ASKEP EFUSI PLEURA SEMINARprint.docx

46
KONSEP DASAR A. Pengertian Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000) Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002). B. Etiologi 1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior. 2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis. 1

Transcript of ASKEP EFUSI PLEURA SEMINARprint.docx

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit

primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi

dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat

berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)

Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara

permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya

merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural

mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang

memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne,

2002).

B. Etiologi

1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti

pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig

(tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.

2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia,

virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura,

karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia

80% karena tuberculosis.

3. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,

tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu

dari empat mekanisme dasar :

        Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik

        Penurunan tekanan osmotic koloid darah

        Peningkatan tekanan negative intrapleural

        Adanya inflamasi atau neoplastik pleura

1

C. Patofisiologi

Cairan pleura biasanya hanya cukup untuk berfungsi sebagai pelumas pleura

viseral dan parietal. Penambahan cairan pleura atau efusi pleural dapat terjadi akibat

penyakit atau trauma seperti gagal jantung kongestif, neoplasma, infeksi, tromboemboli

dan efek kardiovaskoler dan immunologis. (Tambayong, 2000)

Normalnya hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura (Muttaqin,

2008),pada gangguan tertentu cairan dapat terkumpul dalam ruang pleural pada titik

dimana penumpukan ini akan menjadi bukti secara klinis, dan hampir selalu merupakan

signifikan patologi. Efusi dapat terdiri atas cairan yang secara relatif jernih, yang

mungkin merupakan transudat atau eksudat, atau dapat mengandung darah atau purulen.

Transudat (filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh) terjadi

jika faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan reabsorbsi cairan pleural

terganggu, biasanya oleh ketidakseimbangan tekanan hidrostatik. Transudat menandakan

bahwa kondisi seperti asites atau penyakit sistemik seperti gagal jantung kongestif atau

gagal ginjal mendasari penumpukan cairan. Eksudat (ekstravasasi cairan ke dalam

jaringan atau aktivitas) biasanya terjadi akibat inflamasi oleh produk bakteri atau tumor

yang mengenai permukaan pleural. (Smeltzer & Bare, 2002)

Contoh bagi efusi pleura dengan pleura normal adalah payah jantung kongestif.

Pasien dengan pleura yang awalnya normal pun dapat mengalami efusi pleura ketika

terjadi payah/gagal jantung kongestif. Ketika jantung tidak dapat memompakan darahnya

secara maksimal ke seluruh tubuh maka terjadilah peningkatan tekanan hidrostatik pada

kapiler yang selanjutnya menyebabkan hipertensi kapiler sistemik. Cairan yang berada

dalam pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya menjadi bocor dan masuk ke

dalam pleura. Peningkatan pembentukan cairan dari pleura parietalis karena

hipertensikapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi menyebabkan pengumpulan

abnormal cairan pleura. (Soemantri, 2008)

Infeksi pada tuberkolosis paru disebabkan oleh bakteri Mycobacterium

tuberculosis yang masuk melalui saluran pernafasan menuju alveoli, sehingga terjadilah

infeksi primer. Dari infeksi primer ini, akan timbul peradangan saluran getah bening

hilus. Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permebilitas membran.

Permebilitas membran akan meningkat dan akhirnya menimbulkan akumulasi cairan

dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari tuberkolosis paru

melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. (Muttaqin, 2008)

2

Pneumonia juga sering menyebabkan efusi pleura parapneumonik. Efusi tersebut

biasanya merupakan eksudat steril dengan leukositosis neutrofilik dan hanya

memerlukan pengobatan untuk menyembuhkan pneumonia. Namun jika bakteri

menginvasi rongga pleura akan terjadi empiema atau efusi parapneumonik komplikata.

Efusi tersebut ditandai dengan Ph rendah dan deposisi fibrin luas yang menyebabkan

lokulasi cairan dan memerlukan drainase terbuka atau tertutup yang adekuat untuk

penyembuhan Streptococcus pneumoniae, staphylococcus aureus, bakteri gram negatif,

dan bakteri anaerob sering menyebabkan efusi komplikata. (Ward,2006)

3

D. Pathways

(Arif Muttaqin, 2009)

4

Tek. hidrostatik

Hipertensi kapiler sistemik

pembuluh darah bocor

(cairan masuk pleura)

Penyakit dasar efusi pleura

jenis cairan

transudat

Tdk dpt memompa darah secara max.

Gagal jantung kongestif

eksudat

TB pneumonia

Infeksi (inflamasi saluran getah

bening), sub pleura robek

Bakteri menginvasi rgg. pleura

Permebilitas membran

Empiema

Mycobacterium tuberculosis

Penimbunan cairan

Ekspansi paru menurunPenekanan paru

MK : Nyeri dada pleuritik

Suplai O2turun

Sesak nafasMeningkatnya Metabolisme

aerob

Fatigue

sianosis

Meningkatnya asam laktat

MK : Pola nafas tidak efektifMK : Intoleransi

aktifitasMK : Ansietas

stress

Koping tidak efektif

Takut mati kehabisan nafas

Upaya batuk buruk

Batuk produktif

Suara nafas ronchi

Sesak nafas

MK : Jalan nafas tidak efektif

Nafas cuping hidung

E. Manifestasi klinik

Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,

setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita

akan sesak napas.

Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri

dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi),

banyak keringat, batuk, banyak riak.

Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi

penumpukan cairan pleural yang signifikan.

Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena

cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam

pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah

pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung

(garis Ellis Damoiseu).

Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani

dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah

pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi

daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.

Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

F. Pemeriksaan diagnostik

a. Sinar tembus dada

Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk

bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada

bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti

terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasaldari luar atau dari

dalam paru-paru itu sendiri. Hal lain yang dapat terlihat pada foto dada efusi

pleura adalah terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan

cairan. Namun bila terdapat atelektasis pada sisi yang bersamaan dengan

cairan, mediastinum akan tetap pada tempatnya. (Soemantri, 2008)

5

b. Torakosentesis

Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnosis maupun

terapeutik. Pelaksanaan dilakukan sebaiknya pada posisi duduk. Aspirasi

dilakukan pada bagian bawah paru-paru di sela iga IX garis aksila posterior

denagn memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan

sebaiknya tidak lebih dari 1000-1500 cc pada setiap kali aspirasi. Aspirasi

sekaligus banyak akan menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema

paru-paru. Edema paru-paru terjadi karena paru-paru terlalu cepat

mengembang. (Soemantri, 2008)

c. Biopsi pleura

Biopsi ini berguna untuk mengambil spesimen jaringan pleura melalui biopsi

jalur perkutaneus. Biopsi ini dilakukan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas

atau kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor

pleura).

d. Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati

menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan

dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.

e. Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan

tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior

dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa

(serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks).

Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat

(hasil radang).

6

G. Komplikasi

Pada setiap efusi pleura selalu ditakutkan terjadinya infeksi sekunder, juga terjadinya

Schwarte sangat mungkin bila cairan mengandung banyak protein, seperti misalnya

pada pleuritis eksudatif, hematothoraks dan piothoraks. Yang dimaksud dengan

Schwarte ialah gumpalan fibrin yang akan melekatkan pleura viseralis dan pleura

parietalis setempat. Schwarte ini tentunya akan mengurangi kemampuan ekspansi

paru sehingga akan menurunkan kemampuan nafas penderita karena gangguan

restriksi berupa penurunan kapsitas vital. Kemudian karena fibrin ini akan mengalami

retraksi, maka akan timbul deformitas dan kemunduran faal paru akan lebih parah

lagi. (Danusantoso, 2000)

H. Penatalaksanaan medis

Pengelolaan efusi pleura ditujukan untuk pengobatan penyakit dasar dan

pengosongan cairan (thorakosentesis). Indikasi untuk melakukan thorakosentesis

adalah :

a. Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam

rongga pleura

b. Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal

c. Bila terjadi reakumulasi cairan

Pengambilan pertama cairan pleura, tidak boleh lebih dari 1000 cc, karena

pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak dapat

menimbulkan edema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak.

Kerugian thorakosentesis adalah :

a. Dapat menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam cairan pleura

b. Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura

c. Dapat terjadi pneumothoraks(Muttaqin, 2008)

7

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1.      Aktifitas/istirahat

Gejala : dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat

2.      Sirkulasi

Tanda : Takikardi, disritmia, irama jantung gallop, hipertensi/hipotensi, DVJ

3.      Integritas ego

Tanda : ketakutan, gelisah

4.      Makanan / cairan

Adanya pemasangan IV vena sentral/ infus

5.      nyeri/kenyamanan

Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat oleh napas

dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen

Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi

6.     Pernapasan

Gejala : Kesulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma,

Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, retraksi

interkostal, Bunyi napas menurun dan fremitus menurun (pada sisi terlibat),

Perkusi dada : hiperresonan diarea terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi cairan

Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma

atau kemps, penurunan pengembangan (area sakit). Kulit : pucat,

sianosis,berkeringat, krepitasi subkutan.

B. Diagnosa keperawatan dan Intervensi

1. Ketidakefektifan pola napas b.d penurunan ekspansi paru sekunder terhadap

penumpukan cairan dalam rongga pleura ditandai dengan sesak nafas,

sianosis, cuping hidung.

a. Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi

pola nafas kembali efektif.

b. Kriteria Hasil :

i. Memperlihatkan frekuensi pernafasan yang efektif dan

mengalami perbaikan pertukaran gas pada paru.

ii. Tidak ditemukan lagi adanya sianosis dan cuping hidung

iii. Irama, frekuensi, dan kedalaman nafas dalam batas normal.

intervensi rasional

8

Identifikasi factor penyebab. Dapat menentukan jenis

efusi pleura sehingga

dapat menngambil

tindakanyang tepat.

Ajarkan nafas dalam Memungkinkan

pernafasan terkontrol,

efektif

Kaji kualitas, frekuensi, dan

kedalaman pernafasan, serta

melaporkan setiap perubahan yang

terjadi

Untuk mengetahui sejauh

mana perubahan kondisi

klien.

Baringkan klien dalam posisi yang

nyaman, dalam posisi duduk,

dengan kepala tempat tidur

ditinggikan 60-90o atau miringkan

kea rah sisi yang sakit.

Penurunan diafragma

dapat memperluas daerah

dada sehingga ekspansi

paru bisa maksimal.

Miring ke arah sisi yang

sakit dapat menghindari

efek penekanan gravitasi

cairan sehingga ekspansi

dapat maksimal.

Observasi TTV (nadi dan

pernafasan).

peningkatan frekuensi

napas dan takikardi

merupakan indikasi

adanya penurunan fungsi

paru.

Kolaborasi dengan tim medis lain

untuk pemberian O2 dan obat-

obatan serta foto thorak.

Pemberian O2 dapat

menurunkan beban

pernapasan dan mencegah

terjadinya sianosis akibat

hipoksia. Dengan foto

thorak, dapat dimonitor

kemajuan dari

berkurangnya cairan dan

9

kembalinya daya kembang

paru.

Ambroxol HCl

Bronchicum

Teofilin

Melegakan pernafasan

pada klien dengan

gangguan pernafasan

2. Intoleransi aktivitas b.d suplay O2 ke jaringan turun ditandai dengan

peningkatan asam laktat, kelemahan fisik/fatigue dan peningkatan

metabolisme anaerob.

a. Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu 3x24 jam,

intoleransi aktivitas dapat teratasi.

b. Kriteria Hasil :

i. Suplay O2 ke jaringan meningkat

ii. Pasien mampu menunjukkan peningkatan kemampuannya

dalam beraktivitas

iii. Penurunan asam laktat dalam tubuh dan penurunan metabolism

anaerob.

intervensi rasional

Jelaskan aktivitas dan factor

yang dapat meningkatkan

kebutuhan oksigen.

Merokok, suhu ekstrem, dan

stress menyebabkan

vasokontriksi pembuluh darah

dan meningkatkan beban

jantung.

Ajarkan program hemat

energi

Mencegah penggunaan energy

berlebihan.

Ajarkan teknik nafas efektif. Meningkatkan oksigenasi tanpa

mengorbankan banyak energi.

Buat jadwal aktivitas harian,

tingkatkan secara bertahap.

Mempertahankan pernafasan

lambat dengan tetap

memerhatikan latihan fisik

yang memungkinkan

peningkatan kemampuan otot

10

bantu pernafasan.

Kaji respon abnormal setelah

aktivitas

Respon abnormal meliputi

nadi, tekanan darah, dan

pernafasan yang meningkat.

Pertahankan terapi oksigen

tambahan

Mempertahankan,

memperbaiki dan

meningkatkan konsentrasi

oksigen darah.

Beri waktu istirahat yang

cukup

Meningkatkan daya tahan

klien, mencegah kelelahan.

3. Ansietas b.d ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan

untuk bernafas) ditandai dengan koping tidak efektif, sesak nafas.

a. Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu 1x24 jam,

klien mampu memahami dan menerima keadaannya

sehingga tidak terjadi kecemasan.

b. Kriteria Hasil :

i. Klien terlihat mampu bernafas secara normal dan mampu

beradaptasi dengan keadaannya. Respon non verbal klien

tampak lebih rileks dan santai.

ii. Memeragakan teknik bernapas untuk mengurangi dispnea dan

menunjukan koping yang efektif.

intervensi rasional

Bantu dalam mengidentifikasi

sumber koping yang ada

Pemanfaatan sumber koping

yang ada secara konstruktif

sangat bermanfaat dalam

mengatasi stress.

Ajarkan teknik relaksasi Mengurangi ketegangan otot

dan kecemasan

11

Pertahankan hubungan saling

percaya antara perawat dan

klien

Hubungan saling percaya

membantu memperlancar

proses terapeutik

Kaji factor yang menyebabkan

timbulnya rasa cemas.

Tindakan yang tepat

diperlukan dalam mengatasi

masalah yang dihadapi klien

dan membangun kepercayaan

dalam mengurangi kecemasan

Bantu klien mengenali dan

mengakui rasa cemasnya

Rasa cemas merupakan efek

emosi sehingga apabila sudah

teridentifikasi dengan baik,

maka perasaan yang

mengganggu dapat diketahui.

12

Unit : Penyakit dalam Tgl. Pengkajian : 26 Maret 2013

Ruang/Kamar : Mawar/210 Waktu Pengkajian : 07.35 WIB

Tgl. Masuk : 25 Maret 2013 Auto Anamnesa :

Allo Anamnesa :

I. IDENTIFIKASI

A. PASIEN

Nama : Tn. R

Umur : 72 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Status perkawinan : Kawin

Agama/ Suku : Islam

Warga Negara : Indonesia

Bahasa yang digunakan : Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia

Pendidikan : TDS

Pekerjaan : Buruh

Alamat rumah : Banyumanik

Dx. Medik : Decompensasi cordis

B. PENANGGUNG JAWAB

Nama : Ny.D

Alamat : Banyumanik

Hubungan dengan pasien : Cucu

C. RIWAYAT KESEHATAN

1. Keluhan Utama : Pasien mengeluh sesak napas

2. Riwayat Kesehatan Sekarang : Keluaraga pasien mengatakan

sebelumnya pasien mengeluh sesak napas dan batuk selama 3 hari, namun

hanya berobat di puskesmas dan rawat jalan. Sebelumnya pasien belum

pernah di opname di rumah sakit. Sebelum di bawa ke rumah sakit pasien

13

˅

˅

datang ke puskesmas terlebih dahulu kemudian dirujuk ke RSUD Ungaran

pada tanggal 25 maret 2013 dan dirawat di ruang mawar.

3. Riwayat Kesehatan Lalu : Keluarga pasien mengatakan pasien

sudah lama menderita penyakit tersebut namun tidak pernah dirawat inap

di rumah sakit.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga : Keluarga pasien mengatakan tidak ada

yang pernah sakit seperti yang di derita pasien, tidak ada penyakit

keturunan maupun menular.

GENOGRAM

Keterangan :

14

II. PEMERIKSAAN FISIK

A. TANDA-TANDA VITAL

1. Kesadaran

Kualitatif : Apatis

Kuantitatif

Skala Coma Glasgow

Respon Motorik : 6

Respon Bicara : 4

Respon Membuka Mata : 3

Kesimpulan : Gangguan kesadaran ringan

Tekanan Darah : 130/ 90 mmHg

MAP : 2D + S : 3 = 2.90 + 130 : 3 = 103,3 mmHg

Suhu : 37 o C

2. Pernapasan : Frekuensi : 32 x/menit

Irama : Irreguler

Jenis : dada (penggunaan otot bantu

pernapasan)

3. Nadi : 96 x/menit

4. SPO2 : 88 %

B. PEMERIKSAAN FISIK

a. Kepala : Bentuk mesocepal, distribusi rambut merata,

terdapat uban, kulit kepala tidak ada lesi dan bersih.

b. Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,

terlihat lingkar hitam dibawah mata.

c. Hidung : Simetris, bersih, tidak ada penumpukan sekret

d. Mulut : Bibir sianosis, bersih, tidak ada stomatitis, lidah putih kotor

e. Telinga : Simetris kanan dan kiri, tidak menggunakan alat bantu

pendengaran, tidak ada lesi, tidak ada penumpukan

serumen.

f. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

g. Dada

15

Paru :

I : Bentuk dada simetris, tidak ada lesi, nampak penggunaan otot

bantu pernapasan, pasien terlihat batuk

Pa : Traktil fremitus menurun, ekspansi paru kanan tertinggal.

Pe : Pekak pada paru kanan.

A : Hiperesonan pada paru kanan dan kiri

Jantung :

I :

Pa :

Pe : redup

A :

h. Abdomen :

I : Tidak ada lesi, umbilicus tidak menonjol, cekung

A : BU = 8 x/menit

Pe : Timpani

Pa : Tidak ada nyeri tekan

i. Genetalia : terpasang kateter

j. Ekstremitas:

Atas : Tidak ada edema, tidak ada lesi, akral dingin, terpasang infus

RL di metacarpal dekstra.

Bawah : Tidak ada edema, tidak ada lesi, akral dingin

k. Kulit : Turgor elastis, tekstur kasar, tidak ada lesi

III. POLA PENGKAJIAN

A. POLA PERSERPSI KESEHATAN-PEMELIHARAAN KESEHATAN

Keluarga pasien mengatakan apabila sakit tidak pernah diperiksakan ke rumah

sakit atau puskesmas, hanya minum obat . Apabila tidak kunjung sembuh baru

dibawa ke puskesmas atau rumah sakit.

16

B. POLA NUTRISI METABOLIK

Dirumah : Pasien mengatakan makan 3x sehari, habis 1 porsi tiap kali makan

nasi, lauk pauk dan sayuran. Minum 5-6 gelas per hari.

Drumah Sakit : pasien mengatakan makan 3x sehari, habis 2 sendok tiap

makan. Minum 3-4 gelas per hari.

C. POLA ELIMINASI

Dirumah : pasien mengatakan BAB 1x sehari, konsistensi lunak, bau khas.

BAK 4-5 kali/ hari, warna urine khas, bau khas.

Dirumah Sakit : Pasien mengatakan tidak bisa BAB selama di rumah sakit,

BAK 1600 – 1900 cc/ hari warna dan bau urine khas.

D. POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN

Dirumah : pasien mengatakan sehari-hari bekerja sebagai buruh.

Dirumah Sakit : pasien mengatakan selama sakit, aktivitas dibantu oleh

keluarga maupun perawat karena sesak napas.

E. POLA ISTIRAHAT TIDUR

Dirumah : pasien mengatakan tidur 6-7 jam, tidur nyenyak dan bangun terasa

segar.

Dirumah Sakit : pasien mengatakan tidur hanya 3-4 jam, sering terbangun,

tidur tidak nyenyak.

F. POLA PERSEPSI KOGNITIF

Dirumah : Pasien mengatakan berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia

+ jawa, tidak ada gangguan penciuman, perabaan maupun pendengaran.

Dirumah Sakit : Pasien mengatakan dapat bicara namun tidak bisa jelas karena

sesak napas, menggunakan bahasa jawa dan memahami instruksi perawat.

G. POLA PERSEPSI DAN KONSEP DIRI

Dirumah : Pasien mengatakan merasa bangga menjadi seorang kakek yang

dapat mengasuh cucu-cucunya

Dirumah Sakit : Pasien megatakan yakin dan selalu berdoa untuk

kesembuhannya agar bisa kumpul bersama anak maupun cucunya.

H. POLA PERAN DAN HUBUNGAN

Dirumah : Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga dan masyarakat

sekitar baik.

17

Dirumah Sakit : Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga, perawat

maupun petugas kesehatan lainnya baik serta pasien yang berada dalam satu

ruangan juga baik.

I. POLA REPRODUKSI-SEKSUAL

Dirumah : Pasien mengatakan sudah menikah, mempunyai 4 orang anak yang

terdiri dari 2 laki-laki dan 2 perempuan.

Dirumah sakit : Pasien mengatakan ditemani/ ditunggu oleh istri dan anaknya

secara bergantian.

J. POLA MEKANISME KOPING DAN TOLERANSI TERHADAP STRESS

Dirumah : Pasien mengatakan ketika ada masalah selalu dibicarakan dengan

suami dan anak-anaknya dan berkumpul dengan keluarganya.

Dirumah Sakit : Pasien mengatakan apabila mengeluh sakit, keluarga pasien

lapor kepada perawat.

K. POLA SISTEM NILAI KEPERCAYAAN

Dirumah : Pasien mengatakan beragama islam, rajin shalat lima waktu dan

melakukan puasa sunah maupun wajib.

Dirumah Sakit : Pasien mengatakan selalu berdoa untuk kesembuhannya.

IV. DATA PENUNJANG

a. Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 25 maret 2013

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Darah Rutin

Hemoglobin 13,6 13,0-18,0

Lekosit 8,1 4,0-11

Trombosit 268 150-440

Hematokrit 40,9 39-54

Eritrosit 4,47 4,4-6

Hitung jenis (DIFF)

Granulosit 76,8 50-70

Limfosit 14,5 20-40

Monosit 8,7 2-8

18

Index eritrosit

MCV 91,7 82-92

MCH 30,4 27-31

MCHC 33,2 11,6-14,8

RDW 16,9 11,6-14,8

LED 1 JAM 47 0-10

KIMIA DIABETES

Glukosa sewaktu 124 70-140

Kimia-Ginjal

Ureum 39 10-45

Creatinin 0,84 0,50-1,10

Kimia-profilipid

Kolesterol total 156 <200

Trigliserid 63 35-160

Kimia pemb. Hati

sederhana

SGOT 31 15-37

SGPT 48 5-40

b. Foto Rontgen

Hasil pemeriksaan foto torax :

Kardiomegali berat (LV, LA)

Gambaran TB paru lama aktif

Efusi pleura dekstra suspek empiema

Efusi pleura sinistra (minimal)

c. Terapi

Parenteral : RL 16 tpm (MD)

Injeksi : Furosemid 2 x 1 amp (2ml)

Peroral : Captropil 2 x 12,5 mg

Diazepam 2 x 1 tab

Digoxin 3 x ½ tab

19

V. ANALISA DATA

No. Hari/tgl Data Etiologi Masalah

1 Selasa, 26

maret 2013

DS : Pasien

mengatakan

merasa sesak

DO: HR: 96 x/

RR: 32 x/ menit.

SPO2: 96 %.

Hiperventilasi Ketidakefektifan

pola napas

2 Selasa, 26

Maret 2013

DS: Keluarga

pasien mengatakan

pasien hanya

tiduran ditempat

tidur saja.

DO : Pasien

terlihat bedress,

aktivitas dibantu

oleh keluarganya.

Ketidakseimbangan

antara suplai dan

kebutuhan oksigen

Intoleransi

Aktivitas

3 Selasa, 27

Maret 2013

DS : Keluarga

pasien mengatakan

cemas akan

kondisi pasien

DO : pasien

terlihat cemas dan

gelisah (koping

tidak efektif)

Mengantisipasi

penderitaan

Ansietas

VI. DIAGNOSA KEPERAWATAN

No.Dx Diagnosa Keperawatan

1 Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi

ditandai dengan Pasien mengatakan sesak napas, HR: 96 x/ menit, , RR:

20

32 x/ menit. SPO2: 96 %.

2 Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan Keluarga pasien

mengatakan pasien hanya tiduran ditempat tidur saja, Pasien terlihat

bedress, aktivitas dibantu oleh keluarganya.

3 Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian ditandai dengan

Keluarga pasien mengatakan cemas akan kondisi pasien, pasien terlihat

cemas dan gelisah (koping tidak efektif).

VII. INTERVENSI

1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi ditandai

dengan Pasien mengatakan sesak napas, HR: 96 x/ menit, RR: 32 x/ menit.

SPO2: 96 %.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam pola napas

kembali efektif

KH :

Memperlihatkan frekuensi pernafasan yang efektif dan mengalami

perbaikan pertukaran gas pada paru.

Irama, frekuensi, dan kedalaman nafas dalam batas normal.

Intervensi rasional

Identifikasi factor penyebab. Dapat menentukan jenis efusi

pleura sehingga dapat menngambil

tindakanyang tepat.

Ajarkan nafas dalam Memungkinkan pernafasan

terkontrol, efektif

Kaji kualitas, frekuensi, dan

kedalaman pernafasan, serta

melaporkan setiap perubahan

yang terjadi

Untuk mengetahui sejauh mana

perubahan kondisi klien.

Baringkan klien dalam posisi

yang nyaman, dalam posisi

Penurunan diafragma dapat

memperluas daerah dada sehingga

21

duduk, dengan kepala tempat

tidur ditinggikan 60-90o atau

miringkan kea rah sisi yang

sakit.

ekspansi paru bisa maksimal.

Miring ke arah sisi yang sakit

dapat menghindari efek penekanan

gravitasi cairan sehingga ekspansi

dapat maksimal.

Observasi TTV (nadi dan

pernafasan).

peningkatan frekuensi napas dan

takikardi merupakan indikasi

adanya penurunan fungsi paru.

Kolaborasi dengan tim medis

lain untuk pemberian O2 dan

obat-obatan serta foto thorak.

Pemberian O2 dapat menurunkan

beban pernapasan dan mencegah

terjadinya sianosis akibat hipoksia.

Dengan foto thorak, dapat

dimonitor kemajuan dari

berkurangnya cairan dan

kembalinya daya kembang paru.

2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai

dan kebutuhan oksigen ditandai dengan Keluarga pasien mengatakan pasien

hanya tiduran ditempat tidur saja, Pasien terlihat bedress, aktivitas dibantu

oleh keluarganya.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, intoleransi

aktivitas dapat teratasi.

KH :

Suplay O2 ke jaringan meningkat

Pasien mampu menunjukkan peningkatan kemampuannya dalam

beraktivitas

Intervensi Rasional

Jelaskan aktivitas dan factor yang

dapat meningkatkan kebutuhan

oksigen.

Merokok, suhu ekstrem, dan

stress menyebabkan

vasokontriksi pembuluh darah

dan meningkatkan beban

jantung.

Ajarkan program hemat energi Mencegah penggunaan energy

22

berlebihan.

Ajarkan teknik nafas efektif. Meningkatkan oksigenasi tanpa

mengorbankan banyak energi.

Kaji respon abnormal setelah

aktivitas

Respon abnormal meliputi

nadi, tekanan darah, dan

pernafasan yang meningkat.

Pertahankan terapi oksigen

tambahan

Mempertahankan,

memperbaiki dan

meningkatkan konsentrasi

oksigen darah.

Beri waktu istirahat yang cukup Meningkatkan daya tahan

klien, mencegah kelelahan.

3. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian ditandai dengan Keluarga

pasien mengatakan cemas akan kondisi pasien, pasien terlihat cemas dan

gelisah (koping tidak efektif).

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, klien

mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi

kecemasan.

KH:

Klien terlihat mampu bernafas secara normal dan mampu beradaptasi

dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan

santai.

Mengajarkan teknik bernapas untuk mengurangi dispnea dan

menunjukan koping yang efektif.

Intervensi rasional

Bantu dalam mengidentifikasi

sumber koping yang ada

Pemanfaatan sumber koping yang

ada secara konstruktif sangat

bermanfaat dalam mengatasi

stress.

Ajarkan teknik relaksasi Mengurangi ketegangan otot dan

kecemasan

Pertahankan hubungan saling

percaya antara perawat dan klien

Hubungan saling percaya

membantu memperlancar proses

23

terapeutik

Kaji factor yang menyebabkan

timbulnya rasa cemas.

Tindakan yang tepat diperlukan

dalam mengatasi masalah yang

dihadapi klien dan membangun

kepercayaan dalam mengurangi

kecemasan

Bantu klien mengenali dan

mengakui rasa cemasnya

Rasa cemas merupakan efek emosi

sehingga apabila sudah

teridentifikasi dengan baik, maka

perasaan yang mengganggu dapat

diketahui.

I. IMPLEMENTASI

TGL Dx. JAM IMPLEMENTASI RESPON PASIEN TTD

26

maret

2013

1,2,

3

1,2

1,2

08.55

09.15

10.00

11.00

Mengobservasi

KU pasien

Mengajarkan

klien napas dalam

Memberikan

posisi yang

nyaman

Berikan oksigen

DS: Pasien mengatakan sesak

napas

DO: TD: 130/90 mmHg

HR: 96X/menit, T: 36,30C,

RR: 32X/menit, SPO2: 87%

DS: Pasien mengatakan

masih sesak napas

DO: Pasien mengikuti

instruksi perawat

DS: Pasien mengatakan

lemas dan sesak napas

DO: pasien dalam posisi

semifowler

DS: Pasien mengatakan

24

1

2

2,3

1,2,

3

3

3

1

12.45

13.00

15.00

17.45

18.10

20.00

nasal 3 lt

Membatasi

aktivitas pasien

Menganjurkan

pasien untuk

beristirahat

Mengukur tanda-

tanda vital

Mengkaji faktor

penyebab cemas

Mengajarkan

koping stress

terhadap pasien

Mengkaji

pernapasan pasien

sudah tidak sesak napas

DO: terpasang oksigen nasal

3lt, SPO2: 96%

DS: Pasien mengatakan

lemas

DO: Pasien terlihat bedres

DS: Pasien mengatakan

lemas

DO: Pasien tampak berbaring

di tempat tidur

DS: Pasien mengatakan

masih lemas

DO: TD: 130/80 mmHg, T:

36,50C, RR: 26X/menit, HR:

88X/menit, SPO2: 96%

DS: Pasien mengatakan

cemas dengan kondisinya

sekarang

DO: Pasien nampak gelisah

DS: Pasien mengatakan dapat

menerima kondisinya

sekarang dan yakin akan

sembuh

DO: Pasien terlihat tenang

DS: Pasien mengatakan

sudah tidak sesak napas

setelah diberikan oksigen

25

1,2,

3

1

04.45

05.00

Mengobservasi

KU pasien

Memberikan

oksigen nasal 5lt

DO: RR: 23X/menit,

reguller, tidak menggunakan

otot bantu pernapasan

DS: Pasien mengatakan

masih terasa sesak napas

DO: RR: 27X/mnt, SPO2:

90%

DS: Pasien mengatakan

sudah tidak sesak lagi setelah

diberikan oksigen tambahan

DO: terpasang oksigen nasal

5 lt, RR: 22X/menit, SPO2:

98%

27

Maret

2013

1,2,

3

3

1,2,

3

07.30

08.45

11.00

Mengobservasi

KU pasien

Mengidentifikasi

kecemasan pasien

Mengajarkan

teknik relaksasi

DS: Pasien mengatakan

masih lemas

DO: TD: 150/100 mmHg,

HR: 89x/menit, T: 36,50C,

RR: 23x/ menit, SPO2: 98%.

DS: Pasien mengatakan takut

jika tidak sembuh

DO: Pasien gelisah

DS:Pasien mengatakan masih

cemas

DO: pasien nampak

mengikuti instruksi perawat

26

1

2

1

1,2

1,2,

3

1,2,

3

13.00

14.10

16.00

20.05

22.00

04.00

Mempertahankan

pemberian

oksigen nasal 5lt

Menganjurkan

pasien untuk tidak

beraktivitas berat

Memberikan

posisi semifowler

Mengajarkan

teknik napas

dalam

Mengukur tanda-

tanda vital

Mengganti cairan

infus RL

mikrodrip 20 tpm

DS:-

DO: Pasien nampak tiduran,

RR: 22X/mnt, SPO2: 98%

DS: Pasien mengatakan

lemas

DO: Pasien terlihat bedress

DS: Pasien mengatakan

nyaman jika posisi setengah

duduk

DO: Pasien dalam posisi

semifowler

DS: Pasien mengatakan

sudah tidak sesak napas lagi

DO: Pasien terlihat tenang

DS: Pasien mengatakan

merasa lemas

DO: TD: 130/ 80 mmHg,

RR: 24x/ menit, HR: 84x/

menit, T: 36,000C.

DS: -

DO: Cairan lancar, tdak ada

sumbatan, dan tidak terjadi

pembengkakan.

27

28

Maret

2013

1,2,

3

1,2,

3

1,2

1,2

08.30

11.00

13.00

15.30

Mengobservasi

KU pasien

Mengajarkan

tekhnik relaksasi

Mengajarkan

tekhnik napas

dalam

Memberikan

posisi semi fowler

DS: Pasien mengatakan

masih lemas

DO: TD: 140/80 mmHg, RR:

24x/menit, HR: 84x/menit, T:

36.3 0C.

DS: Pasien mengatakan

masih cemas

DO: Pasien tampak

mengikuti instruksi perwat

DS: Pasien mengatakan

sudah tidak sesak napas lagi

DO: Pasien tampak tenang

DS: Pasien mengatakan

merasa nyaman dengan

posisi setengah duduk

DO: Pasien tampak tenang

dengan posisi semi fowler

II. EVALUASI KEPERAWATAN

TANGGAL DK CATATAN PERKEMBANGAN

(EVALUASI)

TTD

26 Maret

2013

1 SOAP DATANG

S: Pasien mengatakan sesak napas, lemas dan

cemas

O: TD: 130/90 mmHg, RR: 32x/ menit, HR: 96x/

menit, T: 36.30C, SPO2: 87%, pasien bedress, dan

nampak gelisah

28

A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi 1,2,3

SOAP PULANG

S: Pasien mengatakan tidak sesak napas setelah

dipasang O2 nasal 5 lt, lemas dan terlihat tenang

O: Terpasang oksigen nasal 5 lt, RR: 22x/menit,

SPO2: 98%, pasien bedress

A: Maslah belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi 2,3

27 Maret

2013

DATA FOCUS

DS: Psien mengatakan masih lemas dan merasa

cemas terhadap kondisinya

DO: Pasien terlihat bedress dan gelisah

SOAP DATANG

S: Pasien mengatakan masih lemas dan merasa

cemas dengan kondisinya sekarang

O: Pasien tampak lemas, bedresss dan telihat

gelisah

A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi 1,2,3

SOAP PULANG

S: Pasien mengatakan merasa lemas

O: TD: 130/ 80 mmHg, RR: 24x/ menit, HR: 84x/

menit, T: 36,000C, bedress.

A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi 1,2,3

28 Maret

2013

DATA FOKUS

DS: Pasien mengatakan masih lemas

DO: TD: 140/80 mmHg, RR: 24x/menit, HR:

84x/menit, T: 36.3 0C.

SOAP DATANG

29

S: Pasien mengatakan lemas dan cemas

O: TD: 140/80 mmHg, RR: 24x/menit, HR:

84x/menit, T: 36.3 0C, dan pasien terlihat gelisah

A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi 2,3

SOAP PULANG

S: Pasien mengatakan sudah tidak sesak napas lagi

O: Pasien tampak tenang

A: Masalah sudah teratasi

P: Hentikan intervensi

30

DAFTAR PUSTAKA

Baughman C Diane, Keperawatan medical bedah, Jakrta, EGC, 2000.

Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan

dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999

Hudak,Carolyn M. Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta.EGC.

1997

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika

Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta.

EGC. 1995.

Purnawan J. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius. FKUI.1982.

Ralph, Taylor.2011. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan. Jakarta : EGC

Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and

Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta, EGC, 2002

Soemantri, Irman.2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem

Pernafasan. Jakarta : Salemba Medik

Tamsuri, Anas.2008. Klien Gangguan Pernafasan. Jakarta : EGC

31