Askep Ob.usus
-
Upload
amanda-mcclure -
Category
Documents
-
view
234 -
download
4
Transcript of Askep Ob.usus
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang
sering dijumpai, merupakan 60-70% dari seluruh kasus akut abdomen yang
bukan appendicitis akuta. Penyebab yang paling sering dari obstruksi ileus adalah
adhesi/ streng, sedangkan diketahui bahwa operasi abdominalis dan operasi
obstetri-ginekologik makin sering dilaksanakan yang terutama didukung oleh
kemajuan di bidang diagnostik kelainan abdominalis.
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi
usus (Sabara, 2007). Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia
didiagnosa ileus (Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-
400.000 menderita ileus setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada
7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan
7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen
Kesehatan Indonesia.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah mempelajari makalah ini mahasiswa Keperawatan A6.1 Universitas
Respati yogyakarta dapat mengetahui tentang penyakit asma tikus dan
asuhan keperawatan terhadap klien dengan penyakit Obstruksi usus
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi penyakit obstruksi usus
2. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi penyakit obstruksi usus
3. Mahasiswa dapat mengetahui tanda dan gejala penyakit obstruksi usus
1
4. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi penyakit obstrukdi usus
5. Mahasiswa dapat mengetahui pathway penyakit obstruksi usus
6. Mahasiswa dapat mengetahui Penatalaksanaan dan asuhan keperawatan
penyakit obstruksi usus
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Penyakit
2.1.1 Defenisi
Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang
traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang
menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya
normal (Reeves, 2001). Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus
yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis
atau fungsional (Tucker, 1998)
Obstruksi ileus adalah Suatu Penyumbatan Mekanis Pada Usus
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau mengganggu
jalannya isi usus. (medicastore.com).
Obstruksi ileus adalah kerusakan komplet atau parsial aliran ke depan dari
usus. Kebanyakan terjadi pada usus halus khususnya di ileum, segmen paling
sempit. (wordpress.com).
2.1.2 Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan
3
a. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan
pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui
vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan
air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).
Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna
protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot
melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (M Longitidinal), dan
lapisan serosa (Sebelah Luar). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus
dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan
(ileum).
Fungsi usus halus
1) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui
kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
2) Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
3) Karbohirat diserap dalam bentuk monosakarida didalam usus halus.
b.Usus dua belas jari (Duodenum)
Panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung kekiri. Pada
bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir yang nambulir disebut
papila vateri.Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus
halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus
kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek
dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum
Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus
seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal
berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara
4
saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal
dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum),
yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam
duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh
usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada
lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
c. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah
bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan
usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus
antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan
usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot
usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat
dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar
Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan,
yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk
membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa
Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang
berarti “kosong”.
d.Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan
terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu.
Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi
menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
5
e. Usus Besar (Kolon)
Panjangnya ± 1 meter, lebar 5-6 cm. Usus besar atau kolon dalam anatomi
adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini
adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :
1) Kolon asendens (kanan).Terletak di abdomen sebelah kanan, membujur ke
atas dari ileum sampai ke hati, panjangnya ± 13 cm.
2) Kolon transversum.Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon
desenden dengan panjang ± 28 cm.
3) Kolon desendens (kiri).Terletak dirongga abdomen disebelah kiri
membujur dari anus ke bawah dengan panjangnya ± 25 cm.
4) Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).Terletak dalam rongga
pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S" ujung bawah berhubungan
dengan rektum.
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting,
seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.
Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada
bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
f. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah
anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta
bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada
mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora
memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki
sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai
cacing (Syaifuddin. 2006).
6
2.1.3 Etiologi
a. Mekanis
1) Adhesi atau perlengketan pascabedah. Adhesi bisa terjadi setelah pembedahan
abdominal sebagai respon peradangan intra abdominal. Jaringan parut bisa
melilit pada sebuah segmen dari usus, dan membuat segmen itu kusut atau
menekan segmen itu sehingga bisa terjadi segmen tersebut mengalami supply
darah yang kurang.
2) Tumor atau polip. Tumor yang ada pada dinding usus meluas ke lumen usus
atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus
3) Hernia. Hernia bisa menyebabkan obstruksi apabila hernia mengalami
strangulasi dari kompresi sehingga bagian tersebut tidak menerima supply
darah yang cukup. Bagian tersebut akan menjadi edematosus kemudian timbul
necrosis.
4) Volvulus. Merupakan usus yang terpuntir sedikitnya sampai dengan 180
derajat sehingga menyebabkan obstruksi usus dan iskemia, yang pada
akhirnya bisa menyebabkan gangrene dan perforasi jika tidak segera ditangani
karena terjadi gangguan supply darah yang kurang .
5) Intususepsi. Intussusepsi adalah invaginasi atau masuknya sebagian dari usus
ke dalam lumen usus yang berikutnya. Intussusepsi sering terjadi antara ileum
bagian distal dan cecum, dimana bagian terminal dari ileum masuk kedalam
lumen cecum.
b. Fungsional (non mekanik)
1) Ileus paralitik.
Tidak ada gerakan peristaltis bisa diakibatkan :
a) Pembedahan abdominal dimana organ-organ intra abdominal mengalami
trauma sewaktu pembedahan
7
b) Elektrolit tidak seimbang truma hypokalemia
2) Lesi medula spinalis. Hal tersebut dapat dikarenakan adanya kerusakan saraf
pada sakral 4, misal pada penderita spina bifida.
3) Enteritis regional
4) Ketidakseimbangan elektrolit
5) Uremia
(Suratun & Lusianah, 2010, hlm 335 – 337)
2.1.4 Patofisiologi Obstruksi usus
Patofiologi usus halus yaitu Kondisi obstruksi mekanik pada usus halus
akan meningkatkan di latasi usus proksimal serta akan memberikan
manifestasi akumulasi sekresi dan udara pada saluran gastrointestinal. Di
latasi usus ini merangsang aktivitas sel-sel sekretorit untuk menghasilkan
lebih banyakakumulasi cairan. Kondisi ini akan meningkatkan peristaltik baik
di atas dan di bawah lesi obstuksi. (khan,2009)
Respon muntah merupakan kondisi awal terjadi jika tingkat obstruksi
pada bagian proksimal, kondisi meningkatkan distensi usus halus
menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal. Hal ini dapat menyebabkan
kompresi mukosa limfatik menjadi limfedema pada dinding usus.ketika
tekanan hidrostatik intralumen tinggi , maka akan meningkatkan tekanan
hidrostatik kapiler dan akan menghasilkan peningkatan ruang ketiga, air,
elektrolit, dan protein masuk ke dalam lumen intestinal. Kehilangan cauran
dan kondisi dehidrasi yang bterjadi kemudian bisa bertambah berat dan
berkonstribusi terhadap resiko morbiditas dan kematian. (shieds 1965) .
Patofisiologi usus besar yaitu obstruksi mekanis dan pseudo-obstruksi
dari usus besar menyebabkan pelebaran usus di bagian proksimal dari lesi
obstruksi. Hal ini menyebabkan edema mukosa dan gangguan aliran darah
vena dan arteri ke usus. Edema dan iskemia usus meningkatkan permebilitas
8
mukosa usus, yang dapat mengakibatkan translokasi bakteri, sepsis ,dehidrasi,
dan gangguan elekrolit. Iskemia yang berlanjut pada nekrosis dinding usus
akan meningkatkan resiko perforasi dan peristonitis
2.1.5 Klasifikasi
Terdapat 2 jenis obstruksi :
a. Obstruksi paralitik (ileus paralitik atau paralitic ileus)
Suatu keadaan dimana otot-otot usus tak dapat mendorong isi usus ke bawah
(gangguan peristaltik). Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin
atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik
tidak efektif, suplai darah tidak terganggu dan kondisi tersebut hilang secara
spontan setelah 2 sampai 3 hari.
b. Obstruksi mekanik atau mekanikal obstruksi
Obstruksi atau sumbatan yang terjadi di intraluminal atau intramural akibat
tekanan pada dinding usus. Obstruksi mekanik digolongkan sebagai obstruksi
mekanik simpleks (satu tempat obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup (paling
sedikit 2 obstruksi). Karena lengkung tertutup tidak dapat didekompresi, tekanan
intralumen meningkat dengan cepat, mengakibatkan penekanan pebuluh darah,
iskemia dan infark(strangulasi). Sehingga menimbulkan obstruksi strangulata
yang disebabkan obstruksi mekanik yang berkepanjangan. Obstruksi ini tidak
mengganggu suplai darah, menyebabkan gangren dinding usus (Dermawan, dkk.
2010. Hal. 72-73).
2.1.6 Manifestasi Klinik
a. Obstruksi usus halus
9
1) Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen sekitar umbilicus atau bagian
epigasterium yang cenderung bertambah sejalan dengan beratnya obstruksi
dan bersifat intermiten (hilang timbul). Jika obstruksi terletak di bagian tengah
atau letak tinggi dari usus halus (jejunum dan ileum bagian proksimal) maka
nyeri bersifat konsten atau menetap.
2) Klien dapat mengeluarkan darah dan mucus, tetapi bukan materi fekal dan
tidak terdapat flatus.
3) Umumnya gejala obstruksi berupa konstipasi yang berakhir pada distensi
abdomen, tetapi pada klien obstruksi partial bisa mengalami diare.
4) Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltic pada awalnya menjadi sangat
keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong ke arah mulut.
5) Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi.
Semakin kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas
adanya distensi abdomen.
6) Jika obstruksi usus terjadi terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok
hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma, dengan
manifestasi klinis takikardi dan hipotensi, suhu tubuh biasanya normal, tapi
kadang – kadang dapat meningkat. Demam menunjukkan obstruksi
strangulata.
7) Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi dan
peristaltic meningkat. Pada tahap lanjut dimana obstruksi terus berlanjut,
peristaltic akan melemah dan hilang. Adanya feces bercampur darah pada
pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan intususepsi.
b. Obstruksi usus besar
1) Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi
pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah.
2) Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada klien
dengan obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu
– satunya selama beberapa hari.
10
3) Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi
dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen.
4) Klien mengalami kram akibat nyeri abdomen bawah
(Suratun & Lusianah, 2010, hlm 339)
11
2.1.7 Patoflow
12
Mekanis & fungsional
Obstruksi intramural & mural
Akumulasi isis usus, cairan dan gas terjadi didaerah diatas usus
Tekanan dlm lumen usus meningkat
Penurunan tekanan kapiler,vena &
arteriola
Ruptur dan terforasi dari dinding
usus( perperitonitis)
Perdarahan berlebihan
Distensi dan retensi cairan mengurangi absorbsi cairan
Distensi abdomen
Refluk intentinal
Mual muntah
Anoreksi a
Intake oral berkurang
Terputusnya kontuinitas jaringan
Menstimulasi reseptor nyeri
Bradikin / prostaglandin
Efferent
Medulla spinalis
Thalamus
Kortek serebri
Efferent
Volume darah berkuang
Hb berkurang
Nutrisi & O2 kejaringan inadekuat
OBSTRUKSI USUS
Defisit volume cairan
Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Gangguan perfusi jaringan
Nyeri
2.1.8 Komplikasi
a. Nekrosis usus
b. Perforasi usus dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada
organ intra abdomen.
c. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen
d. Sepsis infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan
cepat.
e. Syok dehidrasi terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma
f. Abses sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
g. Pneumonia aspirasi dari proses muntah
h. Gangguan elektrolit. Refluk muntah dapat terjadi akibat distensi abdomen.
Muntah mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung,
serta menimbulkan penurunan klorida dan kalium dalam darah (Dermawan,
dkk. 2010. Hal. 77).
2.1.9 Pemeriksaan Diagnostik Pada obstruksi usus
a. Pemeriksaan laboratorium
Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya
ditemukan hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal.
Peningkatan serum amilase sering didapatkan. Leukositosis menunjukkan
adanya iskemik atau strangulasi. Hematokrit yang meningkat dapat terjadi
pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit.
Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolic bila muntah
berat, dan metabolic asidosis bila ada tanda – tanda syok, dehidrasi dan
kitosis.
b. Pemeriksaan foto polos abdomen
Dapat memperlihatkan dilatasi lengkung usus halus disertai dengan batas
antara air dan udara atau gas (air fluid lever) yang membentuk bagaikan
13
tangga, terutama pada obstruksi bagian distal. Jika terjadi strangulasi dan
nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya mukosa yang regular
dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thorax tegak
menunjukkan adanya perforasi usus.
c. Pemeriksaan CT scan
Dikerjakan secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai adanya strangulasi.
CT scan akan mempertunjukkan secara lebih teliti adanya kelainan pada
dinding usus (obstruksi komplet, abses, keganasan), kelainan mesenterikus,
dan peritoneum. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari
obstruksi.
d. Pemeriksaan radiologi dengan barium enema
Pemeriksaan ini mempunyai suatu peran terbatas pada klien dengan obstruksi
usus halus. Pengujian enema barium terutama sekali bermanfaat jika suatu
obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos
abdomen.
e. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran penyebab dari obstruksi.
f. Pemeriksaan MRI
Teknik ini digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenteric kronis.
g. Pemeriksaan angiografi
Angiografi mesenteric superior telah digunakan untuk mendiagnosis adanya
herniasi internal, intususepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi
(Suratun & Lusianah, 2010, hlm 340 – 341)
2.1.10 Penatalaksanaan medis
a. Konservatif
1) Penderita dipuasakan.
14
2) Dekompresi dengan nasogastric tube yang panjang dari proksimal usus ke
area penyumbatan; selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif dengan
pasien berbaring miring ke kanan.
3) Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit :
a) Terapi Na+, K+, komponen darah
b) Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial
c) Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler
4) Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
5) Lavement jika ileus obstruksi, dan kontraindikasi ileus paralitik.
6) Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi kronik,
ileus paralitik atau infeksi.
7) Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.
8) Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu beresiko.
b. Medications
Antibiotics broad-spectrum untuk bacterial anaerobe dan aerobe. Analgesic
apabila nyeri. (Medlinux.com).
c. Surgery
Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu di
perhatikan :
Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.
Bagaimana keadaan atau fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat
obstruksinya maupun kondisi sebelum sakit.
Apakah ada risiko strangulasi.
Indikasi intervensi bedah
Obstruksi usus dengan prioritas tinggi adalah strangulasi, volvulus, dan
jenis obstruksi kolon.
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.
15
Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik
bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi melalui laparotomi.
Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus yang
ditolong dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya adalah
1% pada 24 jam pertama, sedangkan pada strangulasi angka kematian tersebut
31%. Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan
pada obstruksi ileus.
1) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus
ringan.
2) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati"
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn
disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahan kankontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon,invaginasi strangulata, dan sebagainya.
5) Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan
operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena
keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula
dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan
anastomosis.
2.2. Asuhan Keperawatan Dengan Status Obstruksi Usus
16
2.2.1 Pengkajian
a. Identita : Nama, umur, alamat, pekerjaan, status
perkawinan (Umumnya terjadi pada
semua umur, terutama dewasa laki – laki
maupun perempuan)
b. Keluhan Utama : nyeri pada perutc. Riwayat Penyakit Sekarang : nyeri pada perut, muntah, konstipasi
(tidak dapat BAB dan flatus dalam
beberapa hari)
d. Riwayat Penyakit Dahulu : Biasanya klien sebelumnya menderita
penyakit hernia, divertikulum.
e. Riwayat Penyakit Keluarga : Ada keluarga dengan riwayat atresia
illeum dan yeyenum.
f. Activity Daily Life
Nutrisi :Nutrisi terganggu karena adanya mual
dan muntah.
Eliminasi :Klien mengalami konstipasi dan tidak
bisa flatus karena peristaltik usus
menurun/ berhenti.
Istirahat :Tidak bisa tidur karena nyeri hebat,
kembung dan muntah.
Aktivitas :Badan lemah dan klien dianjurkan
untuk istirahat dengan tirah baring
sehingga terjadi keterbatasan aktivitas.
Personal Hygiene : klien tidak mampu merawat dirinya.
g. Pemeriksaan
a) Keadaan umum :Lemah, kesadaran menurun sampai syok
hipovolemia suhu meningkat(39o C),
pernapasan meningkat(24x/mnt), nadi
17
meningkat(110x/mnt) tekanan
darah(130/90 mmHg)
b) Pemeriksaan fisik ROS (Review Of System)
1. Sistem kardiovaskular: tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada oedema,
tekanan darah 130/90 mmHg, BJ I dan BJ II terdengar normal
2. Sistem respirasi: pernapasan meningkat 24x/mnt, bentuk dada normal,
dada simetris, sonor (kanan kiri), tidak ada wheezing dan tidak ada ronchi
3. Sistem hematologi: terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda
adanya infeksi.
4. Sistem perkemihan: produksi urin menurun BAK < 500 cc
5. Sistem muskuloskeletal: badan lemah, tidak bisa melakukan aktivitas secara
mandiri
6. Sistem integumen: tidak ada oedema, turgor kulit menurun, tidak ada
sianosis, pucat
7. Sistem gastrointestinal: tampak mengembang atau buncit, teraba keras,
adanya nyeri tekan, hipertimpani, bising usus > 12x/mnt, distensi abdomen.
2.2 Diagnosa
1. Nyeri b.d distensi abdomen
2. Gangguan perfusi jaringan b.d nutrisi dan oksigen ke jaringan inadekuat
3. Kekurangan volume cairan b.d mual, muntah
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d distensi dan retensi cairan mengurangi absorbsi cairan
2.3 Intervensi
1. Nyeri b.d distensi abdomen
Tujuan : Rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil :
18
Pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan
nyeri pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.
Intervensi Rasional
1. Observasi keluhan nyeri,
perhatikan lokasi, intensitas
(skala 0-10).
2. Pantau tanda-tanda vital.
3. Tingkatkan privasi dan
gunakan tindakan keperawatan
untuk meningkatkan relaksasi
bila bila pasien berupaya untuk
berkemih. Tempatkan pada
posisi semi-fowler atau berdiri
sesuai kebutuhan.
1. membantu mengidentifikasi
intervensi yang tepat dan
mengevaluasi keefektifan
analgesia.
2. Respon autonomik meliputi
perubahan pada TD, nadi dan
pernafasan, yang berhubungan
dengan keluhan/penghilangan
energy.
3. Posisi tegak meningkatkan
tekanan intra-abdomen, yang
dapat membantu dalam
berkemih.
2. Gangguan perfusi jaringan b.d nutrisi dan oksigen ke jaringan inadekuat
Tujuan : dalam 2x24 jam di lakukan tindakan keperawatan di harapkan gangguan perfusi jaringan teratasi
kriteria Hasil :
Capillary refill : < 3 detik
19
Hb normal (13,5 – 17,5 g/dl)
Intervensi Rasional
1. Awasi tanda vital kaji
pengisian kapiler, warna
kulit/membrane mukosa, dasar
kuku.
2. Tinggikan kepala tempat tidur
sesuai toleransi.
3. Awasi upaya pernapasan;
auskultasi bunyi napas
perhatikan bunyi adventisius.
4. Kolaborasi pengawasan hasil
pem-eriksaan laboraturium.
Berikan sel darah merah
lengkap/packed pro-duk darah
sesuai indikasi
1. Memberikan informasi tentang
derajat/keadekuatan perfusi
jaringan dan membantu
menetukan kebutu-han
intervensi.
2. Meningkatkan ekspansi paru
dan memaksimalkan oksigenasi
untuk kebutuhan seluler.
Catatan: kontra-indikasi bila ada
hipotensi.
3. Dispnea, gemericik
menununjukkan gangguan
jantung karena regangan jantung
lama/peningkatan kompen-sasi
curah jantung.
4. Mengidentifikasi defisiensi dan
keb-utuhan pengobatan/respons
terhadap terapi
3. Kekurangan volume cairan b.d mual, muntah
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
20
Klien mendapat cairan yang cukup untuk mengganti cairan
yang hilang.
Klien menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang adekuat.
Intervensi Rasional
1. Pantau tanda-tanda vital.
Periksa balutan dan luka
dengan sering selama 24 jam
pertama terhadap tanda-tanda
darah merah terang atau
bengkak insisi berlebihan.
2. Pantau tanda-tanda vital.,
perhatikan haluaran urine,
berat jenis,. Kalkulasi
keeimbangan 24 jam, dan
timbang berat badan setiap
hari.
3. Pertahankan potensi
penghisap NGT atau usus.
1. Tanda-tanda awal
hemoragi usus atau
pembentukan hematoma,
yang dapat menyebabkan
syok hipovolemik.
2. Indikator langsung dari
hidrasi atau perfusi organ
dan fungsi. Memberikan
pedoman untuk
penggantian cairan.
3. Meningkatkan
dekompresi usus untuk
menurunkan
distensi/tekanan di garis
jahitan dan menurunkan
mual/muntah,
2 . Pemenuhan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
distensi dan retensi cairan mengurangi absorpsi cairan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam
kekurangan nutrisi tidak terjadi
Kriteria Hasil:
Nafsu makan meningkat
21
Tidak ada keluhan nausea,
Porsi makan dihabiskan
Intervensi Rasional1. Timbang berat badan setiap hari
atau sesuai indikasi
2. Anjurkan istirahat sebelum
makan.
3. Berikan kebersihan mulut
terutama sebelum makan.
4. Ciptakan lingkungan yang
nyaman.
5. Dorong klien untuk menyatakan
perasaan masalah.
6. Kolaborasi dengan tim ahli gizi
sesuai indikasi
1. Memberikan informasi tentang
kebutuhan diet/keefektifan terapi.
2. Menenangkan peristaltic dan
meningkatkan energy untuk
makan.
3. Mulut yang bersih dapat
meningkatkan rasa makanan.
4. Lingkungan yang nyaman
menurunkan stress dan lebih
kondusif untuk makan.
5. Keragu-raguan makan
diakibatkan
6. Memungkinkan saluran usus
untuk mematikan kembali proses
pencernaan
Kasus
Pasien datang ke RS dengan keadaan sadar mangalami sulit BAB,Sejak 1
minggu yang lalu tetapi masih bisa buang angin.Keluhan disertai nyeri perut
hilang. BB pasien sekarang 48 Kg, dan TB 163 cm.
Hasil pemeriksaan biokimia : Hb :9,1 g/dl (N = 13,5 – 17,5 g/dl), Hematokrit
27 % (N = 40-52 %), Eritrosit 3,32 jl/UL (4,5-6,5 jt/UL), Leukosit 8200 /mm 3
22
(N = 3800 – 10600/mm3), trombosit 342.000/mm3 (N = 150.000-450.000/mm3),
albumin 2,5 g/dl (N = 3,5-5 g/dl), dan protein total 4,8 g/dl (N = 6,3-8,2 g/dl).
Data klinis pasien adalah TD 100/70 mmHg, nadi 88x/menit, RR : 20x/menit,
suhu afebris. Secara fisik pasien tampak kurus, lemah, pucat, bising usus (+),
dan hanya bisa berbaring di tempat tidur. CRT > 3’. Edema tidak ada , lesi dan
memar tidak ada. Tonus otot baik, lidah bersih, nyeri perut kanan bawah atau
atas (+), mual (+), muntah (+)
23
ASUHAN KEPERAWATAN DI INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)
Inisial Klien : Tn.S Diagnosa : Obstruksi Usus TD : 100/70 mmHG RR : 20x/menit
Umur : 58 Thn No RM : Nadi : 88 x/menit BB : 48 kg
Alamat : Palembang Tgl/jam : 6 Mei 2014/20.05 Suhu : 36,8 oC TB : 163 cm
Pengkajian Diagnose
keperawatan
Jam Tindakan Evaluasi
Keluhan Utama :
Sulit BAB
AIRWAY
Tidak terdapat
sumbatan jalan nafas
baik berupa sputum
maupun bunyi nafas
whezzing
Tidak terdapat
masalah keperawatan
BREATHING
Klien tidak ada keluhan
sesak nafas.
Frekuensi nafas 20
Tidak terdapat
masalah keperawatan
24
x/menit
Irama : teratur
Suara nafas : vesikuler
SISTEM
KARDIOVASKULER
Nadi : 88x/menit
TD : 100/70 mmHg
Warna kulit : Pucat
Capillary refill : > 3
detik
Edema : Tidak ada
Gangguan perfusi
jaringan
1. Memonitor vital sign
2. Memonitor sirkulais perifer
3. Memonitor tingkat kesadaran
4. Membatasi aktivitas
S :-
O : CRT >3 detik
A : Masalah
belum teratasi
P : intervensi
dilanjutkan di
rawat inap
SISTEM
HEMATOLOGI
Hasil pemeriksaan
biokimia : Hb :9,1
g/dl (N = 13,5 – 17,5
g/dl), Hematokrit 27
% (N = 40-52 %),
Eritrosit 3,32 jl/UL
(4,5-6,5 jt/UL),
Gangguan perfusi
jaringan
1. Memonitor vital sign
2. Memonitor sirkulais perifer
3. Memonitor tingkat kesadaran
4. Membatasi aktivitas
S :-
O : Hb :9,1
g/dl ,Hematokrit
27 %, Eritrosit
3,32 jl/UL,
Leukosit 8200
/mm3, trombosit
342.000/mm3.
A : Masalah
25
Leukosit 8200 /mm3
(N = 3800 –
10600/mm3),
trombosit
342.000/mm3 (N =
150.000-450.000/m
m3),
belum teratasi
P : intervensi
dilanjutkan di
rawat inap
LOC :
Klien dalam keadaan
compos mentis
Pupil : isokor (+),
Miosis (+)
Reaksi terhadap
cahaya :
Kanan :positif
Kiri :positif
GCS : E :4 M:6 dan
E:5
Tidak terdapat
masalah keperawatan
26
ELIMINASI DAN
CAIRAN
Suhu tubuh : 36,8 oC
Tidak terdapat
pengeluaran keringat
yang berlebihan,
muntah (+), sulit BAB
sejak 1 minggu yang
lalu
Defisit volume cairan 1. Pantau tanda-tanda vital.
2. perhatikan haluaran urine,
berat jenis,. Kalkulasi
keseimbangan 24 jam
3.pemasangan IVFD RL
S :-
O : muntah(-)
A : Masalah
teratasi
P : intervensi
dihentikan
SISTEM
PENCERNAAN
Tonus otot baik, lidah
bersih, nyeri perut
kanan bawah atau atas
(+), mual (+), muntah
(+)
Nyeri
Pemenuhan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh,
1. Observasi keluhan nyeri,
perhatikan lokasi, intensitas
(skala 0-10).
2. Pantau tanda-tanda vital.
3. Kolaborasi dengan ahli gizi
dlm pemberian diet
4. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian anti
emetik dan analgetik
S :klien
mengatakan nyeri
berkurang
danmual muntah
berkurang
O : nyeri (-)
muntah(-)
A : Masalah
teratasi sebagian
P : intervensi
27
dilanjutkan
SISTEM
MUSCULOSKELETAL
Turgor kulit : baik
Luka (-) kekakuan pada
persendian ekstermitas
(-) kesulitan dalam
pergerakan (-), fraktur
(-), perdarahan (-).
Tidak terdapat
masalah keperawatan
28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal atau suatu blok saluran
usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis
atau fungsional yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Obstruksi
usus merupakan penyunbatan disaluran usus dank arena adanya kelaina anatomi
pada usus. Etiologi dari obstruksi ada dua yaitu secara mekanis dan nonmekanis.
Tanda dan gejala obstruksi usus halus gejala awal biasanya berupa nyeri
abdomen bagian tengah seperti kram yang cenderung bertambah berat sejalan
dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan
darah dan mukus. Sedangkan untuk obstruksi usus besar nyeri perut yang
bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi
intensitasnya jauh lebih rendah. Klasifikasi terbagi menjadi dua yaitu Obstruksi
paralitik (ileus paralitik atau paralitic ileus) dan Obstruksi mekanik atau
mekanikal obstruksi. Komplikasi obstruksi usus Perforasi usus dikarenakan
obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra abdomen, Syok
dehidrasi terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
3.2 Saran
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga dapat bermanfaat bagi
penulis sendiri khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Bagi para pembaca
diharapkan dapat mengatur pola hidup sehat mulai dari sekarang.
29