG KENANGA RSUD TUGUREJO SEMARANG

Page 11: ASKEP KUSTA.doc

Disusun Oleh :

Bintara Bayu Aji1.1.20350

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SEMARANG

POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG

2006