Askep Efusi
-
Upload
nyex-eyyek-iyyudh -
Category
Documents
-
view
103 -
download
8
Transcript of Askep Efusi
Askep Efusi PleuraDitulis pada September 21, 2011
ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA
a. TINJAUAN FISIOLOGIS
Pleura adalah membran yang melapisi paru. Pleura ada 2 macam yaitu
pleura visceralis (dalam) dan pleura parietalis (luar). Antara pleura
parietalis dan pleura visceralis terdapat ruangan yang disebut rongga
(cavum) pleura.
Didalam rongga pleura terdapat cairan ± 5 ml yang berfungsi untuk
membasahi seluruh permukaan pleura visceralis dan pleura parietalis.
Cairan serosa ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya
tekanan hidrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastisitas. Sebagian
cairan akan akan diserap kembali oleh kapiler paru pleura visceralis dan
sebagian lagi mengalir keluar masuk ke dalam pembuluh limfe.
Kelebihan cairan pada rongga pleura dapat terjadi disebabkan salah satu
dari mekanisme dibawah ini yaitu :
Peningkatan tekanan kapiler sub pleural atau limpatik
Penurunan tekanan osmotik koloid darah
Peningkatan tekanan positif intrapleural
Adanya inflamasi atau neoplastik
b. PENGERTIAN
Efusi pleura adalah penumpukan cairan berlebih dalam rongga atau
cavum pleura. Efusi pleura dapat berupa cairan jernih (serosa), transudat,
eksudat atau berupa darah pus. Proses efusi pleura dapat terjadi primer,
tetapi seringnya terjadi sekunder akibat penyakit lain.
c. ETIOLOGI
Beberapa keadaan yang dapat mengakibatkan efusi pleura adalah :
1. Gangguan sirkulasi
Gangguan sirkulasi darah seperti gagal ginjal kongestif (GJK), emboli
pulmonal dan hipoalbuminemia dapat mengakibatkan terjadinya efusi
pleura.
2. Infeksi atau peradangan pada paru.
Penyakit infeksi atau peradangan pada paru dapat mengakibatkan efusi
pleura. Beberapa penyakit yang dapat mengakibatkan efusi pleura adalah
pneumonia dan tuberculosis paru.
3. Neoplasma atau karsinoma pada paru
4. Trauma
Trauma seperti trauma tumpul ataupun luka tusuk pada dada dapat
mengakibatkan penumpukan cairan atau darah dalam rongga pleura.
d. PATOFISIOLOGI
Membran pleura sama dengan membran yang lain mempunyai sifat
permeabel terhadap gas dan cairan. Ada beberapa kondisi yang dapat
menyebabkan penumpukan cairan dalam cavum atau rongga pleura.
Diantaranya adalah gangguan sirkulasi darah seperti gagal jantung
kongestif, emboli pulmonal dan hipoalbuminemia.
Gagal jantung kongestif (GJK) mengakibatkan peningkatan tekanan
sistemik vena dan tekanan hidostatik kapiler paru sehingga dapat
meningkatkan pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Emboli paru
yang disertai infark paru dapat menurunkan aliran darah ke paru sehingga
dapat mengakibatkan peradangan jaringan dan atau merusak kapiler
paru. Keadaan ini dapat meningkatkan filtrasi cairan ke rongga pleura.
Hipoalbuminemia seperti yang terjadi pada pasien sindrom nefrotik dapat
mengakibatkan efusi pleura karena penurunan tekanan osmotik kapiler
sehingga cairan dapat mudah berpindah masuk ke rongga pleura.
Infeksi atau peradangan yang disebabkan oleh bakteri, jamur atau virus
dapat mengakibatkan tertimbunnya cairan dan protein dalam cavum
pleura.
Efusi pleura yang disebabkan karena neoplasma baik primer atau
sekunder terjadi karena tumor dapat meningkatkan peningkatan
permeabilitas pleura terhadap protein dan cairan serta mengakibatkan
tersumbatnya aliran pembuluh vena dan getah bening sehingga cairan
gagal dipindahkan.
Trauma dada seperti luka tusuk juga dapat mengakibatkan efusi pleura
karena pecahnya pembuluh darah disekitar paru yang dapat masuk ke
dalam rongga pleura.
e. PATHWAYS
f. MANIFESTASI KLINIK
Beberapa manifestasi klinik yang muncul pada efusi pleura adalah :
1. Berhubungan dengan penyebab dasar.
C/ : pneumonia à demam, menggigil, nyeri pleuritis.
2. Sesak nafas
3. Dispneu
4. Bunyi nafas minimal
5. Suara pekak pada paru saat perkusi
6. Terdengar bunyi egofoni (penyimpangan bunyi : e à a)
g. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa efusi
pleura adalah :
1. Foto Rontgen Dada
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk
bayangan karena pengaruh gravitasi cairan pleura akan membentuk
kurva (efusi sub pulmonik) dan pada foto dada terlihat seperti diafragma
terangkat.
2. Ultrasonografi
Hasilnya bias menunjukkan adanya cairan dalam rongga pleura.
3. Torakosentesis
Yaitu merupakan tindakan aspirasi untuk mengambil cairan pleura untuk
mendapatkan spesimen atau mengurangi volume cairannya.
Klien pada posisi duduk, kemudian dilakukan aspirasi pada bagian bawah
paru sela iga garis aksilaris posterior dengan memakai jarum abbocath no
14 atau 16.
4. Pemeriksaan Laboratorium cairan
Cairan pleura yang terambil kemudian diperiksa secara makroskopis dan
mikroskopis.
Pemeriksaan makroskopis antara lain meliputi warna, jumlah.
Warna cairan pleura normalnya jernih, jika ada perubahan seperti
kemerahan kemungkinan adanya trauma infark, keganasan atau
kebocoran. Warna kehijauan dan agak purulen menunjukkan adanya
proses peradangan. Warna merah coklat menunjukkan adanya abses
karena amoeba.
Secara makroskopis dapat dilakukan kultur cairan untuk mengetahui
adanya bakteri/ kuman.
5. Biopsi Pleura
Pemeriksaan biopsi atau histology pada jaringan pleura untuk mengetahui
adanya pertumbuhan sel tidak normal.
h. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan Penyebab dasar
Pengobatan terhadap penyebab dasar penting untuk mengurangi proses
terjadinya efusi pleura. Misalnya penyebab efusi pleura adalah GJK, maka
untuk mengurangi terjadinya efusi GJK harus diberikan.
2. Torakosentesis
Torakosintesis merupakan aspirasi untuk mengambil cairan dalam rongga
pleura, selain untuk mengambil specimen juga untuk mengurangi volume.
3. WSD (Water Seal Drainage)
WSD digunakan untuk mengambil dan menampung cairan dalam rongga
pleura.
4. Pemberian Tetrasiklin
Untuk mengobliterasi rongga pleura dan mencegah akumulasi cairan lebih
lanjut.
5. Radiasi dinding dada, bedah pleurektomi
6. Terapi diuretik
i. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1.Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru.
2.Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan jaringan paru
3.Resti infeksi b.d diskontinuitas jaringan.
KARAKTERISTIK DAN PENYEBAB EFUSI PLEURA PADA PENDERITA YANG
DIRAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DOKTER KARYADI SEMARANG
PADA BULAN NOVEMBER TAHUN 2002
TATIK ARIYANTI -- E2A300127.
(2003 - Skripsi)
Efusi pleura merupakan suatu gejala yang serius dan dapat mengancam jiwa
penderita.Efusi pleura yaitu suatu keadaan terdapatnya cairan dengan jumlah
berlebihan dalam rongga pleura.Efusi pleura dapat di sebabkan antara lain
karena tuberkulosis,neo plasma atau karsinoma,gagal jantung,pnemonia,dan
infeksi virus maupun bakteri.
Berdasarkan catatan medik Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang jumlah
prevalansi penderita efusi plura semakin bertambah setiap tahunnya yaitu
terdapat 133 penderita pada tahun 2001.Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dan mencari gambaran lebih lanjut megenai karakteristik dan
faktor penyebab kejadian efusi pleura pada penderita yang di rawat di Rumah
Sakit Dokter Kariadi Semarang,meliputi umur,jenis kelamin tempat
tinggal,lama di rawat.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan
pendekatan cross sectional,sedangkan metode yang di gunakan adalah
metode survei,sampel dalam penelitian ini adalah semua penderita yang
didiagnosa efusi pleura dan di rawat di Rumah Sakit Dokter Kariadi
Semarang.Teknik pengumpulan data di lakukan dengan wawancara
menggunakan kuisioner.
Dalam penelitian ini di dapatkan 18 penderita efusi pleura,distribusi jumlah
penderita perempuan 12 orang(66,7)dan penderita laki-laki6
orang(33,3%).Sebagian besar penderita yaitu 13 orang(72,2%)berasal dari
luar kota Semarang,dan 5 orang (27,8%)dari kota Semarang.Sebanyak 10
orang(55,6%)penderita efusi pleura memerlukan perawatan antara 1-10
hari.Penyebab efusi pleura terbanyak dalam penelitian ini adalah karena
neoplasma yaitu di dapatkan 5 penderita(27,8%),kemudian DHF(Dengue
Haemoragic Fever)4 penderita,TBC 3 penderita,gagal ginjal 2 penderita,gagal
jantung 2 penderita,pnemonia 1 penderita dan SLE (Lupus eritematosus
sistematik)1 penderita.Dan 18 penderita efusi pleura di temukan penyebab
terbanyak adalah neoplasma,yang terjadi pada usia dewasa (>14tahun)yang
di sebabkan karena mempunyai riwayat penyakit kronis.
Penderita perempuan lebih banyak dari penderita laki-laki.Perlu di adakan
penelitian yang lebih mendalam mengenai faktor-faktor penyebab lainnya
yang berpengaruh terhadap kejadian efusi pleura bagi penelitian yang akan
datang.
Kata Kunci: Karakteristik,Penyebab,Efusi Pleura,Penderita,RSDK,2002
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Efusi Pleura Ganas (EPG)
Dinamakan sebagai efusi pleura ganas (EPG) bila ditemukan sel tumor ganas
pada pemeriksaan sitologi cairan pleura atau histopatologi jaringan pleura melalui
biopsi pleura perkutaneus, torakoskopi, torakotomi, ataupun otopsi.
4,19,20,21
Dari sejumlah pasien kanker yang disertai efusi pleura, meskipun telah
diduga kuat bahwa efusi yang muncul disebabkan oleh proses keganasan namun
belum dapat ditemukan sel ganas pada cairan pleura atau pada jaringan pleura
tersebut maka efusi pleura disebut sebagai efusi yang berhubungan dengan kanker
atau disebut sebagai efusi pleura paramalignan, dimana tidak terdapat keterlibatan
langsung pleura dengan tumor, sementara penyebab terjadinya efusi pleura
tersebut belum dapat diketahui.
13,21
Istilah efusi paramalignan diberikan untuk
efusi yang terjadi secara tidak langsung akibat keterlibatan tumor terhadap pleura
tetapi masih berhubungan dengan tumor primer, contohnya meliputi postobstruksi pneumonia yang berlanjut menjadi efusi parapneumoni, obstruksi
duktus torasikus yang berkembang menjadi chylothorax, emboli paru, dan efusi
transudatif sekunder terhadap post-obstruksi atelektasis dan/atau rendahnya kadar
tekanan plasma onkotik sekunder terhadap kaheksia.
1,2
Efusi pleura ganas (EPG) dapat dibagi dalam 3 kelompok :
10,20,22
1. Efusi pleura yang terbukti ganas pada pemeriksaan sitologi cairan pleura dan
atau histologi biopsi pleura.
Universitas Sumatera Utara6
2. Efusi pleura pada penderita dengan riwayat dan atau terbukti jelas tumor
ganas dari intra toraks maupun ekstra toraks.
3. Efusi pleura yang sifatnya hemoragik, masif, progresif, rekuren dan tidak
responsif terhadap pengobatan anti infeksi.
Kebanyakan kasus EPG simptomatis meskipun sekitar 15% datang tanpa
gejala, terutama pasien dengan volume cairan kurang dari 500 mL. Sesak nafas
adalah gejala tersering pada kasus EPG terutama jika volume cairan sangat
banyak. Sesak nafas terjadi karena refleks neurogenik paru dan dinding dada
karena penurunan compliance paru, menurunnya volume paru ipsilateral,
pendorongan mediastinum ke arah kontralateral dan penekanan diafragma
ipsilateral. Gejala lain berupa nyeri dada sebagai akibat reaksi inflamasi pada
pleura parietal, batuk, batuk darah, anoreksia, dan berat badan turun.
22
Foto toraks postero-anterior (PA) dibutuhkan untuk menyokong dugaan efusi
pleura pada pemeriksaan fisik dan jika volume cairan tidak terlalu banyak maka
dibutuhkan foto toraks lateral untuk menentukan lokasi cairan secara lebih tepat.
22
Foto toraks standar dapat mendeteksi adanya efusi pleura yang berjumlah
sedikitnya 50 mL yang terlihat dari tumpulnya sinus kostofrenikus posterior pada
foto lateral, dan berjumlah sedikitnya 200 mL jika terlihat konsolidasi pada
tampilan posterior-anterior pada foto lateral. Foto toraks dekubitus dapat
mendeteksi 100 mL cairan efusi yang bergerak bebas. EPG yang luas
menghasilkan tanda meniskus di sepanjang dinding dada lateral, dengan efusi
masif yang menyebabkan pendorongan mediastinum kontralateral atau inversi
diafragma.
23
Rata-rata volume paru kasus-kasus EPG adalah 500-2000 mL.
22
Universitas Sumatera Utara7
2.2. Epidemiologi
Di Amerika, keganasan menduduki urutan kedua sesudah efusi
parapneumonia sebagai penyebab terbanyak pada efusi pleura eksudativa.
19
Di
Indonesia, keganasan merupakan penyebab efusi pleura terbanyak sesudah
tuberkulosis paru.
20,24
Dari hasil penelitian di poliklinik BP4 dan RS.Dr.Pirngadi
Medan (Sinaga; 1988) dijumpai EPG 24% dari seluruh kasus efusi pleura
eksudativa yang terjadi.
25
Dalam kurun waktu 3 tahun (1994-1997) di
RS.Persahabatan Jakarta ditemukan EPG sebanyak 120 dari 229 kasus efusi
pleura.
22
Sementara di RS.Dr.Sutomo Surabaya (1999) kejadian EPG tercatat
sebanyak 27,23% dengan hanya 25% diantaranya yang menunjukkan sitologi
positif.
9
Jumlah kasus terbanyak kanker paru adalah kanker paru jenis karsinoma
bukan sel kecil (KPKBSK) sekitar 75% dari seluruh kasus kanker paru.
26
Efusi pleura karena kanker paru dapat terjadi pada semua jenis sel, tetapi
penyebab yang paling sering adalah adenokarsinoma.
20
Berdasarkan penderajatan
internasional kanker paru menurut sistem TNM tahun 1997, KPKBSK dengan
EPG yang diklasifikasikan sebagai stadium IIIB (T4NxMx) prognosisnya tidak
dapat disamakan dengan stadium IIIB lain tanpa EPG. Penampakan EPG pada
KPKBSK menggambarkan kondisi terminal (end stadium) penyakit keganasan
dengan prognosis buruk tetapi penatalaksanaan EPG yang baik dapat
meningkatkan kualitas hidup penderita.
22
Pada tahun 2009, penderajatan
internasional dengan sistem TNM tersebut telah mengalami revisi, dimana kanker
paru yang disertai EPG termasuk sebagai metastase (M1a) dan dimasukkan
kedalam stadium IV.
27
Universitas Sumatera Utara8
2.3. Etiologi Efusi Pleura Ganas (EPG)
Tumor dari berbagai organ dapat bermetastase ke pleura. Dari gabungan
beberapa hasil penelitian melaporkan sepertiga dari keseluruhan kasus EPG
berasal dari tumor paru (tabel 1).
20,21
Tabel 1. Penyebab efusi pleura ganas (EPG)
4
Tumor Jumlah Persentase
Paru 641 36
Payudara 449 25
Limfoma 187 10
Ovarium 88 5
Perut 42 2
Primer tidak diketahui 129 7
Kanker lainnya 257 14
Obstruksi limfatik merupakan penyebab terbanyak terjadinya efusi pleura
paramalignan dan merupakan mekanisme paling sering menyebabkan
terakumulasinya sejumlah cairan dalam volume yang besar. Efek lokal lainnya
dari suatu tumor juga menyebabkan terbentuknya efusi pleura paramalignan, yaitu
obstruksi bronkus yang mengakibatkan pneumonia ataupun atelektasis.
Selanjutnya, sangat penting untuk mengenali efusi yang berasal dari efek sistemik
tumor dan efek samping terapi (tabel 2).
2,21
Universitas Sumatera Utara9
Tabel 2. Penyebab efusi pleura paramalignan
21
Penyebab Keterangan
Efek lokal tumor
Obstruksi limfatik Mekanisme utama akumulasi efusi pleura
Obstruksi bronkial dengan pneumonia Efusi parapneumonia: tidak menghapus
kemungkinan dapat dioperasi pada kanker paru
Obstruksi bronkial dengan atelektasis Transudat: tidak menghapus kemungkinan dapat
dioperasi pada kanker paru
Paru terperangkap Transudat: berhubungan dengan perluasan tumor
yang melibatkan pleura viseral
Chylothorax Terganggunya duktus torasikus: limfoma merupakan
penyebab paling sering
Sindrom vena kava superior Transudat: berhubungan dengan meningkatnya
tekanan vena sistemik
Efek sistemik tumor
Emboli paru Keadaan hiperkoagulasi
Tekanan onkotik plasma rendah Albumin serum < 1.5 g/dL: dihubungkan dengan
anasarka
Komplikasi terapi
Terapi radiasi
- Cepat Pleuritis 6 minggu - 6 bulan sesudah radiasi komplit
- Lambat Fibrosis mediastinum ; Perikarditis konstriktif
Obstruksi vena kava
Kemoterapi
- Metotreksat Pleuritis atau efusi; ± eosinofilia darah
- Prokarbezin Eosinofilia darah; demam dan menggigil
- Siklofosfamid Pleuroperikarditis
- Mitomisin Berhubungan dengan penyakit interstisial
- Bleomisin Berhubungan dengan penyakit interstisial
2.4. Patofisiologi dan Patogenesis Efusi Pleura Ganas (EPG)
Pleura adalah membran serous yang menutupi permukaan parenkim paru,
mediastinum, diafragma, dan rongga toraks. Struktur tersebut terbagi atas pleura
Universitas Sumatera Utara10
viseralis dan pleura parietalis. Pleura viseralis melindungi permukaan parenkim
paru terhadap dinding toraks, diafragma, mediastinum dan fisura interlobaris.
Pleura parietalis melapisi permukaan rongga toraks, yang terbagi atas pleura
parietalis kostalis, mediastinalis, dan diafragmatik.
28
Kedua pleura membran
tersebut bertemu di akar hilus paru.
28,29
Diantara keduanya terdapat rongga
ataupun rongga potensial yang disebut sebagai rongga pleura.
28
Pleura terdiri dari lima bagian utama, yaitu: sirkulasi sistemik parietal
(percabangan arteri interkostalis dan arteri mamaria interna), ruang interstisial
parietal, rongga pleura yang sisi-sisinya dibatasi oleh sel mesotelial, interstisial
paru, dan sirkulasi viseral (arteri bronkial dan arteri pulmonalis).
13
Pada keadaan normal, rongga pleura berisi sekitar 10-20 ml cairan yang
bermanfaat sebagai pelicin agar paru dapat bergerak dengan leluasa saat bernapas.
Produksinya sekitar 0,01 mg/kgBB/jam hampir sama dengan kecepatan
penyerapan. Dari sirkulasi sistemik, cairan normal dan protein memasuki rongga
pleura. Cairan pleura tersebut mengandung kadar protein rendah (<1,5 g/dl) yang
dibentuk oleh pleura viseral dan parietal.
20,28,29
Cairan pleura difiltrasi di kompartemen pleura parietalis dari kapiler sistemik
menuju rongga pleura karena terdapat sedikit perbedaan tekanan diantara
keduanya.
13
Rongga pleura bertekanan sub-atmosfer dan mendukung inflasi
paru.
29
Cairan yang diproduksi oleh pleura parietal dan viseral selanjutnya akan
diserap oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah mikro pleura viseral.
22
Mekanisme ini mengikuti hukum Starling yaitu jumlah pembentukan dan
pengeluaran seimbang sehingga volume dalam rongga pleura tetap.
20,28,29
Jika
Universitas Sumatera Utara11
produksi cairan melebihi kemampuan penyerapan dan sebaliknya maka akan
terjadi akumulasi cairan melebihi volume normal, dimana hal tersebut dapat
disebabkan oleh beberapa kelainan antara lain infeksi dan kasus keganasan di paru
atau organ luar paru.
10,13,22
Terjadinya penumpukan cairan pleura dalam rongga pleura dapat disebabkan
hal-hal sebagai berikut:
20
1. Meningkatnya tekanan hidrostatik dalam sirkulasi mikrovaskuler.
2. Menurunnya tekanan onkotik dalam sirkulasi mikrovaskuler.
3. Menurunnya tekanan negatif dalam rongga pleura.
4. Bertambahnya permeabilitas dinding pembuluh darah pleura.
5. Terganggunya penyerapan kembali cairan pleura ke pembuluh getah bening.
6. Perembesan cairan dari rongga peritoneum ke dalam rongga pleura.
Gambar 1. Terjadinya cairan pleura
23
Universitas Sumatera Utara12
Sedangkan efusi pleura pada penyakit keganasan dapat terjadi melalui:
20
1. Implantasi sel-sel tumor pada permukaan pleura.
2. Pleuritis yang disebabkan pneumonitis sekunder akibat tumor paru.
3. Akibat obstruksi aliran limfe atau pembuluh darah.
4. Erosi pembuluh darah atau limfe sehingga pembentukan cairan pleura
meningkat.
5. Invasi langsung tumor ke rongga pleura melalui dinding toraks.
Patofisiologi EPG belum jelas benar tetapi berkembang beberapa hipotesis
untuk menjelaskan mekanisme EPG tersebut.
22
Tabel 3. Mekanisme terjadinya efusi pleura ganas (EPG)
19
Akibat langsung
- Metastasis pleura dengan peningkatan permeabilitas
- Metastasis pleura dengan obstruksi pembuluh limfatik pleura
- Keterlibatan limfe node mediastinal dengan menurunnya drainase limfatik
pleura
- Robeknya duktus torasikus (chylothorax)
- Obstruksi bronkus (menurunnya tekanan pleura)
- Keterlibatan perikardial
Akibat tidak langsung
- Hipoproteinemia
- Post-obstruktif pneumonitis
- Emboli paru
- Pos-radiasi terapi
Universitas Sumatera Utara13
Obstruksi limfatik lebih sering dianggap sebagai patofisiologi abnormalitas
primer terjadinya EPG.
19
Cairan pleura didrainase keluar dari rongga pleura
terutama melalui stomata limfatik parietal yang berada diantara sel-sel mesotelial
parietal. Jumlah limfatik parietal paling banyak di diafragma dan mediastinum.
Stomata-stomata tersebut bergabung kedalam saluran kecil limfatik yang
selanjutnya menuju pembuluh limfe yang lebih besar dan akhirnya didrainase
melalui limfe node mediastinal. Jika terdapat gangguan seperti terjadinya blokade
limfatik yang menyebabkan penurunan pembersihan (clearance) cairan pleura
ataupun obstruksi oleh deposit sel tumor di sepanjang jaringan limfatik yang rumit
maka akan menyebabkan efusi pleura.
13,19,22
Mekanisme atas terakumulasinya
cairan pleura telah dikonfirmasi oleh pemeriksaan postmortem dimana
menunjukkan keterlibatan limfe node regional yang biasanya dihubungkan dengan
kejadian efusi pleura.
13
Gambar 2. Skema anatomi pleura
13
(s.c=kapiler sistemik; p.c=kapiler paru)
Universitas Sumatera Utara14
Tumor primer paru atau metastasis tumor di paru yang menginfiltrasi pleura
viseralis dan pleura parietalis menyebabkan reaksi inflamasi sehingga
permeabilitas pembuluh darah akan meningkat. Studi posmortem menyebutkan
bahwa metastasis tumor lebih banyak ke permukaan pleura viseral daripada
parietal.
20,22
Hanya pada kasus tumor dengan perluasan langsung, tumor
ditemukan pada pleura parietal tetapi tidak pada viseral. Berdasarkan hasil itu
disimpulkan bahwa implikasi sel ganas di pleura viseral terjadi akibat emboli
tumor ke paru sedangkan pada pleura parietal adalah akibat kelanjutan proses
yang terjadi di pleura viseral.
22
Mekanisme lain yang mungkin adalah invasi langsung tumor yang berdekatan
dengan pleura.
22
Pada adenokarsinoma paru, sel tumor menyebar ke pleura
parietal dari pleura viseral di sepanjang tempat perlengketan pleura. Hal ini
didahului dengan bermigrasinya sel-sel tumor ke pleura viseral dari kapiler paru
yang mendasarinya, disebut sebagai penyebaran hematogen. Metastasis sel tumor
ke pleura dari lokasi primernya selain paru maka penyebarannya berlangsung
secara hematogen ataupun limfatik.
13
Teori lain yang dapat menimbulkan EPG menyebutkan terjadinya
peningkatan permeabilitas pleura. Bagaimana mekanisme pastinya belum jelas
diketahui. Namun diduga penjelasannya berkaitan dengan dihasilkannya vascular
endotelial growth factor (VEGF) oleh tumor. VEGF merupakan agent yang
paling berpengaruh terhadap peningkatan permeabilitas vaskular sehingga terjadi
ekstravasasi cairan.
19,22
Terjadi gangguan fungsi beberapa sitokin antara lain
Universitas Sumatera Utara15
tumor necrosing factor-α (TNF-α), tumor growth factor (TGF-β) dan VEGF
tersebut.
22
Tumor ganas juga dapat menyebabkan efusi pleura dengan adanya obstruksi
duktus torasikus yang disebut chylothorax. Chylothorax yang penyebab terjadinya
tidak traumatik maka kemungkinan penyebabnya adalah proses keganasan yang
melibatkan duktus torasikus, dengan 75% berupa limfoma.
19
Terjadinya EPG juga dikaitkan dengan adanya gangguan metabolisme,
menyebabkan hipoproteinemia dan penurunan tekanan osmotik yang
memudahkan perembesan cairan ke rongga pleura.
19,22
2.5. Karakteristik Cairan Efusi Pleura Ganas (EPG)
Cairan pleura yang berasal dari suatu proses keganasan biasanya lebih sering
merupakan suatu eksudat.
19
Untuk membedakan antara eksudat dan transudat
biasanya terutama dengan menilai kadar protein dan LDH cairan pleura. Untuk
menentukan eksudat maka kadar protein > 3 gr/dl dan kadar LDH > 200 U/L, di
samping itu dengan jumlah sel > 500/mm
3
. Selain itu, menurut Light, pada
eksudat dijumpai rasio protein cairan pleura terhadap protein serum > 0,5 ; rasio
LDH cairan pleura terhadap LDH serum > 0,6 ; atau kadar LDH cairan pleura
lebih besar dari dua pertiga batas atas nilai normal LDH serum.
30
Warna tampilan suatu cairan pleura sebaiknya senantiasa diperhatikan.
31
Cairan pleura ganas dapat berupa serous, serosanguinus, atau hemoragik.
7
Cairan
pleura hemoragik dengan jumlah sel darah merah >100.000/mm
3
diduga suatu
EPG. Cairan EPG hemoragik berkisar 55%. Sedangkan hampir 30-50% EPG
Universitas Sumatera Utara16
dengan jumlah sel darah merah <10.000/mm
3
tidak tampak sebagai hemoragik.
19
Jika cairan pleura tampak hemoragik maka pemeriksaan hematokrit harus
dilakukan. Jika nilai hematokrit cairan pleura <1% maka darah pada cairan pleura
tidak dianggap signifikan, maka kemungkinan diagnosanya adalah akibat proses
keganasan, emboli paru ataupun trauma.
31
Efusi pleura hemoragik pada EPG disebabkan invasi langsung pada
pembuluh darah, oklusi vena, induksi angiogenesis tumor atau peningkatan
permeabilitas kapiler yang disebabkan bahan-bahan vasoaktif.
9,13,21
Kanker paru
jenis adenokarsinoma paling sering menyebabkan EPG karena lokasi di perifer
sehingga terjadi penyebaran langsung ke pleura dan cenderung invasi ke
pembuluh darah.
9
Jumlah sel berinti sebanyak 1500-4000/μl yang terdiri dari sel-sel limfosit,
makrofag dan sel-sel mesotelial. Pada hitung jenis sel, dijumpai sel limfosit ±
45%, sel mononuklear (MN) lainnya ± 40%, dan sel leukosit polimorfonuklear
(PMN) ± 15%. Hampir sepertiga populasi sel merupakan sel-sel limfosit (50-70%
sel berinti). Sel leukosit polimorfonuklear (PMN) biasanya terlihat <25% dari
populasi sel, namun jika terjadi inflamasi pleura yang aktif maka leukosit PMN
akan tampak lebih dominan. Prevalensi eosinofil pleura pada efusi ganas
dilaporkan sekitar 8-12%. Namun frekuensi EPG eosinofilik (eosinofil >10%) dan
non-eosinofilik tidak jauh berbeda sehingga bila ditemukan EPG eosinofilik
belum dapat menyingkirkan dugaan proses keganasan.
4,19
EPG biasanya merupakan suatu eksudat dengan konsentrasi protein sekitar 4
g/dl. Konsentrasi protein yang pernah dilaporkan berkisar 1,5-8 g/dl. EPG yang
Universitas Sumatera Utara17
merupakan suatu transudat hanya kurang dari 5%.
7
Rasio cairan pleura terhadap
kadar protein serum <0,5 hampir pada 20% EPG; diantara 20% tersebut rasio
cairan pleura terhadap laktat dehidrogenase (LDH) serum ataupun LDH cairan
pleura absolut hampir selalu masuk kriteria eksudat. EPG lebih banyak memenuhi
kriteria eksudat berdasarkan kadar LDH-nya bukan karena kadar proteinnya.
19
Hampir sepertiga EPG memiliki pH cairan pleura dibawah 7,3, (pH berkisar
6,95-7,29). Hal ini dihubungkan dengan produksi asam yang dihasilkan oleh
kombinasi cairan pleura dan pleura membran serta dihambatnya pengeluaran CO2
dari rongga pleura. Konsentrasi laktat tinggi, pCO2 tinggi, dan pO2 rendah.
1,4,19
Kadar glukosa cairan pleura pada EPG rendah < 60 mg/dl pada sekitar 15-
20% EPG. Rasio cairan pleura terhadap glukosa serum <0,5. Rendahnya kadar
glukosa tersebut mengindikasikan adanya beban tumor yang tinggi di rongga
pleura. Pemeriksaan sitologi dan biopsi pleura lebih sering dijumpai positif pada
pasien EPG dengan kadar glukosa rendah. Adanya beban tumor yang tinggi
sehingga kadar glukosa menurun maka pasien menghadapi prognosis yang buruk.
Rendahnya kadar glukosa pada EPG dihubungkan dengan terganggunya
pengangkutan glukosa dari darah ke cairan pleura. Meningkatnya penggunaan
glukosa oleh tumor di pleura kemungkinan juga menyebabkan rendahnya kadar
glukosa.
19
2.6. Petanda Tumor Carcinoembryonic Antigen (CEA)
Petanda tumor adalah substansi biologi yang diproduksi oleh sel-sel tumor,
masuk ke dalam aliran darah atau jaringan dan dapat dideteksi konsentrasinya
dengan pemeriksaan tertentu.
32
Petanda tumor tersebut dapat dideteksi pada
Universitas Sumatera Utara18
jaringan seperti pada tumor solid, limfe node, sumsum tulang, atau sirkulasi sel
tumor pada darah, dan juga dapat diperoleh dari cairan tubuh seperti cairan asites,
cairan pleura, ataupun serum (petanda tumor serologis).
33
Petanda tumor dapat digunakan dengan tujuan untuk:
32
1. Alat skrining populasi yang sehat dan populasi dengan resiko tinggi.
2. Menentukan diagnosis kanker ataupun jenis kanker yang spesifik.
3. Menentukan prognosis pasien.
4. Evaluasi terapi.
Petanda tumor meliputi berbagai ragam substansi seperti antigen permukaan
sel, protein sitoplasmik, enzim, hormon, antigen onkofetal, reseptor, onkogen,
beserta zat-zat yang diproduksinya.
33
Kanker paru diduga turut menghasilkan
beberapa substansi. Carcinoembryonic Antigen (CEA) merupakan petanda tumor
yang pertama kali dideskripsikan pada kanker paru. CEA ditemukan pada tahun
1965 oleh Phil Gold dan Samuel O. Freedman dari ekstrak kanker
adenokarsinoma kolon manusia. Penelitian CEA terhadap kanker paru dimulai
sejak tahun 1970 hingga kemudian terutama lebih banyak dihubungkan pada
kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK).
34
Carcinoembryonic Antigen (CEA) merupakan suatu antigen onkofetal yang
dihasilkan oleh beberapa kanker (~carcino) dan dihasilkan saat perkembangan
fetus (~embryonic). Selain dihasilkan oleh sel tumor dan sel embrio, senyawa
antigen onkofetal seperti CEA ini juga dihasilkan oleh sel normal yang tidak
mengalami diferensiasi dalam jumlah sangat kecil. Sehingga tentunya kadar CEA
akan meningkat secara bermakna pada penderita kanker. Antigen onkofetal
Universitas Sumatera Utara19
disebut juga sebagai antigen tumor, atau antibodi monoklonal dan antisera
poliklonal. Substansi onkofetal yang terdapat pada embrio atau fetus akan
berkurang ke kadar yang rendah pada saat dewasa namun akan kembali meningkat
bila terdapat tumor.
32,35
CEA termasuk kedalam kelompok Tumor Associated Antigen (TAA).
Antigen tersebut disandi oleh gen yang diekspresikan selama embriogenesis dan
perkembangan janin, namun transkripsional tenang pada saat dewasa. Gen
tersebut menyandi protein yang diduga berperan dalam pertumbuhan cepat sel
embrio dan diaktifkan kembali untuk fungsi yang sama pada tumor yang tumbuh
cepat.
36
CEA merupakan suatu komponen glikoprotein kompleks dengan berat
molekul 200.000, yang berhubungan dengan plasma membran permukaan sel dari
glikokaliks epitel entodermal, dimana dalam hal ini dapat dilepaskan kedalam
darah.
32
Karena kemajuan dalam teknologi antibodi monokonal, saat ini banyak
petanda tumor yang dapat terdeteksi pada cairan tubuh. Saat ini kadar CEA cairan
pleura secara kuantitatif dapat membedakan suatu efusi pleura ganas dengan efusi
pleura yang tidak ganas. Konsentrasi CEA pada EPG biasanya akan lebih tinggi
daripada plasma dimana diduga hal ini berhubungan dengan mekanisme seluler
akibat sekresi aktif dari sel tumor. CEA adalah salah satu petanda tumor pertama
yang menunjang tumor paru terutama untuk kanker paru jenis karsinoma bukan
sel kecil.
34,35
Pemeriksaan CEA cairan pleura terutama ditujukan untuk pasien
yang menolak biopsi ulangan ataupun tindakan yang jauh lebih invasif lainnya.
11
Universitas Sumatera Utara20
2.7. Kadar CEA Cairan Pleura
Pemeriksaan CEA cairan pleura sangat diperlukan pada kasus EPG dengan
hasil sitologi negatif. Berbagai penelitian terhadap kadar CEA cairan pleura untuk
membedakan efusi pleura akibat keganasan atau bukan akibat keganasan telah
mulai dilakukan sejak tahun 1977 hingga sekarang. Hasil-hasil yang diperoleh
dari berbagai penelitian tersebut bervariasi dan menggunakan metode
pemeriksaan yang berbeda-beda. Metode yang digunakan dapat berupa electrochemiluminescence immunoassay (ECIA); enzyme immunoassay (EIA); latex
agglutination (LA); dan radioimmunoassay (RIA).
17
Kadar CEA serum akan meninggi pada keadaan malignansi diantaranya yaitu
pada: paru (60%), payudara (50%), kolon (60%), pankreas (60%), lambung
(50%), ovarium (50%). Kadar CEA meninggi pada keadaan yang bukan akibat
keganasan seperti pada penyakit ulkus peptikum, inflamasi kolon, pankreatitis,
hipotiroidisme, sirosis dan perokok berat.
34,37,38
CEA cairan pleura meningkat
pada sekitar 19% perokok berat dengan nilai batas atas ≤ 5 ng/ml, sedangkan pada
orang sehat dan tidak merokok kadar CEA normal berkisar < 2,5 - 3 ng/ml.
32,38-41
Riantawan dkk (Thailand; 2000) melaporkan bahwa pemeriksaan CEA cairan
pleura pada kanker paru memiliki sensitivitas 77% dan spesifisitas 94% dengan
10 ng/ml sebagai nilai cut-off. Dijumpai sensitivitas gabungan pemeriksaan
sitologi cairan pleura dan biopsi pleura tertutup sebanyak 73%.
11
Pasaoglu dkk
(Turki; 2007) juga menggunakan nilai cut-off CEA cairan pleura 10 ng/ml untuk
menentukan EPG terhadap 35 kasus EPG karena kanker paru dengan sensitivitas
41,6% dan spesifisitas 100%.
5
Universitas Sumatera Utara21
Romero dkk (Spanyol;1996) menjumpai sensitivitas CEA cairan pleura lebih
tinggi daripada petanda tumor CA 15-3 dan CYFRA 21-1 pada semua kanker
yaitu 57% dengan spesifisitas 99%.
16
Paganuzzi dkk (Italia; 2001) dengan cut-off
5 ng/ml menemukan sensitivitas CEA cairan pleura karena keganasan sebesar
30,6% dan spesifisitas 91%.
42
Sedangkan Sthaneshwar dkk (Malaysia; 2002)
dengan cut-off 5 ng/ml menjumpai sensitivitas 64% dan spesifisitas 98% pada
EPG karena kanker paru.
43
Kemudian Lee dkk (Korea; 2005) dengan cut-off 5
ng/ml menemukan sensitivitas CEA cairan pleura karena kanker paru 82% dan
spesifisitas 94%.
4
Dari kesimpulan suatu hasil penelitian meta-analisis oleh Shi dkk (China;
2008) menyebutkan bahwa pengukuran kadar CEA cairan pleura bermanfaat
sebagai alat diagnostik dalam mengkonfirmasi suatu EPG. Hasil dari pemeriksaan
CEA cairan pleura tersebut sebaiknya diinterpretasikan paralel dengan
pemeriksaan klinis dan hasil-hasil pemeriksaan konvensional lainnya yang umum
dilakukan.
17
Universitas Sumatera Utara22
2.8. Kerangka Konseptual
EFUSI PLEURA
Punksi
Transudat Eksudat
Gangguan jantung Pleuritis Keganasan
Gangguan ginjal Pleuritis TB, atau Tumor primer di Paru (+)
Gangguan metabolisme Pleuritis Non-TB
Penyakit sistemik lain
Pemeriksaan Tumor Marker: Sitologi cairan pleura
Carcinoembryonic Antigen (CEA) Histologi biopsi pleura
Sitologi bilasan/sikatan bronkus
Sitologi sputum
Sitologi TTLB
Sitologi BJH KGB/nodul superfisial
Sitologi / Histologi (+)
Efusi Pleura Ganas (EPG)
M1a dalam TNM Kanker Paru
(stadium IV)
Universitas Sumatera Utara