APENDISITIS

53
LAPORAN STUDI KASUS STASE BEDAH RUMAH SAKIT ISLAM MALANG UPAYA PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA TERHADAP An.R DALAM MENANGANI KELUHAN NYERI PADA ABDOMEN Disusun untuk Memenuhi Tugas Clerkship Oleh: Mytta Putri Utami (209.121.0043) Pembimbing: dr. H. Faisol Taufiqi

description

Makalah apendisitis

Transcript of APENDISITIS

Page 1: APENDISITIS

LAPORAN STUDI KASUS STASE BEDAH

RUMAH SAKIT ISLAM MALANG

UPAYA PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA TERHADAP An.R

DALAM MENANGANI KELUHAN NYERI PADA ABDOMEN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Clerkship

Oleh:

Mytta Putri Utami (209.121.0043)

Pembimbing:

dr. H. Faisol Taufiqi

KEPANITERAAN KLINIK MADYA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2013

Page 2: APENDISITIS

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta inayah-nya kepada penyusun sehingga laporan studi kasus stase bedah ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana yang diharapkan.

Tujuan penyusunan laporan ini adalah sebagai ujian kasus guna memenuhi tugas Clerkship serta melatih keterampilan klinis dan komunikasi dalam menangani kasus kedokteran keluarga secara holistik dan komprehensif.

Penyusun menyadari bahwa laporan makalah ini belum sempurna. Untuk itu, saran dan kritik dari para dosen dan pembaca sangat diharapkan demi perbaikan laporan ini. Atas saran dan kritik dosen dan pembaca, penyusun ucapkan terima kasih.

Semoga Laporan Studi Kasus ini bermanfaat bagi dosen, penyusun, pembaca serta rekan-rekan lain yang membutuhkan demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kedokteran.

PenyusunMytta Putri Utami

2

Page 3: APENDISITIS

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.................................................................................... 2

DAFTAR ISI.................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang...............................................................................4

I.2 Tujuan............................................................................................4

I.3 Manfaat..........................................................................................5

BAB II LAPORAN KASUS

2.1 Anamnesa .......................................................................................6

2.2 Pemeriksaan fisik............................................................................9

2.3 Pemeriksaan penunjang..................................................................11

2.4 Flow sheet.......................................................................................12

2.5 Diagnosa Holistik............................................................................13

BAB III IDENTIKASI FUNGSI KELUARGA

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi....................................................................28

3.2 Patofisiologi...................................................................................39

BAB V PEMBAHASAN

4.1 Dasar Penegakan Diagnosa.............................................................25

4.3 Dasar Rencana Penatalaksanaan.....................................................27

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan holistik.......................................................................36

6.2 Saran komprehensif........................................................................36

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................37

3

Page 4: APENDISITIS

LAPORAN STUDI KASUS STASE BEDAH

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Apendisitis akut adalah satu masalah kegawatdaruratan bedah yang umum

didapat dimasyarakat. Insiden berkisar 1,5-1,9/1000 populasi perempuan dan laki-

laki umumnya muncul pada dewasa muda, usia 20-30 tahun. Apendisitis terjadi

karena proses obstruksi di lumen apendiks, penyabab tersering adalah karena

penyumbatan kelenjar limfoid. Gejala dan tanda apendisitis akut adalah sakit perut

kuadran kanan bawah disertai mual, muntah, dan tidak nafsu makan.

Operasi pada kasus apendisitis akut menduduki salah satu operasi tersering

yang dilakukan dalam kasus kegawatdaruratan abdomen (10% dari semua kasus

kegawatdariuratan abdomen). Di Amerika Serikat, sebanyak 20.000 apendiktomi

dilakukan pada kasus apendisitis akut tiap tahunnya. Misgiagnostik dan

penundaan operasi pada apendisitis akut dapat meningkatkan risiko perforasi dan

akhirnya menimbulkan peritonitis.

Karena berlatar belakang tingginya insiden apendisitis dan kebutuhan

diagnosis dan penanganan yang cepat inilah, penulis mengangkat kasus ini

sebagai pembelajaran dalam upaya pendekatan kedokteran keluarga terhadap

penanganan apendisitis akut pada sdr. FS.

1.2 TUJUAN

Tujuan penyusunan laporan ini adalah untuk melatih keterampilan

berkomunikasi mahasiswa dalam berhadapan langsung dengan pasien, guna

mencari informasi sebanyak-banyaknya yang berhubungan dengan penyakit

pasien untuk menunjang diagnosis kasus penyakit dalam, khususnya keluhan

nyeri perut yang terjadi pada Sdr.FS, dengan upaya pendekatan kedokteran

keluarga yang bersifat holistik dan komprehensif.

4

Page 5: APENDISITIS

1.3 MANFAAT

1. Manfaat Keilmuan

- Diharapkan makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu

pengetahuan tentang keluhan nyeri perut yang terjadi pada Sdr.FS

antara lain etiologi, patofisiologi, gejala dan tanda, komplikasi,

prognosis, serta penanganannya.

2. Manfaat Praktis

- Diharapkan dapat memberikan tambahan literatur dalam menghadapi

keluhan nyeri perut yang terjadi pada Sdr.FS

- Sebagai media pembelajaran dan evaluasi terhadap aspek kedokteran

keluarga dalam penanganan serta pencegahan keluhan nyeri perut

5

Page 6: APENDISITIS

LAPORAN STUDI KASUS STASE BEDAH

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS

2.1.1 Identitas Pasien

Nama : Sdr. FS

Umur : 21 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Terusan Surabaya 79 Klojen, Malang

Agama : Islam

Tanggal MRS : 17 Oktober 2013

No. RM : 15-71-52

2.1.1 Identitas orangtua

Identitas ayah

Nama ayah : Tn.S

Umur : -

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Petani

Pendidikan : STM

Agama : Islam

Alamat : Dusun Gendilmalang, Blitar

Identitas ibu

Nama ibu : Ny.S

Umur : -

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Petani

Pendidikan : SD

Alamat : Dusun Gendilmalang, Blitar

6

Page 7: APENDISITIS

1. Keluhan Utama : Nyeri perut dibagian depan menjalar ke belakang.

Harapan : Nyeri perut menghilang dan mengatahui penyebabnya.

Kekhawatiran : Penyakitnya parah.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Sdr.FS, 21 tahun datang dengan keluhan nyeri perut yang hebat sejak tadi

malang (Rabu 16 Oktober 2013) hingga sekarang (sekarang: Kamis 17 Oktober

2013). Nyeri ringan mulai dirasakan sejak hari senin 14 Oktober 2013. Nyeri

terus-menerus dan terasa disemua bagian perut hingga menjalar ke pinggang

bagian belakang. Nyeri seperti ada gelembung air di dalam perut dan semakin

menekan ke bawah. Nyeri dirasakan semakin parah ketika batuk, tertawa, dan

berdiri tegak, pasien lebih nyaman untuk tidak bergerak. Keluhan lain

disangkal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat alergi obat : (-)

Riwayat magh : (-)

Riwayat alergi makanan : (-)

Hiperkolesterol : (-)

Diabetes mellitus : (-)

Hipertensi : (-)

Riwayat konstipasi : (-)

Riwayat diare : (+)

4. Riwayat Pengobatan

Riwayat MRS : (-)

Riwayat operasi : (-)

Riwayat konsumsi obat : obat magh

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : (-)

Riwayat gangguan saluran pencernaan pada keluarga : (-)

Riwayat Alergi : (-)

Riwayat DM : (-)

Riwayat hipertensi : (-)

7

Page 8: APENDISITIS

6. Riwayat Gizi

Sehari-hari pasien makan 3 kali di warung sekitar kampusnya. Untuk jenis

makanan tidak terlalu diperhatikan, dan lebih sering memakan lalapan.

7. Riwayat Kebiasaan Pasien dan Keluarga

Riwayat merokok : (-)

Riwayat : (-)

Riwayat pengisian waktu luang : digunakan untuk beristirahat.

Olahraga : jarang

8. Riwayat Sosial Ekonomi

Ayah pasien dan ibu pasien bekerja sebagai petani dan orang tua pasien

sebagai anggota masyarakat biasa, tidak memiliki jabatan khusus di

masyarakat.

Review of Sistem

1. Kulit : kulit gatal (-), bintik merah di kulit (-)

2. Kepala : pusing (-), rambut rontok (-), luka (-), benjolan (-)

3. Mata : merah (-/-), katarak (-/-)

4. Hidung : tersumbat (-/-), mimisan (-/-), sekret/rhinorrea (-/-)

5. Telinga : Cairan (-/-), nyeri (-/-)

6. Mulut : Sariawan (-), mulut hiperemis (-)

7. Tenggorokan: Sakit menelan (-), serak (-), ada rasa tersendat (-)

8. Pernafasan : Sesak nafas (-), batuk (+), mengi (-)

9. Kardiovaskuler : Berdebar-debar (-), nyeri dada (-),

10. Gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), diare (-), nyeri perut seluruh

bagian dan menjalar ke bagian belakang (+),

kembung (-)

11. Genitourinaria : BAK dan BAB normal, BU (+)

12. Neurologic : Kejang (-), lumpuh (-), kaki kesemutan (-)

13. Muskuluskeletal : Kaku sendi (-), nyeri sendi (-), nyeri otot (-)

14. Ekstremitas :

a. Atas kanan : bengkak (-), hangat (-), pucat (-), luka (-), dingin (-)

b. Atas kiri : bengkak (-), hangat (-), pucat (-), luka (-), dingin (-)

c. Bawah kanan: bengkak (-),hangat (-), pucat (-), luka (-), dingin (-)

8

Page 9: APENDISITIS

d. Bawah kiri : bengkak (-),hangat (-), pucat (-), luka (-), dingin (-)

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum

Tampak sakit sedang (jalan membungkuk), kesadaran compos mentis

(GCS 456), status gizi kesan cukup.

2. Tanda Vital dan Status Gizi

Tanda Vital

Tensi : 120/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit, reguler, isi cukup, simetris

Pernafasan : - x/menit

Suhu : -o C

Status gizi

Berat badan : 63 kg

Panjang badan : 171 cm

3. Kulit : Ikterik (-), sianosis (-)

4. Kepala : DBN

5. Mata : Conjunctiva hiperemi (+/+), sklera ikterik (-/-),

pupil isokor (+/+). Mata cowong (-/-)

6. Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis(-),

deformitas hidung (-)

7. Mulut : Bibir pucat (-), bibir kering (-), gusi berdarah (-)

8. Telinga : DBN

9. Tenggorokan : Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)

10. Leher : Trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),

pembesaran kelenjar limfe (-)

11. Thoraks

Simetris, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-)

- Cor :I : Ictus cordis tak tampak

P : Tidak dilakukan

P : Tidak dilakukan

A: BJ I–II intensitas normal, regular, bising (-)

9

Page 10: APENDISITIS

- Pulmo:

I : Pengembangan dada kanan = kiri

P : Tidak dilakukan

P : Sonor / sonor

A: Suara dasar vesikuler (+ /+ )

suara tambahan RBK (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen

I :Dinding perut sejajar dengan dinding dada

A :Bising usus (+)

Pal :nyeri tekan (+)

Per :Meteorismus (-)

12. Sistem Collumna Vertebralis

I :Deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)

P :Tidak dilakukan

P :Tidak dilakukan

13. Ektremitas: Tidak dilakukan

14. Pemeriksaan Neurologik

Fungsi Luhur : Tidak dilakukan

Fungsi Vegetatif : Tidak dilakukan

Fungsi Sensorik : Tidak dilakukan

Fungsi motorik : Tidak dilakukan

Berdasarkan anamnesis dan data pemeriksaan fisik didapatkan:

Differential diagnosis/Diagnosis banding pada Sdr. FS adalah:

1. Apendisitis akut

2. Urolitiasis dextra

3. Colesistitis akut

4. Pancreatitis akut

2.4 Pemeriksaan Penunjang

10

Page 11: APENDISITIS

Hematologi

Pemeriksaan 17 Oktober 2013

Jumlah sel darah

- Hemoglobin (g/dl) -

-hematokrit (%) -

-leukosit (ribu/uL) (>)

-trombosit (ribu/uL) -

-eritrosit (juta/uL) -

-PDW (fL) -

-MPV (fL) (<)

-PCT (%) (>)

Index

-MCV (%) (<)

-MCH (pg) -

-MCHC (%) -

Differential

-Basofil (%) (>)

-Eosinofil (%) -

-Limfosit (%) (<)

-Monosit (%) (>)

-Netrofil (%) -

Serologi

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Thypi O

Thypi H

Parathypi OA

Parathypi OB

-

1/84

-

-

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

USG: didapatkan hasil apendisitis perforasi letak retrocaecal.

11

Page 12: APENDISITIS

RESUME

Sdr.FS datang dengan keluhan nyeri perut yang hebat sejak tadi malang

(Rabu 16 Oktober 2013) hingga sekarang (sekarang: Kamis 17 Oktober

2013). Nyeri ringan mulai dirasakan sejak hari senin 14 Oktober 2013.

Nyeri terus-menerus dan terasa disemua bagian perut hingga menjalar ke

pinggang bagian belakang. Nyeri seperti ada gelembung air di dalam perut

dan semakin menekan ke bawah. Nyeri dirasakan semakin parah ketika

batuk, tertawa, dan berdiri tegak, pasien lebih nyaman untuk tidak

bergerak.

Pemeriksaan fisik Sdr. FS didapatkan Nyeri tekan (+)

Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosistosis, MCV menurun, pada

diff count basofil, monosit, dan netrofil mengalami peningkatan.

Sedangkan limfosit mengalami penurunan. LED meningkat.

USG: didapatkan hasil apendisitis perforasi letak retrocaecal.

*data rekam medik 17 Oktober 2013 RSI UNISMA

2.4 FLOW SHEET

Nama : Sdr. FS

Diagnosis : Periapendikular Infiltrate

NO Tanggal Vital Sign Keluhan Rencana

1 17/10/2013 - TD: 120/80N: 88x/menitS: -oCRr: -

Nyeri perut tembus ke

bagian belakang

(punggung)

Profenid suppInfus NS 35 tpmRanitidin 2x1 amp IVCefotaxim 2x1 amp IVAntrainUrine lengkapDarah lengkapFaat hati dan ginjalUSG AbdomenFaktor pembekuan darahSerologi darah (widal)

2 18/10/2013 12.30(pre-op)

TD: 120/70N: 92x/menitS: 37CRr:99% (PO2)

- - Infus cairan sisa OK+RDS 1500 cc s/d Sabtu jam 18.00

- Pasien terpasang kateter dan drainase

- Antibiotik: Ranitidin 2x1 amp IV dan ketorolac 3x30 mg

14.00 (post-op)

TD: 110/70N: 84x/menitS: 36CRr:99% (PO2)

12

Page 13: APENDISITIS

IV- Jika sakit: fentanyl

100 mcg IV perlahan- Jika mual dan

muntah: perimperon inject 1 amp IV

- Jika gatal:

14.15 TD:120/70N: 90x/menitS: 36CRr:99% (PO2)

2.6 DIAGNOSIS HOLISTIK

Diagnosis Holistik UI

1. Diagnosis dari segi biologis

Working diagnosis: Apendisitis Perforasi letak Retrocaecal.

Differential diagnosis:

1. Urolitiasis dextra

2. Colesistitis akut

3. Pancreatitis akut

2. Diagnosis dari segi psikososial

Hubungan Sdr. FS dengan keluarganya harmonis, saling mendukung dan

perhatian.

3. Diagnosa dari segi sosial

Ayah pasien dan ibu pasien bekerja sebagai petani dan orang tua pasien

sebagai anggota masyarakat biasa, tidak memiliki jabatan khusus di

masyarakat.

Diagnosis Holistik UNS

1. Aspek Personal

Keluhan Utama : Nyeri perut dibagian depan menjalar ke belakang

Harapan : Nyeri perut menghilang dan mengatahui

penyebabnya.

Kekhawatiran : Penyakitnya parah.

2. Aspek Klinis

Apendisitis Perforasi letak Retrocaecal.

13

Page 14: APENDISITIS

3. Aspek Resiko Internal

Umur pasien 21 tahun (20-30 tahun merupakan umur yang memiliki

potensi paling besar untuk mengalami apendisitis)

Laki-laki (Insiden laki-laki > wanita)

Meminum obat tanpa anjuran dokter (obat magh >> sehingga

menyebabkan sdr. FS diare dan meningkatkan faktor risiko terjadinya

perforasi)

4. Aspek Resiko Eksternal

Lingkungan tempat tinggal yang mengharuskan Sdr. FS membeli

makanan kurang berserat (lalapan)

5. Aspek Fungsional

Derajat 3 Pasien kurang mampu melakukan aktivitas sehari-hari seperti

sebelum sakit.

2.7 PENATALAKSANAAN HOLISTIK

2.7.1 Non farmakoterapi

Memberikan pengertian dan pemahaman kepada pasien dan keluarga

pasien mengenai sakit yang dialami sdr. FS (definisi, etiologi, gejala dan

tanda, pengobatan, komplikasi, prognosis, serta pencegahan agar tidak

terulang).

Memberikan masukan dan pengertian bahwa dukungan dan peran aktif

dari keluarga dan orang sekitar (teman) sangat diperlukan untuk membantu

pemulihan keadaan sdr. FS

Analisa dan Pola Pengaturan Gizi :

Perhitungan AMB (Angka Metabolisme Basal) menurut rumus Harris

Benedict:

Laki-laki = 66 + (13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,6 x U)

= 66 + (13,7 x 63) + (5 x 171) – (6,6 x 21)

= 66 + 863,1 + 855 + 138,6

= 1922,7

Kebutuhan kalori terkait aktivitas dan stress:

- Aktifitas istirahat di tempat tidur (faktor: 1,3)

14

Page 15: APENDISITIS

Kalori = AMB x faktor aktifitas

= 1922,7 x 1,3

= 2499,5 kkal

Kalori ini dibagi dalam 3 porsi besar dan 2 porsi tambahan, yakni:

1. Makan pagi 20% = 499,9 kalori

2. Makan siang 30% = 749,9 kalori

3. Makan malam 25% = 624,9 kalori

4. Asupan di sela makan pagi dan siang 10% = 249,9 kalori

5. Asupan di sela makan siang dan malam 15% = 374,9 kalori

Panduan diet gangguan saluran cerna: Mudah dicerna, dengan porsi

makanan yang kecil dan sering.

Distribusi Makanan Setiap Waktu Makan

Waktu makan Karbohidrat 65% Protein 25% Lemak 10%

Pagi

499,9 kalori324,9 kalori 125 kalori 5 kalori

Siang

749,9 kalori487,4 kalori 187,5 kalori 75 kalori

Malam

624,9 kalori406,2 kalori 156,2 kalori 62,5 kalori

2.7.2 Farmakoterapi

R/ injeksi

Ranitidin 2x1 amp IV

Ranitidin HCL 50 mg

Indikasi: pengobatan jangka pendek untuk ulkus/tukak duodenum aktif,

ulkus/tukak lambung aktif, ulkus gastrik ringan, ulkus yang menyertai

pada pemberian AINS, hiperasiditas, ulkus pasca operasi, profilaksis ulkus

karena stress pada penyakit berat, profilaksis hemorage berulang pada

penderita perdarahan ulkus peptik, gejala refluks esofagitis, terapi

pemeliharaan setelah penyembuhan tukak duodenum dan lambung,

sindrom Zolinger-Ellison

15

Page 16: APENDISITIS

Kontraindikasi: Hipersensitifitas

Dosis: IM 50 mg tiap 6-8 jam (tanpa pengenceran), IV bolus intermitten

50 mg (2 ml) tiap 6-8 jam (larutkan dalam larutan infus). Infus IV kontinu:

150 mg diencerkan dalam 250 ml larutan infus IV kecepatan 6,25 mg/jam

selama 24 jam.

Sediaan: ampul 25 mg/ml x 2 x 5 (jenis ranitidin yang lain: 30 x 150 mg

tablet, 30 x 300 mg tablet)

Ketorolac 3x30 mg IV

Ketorolac inj 10 mg atau 30 mg/ml

Indikasi: ketorolac parenteral diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka

pendek (maksimal 2 hari) terhadap nyeri akut derajat sedang-berat segera

setelah operasi.

Dosis: Dosis awal ketorolac (untuk pasien dewasa): 10 mg diikuti dengan

peningkatan dosis 10-30 mg setiap 4-6 jam bila diperlukan. Setiap pasien

harus diberikan dosis efektif terendah yang sesuai dengan tingkat nyeri

dan respon dari masing-masing pasien. Dosis maksimal untuk pasien

dewasa 90 mg/hr. Pasien lanjut usia, dengan gagal ginjal ringan, BB<50

kg: 60 mg/hr. Terapi kombinasi dengan analgetik opioid (morfin dan

phetidine) untuk mendapatkan efek analgetik yang optimal pada periode

paska bedah awal dapat dilakukan jika nyeri bertambah hebat, karena

ketorolac tidak mengganggu penyerapan analgetik opioid dan dapat

menurunkan dosis opioid yang diperlukan.

Kontraindikasi: alergi terhadap ketorolac, ulkus peptikum aktif, pasien

yang menderita atau diduga mengidap penyakit serebrovaskular, diatesis

hemoragic (gangguan hemostasis) antara lain gangguan koagulasi, karena

ketorolac menghambat agregasi trombosit sehingga dapat memperpanjang

waktu perdarahan, hipovolemi akibat dehidrasi, gangguan ginjal sedang-

berat (kreatinin >160 mmol/L), kehamilan, persalinan, melahirkan atau

laktasi, anak <16 tahun, bila diberikan secara epidural atau intratekal.

Sediaan: 2 ml x 6 amp 10 mg/ml, 30 mg/ml

16

Page 17: APENDISITIS

Fentanyl 100 mcg IV perlahan

Fentanil 50 mcg/ml

Indikasi: Suplement analgesik narkotik pada anastesi regional atau general.

Kontraindikasi: depresi saluran pernafasan, cedera kepala, alkoholisme

akut, serangan asma akut, intoleransi, wanita hamil, laktasi

Efek samping: depresi nafas, kekakuan otot, hipotensi,

bradikardialaringospasme, mual, muntah, menggigil, tidak bisa istirahat,

halusinasi pasca op, pergerakan mioklonik, pusing, apnea, reaksi alergi.

Perhatian: usia lanjut dan pasien lemah, disfungsi hati dan ginjal, penyakit

paru, penurunan cadangan pernafasan, anak < 2 tahun, hipotiroidisme,

hipertrofi prostat, syok, gangguan obstruksi usus.

Interaksi obat: dengan obat anatesi lain meningkatkan efek anastesi, obat

yang menekan SSP.

Dosis: pramedikasi: 100 mcg secara IM 30-60 sebelum op. Tambahan

pada anastesi regional: 50-100 mcg scr IV/IM lambat selama 1-2 jam bila

perlu. Sebagai analgesik tambahan terhadap anastesi umum: dosis rendah

2 mcg/kgBB, dosis tinggi 20-50 mcg/kgBB; sebagai zat anastesi 50-100

mcg/kgBB

Sediaan: ampul 10 ml

Perimperon inject 1 amp IV

Indikasi: untuk keluhan mual dan muntah

Dexamethasone 2 amp IV

Deksametason 0,5 mg/tablet; 5 mg/ml injeksi

Indikasi: imunosupresan/anti alergi, anti inflamasi, gangguan kolagen,

gangguan dermatologic, dan pernafasan.

Efek jangka panjang: tukak lambung, hipoglikemia, atropi kulit, lemah

otot, menstruasi tidak teratur, sakit kepala.

Kontraindikasi: ulkus peptikum, osteoporosis, psikosis

Dosis: dewasa 0,5-0,9 mg dalam dosis terbagi

Sediaan: Dus 10 x 10, 10 ampul 1 ml

LAPORAN STUDI KASUS STASE BEDAH

17

Page 18: APENDISITIS

BAB III

PEMBAHASAN

ASPEK KEDOKTERAN KELUARGA

IDENTIFIKASI FUNGSI KELUARGA

5.1 Identifikasi fungsi keluarga

No Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan PekerjaanPasien

klinikKet.

1 Tn.G Ayah L - STM petani tidak -

2 Ny.S Ibu P - SD petani Tidak -

3Sdr.

FSAnak 1 L 20th S1 Pelajar Ya -

4 An.A Anak 2 P - S1 Pelajar Tidak -

5 An.I Anak 3 L 15 th SMP Pelajar Tidak -

Sumber: data primer, 21 Oktober 2013

Kesimpulan: An.R tinggal inde kost di malang dan orangtuanya tinggal bersama

nenek (ibu dari bapak)

5.2 Fungsi Holistik

1. Fungsi Biologis

Sdr. FS adalah pasien dengan apendisitis perforasi letak retrocaecal.

Dalam struktur keluarga, kepala keluarga adalah ayah pasien Tn.S. Pasien

merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

2. Fungsi Psikologis

Pasien memiliki hubungan baik dengan keluarga

3. Fungsi Sosial

Keluarga ini tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam

masyarakat, hanya sebagai anggota masyarakat biasa.

Fungsi Fisiologis dengan Alat APGAR Score

18

Page 19: APENDISITIS

Untuk menilai fungsi fisiologis digunakan APGAR score. APGAR score

adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari sudut

pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan anggota keluarga

yang lain. APGAR score meliputi :

Adaptation : kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi

dengan anggota keluarga yang lain, serta penerimaan, dukungan, dan

saran dari anggota keluarga yang lain.

Partnership : menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling

mengisi antara anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami

oleh keluarga tersebut

Growth : menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru

yang dilakukan anggota keluarga tersebut

Affection : menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi

antar anggota keluarga

Resolve : menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang

kebersamaan dan waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga

yang lain.

Penilaian :

o Hampir selalu : 2 poin

o Kadang – kadang : 1 poin

o Hampir tak pernah : 0 poin

Penyimpulan :

o Nilai rata-rata < 5 : kurang

o Nilai rata-rata 6-7 : cukup/sedang

o Nilai rata-rata 8-10 : baik

Tabel 5.2 APGAR score Sdr. FS.D=10

19

Page 20: APENDISITIS

APGAR Sering/

selalu

Kadang-

kadang

Jarang/

Tidak

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah

P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya

G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru

A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll

R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama

Kesimpulan: total 9 (APGAR baik)

Fungsi Patologis

Fungsi patologis dari keluarga An.R dinilai dengan menggunakan alat

S.C.R.E.E.M sebagai berikut.

Tabel 5.7 SCREEM keluarga penderita

SUMBER PATOLOGIS

Social Hubungan dengan teman-teman Sdr. FS kurang berjalan lancar karena padatnya kegiatan kampus dan pondok.

-

Culture Menggunakan adat-istiadat Jawa, bahasa Jawa, serta bahasa Indonesia secara sopan dengan sesama anggota keluarga dan orang lain dikehidupan sehari-hari. Anggota keluarga juga telah mengikuti perubahan zaman dan tergolong modern.

-

Religious Keluarga Tn.S memiliki agama yang kuat diperlihatkan dengan pendidikan anak-anaknya yang dilandasi kehidupan pesantren.

-

Economic Penghasilan keluarga yang relatif cukup dan tergolong cukup.

-

Educational Tingkat pendidikan keluarga kurang, pendidikan terakhir orang tua Sdr. FS adalah STM dan SD. Oleh karena itu keluarga tidak begitu mengetahui penyakit yang dialami anaknya.

+

Medical Dalam mencari pelayanan kesehatan, keluarga Sdr. FS pergi ke RSI hanya pada saat tidak bisa menangani permasalahan kesehatan sendiri. Orang tua berkemampuan cukup untuk membiayai pelayanan kesehatan sehingga proses pembayaran secara mandiri.

-

Kesimpulan: Keluarga Sdr. FS memiliki fungsi patologis dalam bidang

edukasi.

1.4 Pola interaksi keluarga

20

Page 21: APENDISITIS

Diagram 1. Pola interaksi keluarga An. Z

Keterangan: : hubungan baik : laki-laki: hubungan kurang baik : perempuan

: pasien

Kesimpulan

Hubungan antara An.R dengan semua anggota keluarga baik.

1.5 Genogram

Alamat lengkap : : Jl. Tegal Waru kecamatan Dau, Malang

Bentuk keluarga : Nuclear Family

Keterangan:

: meninggal dunia : tinggal dalam satu rumah

: laki-laki : pasien

: perempuan

5.6. Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi kesehatan

21

Tn.S Ny.S

An. D Sdr. JS

An.T

Page 22: APENDISITIS

PengetahuanKeluarga ini kurang mengerti masalah kesehatan

SikapKeluarga ini sangat peduli dengan kesehatan anggota keluarga satu sama lain

TindakanKeluarga segera menjenguk Sdr.JS yang MRS

LingkunganKamar kos Sdr.JS bersih dan rapi, pencahayaan cukup, ventilasi baik.

Pelayanan kesehatanCukup dekat dengan tempat tinggal An.R

KeturunanKeluarga pasien tidak pernah menderita sakit serupa.

Sdr.JS

Prilaku Nonprilaku

Kesimpulan:

Identifikasi faktor perilaku dan non perilaku keluarga Sdr. FS cukup mendukung

kesehatan pasien karena meskipun terdapat kekurangan dipengetahuan keluarga,

keluarga tetap memberikan perhatian dan kepedulian terhadap penyakit yang

diderita Sdr. FS.

5.7 Identifikasi lingkungan rumah

22

Page 23: APENDISITIS

5.7.1 Lingkungan Luar Rumah

Keluarga Sdr. FS tinggal di rumah berdekatan dengan rumah lainnya. Diluar

rumah memiliki pekarangan rumah dan pagar pembatas. Namun Sdr. FS sedang

menjalani perkuliahan sehingga menetap di kos.

5.7.2 Lingkungan Dalam Rumah

Status kepemilikan hunian : menumpang/kontrak/hibah/milik sendiri

Daerah perumahan : kumuh/padat bersih/berjauhan/mewah

Karakteristik Rumah Kesimpulan

Luas tanah: - m2 Pasien tinggal di rumah dengan kondisi yang baik, hanya saja sumur sebagai sumber air bersih letaknya terlalu berdekatan dengan kamar mandi.

Jumlah penghuni dalam satu rumah : 4 orang Jarak antar rumah: - meterTidak bertingkat

Lantai rumah: berubin

Dinding rumah: tembok

Jamban : ada (WC)

Kamar mandi : ada (1 kamar mandi)

Dapur : ada (1 dapur)

Tempat bermain : -

Penerangan listrik : cukup memadai

Ketersediaan air bersih : sumur yang berdekatan dengan kamar mandi

Kondisi umum rumah (kamar): Memiliki halaman dengan rumah yang tertata bersih dan rapi

Tempat pembuangan sampah : Pembuangan sampah di rumah di buang di belakang rumah dan dibakar.

5.7.3 Denah Rumah

Keterangan:

23

Sumur

Dapur

Ruang tamu

Kamar tidur

Kamar tidur

Ruang belajar

Kamar mandi

Kamar tidur

Kamar tidur

Halaman

Page 24: APENDISITIS

Indoor : - Luas rumah : - m 2

- Lantai : Keramik

- Pencahayaan dan ventilasi: Cukup

Outdoor : - Halaman rumah : memiliki halaman rumah

- Sumber air bersih : Sumur

- Saluran pembuangan air : Langsung menuju selokan

- Saluraan jamban : menuju septic tank

- Pembuangan sampah : di belakang rumah dan dibakar

5.7.4 Lingkungan Kost sdr. FS

Rumah tempat kost Sdr. FS berada dikawasan padat penduduk. Memiliki

halaman yang tidak terlalu luas dengan delapan kamar di dalam rumah. Setiap

kamar diisi oleh satu orang dengan dua kamar mandi yang tersedia. Luas kamar

sdr. FS sekitar 2,5 x 2,5 m2 dengan lantai keramik dan dinding tembok. Memiliki

pencahayaan yang cukup dari lampu dan ventilasi yang sedikit kurang karena hanya

memiliki satu jendela. Air yang digunakan untuk keseharian menggunakan PDAM, dan

sampah dibuang ditempat pembuangan sampah di depan rumah.

LAPORAN STUDI KASUS STASE BEDAH

24

Page 25: APENDISITIS

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Apendisitis

4.1.1 Anatomi dan Fisiologi Apendiks

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

(kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal

dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk

kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini

mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu.

Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar

submukosa dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan

pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh

lamina serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam

mesoapendiks. Bila letak apendiks retrosekal, maka tidak tertutup oleh peritoneum

viserale.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti

a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal

dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di

sekitar umbilikus.

Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri

tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi,

apendiks akan mengalami gangrene

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya

dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran

lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.

Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid

tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.

Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.

Namundemikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh

25

Page 26: APENDISITIS

karena jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan

jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh

Gambar: Apendiks

4.1.2 Definisi dan Klasifikasi Apendisitis

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis

akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah

rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.

Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus

ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan

laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat,

angka kematian cukup tinggi dikarenakan oleh peritonitis dan syok ketika umbai

cacing yang terinfeksi hancur.

Klasifikasi Apendisitis

Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis,

yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis purulenta difusi yaitu

sudah bertumpuk nanah.

26

Page 27: APENDISITIS

Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial,

setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu

apendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.

4.1.3 Etiologi

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan

sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang

diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit,

tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab

lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks

karena parasit seperti E. Histolytica.

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan

rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi

akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan

fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.

Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.

4.1.4 Morfologi Apendisitis

Pada stadium paling dini, hanya sedikit eksudat neutrofil ditemukan di

seluruh mukosa, submukosa, dan muskularis propria. Pembuluh subserosa

mengalami bendungan dan sering terdapat infiltrat neutrofilik perivaskular ringan.

Reaksi peradangan mengubah serosa yang normalnya berkilap menjadi membran

yang merah, granular, dan suram. Perubahan ini menandakan apendisitis akut dini

bagi dokter bedah. Kriteria histologik untuk diagnosis apendisitis akut adalah

infiltrasi neutrofilik muskularis propria. Biasanya neutrofil dan ulserasi juga

terdapat di dalam mukosa.

2.1.5 Patofisiologi

Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang

disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan

pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan dengan asupan serat

dalam makanan yang rendah.

27

Page 28: APENDISITIS

Pada stadium awal dari apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa.

Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan muskular

dan serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada

permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang

bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen, menyebabkan peritonitis lokal.

Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam

lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai

apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi

nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke rongga

peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan

terjadi.

2.1.6 Gambaran Klinis

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh

radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai

maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah

nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah

epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada

muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan

berpindah ke kanan bawah ke titik Mc. Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam

dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang

tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa

memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa

mempermudah terjadinya perforasi.

Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung

oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak tanda

rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul

pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.

Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat

menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga

peristaltis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan

28

Page 29: APENDISITIS

berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi

peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya.

29

Page 30: APENDISITIS

LAPORAN STUDI KASUS STASE BEDAH

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Dasar Penegakan Diagnosis

5.1.1 Anamnesis

Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini

terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh

saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau

rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus. Obstipasi karena penderita takut untuk

mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul komplikasi. Gejala lain adalah

demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-38,5 C. Tetapi jika suhu lebih tinggi,

diduga sudah terjadi perforasi.

5.1.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan

membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi

perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler

abses.

Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung.

Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan,

dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Status lokalis abdomen kuadran

kanan bawah:

Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan

kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda

kunci diagnosis.

Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness

(nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat

tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan

penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.

30

Page 31: APENDISITIS

Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence

muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang

menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.

Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan

bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal

ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi

peritoneal pada sisi yang berlawanan.

Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus

psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.

Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila

panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan

luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak

pada daerah hipogastrium.

Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat

peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis

generalisata akibat apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu

dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis

maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur

(Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12. Selain itu, untuk

mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor Alvarado, yaitu:

Skor Alvarado

Migrasi nyeri dari abdomen sentral ke fossa iliaka kanan 1

Anoreksia 1

Mual atau Muntah 1

Nyeri di fossa iliaka kanan 2

Nyeri lepas 1

Peningkatan temperatur (>37,5C) 1

Peningkatan jumlah leukosit ≥ 10 x 109/L 2

Neutrofilia dari ≥ 75% 1

Total 10

Pasien dengan skor awal ≤ 4 sangat tidak mungkin menderita apendisitis dan tidak memerlukan

perawatan di rumah sakit kecuali gejalanya memburuk.

31

Page 32: APENDISITIS

5.1.3 Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium darah, biasanya didapati peningkatan

jumlah leukosit (sel darah putih). Urinalisa diperlukan untuk menyingkirkan

penyakit lainnya berupa peradangan saluran kemih. Pada pasien wanita,

pemeriksaan dokter kebidanan dan kandungan diperlukan untuk menyingkirkan

diagnosis kelainan peradangan saluran telur/kista indung telur kanan atau KET

(kehamilan diluar kandungan).

Pemeriksaan radiologi berupa foto barium usus buntu (Appendicogram)

dapat membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala)

didalam lumen usus buntu. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) dan CT scan bisa

membantu dakam menegakkan adanya peradangan akut usus buntu atau penyakit

lainnya di daerah rongga panggul.

Namun dari semua pemeriksaan pembantu ini, yang menentukan diagnosis

apendisitis akut adalah pemeriksaan secara klinis. Pemeriksaan CT scan hanya

dipakai bila didapat keraguan dalam menegakkan diagnosis. Pada anak-anak dan

orang tua penegakan diagnosis apendisitis lebih sulit dan dokter bedah biasanya

lebih agresif dalam bertindak.

5.1.3 Diagnosis Banding

Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai

diagnosis banding, seperti:

Gastroenteritis: Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului

rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas.

Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol

dibandingkan dengan apendisitis akut.

Demam Dengue: Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di

sini didapatkan hasil tes positif untuk Rumpel Leede, trombositopenia, dan

hematokrit meningkat.

Kelainan ovulasi: Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin

memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi.

32

Page 33: APENDISITIS

Infeksi panggul: Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan

apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri

perut bagian bawah perut lebih difus.

Kehamilan di luar kandungan: Hampir selalu ada riwayat terlambat haid

dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus

kehamilan di luar rahim dengan pendarahan, akan timbul nyeri yang

mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.

Kista ovarium terpuntir: Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang

tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut,

colok vaginal, atau colok rektal.

Endometriosis ovarium eksterna: Endometrium di luar rahim akan

memberikan keluhan nyeri di tempat endometriosis berada, dan darah

menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan keluar.

Urolitiasis pielum/ ureter kanan: Adanya riwayat kolik dari pinggang ke

perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas.

Eritrosituria sering ditemukan.

Penyakit saluran cerna lainnya: Penyakit lain yang perlu diperhatikan

adalah peradangan di perut, seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak

duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pankreatitis, divertikulitis

kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis,

karsinoid, dan mukokel apendiks.

5.2 Penatalaksanaan

Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah

meradang/apendisitis akut adalah dengan jalan membuang penyebabnya (operasi

appendektomi). Pasien biasanya telah dipersiapkan dengan puasa antara 4 sampai

6 jam sebelum operasi dan dilakukan pemasangan cairan infus agar tidak terjadi

dehidrasi. Pembiusan akan dilakukan oleh dokter ahli anastesi dengan pembiusan

umum atau spinal/lumbal. Pada umumnya, teknik konvensional operasi

pengangkatan usus buntu dengan cara irisan pada kulit perut kanan bawah di atas

daerah apendiks.

33

Page 34: APENDISITIS

Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman gram

negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik perlu

dilakukan sebelum pembedahan.

Alternatif lain operasi pengangkatan usus buntu yaitu dengan cara bedah

laparoskopi. Operasi ini dilakukan dengan bantuan video camera yang

dimasukkan ke dalam rongga perut sehingga jelas dapat melihat dan melakukan

appendektomi dan juga dapat memeriksa organ-organ di dalam perut lebih

lengkap selain apendiks. Keuntungan bedah laparoskopi ini selain yang disebut

diatas, yaitu luka operasi lebih kecil, biasanya antara satu dan setengah sentimeter

sehingga secara kosmetik lebih baik (Sanyoto, 2007).

5.3 Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa

perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami

perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum,

dan letak usus halus.

Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan,

obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan

kematian.

Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan

komplikasi yang mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur intra-

abdomen dan ditemukan di tempat-tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka, abses

residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja eksternal, fistula tinja

internal, dan perdarahan dari mesenterium apendiks.

5.4 Prognosis

Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan tanpa

penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah

terjadi peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan lambatnya

penyembuhan setelah operasi usus buntu tergantung dari usia pasien, kondisi,

keadaan umum pasien, penyakit penyerta misalnya diabetes mellitus, komplikasi

dan keadaan lainya yang biasanya sembuh antara 10 sampai 28 hari.

34

Page 35: APENDISITIS

Alasan adanya kemungkinan ancaman jiwa dikarenakan peritonitis di

dalam rongga perut ini menyebabkan operasi usus buntu akut/emergensi perlu

dilakukan secepatnya. Kematian pasien dan komplikasi hebat jarang terjadi karena

usus buntu akut. Namun hal ini bisa terjadi bila peritonitis dibiarkan dan tidak

diobati secara benar.

35

Page 36: APENDISITIS

LAPORAN STUDI KASUS STASE BEDAH

BAB VI

PENUTUP

6.1 KESIMPULAN HOLISTIK

1. Diagnosis dari segi biologis

Working diagnosis: Apendisitis Perforasi letak Retrocaecal.

Differential diagnosis:

1. Urolitiasis dextra

2. Colesistitis akut

3. Pancreatitis akut

2. Diagnosis dari segi psikososial

Hubungan Sdr. FS dengan keluarganya harmonis, saling mendukung dan

perhatian.

3. Diagnosa dari segi sosial

Ayah pasien dan ibu pasien bekerja sebagai petani dan orang tua pasien

sebagai anggota masyarakat biasa, tidak memiliki jabatan khusus di

masyarakat.

6.2 SARAN KOMPREHENSIF

1. Memberikan pengertian dan pemahaman kepada pasien dan keluarga

pasien mengenai sakit yang dialami sdr. FS (definisi, etiologi, gejala dan

tanda, pengobatan, komplikasi, prognosis, serta pencegahan agar tidak

terulang).

2. Memberikan masukan dan pengertian bahwa dukungan dan peran aktif

dari keluarga dan orang sekitar (teman) sangat diperlukan untuk membantu

pemulihan keadaan sdr. FS

36

Page 37: APENDISITIS

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton and Hall, 1996. Textbook of medical physiology. 9th Ed. W. B Saunders Company. Philadelphia.

2. Sjamsuhidayat and Jong, de wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta

3. Scanlon, Valerie C.Essentials of anatomy and physiology/Valerie C. Scanlon, Tina Sanders. — 5th ed. ISBN–13: 978-0-8036-1546-5 ISBN–10: 0-8036-1546-9: 2006.

37