Askep Displasia Perkembangan Panggul Kongenital

51
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pinggul adalah sendi bola-dan-lekuk (berturut-turut kaput femoris dan asetabulum) yang memungkinkan bergerak geometris, termasuk fleksi, ekstensi, abduksi dan adduksi, dan rotasi interna dan eksterna. Bagian terbesar kaput femoris terdiri dari epifisis femoris besar (EFB). Kaput femoris dan asetabulumbmempunyai hubungan gizi dan tidak tergantung pada pertumbuhan dan perkembangan normal. Bila hubungan ini terganggu, terjadi perkembangan pinggul normal. Keseimbangan otot dan aktivitas yang dihubungkan dengan fungsi motorik kasar yang tepat adalah sangat penting pada perkembangan normal pinggul. Pasokan darah pada EFB sangat unik. Pembuluh darah retinakuler terletak pada permukaan kolum femoris tetapi intra kapsuler. Mereka masuk epifisis dan perifer. Ini membuat pasokan darah rentan terhadap cidera dan atritis septik, trauma, dan serangan vaskuler lain. Jika pasokan darah hilang, dapat terjadi nekrosis avaskuler dan osteonekrosis. Ini dapat mengakibatkan defomitas, secara akut atau sebagai akibat pertumbuhan dan perkembangan abnormal, dan memberi kecendrungan pada fungsi sendi pinggul abnormal dan osteoartritis degeneratif sebagai orang dewasa. 1

description

asuhan keperawatan Anak

Transcript of Askep Displasia Perkembangan Panggul Kongenital

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pinggul adalah sendi bola-dan-lekuk (berturut-turut kaput femoris dan asetabulum) yang

memungkinkan bergerak geometris, termasuk fleksi, ekstensi, abduksi dan adduksi, dan rotasi

interna dan eksterna. Bagian terbesar kaput femoris terdiri dari epifisis femoris besar (EFB).

Kaput femoris dan asetabulumbmempunyai hubungan gizi dan tidak tergantung pada

pertumbuhan dan perkembangan normal. Bila hubungan ini terganggu, terjadi perkembangan

pinggul normal. Keseimbangan otot dan aktivitas yang dihubungkan dengan fungsi motorik

kasar yang tepat adalah sangat penting pada perkembangan normal pinggul.

Pasokan darah pada EFB sangat unik. Pembuluh darah retinakuler terletak pada permukaan

kolum femoris tetapi intra kapsuler. Mereka masuk epifisis dan perifer. Ini membuat pasokan

darah rentan terhadap cidera dan atritis septik, trauma, dan serangan vaskuler lain. Jika pasokan

darah hilang, dapat terjadi nekrosis avaskuler dan osteonekrosis. Ini dapat mengakibatkan

defomitas, secara akut atau sebagai akibat pertumbuhan dan perkembangan abnormal, dan

memberi kecendrungan pada fungsi sendi pinggul abnormal dan osteoartritis degeneratif sebagai

orang dewasa.

Displasia perkembangan pinggul (DPP) biasanya terjadi pada masa neonatus. Pinggul

pada saat lahir jarang terdislokasi tetapi agak “dapat didislokasi”. Dislokasi cenderung terjadi

setelah persalinan dan, dengan demikian, adalah berasal pasca lahir, walaupun waktu yang tepat

kapan dislokasi terjadi masih kontroversial. Karena kelainan ini benar-benar berasal dari

kongenital, dan sekarang direkomendasika istilah displasia perkembangan pinggul (DPP). DPP

diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar; khas, pada bayi yang normal secara neurologis,

dan teratologis, dimana ada gangguan neuromuskuler yang mendasari seperti mielodisplasia,

artrogriposis multipleks kongenital, atau sindroma kompleks.Dislokasi tetralogis terjadi dalam

rahim dan karenanya benar-benar kongenital. Pembahasan ini akan hanya kan

mengkonsentrasikan hanya pada DPP khas, bentuk yang paling lazim.

1

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah pengertian dari Displasia Perkembangan Panggul (DPP)?

2. Apakah yang menyebabkan terjadinya DPP Kongenital ?

3. Bagaimanakah patofisiologi dari Displasia Perkembangan Panggul (DPP)

Kongenital ?

4. Aapa saja klasifikasi dari Displasia Perkembangan Panggul (DPP) Kongenital ?

5. Bagaimana manifestasi klinis dari Displasia Perkembangan Panggul Kongenital ?

6. Apa sajakah komplikasi dari Displasia Kongenital Panggul (DPP) ?

7. Bagaimanakah penanganan medis dari Displasia Kongenital Panggul (DPP) ?

8. Bagaimanakah pertimbangan khusus dari penatalaksanaan dari Displasia

Kongenital Panggul (DPP) ?

9. Bagaimanakah penatalaksaan dari perawat dalam pemberian konsep asuhan

keperawatan ?

C. TUJUAN

1. Mengetahui pengertian dari Displasia Perkembangan Panggul (DPP)

2. Mengetahui yang menyebabkan terjadinya DPP Kongenital

3. Mengetahui bagaimana patofisiologi dari Displasia Perkembangan Panggul (DPP)

Kongenital

4. Mengetahui klasifikasi dari Displasia Perkembangan Panggul (DPP) Kongenital

5. Mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari Displasia Perkembangan Panggul

Kongenital

2

6. Mengetahui komplikasi dari Displasia Kongenital Panggul (DPP)

7. Mengetahui bagaimana penanganan medis dari Displasia Kongenital Panggul

(DPP)

8. Mengetahui bagaimana pertimbangan khusus dari penatalaksanaan dari Displasia

Kongenital Panggul (DPP)

9. Mengetahui bagaimana penatalaksaan dari perawat dalam pemberian konsep

asuhan keperawatan

3

BAB II

(PEMBAHASAN)

A. PENGERTIAN

Displasia perkembangan pinggul (DPP) adalah pergeseran sendi bola-dan-lekuk (kaput

femoris dan asetabulum yang terjadi pada masa neonatus). Displasia perkembangan panggul

(developmental hip dyspfasia) adalah dislokasi panggul yang ada pada saat lahir (congenital)

atau terjadi dalam tahun pcrtama kchidupan. Panggul dapat keluar dari sendi panggul atau ada di

sendi, namun mudah bergeser. Asetabulum (rongga sendi) dapat memiliki bentuk abnormal

sehingga kepala femur mudah lepas. Penyebab displasia panggul tidak diketahui, tetapi

tampaknya terdapat kecenderungan genetik untuk gangguan ini. Kelahiran sungsang adalah

faktor risiko yang kuat untuk dysplasia panggul, dalam kondisi yang membatasi ruang untuk

janin dalam uterus, seperti janin multipel, abnorrnalitas anatorni uterus, atau defisiensi cairan

ketuban. ( Corwin,Elizabeth J.2007)

B. ETIOLOGI

Kelainan kongenital adalah suatu kelainan atau defek yang dapat terjadi ketika didalam

kandungan dan terlihat pada waktu lahir dan dapat pula dalam perkembangan anak di kemudian

hari . kadang-kadang kelainan yang ada tidak terlihat secara fisik, tetapi terdapat kelainan

biokimiawi atau histology yang dapat berkembang di kemudian hari,

Factor penyebabnya antara lain :

a. Factor genetika : kelainan bawaan di transmisikan melalui gen kromosom sel telur

dan sperma dan di transmisikan dalam kelainan –kelainan yang spesifik sesuai

dengan hokum mendel. Bila factor genetika bersifat dominan, kelainan akan

memberikan manifestasi klinis pada anak yang bersifat herediter.

Kelainan bawaan juga dapat disebabkan oleh mutasi gen. beberapa kealinan genetic

yang dikenal antara lain sindrom down, dan osteogenesis imperfekta.

4

b. Faktor lingkungan : Melalui beberapa penelitian pada lhewan percobaan telah dapat

dibuktikan dapat menyebabkan kelainan bawaan. Beberapa keaadaan yang dapat

diketahui mempunyai efek teratogenik yaitu :

Factor hormonal : misalanya hipoglikemia karena bermacam-macam sebab

termasuk heperinsulinemia yang dapat menyebakkan kelainan bawaan.

Obat-obatan : obat-obatan jug adapt menimbulkan kelainan bawaan misalnya

talimoid, hipervitaminosis A, dan obat-obat endrokrin missal ACTH dan

Kortison.

Defisiensi Nutrisi : defisiensi nutrisi terutama riboflavin (b2) dapat

menyebabkan kelainan bawaan.

Zat-zat kimia . Zat-zat kimia terutama logam berat seperti Pb, nitrat atau

merkuri.

Radiasi : radiasi pada janin khususnya pada tiga bulan pertama dapat

berakibat teratogenik. Misalnya kelainan pada palatum atau sumsum tulang

belakang.

Infeksi : terutama pada infeksi rubella, toxoplasma gondii, dapat

menyebabkan kelainan bawaan.

Factor mekanis : trauma langsung pada embrio pada minggu-minggu awal

kehamilan dapat menimnbulkan kelainan bawaan.

Factor termis : factor termis juga dapat menimbulkan kelainan bawaan.

Anoksia : pada hewan percobaan telah terbukti bahwa anoksia dapat

menimbulkan anensefali dan spina bifida.

c. Faktor Kombinasi genetika dan lingkungan. Kelainan umumnya disebabkan oleh

multifactor dan tidak diketahui penyebab utamanya (60-70%), 20% disebabkan oleh

factor lingkungan dan hanya 10% oleh factor genetic. (Mutaqqin,Arif.2008)

Banyak faktor penyebab DPP, baik fisiologis maupun mekanik. Riwayat keluarga yang

positif (20%) dan kelemahan ligamentum menyeluruh dihubungkan dengan faktor etiologi.

Sebagian besar anak dengan DPP mempunyai kelemahan ligamentum menyeluruh; dan ini dapat

memberi kecendrungan pada instabilitas pinggul. Estrogen ibu dan hormon lain dihubungkan

5

dengan relaksasi pelvis mengakibatkan relaksasi sendi pinggul bayi baru lahir lebih lanjut,

meskipun sementara. Ada juga dominasi wanita 9 : 1.

Sekitar 60% anak dengan DPP khas adalah anak sulung, dan 30-50% terjadi pada posisi

bokong. Posisi bokong dengan pinggul fleksi dan lutut ekstensi adalah posisi yang berisiko

paling tinggi. Posisi bokong mengakibatkan mengakibatkan fleksi pinggul yang ekstrem dan

keterbatasan gerakan pinggul. Bertambahnya fleksi pinggul mengakibatkan peregangan kapsul

dan ligamentum teres yang telah longgar. Posisi bokong ini juga menyebabkan tidak tercakupnya

kaput femoris posterior. Pengurangan gerakan pinggul menyebabkan kurangnya perkembangan

normal asetabulum kartilanginosa.

Ada juga hubungan torsikolis muskuler kongenital (14 – 20 %) dan adduksus metatarsus (1-

10%) dengan DPP. Adanya salah satu keadaan memerlukan pemeriksaan pinggul yang cermat.

Faktor-faktor pasca lahir juga merupakan penentu. Mempertahnakan pinggul pada posisi

adduksi dan ekstensi dapat menyebabkan dislokasi. Ini menyebabkan pinggul yang tidak stabil,

berada dibawah tekanan karena kontraktur fleksi dan abduksi pinggul normal. Kaput femoris

yang tidak stabil, sebagai akibatnya, dapat keluar dari acetabulum selama beberpa hari atau

beberapa minggu. Dan mungkin ada beberapa variasi dalam bentuk asetabulum

kartilaggnosa,terutama jika anak berkembang pada posisi bokong. Jika dislokasi terjadi,

kemudian akan berkembang dysplasia asetabulum dan salah ara, atervesi(torsi) femor yang

berlebihan, dan kontraktur otot pinggul. (Nelson., Waldo E. 2000)

C. PATOFISIOLOGI

Displasia perkembangan pinggul (developmental dysplasia of the hip (DDH)), yang

sebelumnya dikenal dengan displasia pinggul kongenital, merupakan suatu ketidaknormalan

perkembangan antara kaput femur dan asetabulum. Pinggul merupakan suatu bonggol (kaput

femur) dan mangkuk (asetabulum) sendi yang rnemberikan gerakan dan stabilitas pinggul.

Terdapat tiga pola dalam DDH (I) displasia asetabular (perkembangan tidak normal)

keterlambatan dalam perkembangan asetabulum sehingga lebih dangkal dari normal, kaput

femur tetap dalam asetabulum; (2) subluksasi dislokasi pinggul yang tidak lengkap; kaput femur

tidak sepenuhnya keluar dari asetabulurn dan dapat berdislokasi secara parsial; dan (3) dislokasi

6

pinggul berada pada posisi dislokasi, dan kaput femur tidak bersentuhan dengan asetabulum.

DDH pada akhirnya dapat berkembang menjadi reduksi permanen, dislokasi lengkap, atau

displasia akibat perubahan adaptif yang terjadi pada jaringan dan tulang yang berdekatan. (Betz

and Sowden. Buku Saku Keperawatan Pediatri.2009.Edisi 5. Jakarta: EGC)

PATHWAY

7

displasia asetabular (perkembangan tidak normal) keterlambatan

subluksasi dislokasi pinggul yang tidak lengkap

dislokasi pinggul berada pada posisi dislokasi, dan kaput femur tidak bersentuhan dengan asetabulum

Panggul keluar dari sendi panggul atau ada di sendi, namun mudah bergeser

Pergeseran fragmen tulang

NyeriNyeri

reduksi permanen, dislokasi lengkap, atau displasia

Deformitas

Gangguan fungsi gerak

Gg. Mobilitas FisikGg. Mobilitas Fisik

Penekanan vena dan ateri kapiler

Penurunan aliran balik

Gangguan perfusi jaringan perifer

Gangguan perfusi jaringan perifer

Penggunaan golongan obat Kortikosteroid jangka panjang, prosedur invasif; manipulasi bedah; implantasi benda asing, penurunan mobilitas

Dapat berupa akibat inflamasi ringan yang timbul karena gesekan ujung-ujung tulang penyusun sendi

Penekanan kerja sistem imun

Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan skunder tidak adekuat/imunosupresi

Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan skunder tidak adekuat/imunosupresi

Kurang pengetahuan [kebutuhan belajar], tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan

Kurang pengetahuan [kebutuhan belajar], tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan

D. KLASIFIKASI DISPLASIA KONGENITAL

Displasia Kongenital sendi paha bisa terjadi unilateral atau bilateral. Kelainan ini terjadi dalam

tiga bentuk dengan intensitas beragam :

Displasia yang tidak stabil : sendi paha memiliki posisi yang normal, tetapi dapat

mengalami dislokasi jika dimanipulasi.

Sublukasi atau dislokasi parsial : kaput femoris berada pada tepi asetabulum.

Dislokasi total : kaput femoris seluruhnya berada di luar asetabulum.

E. MANIFESTASI KLINIS

Uji barlow adalah manuver yang paling penting dalam pemeriksaan pinggul bayi baru

lahir. Uji provokatif terhadap dislokasi pinggul yang tidak stabil ini dilakukan dengan

menstabilisasi pelvis dengan satu tangan dan kemudian memfleksi serta mengaduksi pinggul

yang berhadapan dan menggunakan gaya posterior. jika pinggul dapat didislokasi, pinggul

biasaya akan berlokasi lagi secara spontan. Telah diperkirakan bahwahanya 1 dalam 100 bayi

baru lahir yang mempunyai pinggul tidak stabilsecara klinis ( subluksasi atau dislokasi), sedang

hanya satu dalam 800 sampai1.000 dari bayi ini yang akhirnyamengalami dislokasi yang

sebenarnya. Uji ortolani adalah suatu maneuver unntuk mengurangi pinggul yang baru

terdislokasi. Uji ini paling mungkin menjadi positif pada bayi yang berumur -2bulan. Karena

harus telah melewati waktuyang cukup untuk terjadi fleksi dan diabduksi dan kaput femoris

diangkkat ke anterior kedalam asetabulum. Jika penurunan dimungkinkan , relokasiakan terasa

sebagai “ klunk” bukan “klik” . sesudah umur 2 bulan, penurunan manual pinggul yang

terdislokasi biasanyatidak mungkin karena terjadi kontraktur jaaringan lunak.

Keterbatasan abduksi pinggul merupakan petunjuk kontraktur jaringan lunak dan dapat

menunjukan DPP. Sebaliknya, kontraktur abduksi pinggul dapat menunjukan dysplasia pinggul

kontralateral. Angka lipatan kulit paha dan pemendekann bila kaki bayi tengkurap ditempatkan

bersama pada meja pemeriksa dengan pinggul dan lutut fleksi (tanda galeazi) menunjukan DPP

8

dengan perpindhann kaput femoris ke proksimal. Tidak adanya kontraktur flleksi lutut

jugaterjadi.

Kekhawatiran yang lazim adalah adanya klinik pinggul pada bayi. Klinik pinggul

demikian biasanya tidak patologis dan dan adalah akibat dari (1) pemecahan tegangan

permukaan di sebrang sendi pinggul, (2) bunyi tenda glutea, (3) gerakan patelofemur, atau (4)

rotasi femoritiba (lutut)

Pada anak yang lebih tua atau yang sedang berjalan, keluhan pincang, berjalan dengan

langkah-langkah pendek, lordosis lombalis bertambah, berjalan dengan jari, dan kketidak

cocokan panjang-kaki dapat menunjukan DPP yang tidak dikenali.

Tanda dan gejala displasia kongenital bervariasi menurut usia dan meliputi :

Tidak ada deformitas atau rasa nyeri yang jelas (pada neonatus)

Kaput femoris berada diatas asetabulum sehingga ketinggian kedua lutut tidak sama

(Displasia Parsial)

Abduksi terbatas pada sisi yang mengalami dislokasi (ketika anak tumbuh besar dan

berjalan)

Cara berjalan bergoyang ke samping (“berjalan seperti itik “ akibat displasia bilateral

yang tidak dikoreksi)

Lumpuh akibat displasia unilateral yang tidak dikoreksi

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Ada beberapa pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada klien dengan kelainan kongenital

meliputi :

a. Pemeriksaan radiologi : pemeriksaan dengan foto polos merupakan penunjang yang

sangat penting untuk melihat dampak kelainan tulang akibat dari congenital. Lokasi

yang akan dilakukan foto adalah daerah regional kelainan. Biasanya klien akan

menjalani pemeriksaan foto AP (anterior Posterior) pelvis dan panggul, foto

pergelangan tangan dan kaki dan foto lateral tulang belakang.

9

b. Pemeriksaan Biokimia. Beberapa kelainan bawan menyebabkan peningkatan

produksi dan ekskresi enzim. Pemeriksaan enzim dapat dilakukan melalui

pemeriksaan serum darah, sel-sel darah, atau kultur sel fibroblast kulit.

c. Biopsi Tulang . biopsy tulang kadang kala diperlukan pada kelainan tertentu.

(Mutaqin, Arif. 2008)

Khusus untuk DPP meliputi:

o Foto rontgen untuk memperlihatkan lokasi kaput femoris dan asetabulum yang dangkal

(juga dapat memantau perjalanan penyakit dan penanganannya)

o Pemeriksaan ultrasonografi dan MRI untuk menilai hasil reposisi

Observasi selama pemeriksaan fisik yang sangat mengarahkan pada displasia kongenital

sendi paha ketika dilakukan pada bayi yang berada dalam keadaan rileks meliputi :

Jumlah lipatan kulit di daerah paha pada setiap sisi ketika anak ditidurkan terlentang

(anak yang berada pada posisi ini biasanya memiliki jumlah lipatan kulit yang sama pada

kedua sisi pahanya, tetapi anak yang mengalami subluksasi atau dislokasi, dapat terlihat

lipatan tambahan pada sisi yang terkena dan lipataan tambahan ini juga tampak ketika

anak berbaring terlungkup)

Lipatan gluteus pada sisi yang terkena lebih tinggi ketika anak berbaring terlungkup

(yang juga menandakan restriksi abduksi sendi paha yang terkena). (lihat tanda Ortolani

dan Trendelenburg pada displasi kongenital sendi paha)

EVALUASI RADIOGRAFIS

Stabilitas pinggul juga perkembangan asetabulm dapat secara tepat dinilai dengan

ultrasonografi. Evaluasi radiografi pada bayi yang lebih tua dan anak meliputi radiografi pelvis

anteroposterior dan Lauenstein (katak)n lateral. Pengukuran garis biasanya dibuat untuk

menentukian hubungan kaput feooris dengan asetabulum (indeks asetabulum, penilaian kuadran,

garis shenton, dan pusat tepi wiberg) artografi, termografi terkomputasi, dan sken foto rasionansi

magnetic (MRI) dapat bermanfaat pada kasus yang sukar, terutama yang mengenai bayi yang

llebih tua dan anak.

F. KOMPLIKASI

10

Komplikasi DPP yang paling penting dan berat adalah nekrosis avaskuler EFB. Ini

merukapan komplikasi iatrogenik; reduksi kaput femoris dengan tekanan menghasilkan kompresi

kartilangiosa, dan ini dapat mengakibatkan oklusi pembuluh darah dan darah intraartikuler,

ekstraosea epifisis, dan menimbulkan infark EFB, sebagian atau total. Revaskularisasi menyertai,

tetapi pertumbuhan dan perkembangan abnormal dapat terjadi terutama jika fisis cidera berat.

Pinggul amat rentan terhadap komplikasi ini sebelum perkembangan nucleus penulangan (4-6

bulan). Penatalaksanaan yang digambarkan sebelumnya dirancang untuk meminimalkan

komplikasi ini; dengan penggunaan yang tepat penanganan ini, insidens nekrosis avaskuler akan

menjadi sekitar 5-15%. Kemungkinan komplikasi lain pada DPP adalah dislokasi ulang,

sublukasi sisa atau dysplasia asetabulum, dan komplikasi pasca bedah seperti infeksi luka.

Jika penanganan koreksi belum dimulai sebelum bayi berusia dua tahun, maka displasia

kongenital ini dapat menyebabkan:

Perbubahan degeneratif pada sendi paha

Perkembangan asetabulum yang abnormal

Lordosis (pertambahan lengkung vetebra lumbalis dan servikalis ke arah anterior)

Malformasi sendi

Cidera nervus iskiadikus (paralisis)

Nekrosis avaskuler kaput femoralis

Kerusakan jaringan lunak

Disabilitas permanen

G. PENANGANAN

Semakin dini bayi yang menderita displasia kongenital sendi paha ini mendapat penanganan,

semakin baik peluangnya untuk mengalami perkembangan yang normal. Penanganan displasia

kongenital sendi paha bervariasi menurut usia pasien.

Pada bayi yang berusia kurang dari tiga bulan, penanganan meliputi :

11

Manipulasi secara perlahan untuk mereposisi dislokasi yang kemudian diikuti

pemasangan bidai penahan (splint-brace) atau pelana (harness)untuk menahan sendi paha

dalam posisi fleksi dan abduksi sehingga reposisi ini bisa dipertahankan.

Splint-brace atau harness yang dikenakan secara kontinu selama dua hingga tiga bulan.

Kemudian pemasangan bidai pada malam hari selama satu bulan berikut untuk

mengencangkan serta menstabilkan kapsula sendi pada posisi alignment yang tepat

Jika penanganan baru dimulai setelah berusia tiga bulan, maka penanganan tersebut

meliputi:

Traksi kulit bilateral (pada bayi) atau traksi skletal (pada anak-anak yang sudah mulai

berjalan) untuk mencoba reposisi dislokasi dengan secara bertahap melakukan abduksi

sendi paha

Traksi Bryant atau traksi divarikasi (traksi dilakukan pada kedua ekstremitas sekalipun

hanya satu sisi sendi paha yang mengalami displasia; tindakan bertujuan membantu

mempertahankan imobilisasi) yang dilakukan selama dua hingga tiga minggu pada anak

berusia kurang dari tiga tahun dan berat badan kurang dari 16 kg

Reduksi tertutup yang dilakukan dengan perlahan-lahan sementara anak dalam keaddan

terbius (anastesi umum) untuk melakukan abduksi lebih lanjut pada sendi paha; tindakan

ini kemudian diikuti pemasangan gips (spic cast) selama tiga bulan (bila tindakan traksi

tiodak berhasil)

Pada anak yang berusia lebih dari 18 bulan, reduksi terbuka dengan osteotomi pelviks

atau femoral dilakukan untuk mengoreksi deformitas tulang; tindakan ini kemudian

diikuti pemasangan gips (spica cast) selama kurang lebih tiga bulan

Pada anak usia dua hingga lima tahun, penanganan displasia congenital sendi paha

merupakan tindakan yang sulit dilakukan dan meliputi :

Traksi skeletal dan tenotomi aduktor subkutan (pemotongan tendon dengan

pembedahan).

Penanganan yang ada baru dimulai setelah berusia lima tahun jarang dapat memulihkan

fungsi sendi paha secara memuaskan.

12

Umur 18 Bulan-8 Tahun. Sesudah umur 18 bulan, deformitas progresif begitu berat

sehingga reduksi terbuka disertai dengan osteotimi pelvis (inominata), osteotomi femur, atau

keduanya diperlukan untuk menyekutukan kembali pinggul. Osteotomi derotasi

pemendekan femur dilakukan secara bersama jika reduksi ketat, jika da anteversi femur

berlebih, atau jikaanak berumur 3 atau 4 tahun atau lebih tua. Pasca bedah perban gips spica

pinggul dipakai elama 6-8 minggu untuk memungkinkan penyembuhan. Sesudahnya, anak

dapat dapat diizinkan kembali pada aktivitas penuh secara bertahap. Logam yang ditanam

diambil segera sesudah penyembuhan untuk mencegah penggabungan menjadi tulang yang

sedang tumbuh. Umur 18 bulan bukanlah umur yang mutlak untuk prosedur ini. Telah

diperagakan bahwa sekitar 25% anak yang telah dilakukan penurunan tertutup antara 12 dan

18 bulan, dan 75% yang telah diturunkan antara 18 dan 36 bulan akan mengalami dysplasia

asetabulum sisa yang memerlukan osteotomi pelvis atau femur dikemudian hari.

H. PERTIMBANGAN KHUSUS

Anak harus mengenakan belat (splint), bidai (brace) atau gips tubuh (body cast) memerlukan

perawatan diri yang khusus sehingga dibutuhkan penyuluhan pada orang tua.

Ajarkan orang tua cara memasang belat atau bidai dengan benar sesuai intruksi dokter .

Tekankan perlunya melakukan checkup dengan sering

Dengarkan dengan penuh rasa simpati ungkapan kecemasan dan ketakutan yang

diekspresikan orang tua. Jelaskan kemungkinan penyebab displasia congenital sendi paha

dan tenteramkan perasaan mereka dengan merenangkan bahwa tindakan dini yang segera

dikerjakan kemungkinan akan menghasilkan perbaikan total.

Dalam tempo beberapa hari pertama sesudah pemasangan gips atau bidai-bidai, anak

mungkin menjadi rewel karena belum terbiasa dengan pembatasan gerak ini. Anjurkan

orang tua mendampingi anak sesering mungkin, menenagkan serta menentramkannya.

Yakinkan orang tua bahwa anak mereka nantinya akan terbiasa dengan pembatasan gerak

dan kembali pada perilaku tidur, makan, serta bermain normal dalam beberapa hari.

Instruksikan orang tua agar melepas bidai dan belat ketika memandikan anak mereka,

tetapi setelah itu, memasangnya kembali dengan segera. Tekankan pentingnya perawatan

hygiene atau kebersihan diri yang baik; orang tua harus memandikan serta mengganti

13

pakaian anak mereka dengan sering dan mencuci daerah periniumnya dengan air serta

sabun pada saat mengganti popok.

Jika penanganan memerlukan pemasangan gips (space cast)

Pada saat memindahkan anak yang baru saja dipasang gips, gunakan telapak tangan Anda

untuk mengangkat gips agar tidak terjadi lekukan bekas jari-jari tangan pada gips

tersebut. Lekukan bekas jari-jari tangan ini dapat menjadi predisposisi dekubitus. Ingat,

bahwa pemasanga gips memerlukan 24-48 jam untuk kering secara alami. Jangan

menggunakan panas untuk mempercepat pengeringan, karena panas dapat membuat gips

lebih rapuh.

Segera setelah gips dipasang, gunakan lembaran plastik untuk melindunginya terhadap

kelembapan di sekitar perineum dan gluteus. Potong selembar plastic menjadi beberapa

potongan berbentuk pita yang cukup panjang untuk menutupi sisi luar gips dan kemudian

sisipkan potongan plastik ini ke bawah gips sampai sejauh satu jari dari bagian tepinya.

Dengan menggunakan plester berlapis, rekatkan bagian pinggir plastic pelindung yang

ada di luar pada permukaan luar gips. Lepaskan lembaran plastic yang ada di balik gips

tiap 4 jam sekali; kemudian cuci potongan plastik tersebut, keringkan, dan pasang

kembali popok sesekali pakai (disposable) yang dilipat mengikuti panjangnya dapat pula

dikenakan di daerah perineum.

Atur posisi tubuh anak yang bisa dilakukan menggunakan Bradford frame yang

ditinggikan dengan balok kayu dan dibawahnya ditaruh pispot, atau dengan

menggunakan beberapa bantal untuki menyangga tungkai anak. Jangan lupa untuk

menjaga agar gips selalu kering dan mengganti popok anak dengan sering.

Cuci dan keringkan kulit di balik gips tiap dua hingga empat jam sekali. Jangan

menggunakan minyak atau bedak; kedua bahan ini dapat menimbulkan maserasi kulit.

Ubah posisi anak setiap dua jam sekali sepanjang siang hari dan empat jam sekali pada

malam hari. Lakukan pemeriksaan warna, sensibilitas, dan gerakan pada tungkai serta

kaki anak. Jangan lupa memeriksa semua jari kakinya. Beri tahu dokter jika jari kaki

ditemukan berwarna gelap dan teraba dingin dan mengalami baal.

Soroti gips dengan senter tiap empat jam sekali untuk mengecek apakah terdapat benda

asing atau rekahan. Cek bau gips setiap hari karena gejala ini dapat menandakan infeksi.

14

Jika anak mengeluh merasa gatal, pemberiah difenhidramin (Benadryl) dapat

menolongnya atau Anda dapat menggunakan pengering rambut dengan mengarahkan

semburan udara dingin ke bawah gips guna meredakan rasa gatal. Jangan menggaruk atau

menusukkan barang seperti lidi atau kawat ke bawah gips. Lakukan pemeriksaan yang

teliti bila rasa gatal menetap.

Berikan nutrisi yang adekuat dan pertahankan cukup asupan cairan untuk menghindari

terjadi batu ginjal serta obstipasi, yang merupakan komplikasi keadaan tanpa aktivitas.

Jika anak tampak gelisah, pasang jaket pengikat untuk menahannya agar anak tidak

terguling dari tempat tidur atau terlepas dari kerangka penyangga (Bradford frame).

Beri rangsangan yang adekuat untuk meningkatkan tumbuh-kembang anak. Apabila sendi

anak diabduksi pada posisi seperti tungkai katak (frogleg position) , beritahu orang tua

bahwa anak mereka bisa diletakkan pada sepeda roda-tiga dan orang tua dapat

mendorongnya (jika anak tidak bisa mengayuh pedal sepedanya) atau dalam mainan

kereta listrik. Anjurkan orang tua untuk menganjurkan anak mereka duduk di meja

dengan menaruhnya pada bantal, menaruhnya dilantai selama beberapa waktu agar bisa

bermain-main dan beri kesempatan kepadanya untuk bermai dengan anak sebanyanya.

Beritahu orang tua untuk mengawasi timbulnya tanda-tanda bahwa pertumbuhan badan

anak melebihi ukuran (sianosis, ekstremitas yang teraba dingin, atau rasa nyeri).

Beritahu orang tua bahwa penanganan displasia congenital sendi paha mungkin

memerlukan waktu yang lama dan kesabaran.

Pasien yang menjalani traksi Bryant dapat dirawat di rumah jika orang tua sudah diajarkan cara-

cara memasang dan memelihara traksi tersebut:

Anjurkan orang tua membujuk serta menggendong anak mereka dan mendorongnya

berinteraksi dengan saudara kandung, serta teman sebanya.

Pelihara keutuhan kulit dan periksa peredaran darah tiap dua jam sekali

Beri makan anak dengan hati-hati untuk menghindari aspirasi dan tersedak.

Jika perlu, rujuk anak dan orang tuanya ke spesialis anak untuk memastikan kemajuan

perkembangan yang berkesinambungan.

15

I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

DASAR DATA PENGKAJIAN PASIEN

AKTIVITAS/ISTIRAHAT

Gejala: Kesulitan ambulasi, kekakuan sendi (memburuk pada pagi hari

atau setelah periode tak aktif).

Riwayat partisipasi/okupasi aktivitas olahraga yang

menggunakan sendi tertentu.

Ketidakmampuan untuk berpartisipasi pada aktivitass

okupasi/rekreasi pada tingkat yang diinginkan.

Gangguan tidur, perlambatan untuk tertidur/bangun karena

nyeri. Tidak merasa istirahat dengan baik.

SIRKULASI

Tanda: Adanya edema; penurunan nadi pada sendi yang sakit,

tungkai/jari-jari.

HIGIENE

Gejala: Kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari.

Menggunakan alat/peralatan khusus.

16

Kebutuhan terhadap bantuan.

NEUROSENSORI

Tanda: Gangguan rentang gerak pada sendi yang sakit.

NYERI/KENYAMANAN

Gejala: Nyeri (tumpul, sakit, menetap) pada sendi yang sakit,

memburuk dengan gerakan.

KEAMANAN

Gejala: Deformitas kongenital.

Riwayat inflamasi, artritis tak sembuh (AR atau osteoartritis);

nekrosis aseptik pada kepala sendi.

PENYULUHAN/PEMBELAJARAN

Gejala: Pengobatan sekarang contoh anti-inflamasi, analgesik/narkotik,

steroid.

Rencana Pemulangan: Memerlukan bantuan untuk transportasi, aktivitas

perawatan diri, perawatan rumah/tugas pemeliharaan,

kemungkinan penempatan pada fasilitas perawatan luas

untuk kesinambungan rehabilitasi/bantuan.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan menurut Doengus (1999):

1) Nyeri akut berhubungan dengan dislokasi kongenital sendi panggul, pergerakan

fragmen tulang panggul.

2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan dislokasi kongenital sendi paha dan

terapi bedah/pembatasan.

17

3) Risiko tinggi terhadap gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan edema

jaringan, ketidaktepatan lokasi/kesalahan lokasi, penurunan aliran balik darah

vena/arteri.

4) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan skunder tidak

adekuat/imunosupresi (penggunaan kortikosteroid jangka panjang), prosedur invasif;

manipulasi bedah; inplantasi benda asing, penurunan mobilitas.

5) Kurang pengetahuan [kebutuhan belajar], tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi

informasi.

3. INTERVENSI

DIAGNOSA KEPERAWATAN : MOBILITAS FISIK, KERUSAKAN

Dapat dihubungkan dengan : Nyeri dan ketidaknyamanan, gangguan

muskuloskleletal dislokasi kongenital

sendi paha. Terapi bedah/pembatasan.

Kemungkinan dibuktikan oleh : Menolak untuk bergerak, kesulitan

bergerak sesuai tujuan dalam lingkungan

fisik. Keluhan nyeri/ketidaknyamanan

pada gerakan. Rentang gerak terbatas;

penurunan kekuatan/control otot.

HASIL YANG

DIHARAPKAN/KRITERIA EVALUASI-

PASIEN AKAN :

Mempertahankan posisi fungsi, dibuktikan

oleh tak adanya kontraktur. Menunjukkan

peningkatan kekuatan dan fungsi sendi

serta tungkai yang sakit. Menyatakan

pemahaman pengobatan individu dan

berpatisipasi dalam program rehabilitas.

TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL

18

Mandiri

Pertahankan tirah baring awal dengan sendi

yang sakit pada posisi yang dianjurkan dan

tubuh dalam kesejajaran.

Memberikan waktu stabilisasi prostese dan

pemulihan efek anastesi, menurunkn resiko

ceder. Lama tirah baring tergantung pada

penggantian sendi (contohnya biasanya

pada 24-72 jam pada panggul).

Batasi penggunaan posisi semi fowler/tinggi,

bila diindikasikan.

Fleksi panggul lama dapat

meregangkan/dislokasi prostese baru.

Batasi gerakan sesuai indikasi, contoh

mempertahankan kaki yang dioperasi agak

abduksi setelah penggantian panggul atau

lutut total untuk mencegah penyilangan

kaki/rotasi ke dalam pada sendi.

Meningkatkan aliran balik vena untuk

mencegah pembentukan edema berlebihan;

dapat mencegah dislokasi prostese.

Penggunaan penyangga lutut atau bantal

dibawah lutut dapat mempengaruhi

sirkulasi.

Beri obat sebelum prosedur/aktivitas. Relakskan otot, narkotik/analgesic

menurunkan nyeri, menurunkan tegangan

otot/spasme, dan membantu partisipasi

dalam terapi.

Mengganti posisi sisi yang tidak dioperasi

dan mempertahankan ekstremitas yang

dioperasi pada posisi netral. Dukung posisi

dengan bantal atau dengan menjepit.

Mencegah dislokasi prostese panggul dan

tekanan kulit/jaringan lama menurunan

risiko iskemia jaringan/kerusakan.

Inspeksi kulit; observasi area kemerahan.

Pertahankan linen kering dan bebas kerutan.

Masase kulit/penonjolan tulang secara rutin.

Mencegah iritasi/kerusakan kulit.

Lakukan/bantu rentang gerak pada sendi

yang tidak sakit.

Pasien dengan penyakit degenerasi sendi

dapat secara cepat kehilangan fungsi sendi

19

selama periode pembatasan aktivitas.

Observasi pembatasan tepat berdasarkan

sendi khusus, contoh hindari fleksi/rotasi

panggul dan fleksi atau hiper ekstensi kaki;

pembatan beban badan; gunakan

pengimobilisasi lutut sesuai indikasi.

Indikatif kelicinan ptostese, memerlukan

evluasi/intervensi medic.

Dorong partisipasi aktivitas sehari-hari. Meningkatkan harga diri; meningkatkan

rasa control dan kemandirian.

Kolaborasi

Konsul pada terapis fisik/kejuruan dan ahli

rehabilitas

Berguna dalam membuat program

aktivitas/latihan individual. Pasien dapat

memerlukan bantuan lanjut dalam

pergerakan, peregangan, dan aktivitas

dengan beban badan serta alat bantu

contoh walker, kruk, tongkat, peninggian

dudukan kakus, mengangkat tongkat, dan

sebagainya.

Berikan kasur busa Menurunkan tekanan kulit/jaringan;

membatasi perasaan kelebihan dan

ketidaknyamanan umum.

DIAGNOSA KEPERAWATAN: NYERI AKUT

Dapat dihubungkan dengan : Dislokasi kongenital sendi panggul, pergerakan fragmen

tulang panggul, refleks spasme otot sekunder, prosedur bedah).

20

Kemungkinan dibuktikan oleh : Respon nyeri, perilaku distraksi.

Perubahan tonus otot, respons autonomik.

HASIL YANG DIHARAPKAN/KRITERIA EVALUASI-PASIEN AKAN :

Keluhan nyeri hilang/terkontrol.

Tampak rileks, mampu tidur dan istirahat dengan tepat.

TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL

Mandiri

Kaji keluhan nyeri, perhatikan intensitas

(skala 0-10), lamanya, dan lokasi

Memberikan informasi sebagai dasar dan

pengawasan keefektifan intervensi.

Atur posisi imobilisasi pada panggul dengan

pemasangan crossover pelvic sling.

Imobilisasi yang adekuat dapat

mengurangi pergerakan fragmen tulang

yang menjadi unsur utama penyebab nyeri

pada daerah panggul. Pemasangan

crossover pelvic sling dengan

pertimbangan berat yang sesuai dan

merotasi pelvic dengan membelah dua

secara anterior dan medial, kemudian

ditarik bersama-sama. Pemeliharaan

reduksi ini berkisar antara 3-4 minggu.

21

Berikan tindakan kenyamanan (contoh

penggunaan gulungan lumbar, perubahan

posisi sering, pijatan punggung) dan

aktivitas terapeutik. Dorong teknik

manajemen stress (contoh relaksasi

progresif, bimbingan imajinasi, visualisasi)

dan penggunaan sentuhan terapeutik.

Menurunkan tegangan otot, memfokuskan

kembali perhatian, meningkatkan rasa

kontrol, dan dapat meningkatkan

kemampuan koping dalam manajemen

ketidaknyamanan/nyeri yang dapat

menetap selama periode lama.

Beri obat sebelum aktivitas/prosedur. Menurunkan tegangan otot, membantu

partisipasi.

Selidiki keluhan nyeri sendi berat tiba-tiba

dengan spasme otot dan perubahan mobilitas

sendi, nyeri dada tiba-tiba, berat dengan

dispnea dan gelisah.

Pengenalan diri terjadinya masalah, seperti

dislokasi prostese atau emboli paru

(darah/lemak), memberikan kesempatan

untuk intervensi cepat dan mencegah

komplikasi lebih serius.

Berikan narkotik, analgesik, dan relaksan

otot sesuai indikasi

Menghilangkan nyeri bedah dan

menurunkan tegangan/spasme otot, yang

menambah ketidaknyamanan.

Gunakan kantong es sesuai indikasi Meningkatkan vasokonstriksi untuk

menurunkan perdarahan/pembentukan

edema pada area bedah dan mengurangi

persepsi ketidaknyamanan.

Pertahankan unit TENS bila digunakan. Memberikan rangsangan elektrikal tingkat

rendah untuk blok sensasi transmisi saraf

dari nyeri.

Pertahankan mobilisasi ekstremitas, contoh

ambulasi, terapi fisik, alat latihan, alat

gerakan pasif kontinu.

Meningkatkan sirkulasi pada otot yang

sakit. Meminimalkan kekakuan sendi,

menghilangkan spasme otot sehubungan

22

dengan tidak digunakan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN : PERFUSI JARINGAN PERIFER, PERUBAHAN/

RISIKO TINGGI TERHADAP

Factor risiko meliputi : Penurunan aliran darah vena/arteri.

Pembuluh darah; edema jaringan,

ketidaktepatan lokasi/kesalahan lokasi

prostese.

Kemungkinan dibutuhkan oleh : [Tidak dapat diterapkan; adanya tanda-

tanda dan gejala-gejala membuat diagnose

actual].

HASIL YANG DIHARAPKAN

KRITERIA EVALUASI-PASIEN

AKAN:

Menunjukkan perfusi jaringan adekuat

dibuktikan oleh nadi teraba, kulit

hangat/kering, tanda vital stabil.

TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL

Mandiri

Palpasi nadi. Evaluasi pengisian kapiler

serta warna kulit dan suhu. Bandingkan

tungkai yang tidak dioperasi.

Penurunan/tidak adanya nadi, waktu

pengisian kapilar, puat, pudar, sianosis, dan

kuliat dingin menunjukkan penurunan

sirkulasi/perfusi. Pembandingan dengan

ungkai yang tidak dioperasi menunjukkan

apakah masalah dilokasikan atau

digeneralisasi.

Kaji gerakan sensasi ekstremitas yang Peningkatan nyeri, kebas/kesemutan,

23

dioperasi. ketidakmampuan melakukan gerakan yang

diharapkan, pengaruh sirkulasi, atau

dislokasi prostese, memerlukan intervensi

segera.

Tes sensasi saraf perineal dengan peniti

pada dorsal lapisan antara jari tangan

pertama dan kedua dengan mengkaji

kemampuan terhadap dorsofleksi jari setelah

penggantian panggul/lutut.

Posisi dan panjang saraf proneal

meningkatkan risiko cedera langsung atau

kompresi pada jaringan edema/hematoma.

Awasi tanda vital. Takikardia dan penurunan TD dpat

menunjukka respon terhadap

hipovolemia/kehilangan darah atau dugaan

anafilaksis sehubungan dengan absorbs

metilmetakrilat ke dalam sirkulasi sistemik.

Catatan: ini jarang terjadi karena

pemasangan prostese dengan lapisan

penyerap yang mendorong tulang tumbuh

ke dalam sebagai pengganti alat pelekat

total secara internal.

Awasi jumlah dan karakteristik drainase

pada balutan/dari alat penghisap.

Dapat mengindikasikan

perdarahan/hematoma berlebihan, yang

berpotensi mempengaruhi neurovaskuler.

Mandiri

Yakinkan bahwa alat penstabilitasi (contoh

rol trokhanter, alat sling pada belat, badan

taksi) pada posisi benar tidak memberikan

Menurunkan risiko tekanan pada saraf

dibawahnya atau mempengaruhi sirkulasi

ekstremitas.

24

tekanan yang tidak perlu pada kulit dan

jaringan dibawahnya. Hindari penggunaaan

bantal atau penyokong lutut dibawah lutut.

Evaluasi betis untuk nyeri tekan, tanda

Homan positif, dan inflamasi.

Indentifikasi dini terjadinya thrombus dan

intervensi dapat mencegah pembentukan

embolus.

Observasi tanda berlanjutnya perdarahan,

perdarahan terus menerus dari sisi

injeksi/membrane mukosa, atau ekimosis

karena trauma minimal.

Depresi mekanisme pembekuan/sensitivitas

pada antikoagulan dapat mengakibatkan

episode perdarahan yang dapat

mempengaruhi kadar SDM/volume

sirkulasi.

Observasi kegelisahan, kacau mental, nyeri

dada tiba-tiba, takikardia, demam, terjadinya

petekie.

Emboli lemak dapat terjadi (biasanya 72

jam pertama pasca operasi) karena

manipulasi traumatic susmsum tulang

selama implantasi prostese panggul.

Kolaborasi

Berikan cairan IV, tambahan darah/plasma

sesuai kebutuhan.

Memperbaiki volume sirkulasi untuk

mempertahankan perfusi.

Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh:

Ht;

Pemeriksaan koagulasi

Biasanya dilakukan 24-48 jam

pascaoperasi untuk mengevaluasi

kehilangan darah, yang cukup besar karena

vaskularisasi tinggi pada sisi bedah.

Mengevaluasi adanya/derajat perubahan

mekanisme pembekuan dan efek

antikoagulan/agen antitrombosit, bila

25

menggunakan

Berikan obat sesuai indikasi, contoh natrium

warfarin (Coumadin), heparin, aspirin,

dekstran berat molekul rendah.

Agen antikoagulan/antitrombosit mungkin

digunakan untuk menurunkan risiko

tromboflebitis dan emboli lemak.

Gunakan kompret panas/dingin sesuai

indikasi.

Kantong es digunakan pertama kali untuk

membatasi pembentukan

edema/hematoma. Panas kemudian

digunakan untuk meningkatkan sirkulasi,

membantu perbaikan edema jaringan.

Gunakan penutup kaki elastic stocking

antiembolik.

Meningkatkan aliran balik vena balik dan

mencegah statis vena, menurunkan risiko

pembentukan thrombus.

Siapkan prosedur bedah sesuai indikasi. Evaluasi hematoma atau relokasi prostese

mungkin memerlukan perbaikan karena

perubahan sirkulasi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN: INFEKSI, RISIKO TINGGI TERHADAP

Faktor risiko meliputi: pertahanan skunder tidak adekuat/imunosupresi

(penggunaan kortikosteroid jangka panjang).

Prosedur invasif; manipulasi bedah; inplantasi benda

asing.

Penurunan mobilitas

Kemungkinan dibuktikan [tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda dan

oleh: gejala-gejala membuat diagnosa aktual].

HASIL YANG DIHARAPKAN/ Mencapai penyembuhan luka tepat waktu, bebas

26

KRITERIA EVALUASI – drainase purulen atau eritema, dan tidak demam

PASIEN AKAN

TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL

Mandiri

Tingkatkan cuci tangan yang baik pada staf

dan pasien.

Gunakan teknik aseptik atau kebersihan

yang ketat sesuai indikasi untuk

menguatkan/mengganti balutan dan bila

menangani drain. Instruksikan pasien tidak

untuk menyentuh/menggaruk insisi.

Pertahankan alat drainase (contoh

Hemovac/Jackson-pratt). Perhatikan

karakteristik drainase luka

Kaji kulit/warna insisi, suhu dan integritas;

Menurunkan risiko kontaminasi silang.

Mencegah kontaminasi dan risiko infeksi

luka, dimana dapat memerlukan pelepasan

prostese.

Menurunkan risiko infeksi dengan

mencegah akumulasi darah dan sekret pada

area sendi (media untuk pertumbuhan

bakteri). Drainase purulen, non-serosa,

berbau mengindikasikan infrksi, dan

drainase terus menerus dari insisi dapat

menunjukan terjadinya kerusakan kulit,

yang berpotensi pada proses infeksi.

Memberikan informasi tentang status

proses penyembuhan dan mewaspadakan

27

perhatikan adanya eritema/inflamasi,

kehilangan penyatuan luka.

Selidiki keluhan peningkatan nyeri pada

luka, perubahan karakteristik nyeri.

Awasi suhu. Perhatikan adanya menggigil.

Dorong pemasukan cairan, diet tinggi

protein dengan bentuk makanan kasar.

staf terhadap tanda dini infeksi.

Nyeri dalam, dangkal, sakit pada area

operasi dapat mengindikasikan infeksi

sendi. Catatan: Infeksi sangat efektif

karena sendi tidak aman dari infrksi dan

terjadi kehilangan prostetik.

Meskipun umumnya suhu meningkat pada

fase dini pascaoperasi, peninggian terjadi 5

hari atau lebih pascaoperasi dan/atau

adanya menggigil biasanya

mengindikasikan terjadinya infeksi

memerlukan intervensi untuk mencegah

komplikasi lebih serius, contoh sepsis,

osteomielitis, nekrosis jaringan, dan

kegagalan prostetik.

Mempertahankan keseimbangan cairan dan

nutrisi untuk mendukung perfusi jaringan

dan memberikan nutrisi yang perlu untuk

regenerasi selular dan penyembuhan

jaringan.

Mungkin dilakukan pada awal untuk

28

Kolaborasi

Pertahankan isolasi ulang, bila tepat.

Berikan antibiotik sesuai indikasi.

Kultur drainase secara rutin/sesuai

kebutuhan.

menurunkan kontak dengan sumber

kemungkinan infeksi, khususnya pada

lansia, imunosupresi, atau pasien diabetik.

Mungkin berguna secara profilaktik untuk

mencegah infeksi.

Meyakinkan adanya infeksi;

mengidentifikasi organisme penyebab.

Bakteri anaerob atau aerobik mungkkin

ada, yang memengaruhi pilihan antibiotik

dan terapi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN : KURANG PENGETAHUAN [KEBUTUHAN

BELAJAR], TENTANG KONDISI,

PROGNISIS, DAN KEBUTUHAN

29

PENGOBATAN.

Dapat dihubungkan dengan : Kurang terpajan/mengingat

Salah interpretasi informasi.

Kemungkinana dibuktikan oleh :

Pertanyaan/permintaan informasi, pernyataan salah konsep.

Tidak akurat mengikuti instruksi/ terjadi komplikasi yang dapat dicegah.

HASIL YANG DIHARAPKAN/KRITERIA

EVALUASI PASIEN AKAN :

Menyatakan pemahaman prosedur bedah dan prognosis.

Melakuakan dengan benar prosedur tertentu dengan menjelaskan alasan tindakan.

TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL

Mandiri

Kaji ulang proses penyakit, prosedur

pembedahan, dan harapan yang akan datang.

Memberikan dasar pengetahuan dimana

orang tua/keluarga pasien dapat membuat

pilihan informasi.

Kaji pilihan periode tidur dan aktivitas Mengubah energi untuk penyembuhan dan

mencegah kelelahan, yang dapat

meningkatkan risiko cedera/jatuh

Kaji ulang pembatasan aktivitas jangka

panjang.

Mencegah stress pada implant

Diskusikan kebutuhan lingkungan yang Menurunkan risiko jatuh dan stress

30

aman di rumah dengan orang tua/keluarga

pasien.

berkebihan pada sendi

Kaji ulang perawatan insisi/luka. Meningkatkan kemandirian pada

perawatan diri, menurunkan risiko

komplikasi.

Tekankan pentingnya kesinambungan

menggunakan stoking antiembolik.

Mencegah pengumpulan vena,

meningkatkan aliran balik vena untuk

menurunkan risiko tromboflebitis.

Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan

evaluasi medik, contoh demam/menggigil,

inflamasi insisi, drainase luka tak lazim,

nyeri pada betis atau paha atas, atau

terjadinya “strep” tenggorok/infeksi gigi.

Infeksi bakteri memerlukan pengobatan

cepat untuk mencegah progresi ke

osteomielitis pada area operasi dan

kegagalan prostese, yang dapat terjadi

kapan saja, meskipun beberapa tahun

kemudian.

Kaji ulang program pengobatan contoh

antikoagulan atau antibiotic untuk prosedur

invasive.

Terapi profilaktif mungkin perlu untuk

periode lama setelah pulang untuk

membatasi risiko tromboemboli/infeksi.

Prosedur diketahui penyebab bakterimia

dapat mengakibatkan osteomealitis dan

kegagalan prostese.

Dorong pemasukan ASI/diet seimbang

termasuk cairan adekuat.

Meningkatkan penyembuhan dan perasaan

sehat umum. Meningkatkan fungsi usus

besar dan kandung kemih selama periode

perubahan aktivitas.

4. IMPLEMENTASI

Implementasi dilakukan dengan menggunakan panduan yang sesuai dengan intervensi.

31

5. EVALUASI

Evaluasi dilakukan dengan memperhatikan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan.

BAB III

(PENUTUP)

A. KESIMPULAN

Displasia perkembangan pinggul (DPP) adalah pergeseran sendi bola-dan-lekuk (kaput

femoris dan asetabulum yang terjadi pada masa neonatus). Displasia perkembangan panggul

(developmental hip dyspfasia) adalah dislokasi panggul yang ada pada saat lahir (congenital)

atau terjadi dalam tahun pcrtama kchidupan. Panggul dapat keluar dari sendi panggul atau ada di

sendi, namun mudah bergeser. Asetabulum (rongga sendi) dapat memiliki bentuk abnormal

sehingga kepala femur mudah lepas.

Banyak faktor penyebab DPP, baik fisiologis maupun mekanik. Riwayat keluarga yang

positif (20%) dan kelemahan ligamentum menyeluruh dihubungkan dengan faktor etiologi.

Sebagian besar anak dengan DPP mempunyai kelemahan ligamentum menyeluruh; dan ini dapat

memberi kecendrungan pada instabilitas pinggul. Estrogen ibu dan hormon lain dihubungkan

dengan relaksasi pelvis mengakibatkan relaksasi sendi pinggul bayi baru lahir lebih lanjut,

meskipun sementara.

Displasia Kongenital sendi paha bisa terjadi unilateral atau bilateral. Kelainan ini terjadi dalam

tiga bentuk dengan intensitas beragam :

32

Displasia yang tidak stabil : sendi paha memiliki posisi yang normal, tetapi dapat

mengalami dislokasi jika dimanipulasi.

Sublukasi atau dislokasi parsial : kaput femoris berada pada tepi asetabulum.

Dislokasi total : kaput femoris seluruhnya berada di luar asetabulum.

B. SARAN

Agar para ibu menjaga kehamilannya pada saat masa kehamilan .Salah satu yang paling

penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat. Dan menghindari faktor-faktor yang

dapat menyebabkan kelainan pada janin yang dikandung, seperti obat-obatan jenis talimoid,

hipervitaminosis A, dan obat-obatan endokrin misalnya ACTH dan Kortison. Ibu hamil juga

dianjurkan agar tetap memenuhi nutrisinya, terutama penuhan riboflavin (b2) yang dapat

mengakibatkan kelainan bawaan jika tidak tercukupi. Dan masih banyak factor-faktor lain

yang dapat menyebabkan kelainan pada janin.

33

DAFTAR PUSTAKA

Betz and Sowden. Buku Saku Keperawatan Pediatri.2009.Edisi 5. Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth J.2007. Buku Saku Patofiologi. Edisi 3. Jakarta : EGC

Doenges, Marilynn, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler. 1999. Rencana Asuhan

Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.

Jakarta : EGC

Mutaqqin, Arif. 2008 . Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal .

Jakarta:EGC

Nelson, Waldo E. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15; Vol.3. Jakarta : EGC

34