ASKEP

download ASKEP

If you can't read please download the document

Transcript of ASKEP

DEFINISI Rahang atas adalah bagian dari rongga mulut., nama lainnya adalah palatum. Diatas rahang atas ada bagian yang disebut maksila, yang letaknya agak dipinggir hidung dibawah kulit pipi. Tumor ganas di rahang atas dapat berasal dari langit-langit atau palatum, bisa dari maksila, atau juga bisa dari gusi rahang atas , maupun kulit mukosa pipi atas. Secara umum penderita mengeluh adanya benjolan di dalam mulut di daerah rahang atas dibawah pipi (di dalam rongga mulut). Etiology Etiologi Although a strong correlation is established between tobacco and alcohol consumption and SCC of the oral cavity and soft palate, the relationship to hard palate cancer is not as clear. Meskipun didirikan korelasi kuat antara konsumsi tembakau dan alkohol dan SCC rongga mulut dan langit-langit lunak, hubungan dengan kanker langit-langit keras tidak begitu jelas. Reverse smoking is a specific etiologic factor for SCC of the hard palate. Reverse merokok merupakan faktor etiologi khusus untuk SCC langit-langit keras. In reverse smoking, the lit end of the cigarette is placed in the mouth so that an intense heat is generated during smoking. Dalam merokok sebaliknya, akhir menyalakan rokok yang ditempatkan di mulut sehingga suatu panas yang hebat yang dihasilkan selama merokok. Other factors, including ill-fitting dentures, poor oral hygiene, mechanical irritation, and mouthwash, are implicated in oral cavity SCC; however, the evidence is less convincing. Faktor-faktor lain, termasuk gigi palsu tidak pas, kebersihan mulut yang buruk, iritasi mekanis, dan obat kumur, yang terlibat dalam SCC rongga mulut, namun bukti kurang meyakinkan. Pathophysiology Patofisiologi A thorough history and physical examination help to assess the extent of tumor. Sejarah menyeluruh dan pemeriksaan fisik membantu untuk menilai sejauh mana tumor. SCC extension beyond the hard palate occurs in up to 70% of lesions. SCC ekstensi luar langit-langit keras terjadi di hingga 70% dari lesi. Posterior extension involves the soft palate, with possible velopharyngeal insufficiency and hypernasal speech. ekstensi posterior melibatkan langit-langit lunak, dengan insufisiensi velopharyngeal mungkin dan pidato hypernasal. Palatal hypesthesia indicates trigeminal nerve involvement in the sphenopalatine foramen or pterygopalatine fossa extension. hipestesia Palatal menunjukkan keterlibatan saraf trigeminal di foramen sphenopalatine atau perpanjangan fossa pterygopalatine. An absent corneal reflex is indicative of skull-base extension through the foramen rotundum, foramen ovale, or inferior orbital fissure. Sebuah absen refleks kornea merupakan indikasi perluasan basis tengkorak melalui foramen rotundum, foramen ovale, atau inferior orbital fissure. Dental numbness may indicate perineural invasion. Gigi mati rasa mungkin menunjukkan invasi perineural. Middle ear effusion is suggestive of nasopharyngeal extension or invasion of the tensor veli palatini muscle. efusi telinga tengah adalah sugestif perluasan nasofaring atau invasi dari otot tensor palatini Veli. Involvement of the mandibular division of the trigeminal nerve may manifest as hypesthesia along the mandible or wasting of the temporalis or masseter muscles. Keterlibatan divisi mandibula dari saraf trigeminal dapat bermanifestasi sebagai hipestesia sepanjang mandibula atau membuang dari temporalis atau otot masseter. This is indicative of infratemporal fossa involvement. Hal ini mengindikasikan keterlibatan fossa infratemporal. Trismus, malocclusion, and pain are symptoms of invasion of the pterygoid muscles. Trismus, maloklusi, dan rasa sakit adalah gejala invasi dari otot-otot pterygoid. Extension to the gingiva requires assessment. Extension untuk gingiva membutuhkan penilaian. Dental sockets provide a pathway of invasion to the alveolar process of the maxillary bone and into the maxillary sinus. soket Gigi menyediakan jalur invasi terhadap proses alveolar tulang rahang atas dan ke dalam sinus maksilaris. Nasal floor involvement may occur by direct extension through the palate. Keterlibatan lantai hidung dapat terjadi dengan ekstensi langsung melalui langit-langit. Lymph node involvement is of special concern in SCC and high-grade mucoepidermoid cancer. Keterlibatan node Limfe menjadi perhatian khusus dalam SCC dan kanker mucoepidermoid bermutu tinggi. It is rare in other salivary gland carcinomas. Hal ini jarang terjadi di lain karsinoma kelenjar ludah.

Approximately 30% of patients have cervical node metastasis at the time of presentation. Sekitar 30% dari pasien memiliki node metastasis serviks pada saat presentasi. The submandibular nodes (level I) and upper deep jugular lymph nodes (level II) are the first echelon of nodal drainage. Node submandibular (tingkat I) dan kelenjar getah bening yang mendalam atas jugularis (tingkat II) adalah eselon pertama drainase nodal. However, in tumors with posterior soft palate extension, retropharyngeal nodes may be involved. Namun, dalam tumor dengan ekstensi posterior langit-langit lunak, node retropharyngeal mungkin terlibat. Soft palate carcinomas are staged as oropharyngeal cancers according to the American Joint Committee on Cancer (see Staging ). karsinoma langit-langit lunak yang dipentaskan sebagai kanker orofaringeal menurut American Joint Committee Kanker (lihat Staging ). Almost half of patients present with extension of the tumor beyond the soft palate. Hampir setengah dari pasien datang dengan ekstensi dari tumor di luar langit-langit lunak. Common sites of extension include the tonsils, retromolar trigone, inferior or superior alveolar process, hard palate, and base of tongue. situs umum perpanjangan termasuk amandel, trigone retromolar, inferior atau proses alveolar superior, langitlangit keras, dan dasar lidah. Extension into the sphenopalatine foramen may result in palatal hypostasis. Ekstensi ke foramen sphenopalatine dapat mengakibatkan hypostasis palatal. In extensive lesions extending into the nasopharynx, middle ear effusion is common. Dalam lesi ekstensif meluas ke nasofaring, efusi telinga tengah adalah umum. The tumor may extend anterosuperiorly into the pterygomaxillary and infratemporal fossa. Tumor dapat memperpanjang anterosuperiorly ke dalam fosa pterygomaxillary dan infratemporal. MANIFESTASI KLINIS Secara umum penderita mengeluh adanya benjolan di dalam mulut di daerah rahang atas dibawah pipi (di dalam rongga mulut). Bila tumor berasal dari bagian lapisan mukosa atau selaput seperti kulit di langit-langit rahang atas, biasanya tumor ini akan mudah berdarah karena sering tergesek saat makan, dan akan cepat diketahui. Namun bila tumor berasal dari bagian di belakang mukosa langit-langit, yang dapat berasal dari jaringan ikat , atau berasal dari mukosa sinus maksilaris, maka gejalanya pada awalnya tidak diketahui. Penderita merasakan adanya benjolan yang makin lama makin besar, namun kulit pipi tetap baik dan tidak ada borok dan tidak berdarah, serta jarang disertai rasa sakit. Karena tidak sakit dan tidak ada keluhan kecuali adanya benjolan, maka seringkali penderita tidak berobat sesegera mungkin dengan akibat tumor akan berkembang terus hingga ukurannya membesar dan memenuhi rongga mulut. Pada keadaan seperti ini, tentunya pengobatannya menjadi lebih sulit. Sebagai contoh, kedua kasus diatas, sudah demikian besar dan memenuhi rongga mulut dan sudah mengganggu makan. Tentunya harus segera diberikan pengobatan yang tepat. PEMERIKSAAN PENUNJANg Penanganan tumor ganas rahang atas dimulai dengan menentukan diagnosis klinis kemudian menetapan diagnosis pastinya dengan pemeriksaan histopatologi atau patologi anatomi (PA). Setelah itu ditentukan stadiumnya yaitu seberapa besar tumor dan sudah menjalar atau infiltrasi ke jaringan sekitarnya seberapa jauh, dengan pemeriksaan rontgen foto atau CT Scan. Dicari juga apakah sudah menyebar jauh ke paru atau tempat lainnya. PENATALAKSANAAN Pengobatan yang utama tumor ganas rahang atas umumnya adalah operasi dengan mengangkat seluruh tumor beserta seluruh rahang atas yang terkena, juga dengan maksila yang terkena atau lazim disebut hemimaksilektomi dan rekonstruksi. Bila mata sudah terkena , bila perlu bola mata harus diangkat. Sebelum dilakukan operasi pada keadaan tertentu, dilakukan nafas buatan dari tenggorokan yaitu trakheostomi untuk memudahkan pembiusan dan mencegah terjadinya sumbatan jalan nafas oleh dokter spesialis THT. Hal yang menjadi masalah setelah rahang atas , maksila dan tumor diangkat, tentunya penutupan lukanya

menjadi lebih sulit. Bila tidak ditutup, maka rongga mulut dan rongga hidung menjadi berhubungan, dan bila makan atau minum maka makanan atau minuman.bisa tersedak ke hidung dan saluran nafas. Untuk menutup luka bagian dalam rahang atas, sebagai pengganti mukosa, maka dilakukan operasi rekonstruksi dengan mengambil kulit dan bagian bawah kulit daerah dahi secukupnya kemudian diputarkan dan dimasukkan ke dalam rongga bekas operasi rahang atas, berupa forehead flap , dengan tetap mempertahankan pembuluh darah flap tersebut. Flap adalah cangkok kulit dari daerah donor ke daerah penerima (resipien) yaitu daerah bekas operasi yang akan ditutup, dengan tetap mempertahankan pembuluh darah sehingga masih ada hubungan pendarahan antara donor dan penerimanya. Sedangkan skin graft adalah cangkok kulit dari suatu daerah donor ke daerah penerima tanpa ada hubungan pendarahan diantara keduanya.

F. Pengkajian a. Faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau nenek dengan riwayat kanker payudara. b. Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu. c. Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan ( daging dan ikan). d. Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146) G. Tanda dan gejala : 1. Aktivitas Kelemahan atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas. 2. Sirkulasi Sumber : http://stikep.blogspot.com Design by Defa Arisandi, A.Md.Kep Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada, penurunan tekanan darah, epistaksis/perdarahan hidung. 3. Integritas ego Faktor stres, masalah tentang perubahan penampilan, menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, kehilangan kontrol, depresi, menarik diri, marah. 4. Eliminasi Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen. 5. Makanan/cairan Kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahanpengawet), anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan, kakeksia, perubahan kelembaban/turgor kulit. 6. Neurosensori Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling, eksoftalmus 7. Nyeri/kenyamanan Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga (otalgia), rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran 8. Pernapasan Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok), pemajanan

9. Keamanan Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama / berlebihan, demam, ruam kulit. 10. Seksualitas Masalah seksual misalnya dampak hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan. 11. Interaksi sosial Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung (Doenges, 2000)DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL 1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik (pembedahan). 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan pemasukan nutrisi.. 3. 4. 5. Risiko infeksi b/d tindakan infasive, imunitas tubuh menurun Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d misintepretasi informasi, ketidak familiernya sumber informasi. Harga diri Rendah b/d perubahan perkembangan penyakit, pengobatan penyakit. Tujuan Intervensi

XII. PERENCANAAN Diagnosa No 1 Nyeri akut

Setelah dilakukan askep selama 3 x Manajemen nyeri : 24 jam tingkat kenyamanan klien 1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif meningkat, dan dibuktikan dengan termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, level nyeri: klien dapat melaporkan kualitas dan faktor presipitasi. nyeri pada petugas, frekuensi nyeri, 2. Observasi reaksi nonverbal dari ekspresi wajah, dan menyatakan ketidaknyamanan. kenyamanan fisik dan psikologis, TD 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya. RR: 16-20x/mnt 4. Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi Control nyeri dibuktikan dengan nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, klien melaporkan gejala nyeri dan kebisingan. control nyeri. 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri. 6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis).. 7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri.. 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri. 9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri. 10.Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil. 11.Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri. Administrasi analgetik :. 1. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi. 2. Cek riwayat alergi.. 3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal. 4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik. 5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul. 6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.

2

3

Ketidakseimbangan Setelah dilakukan askep selama 324 Manajemen Nutrisi nutrisi kurang dari jam klien menunjukan status nutrisi 1. kaji pola makan klien kebutuhan tubuh adekuat dibuktikan dengan BB 2. Kaji adanya alergi makanan. stabil tidak terjadi mal nutrisi, 3. Kaji makanan yang disukai oleh klien. tingkat energi adekuat, masukan 4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi nutrisi adekuat terpilih sesuai dengan kebutuhan klien. 5. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya. 6. Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi. 7. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien. Monitor Nutrisi 1. Monitor BB setiap hari jika memungkinkan. 2. Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan. 3. Monitor lingkungan selama makan. 4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan. 5. Monitor adanya mual muntah. 6. Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb. 7. Monitor intake nutrisi dan kalori. Risiko infeksi Setelah dilakukan askep selama 3 x Konrol infeksi : 24 jam tidak terdapat faktor risiko 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain. infeksi pada klien dibuktikan dengan 2. Pertahankan teknik isolasi. status imune klien adekuat: bebas 3. Batasi pengunjung bila perlu. dari gejala infeksi, angka lekosit 4. Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci normal (4-11.000), tangan saat kontak dan sesudahnya. 5. Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan. 6. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan. 7. Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung. 8. Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat. 9. Lakukan perawatan luka dan dresing infus setiap hari. 10.Tingkatkan intake nutrisi. 11.berikan antibiotik sesuai program. Proteksi terhadap infeksi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal. 2. Monitor hitung granulosit dan WBC. 3. Monitor kerentanan terhadap infeksi.. 4. Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan. 5. Pertahankan teknik isolasi bila perlu. 6. Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase. 7. Inspeksi kondisi luka, insisi bedah. 8. Ambil kultur jika perlu 9. Dorong masukan nutrisi dan cairan yang adekuat. 10.Dorong istirahat yang cukup.

4

5

11.Monitor perubahan tingkat energi. 12.Dorong peningkatan mobilitas dan latihan. 13.Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program. 14.Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi. 15.Laporkan kecurigaan infeksi. 16.Laporkan jika kultur positif. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan askep selama 324 Teaching : Dissease Process tentang penyakit dan jam, pengetahuan klien meningkat. 1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga perawatan nya Knowledge : Illness Care dg tentang proses penyakit kriteria : 2. Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan 1 Tahu Diitnya gejala serta penyebab yang mungkin 2 Proses penyakit 3. Sediakan informasi tentang kondisi klien 3 Konservasi energi 4. Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti 4 Kontrol infeksi dengan informasi tentang perkembangan klien 5 Pengobatan 5. Sediakan informasi tentang diagnosa klien 6 Aktivitas yang dianjurkan 6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin 7 Prosedur pengobatan diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa 8 Regimen/aturan pengobatan yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit 9 Sumber-sumber kesehatan 7. Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau 10.Manajemen penyakit pengobatan 8. Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi 9. Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan 10. Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi 11. Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit 12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada 13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan 14. kolaborasi dg tim yang lain. Harga diri rendah Setelah dilakukan askep selama 324 PENINGKATAN HARGA DIRI jam klien menerima keadaan dirinya 1. Monitor pernyataan pasien tentang harga diri Dengan criteria : 2. Anjurkan pasien utuk mengidentifikasi kekuatan Mengatakan penerimaan diri & 3. Anjurkan kontak mata jika berkomunikasi dengan keterbatasan diri orang lain Menjaga postur yang terbuka 4. Bantu pasien mengidentifikasi respon positif dari Menjaga kontak mata orang lain. Komunikasi terbuka 5. Berikan pengalaman yang meningkatkan otonomi Menghormati orang lain pasien. Secara seimbang dapat 6. Fasilitasi lingkungan dan aktivitas meningkatkan berpartisipasi dan mendengarkan harga diri. dalam kelompok 7. Monitor frekuensi pasien mengucapkan negatif Menerima kritik yang konstruktif pada diri sendiri. Menggambarkan keberhasilan 8. Yakinkan pasien percaya diri dalam dalam kelompok social menyampaikan pendapatnya Menggambarkan kebanggaan 9. Anjurkan pasien untuk tidak mengkritik negatif terhadap diri terhadap dirinya 10. Jangan mengejek / mengolok olok pasien 11. Sampaikan percaya diri terhadap kemampuan pasien mengatasi situasi 12. Bantu pasien menetapkan tujuan yang realistik dalam mencapai peningkatan harga diri.

13. Bantu pasien menilai kembali persepsi negatif terhadap dirinya. 14. Anjurkan pasien untuk meningkatkan tanggung jawab terhadap dirinya. 15. Gali alasan pasien mengkritik diri sendiri 16. Anjurkan pasien mengevaluasi perilakunya. 17. Berikan reward kepada pasien terhadap perkembangan dalam pencapaian tujuan 18. Monitor tingkat harga diri DAFTAR PUSTAKA Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta Guyton, Athur C, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran , Edisi 9, EGC, Jakarta Iskandar.N, 1989, Tumor Telinga-Hidung-Tenggorokan, Diagnosis dan Penatalaksanaan, Fakultas Kedokteran Umum, Universitas Indonesia, Jakarta Joanne C.Mc Closkey. 1996. Nursing intervention classification (NIC). Mosby year book. St. Louis Marion Johnon,dkk. 2000. Nursing outcome classification (NOC). Mosby year book. St. Louis Marjory godon,dkk. 2000. Nursing diagnoses: Definition & classification 2001-2002. NANDA NANDA International, 2001, Nursing Diagnosis Classification 2005 2006, USA