ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO … · penelitian 62 neonatus terdiri dari 31 neonatus...

24
i TESIS ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA GANGGUAN PENDENGARAN SENSORINEURAL PUTU VERITA WULANDARI NIM 1114018201 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2017

Transcript of ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO … · penelitian 62 neonatus terdiri dari 31 neonatus...

Page 1: ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO … · penelitian 62 neonatus terdiri dari 31 neonatus kelompok asfiksia dan 31 neonatus tanpa asfiksia yang lahir dan atau dirawat di RSUP

i

TESIS

ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI

FAKTOR RISIKO TERJADINYA

GANGGUAN PENDENGARAN SENSORINEURAL

PUTU VERITA WULANDARI

NIM 1114018201

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2017

Page 2: ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO … · penelitian 62 neonatus terdiri dari 31 neonatus kelompok asfiksia dan 31 neonatus tanpa asfiksia yang lahir dan atau dirawat di RSUP

ii

ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI

FAKTOR RISIKO TERJADINYA

GANGGUAN PENDENGARAN SENSORINEURAL

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

PUTU VERITA WULANDARI

NIM 1114018201

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2017

Page 3: ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO … · penelitian 62 neonatus terdiri dari 31 neonatus kelompok asfiksia dan 31 neonatus tanpa asfiksia yang lahir dan atau dirawat di RSUP

iii

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL,

Pembimbing I, Pembimbing II,

dr. I Wayan Dharma Artana, SpA(K) dr. I Made Arimbawa, Sp.A(K)

NIP. NIP.

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Dekan Fakultas Kedokteran

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Universitas Udayana,

,

Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK Prof. Dr. dr. I Putu Astawa, Sp.OT(K), M.Kes.

NIP.195805211985031002 NIP. 195902151985102001

Page 4: ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO … · penelitian 62 neonatus terdiri dari 31 neonatus kelompok asfiksia dan 31 neonatus tanpa asfiksia yang lahir dan atau dirawat di RSUP

iv

Tesis ini Telah Diuji pada

Tanggal,16 Juni 2017

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana, No: 131.5/UN14.2.2/PD/2017

Tanggal: 26 Mei 2017

Ketua: dr. I Wayan Dharma Artana, Sp.A(K)

Sekretaris: dr. I Made Arimbawa, Sp.A(K)

1. dr. Putu Siadi Purniti, SpA(K)

2. Prof. Dr. dr. I Gede Raka Widiana, Sp.PD-KGH

3. Prof.dr.N.Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D

Page 5: ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO … · penelitian 62 neonatus terdiri dari 31 neonatus kelompok asfiksia dan 31 neonatus tanpa asfiksia yang lahir dan atau dirawat di RSUP

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan

Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya maka tesis yang berjudul

“Asfiksia neonatorum sebagai faktor risiko terjadinya gangguan pendengaran

sensorineural” dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, pengarahan, sumbangan pikiran,

dorongan semangat dan bantuan lainnya yang sangat berharga dari semua pihak,

tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik dan lancar. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya

dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Rektor Universitas Udayana,

Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, SpPD-KEMD dan Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Putu Astawa. SpOT, M.Kes yang telah

memberikan kesempatan dan fasilitas pada penulis untuk mengikuti program

Pendidikan Dokter Spesialis I di Universitas Udayana.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ketua Program

Pascasarjana Kekhususan Kedokteran Klinik (combined degree), Dr. dr. Gde

Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK. yang telah memberikan kesempatan

pada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Pascasarjana, Program Studi

Kekhususan Kedokteran Klinik (combined degree).

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Direktur RSUP Sanglah

Denpasar, dr. Wayan Sudana, M.Kes atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan

untuk melanjutkan pendidikan di Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUP

Sanglah Denpasar.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Kepala Bagian/SMF Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, dr.

Bagus Ngurah Putu Arhana, Sp.A(K) yang telah bersedia memberikan

kesempatan penulis untuk mengikuti program pendidikan dokter spesialis I di

bagian/SMF Ilmu kesehatan Anak FK UNUD/RSUP Sanglah.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada dr. Ketut Suarta, Sp.A(K)

selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I (KPS PPDS-1)

Page 6: ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO … · penelitian 62 neonatus terdiri dari 31 neonatus kelompok asfiksia dan 31 neonatus tanpa asfiksia yang lahir dan atau dirawat di RSUP

vi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Bagi penulis merupakan orangtua yang

luar biasa selama pendidikan, bersedia selalu memberikan masukan, arahan, dan

bimbingan dalam segala aspek selama proses pendidikan sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis ini.

Penulis juga tidak hentinya menyampaikan terima kasih kepada dr. I Putu

Gede Karyana, Sp.A(K) selaku pembimbing akademik penulis yang selalu

bersedia dengan senang hati menaungi penulis, memberikan solusi terhadap

permasalahan penulis dalam menjalani program studi ini.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. I Wayan Dharma

Artana, Sp.A(K) selaku pembimbing satu dan dr. I Made Arimbawa, Sp.A(K)

selaku pembimbing dua yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan,

dorongan, serta meluangkan waktu dan pemikiran selama penyusunan tesis ini

sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh supervisor

Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana/RSUP Sanglah atas segala bimbingan yang diberikan selama penulis

menempuh pendidikan. Rekan sejawat PPDS I Ilmu Kesehatan Anak Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana, atas pengertian, bantuan dan kerjasama yang

baik selama masa pendidikan dan penyusunan tesis.

Pada akhirnya penulis menyampaikan terima kasih kepada keluarga, kepada

orangtua: I Wayan Pudja, Bsc dan Ni Ketut Sukasih, adik saya Kadek Hadi

Pramana, BA, suami tercinta dr. I Komang Wisuda Dwija Putra, Sp.PD, kepada

anak saya Kadek Divya Ishana Dwija Putri yang selalu menjadi pemacu semangat

buat penulis untuk menyelesaikan pendidikan, kedua mertua yang luar biasa

dukungannya DR.Drs.I Nengah Narsa, SH, Msi dan Ni Wayan Sudani, S.pd,

M.pd yang telah memberikan dukungan finansial, material, mental dan selalu

memberikan semangat untuk penulis selama menempuh proses pendidikan

sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Terima kasih pada semua

pihak, sahabat, rekan paramedik dan non paramedik yang tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu di sini, atas seluruh dukungan dan bantuan yang telah

diberikan selama penulis menjalani program pendidikan PPDS I IKA. Tidak lupa

Page 7: ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO … · penelitian 62 neonatus terdiri dari 31 neonatus kelompok asfiksia dan 31 neonatus tanpa asfiksia yang lahir dan atau dirawat di RSUP

vii

juga penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang mendalam

kepada subyek penelitian dan orangtua subyek atas pengertian dan kerja sama

yang baik sehingga penelitian ini berjalan dengan baik sesuai potokol penelitian.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini jauh dari sempurna. Dengan

segala kerendahan hati, penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam

penulisan tesis ini. Sekiranya, penulis tetap mohon petunjuk untuk perbaikan

supaya hasil yang tertuang dalam tesis ini dapat bermanfaat bagi ilmu kedokteran

dan pelayanan kesehatan. Semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan.

Denpasar, 31 Mei 2017

dr. Putu Verita Wulandari

Page 8: ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO … · penelitian 62 neonatus terdiri dari 31 neonatus kelompok asfiksia dan 31 neonatus tanpa asfiksia yang lahir dan atau dirawat di RSUP

viii

ABSTRAK

ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA

GANGGUAN PENDENGARAN SENSORINEURAL

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur

pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan

hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis. Kondisi ini dapat menimbulkan kerusakan

jaringan secara permanen maupun bersifat sementara. Salah satu gejala sisa yang

sering terjadi pada asfiksia neonatorum adalah gangguan pendengaran

sensorineural. Berdasarkan hal tersebut tujuan penelitian ini adalah membuktikan

asfiksia neonatorum sebagai faktor risiko terjadinya gangguan pendengaran

sensorineural.

Penelitian observasional dengan rancangan kohort prospektif dengan subyek

penelitian 62 neonatus terdiri dari 31 neonatus kelompok asfiksia dan 31 neonatus

tanpa asfiksia yang lahir dan atau dirawat di RSUP Sanglah Denpasar mulai bulan

Maret 2013 sampai dengan Maret 2014 atau hingga jumlah sampel terpenuhi.

Subyek yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan pemeriksaan timpanometri,

otoacoustic emissions (OAE) pertama usia <1 bulan dan OAE kedua dan

pemeriksaan OAE kedua usia usia 3 bulan. Analisis statistik dengan uji chi-square

dan cox regression.

Didapatkan hasil kejadian gangguan pendengaran 83,9% pada asfiksia

berdasarkan OAE pertama (p <0,001; RR 6,5; IK 95% 2,6-16,4), menjadi 80,6%

pada OAE kedua (p <0,001; RR 6,3; IK 95% 2,5-15,9). Analisis multivariat

asfiksia neonatorum merupakan faktor risiko terjadinya gangguan pendengaran

sensorineural (adjusted RR 5,6; IK 95% 1,9-17,1; p 0,002). Prematuritas, terapi

aminoglikosida dan berat lahir rendah bukan merupakan faktor risiko terjadinya

gangguan pendengaran sensorineural.

Kata kunci: OAE, gangguan pendengaran, asfiksia neonatorum.

Page 9: ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO … · penelitian 62 neonatus terdiri dari 31 neonatus kelompok asfiksia dan 31 neonatus tanpa asfiksia yang lahir dan atau dirawat di RSUP

ix

ABSTRACT

NEONATORUM ASPHYXIA AS RISK FACTORS FOR

SENSORINEURAL HEARING LOSS

Neonatorum asphyxia is a spontaneous and regular respiratory failure at

birth or sometime after birth, characterized by hypoxemia, hypercarbia and

acidosis. This condition can cause tissue damage permanently or temporarily. One

of the most frequent sequelae symptoms of neonatal asphyxia is sensorineural

hearing loss. Based on the above objectives of this study is to prove the asphyxia

neonatorum as a risk factor of sensorineural hearing loss.

Observational studies with prospective cohort designs with neonatal study

subjects 62 neonates consisted of 31 neonates of asphyxia group and 31 neonates

without asphyxia born and or treated at Sanglah Hospital Denpasar from March

2013 to March 2014 or until the number of samples were met. Subjects that

fulfills inclusion criteria were tested for a thympanometric examination, first oto

acustic emission (OAE) examination at <1 months and second OAE examination

at 3 months. Statistical analysis with chi-square test and cox regression.

Hearing loss was obtained from 83.9% in asphyxia based on first OAE (p

<0.001, RR 6.5; 95% CI 2.6-16.4), to 80.6% in second OAE (p <0.001; 6.3; 95%

CI 2.5-15.9). Risk factors of prematurity in the first OAE (p 0.301; RR 1.3; 95%

CI 0.8-2.2) and second OAE (p 0.425; RR 1.2; 95% CI 0.7-2.1). Multivariate

analysis of asphyxia neonatorum was a risk factor for sensorineural hearing loss

(adjusted RR 5.6, 95% CI 1.9-17.1, p 0.002). Prematurity, aminoglycoside therapy

and low birth weight are not risk factors for sensorineural hearing loss.

Keywords: otoacoustic emissions, hearing loss, neonatorum asphyxia.

Page 10: ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO … · penelitian 62 neonatus terdiri dari 31 neonatus kelompok asfiksia dan 31 neonatus tanpa asfiksia yang lahir dan atau dirawat di RSUP

x

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM……………………………………………………… i

PRASYARAT GELAR…………………………………………………. ii

LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………….. iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI…………………………………….. iv

UCAPAN TERIMA KASIH……………………………………………. v

ABSTRAK………………………………………………………………. viii

ABSTRACT…………………………………………………………….. ix

DAFTAR ISI……………………………………………………………. x

DAFTAR TABEL………………………………………………………. xiv

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………… xv

DAFTAR ARTI SINGKATAN DAN LAMBANG.................………… xvi

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………… xviii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………… 1

1.1 Latar Belakang…………………………………………………....…. 1

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………... 5

1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………..... 5

1.3.1 Tujuan Umum…………………………………………….…... 5

1.3.2 Tujuan Khusus………………………………………….....….. 6

1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………...…. 6

Page 11: ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO … · penelitian 62 neonatus terdiri dari 31 neonatus kelompok asfiksia dan 31 neonatus tanpa asfiksia yang lahir dan atau dirawat di RSUP

xi

1.4.1 Manfaat Akademik..................................................................... 6

1.4.2 Manfaat Praktis.......................................................................... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA………………………………….....………. 7

2.1. Gangguan Pendengaran…………………………....………………… 7

2.1.1 Anatomi Telinga……………...……………………………….. 7

2.1.2 Fisiologi Pendengaran……....……….………………………... 10

2.1.3 Definisi Gangguan Pendengaran……………………………... 11

2.1.4 Faktor Penyebab Gangguan Pendengaran…………………..... 13

2.1.5 Faktor Risiko Terjadinya Gangguan Pendengaran .............…. 17

2.1.6 Penilaian Gangguan Pendengaran……………..…………….. 19

2.2 Asfiksia Neonatorum…………………………………………....….. 25

2.2.1 Definisi Asfiksia……………..……………………………..… 25

2.2.2 Faktor-faktor Risiko yang Mempengaruhi Asfiksia ….........… 27

2.3 Pengaruh Asfiksia Terhadap Gangguan Pendengaran ….....…... 28

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

PENELITIAN………………………….....................…………. 35

3.1 Kerangka Berpikir…………………………………………………... 35

3.2 Konsep Penelitian…………………………………………………… 39

3.3 Hipotesis Penelitian…………………………………………………. 39

BAB IV METODE PENELITIAN…………………………………….... 40

4.1 Rancangan Penelitian………………………………………………… 40

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian………………………………………… 40

4.3 Penentuan Sumber Data……………………………………………… 40

Page 12: ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO … · penelitian 62 neonatus terdiri dari 31 neonatus kelompok asfiksia dan 31 neonatus tanpa asfiksia yang lahir dan atau dirawat di RSUP

xii

4.3.1 Populasi Penelitian..…………………..………………………. 40

4.3.2 Penentuan Sampel .…………………………………………… 41

4.3.3 Besar Sampel Penelitian.…………………………………………... 42

4.4 Variabel dan Batasan Operasional Variabel …………..……………. 44

4.4.1 Variabel Penelitian……………………………………..……... 44

4.4.2 Batasan Operasional Variabel……………….............………… 44

4.5 Instrumen Penelitian…………….…………………………………… 47

4.6 Prosedur Penelitian………………………………………………….. 48

4.6.1 Cara Pengumpulan Data……………..……………………….. 48

4.6.2 Alur Penelitian………………………….…………………….. 49

4.7 Analisis Data………………………………………………………… 50

BAB V HASIL PENELITIAN……..…………………………………… 51

5.1 Karateristik Subjek Penelitian………………………………………. 51

5.2 Analisis Hubungan Asfiksia Neonatorum terhadap Kejadian Gangguan

pendengaran sensorineural…………………………………………. 52

5.3 Analisis Hubungan antara Asfiksia dan Gangguan Pendengaran

Sensorineural Usia ≤1 Bulan dan 3 Bulan Setelah Dikontrol

dengan Prematuritas, Terapi Aminoglikosida,

Berat Lahir Rendah dan Cara Persalinan...................…....................... 54

BAB VI PEMBAHASAN……...……...................................................... 56

6.1 Karateristik Subjek ………….……………………………………… 56

6.2 Hubungan Asfiksia Neonatorum terhadap Kejadian Gangguan

Pendengaran Sensorineural…………….……………………….…... 60

Page 13: ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO … · penelitian 62 neonatus terdiri dari 31 neonatus kelompok asfiksia dan 31 neonatus tanpa asfiksia yang lahir dan atau dirawat di RSUP

xiii

6.3 Analisis Hubungan antara Asfiksia dan Gangguan Pendengaran

Sensorineural Usia ≤1 Bulan dan 3 Bulan Setelah Dikontrol

dengan Prematuritas, Terapi Aminoglikosida

Berat Lahir Rendah dan Cara Persalinan.......................................... 62

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN………..……………………….. 69

7.1 Simpulan…...……………………………………………………… 69

7.2 Saran……….……………………………………………………… 69

DAFTAR PUSTAKA…………….….……………………………….. 70

LAMPIRAN…………………………………………………………... 75

Page 14: ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO … · penelitian 62 neonatus terdiri dari 31 neonatus kelompok asfiksia dan 31 neonatus tanpa asfiksia yang lahir dan atau dirawat di RSUP

xiv

DAFTAR TABEL

2.1 Manifestasi klinis infeksi TORCH pada perinatal…………………... 16

2.2 Manifestasi klinis infeksi bakteri dan protozoa pada perinatal……... 17

2.3 Tes pendengaran pada bayi…………………………………………. 24

2.4 Skor Apgar……………………………………………………...…… 27

5.1 Karateristik data subjek penelitian...................................................... 52

5.2 Hasil analisis bivariat hubungan asfiksia neonatorum terhadap

kejadian gangguan pendengaran sensorineural................................... 53

5.3 Hasi analisis multivariat hubungan antara asfiksia dan gangguan pendengaran

sensorineural usia ≤1 bulan setelah dikontrol dengan prematuritas, terapi

aminoglikosida, berat lahir rendah dan cara persalinan............…....... 54

5.4 Hasi analisis multivariat hubungan antara asfiksia dan gangguan pendengaran

sensorineural usia ≤1 bulan setelah dikontrol dengan prematuritas, terapi

aminoglikosida, berat lahir rendah dan cara persalinan......................... 55

Page 15: ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO … · penelitian 62 neonatus terdiri dari 31 neonatus kelompok asfiksia dan 31 neonatus tanpa asfiksia yang lahir dan atau dirawat di RSUP

xv

DAFTAR GAMBAR

2.1 Anatomi telinga…..…………………………………………………. 10

2.2 Skema proses pendengaran…………………………………………. 11

2.3 Skema hubungan asfiksia neonatorum, perubahan hemodinamik,

dan kerusakan otak…………………………………………………. 29

2.4 Skema mekanisme neurotoksik pada asfiksia……………………… 34

3.1 Kerangka berpikir…………………………………………………… 38

3.2 Konsep penelitian…………………………………………………… 39

4.1 Skema rancangan penelitian………………………………….....….. 40

4.2 Skema alur penelitian…………………………………………..…… 49

Page 16: ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO … · penelitian 62 neonatus terdiri dari 31 neonatus kelompok asfiksia dan 31 neonatus tanpa asfiksia yang lahir dan atau dirawat di RSUP

xvi

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

BBLR : Bayi Berat Lahir Rendah

BBLSR : Bayi Berat Lahir Sangat Rendah

BERA : Brainstem Evoked Response Audiometry

BPD : Bronkhopulmonary dysplasia

Caspase : cystein-dependent aspartate-directed

CO2 : Karbondioksida

CPP : Cerebral Perfusion Pressure

CVP : Central Venous Return

dB : desiBell

FiO2 : fractional concentration of inspired oxygen

HPHT : Hari Pertama Haid Terakhir

ICP : Intracranial Pressure

IHC : Inner Hair Cell

NICU : Neonatal Intensive Care Unit

NMDA : N-methyl-D-aspartate

NO : Nitric Oxide

NOS : Nitric Oxide Synthesis

OAE : Otoacoustic Emissions

OHC : Outer Hair Cell

RDS : Respiratory Distress Syndrome

SUSENAS : Survei Sosial Ekonomi nasional

WHO : World Health Organization

Page 17: ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO … · penelitian 62 neonatus terdiri dari 31 neonatus kelompok asfiksia dan 31 neonatus tanpa asfiksia yang lahir dan atau dirawat di RSUP

xvii

< : kurang dari

< : kurang dari sama dengan

> : lebih dari sama dengan

> : lebih dari

% : perseratus

+ : positif

- : negatif

Page 18: ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO … · penelitian 62 neonatus terdiri dari 31 neonatus kelompok asfiksia dan 31 neonatus tanpa asfiksia yang lahir dan atau dirawat di RSUP

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Keterangan Laik Etik (ethical clearance)……………...……………. 75

2. Kuisioner Penelitian............………………………………………… 76

3. Surat Persetujuan (Informed Consent)……………………………… 80

4. Surat Permohonan Ethical clearance……………………………….. 83

5. Surat Permohonan Ijin Penelitian…………………………………… 84

6. Analisis Data SPSS…………………................…………………….. 85

Page 19: ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO … · penelitian 62 neonatus terdiri dari 31 neonatus kelompok asfiksia dan 31 neonatus tanpa asfiksia yang lahir dan atau dirawat di RSUP

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada tahun pertama

kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan pertama. Penyebab

utama kematian pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan

dan persalinan seperti asfiksia, sepsis dan komplikasi berat lahir rendah.

Penyebab utama kematian yang menarik untuk diteliti adalah asfiksia. Karena

berdasarkan Laporan dari World Health Organization (WHO) menyebutkan

bahwa sejak tahun 2000-2003 asfiksia menempati urutan ke-6, yaitu sebanyak

8%, sebagai penyebab kematian anak diseluruh dunia setelah pneumonia, malaria,

sepsis neonatorum dan kelahiran prematur. Diperkirakan satu juta anak yang

bertahan setelah mengalami asfiksia saat lahir kini hidup dengan morbiditas

jangka panjang seperti cerebral palsy, retardasi mental dan gangguan belajar.

Laporan dari WHO menunjukkan bahwa selain menyebabkan kematian maka

asfiksia juga berdampak jangka panjang bagi bayi yang dapat bertahan. Asfiksia

neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau

beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan

asidosis (Ikatan Dokter Indonesia, 2004). Akibatnya terjadi perubahan aliran

darah pada otak yang menyebabkan kerusakan sel otak. Pada tingkat seluler dan

biokimia, terjadi kerusakan struktur sel dan dapat berlanjut menjadi kematian sel,

melalui kombinasi dari dua mekanisme yaitu selective neuronal necrosis dan

Page 20: ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO … · penelitian 62 neonatus terdiri dari 31 neonatus kelompok asfiksia dan 31 neonatus tanpa asfiksia yang lahir dan atau dirawat di RSUP

2

apoptosis pada sel otak dan batang otak dalam waktu 10 menit setelah terjadinya

hipoksia.

Dampak yang paling sering terdeteksi pada kejadian hipoksia sebagai

dampak asfiksia adalah gangguan pendengaran. Hipoksia menyebabkan kerusakan

pada koklea yaitu hilangnya Outer Hair Cell (OHC) dan edema stria vaskularis

sehingga terjadi kerusakan pada serabut saraf pendengaran yang melekat pada

outer hair cell tersebut. Asfiksia dapat juga menyebabkan terjadinya perdarahan

pada telinga dalam. Keadaan-keadaan tersebut yang menyebabkan terjadinya

gangguan pendengaran sensorineural (Menkes dan Sarnat, 2000 ; Koyama dkk,

2005).

Kondisi gangguan pendengaran di Indonesia masih belum dapat

teridentifikasi secara jelas. Artinya jumlah nominal penderita ganguan

pendengaran masih belum diketahui. Berdasarkan beberapa survei yang telah

dilakukan maka dapat diperkirakan jumlah penderita gangguan pendengaran di

Indonesia. Survei Kesehatan Indera Pendengaran di tujuh propinsi tahun 1994-

1996 menyebutkan prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian di Indonesia

16,8% dan 0,4% (Runjan dkk, 2005; Suwento, 2007), menurut data WHO (2007)

prevalensi gangguan pendengaran penduduk Indonesia diperkirakan 4,2%.

Mengacu pada rasio prevalensi dari WHO dan hasil Survei Sosial Ekonomi

nasional (SUSENAS) 2010 yang menunjukkan jumlah penduduk sebesar

237.641.326 maka diperkirakan jumlah penderita gangguan pendengaran di

Indonesia adalah sebesar 9.980.936. Berdasarkan hasil SUSENAS selama enam

kali mengenai laju pertumbuhan penduduk yaitu sebesar 15%, maka dapat

Page 21: ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO … · penelitian 62 neonatus terdiri dari 31 neonatus kelompok asfiksia dan 31 neonatus tanpa asfiksia yang lahir dan atau dirawat di RSUP

3

diperkirakan penderita gangguan pendengaran di Indonesia di Tahun 2012 adalah

sebanyak 12.976.784.

Menemukan gangguan pendengaran pada bayi tidak mudah, gangguan

pendengaran sering diabaikan karena orangtua tidak langsung sadar anaknya

menderita gangguan, kadang-kadang anak dianggap sebagai anak autis atau

hiperaktif karena sikapnya yang sulit diatur. Tanpa program skrining pendengaran

gangguan pendengaran baru diketahui pada usia 18-24 bulan (Taghdiri dkk, 2008;

Rajendran dkk, 2011).

Gangguan pendengaran sensorineural merupakan jenis yang paling banyak

terjadi yaitu sebesar 90% dari seluruh kejadian gangguan pendengaran.

Disebabkan oleh kerusakan atau malfungsi koklea, saraf pendengaran dan batang

otak sehingga terjadi kegagalan untuk memperkuat gelombang suara sebagai

impuls saraf secara efektif pada koklea atau untuk mengirimkan impuls tersebut

melalui nervus vestibulocochlearis.

Gangguan pendengaran sensorineural pada masa bayi akan menyebabkan

gangguan bicara, berbahasa, kognitif, masalah sosial, dan emosional. Identifikasi

gangguan pendengaran secara dini dan intervensi yang sesuai sebelum usia 6

bulan terbukti dapat mencegah segala konsekuensi tersebut. The Joint Committee

on Infant Hearing (2007) merekomendasikan skrining pendengaran dilakukan

sebelum usia 3 bulan dan intervensi telah diberikan sebelum usia 6 bulan. Bayi

dengan gangguan pendengaran sensorineural yang dilakukan intervensi sebelum

usia 6 bulan, pada usia 3 tahun akan mempunyai kemampuan berbahasa yang

normal bila dibandingkan dengan bayi yang baru diintervensi setelah usia 6 bulan.

Page 22: ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO … · penelitian 62 neonatus terdiri dari 31 neonatus kelompok asfiksia dan 31 neonatus tanpa asfiksia yang lahir dan atau dirawat di RSUP

4

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan tentang pengaruh asfiksia

neonatorum terhadap gangguan pendengaran pada neonatus menunjukkan adanya

kerusakan pada fungsi pendengaran yang menyebabkan terjadinya gangguan

pendengaran. Meyer dkk (1999) yang meneliti tentang skrining gangguan

pendengaran dengan menggunakan Otoacoustic Emissions (OAE) dan Brainstem

Evoked Response Audiometry (BERA) pada neonatus dengan risiko tinggi

mendapatkan hasil 7,3% neonatus dengan asfiksia terjadinya gangguan

pendengaran. Penelitian Jiang dkk (2004) pada neonatus aterm dengan

menggunakan BERA mendapatkan 18,5-25,6% mengalami gangguan

pendengaran.

Di Pusat Kesehatan Telinga dan Gangguan Komunikasi, SubBagian THT

Komunitas, Bagian THT RSCM, sejak tahun 2002 telah mulai dilakukan skrining

gangguan pendengaran terhadap neonatus risiko tinggi. Skrining pendengaran

menggunakan 2 tahapan pemeriksaan OAE dilanjutkan dengan BERA dengan

tujuan mengidentifikasi bayi dengan tuli koklea dan retrokoklea. Penelitian Sarosa

dkk (2010) pada neonatus yang mengalami asfiksia, berdasarkan pemeriksaan

OAE pertama, asfiksia berat 57,1% terjadi gangguan pendengaran sedangkan

asfiksia sedang 29,6%, sedangkan OAE kedua, asfiksia berat 28,6% terjadi

gangguan pendengaran sedangkan asfiksia sedang 18,5%.

Deteksi dini gangguan pendengaran yang dapat digunakan pada bayi baru

lahir adalah tes OAE, waktu pengerjaannya cepat, dan efektif mengukur aktifitas

proses biomekanik koklea, terutama OHC, yang merupakan organ yang pertama

Page 23: ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO … · penelitian 62 neonatus terdiri dari 31 neonatus kelompok asfiksia dan 31 neonatus tanpa asfiksia yang lahir dan atau dirawat di RSUP

5

kali terkena akibat asfiksia. Sensitivitas OAE 98%-100%, spesifitas 94%

(Cunningham dan Cox, 2003; Stearn dan Swanepoel, 2007).

Pemilihan penggunaan OAE karena keunggulan karakteristik operasionalnya

yang sederhana, cepat, tidak menyakitkan, efektif serta dapat diterapkan dengan

mudah karena tidak tergantung pada kondisi tidur atau bangun.

Mengacu pada dampak dari asfiksia neonatorum yang berbahaya bagi balita

dan besarnya perkiraan jumlah penderita gangguan pendengaran di Indonesia

maka perlu kiranya dilakukan suatu riset yang terkait dengan asfiksia neonatorum.

Keluaran dari riset ini diharapkan dapat mengidentifikasi kebenaran dari asfiksia

neonatorum sebagai faktor risiko terhadap terjadinya gangguan pendengaran

sensorineural.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka dapat dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut:

1. Apakah asfiksia neonatorum merupakan faktor risiko terhadap terjadinya

gangguan pendengaran sensorineural pada usia ≤1 bulan?

2. Apakah asfiksia neonatorum merupakan faktor risiko terhadap terjadinya

gangguan pendengaran sensorineural pada usia 3 bulan?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah asfiksia neonatorum

merupakan faktor risiko terhadap terjadinya gangguan pendengaran sensorineural.

Page 24: ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO … · penelitian 62 neonatus terdiri dari 31 neonatus kelompok asfiksia dan 31 neonatus tanpa asfiksia yang lahir dan atau dirawat di RSUP

6

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Membuktikan asfiksia neonatorum sebagai faktor risiko terjadinya

gangguan pendengaran sensorineural pada usia ≤1 bulan.

2. Membuktikan asfiksia neonatorum sebagai faktor risiko terjadinya

gangguan pendengaran sensorineural pada usia 3 bulan.

1.4 Manfaat Penelitian

Apabila dari penelitian ini diketahui asfiksia merupakan faktor risiko

terjadinya gangguan pendengaran sensorineural pada neonatus maka dari hasil

penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi:

1.4.1 Manfaat Akademik

a. Menambah pengetahuan tentang aspek klinis asfiksia pada neonatus.

b. Meningkatkan pengetahuan tentang asfiksia pada neonatus dan gangguan

yang ditimbulkan khususnya terhadap fungsi pendengaran.

1.4.2 Manfaat Praktis

Masukan bagi para klinisi khususnya dokter spesialis anak dalam pengelolaan

neonatus dengan asfiksia, khususnya tentang pentingnya resusitasi yang

merupakan penanganan pertama asfiksia neonatorum dan terapi yang diberikan

selama perawatan serta perlunya dilakukan deteksi sedini mungkin adanya

gangguan pendengaran sensorineural baik pada neonatus aterm maupun preterm,

sehingga penanganan gangguan pendengaran dapat dilakukan lebih dini pula.