Askep Ca

25
Askep Ca. Kolorektal LANDASAN TEORI I.1. Definisi Kanker kolorektal merupakan suatu tumor malignant yang muncul pada jaringan epithelial dari colon / rectum. Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polyp adenoma. I.2. Etiologi Penyebab dari Ca Colorektal tidak diketahui secara pasti, namun terdapat factor-factor predisposisi yang terdiri dari: 1. Usia lebih dari 40 tahun 2. Riwayat keluarga 3. Riwayat kanker di bagian tubuh yang lain 4. Polip Benigna, Polip Kolorektal, Polip Adematosa atau adenoma Villus 5. Kolitis ulseratif lebih dari 20 tahun 6. Sedentary Life style , merokok, Obesitas. 7. Kebiasaan makan tinggi kolesterol/lemak dan protein (konsumsi daging) serta rendah serat / Karbohidrat Refined yang mengakibatkan perubahan pada flora feses dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak yang bersifat karsinogenik. I.3. Patofisiologi

description

ca

Transcript of Askep Ca

Askep Ca. KolorektalLANDASAN TEORI

 

I.1. Definisi

Kanker kolorektal merupakan suatu tumor malignant yang muncul pada

jaringan epithelial dari colon / rectum.

Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang

dari polyp adenoma.

I.2. Etiologi

Penyebab dari Ca Colorektal tidak diketahui secara pasti, namun terdapat

factor-factor predisposisi yang terdiri dari:

1. Usia lebih dari 40 tahun

2. Riwayat keluarga

3. Riwayat kanker di bagian tubuh yang lain

4. Polip Benigna, Polip Kolorektal, Polip Adematosa atau adenoma Villus

5. Kolitis ulseratif lebih dari 20 tahun

6. Sedentary Life style, merokok, Obesitas.

7. Kebiasaan makan tinggi kolesterol/lemak dan protein (konsumsi

daging)  serta rendah serat / Karbohidrat Refined  yang

mengakibatkan perubahan pada flora feses dan perubahan

degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan protein dan

lemak yang bersifat karsinogenik.

I.3. Patofisiologi

I.3.1 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis sangat bervariasi dan tidak spesifik. Bisa dijumpai tanpa

keluhan sampai adanya keluhan berat dan tergantung pada lokasi /

besarnya tumor. Pada karsinoma kolon kanan, klien datang dengan

keluhan ada masa di abdomen kanan, obstruksi akan timbul bila tumor

sudah besar. Tumor kolon kiri lebih cepat terjadi obstipasi dan tanda-

tanda obstruksi.

Pada penderita Ca Colorektal umumnya Asymptomatis atau relative

bergejala ringan pada saat penyakit ditemukan. Gejala yang muncul

dapat berkaitan dengan saluran cerna. Tanda dan gejala sangat

ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit dan fungsi segmen usus

tempat kanker berlokasi. Rasa tidak enak di perut atau Nyeri abdomen

merupakan keluhan paling sering disampaikan penderita. Namun keluhan

ini berhubungan dengan kanker kolon bukan dengan kanker rectum.

Perdarahan Peranal sebagai keluhan pertama penderita dengan gejala

berupa perdarahan segar bercampur atau tanpa disertai tinja. Perubahan

pola defekasi dapat berupa; diare/ konstipasi, bentuk tinja seperti pensil,

serta perut masih terasa penuh meskipun sudah buang air besar. Adapun

gejala lain yaitu: Anemia idiopatik, Nausea, malaisea, Haemoroid,

Anoreksia, dan Perubahan Berat badan (BB menurun) akibat iritasi dan

respon refluks

I.3.2   Komplikasi

1.   Obstruksi usus parsial atau lengkap diikuti penyempitan lumen akibat

lesi.

2.   Haemorrhagi/ perdarahan

3. Pembentukan Abses akibat Perforasi dinding usus oleh tumor diikuti

kontaminasi dari rongga peritoneal oleh isi usus.

4.   Shock akibat peritonitis dan sepsis

5.   Mestatase ke organ lain yang berdekatan. Terjadi fistel pada kantong

kemih, vagina / usus.

I.4. Penatalaksanaan

Tindakan pencegahan perlu dilakukan dan mencakup  pendidikan

mengenai diet agar individu meningkatkan asupan buah, sayur, makanan

kasar dan padi-padian untuk meningkatkan masa makanan menurunkan

lemak dan menyediakan antioksidant.

Pemeriksaan Diagnostik dan laboratorium:

Pendekatan diagnosis pada penderita kanker kolorektal tergantung pada

gejala klinik yang muncul. Sebagian kecil penderita yang datang dalam

kondisi gawat yang segera memerlukan tindakan pembedahan sehingga

diagnosis dapat segera dibuat, atau kadang-kadang diagnosis dapat

dibuat melalui pemeriksaan colok dubur.

Pada pemeriksaan colok dubur mungkin teraba adanya masa.

Pemeriksaan darah samar pada tinja dapat mengindikasikan adanya

kanker. Identifikasi dini polip dengan pemeriksaan colok dubur, prokto-

sigmoidoskopi/ kolonoskopi serta pengangkatan secara bedah seluruh

polip yang dapat mencegah pembentukan kanker. Pemeriksaan darah

untuk antigen-antigen spesifik berhubungan dengan Ca kolorektal

terutama antigen karsinoembrionik (CEA).

Adapun tes laboratorium yang dianjurkan sebagai berikut:

1. Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik,

ditandai dengan sel-sel darah merah yang kecil, tanpa terlihat

penyebab adalah indikasi umum untuk tes diagnostic selanjutnya

untuk menemukan kepastian kanker kolorektal.

2. Test Guaiac pada feses untuk mendeteksi bekuan darah di dalam

feses, karena semua kanker kolorektal mengalami perdarahan

remitten.

3. CEA (carcino Embrioniogenic Antigen) adalah ditemukannya

glikoprotein dimembran sel pada banyak jaringan, termasuk kanker

kolorektal. Antigen ini dapat dideteksi oleh Radioimmunoassay dari

serum atau cairan tubuh lainnya dan sekresi.

4. Pemeriksaan kimia darah alkaline phospatase dan kadar bilirubin

dapat meninggi, indikasi telah mengenai hepar. Tes laboratorium

lainnya hanya meliputi serum protein, kalsium, dan kreatinin.

5. Barium Enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada

tidaknya dan lokasi tumor.

6. X-ray dada untuk mendeteksi metastase tumor ke paru-paru.

7. CT (computed tomography)- Scan, Magnetic Resonance Imaging

(MRI) atau pemeriksaan  ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji

apakah sudah ada metastase.

8. Endoskopi (sigmoidoscopy atau Colonoskophy) adalah test diagnostic

utamadigunakan untuk mendeteksi dan melihat tumor. Sekalian

dilakukan biopsy jaringan.Pemeriksaan endoskopi dari kolonoskopi

direkomendasikan untuk mengetahui lokasi dan biopsy lesi pada

klien dengan perdarahan rectum.

Pengamatan saluran cerna dilakukan dengan pemeriksaan barium enema

atau kolonoskopi serat lentur. Pemeriksaan kolonoskopi merupakan

pilihan dan cara membuat diagnosis kanker kolorektal yang akurat.

Dengan pemeriksaan kolonoskopi dapat dilakukan biopsi untuk

memastikan ada tidaknya suatu kanker. Dapat pula dilakukan polipektomi

pada polipsinkronos jinak, karena sinkronos polip jinak.

Kolonoskopi Versus Barium Enema

Kemampuan kolonoskopi lebih baik dibandingkan pemeriksaan barium

enema kontras ganda. Kemampuannya mendeteksi polip berukuran > 7

mm. Kemampuan kombinasi pemeriksaan barium enema dan

sigmoidoskopi pada kasus perdarahan saluran cerna bawah lebih baik

daripada pemeriksaan kolonoskopi terutama untuk mendiagnosis

kelainan jinak seperti divertikel, tetapi kolonoskopi tetap lebih sensitif dan

spesifik untuk mendiagnosis neoplasma.

 

CT Scan

Klien kanker kolorektal tanpa komplikasi tidak memerlukan pemeriksaan

CT Scan rutin. Pemeriksaan CT Scan pada kanker rectum lanjut sangat

akurat untuk menilai adanya invasi ke jaringan sekitarnya.

Kemampuannya sangat terbatas untuk mendeteksi lesi primer kecil. USG

efektif untuk menampilkan lapisan dinding rectum dan kemampuan untuk

mengamati kelenjar limfe serta untuk menilai metastase di hati.

Endosonografi

Stadium kanker kolorektal mencerminkan derajat penyebaran penyakit.

Pada dasarnya stadium penyakit terbagi atas tiga komponen yaitu: invasi

lokal, penyebaran ke kelenjar getah bening dan metastasis ke lain organ.

Metastase pada kelenjar getah bening dapat juga dilihat dengan EUS.

Namun EUS sulit untuk membedakan sebab pembesaran kelenjar apakah

disebabkan peradangan atau suatu proses metastasis. EUS pada

metastasis kelenjar getah bening tampak lebih hipoechoik di daerah

jaringan parirektal.

I.4.1. Penatalaksanaan Medik

Keberhasilan pengobatan kanker kolorektal ditentukan oleh stadium saat

diagnosis dibuat. Terdapat berbagai macam stadium penyakit kanker

kolorektal. Penentuan stadium sebelum tindakan operasi, khususnya

pada kanker rectum, berguna untuk menentukan strategi pengobatan

seperti pemberian khemoterapi ajuvan, pemilihan jenis operasi yang akan

dilakukan. Pemerikasaan Ro foto dada harus dikerjakan untuk

memastikan ada tidaknya proses metastasis di paru. Test fungsi hati

tidaklah terlalu diperlukan, Pemeriksaan CEA kadang-kadang diperlukan

untuk menilai keberhasilan pengobatan.

Dalam penatalaksanaan medik diberikan terapi adjuvant, mencakup

kemoterapi, terapi radiasi, dan ataupun imunoterapi. Terapi radiasi

diberikan pada periode praoperatif, intra operatif dan pascaoperatif.

Untuk tumor yang tidak di operasi atau di reseksi, radiasi digunakan

untuk menghilangkan gejala

Penatalaksanaan Medik berdasarkan stadium:

Pada stadium 0, Berupa polip di mukosa colon disebut juga dengan

precursor Ca. Penatalaksanaannya dengan pemotongan polip

(colonoskopi)

Pada stadium 1, Tumor tumbuh di mukosa usus. Penatalaksanaanny

dengan pembedahan.

Pada stadium 2, Tumor menyebar hingga lapisan muskularis mukosa (lap

Usus). Penatalaksanaanya:  pembedahan.

Pada Stadium 3, Tumor menyebar ke kelenjar getah bening.

Penatalaksanaannya: pembedahan, kemoterapi, Radiasi terapi.

Pada Stadium 4, Tumor bermetastase. Penatalaksanaannya:  kemoterapi.

I.4.2. Penatalaksanaan Keperawatan

            Perawatan Klien dengan bedah usus:

1. A.    Pra-Operatif

A. Pastikan tanda-tanda valid untuk prosedur. Ini berguna bagi

pasien dan anggota keluarga untuk memahami prosedur dan

kemungkinan risiko dan keunggulan, sebaiknya altenatif untuk

persiapan prosedur. Penandatanganan Format persetujuan

khususnya untuk prosedur  sebagai dokumentasi bahwa klien

dan keluarga setuju.

B. Kaji pemahaman klien dan keluarga tentang prosedur, klarifikasi

dan interpretasikan sesuai kebutuhan. Beri instruksi  apa yang

diharapkan selama periode post operatif, meliputi penanganan

nyeri, pemasangan selang NGT/IVFD, latihan pernafasan,

reintroduksi intake oral makanan dan cairan. Klien yang

dipersiapkan dengan baik selama praoperatif biasanya tidak

cemas dan mampu lebih baik mendukung perawatan pasca

operatif. Persiapan adekuat juga mengurangi kebutuhan

narkotik untuk analgesic dan meningkatkan pemulihan klien.

C. Pemasangan NGT. Meskipun sering dilakukan pemasangan di

kamar bedah hanya untuk pembedahan, NGT dapat dipasang

preoperative untuk membuang sekresi dan mengosongkan isi

lambung.

D. Prosedur persiapan usus. Antibiotok oral dan parenteral

sebaiknya kathartik dan enema/ ditelan dapat diberikan

preoperative untuk membersihkan usus dan mengurangi risiko

kontaminasi  peritoneal oleh isi usus selama pembedahan.

      Tujuan Perawatan pre-operatif:

                  1. Menghilangkan nyeri

                  2. Meningkatkan toleransi Aktivitas

                  3. Memberikan tindakan nutrisional

                  4. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

                  5. Menurunkan Ansietas

                  6. Mencegah Infeksi

                  7. Pendidikan Klien Pra-operatif

B. Pasca-Operatif

1.   Perawatan rutin untuk klien bedah. Monitor TTV dan intake dan

output, meliputi drainase lambung dan lainnya dari drain luka. Kaji

perdarahan dari insisi abdomen dan perineal, kolostomi, atau anus.

Evaluasi komplikasi luka yang lainya dan pertahankan integritas psikologi.

2.   Monitor bising usus dan derajat distensi abdomen. Manipulasi

pembedahan dari usus manghentikan peristaltic, menyebabkan ileus.

Adanya bising usus dan pasase flatus indikasi kembalinya peristaltic.

3.   Sediakan obat mengurangi nyeri dan pemeriksaan rasa nyaman

seperti perubahan posisi

4.  Kaji status pernafasan, sangga abdomen dengan selimut atau bantal

untuk membantu batuk

5.   Kaji posisi dan Patensi NGT, persambungan suction. Bila selang

terlipat, irigasi dengan salin steril secara hati-hati.

6.   Kaji warna, jumlah, dan bau drainase dan kolostomi (bila ada) catat

berbagai perubahan atau adanya bekuan atau perdarahan berwarna

merah terang.

7.   Hindari pemasangan temperature rectal, suppositoria atau prosedur

rectal lain sebab dapat merusak garis jahitan anal, menyebabkan

perdarahan, infeksi atau gangguan penyembuhan.

8. Pertahankan cairan intravena ketika masih dilakukan suction naso

gastric

9. Pemberian antacid, antagonis histamine 2 reseptor dan terapi antibiotic

dianjurkan. Tergantung pada prosedur yang dilakukan. Terapi antibiotic

untuk mencegah infeksi akibat kontaminasi rongga abdomen dengan isi

usus.

10. Anjurkan ambulasi untuk merangsang peristaltic

11. Mulai pengajaran dan perencanaan pulang. Konsultasikan dengan ahli

gizi untuk instruksi diet dan menu, beri penguatan pengajaran.

Tujuan Perawatan pasca-operatif:

                  1. Perawatan luka

                  2. Pendidikan klien dan pertimbangan perawatan di rumah

                  3. Citra tubuh positif

                  4. Pemantauan dan penatalaksanaan Komplikasi

BAB II. ASUHAN KEPERAWATAN

DIVERSI FEKAL :

PERAWATAN PASCA OPERASI ILEOSTOMI DAN KOLOSTOMI

Ileostomi adalah lubang pada ileum untuk tujuan pengobatan ulseratif

regional dan ulseratif dan pengalihan isi usus pada kanker kolon, polip

dan trauma. Biasanya permanent.

Kolostomi adalah pengalihan isi kolon, yang dapat permanent atau

sementara . Kolostomi asenden, transversum dan sigmoid dapat

dilakukan. Kolostomi transversum biasanya sementara. Kolostomi sigmoid

paling umum untuk stoma permanent, biasanya dilakukan pada kanker.

Prioritas keperawatan:

1. Membantu klien dalam penilaian psikososial

2. Mendukung perawatan diri mandiri

3. Mencegah komplikasi

4. Memberikan informasi tentang prosedur/ prognosis, kebutuhan

pengobatan, potensial komplikasi, dan sumber komunity

II.1. Pengkajian

Data tergantung kepada masalah dasar, lamanya, dan beratnya

(misalnya Obstruksi, perforasi, inflamasi, kerusakan congenital)

II.1.1  Riwayat Kesehatan Dahulu

            Memiliki riwayat penyakit kolitis ulseratif atau poliposis familial.

Memilki kebiasaan makan karbohidrat murni dan rendah serat. Polip

Benigna, Polip Kolorektal, Polip Adematosa atau adenoma Villus. Riwayat

kanker di bagian tubuh yang lain.

II.1.2  Riwayat Kesehatan Sekarang

Data tergantung kepada masalah dasar, lamanya, dan beratnya

(misalnya Obstruksi, perforasi, inflamasi, kerusakan congenital)

1. Kaji keadekuatan penanganan nyeri (lokasi, intensitas, dan

karakteristik nyeri). Tanyakan Skala nyeri dalam rentang 0-10.

2. Kaji efektifitas penanganan nyeri ½ jam setelah pemberian obat

3. Kaji luka dan tanda-tanda peradangan atau bengkak

4. Kaji distensi abdomen, tenderness dan bising usus

5. Kaji Aktivitas klien meliputi: kelemahan atau keletihan, perubahan

pola istirahat, adanya factor-faktor yang mempengaruhi tidur

misalnya, ansietas, keringat malam dan nyeri. Pekerjaan/profesi

dengan pemajanan karsinogen lingkungan, dan tingkat stress tinggi.

6. Kaji sirkulasi atau perubahan pada Tekanan darah

7. Kaji pola eliminasi klien misalnya: perubahan pola defekasi (darah

pada feses, nyeri pada defekasi), Perubahan urinarius (nyeri,

hematuria, poliuria), lihat tanda perubahan bising usus dan distensi

abdomen.

8. Kaji Status nutrisi (kebiasaan diet buruk: rendah stinggi lemak, aditif,

bahan pengawet, adanya anoreksia, mual/muntah dan perubahan

pada berat Badan

9. Kaji pola Pernafasan

10. Kaji tingkat keamanan Klien

11. Kaji seksualitas dan interaksi social.

II.1.3  Riwayat Kesehatan Keluarga

               Riwayat keluarga dengan Ca kolorektal, atau riwayat keluarga

dengan penyakit kolitis ulseratif, poliposis familial, Polip Benigna, Polip

Kolorektal, Polip Adematosa atau adenoma Villus.

II.2. Perumusan Diagnosa

1. Risiko tinggi terhadap Kerusakan Integritas Kulit

Faktor Risiko meliputi: Tidak ada sfingter stoma, Karakteristik/aliran feses

dan flatus dari stoma, Reaksi produk/kimia: pemakaian/ pengangkatan

adesif tidak tepat.( jika tanda dan gejala ada diagnosa menjadi aktual)

1. Gangguan Citra Tubuh.   dihubungkan dengan:

Biofisikal: adanya stoma; kehilangan kontrol usus eliminasi.

Psikososial: Gangguan struktur tubuh

Proses penyakit dan berhubungan dengan program pengobatan

(misalnya: kanker)

DS:            menyatakan perubahan citra diri, takut penolakan/ reaksi

orang lain, perasaan negatif tentang tubuh.

DO:           perubahn aktual pada struktur dan atau fungsi

Tidak menyentuh atau melihat stoma, menolak untuk berpartisipasi

dalam perawatan

1. Nyeri Akut. dihubungkan dengan:

Faktor Fisik (kerusakan kulit dan jaringan),

Faktor Biologis (aktifitas proses penyakit, misalnya: Kanker)

Faktor Psikologis (misalnya: Takut, Ansietas)

 

DS:      menyatakan nyeri

DO:

kerusakan kulit dan jaringan, aktifitas proses penyakit, misalnya: Kanker,

Takut, Ansietas.

1. Kerusakan Integritas Kulit/ jaringan: actual

Dihubungkan dengan:

Invasi struktur tubuh (reseksi perineal)

Tertahannya Sekresi/ drainase)

Gangguan sirkulasi, edema dan malnutrisi

DS:            menyatakan adanya edema

DO:

reseksi perineal, Tertahannya Sekresi/ drainase,Gangguan sirkulasi,

edema dan malnutrisi

1. Risiko tinggi terhadap kekurangan Volume cairan

Factor Risiko meliputi:

Kehilangan yang berlebihan melalui jalan normal misalnya: muntah

praoperasi dan diare Kehilangan melalui jalan abnormal misalnya:

selang NG/Usus, selang drainase luka perineal

Keluaran Ileostomi dengan Volume tinggi

Pembatasan masukan secara medik

gangguan absorbsi cairan misalnya kehilangan funsi kolon

DS:            jika ada keluhan tanda-tanda dan gejala membuat diagnosa

aktual

DO:           Jika ada tanda dan gejal diagnosa menjadi aktual.

1. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh

Faktor Risiko meliputi:

Anoreksia Lama/ gangguan masukan saat pra operasi

Status Hipermetabolik

Adanya diare

Pembatasan bulk dan makanan mengandung sisa

DS:            jika ada tanda-tanda dan gejala diare, anoreksia

DO:           jika ada tanda dan gejala menjadi aktual

1. Gangguan Pola Tidur

Dihubungkan dengan:

Factor eksternal: perawatan ostomi, flatus berlebihan/fese ostomi

Faktor internal: stress psikologik, takut kebocoran kantung stoma

DS:            pernyataan kurang tidur, dan merasa kurang segar atau tidak

segar setelah bangun tidur

DO:           adanya perubahan perilaku seperti; mudah marah,

gelisah/letargik.

1. Risiko tinggi terhadap Konstipasi /diare

Faktor Risiko meliputi:

Penempatan ostomi pada kolon sigmoid atau desenden

Ketidakadekuatan masukan diet/ cairan

(jika ada tanda dan gejala serta keluhan maka diagnosa menjadi aktual)

1. Risiko tinggi terhadap Disfungsi   Seksual

Faktor Risiko meliputi:

Perubahan fungsi tubuh

Kerentanan/ masalah psikologi

Gangguan pola respon seksual.

(jika ada tanda dan gejala serta keluhan maka diagnosa menjadi aktual)

II.3  Intervensi

1.   Risiko tinggi terhadap Kerusakan Integritas Kulit

Kritesia hasil yang diharapkan: Klien akan:

Mempertahankan integritas kulit

Mengidentifikasi factor Risiko individu.

Menunjukan perilaku/ teknik peningkatan penyembuhan / mencegah

kerusakan kulit.

Intervensi:Mandiri

1. Lihat stoma/ area kulit periostomal pada tiap penggantian kantong.

Bersihkan dengan air dan keringkan. Catat iritasi, kemerahan (warna

gelap, kebiru-biruan), kemerahan.

2. Ukur stoma secara periodic, misalnya: tiap perubahan kantong

selama 6 minggu  pertama, kemudian 1 kali sebulan selama 6 bulan

3. Yakinkan bahwa lubang pada bagian belakang kantung berperekat

sedikitnya lebih besar 1/8 ukuran stoma dengan perekat adekuat

menempel pada kantung.

4. Berikan pelindung kulit yang efektif misalnya: Wafer stomahesive,

karaya gum, Reliaseal (Davol) atau produk semacamnya.

5. Kosongkan , irigasi, dan bersih

6. Sokong kulit sekitar bila mengangkat kantong dengan perlahan.

Lakukan pengangkatan kantong sesuai indikasi, kemudian cuci

dengan baik.

7. Selidiki keluhan rasa terbakar / gatal / melepuh disekitar stoma

8. evaluasi produk perekat dan kecocokan kantung secara terus-

menerus.hkan kantong ostomi dengan rutin, gunakan alat yang

tepat.

 

 

 

 

Intervensi Kolaborasi:

1. Konsul dengan ahli terapi/enterostomal

Rasional: Mambantu pemilihan produk yang tepat untuk kebutuhan

penyembuhan klien, termasuk tipe ostomi, status fisik / mental dan

sumber financial

1. Berikan sprei aerosol kortikosteroid dan bedak nistatin sesuai

indikasi.

Rasional: Membantu penyembuhan bila terjadi iritasi periostomal/ infeksi

jamur. Catatan:Produk ini mempunyai efek samping yang besar dan harus

digunakan dengan jumlah sedikit saja.

2. Gangguan Citra Tubuh

   Kriteria hasil:

1. menyatakan penerimaan diri sesuai situasi

2. Perubahan kedalam konsep diri tanpa harga diri rendah

3. menunjukkan penerimaan dengan melihat/ menyentuh stoma dan

berpartisipasi dalam perawatan diri

4. Menyatakan perasaan tentang stoma/ penyakit: mulai menerima

situasi secara konstruktif.

Intervensi Mandiri:

1. Pastikan apakah konseling dilakukan bila mungkin dan/ atau ostomi

perlu didiskusikan

2. Dorong klien untuk menyatakan perasaan tentang ostomi. Akui

kenormalan perasaan marah, depresi dan kehilangn.

3. Kaji ulang alas an untuk pembedahan dan harapan masa yang akan

dating

4. Catat perilaku menarik diri . peningkatan ketergantungan ,

manipulasi atau tidak terlibat pada perawatan

5. berikan kesempatan pada klien untuk memandang dan menyentuh

stoma, gunakan kesempatan untuk memberikan tanda positiftentang

penyembuhan. Penampialan normal dan sebagainya. Ingatkan klien

bahwa penerimaan memerlukan waktu, baik secara fisik dan emosi

6. Berikan Kesempatan pada klien untuk menerima ostomi melalui

partisipasi pada perawatan diri.

7. Rencanakan / jadwalkan aktivitas perawatan dengan klien.

8. Pertahankan Pendekatan positif selama aktifitas perawatan. Hindari

ekspresi menghina atau reaksi berubah mendadak. Jangan

perlihatkan rasa marah secara pribadi

9. Diskusikan Kemungkinan kontak dengan pengunjung ostomi dan

buat perjanjian untuk kunjungan bila diperlukan

3. Nyeri Akut

Kriteria Hasil:

1. Menyatakan nyeri hilang/ terkontrol

2. Menunjukkan nyeri hilang, mampu tidur/ istirahat dengan tepat

3. Menunjukkan penggunaan, keterampilan relaksasi dan kenyamanan

umum sesuai indikasi situasi individu.

Intervensi Mandiri:

1. Kaji nyeri , catat lokasi, karakteristik, intensitas (skala 0-10)

2. Dorong klien menyatakan masalah. Mendengarkan dengan aktif

pada masalah ini  dan memberikan dukungan dengan penerimaan ,

mengingat klien dan memberikan informasi yang tepat

3. Berikan tindakan kenyamanan misalnya perawatan mulut, pijatan

punggung, ubah posisi. Yakinkan klien bahwa perubahan posisi tidak

akan mencedrai stoma.

4. Dorong penggunaan tekhink relaksasi misanya membimbing

imajinasi, visualisasi. Berikan aktifitas senggang.

5. Bantu melakukan latihan rentang gerak dan dorong ambulasi dini .

Hindari posisi duduk lama.

6. Selidiki dan laporkan adanya kekakuan otot abdominal , kehati-

hatian yang tidak disengaja dan nyeri tekan.

Intervensi Kolaborasi:

1. Berikan obat sesuai indikasi misalnya Narkotik, analgesic, Analgesi

dikontrol klien (ADP) untuk menurunkan nyeri, meningkatkan

kenyamanan , khususnya setelah perbaikan AP.

2. Berikan Rendam duduk untuk menurunkan ketidaknyamanan local,

menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan luka perineal.

3. Lakukan / pantau efek unit TENS sebab perangsangan kutaneus

dapat digunakan untuk menghambat transmisi rangsangan nyeri.

4. Kerusakan Integritas kulit/jaringan: aktual

Kriteia Hasil:

Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu dan bebas tanda infeksi

Intervensi Mandiri:

1. Observasi luka, catat karakteristik drainase sebab perdarahan pasca

operasi paling sering terjadi selama 48 jam pertama, dimana infeksi

dapat terjadi kapan saja. Tergantung pada tipe penutupan luka.

Penyembuhan sempurna memerlukan waktu 6-8 bulan.

2. Ganti balutan sesuai kebutuhan, gunakan teknik Aseptik sebab

sejumlah besar drainase serosa harus diganti sesering mungkin

untuk menurunkan iritasi kulit dan potensial infeksi.

3. Dorong posisi miringdengan kepala tinggi. Hindari duduk lama.

Tujuannya untuk meningkatkan drainase dari luka perineal/ drain

menurunkan risiko pengumpulan. Duduk lama meningkatkan

tekanan perineal, menurunkan sirkulasi ke luka dan dapat

memperlambat penyembuhan.

Intervensi Kolaborasi:

1. Irigasi luka sesuai indikasi, gunakan cairan garam fisiologis, larutan

hydrogen peroksida/larutan Antibiotik. Cairan ini diperlukan untuk

mengobati inflamasi / infeksi praoperasi atau kontaminasi

intraoperasi

2. Berikan Rendam duduk untuk meningkatkan kebersihan dan

mempermudah penyembuhan khususnya setelah tampon diangkat

(biasanya 3-5 hari)

5. Risiko tinggi terhadap Kekurangan Volume cairan

Kriteria Hasil:

Mempertahankan hidrasi adekuat dengan bukti membrane mukosa

lembab, turgor kulit baik, dan pengisian kapiler baik, tanda-tanda vital

stabil dan secara individual mengeluarkan urin dengan tepat

Intervensi Mandiri:

1. awasi masukan dan keluaran dengan cermat, ukur feses cair.

Timbang berat badan setiap hari

2. Awasi tanda-tanda vital, catat hipotensi postural, takikardi. Evaluasi

turgor kulit, pengisisan kapiler, dan membrane mukosa.

3. Batasi masukan es batu selama periode intubasi gaster

Intervensi Kolaborasi:

1. Awasi hasil laboratorium misalnya (Ht dan elektrolit)

2. Berikan cairan IV dan elektrolit sesuai indikasi.

6. Risiko tinggi terhadap perubahan Nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh.

Kriteria Hasil:

1. Mempertahankan Berat Badan / menunjukkan peningkatan berat

badan bertahap sesuai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan

bvebas tanda malnutrisi.

2. Merencanakan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi/ membatasi

gangguan GI

Intervensi Mandiri

1. Lakukan pengkajian Nutrisi dengan seksama

2. Auskultasi bising usus

3. Mulai dengan makan cairan berlahan.

4. Identifikasi bau yang ditimbulakan oleh makanan dan sementara

batasi diet. Secara bertahap kenalkan kembali satu makanan pada

saat makan

5. Anjurkan klien meningkatkan penggunaan yogurt dan mentega susu

agar dapat membantu menurunkan pembanetukan bau.

6. Berikan latihan kewaspadaan ileostomi pada buah prem, strawberry,

anggur, pisang, keluarga kol, kacang-kacangan, kurma, hindari

produk berserat. Contohnya kacang-kacangan sebab produk ini

meningkatkan feses ileum. Pencernaan selulosa memerlukan bakteri

kolon yang tidak ada lagi karena direseksi.

7. Diskusikan meknaisme menelan udara sebagai factor pembentukan

flatus dan beberapa cara agar klien mengontrol latihan.

Intervensi Kolaborasi:

1. Konsul dengan ahli diet

2. Tingkatkan diet dari cairan sampai makanan rendah residu bila

masukan oral dimulai

3. Berikan makanan enteral/ parenteral bila diindikasikan.

7. Gangguan Pola Tidur

Kriteria Hasil:

1. Tidur/ sititahat diantara gangguan

2. Melaporkan peningkatan rasa sehat dan merasa dapat istirahat.

Intervensi:Mandiri:

1. Jelaskan perlunya pengawasan fungsi usus dalam periode pasca

operasi awal

2. berikan system kantong adekuat. Kosongkan kantung sebelum tidur

3. Batasi masukan yang mengandung kafein

4. Dukung kebiasaan ritual sebelum tidur

Intervensi Kolaborasi:

1. Tentukan pesnyebab terlalu banyak flatus atau feses

2. Berikan anlgesik, sedative saat tidur sesuai indikasi.

 

8. Risiko tinggi terhadap konstipasi/diare

Kriteia Hasil:

Membuat pola eliminasi sesuai kebutuhan fisik dan gaya hidup dengan

ketapatan jumlah dan konsistensi

Intervensi Mandiri:

1. Pastikan kebiasaan defekasi klien dan gaya hidup sebelumnya

2. Selidiki perlambatan awitan/ tidak adanya keluaran.

3. Auskultasi Bising usus

4. Informasikan klien bahwa pada awalnya keluaran akan cair.

5. Tinaju ulang pola diet dan jumlah/ tipe masukan cairan

6. tinjau ulang fisiologi kolon dan diskusikan penatalaksanaan ostomi

sigmoid bila tepat.

7. Demonstrasikan penggunaan alat irigasi untuk menginjeksikan salin

normal per protocol sampai pengurangan didapatkan

8. Instruksikan klien dalam penggunaan kantung ujung tertutup atau

lempengan, balutan bila irigasi berhasil dan keluaran kolostomi

sigmoid menjadi dapat lebih diatasi dengan pengeluaran setiap 24

jam.

Intervensi Kolaborasi: Berikan unit TENS bila diindikasikan.

9. Risiko tinggi terhadap disfungsi seksual

Kriteria Hasil:

1. Mengungkapkan pemahaman hubungan kondisi fisik pada masalah

seksual

2. Mengidentifikasikan kepuasan/ penerimaan praktik seksual dan

menggali pilihan metoda

3. Melakuakn kembali hubungan seksual dengan tepat

Intervensi Mandiri:

1. Tentukan hubungan seksual klien sebelum sakit, dan atau setelah

pembedahan dan apakah mereka mengantisipasi masalah berkaitan

dengan adanya ostomi

2. Tinjau ulang klien dengan fungsi seksual dalam hubungannya

dengan situasi masing-masing.

3. Tegaskan informasi yang diberikan dokter. Anjurkan bertanya.

berikan informasi tambahan sesuai kebutuhan.

4. Diskusikan penatalaksanaan kembali aktivitas seksual pada saat

pulang, mulai dengan perlahan dan bertahap. Libatkan metoda

pengganti stimulasi bila tepat.

5. Anjurkan dialog diantara pasangan

6. Anjurkan menggunakan penutup kantung. Pakaian tidur.

7. Tekankan kesadaran tentang factor yang dapat mengalihkan

pandangan (misalnya: bau tak sedap dan kebocoran kantung)

8. Anjurkan penggunaan rasa humor

9. Berikan informasi tentang keluarga berencana dengan tepat dan

tekankan bahwa impotent bukan berarti steril.

Intervensi Kolaborasi:

1. Atur pertemuan dengan pengunjung ostomi bila tepat

2. Rujuk pada konseling/ terapi seks bila ada.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

 

Geissler Doenges moorhouse, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan,

Jakarta: EGC.

Harahap Ikhsanudiddin Ahmad, 2004. Perawatan Pasien dengan kolostomi

pada penderita kanker Kolorektal. http// http://www.library.usu.ac.id

Brunner & Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah Volume 2. Jakarta: EGC

Heriady Yusuf, dr SpB, SpBOnk. Artikel Kanker Usus Besar dan Rektum.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI), 2004. Gaya hidup penyebab kolorektal.

http//www.keluargasehat.com

Waspodo Agus, dr. SpPD.KGEH. 2006. Artikel Kanker Kolorektal. e-

[email protected].  Jakarta Barat: Dharmais cancer hospital