Askep Apendisitis Fix_2007.doc
-
Upload
aulianoorfaizah -
Category
Documents
-
view
231 -
download
70
Transcript of Askep Apendisitis Fix_2007.doc
MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM
PENCERNAAN“APENDISITIS”
Disusun untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Gawat Darurat Dan Kritis
Disusun oleh :
Kelompok 2
(A12.1)
1. Viniarni Realita Ayukusuma (22020112120007)
2. Fanny Shofiyatul Izzah (22020112130034)
3. Agnes Yovita Prisca Rahayu (22020112130040)
4. Lilik Fauziah (22020112130052)
5. Nindhita Setyaningrum (22020112130053)
6. Annas Anshori (22020112140120)
JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG, 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sistem pencernaan pada manusia terdiri dari saluran gastrointestinal, meliputi
mulut, esofagus, lambung dan usus sampai anus. Fungsi utama sistem pencernaan adalah
menyediakan makanan, air dan elektrolit bagi tubuh dari nutrien yang dicerna sampai
siap untuk diserap tubuh (Sloane, 2004). Pertemuan usus halus dan usus besar terletak di
bawah kanan duodenum. Pada tempat ini terdapat apendiks veriformis. Apendiks ini
dapat mengalami gannguan inflamasi akut, yang biasa disebut dengan apendisitis.
Apendisitis merupakan peradangan pada Apendiks yang berbahaya jika tidak
ditangani dengan segera di mana terjadi infeksi berat yang bisa menyebabkan pecahnya
lumen usus (Williams & Wilkins, 2011 dalam Meliala, 2011). Apendisitis dapat terjadi
pada semua usia. Meskipun bisa terjadi pada semua usia, lebih sering terjadi antara usia
10 dan 30 tahun (Brunner&Suddarth’s, 2008). Angka kejadian apendisitis cukup tinggi
di dunia. Menurut Lubis (2008), setiap tahun apendisitis menyerang 10 juta penduduk
Indonesia dan saat ini morbiditas angka apendisitis di Indonesia mencapai 95 per 1000
penduduk dan angka ini merupakan tertinggi di antara negara-negara di Association of
South East Asia Nation (ASEAN) (Indri, 2014).
Gejala klinis dari apendisitis adalah nyeri kuadran bawah dan disertai demam
ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Apendisitis juga mempunyai
komplikasi. Komplikasi utama pada apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat
berkembang menjadi peritonitis atau abses (Smeltzer, 2001). Untuk menangani gejala
dan mencegah komplikasi tersebut, maka diperlukan penatalaksanaan yang tepat pada
pasien dengan apendisitis.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui konsep teori, masalah keperawatan dan asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit apendisitis
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian apendisitis
b. Mengetahui etiologi apendisitis
c. Mengetahui manifestasi klinis apendisitis
d. Mengetahui klasifikasi apendisitis
e. Mengetahui patofisiologi apendisitis
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang apendisitis
g. Mengetahui penatalaksanaan pasien dengan apendisitis
h. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan apendisitis
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Usus buntu adalah bagain kecil, seperti jari yang melekat pada sekum tepat di
bawah katup ileosekal. Karena proses pengosongan ke dalam usus besar tidak efisien dan
lumen yang kecil, maka rentan untuk terhambat dan rentan terhadap infeksi (apendisitis).
Usus buntu yang terhalang dapat menjadi radang dan edema dan akhirnya terisi dengan
nanah. Ini adalah yang paling penyebab umum dari peradangan akut pada kuadran kanan
bawah dari rongga perut (Brunner&Suddarth’s, 2008).
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks (ujung seperti jari-jari
kecil sepanjang kurang lebih 10 cm, melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal),
disebabkan oleh bakteri, dicetuskan oleh sumbatan lumen seperti fekalit, tumor appendiks
dan cacing askaris (UNIMUS).
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut
adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga
abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001 dalam
Docstoc, 2010). Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing (MN
Hasya, 2012).
B. Etiologi
Berbagai hal dapat berperan sebagai faktor pencetus apendisitis. Sumbatan lumen
apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia
jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi
mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004
dalam USU).
Apendisitis adalah infeksi dari bakteri. Hal yang berperan sebagai penyebabnya
adalah obstruksi lumen apendiks sebagai faktor presipitasi, kebiasaan makan-makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi, erosi mukosa apendiks karena parasit
(Sjamsuhidayat, 2004 dalam UNIMUS).
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah
serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan
tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah
timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004 dalam USU).
C. Manifestasi klinis
Menurut Diane C. Baughman (2000), tanda dan gejala apendisitis yaitu :
1. Demam derajat rendah (Pireksia)
2. Takikardia
3. Mual
4. Muntah
5. Nyeri kuadran bawah (nyeri abdomen periumbilikal)
Gambar 1. Periumbilical Region
Sumber : http://google.com
6. Lokalisasi nyeri menuju fosa iliaka kanan.
7. Pada titik McBurney terdapat nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku
dari bagian bawah otot rektus kanan. Letak titik McBurney adalah 1/3 lateral garis
imajiner yang menghubungkan Spina Iliaka Anterior Superior (SIAS) dan umbilikus.
Gambar 2. Titik McBurney
Sumber : http://www.surgicalcore.org
Gambar 3. Letak Titik McBurney
Sumber :Noor, Budhi Arifin., Dion Ade Putra., Dkk. 2011. Penatalaksanaan
Apendisitis Departemen Ilmu Bedah FKUI/RSCM Jakarta. Diakses dari
http://generalsurgery-fkui.blogspot.com
8. Nyeri alih mungkin saja ada, letak apekdiks mengakibatkan sejumlah nyeri tekan,
spasme otot dan konstipasi atau diare kambuhan.
9. Tanda Rovsing (dapat diketahui dengan melakukan palpasi kuadran kanan bawah,
yang menyebabkan nyeri pada kuadran kiri bawah).
10. Jika terjadi ruptur apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar, terjadi distensi
abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.
D. Klasifikasi
Apendisitis dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut merupakan keadaan akut abdomen yang memerlukan
pembedahan segera untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk jika telah terjadi
perforasi, maka komplikasi dapat terjadi seperti peritonitis umum, terjadinya abses
dan komplikasi pasca operasi seperti fistula dan infeksi luka operasi (Jaffe & Berger,
2005).Gejala khas pada apendisitis akut yaitu :
a. Radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritonium lokal.
b. Nyerisamar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium
disekitar umbilikus.
c. Mual dan muntah.
d. Nafsu makan menurun.
e. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindahke titik McBurney.
f. Bila dilakukan penekanan kemudian dilepaskan pada titik McBurney maka pasien
apendisitis akut akan merasa sangat nyeri.
g. Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknyasehingga merupakan nyeri
somatik setempat.
h. Kadang tidak ada nyeri epigastrum, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita
seperti memerlukan obat pencahar.
Klasifikasi apendisitis akut :
a. Apendisitis akut simple
Peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa. Gejalanya yaitu :
1) Nyeri di daerah umbilikus
2) Mual
3) Muntah
4) Anoreksia
5) Malaise
6) Demam ringan.
b. Apendisitis supuratif
Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di
titik McBurney, defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
c. Apendisitis akut gangrenosa
Didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami gangren pada bagian
tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman.
1) Apendisitis infiltrate
Apendisitis infiltrate merupakan proses radang apendiks yang
penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, seum, kolon dan
peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat
satu dengan yang lainnya.
2) Apendisitis abses
Terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah.
3) Apendisitis perforasi
Merupakan pecahnya apendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus
masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum.
2. Apendisitis kronis
Apendisitis kronis merupakan nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu
atau terjadi secara menahun. Prevalensi hanya 1-5%. Diagnosis apendisitis kronis sulit
ditegakkan. Patologi anatomi digunakan untuk menegakkan apendisitis kronis karena
diagnosis sebelum operasi sangat sulit ditetapkan (Smink & Soybel, 2005). Diagnosis
apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya :
a. Riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu
b. radang kronik apendikssecara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria
mikroskopik apendisitis kronikadalah :
1) Fibrosis menyeluruh dinding apendiks
2) Sumbatan parsial atau total lumen apendiks
3) Adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa
4) Adanyasel inflamasi kronik.
E. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut
semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis
bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan inidisebut apendisitis supuratif
akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan
pembuluh darah (Mansjoer, 2000).
F. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat
berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai
32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi
24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,0C atau lebih
tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu
(Smeltzer C.Suzanne, 2002).
G. Pemeriksaan penunjang
1. Uji psoas dan uji obturator
Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks yang
meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor lewat
hiperekstensi sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks
yang meradang menempel pada m.psoas mayor, maka tindakan tersebut akan
menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan
andorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang
kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka
tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis
pelvika (Akhyar Yayan, 2008 ).
2. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%. Sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat.
3. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan
ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi
pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian
menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami
inflamasi serta pelebaran sekum.
H. Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan.
Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas
fisik sampai pembedahan dilakukan ( akhyar yayan,2008 ). Analgetik dapat diberikan
setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks)
dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat
dilakukan dibawah anestesi umum umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan
cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Bila
apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah. Pada
penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu.
Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi
masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik
pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak
(Smeltzer C. Suzanne, 2002).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
APENDISITIS
Kasus
Seorang wanita 30 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut sekitar pusar
sampai bagian kanan bawah sejak dua hari yang lalu dan bertambah parah mulai semalam.
Pasien terlihat gelisah, menahan nyeri dan memegang perutnya. Pasien mengatakan nyeri
seperti ditusuk tusuk dan meningkat ketika bergerak atau berjalan. Pasien terlihat berkeringat
dingin dan pucat serta mengeluh mual dan muntah. Tekanan darah 112/68 mmHg, frekuensi
nadi 114x/menit, frekuensi nafas 24x/menit, dan suhu 38,80C.
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
a. Airways
Pada airway yang perlu dikaji lebih lanjut yaitu apakah klien terdapat suara
tambahan atau tidak, apakah ada sumbatan/tidak.
b. Breathing
Nafas klien cepat dengan RR 24 kali per menit, yang perlu dikaji lebih lanjut
yaitu apakah pengembangan dada simetris/tidak,apakah ada retraksi dinding dada
c. Circulation
Klien mengalami takikardia dengan HR 114 x/menit, Tekanan darah klien 112/68
mmHg
d. Disability
Klien terlihat gelisah, menahan nyeri dan memegang perutnya
e. Exposure
Pada exposure yang perlu dikaji lebih lanjut yaitu apakah klien terdapat trauma
atau jejas pada tubuhnya
2. Pengkajian Sekunder
a. Identitas klien
Nama : Ny. A
Tempat/tanggal lahir : -
Usia : 30 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Diagnosis medis : -
b. Keluhan Utama
Ny. A datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut sekitar pusar sampai bagian
kanan bawah
c. Riwayat penyakit
1) Riwayat penyakit sekarang
a) Klien masuk IGD pada tanggal 3 November 2014
b) Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk tusuk dan meningkat ketika
bergerak atau berjalan
d. Riwayat penyakit dahulu
Perlu dikaji lebih lanjut mengenai apakah klien memiliki riwayat penyakit yang
serius.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu dikaji lebih lanjut mengenai keluarga klien apakah memiliki penyakit
keturunan.
Genogram
Ket:
= Laki-laki meninggal
= Wanita meninggal
= Laki-laki
= Wanita
= Klien
f. Pengkajian Kebutuhan Dasar Manusia
1) Pola aman nyaman
Saat dikaji :
P : Perlu dikaji lebih lanjut mengenai apakah terdapat radang mendadak
yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang
peritoneum lokal
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : Nyeri perut sekitar pusar sampai bagian kanan bawah
S : Perlu dikaji pada klien apendisitis akut biasanya skala nyeri pada
pasien ulkus peptikum bervariasi pada rentang 7-9 (nyeri berat sampai nyeri
tak tertahankan)
T : dua hari yang lalu dan bertambah parah sejak semalam
2) Pola oksigenasi
Saat dikaji : Napas klien cepat dan dangkal dengan RR 24x/menit, klien
terlihat pucat dan berkeringat dingin
3) Pola nutrisi
Saat dikaji : klien mengeluh mual dan muntah
4) Pola eliminasi
Saat dikaji : perlu dikaji lebih lanjut apakah klien terjadi konstipasi pada
awitan, distensi abdomen, nyeri tekan atau lepas
5) Pola aktivitas dan latihan
Saat dikaji : Perlu dikaji lebih lanjut apakah klien tidak dapat beraktivitas
sehari-hari / malaise.
6) Pola istirahat tidur
Saat dikaji : Perlu dikaji lebih lanjut mengenai apakah klien dapat tidur
dengan nyenyak atau beristirahat.
7) Pola personal hygiene
Saat dikaji : Perlu dikaji lebih lanjut apakah klien dapat melakukan mandi,
berpakaian sendiri atau dibantu orang lain.
8) Pola komunikasi
Saat dikaji : perlu dikaji lebih lanjut mengenai apakah klien dapat
berkomunikasi dengan baik dengan orang lain.
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Klien mengeluh nyeri perut sekitar pusar sampai bagian kanan bawah sejak
dua hari yang lalu dan bertambah parah mulai semalam. Klien terlihat
gelisah, menahan nyeri dan memegang perutnya. Klien juga terlihat
berkeringat dingin dan pucat serta mengeluh mual dan muntah
2) Kesadaran
Tanggal/jam
pengkajian
Tingkat
kesadaran
Respon
mata
Respon
motorik
Respon
verbal
Nilai
GCS
3 Nov 2014
/11.00 WIB
Composmentis 4 5 6 16
3) TTV
Tanggal/waktu
pengkajian
TD HR RR Suhu Capillary
refill
3 Nov 2014
/11.00 WIB
112/68
mmHg
114 x/menit
24 x/menit 38,80C -
4) Kepala dan Leher
a. Kepala : mesochepal, tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat lesi
b. Rambut : lurus, distribusi merata, tidak ada ketombe
c. Mata : simetris, konjungtiva pucat
d. Hidung : tidak terdapat lesi, simetris
e. Mulut : simetris, tidak terlihat lesi, bibir klien terlihat pucat
f. Telinga : simetris, tidak terdapat lesi, tidak ada benjolan
g. Leher : simetris, tidak terdapat lesi, tidak ada benjolan
5) Jantung
Tanggal 3 November 2014
Inspeksi Iktus Cordis tak tampak
Palpasi IC teraba di ICS V bagian kiri
Perkusi Pekak
Auskultasi Tidak terdapat suara tambahan pada jantung
6) Paru
Tanggal 3 November 2014
InspeksiParu-paru simetris, sesak napas (+), Napas cepat
(+)
Palpasi Tidak terkaji
Perkusi Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi Ronkhi (-),wheezing (-), gurgling (-)
7) Abdomen
Tanggal 3 November 2014
InspeksiDatar, tidak terdapat lesi, tidak terdapat
jaringan parut & striae
Auskultasi -
PalpasiKlien merasakan nyeri tekan pada abdomen
bagian periumbilikal
Perkusi -
8) Ekstremitas
Ekstremitas atas
a) Sinistra : edema(-), akral hangat, capillary refill < 2 detik, sianosis(-).
b) Dextra : edema(-), akral hangat, capillary refill < 2 detik, sianosis(-).
Tanggal Kanan Kiri
Baal Nyeri Edema Lemas Baal Nyeri Edema lemas
3 Nov
2014
Tidak
dapat
dikaji
Tidak
dapat
dikaji
Tidak
Ada
Ada Tidak
dapat
dikaji
Tidak
dapat
dikaji
Tidak
Ada
Ada
Ekstremitas bawah
a) Sinistra : edema(-), akral hangat, capillary refill < 2 detik, sianosis(-).
b) Dextra : edema(-), akral hangat, capillary refill < 2 detik, sianosis(-).
Tanggal Kanan Kiri
Baal Nyeri Edema Lemas Baal Nyeri Edema lemas
3 Nov
2014
Tidak
dapat
dikaji
Tidak
dapat
dikaji
Tidak
Ada
Ada Tidak
dapat
dikaji
Tidak
dapat
dikaji
Tidak
Ada
Ada
h. Pemeriksaan Penunjang
Tidak terkaji
Perlu dikaji lebih lanjut dengan pemeriksaan penunjang yaitu :
a. Uji psoas dan uji obturator untuk mengetahui letak apendiks yang meradang
b. Laboratorium untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan serum, jumlah
leukosit dan neutrofil
c. Radiologi. Pemeriksaan CT Scan untuk mengetahui bagian menyilang dengan
apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta
pelebaran sekum. Pemeriksaan ultrasonografi untuk mengetahui bagian
memanjang padatempat yang terjadi inflamasi pada apendiks.
B. ANALISA DATA
No Hari/Tanggal Data Fokus Etiologi Masalah
1 Senin, 3
November 2014
pukul 11.00
WIB
DS :
- klien mengeluh nyeri
perut sekitar pusar
sampai bagian kanan
bawah sejak 2 hari
yang lalu dan
bertambah parah
mulai semalam
- pasien mengatakan
nyeri seperti ditusuk
dan menignkat
ketika berjalan atau
bergerak
DO :
- Pasien terlihat
menahan nyeri
dan memegang
perutnya
- Pasien terlihat
gelisah
- Suhu badan klien
38,8o C
- Tekanan darah
klien 112/68
mmHg
- Nadi klien 114
x/menit
- Frekuensi nafas
24 x/menit
Proses
peradangan
pada appendiks
Nyeri
2 Senin, 3
November 2014
DS : tidak terkaji
DO :
Proses
inflamasi
Hipertermi
pukul 11.00
WIB
- Pasien terlihat pucat
- Suhu badan pasien
38,8o C
- Tekanan darah klien
112/68 mmHg
- Nadi klien 114
x/menit
- Frekuensi nafas 24
x/menit
3 Senin, 3
November 2014
pukul 11.00
WIB
DS : pasien mengeluh
mual dan muntah
DO :
- Pasien terlihat
berkeringat dingin
- Pasien terlihat pucat
Pengeluaran
cairan yang
berlebihan
Resiko
kekurangan
volume cairan
4 Senin, 3
November 2014
pukul 11.00
WIB
Ds: tidak terkaji
Do :
- Pasien terlihat
pucat
- Pasien terihat
gelisah
- Pasien berkeringat
dingin
Proses
penyakit
Ansietas
C. PATHWAYS PASIEN
Batu, tumor, cacing/parasit lain, infeksi virus
Obstruksi lumen appendiks
Mukosa terbendung
Sekresi mukus terus menerus
Tekanan intra luminal
Aliran limfe terhambat
Edema, ulserasi mukosa
Konsumsi diit rendah serat
Fekalit dalam lumen
Konstipasi
Tekanan intra sekal
Sumbatan fungsional appendiks dan pertumbuhan kuman kolon
Appendiksitis
Lumen appendiks
Meradang
Proses penyakit
Nyeri
Peningkatan peristaltik mendadak
Mual muntah
Resiko kekurangan volume cairan
Peradangan pada jaringan
Kerusakan kontrol suhu terhadap inflamasi
Febris
Hipertermi
Inflamasi
Kurang pengetahuan
Ansietas
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada appendiks
2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
3. Resiko Kekurangan volume cairan berhubungan dengan Pengeluaran cairan yang
berlebihan
4. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Hari/tanggal Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi
Senin, 3
November
2014
Nyeri
berhubungan
dengan proses
peradangan
pada
appendiks
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam
pasien diharapkan menunjukkan
rasa nyeri berkurang dengan
kriteria hasil :
- Pasien tidak mengeluh nyeri
- Pasien terlihat tidak gelisah
- Pasien mampu mengontrol
nyeri dengan tehnik non
farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
- Suhu tubuh klien normal 36o-
37o C
- Tekanan darah klien 120/80
mmHg
- Nadi klien 60-100 x/menit
- Frekuensi nafas 16-24
x/menit
1. Kaji tingkat nyeri,
lokasi dan
karakteristik nyeri
2. Jelaskan pada
pasien tentang
penyebab nyeri
3. Ajarkan tehnik
nafas dalam
4. Berikan aktifitas
hiburan (ngobrol
dengan anggota
keluarga)
5. Observasi tanda-
tanda vital
6. Kolaborasi dengan
tim medis dalam
pemberian
analgetik
1. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan
merupakan indikator secara dini untuk dapat
memberikan tindakan selanjutnya
2. Informasi yang tepat dapat menurunkan tingkat
kecemasan pasien dan menambah pengetahuan pasien
tentang nyeri
3. Nafas dalam dapat menghirup oksigen secara edekuat
sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri
4. Meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan
kemampuan koping
5. Deteksi dini terhadap perkembangan kesehatan pasien
6. Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa
nyeri
Senin, 3
November
2014
Hipertermi
berhubungan
dengan proses
inflamasi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam
pasien diharapkan menunjukkan
suhu badan yang normal dengan
kriteria hasil:
- Suhu tubuh klien normal 36o-
37o C
- Tekanan darah klien 120/80
mmHg
- Nadi klien 60-100 x/menit
- Frekuensi nafas 16-24
x/menit
1. Beri kompres
hangat
2. Berikan atau
anjurkan pasien
untuk banyak
minum 1500-200
cc/hari
3. Anjurkan pasien
untuk
menggunakan
pakaian yang tipis
mudah menyerap
keringat
4. Observasi intake
dan output cairan
5. Ukur tanda-tanda
vital setiap 4 jam
sekali (suhu, nadi,
tekanan darah)
6. Kolaborasi
pemberian cairan
intravena atau obat
1. Mengurangi panas dengan pemindahan panas secara
konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan panas
secara perlahan tampa menyebabkan
hipotermi/mengigil.
2. Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat
evaporasi
3. Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah
menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan
suhu
4. Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui
keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh
5. TTV merupakan acuan dalam mengetahui keadaan
umum pasien
6. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan
suhu tubuh tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan
panas tubuh pasien.
sesuai program
Senin, 3
November
2014
Resiko
Kekurangan
volume cairan
berhubungan
dengan
Pengeluaran
cairan yang
berlebihan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam
pasien diharapkan menunjukkan
status cairan : volume cairan yang
edekuat dengan kriteria hasil :
- Klien tidak mual dan muntah
- Klien tidak terlihat keringat
dingin
1. Monitor tanda-
tanda vital
2. Kaji membrane
mukosa, kaji turgor
kulit dan pengisian
kapiler
3. Awasi masukan
dan haluaran, catat
warna
urine/konsentrasi,
berat jenis
4. Auskultasi bising
usus, catat
kelancaran flatus,
gerakan usus
5. Berikan perawatan
mulut sering
dengan perhatian
khusus pada
perlindungan bibir
6. Pertahankan
1. Tanda yang membantu mengidentifikasikan fluktuasi
volume intravaskuler
2. Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi
seluler
3. Penurunan haluaran urine pekat dan peningkatan berat
jenis diduga karena dehidrasi
4. Indikator kembalinya peristaltik dan kesiapan untuk
pemasukan per oral
5. Dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering serta
pecah-pecah
6. Selang NG biasanya dimasukkan pada pra ooperasi dan
dipertahankan pada fase segera pascaoperasi untuk
dekompensasi usus, meningkatkan istirahat usus.
7. Peritoneum berekasi terhadap infeksi dengan
menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat
menurunkan volume sirkulasi darah yang
mengakibatkan hipovoleia. Dehidrasi dapat
mengakibatkan ketidakseimbangan elektrolit
penghisapan usus
7. Kolaborasi
pemberian cairan
IV dan elektrolit
Senin, 3
November
2014
Ansietas
berhubungan
dengan proses
penyakit
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 2 x 24 jam
pasien menunjukkan penurunan
kecemasan dengan kriteria hasil:
- Pasien tidak terlihat gelisah
- Pasien tidak berkeringat
dingin
1. Evaluasi tingkat
ansietas, cata
verbal dan non
verbal pasien
2. Jelaskan dan
persiapkan untuk
tindakan prosedur
sebelum dilakukan
3. Jadwalkan istirahat
adekuat dan
periode
menghentikan tidur
4. Anjurkan keluarga
untuk menemani
pasien
1. Ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, penting pada
prosedur diagnostik dan pembedahan
2. Dapat meringankan ansietas terutama ketika
pemeriksaan tersebut melibatkan pembedahan
3. Membatasi kelemahan, menghemat energi dan
meningkatkan kemampuan koping
4. Mengurangi kecemasan pasien
BAB IV
EBP (EVIDENCE BASED PRACTICE)
A. Judul jurnal
Pengaruh Teknik Hipnoterapi terhadap Nyeri Klien Post Appendictomy di Ruang Gawat
Inap Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi
B. Keefektifan intervensi dalam jurnal
Hasil penelitian pada jurnal tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh hipnoterapi
terhadap nyeri post operasi appendictomy dengan p value = 0,000
C. Proses fisiologis
Hipnoterapi adalah metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan
perhatian klien dengan sugesti yang diberikan sehingga klien akan lupa terhadap nyeri
yang dialami. Menurut Smeltzer dan Bare (2002), hipnoterapi dapat menurunkan
persepsi nyeri pada seseorang dengan menstimulasi nyeri yang ditransmisikan ke otak.
Teknik hipnoterapi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktifitas retikuler
menghambat stimulasi nyeri, jika seseorang menerima input sensori yang berlebihan
dapat menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke otak (Tamsuri, 2006 dalam Dewi,
2013).
D. Prosedur
Nyeri yang timbul akibat post operasi appendictomy timbul saat anastesi hilang dan
pasien sulit melakukan mobilisasi. Pelaksanaan hipnoterapi dilakukan oleh hipnoterapis.
Sebelum dilakukan hipnoterapi, dilakukan persiapan dan penjelasan kepada klien.
Hipnoterapi dilakukan selama 30-60 menit agar dapat memberikan efek terapeutik.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Apendisitis merupakan peradangan pada Apendiks yang berbahaya jika tidak
ditangani dengan segera di mana terjadi infeksi berat yang bisa menyebabkan pecahnya
lumen usus (Williams & Wilkins, 2011 dalam Meliala, 2011). Apendisitis dapat terjadi
pada semua usia. Meskipun bisa terjadi pada semua usia, lebih sering terjadi antara usia 10
dan 30 tahun (Brunner&Suddarth’s, 2008). Angka kejadian apendisitis cukup tinggi di
dunia. Menurut Lubis (2008), setiap tahun apendisitis menyerang 10 juta penduduk
Indonesia dan saat ini morbiditas angka apendisitis di Indonesia mencapai 95 per 1000
penduduk dan angka ini merupakan tertinggi di antara negara-negara di Association of
South East Asia Nation (ASEAN) (Indri, 2014).
B. Saran
Sebagai perawat gawat darurat tentunya kita harus memiliki keterampilan yang
komprehensif dalam menangani pasien. Perawat juga dituntut untuk memiliki critical
thinking yang tinggi dalam menangani pasien yang sangat kompleks permasalahannya.
Selain itu, tindakan yang diberikan dalam penatalaksanaan pun harus sesuai dengan
Evidence Based Practice yang terbaru.
DAFTAR PUSTAKA
Apendisitis. Diakses dari http://repository.usu.ac.id pada tanggal 03 November 2014 pukul 14.28 WIB
Apendisitis.http://digilib.unimus.ac.id pada tanggal 03 November 2014 pukul 14.34 WIB
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku untuk Brunner dan Suddarth. Jakarta : EGC
Budhi Arifin Noor, Dion Ade Putra,. Dkk. 2011. Penatalaksanaan Apendisiti.Departemen Ilmu Bedah FKUI/RSCM Jakarta. Diakses dari http://generalsurgery-fkui.blogspot.com pada tanggal 03 November 2014 pukul 15.47 WIB
Brunner&Suddarth’s. 2008. Textbook of Medical-Surgical Nursing Twelve Edition.
Lippincott Williams & Wilkins
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8 Volume 2. Jakarta : EGC
CA, Meliala. 2011 Universitas Sumatera Utara diunduh dari repository.usu.ac.id pada 5
November 2014 pukul 00.15 WIB
digilib.unimus.ac.id diunduh pada 3 November 2014 pukul 09.14 WIB
Indri, Ummami Vanesa, Darwin Karim, Veny Elita. 2014. Hubungan Antara Nyeri,
Kecemasan dan Lingkungan dengan Kualitas Tidur pada Pasien Post Operasi
Apendisitis Volume 1 Nomor 2 JOM PSIK Universitas Riau diunduh dari
download.portalgaruda.org pada 5 November pukul 01.00 WIB
MN Hasya, 2012 diunduh dari repository.usu.ac.id pada 3 November 2014 pukul 08.30 WIB
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologis untuk Pemula. Jakarta : EGC
Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. IOWA
Intervention Project. Mosby.
Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
IOWA Intervention Project. Mosby.
NANDA. 2012. Diagnosa Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi.