askep keluarga dengan anak ADHD

download askep keluarga dengan anak ADHD

of 39

description

askep keluarga dengan anak ADHD

Transcript of askep keluarga dengan anak ADHD

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kelurga

2.1.1 Definisi Keluarga

Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak tempat anak belajar dan mengatakan sebagai makhluk sosial. Dalam keluarga umumnya anak melakukan interaksi yang intim. Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota keluarga (Duval, 1972 dalam Setiadi 2008). Menurut Slameto (2006) keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama bagi anak-anaknya baik pendidikan bangsa, dunia, dan negara sehingga cara orang tua mendidik anak-anaknya akan berpengaruh terhadap belajar. Sedangkan menurut Mubarak, dkk (2009) keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu dengan yang lain.

Berikut ini akan dikemukakan definisi keluarga menurut beberap ahli (Sudiharto, 2007):

1. Bailon dan Maglaya (1978): keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karen adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lainnya, mempunyai peran masing-masing dan menciptakn serta mempertahankan suatu budaya.2. Menurut Departemen Kesehatan (1988): keluarga adalah unit terkecil dari msyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam keadaan saling bergantungan.3. Menurut Friedman (1998): keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena ikatan tertentu untuk saling membagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, serta mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga.2.1.2 Fungsi Keluarga

Menurut Friedman, 1988 fungsi keluarga dalah sebagai berikut:1. Fungsi afektif

Berhubungan dengan fungsi internal keluarga dalam pemenuhan kebutuhan psikososial. Fungsi afektif ini merupakan sumber energi kebahagiaan keluarga.

2. Fungsi sosialisasi

Sosialisasi dimulai sejak lahir, keberhasilan perkembangan individu dan keluarg dicapai melalui interaksi atau hubungan antar anggota keluarga. Anggota keluarga belajar disiplin, belajar norma, budaya dan perilaku melalui interaksi dalam keluarga.

3. Fungsi reproduksi

Keluarga berfungsi meneruskan keturunan dan menambahkan sumber daya manusia.

4. Fungsi ekonomi

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga seperti kebutuhan makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dll.

5. Fungsi keperawatan kesehatan

Kesanggupan untuk melakukan pemeliharaan kesehatan dilihat dari 5 tugas kesehatan keluarga yaitu:

a. Keluarga mengenal masalah kesehatan

b. Keluarga mampu mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatanc. Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang engalami masalah kesehatan

d. Memodifikasi lingkungan, menciptakan dan mempertahankan suasana rumah yang sehat

e. Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang tepat.

2.1.3 Tahap Perkembngan Keluarga

1. Keluarga Baru ( Berganning Famiy )

Pasangan baru menikah yang belum mempunyai anak. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah :

a. Membina hubungan intim yang memuaskan

b. Menetapkan tujuan bersama2. Keluarga dengan Anak pertama < 30 bulan ( child bearing )

Masa ini merupakan transisi menjadi orang tua yang kemungkinan akan menimbulkan krisis keluarga. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah:a. Adaptasi perubahan anggota keluarga terhadap peran, interaksi, seksual dan kegiatan-kegiatan lainnya.

b. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.

c. Membagi peran dan tanggung jawab.

d. Memberikan bimbingan sebagai orang tua terkait pertumbuhan dan perkembangan anak.

e. Konseling KB post partum.

f. Menata ruang untuk anak.

g. Menata ulang biaya/dana Child Bearing.

h. Mengadakan kebiasaan agama secara rutin.

3. Keluarga dengan anak pra sekolah

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah:

a. Pemenuhan kebutuhan anggota keluarga.

b. Membantu anak bersosialisasi.

c. Beradaptasi dengan kebutuhan anak pra sekolah.

d. Merencanakan kelahiran/kehamilan berikutnya.

e. Mempertahankan hubungan di dalam maupun di luar keluarga.

f. Merencanakan kegiatan dan waktu stimulasi tumbuh kembang anak.

4. Keluarga dengana anak usia sekolah (6-13 th)

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah:

a. Membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah, sekolah, maupun lingkungan yang lebih luas.

b. Mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektualnya.c. Menyediakan aktivitas untuk anak.

d. Memenuhi kebutuhan yang meningkat termasuk biaya kehidupan dan kesehatan anggota keluarga.

5. Keluarga dengan anak remaja (13-20 th)

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah:

a. Pengembangan terhadap remaja dengan memberikan kebebasan yang seimbang dan bertanggung jawab mengingat remaja adalah seorang dewasa muda yang mulai memiliki otonomi.

b. Memelihara komunikasi terbuka.

6. Keluarga dengan anak dewasa

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah:

a. Mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan merelakan kepergiannya.

b. Mempertahankan keintiman.

c. Membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru di msyarakat.

7. Keluarga usia pertengahan

Tugas perkembangan keluarga pada masa ini adalah:

a. Memulihkan hubungan antara generasi muda dan tua.

b. Keakraban dengan pasangan.

c. Persiaapan menghadapi masa tua/pensiun.

8. Keluarga lanjut usia

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah:

a. Penyesuaian tahap masa pensiun dengan cara merubah cara hidup.

b. Menerima kematian pasangan, kawan dan mempersiapkan kematian.

c. Melakukan life review masa lalu.2.2 Konsep Anak Usia Sekolah

2.2.1 Definisi Anak Usia Sekolah

Anak usia sekolah adalah dimana anak telah memasuki usia bersekolah. Anak usia sekolah adalah akhir masa kanak-kanak yang berlangsung dari 6 tahun sampai anak mencapai kematangan seksual. Yaitu sekitar 13 tahun bagi anak perempuan dan 14 tahun bagi anak laki-laki (Hurlock, 1999). Tahap ini dimulai ketika anak pertama telah berusia 6 tahun daan mulai masuk usia sekolah dasar dan berakhir pada usia 13 tahun, awal dari masa remaja (Friedman, 1998).Menurut Wong (2009), usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika anak-anak dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri dalam hubungan dengan orang tua mereka, teman sebaya, dan orang lainnya. Usia sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan tertentu.

2.2.2 Pertumbuhan dan perkembangan fisik1. Parameter Umum

a. Selama periode ini, anak perempuan biasanya tumbuh lebih cepat dan umumnya tinggi dan berat badan anak perempuan melebihi anak laki-laki.

1) Tinggi badan

a) Rata-rata anak usia sekolah bertambah tinggi 5 cm per tahun.

b) Rata-rata tinggi anak usia 6 tahun adalah 112,5 cm.

c) Rata-rata tinggi anak usia 12 tahun adalah 147,5 cm.

2) Berat badan

a) Rata-rata berat badan anak usia sekolah bertambah 2-3 kg per tahun.

b) Rata-rata berat badan anak usia 6 tahun mencapai 21 kg.

c) Rata-rata berat badan anak usia 12 tahun mencapai 40 kg.

b. Selama masa praremaja, yaitu anatara 10 dan 13 tahun, anak umumnya mengalami pertumbuhan yang cepat.

c. Sistem imun tubuh bekerja lebih efisien, memungkinkan lokalisasi infeksi dan respons antigen-antibodi yang lebih baik.

1) Anak usia sekolah mengembangkan imunitas terhadap sejumlah besar organisme.

2) Sebagian besar anak usia sekolah mengalami beberapa jenis infeksi pada tahun pertama sekolah karena peningkatan pajanan oleh anak-anak lain dengan kuman.

2. Nutrisi

a. Kebutuhan nutrisi

1) Kebutuhan kalori harian anak usia sekolah menurun berhubungan dengan ukuran tubuh. Anak usia sekolah membutuhkan rata-rata 2400 kalori per hari.

2) Pengasuh/orang tua harus tetap menekankan kebutuhan terhadap diet seimbang yang sesuai dengan piramida makanan; tubuh menyimpan cadangan makanan sebagai sumber kebutuhan pertumbuhan yang meningkat saat remaja.

b. Pilihan pola makanan

1) Anak terpajan dengan pola makan yang lebih luas di ruang makan sekolah (kantin); anak mungkin tetap memilih-milih dalam hal makanan tetapi harus lebih mempunyai kemauan untuk mecoba makanan-makanan baru. Anak-anak dapat menukar, menjual, atau membuang bekal makan siang yang dibawa dari rumah.

2) Di rumah anak harus makan apa yang keluarga makan; pola yang berkembang saat ini tetap bertahan pada anak hingga dewasa. Pola makan anak dapat mencerminkan budaya keluaraga.

3) Banyak anak usia sekolah tidak menyukai sayuran, casserole, hati, dan makanan pedas. Mereka mungkin masih melanjutkan makanan favorit, makan hanya dengan 1 jenis makanan pada satu waktu, misalnya roti dilapisi jeli dan selai kacang untuk makan siang.

4) Anggota keluarga mempunyai peranan pentig dalam mempengaruhi pilihan anak terhadap makanan; namun, teman sebaya dan media juga berpengaruh. Tanpa pengawasan orang dewasa, anak usia sekolah biasanya membuat pilihan makanan yang buruk.

c. Kelebihan berat badan dan obesitas

Lebih dari 90% anak-anak yang obesitas, mengalami kelebihan berat badan akibat makan berlebihan. Kurangnya aktivitas mempunyai peran penting dalam menyebabkan obesitas.

3. Pola Tidur

a. Kebutuhan tidur setiap anak pada usia sekolah bervariasi, tetapi biasanya memiliki rentang dari 8 sampai 9,5 jam tiap malam. Karena laju pertumbuhan yang lambat, anak usia sekolah sebetulnya membutuhkan waktu tidur yang lebih sedikit dibandingkan ketika remaja.

b. Waktu tidur anak dapat lebih larut daripada periode usia prasekolah, tetapi harus ditentukan dengan tegas batasan waktunya dan mengikuti waktu belajar di malam hari.

c. Membaca sebelum tidur dapat memudahkan tidur dan membentuk pola waktu tidur yang positif.

d. Anak-anak mungkin tidak menyadari rasa letih; jika diizinkan tetap terbangun maka mereka akan kelelahan pada keesokan harinya.

4. Kesehatan Gigi

a. Mulai sekitar usia 6 tahun, gigi permanen tumbuh dan anak secara bertahap kehilangan gigi desidua.

b. Kunjungan ke dokter gigi secara teratur adalah penting, dan suplemen fluorida harus dilanjutkan jika persediaan air tidak mengandung persediaan fluorida yang cukup.

c. Anak harus menyikat giginya setelah makan dengan sikat gigi nilon yang lembut; karena kemampuan koordinasi anak telah meningkat, pengawasan dan bantuan orang tua biasanya tidak diperlukan.

d. Orang tua harus melakukan floosing (pembersihan sela-sela gigi) sampai anak berusia 8 sampai 9 tahun.

e. Karies, maloklusi, dan penyakit periodontal semakin jelas pada kelompok usia ini.

5. Eliminasi

a. Pada usia 6 tahun, 85% anak memiliki kendali penuh terhadap kandung kemih dan defekasi.

b. Pola eliminasi hampir sama dengan pola orang dewasa

1) Pengeluaran defekasi rata-rata 1-2 kali per hari.

2) Pembuangan urine terjadi 6 sampai 8 kali per hari. Rata-rata volume urine pada anak-anak adalah 500 sampai 1000 mL/hari.

c. Masalah-masalah umum yang sering terjadi antara lain:

1) Enuresis nokturnal (mengompol) terjadi pada 15% anak berusia 6 tahun, 3% anak usia 12 tahun, dan 1% pada anak usia 18 tahun.

2) Enkopresis (kebocoran feses persisten) terjadi pada lebih dari 1,5% anak yang berada di kelas dua.

3) Anak laki-laki lebih sering memiliki masalah mengompol dan konstipasi dibandingkan anak perempuan. Masalah-masalah tertentu memerlukan rujukan ke pelayanan kesehatan primer.

2.2.3 Ciri-ciri Anak Usia Sekolah

Menurut Hurlock (2002), orang tua, pendidik, dan ahli psikologis memberikan berbagai label kepada periode ini dan label-label itu mencerminkan ciri-ciri penting dari periode anak usia sekolah, yaitu sebagai berikut:

1. Label yang digunakan oleh orang tua

a. Usia yang menyulitkan

Suatu masa dimana anak tidak mau lagi menuruti perintah dan dimana ia lebih banyak dipengaruhi oleh teman-teman sebaya daripada oleh orang tua dan anggota keluarga lainnya.b. Usia tidak rapi

Suatu masa dimana anak cenderung tidak memperdulikan dan ceroboh dalam penampilan, dan kamarnya sangat berantakan. Sekalipun ada peraturan keluarga yang ketat mengenai kerapihan dan perawatan barang-barangnya, hanya beberapa saja yang taat, kecuali kalau orang tua mengharuskan melakukannya dan mengancam dengan hukuman.

2. Label yang digunakan oleh para pendidik

a. Usia sekolah dsar

Pada usia tersebut anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan yang dianggap penting untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa, dan mempelajari berbagai keterampilan penting tertentu, baik keterampilan kurikuler maupun ekstra kurikuler.

b. Periode kritis

Suatu masa di mana anak membentuk kebiasaan untuk mencapai sukses, tidak sukses, atau sangat sukses. Sekali terbentuk, kebiasaan untuk bekerja dibawah, diatas atau sesuai dengan kemampuan cenderung menetap sampai dewasa.telah dilaporkan bahwa tingkat perilaku berprestasi pada masa kanak-kanak mempunyai korelasi yang tinggi dengan perilaku berprestasi pada masa dewasa.

3. Label yang digunakan ahli psikologi

a. Usia berkelompok

Suatu masa di mana anak membentuk kebiasaan untuk mencapai sukses, tidak sukses, atau sangat sukses. Sekali terbentuk, kebiasaan untuk bekerja dibawah, diatas atau sesuai dengan kemampuan cenderung menetap sampai dewasa.telah dilaporkan bahwa tingkat perilaku berprestasi pada masa kanak-kanak mempunyai korelasi yang tinggi dengan perilaku berprestasi pada masa dewasa.b. Usia penyesuaian diri

Suatu masa dimana perhatian pokok anak adalah dukungan dari teman-teman sebaya dan keanggotaan dalam kelompok.

c. Usia kreatif

Suatu masa dalam rentang kehidupan dimana akan ditentukan apakah anak-anak menjadi konformis atau pencipta karya yang baru yang orisinil. Meskipun dasar-dasar untuk ungkapan kreatif diletakkan pada awal masa kanak-kanak, namun kemampuan untuk menggunakan dasar-dasar ini dalam kegiatan-kegiatan orisinal pada umumnya belum berkembang sempurna sebelum anak-anak belum mencapai tahun-tahun akhir masa kanak-kanak.

d. Usia bermain

Bukan karena terdapat lebih banyak waktu untuk bermain daripada dalam periode-periode lain hal mana tidak dimungkinkan lagi apabila anak-anak sudah sekolah melainkan karena terdapat tumpang tindih antara ciri-ciri kegiatan bermain anak-anak yang lebih muda dengan ciri-ciri bermain anak-anak remaja. Jadi alasan periode ini disebut sebagai usia bermain adalah karena luasnya minat dan kegiatan bermain dan bukan karena banyaknya waktu untuk bermain.

2.2.4 Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah

Tugas-tugas perkembangan anak usia sekolah menurut Havighurst dalam Hurlock (2002) adalah sebagai berikut:

1. Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainanpermainan yang umum2. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai mahluk yang sedang tumbuh3. Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya4. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat5. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung6. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari7. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, tata dan tingkatan nilai8. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok social dan lembaga-lembaga9. Mencapai kebebasan pribadiSedangkan perkembangan anak sekolah menurut Suriadi, 2010 adalah sebgai berikut:

1. Perkembangan kognisiPerkembangan kognisi pada anak usia ini adalah operasional konkrit dengan ciri-ciri:

a. Spatial thinking, yaitu kemampuan untuk mengenal tempat, mengetahui jarak melalui peta.b. Mengetahui sebab dan akibatc. Pengelompokkan, misalnya mawar adalah kelompok dari bungad. Membuat urutan dan menyisispkan ditengah-tengah urutan suatu objek/benda secara tepate. Inductive dan deductive reasoning, yaitu kemampuan untuk membuat kesimpulan berdasarkan hal-hal yang khusus dan hal-hal yang umum.f. Konservasi, yaitu kemampuan untuk memhami ukuran walaupun bentuk objek diubahg. Memahami angk dan matematika, yaitu kemampuan untuk berhitung dan mengoperasikan fungsi matematika2. Perkembangan sosioemosionala. Harga diriPada masa ini faktor yang paling menentukan harga diri nak adalah kemampuan anak untuk bekerja produktif. Jika anak dapat bekerja secara produktif, anak akan percaya diri, mandiri, memandang diri secr positif, bangga terhadap dirinya, mudah menerima perubahan, dan dapat mengatasi kritik yang ditujukan terhadap dirinya.

b. Pertumbuhan emosiPada masa ini anak telah menginternalisasikan rasa malu dan bangga. Anak dapat memverbalisasikan konflik emosi yang dialaminya. Semakin bertambah usia anak, anak semakin menyadari perasaan diri dan orang lain. Selain itu, anak dapat mengontrol emosi dalam situasi sosial dan dapat berespon terhadap distress emosional yang terjadi pada orang lain. Selain itu, anak dapat mengontrol emosi negatif seperti marah, takut, dan sedih. Anak belajar apa yang membuat dirinya sedih, marah, atau takut sehingga belajar beradaptasi agar emosi tersebut dapat dikontrol.c. Teman sebayaPada masa ini anak lebih bnyak bergaul dnegan teman sebaya. Teman sebaya memberikan pandangan baru dan kebebasan dalam memberikan pendapat. Teman sebaya memberikan motivasi, belajar kepemimpinan, keterampilan berkomunikasi, beerja sama, dan belajar aturan-aturan yang ada. Selain memberikan pengaruh positif, teman sebaya juga memberikan pengaruh negatif. Agar diterima untuk menjadi anggota kelompok, anak harus mengikuti turan atau nilai-nilai yang brelaku dalam kelompok tersebut, walaupun aturan tersebut tidak diinginkan oleh anak dan anak tidak berdaya menolak aturan tersebut. Hal ini dapat menjerumuskan anak kepada tingkah laku anti sosial.

2.2.5 Keluarga Dengan Anak Usia Sekolah

Tugas perkembangan keluarga dengan anak usia sekolah adalah mensosialisasikan anak-anak, termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang sehat, mempertahankan hubungan pernikahan yang memuaskan, memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga.Masalah kesehatan pada tahap ini adalah:

1. Orang tua akan mulai berpisah dengan anak karena anak sudah mulai memiliki banyak teman sebaya, hati-hati dengan pengaruh lingkungan anak.

2. Orang tua mengalami banyak tekanan dari luar, misalnya dari sekolah dan komunitas, untuk menyesuaikan anak dengan komunitas dan sekolah.

3. Kecacatan/kelemahan anak akan tampak pada periode ini melalui pengamatan perawat sekolah dan guru. Mereka dapat mendeteksi gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan wicara, kesulitan belajar, gangguan tingkah laku, perawatan gigi yang tidak adekuat, pengamanan anak, penyalahgunaan obat/zat, dan penyakit menular, juga dapat mendeteksi kecacatan, penyakit epilepsy (ayan), paralisis serebra, retardasi mental, kanker, kondisi ortopedik.

2.3 Konsep Belajar

2.3.1 Definisi Belajar

Menurut Alimul (2002) belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan maksudnya adalah terjadi perubahan tingkah laku, memfokuskan pada interaksi individu dengan lingkungan karena dalam interaksi akan teruji pengalaman belajar dan ada perubahan sikap dan tingkah laku. Belajar yang efektif adalah melalui pengalaman. Dalam proses belajar, seseorang berinteraksi langsung dengan objek belajar dengan menggunakan semua alat indranya dan ditimbulkan atau dirubah melalui praktek dan pengalaman ( Soemanto, 2006).

Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup manusia tidak lain adalah hasil dari belajar. Kita hidup dan bekerja menurut apa yang telah kita pelajari. Belajar adalah suatu proses, dan bukan suatu hasil. Karena itu belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu perbuatan (Soemanto, 2006). Sedangkan menurut Slameto (2003) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.

2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

Menurut Slameto (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu faktor internal yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada diluar individu sebagai berikut:

1. Faktor internal

Dalam faktor internal terdapat tiga faktor, yaitu: faktor jasmani, faktor psikologis, faktor kelelahan.

a. Faktor jasmani

1) Faktor kesehatan

Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagianya bebas dari penyakit. Kesehatan berpengaruh terhadap belajar. Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan terganggu, selain itu juga ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk dan badanya mudah lelah. Agar seseorang dapat belajar dengan baik harus mengusahakan kesehatan badanya tetap terjamin dengan cara selalu memperhatikan ketentuan-ketentuan tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan, olah raga, rekreasi dan ibadah.

2) Cacat tubuhCacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh. Siswa yang cacat akan mengalami gangguan dalam belajarnya. Jika hal ini terjadi, hendknya anak belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatanya.

b. Faktor psikologis

1) Inteligensi

Inteligensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui atau menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Inteligensi sangat besar pengaruhnya terhadap belajar.

2) Perhatian

Perhatian menurut Gazali adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa tertuju pada suatu obyek atau sekumpulan obyek. Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan yang tidak menjadi perhatian akan timbul kebosanan, sehingga ia tidak suka lagi belajar. Agar anak dapat belajar dengan baik usahakan bahan pelajaran selalu menarik perhatian dengan cara mengusahakan pelajaran itu sebagai hobi atau bakatnya.

3) Minat

Minat adalah kecenderungan yang tetap memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan, kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus menerus yang disertai rasa senang dan diperoleh rasa kepuasan. Sehingga minat sangat besar pengaruhnya terhadap belajar.

4) Bakat

Bakat adalah kemampuan untuk belajar yang baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Jika bahan pelajaran sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya lebih baik karena ia senang belajar dan pastilah selanjutnya akan lebih giat lagi dalam belajarnya.

5) Motif

Motif erat hubunganya dengan tujuan yang akan dicapai. Dalam proses belajar harus diperhatikan apa yang dapat mendorong anak agar dapat belajar dengan baik atau mempunyai motif untuk berfikir dan memusatkan perhatian, perencanaan dan melaksakan kegiatan yang berhubungan dengan belajar. Dengan cara memberikan latihan-latihan atau kebiasaan yang kadang-kadang juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan.

6) Kematangan

Kematangan adalah suatu tingkat dalam pertumbuhan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Dengan kata lain anak yang sudah siap belum dapat melaksanakan kecakapannya sebelum belajar. Jadi kemajuan untuk memiliki kecakapan itu tergantung dari kematangan dan belajar.

7) Kesiapan

Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respons atau bereaksi. Kesediaan ini timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan yang berarti kesiapan untuk melaksanakanya.

c. Faktor kelelahan

Kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh. Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang dan mengerjakan sesuatu dengan terpaksa dan tidak sesuai bakat, minat dan perhatianya.

2. Faktor eksternal

a. Faktor keluarga

Anak yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga.1) Cara orang tua mendidik

Cara orang tua mendidik anaknya sangat besar pengaruhnya terhadap belajar anak. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Orang tua yang kurang memperhatikaan pendidikan anaknya, misalnya mereka acuh terhadap belajar anaknya, tidak mengatur waaktu belajarnya, tidak melengkapi alat belajarnya, tidak mau tau bagaimana kemajuan anak, kesulitan-kesulitan yang dialami anak dan orang tua yang terlalu memanjakan anak adalah cara yang mendidik yang tidak baik sehingga anak tidak berhasil dalam belajarnya.

2) Relasi antar anggota keluarga

Relasi antar anggota keluarga yang penting adalah relasi orang tua dengan anaknya. Selain itu relasi dengan saudarnya dan anggotaa keluarga yang lain turut mempengaruhi belajar anak. Wujud relasi ini adalah hubungan penuh kasih sayang dan perhatian. Relasi antar anggota keluarga sangat erat kaitanya dengan cara orang tua mendidik.

3) Suasana rumah

Suasana rumah dimaksudkan dengan situasi atau kejadian-kejadian yang sering terjadi didalam keluarga dimana anak berada dan belajar. Agar anak dapat belajar dengan baik perlu diciptakan suasana rumah yang tenang dan tentram sehingga menyebabkan anak betah tinggal dirumah, anak juga dapat belajar dengan baik . Tetapi jika suasana rumah yang terlalu banyak penghuninya, suasana rumah yang tegang, ribut, pertengkaran antar anggota keluarga dapat menyebabkan anak menjadi tidak betah di rumah.

4) Keadaan ekonomi keluarga

Keadaan ekonomi keluarga erat hubunganya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar harus terpenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya makan, pakaian, perlindungan kesehatan, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruangan belajar, peralatan menulis. Fasilitas belajar itu hanya dapat terpenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang. Jika anak hidup dalam keluarga yang miskin maka kebutuhan pokok anak kurang terpenuhi, akibatnya kesehatan anak terganggu dan anak belajar anak terganggu. Walaupun tidak dapat dipungkiri tentang adanya kemungkinan anak yang serba kekurangan dan selalu menderita akibat ekonomi rendah, justru menjadi cambuk baginya untuk belajar lebih giat dan akhirnya sukses. Sebaliknya keluarga yang kaya raya, orang tua sering mempunyai kecenderungan untuk memanjakan anak. Anak hanya bersenang-senang dan berfoya-foya, akibatnya anak kurang dapat memusatkan perhatianya kepada belajar.

5) Pengertian orang tua

Anak belajar perlu perhatian dorongan dan pengertian orang tua. Bila anak sedang belajar jangan diganggu dengan tugas-tugas rumah. Terkadang anak merasa tidak bersemangat untuk belajar disinilah orang tua wajib memberikan pengertian dan mendorongnya, membantu kesulitan yang dialami anak di sekolah.

6) Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, agar mendorong semangat anak untuk belajar.

b. Faktor sekolah

Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siwa dan siswi, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah (Slameto, 2003).

c. Faktor masyarakat

Masyarakat merupakan faktor eksternal yang juga berpengaruh terhadap belajar anak. Pengaruh itu terjadi karena anak dalam masyarakat tentang kegiatan anak dalam masyarakat, mass media, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat yang semuanya mempengaruhi belajar (Slameto, 2003).

2.3.3 Peran Keluarga Dalam Belajar

Keluarga merupakan satu kesatuan (sistem sosial) yang hidup bersama terdiri dari ayah dan ibu. Keluarga berperan dalam menyediakan situasi belajar yang nyaman dan tenang sehingga memotivasi anak untuk belajar. Orang tua juga harus memprhatikan pengalaman-pengalaman anak dan menghargai anak atas segala usahanya untuk belajar. Begitu juga orang tua harus menunjukkan kerjasamanya dalam mengarahkan cara belajar anak dirumah sehingga orang tua berusaha memotivasi dan membimbing anak dalam belajar (Hasbullah, 1989). Peran orang tua dalam pendidikan anak menurut Idris dan Jamal (1992, dalam penelitian Slameto, 2003) adalah memberikan dasar pendidikan, sikap dan keterampilan dasar seperti pendidikan agama, budi pengerti, sopan santun, estetika, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar pembentukan peraturan-peraturan, dan menanamkan kebiasaan. Selain itu peran keluarga adalah mengajarkan nilai-nilai dan tingkah laku yang diajarkan di sekolah

Peran keluarga dalam pendidikan merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam masyarakat, karena dalam keluarga manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Bentuk dan isi serta cara-cara pendidikan di dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya watak, budi pekerti dan kepribadian tiap-tiap manusia. Pendidikan yang diterima dalam keluarga inilah yang akan digunakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan selanjutnya di sekolah. Tugas dan tanggung jawab orang tua dalam keluarga terhadap pendidikan anak-anaknya lebih bersifat pembentukan watak dan budi pekerti, latihan keterampilan dan pendidikan ke sosial, seperti menjaga kebersihan rumah, dan menjaga kesehatan. Peranan keluarga terutama dalam penanaman sikap dan nilai hidup, pengembangan bakat dan minat serta pembinaan bakat dan kepribadian (Ikhsan, 2005).

Peran pada masing-masing anggota keluarga antara lain peran ayah sebagai pemimpin yang mencari nafkah, pendidik, pelindung atau pengayom, pemberi rasa aman bagi setiap anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Sedangkan peran ibu sebagai pengasuh dan pendidik anak-anak, pelindung keluarga (Setiadi, 2008). Peran orang tua terhadap perkembangan anaknya adalah memberikan anak kesempatan untuk berkembang, sebagai guru dengan mengajarkan ketangkasan motorik , menanamkan pedoman hidup bermasyarakat, sebagai tokoh teladan untuk anaknya, dan sebagai pengawas dengan memperhatikan, mengamati kelakuan, tingkah laku anak (Singgih, 2002). Peran yang dapat diberikan oleh keluarga dalam proses belajar anak sehingga berkembang secara optimal yaitu memberi kasih sayang, perhatian, memberi semangat dan dorongan, memfasilitasi, memberi rasa hormat, mengenalkan apa yang boleh dan tak boleh dilakukan oleh anak (Nugraha, 2011).

BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Asuhan Keperawatan Gangguan Defisit Perhatian/Hiperaktif

3.1.1 Pengkajian1. Aktivitas atau Istirahat

Sangat aktif, selalu bergerak, tidak bisa tenang, kesukaran bermain atau melakukan aktivitas luang yang tenang.

2. Integritas Ego

Emosi, mudah marah, perubahan alam perasaan.

3. Higiene

Mudah lupa dalam aktivitas sehari-hari.

4. Neurosensori

Keluhan dari orang tua dan guru tentang:

a. Mudah teralihkan perhatiannya, tidak mmapu mempertahankaan perhatian untuk mengingat pada tugas atau menyelesaikan proyeknya.

b. Mengalami kesulitan untuk duduk diam, kadang secara fisik terlalu aktif, dapat berhubungan dengan perilaku yang merusak atau aktivitas yang berbahaya tanpa mempertimbangkan konsekuensinya.c. Kesuilitan mengikuti instruksi, mengukur tugas/aktivitas.5. Interaksi Sosial

Tampak tidak mendengar atau memperhatikan apa yang dikatakan orang. Distres atau gangguan bermakna dalam fungsi sosial, akademik, dan okupasi.

6. Pengajaran atau Pembelajaran

Awitan sebelum usia 7 tahun, riwayat penylahgunaan alkohol dalam keluarga.3.1.2 Pengkajian Anak Usia Sekolah

1. Bagaimana karakteristik teman bermain

2. Bagaimana lingkungan bermain

3. Berapa lama anak menghabiskan waktunya disekolah

4. Bagaimana stimulasi terhadap tumbuh kembang anak dan adakah sarana yang dimilikinya

5. Bagaimana temperamen anak saat ini

6. Bagaiman pola anak jika menginginkan sesuatu barang

7. Bagaimana pola orang tua menghadapi permintaan anak

8. Bagaimana prestasi yang dicapai anak saat ini

9. Kegiatan apa yang diikuti anak selain di sekolah

10. Sudahkah memperoleh imiunisasi ulangan selama disekolah

11. Pernahkah mendapat kecelakaan selama disekolah atau dirumah saat bermain

12. Adakah penyakit yang muncul dan dialami anak selama masa ini

13. Adakah sumber bacaan lain selain buku sekolah dan apa jenisnya

14. Bagaimana pola anak memanfaatkan waktu luangnya

15. Bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi keluarga

3.1.3 Prioritas keperawatan

1. Memfasilitasi pencapaian control diri perilaku anak yang lebih konsisten dan peningkatan harga diri.

2. Meningkatkan pengembangan koping efektif orang tua dan intervensi untuk gejala perilaku anak mereka.

3. Berpartisipasi dalam pengembangan pendekatan terapi yang terus-menerus dan komperhensif dengan menggunakan sumber keluarga dan komunitas.3.1.4 Tujuan pemulangan

1. Perilaku yang merusak dan/atau berbahaya berkurang atau hilang

2. Mampu berfungsi dalam lingkungan pembelajaran terstruktur

3. Orang tua telah meningkatkan kembali kemampuan untuk mengatasi perasaan internal dan untuk mengintervensi masalah perilaku anak mereka secara efektif.

4. Rencana terlaksana untuk memenuhi kebutuhan setelah pemulangan.3.1.5 Contoh Soal

Keluarga Bp. P bersama istri dan anaknya bercerita bahwa anaknya, An. R yang berusia 8 tahun tidak pernah menggubris perkataan Bp. P maupun istrinya. An. R sering lari kesana-kemari, tidak fokus jika diajak berbicara. Jika disuruh Bp. P maupun istrinya, An. R tidak pernah melaksanakan perintah atau bahkan disuruh untuk mengambil barang A, tapi malah mengambil barang B. Awalnya, Bp. P dan istrinya mengira hal ini masih wajar. Namun setelah masuk sekolah dasar, An. R tidak pernah mengerjakan tugas, sulit bersosialisasi dengan teman sebaya, dan sulit menerima pelajaran. Bahkan An. R ini mudah marah dan terkadang memukul temannya tanpa alasan yang jelas. Hal ini membuat Bp. P dan istrinya geram dan bosan karena sering dipanggil pihak sekolah akibat ulah An. R. An. R adalah anak kedua dari 2 bersaudara. Dibandingkan dengan An. R, kakaknya lebih kreatif dan mampu memenuhi peran dalam keluarga maupun masyarakat. 3.1.6 Diagnosa Keperawatan1. Ketidakefektifan koping individu pada An. R putra Bp. P berhubungan dengan retardasi perkembangan ego.

2. Hambatan interaksi sosial pada An. R putra Bp. P berhubungan dengan perkembangan ego yang terbelakang.

3. Gangguan harga diri pada An. R putra Bp. P berhubungan dengan disfungsi sistem keluarga, pengabaian.

4. Ketidakefektifan koping keluarga An. R putra Bp. P berhubungan dengan kepenatan orang tua karena menghadapi anak dengan gangguan dalam jangka waktu lama.5. Defisit pengetahuan mengenai kondisi, prognosis, perawatan diri, dan kebutuhan terapi pada An. R putra Bp. P berhubungan dengan kurang pengetahuan, informasi yang salah atau interpretasi yang salah.3.1.7 Intervensi KeperawatanKetidakefektifan koping individu pada An. R putra Bp. P berhubungan dengan retardasi perkembangan ego.

Tujuan: An. R mampu mendemonstrasikan penurunan perilaku yang merusak, mengekspresikan kemarahan dalam sikap yang diterima secara sosial.

Kriteria hasil: An. R menunjukkan peningkatan dalam lapang perhatian konsentrasi dan tingkat aktivitas yang tepat.

INTERVENSIRASIONAL

Berikan suasana yang tenang; penurunan jumlah stimulus eksternal. Pertahankan suasana yang tenang.Pengurangan stimulasi lingkungan dapat menurunkan distraktibilitas. Pendekatan yang tenang membantu mencegah transmisi ansietas di antara individu.

Berikan tempat dan aktivitas untuk gerakan motorik kasar (mis: senam diarea luar ruangan untuk berlari, bola besar, peralatan mendaki )tempat yang tepat penting untuk aktivitas motorik.

Dorong anak untuk mengikuti, berkonsentrasi, dan menyelesaikan tugasPerilaku yang diinginkan akan meningkat karena adanya penguatan positif

Buat batasab pada perilaku yang merusak ( misalnya; bicara tanpa jeda ) anjurkan perilaku kompetisi alternative, seperti bermain dengan tenangAnak perlu mengetahui harapan dan belajar kompetisi perilaku yang diharapkan ( missal; mengangkat tangan bukan berteriak, menjaga tangan sendiri bukan mendorong orang lain )

Dorong diskusi mengenai perasaan marah dan identitas objek musuh sesungguhnyaBerhubungan dengan perasaan jujur secara langsung membantu mendorong penggantian marah menjadi hal yang lain.

Gali cara alternative untuk menangani frustasi dengan klien.Meningkatkan pembelajaran bagaimana berinteraksi dalam masyarakat dengan orang lain dalam cara yang lebih produktif.

Berikan umpan balik yang positif dalam mencoba strategi koping baru.Mendukung usaha dan mendorong penggunaan perilaku yang dapat diterima.

Evaluasi dengan klien mengenai keefektifan perilaku baru. Diskusikan modifikasi untuk perbaikan.Karena klien memiliki keterbatasan keterampilan memecahkan masalah, bantuan diperlukan untuk mengkaji ulang dan mengembangkan strategi.

Bantu klien untuk mengenal tanda peningkatan ansietas. Gali cara klien dapat mengintervensi sebelum perilaku tersebut mengganggu.Membantu klien mengenali perilaku yang tidak efektif dan mengembangkan keterampilan koping baru untuk member pengaruh perubahan yang positif.

Berikan informasi dan bantu orang tua dalam mempelajari cara positif dalam menangani masalah perilaku.Perilaku sering kali dapat diminimalkan dan/atau diarahkan dengan pendekatan yang positif dan konsisten.

Libatkan klien dalam konseling individu.Pemberian medikasi saja atau dalam kombinasi dengan program modifikasi perilaku tidak akan cukup. Klien yang mengalami GDPH tidak mengatasi masalah mereka dan sering terus mengalami kesulitan pada masa dewasa. Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 25% anak yang mengalami GDPH telah atau akan segera timbul gangguan bipolar dengan camputran gejala ( missal; distrakbilitas, iritabilitas, dan tindakan kekerasan ) sering kali membutuhkan hospitalisasi. Keonseling membantu individu untuk memodifikasi perilaku mereka, bekerja dalam mengembangkan keterampilan sosial.

Kolaborasi:

Berikan medikasi sesuai indikasi, missal; metilfenidat ( Ritalin), imipramin ( Tofranil )Psikostimulan dan antidepresan dapat meningkatkan perhatian dan mengurangi perilaku implusif pada anak-anak hiperaktif.

Pemolin [Cylert], dekstroamfetamin [Dexedrine]; diazepam [Valium], Klordiazepoksid [Librium], alprazolam [Xanax]Medikasi antiansietas memberikan perbedaan dari efek ansietas menetap, memfasilitasi kerja sama dalam terapi.

Teliti adanya terapi alternative ( misal; diet, alergi )beberapa anak tampak berespons secara baik untuk membatasi gula murni, pewarna makanan, dan allergen. Catatan: penelitian atau kolerasi antara penggunaan gula dan masalah kognitif atau perilaku hiperaktif.

NOKRITERIASKORBOBOTSkoring

1Sifat masalah

Aktual (Tidak/kurang sehat)

Ancaman kesehatan

Keadaan sejahtera3

2

113/3 x 1 = 1

2

Kemungkinan masalah dapat diubah

Mudah

Sebagian

Tidak dapat2

1

02 x 2 = 1

3

Potensi masalah untuk dicegah

Tinggi

Sedang

Rendah3

2

11 x 1 =

4Menonjolnya masalah

Masalah berat, harus segera ditangani

Ada masalah, tetapi tidak perlu segera ditangani

Masalah tidak dirasakan21

01 x 1 = 1

JUMLAH

Hambatan interaksi sosial pada An. R putra Bp. P berhubungan dengan perkembangan ego yang terbelakang.

Tujuan: An. R mampu bersosialisasi dengan teman sebaya, keluarga

Kriteria hasil: An. R berpartisipasi secara tepat dalam permainan yang interaktif dengan anak yang lain atau kelompok anak-anak, mengembangkan hubungan mutual dengan anak lain atau orang dewasa.

INTERVENSIRASIONAL

Bina hubungan saling percaya dengan anak, tunjukkan penerimaan pada perubahan anak dari perilaku yang tidak dapat diterima.Penerimaan dan hubungan saling percaya akan mendorong perasaan diri yang berharga.

Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya secara verbal mengenai ketidakefektifan dan kebutuhan terhadap penerimaan orang lain. Diskusikan bagaimana perasaan ini memengaruhi hubungan dengan memunculkan perilaku defensive, seperti menyalahkan dan memanipulasi orang lain.Pengenalan terhadap masalah merupakan langkah pertama kea rah pemecahan masalah.

Berikan penguatan positif untuk interaksi sosial yang tepat. Abaikan metode berhubungan dengan orang lain yang tidak efektif, ajarkan perilaku kompetisi.

Modifikasi perilaku dapat menjadi merode yang efektif dapat menurunkan perilaku yang merusak pada anak-anak dengan mendorong pengulangan perilaku yang diinginkan. Perhatian pada perilaku yang tidak dapat diterima dapat secara actual menguatkan perilaku tersebut.

Identifikasi situasi yang memunculkan sikap defensive dan beri respons yang lebih cepat.

Memberikan kepercayaan diri dalam menghadapi situasi sulit.

Berikan kesempatan pada interaksi kelompok dan dorong sistem umpan balik teman sebaya yang positif dan negative.

Perilaku sosial yan tepat sering kali dipelajari dari teman seusianya.

Kolaborasi:Atur staf dengan professional yang lain ( misal : tenaga sosial, guru ). Termasuk orang tua dan anak bila memungkinkan.Kerja sama dan koordinasi di antara para pekerja dengan anak-anak ini meningkatkan program terapi. Termasuk anak dan orang tua akan memberikan mereka pengertian terhadapa masalah total dan program terapi.

NOKRITERIASKORBOBOTSkoring

1Sifat masalah

Aktual (Tidak/kurang sehat)

Ancaman kesehatan

Keadaan sejahtera3

2

11 x 1 = 1

2

Kemungkinan masalah dapat diubah

Mudah

Sebagian

Tidak dapat2

1

02 x 2 = 1

3

Potensi masalah untuk dicegah

Tinggi

Sedang

Rendah3

2

11 x 1 =

4Menonjolnya masalah

Masalah berat, harus segera ditangani

Ada masalah, tetapi tidak perlu segera ditangani

Masalah tidak dirasakan21

01 x 1 = 1

JUMLAH

Gangguan harga diri pada An. R putra Bp. P berhubungan dengan disfungsi sistem keluarga, pengabaian.

Tujuan: gangguan harga diri pada An. R teratasi.

Kriteria hasil: keluarga An. R mengungkapkan secara verbal adanya peningkatan makna diri An. R yang positif, An. R berpartisipasi dalam kegiatan baru tanpa kegagalan yang ekstrem.

Intervensi Rasional

Tunjukkan penerimaan dan penghargaan positif tanpa syarat. Ini akan membantu anak meningkatkan rasa berharga pada dirinya.

Bantu anak untuk mengidentifikasi kekuatan ego dasar atau aspek positif mengenai dirinya; berikan umpan balik yang cepat untuk perilaku yang dapat diterima.Berfokus pada aspek positif kepribadian yang membantu meningkatkan konsep diri. Penguatan positif meningkatkan harga diri dan meningkatkan pengulangan perilaku yang diinginkan.

Sediakan waktu bersama klien secara pribadi dan dalam aktivitas kelompok.Menyampaikan pada klien bahwa ia patut mendapat waktu dan perhatian.

Beri kesempatan untuk berhasil; rencanakan aktivitas dengan jangka waktu pendek dan tingkat kemampuan yang sesuai.Keberhasilan yang berulang dapat membantu peningkatan harga diri.

Dorong keterlibatan dalam tugas atau kegiatan baru.Dengan melakuka tugas baru dapat meningkatkan pertumbuhan diri dan keterampilan baru.

Bantu klien menyusun tujuan yang realistik, konkret, dan tentukan kegiatan yang tepat untuk memenuhi tujuan tersebut.Memberikan struktur untuk mengembangkan rasa berharap pada masa depan dan kerangka kerja untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Kolaborasi:

Beri kesempatan belajar, lingkungan belajar yang terstruktur (misal ruang kelas yang berisi diri sendiri, program pendidikan yang terencana secara individu).Penampilan sekolah yang sukses penting untuk menjaga citra diri anak yang positif.

NOKRITERIASKORBOBOTSkoring

1Sifat masalah

Aktual (Tidak/kurang sehat)

Ancaman kesehatan

Keadaan sejahtera3

2

11 x 1 = 1

2

Kemungkinan masalah dapat diubah

Mudah

Sebagian

Tidak dapat2

1

02 x 2 = 1

3

Potensi masalah untuk dicegah

Tinggi

Sedang

Rendah3

2

11 x 1 = 1

4Menonjolnya masalah

Masalah berat, harus segera ditangani

Ada masalah, tetapi tidak perlu segera ditangani

Masalah tidak dirasakan21

01 x 1 = 1

JUMLAH4

Ketidakefektifan koping keluarga An. R putra Bp. P berhubungan dengan kepenatan orang tua karena menghadapi anak dengan gangguan dalam jangka waktu lama.

Tujuan: kepenatan keluarga berkurang.

Kriteria hasil: mengungkapkan dan mengatasi perilaku negatif pada anak, mengidentifikasi dan menggunakan sistem pendukung yang diperlukan.

Intervensi Rasional

Berikan informasi dan material yang berhubungan dengan gangguan anak dan tehnik menjadi orang tua.Pengetahuan dan keterampilanyang tepat dapat meningkatkan keefektifan peran orang tua.

Dorong individu untuk mengungkapka perasaan secara verbal dan menggali alternatif cara berhubungan dengana nak.Konseling supotif dapat membantu keluarga dalam mengembangkan strategi koping.

Beri umpan balik positif dan dorong metode menjadi orang tua yang efektif.Penguatan positif dapat meningkatkan harga diri dan mendorong kontinuitas upaya.

Libatkan saudara kandung dalam diskusi keluarga dan perencanaan interaksi keluarga yang lebih efektif.Masalah keluarga memengaruhi semua anggota keluarga dan tindakan lebih efektif bila setiap orang terlibat dalam terapi tersebut.

Kolaborasi:

Libatkan dalam konseling keluarga.Terapi keluarga dapat membantu mengatasi masalah global yang memengaruhi seluruh struktur keluarga. Gangguan pada salah satu anggota keluarga akan memengaruhi seluruh keluarga.

Rujuk pada sumber komunitas sesuai indikasi, termasuk kelompok pendukung orang tua, kelas menjadi orang tua (bila ada).Mengembangkan sistem pendukung dapat meningkatkan kepercayaan diri dan keefektifan orang tua. Pemberian model peran atau harapan untuk masa depan.

NOKRITERIASKORBOBOTSkoring

1Sifat masalah

Aktual (Tidak/kurang sehat)

Ancaman kesehatan

Keadaan sejahtera3

2

11 x 1 = 1

2

Kemungkinan masalah dapat diubah

Mudah

Sebagian

Tidak dapat2

1

02 x 2 = 2

3

Potensi masalah untuk dicegah

Tinggi

Sedang

Rendah3

2

11 x 1 = 1

4Menonjolnya masalah

Masalah berat, harus segera ditangani

Ada masalah, tetapi tidak perlu segera ditangani

Masalah tidak dirasakan21

01 x 1 = 1

JUMLAH5

Defisit pengetahuan mengenai kondisi, prognosis, perawatan diri, dan kebutuhan terapi pada An. R putra Bp. P berhubungan dengan kurang pengetahuan, informasi yang salah atau interpretasi yang salah.

Tujuan: keluarga mengetahui kondisi An. R.

Kriteria hasil: keluarga mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang penyebab masalah perilaku anak, perlunya terapi dalam kemampuan perkembangan, berpartisipasi dalam pembelajaran dan mulai bertanya dan mencari informasi secara mandiri.

Intervensi Rasional

Berikan lingkungan yang tenang, ruang kelas berisi dirinya sendiri, aktivitas kelompok-kecil. Hindari tempat yang terlalu banyak stimulasi seperti kafetaria yang ramai, aula yang ramai.Peredaan dalam stimulasi lingkungan dapat menurunkan distraktibilitas. Kelompok kecil dapat meningkatkan kemampuan untuk tetap pada tugas dan membantu klien memelajari interaksi yang tepat dengan orang lain.

Beri materi petunjuk format tertulis dan lisan dengan penjelasan langkah demi langkah.Keterampilan belajar yang terurut akan meningkat. Mengajarkan anak keterampilan pemecahan masalah, mempraktikan contoh situasional. Kemampuan efektif dapat meningkatkan tingkat prestasi.

Ajarkan anak dan keluarga tentang penggunaan psikostimulan dan antisipasi respon perilaku.Penggunaan psikostimulan mungkin tidak mengakibatkan perbaikan kenaikan kelas tanpa perubahan pada keterampilan studi anak.

Koordinasi seluruh terapi dengan sekolah, anak, dan keluarga.Kefektifan kognitif paling mungkin meningkat ketika terapi tidak terfragmentasi, juga tidak terlewatkannya intervensi signifikan karena kurangnya komunikasi interdisiplin.

NOKRITERIASKORBOBOTSkoring

1Sifat masalah

Aktual (Tidak/kurang sehat)

Ancaman kesehatan

Keadaan sejahtera3

2

11 x 1 = 1

2

Kemungkinan masalah dapat diubah

Mudah

Sebagian

Tidak dapat2

1

02 x 2 = 2

3

Potensi masalah untuk dicegah

Tinggi

Sedang

Rendah3

2

11 x 1 = 1

4Menonjolnya masalah

Masalah berat, harus segera ditangani

Ada masalah, tetapi tidak perlu segera ditangani

Masalah tidak dirasakan21

01 x 1 = 1

JUMLAH5