APENDISITIS
Click here to load reader
description
Transcript of APENDISITIS
LAPORAN PENDAHULUAN
APENDISITIS
DISUSUN OLEH :
YAYUK INDAH LESTARI
11.02.01.0898
PRODI S-1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI KESEHATAN MUHAMMADIYAH
LAMONGAN
APENDISITIS
1. Pengertian
Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat
di bawah katup ileosekal. Karena apendiks mengosongkan diri dengan tidak efisien, dan
lumennya kecil, maka apendiks mudah mengalami obstruksi dan rentan terhadap infeksi
(apendisitis) (Baughman, Diane C., 2000).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki
maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30
tahun (Mansjoer, Arif, 2000).
Apendisitis merupakan penyebab yang paling umum dari inflamasi akut kuadran kanan
bawah rongga abdomen dan penyebab yang paling umum dari pembedahan abdomen
darurat. Pria lebih banyak terkena daripada wanita, remaja lebih banyak dari orang dewasa;
insiden tertinggi adalah mereka yang berusia 10 sampai 30 tahun (Baughman, Diane C.,
2000).
2. Etiologi
Menurut Sjamsuhidajat, 2004 :
a. Fekalit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat.
b. Tumor apendiks.
c. Cacing ascaris.
d. Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica.
e. Hiperplasia jaringan limfe.
Obstruksi apendiks menyebabkan peningkatan mencolok tekanan intralumen, yang
dengan cepat melebihi tekanan darah sistolik. Pada awalnya kongesti darah vena memburuk
menjadi thrombosis, nekrosis, dan perforasi. Secara klinis, obstruksi lumen merupakan
penyebab utama apendisitis. Obstruksi ini disebabkan oleh pengerasan bahan tinja.
Obstruksi akibat dari edema mukosa dapat disertai dengan infeksi virus atau bakteri
(Yersinia, Salmonella, Shigella) sistemik. Mucus yang tidak normal terkesan sebagai
penyebab meningkatnya insiden apendisitis pada anak dengan kistik fibrosis. Tumor
karsinoid, benda asing, dan Ascaris jarang menjadi penyebab apendisitis (Ilmu Kesehatan
Anak Nelson, 1999).
3. Manifestasi Klinis
a. Nyeri di daerah umbilicus atau periumbilikus.
b. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan
diperberat bila berjalan atau batuk.
c. Anoreksia, malaise.
d. Konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare.
e. Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah.
f. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.
g. Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut.
(Mansjoer, Arif, 2000)
4. Patofisiologi
Apendiksitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, atau neoplasma. Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks akan
menyebabkan obstruksi dan akan mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang
akhirnya sebagai kausa sumbatan. Obstruksi yang terjadi tersebut menyebabkan mukus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus semakin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan
edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukus. Pada saat ini terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Sumbatan menyebabkan nyeri sekitar umbilicus dan
epigastrium, nausea, muntah. Invasi kuman E Coli dan spesibakteroides dari lumen ke
lapisan mukosa, submukosa, lapisan muskularisa, dan akhirnya ke peritoneum parietalis
terjadilah peritonitis lokal kanan bawah. Suhu tubuh mulai naik. Bila sekresi mukus terus
berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena,
edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di area kanan bawah. Keadaan
ini yang kemudian disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan demikian ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi
karena telah ada gangguan pembuluh darah.
(Mansjoer, Arif, 2000)
5. Pathway
Hipertemia
Bakteri flora usus meningkat
Abses sekunder
Jumlah leukosit meningkat
Obstruksi usus
Rangsang syaraf reseptorInfeksi
Ulserasi dan invasi bakteri pada dinding apendiks
Aliran darah terganggu
Tekanan intraluminal
Apendiks teregang
Mukosa terbendung
Obstruksi
Hyperplasia folikel limfoid, benda asing, erosi mukosa apendiks, fekalit,
tumor
DiafragmaPelvis Liver
Thrombosis pada vena intraluminal
Ke peritonium
Gangguan rasa nyaman : Nyeri akut
Konstipasi
Gangguan eliminasi alvi
Gangguan rasa nyaman : nyeri
akut
Pembedahan
Perforasi
Peritonitis Bengkak dan iskemia
Gangguan mobilitas fisik
Resiko infeksi
Jalan masuk kuman
Kecemasan
Luka insisi
6. Pemeriksaan Diagnosis
a. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa
apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan
gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara
dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). Pada keadaan perforasi ditemukan adanya
udara bebas dalam diafragma.
b. Laboratorium
Pemeriksaan darah : lekosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana lebih dari
13000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya lekositosis tidak
menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis: terdapat pergeseran ke kiri. Pemeriksaan urin :
sediment dapat normal atau terdapat lekosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks
yang meradang menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan laboratorium Leukosit
meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme
yang menyerang.
(Betz, Cecily Lynn, 2009)
7. Penatalaksanaan
a. Sebelum operasi
1) Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi.
2) Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
3) Rehidrasi Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara
intravena.
4) Obat-obatan penurun panas.
5) Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
b. Operasi
1) Apendiktomi.
2) Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen dicuci
dengan garam fisiologis dan antibiotika.
3) Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin mengecil, atau
abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.
4) Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu
sampai 3 bulan.
5) Laparotomy
6) Laparoskopi dilakukan pada anak dengan angka komplikasi sama dengan angka
komplikasi apendiktomi.
c. Pasca operasi
1) Observasi TTV.
2) Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung
dapat dicegah.
3) Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien
dipuasakan.
4) Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan
sampai fungsi usus kembali normal.
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai
dengan :
a. Umumnya klien berusia 5 tahun atau lebih.
b. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi.
c. Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda tanda peritonitis dan hanya teraba
massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
d. Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.
Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik dan
istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan lebih
banyak, lebihlebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan
sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau
tanpa peritonitis umum.
(Mansjoer, Arif, 2000)
8. Komplikasi
a. Perforasi.
b. Infeksi luka.
c. Abses intraabdomen.
d. Obstruksi intestinum.
(Ilmu Kesehatan Anak Nelson, 1999)
9. Diagnosa Banding
a. Limfadenitis mesenterika pada anak-anak.
b. Penyakit pelvis pada wanita (misalnya penyakit inflamasi pelvis, ISK, kehamilan
etopik, rupture kista korpus luteum).
c. Lebih jarang : penyakit Crohn, kolesistitis, perforasi ulkus duodenum, pneumonia kanan
bawah, torsio testis kanan, diabetes melitus pada pasien yang lebih muda dan usia
pertengahan.
d. Jarang : perforasi karsinoma sekum, diverkulitis sigmoid, diverkulitis sekum pada
pasien yang lebih tua.
(Grace, Pierce A & Borley, Neil R., 2006)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Pria lebih banyak terkena daripada wanita, remaja lebih banyak dari orang dewasa;
insiden tertinggi adalah mereka yang berusia 10 sampai 30 tahun.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Didapatkan nyeri perut.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan nyeri perut menjalar ke perut kanan bawah. Keluhan nyeri perut kanan
bawah mungkin beberapa jam. Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat
hilang atau timbul, nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya
pasien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji kebiasaan diet, makan-makanan rendah serat dan kebiasaan eliminasi.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Dikaji apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan
pasien.
c. Riwayat Tumbuh Kembang
1) Perkembangan Fisik
Anak pada usia 6 sampai 10 tahun biasanya berkembang pesat. Rata-rata berat
badan bertambah sampai 3 Kg dengan tinggi bertambah sekitar 6 cm setiap
tahunnya. Anak juga akan kehilangan 4 gigi susu setiap tahunnya yang kemudian
berganti dengan tumbuhnya gigi tetap.
2) Perkembangan Kognitif
Kemampuan kognitif, kemampuan berpikir, dan memberikan alasan, berkembang
secara matang antara usia 6 sampai 10 tahun. Sesuai dengan perkembangan
kognitif, kemampuan anak dalam memecahkan suatu persoalan pun berkembang.
Namun demikian, konsep yang dapat dimengerti oleh anak masih sederhana.
Konsep tentang masa lalu, misalnya, biasanya masih sangat abstrak bagi anak-anak
untuk dapat dipahami.
3) Perkembangan Emosi & Sosial
Anak usia 6 sampai 10 tahun mulai menjalin persahabatan. Rasa percaya diri,
merasa diri berarti, dan rasa memiliki, menjadi penting karena anak mulai
berinteraksi dengan orang-orang di luar keluarganya. Anak-anak pada usia ini juga
membandingkan dirinya dengan teman-temannya yang lain.
4) Perkembangan Bahasa
Pada usia 6 tahun, sebagian besar anak dapat memahami sekitar 13.000 kata. Dari
usia 6 sampai 10 tahun, cara berpikir mereka berangsur-angsur menjadi lebih
kompleks. Misalnya, mereka mulai bisa menginterpretasikan kalimat-kalimat
sederhana menjadi kalimat-kalimat yang lebih sulit di dalam satu alinea. Juga mulai
bisa menulis beberapa kata yang sederhana sampai dengan membentuk kata-kata
yang lebih kompleks dan dituangkan ke dalam cerita-cerita yang lebih kompleks.
5) Perkembangan Sensorik & Motorik
Anak usia 6 sampai 10 tahun mencapai kekuatan dan koordinasi otot. Kemampuan
motorik dasar pada sebagian besar anak pada usia ini lebih berkembang. Seperti
gerakan menendang, menangkap, dan melempar. Perlahan-lahan, anak menjadi
lebih mampu melakukan kegiatan yang lebih kompleks seperti menari, bermain
basket, atau bermain piano.
d. Riwayat Imunisasi
Umur Jenis Imunisasi
0-7 hari Hepatitis B 1
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT/Hepatitis B 2, Polio 2
3 bulan DPT/Hepatitis B 3, Polio 3
4 bulan DPT/Hepatitis B 4, Polio 4
9 bulan-6 tahun Campak
e. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
1) Kepala : perhatikan bentuk kepala, ada laserasi/jejas, keadaan rambut dan kulit
kepala bersih/kotor.
2) Mata : perhatikan bentuk mata, ada/tidak oedem pada palpebra, konjungtiva, sclera,
pupil.
3) Hidung : bentuk normal/tidak, laserasi/jejas, epitaksis, nyeri tekan, pernapasan
cuping hidung, takipnea, pernafasan dangkal.
4) Telinga : bentuk normal/tidak, keadaan bersih/kotor.
5) Mulut : keadaan mulut bersih/tidak, bibir lembab/kering, lidah kotor/tidak.
6) Dada
Inspeksi : bentuk dada normal/tidak
Palpasi dinding dada : apa ada nyeri tekan, pergerakan dinding dada kiri dan
kanan simetris/tidak
Perkusi : normal sonor
Auskultasi : adanya bunyi napas tambahan (ronkhi, wheezing)
7) Jantung
Adanya takikardi
Irama jantung teratur/tidak
Ada/tidak ada pembesaran jantung
Nadi normal (Bayi 120-130 x/mnt, Anak 80-90 x/mnt)
8) Abdomen
Inspeksi : Tingkah laku anak dan keadaan perutnya. Anak dengan apendisitis
sering bergerak perlahan dan terbatas., membungkuk ke depan, dan sering
dengan sedikit pincang.anak tersebut akan memegang kuadran kanan bawah
dengan tangan dan enggan untuk naik ke meja periksa. Perubahan warna dan
bekas luka memar harus dipikirkan trauma perut. Perut kembung menunjukkan
suatu komplikasi seperti perforasi atau obstruksi.
Auskultasi : Menunjukkan suara usus normal atau hiperaktif ketika menjelek
menjadi perforasi.
Palpasi : Harus dilakukan dengan lembut setelah pelaporan dan dibantu dengan
selingan pembicaraan atau bantuan orangtua. Kuadran kanan bawah (titik
McBurney) harus dipalpasi terakhir setelah pemeriksa telah mempunyai
kesempatan mempertimbangkan respon terhadap pemeriksaan kuadran yang
seharusnya tidak nyeri. Tanda fisik yang paling penting pada apendisitis adalah
nyeri tekan menetap pada saat palpasi dan kekakuan lapisan otot rektus. Jika
anak takut atau agitasi saat pemeriksaan sebelumnya, maka otot perut mungkin
tegang keseluruhan, membuat interpretasi temuan ini tidak dimungkinkan.
Perkusi : Dilakukan dengan lembut pada semua kuadran pada semua kelompok
umur.
f. Pemeriksaan Penunjang
1) Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin
terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan udara di sekum
atau ileum).
2) Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.
3) Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
4) Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.
5) Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operasi :
1) Gangguan rasa nyaman : Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan
intestinal oleh inflamasi.
2) Hipertemia berhubungan dengan infeksi.
3) Gangguan eliminasi alvi berhubungan dengan konstipasi.
4) Kecemasan berhubungan dengan rencana pembedahan.
b. Post Operasi :
1) Gangguan rasa nyaman : Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan, luka insisi.
2) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pasca operasi.
3. Rencana Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal
oleh inflamasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat
berkurang.
Kriteria Hasil : Persepsi subyektif pasien tentang ketidaknyamanan menurun,
pasien tidak menunjukkan indikator-indikator nyeri non verbal, respon verbal
seperti menangis atau meringis tidak ada.
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik
nyeri.
2. Jelaskan pada pasien tentang penyebab
nyeri.
3. Ajarkan tehnik untuk pernafasan
diafragmatik lambat / napas dalam.
4. Berikan aktivitas hiburan (ngobrol dengan
anggota keluarga)
5. Observasi tanda-tanda vital.
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian analgetik
1. Indiaktor secara dini untuk dapat
memberikan tindakan selanjutnya.
2. Informasi yang tepat dapat menurunkan
tingkat kecemasan pasien dan
menambah pengetahuan pasien tentang
nyeri.
3. Napas dalam dapat menghirup O2
secara adequate sehingga otot-otot
menjadi relaksasi sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri.
4. Meningkatkan relaksasi dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
5. Deteksi dini terhadap perkembangan
kesehatan pasien.
6. Mengurangi rasa nyeri
2) Kecemasan berhubungan dengan prosedur pelaksanaan operasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan berkurang.
Kriteria Hasil : pasien tampak tenang, tidak menangis.
Intervensi Rasional
1. Evaluasi tingkat ansietas, catat verbal dan 1. Ketakutan dapat terjadi karena nyeri
non verbal pasien.
2. Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan
prosedur sebelum dilakukan.
3. Jadwalkan istirahat adekuat dan periode
menghentikan tidur.
4. Anjurkan keluarga untuk menemani
disamping klien
hebat, penting pada prosedur
diagnostik dan pembedahan.
2. Meringankan ansietas terutama ketika
pemeriksaan tersebut melibatkan
pembedahan.
3. Membatasi kelemahan, menghemat
energi dan meningkatkan kemampuan
koping.
4. Mengurangi kecemasan klien
b. Post Operasi
1) Gangguan rasa nyaman : Nyeri luka operasi berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang.
Kriteria Hasil : persepsi subyektif pasien tentang ketidaknyamanan menurun, pasien
tidak menunjukkan indikator-indikator nyeri non verbal, respon verbal seperti
menangis atau meringis tidak ada.
Intervensi Rasional
1. Kaji dan dokumentasikan kualitas,
lokasi, dan durasi nyeri.
2. Ajarkan tehnik untuk pernafasan
diafragma lambat.
3. Bantu posisi klien untuk kenyamanan
yang optimal: posisi semi fowler,
beberapa pasien menemukan
1. Berguna dalam pengawasan keefek-tifan
obat, kemajuan penyembuhan,
perubahan pada karakteristik nyeri
menunjukkan terjadinya abses/
peritonitis, memerlukan evaluasi medik
dan intervensi.
2. Menurunkan stress dan membantu relaks
otot yang tegang.
3. Gravitasi melokalisasi eksudasi
inflamasi dalam abdomen bawah atau
pelvis. Menghilangkan ketegangan otot
kenyamanan pada posisi miring dengan
lutut ditekuk, sedangkan yang lain
merasa hilang dengan posisi terlentang
dengan bantal di bawah lutut.
4. Ajarkan klien untuk memberi tahanan
ringan dengan tangan atau bantal pada
luka operasi saat batuk.
5. Berikan therapi obat analgesik sesuai
kebutuhan klien.
abdomen yang bertambah dengan posisi
terlentang.
4. Tahanan ringan mengurangi ketegangan
otot abdomen saat serangan batuk.
5. Analgesik menghilangkan nyeri,
mempermudah kerjasama dengan
intervensi terapi lain seperti: ambulasi,
batuk.
2) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko infeksi dapat
diminimalisasi.
Kriteria Hasil : pasien bebas dari infeksi dengan kriteria normotemia, berorientasi
terhadap waktu dan tempat, tidak ada eritema, insisi yang hangat atau drainase dari
sisi insisi.
Intervensi Rasional
1. Observasi tanda-tanda vital.
2. Evaluasi luka operasi terhadap bukti
infeksi: eritema, hangat, bengkak,
drainage purulent, penyembuhan
lambat.
3. Perhatikan warna, karakter dan bau
drainage, laporkan bila drainage ball
busuk atau abnormal.
4. Ganti balutan sesuai program dengan
menggunakan tehnik steril, cegah
1. Dugaan adanya infeksi / terjadinya
sepsis, abses, dan peritonitis dapat
meningkatakan metabolisme dan tanda-
tanda vital.
2. Sebagai deteksi dini terhadap adanya
infeksi.
3. Cairan drainage yang busuk atau
abnormal mengindikasikan adanya
proses infeksi.
4. Mencegah resiko penyebaran infeksi.
kontaminasi silang dari luka pada
klien.
5. Cegah transmisi agen infeksi dengan
mencuci tangan dengan baik sebelum
dan sesudah merawat klien.
6. Beli makanan yang berkualitas:
asupan karbohidrat, protein, dukung
klien untuk makan secara bertahap.
7. Berikan therapi antibiotik sesuai
indikasi.
5. Mencuci tangan dengan baik
menurunkan resiko penyebaran infeksi.
6. Karbohidrat dan protein penting dalam
proses penyembuhan luka.
7. Menurunkan jumlah organisme (pada
infeksi yang sudah ada sebelumnya)
untuk, menurunkan penyebaran dan
pertumbuhannya pada rongga abdomen.
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pasca operasi, penurunan
kekuatan dan ketahanan sekunder akibat efek susunan saraf pusat dari anestesi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan aktifitas pasien
kembali normal.
Kriteria Hasil : kemampuan untuk bergerak di tempat tidur, berpindah dan ambulasi
secara mandiri atau dengan bantuan minimal.
Intervensi Rasional
1. Kaji mobilitas fisik pra operasi
dengan mengevaluasi koordi-nasi dan
kekuatan otot, kontrol dan masa.
2. Bantu klien untuk ambulasi segera
mungkin setelah pembedahan sesuai
indikasi.
3. Bantu klien dalam memenuhi
kebutuhan ADL.
4. Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan
1. Nyeri pasca operasi dan efek anestesi
menurunkan ketahanan otot.
2. Ambulasi dini penting dalam
peningkatkan normalisasi fungsi organ.
3. Mengurangi resiko mobilisasi yang
tidak diperlukan.
oleh klien.
5. Jelaskan pentingnya gerakan
ditempat tidur dan ambulasi pada
penurunan komplikasi pada pasca
operasi.
4. Meminimalkan aktifitas klien.
5. Penjelasan dapat membantu agar klien
kooperatif dengan intervensi perawat.
REFERENSI
_____. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta : EGC.
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku untuk Brunner dan
Suddarth. Jakarta : EGC.
Betz, Cecily Lynn. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.
Doenges, Marylinn E. 2000. Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :
EGC.
Grace, Pierce A. & Borley, Neil R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta : Erlangga.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI.
Sjamsuhidayat, R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.