apendisitis
-
Upload
dsafitri55 -
Category
Documents
-
view
35 -
download
1
description
Transcript of apendisitis
SMF BEDAH
RSUP NTB
Apendisitis Kode ICD :
No. Dokumen No. Revisi Halaman
Panduan
Praktek Klinis
Tanggal Revisi Ditetapkan oleh :
Definisi Peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis1
Etiologi dan
Faktor Resiko
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor
yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan
limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis
adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica.2
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang
berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah
timbulnya apendisitis akut.2
Patofisiologi Pada dasarnya patofisiologi yang terjadi adalah karena obstrusksi
lumen apendiks yang kemudian diikuti terjadinya infeksi. Obstruksi yang
disebabkan karena hiperplasia jaringan limfoid folikel submukosal lebih
sering terjadi pada anak-anak, sehingga dikenal juga sebagai apendisitis
kataral. Pada orang dewasa lebih sering disebabkan oleh fecalith atau feses
yang stasis.2
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas apendiks terbatas sehingga meningkatkan tekanan di dalam
lumen. Dengan peningkatan tekanan pada obstruksi mengakibatkan
pertumbuhan bakteri yang cepat. Cairan mukus yang terbanyak berubah
menjadi pus (nanah) menyebabkan makin meningkatkan tekanan luminal.
Keadaan ini menyebabkan pembesaran apendiks dan nyeri viseral yang
lokasinya di regioi epigastrium atau periumbilikal Terus berlangsungnya
peningkatan tekanan tersebut menghambat pada aliran limfe sehingga
mengakibatkan edema dan ulserasi mukosa. Fase ini dikenal sebagai
apendisitis akut. Peritonium parietal menjadi iritasi dan nyeri terlokalisasi
pada kuadran kanan bawah. Keadaan ini merupakan nyeri klasik abdomen
yang menjalar pada pasien dengan apendisitis.2
Peningkatan tekanan yang terus berlangsung menyebabkan obstruksi
pada pembuluh vena, sehingga terjadi edema dan iskemik pada apendiks.
Pada fase ini invasi bakteri terjadi pada dinding apendiks yang dikenal
sebagai apendisitis akut supuratif. Akhirnya, dengan peningkatan tekanan
yang terus berlangsung, sumbatan pada pembuluh vena dan pembuluh arteri
juga terganggu akan mengarahkan terjadiny gangren dan perforasi. Jika
proses perforasi berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks untuk membentuk dinding yang mengelilingi
perforasi yang terjadi hingga menjadi suatu massa lokal yang disebut
infiltrat apendikularis. Nyeri mungkin mengalami perbaikan, tapi gejala
tidaklah hilang seluruhnya. Pasien mungkin masih merasakan nyeri kuadran
kanan bawah, penurunan nafsu makan, perubahan pola defekasi (contoh,
diare, konstipasi), atau demam subfebril yang intermiten. Jika infiltrat
apendikularis gagal terjadi untuk membatasi perforasi, maka peritonitis
difus akan terjadi.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, serta dinding apendiks lebih tipis. Keadaan itu ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang dewasa perforasi terjadi karena telah ada gangguan
pembuluh darah.
Manifestasi
Klinis
i. Anamnesis
Nyeri / Sakit perut
Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi,
dan terjadi pada seluruh saluran cerna , sehingga nyeri viseral
dirasakan pada seluruh perut ( tidak pin-point). Mula2 daerah
epigastrium kemudian menjalar ke Mc Burney. Apa bila telah terjadi
inflamasi ( > 6 jam ) penderita dapat menunjukkan letak nyeri, karena
bersifat somatik.
Gejala utama apendisitis akut adalah nyeri abdomen. Setiap
anak dengan gejala nyeri abdomen yang belum pernah mengalami
apendektomi seharusnya dicurigai menderita apendisitis. Anak yang
sudah besar dapat menerangkan dengan jelas permulaan gejala nyeri
abdomen dan dapat menerangkan lokasi yang tepat. Anak dapat
menunjuk dengan satu jari tempat permulaan nyeri, dimana saja yang
pernah nyeri dan sekarang dimana yang nyeri.
Perasaan nyeri pada apendisitis biasanya datang secara
perlahan dan makin lama makin hebat. Nyeri abdomen yang
ditimbulkan oleh karena adanya kontraksi apendiks, distensi dari
lumen apendiks ataupun karena tarikan dinding apendiks yang
mengalami peradangan Pada mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu
nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di
daerah umbilikus dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut
timbul oleh karena apendiks dan usus halus mempunyai persarafan
yang sama, maka nyeri visceral itu akan dirasakan mula-mula di
daerah epigastrium dan periumbilikal Secara klasik, nyeri di daerah
epigastrium akan terjadi beberapa jam (4-6 jam) seterusnya akan
menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah
terjadi nyeri somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada
peritoneum parietale dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir
serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan kaki.
Muntah (rangsangan viseral)
Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam
sesudahnya akibat rangsangan nervus vagus, merupakan kelanjutan dari
rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan anoreksia hampir selalu
ada pada setiap penderita apendisitis akut, bila hal ini tidak ada maka
diagnosis apendisitis akut perlu dipertanyakan. Hampir 75% penderita
disertai dengan vomitus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan
kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. Gejala disuria juga
timbul apabila peradangan apendiks dekat dengan vesika urinaria
Obstipasi
Karena penderita takut mengejan Penderita apendisitis akut juga
mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan beberapa
penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak
apendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum
Panas (infeksi akut)
Bila timbul komplikasi Gejala lain adalah demam yang tidak
terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 - 38,50C tetapi bila suhu lebih
tinggi, diduga telah terjadi perforasi.
ii. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya
yang sakit, kembung (+) bila terjadi perforasi, penonjolan perut kanan
bawah terlihat pada appendikuler abses.
Pemeriksaan pada anak, perhatikan posisi anak yang
terbaring pada meja periksa. Anak menunjukkan ekspresi muka yang
tidak gembira. Anak tidur miring ke sisi yang sakit sambil melakukan
fleksi pada sendi paha, karena setiap ekstensi meningkatkan nyeri .
Palpasi
Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah :
Nyeri tekan (+) Mc.Burney
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah
atau titik Mc Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis
Nyeri lepas (+)
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan ) adalah rasa nyeri yang
hebat (dapat dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan
bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah
sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam di
titik Mc Burney.
Defens musculer (+)
Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan
abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietale.
Rovsing sign (+)
Penekanan perut sebelah kiri menyebabkan nyeri sebelah kanan,
karena tekanan merangsang peristaltik dan udara usus ,
sehingga menggerakan peritoneum sekitar appendik yang
meradang (somatik pain)
Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah,
apabila kita melakukan penekanan pada abdomen bagian kiri
bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang
dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan
Psoas sign (+)
Pada appendik letak retrocaecal, karena merangsang peritoneum
Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh
peradangan yang terjadi pada apendiks
Ada 2 cara memeriksa :
1. Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan
pemeriksa, pasien memfleksikan articulatio coxae kanan
menyebabkan nyeri perut kanan bawah.
2. Pasif : Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan
pemeriksa, nyeri perut kanan bawah
Obturator Sign (+)
Dengan gerakan fleksi & endorotasi articulatio coxae pada posisi
telentang menyebabkan nyeri (+)
Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut
difleksikan kemudian dirotasikan kearah dalam dan luar secara pasif,
hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah
hipogastrium
Auskultasi
Peristaltik normal, peristaltik(-) pada illeus paralitik karena peritonitis
generalisata akibat appendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak
membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah
terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus
Rectal Toucher / Colok dubur
nyeri tekan pada jam 9-12
Tanda Peritonitis umum (perforasi) :1. Nyeri seluruh abdomen2. Pekak hati hilang3. Bising usus hilang
Apendiks yang mengalami gangren atau perforasi
lebih sering terjadi dengan gejala-gejala sebagai
berikut:
a. Gejala progresif dengan durasi lebih dari 36 jamb. Demam tinggi lebih dari 38,50Cc. Lekositosis (AL lebih dari 14.000)d. Dehidrasi dan asidosise. Distensif. Menghilangnya bising ususg. Nyeri tekan kuadran kanan bawahh. Rebound tenderness signi. Rovsing signj. Nyeri tekan seluruh lapangan abdominal
Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan
pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada
sisi kanan.
Psoas sign atau
Obraztsova’s sign
Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif
jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif
jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut
pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s
sign
Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium
atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke
kuadran kanan bawah.
Sitkovskiy
(Rosenstein)’s sign
Nyeri yang semakin bertambah pada perut
kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan
pada sisi kiri
Bartomier-
Michelson’s sign
Nyeri yang semakin bertambah pada kuadran
kanan bawah pada pasien dibaringkan pada sisi
kiri dibandingkan dengan posisi terlentang
Aure-Rozanova’s
sign
Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-
Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-
tiba
Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor Alvarado.
Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis.
Pemeriksaan
Penunjang
1. Laboratorium
The Modified Alvarado Score Skor
Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati
ke perut kanan bawah
1
Mual-Muntah 1
Anoreksia 1
Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Demam diatas 37,5 ° C 1
Pemeriksaan
Lab
Leukositosis 2
Hitung jenis leukosit shift to
the left
1
Total 10
Interpretasi dari Modified Alvarado Score:
1-4 : sangat mungkin bukan apendisitis akut
5-7 : sangat mungkin apendisitis akut
8-10 : pasti apendisitis akut
Pada pasien dengan apendisitis akut, 70-90% hasil laboratorium
nilai leukosit dan neutrofil akan meningkat, walaupun hal ini bukan hasil
yang karakteristik. Penyakit infeksi pada pelvis terutama pada wanita akan
memberikan gambaran laborotorium yang terkadang sulit dibedakan dengan
apendisitis
Pada anak dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang
karakteristik apendisitis akut, akan ditemukan pada pemeriksaan darah
adanya lekositosis 11.000-14.000/mm3, dengan pemeriksaan hitung jenis
menunjukkan pergeseran kekiri hampir 75%.
Tes laboratorium untuk appendicitis bersifat kurang spesifik.,
sehingga hasilnya juga kurang dapat dipakai sebagai konfirmasi
penegakkkan diagnosa. Jumlah lekosit untuk appendisitis akut adalah
>10.000/mm dengan pergeseran kekiri pada hemogramnya (>70% netrofil).
Sehingga gambaran lekositosis dengan peningkatan granulosit dipakai
sebagai pedoman untuk appendicitis acute. Kontroversinya adalah beberapa
penderita dengan appendicitis acut, memiliki jumlah lekosit dan granulosit
tetap normal .
Marker inflamasi lain yang dapat digunakan dalam diagnosis
apendisitis akut adalah C-rective protein (CRP). Petanda respon inflamasi
akut (acute phase response) dengan menggunakan CPR telah secara luas
digunakan di negara maju. Nilai senstifitas dan spesifisits CRP cukup
tinggi, yaitu 80 - 90% dan lebih dari 90%. Pemeriksaan CRP mudah untuk
setiap Rumah Sakit di daerah, tidak memerlukan waktu yang lama (5 -10
menit), dan murah
Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai konfirmasi dan
menyingkirkan kelainan urologi yang menyebabkan nyeri abdomen.
Urinalisa sangat penting pada anak dengan keluhan nyeri abdomen untuk
menentukan atau menyingkirkan kemungkinan infeksi saluran kencing.
Apendiks yang mengalami inflamasi akut dan menempel pada ureter atau
vesika urinaria, pada pemeriksaan urinalisis ditemukan jumlah sel lekosit
10-15 sel/lapangan pandang (Raffensperger, 1990; Cloud, 1993).
2. Foto Polos abdomen
Pada apendisitis akut, pemeriksaan foto polos abdomen tidak
banyak membantu. Mungkin terlihat adanya fekalit pada abdomen sebelah
kanan bawah yang sesuai dengan lokasi apendiks, gambaran ini ditemukan
pada 20% kasus.
Kalau peradangan lebih luas dan membentuk infiltrat maka usus
pada bagian kanan bawah akan kolaps. Dinding usus edematosa, keadaan
seperti ini akan tampak pada daerah kanan bawah abdomen kosong dari
udara. Gambaran udara seakan-akan terdorong ke pihak lain. Proses
peradangan pada fossa iliaka kanan akan menyebabkan kontraksi otot
sehingga timbul skoliosis ke kanan. Gambaran ini tampak pada penderita
apendisitis akut (Mantu, 1994). Bila sudah terjadi perforasi, maka pada
foto abdomen tegak akan tampak udara bebas di bawah diafragma.
Kadang-kadang udara begitu sedikit sehingga perlu foto khusus untuk
melihatnya.
Kalau sudah terjadi peritonitis yang biasanya disertai dengan
kantong-kantong pus, maka akan tampak udara yang tersebar tidak merata
dan usus-usus yang sebagian distensi dan mungkin tampak cairan bebas,
gambaran lemak preperitoneal menghilang, pengkaburan psoas shadow.
Walaupun terjadi ileus paralitik tetapi mungkin terlihat pada beberapa
tempat adanya permukaan cairan udara (air-fluid level) yang menunjukkan
adanya obstruksi. Foto x-ray abdomen dapat mendeteksi adanya fecalith
(kotoran yang mengeras dan terkalsifikasi, berukuran sebesar kacang polong
yang menyumbat pembukaan appendik) yang dapat menyebabkan
appendisitis. Ini biasanya terjadi pada anak-anak. Foto polos abdomen
supine pada abses appendik kadang-kadang memberi pola bercak udara dan
air fluid level pada posisi berdiri/LLD ( decubitus ), kalsifikasi bercak rim-
like( melingkar ) sekitar perifer mukokel yang asalnya dari appendik. Pada
appendisitis akut, kuadran kanan bawah perlu diperiksa untuk mencari
appendikolit : kalsifikasi bulat lonjong, sering berlapis.
3. Ultrasonografi
Ultrasonografi telah banyak digunakan untuk diagnosis
apendisitis akut maupun apendisitis dengan abses. Apendiks yang meradang
tampak sebagai lumen tubuler, diameter lebih dari 6 mm, tidak ada
peristaltik pada penampakan longitudinal, dan gambaran target pada
penampakan transversal. Keadaan awal apendisitis akut ditandai dengan
perbedaan densitas pada lapisan apendiks, lumen yang utuh, dan diameter 9
– 11 mm. Keadaan apendiks supurasi atau gangrene ditandai dengan distensi
lumen oleh cairan, penebalan dinding apendiks dengan atau tanpa
apendikolit.
Akurasi ultrasonografi sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan
kemampuan pemeriksa. Pada beberapa penelitian, akurasi antara 90 – 94%,
dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85 dan 92% (Erik K, 2003).
Pemeriksaan dengan Ultrasonografi (USG) pada apendisitis akut, ditemukan
adanya fekalit, udara intralumen, diameter apendiks lebih dari 6 mm,
penebalan dinding apendiks lebih dari 2 mm dan pengumpulan cairan
perisekal. Apabila apendiks mengalami ruptur atau perforasi maka akan sulit
untuk dinilai, hanya apabila cukup udara maka abses apendiks dapat
diidentifikasi.
Ultrasound adalah suatu prosedur yang tidak menyakitkan yang
menggunakan gelombang suara untuk mengidentifikasi organ-organ dalam
tubuh. Ultrasound dapat mengidentifikasi appendik yang membesar atau
abses. Walaupun begitu, appendik hanya dapat dilihat pada 50% pasien
selama terjadinya appendisitis. Oleh karena itu, dengan tidak terlihatnya
apendiks selama ultrasound tidak menyingkirkan adanya appendisitis.
4. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)
Pada keadaan normal apendiks, jarang tervisualisasi dengan
pemeriksaan skening ini. Gambaran penebalan diding apendiks dengan
jaringan lunak sekitar yang melekat, mendukung keadaan apendiks yang
meradang. CT-Scan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi
yaitu 90 – 100% dan 96 – 97%, serta akurasi 94 – 100%. Ct-Scan sangat
baik untuk mendeteksi apendiks dengan abses atau flegmon
Perbandingan pemeriksaan penunjanng apendisitis akut:
Ultrasonografi CT-Scan
Sensitivitas 85% 90 - 100%
Spesifisitas 92% 95 - 97%
Akurasi 90 - 94% 94 - 100%
Keuntungan Aman Lebih akurat
relatif tidak mahal Mengidentifikasi
abses dan flegmon
lebih baik
Dapat mendignosis
kelainan lain pada wanita
Mengidentifikasi
apendiks normal
lebih baik
Baik untuk anak-anak
Kerugian Tergantung operator Mahal
Sulit secara tehnik Radiasi ion
Nyeri Kontras
Sulit di RS daerah Sulit di RS daerah
Tatalaksana - Apendisitis kronis: direncanakan apendektomi elektif
- Apendisitis akut: direncanakan apendektomi segera
- Peripendikuler abses: insisi, drainase
- Periapendikuler infiltrate: pertama dirawat konservatif, medikamentosa
yang adekut, bila massa mengecil ukuran < 3 cm dan menghilang
dilakukan apendektomi dengan insisi paramedian
- Apendisitis perforate disertai tanda-tanda peritonitis local: dilakukan
apendektomi dengan insisi gradiron atau paramedian.
- Bila ditemukan tanda-tanda peritonitis umum dilakukan laparotomi
dengan insis median
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik.
Penundaan apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat
mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi apendiks normal yang
dilakukan pembedahan sekitar 20%. Pada apendisitis akut tanpa
komplikasi tidak banyak masalah.
Konservatif kemudian operasi elektif (Infiltrat)
Bed rest total posisi Fowler (anti Trandelenburg)
Diet rendah serat
Antibiotika spektrum luas
Metronidazol
Monitor : Infiltrat, tanda2 peritonitis(perforasi),
suhu tiap 6 jam, LED, AL bila baik mobilisasi
pulang
Penderita anak perlu cairan intravena untuk mengoreksi
dehidrasi ringan. Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung
dan untuk mengurangi bahaya muntah pada waktu induksi anestesi. Pada
apendisitis akut dengan komplikasi berupa peritonitis karena perforasi
menuntut tindakan yang lebih intensif, karena biasanya keadaan anak sudah
sakit berat. Timbul dehidrasi yang terjadi karena muntah, sekuestrasi cairan
dalam rongga abdomen dan febris. Anak memerlukan perawatan intensif
sekurang-kurangnya 4-6 jam sebelum dilakukan pembedahan. Pipa
nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung agar mengurangi
distensi abdomen dan mencegah muntah. Kalau anak dalam keadaan syok
hipovolemik maka diberikan cairan ringer laktat 20 ml/kgBB dalam larutan
glukosa 5% secara intravena, kemudian diikuti dengan pemberian plasma
atau darah sesuai indikasi. Setelah pemberian cairan intravena sebaiknya
dievaluasi kembali kebutuhan dan kekurangan cairan. Sebelum
pembedahan, anak harus memiliki urin output sebanyak 1 ml/kgBB/jam.
Untuk menurunkan demam diberikan acetaminophen suppositoria
(60mg/tahun umur). Jika suhu di atas 380C pada saat masuk rumah sakit,
kompres alkohol dan sedasi diindikasikan untuk mengontrol demam.
Antibiotika sebelum pembedahan diberikan pada semua anak
dengan apendisitis, antibiotika profilaksis mengurangi insidensi komplikasi
infeksi apendisitis. Pemberian antibiotika dihentikan setelah 24 jam selesai
pembedahan. Antibiotika berspektrum luas diberikan secepatnya sebelum
ada biakan kuman. Pemberian antibiotika untuk infeksi anaerob sangat
berguna untuk kasus-kasus perforasi apendisitis . Antibiotika diberikan
selama 5 hari setelah pembedahan atau melihat kondisi klinis penderita.
Kombinasi antibiotika yang efektif melawan bakteri aerob dan anaerob
spektrum luas diberikan sebelum dan sesudah pembedahan. Kombinasi
ampisilin (100mg/kg), gentamisin (7,5mg/kg) dan klindamisin (40mg/kg)
dalam dosis terbagi selama 24 jam cukup efektif untuk mengontrol sepsis
dan menghilangkan komplikasi apendisitis perforasi. Metronidasol aktif
terhadap bakteri gram negatif dan didistribusikan dengan baik ke cairan
tubuh dan jaringan. Obat ini lebih murah dan dapat dijadikan pengganti
klindamisin.4
Prognosis Prognosis pada semua fase apendisitis sangat baik, tingkat mortalitas kurang dari
1%. Hal ini dikarenakan diagnosis awal dan tata laksana yang dilakukan dengan
baik
Referensi 1. Ketut Budha et al. Apendisitis. Dalam: Standar Pelayanan Medis Kasus-
Kasus Bedah Emergency. RS Sanglah. 2005. Denpasar. p. 132-6
2. Wim De jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC:Jakarta
3. Sukardja et al. Standar pelayanan profesi dokter spesialis bedah umum
Indonesia. PABI. 2002. Jakarta. p.19
4. Budhi Arifin nor et al. 2011. Penatalaksanaan apendisitis. Online available
at: http: www. generalsurgery-fkui.com