Angina Pectoris Stabil

8
ANGINA PECTORIS STABIL Angina pectoris adalah rasa nyeri yang timbul akibat iskemia miokardium , Basanya mempunyai karakteristik antara lain : a. Lokasinya : biasanya di dasa, subternal, atau sedikit ke kirinya . dengan perjalanan ke leher , rahang , bahu kiri, sampai dengan lengan dan jari-jarin bagian ulnar , punggung/pundak kiri b. Kualitas nyeri : biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa tertindih atau berat di dada , rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah diafragma , seperti rasa direma-remas atau rasa dada mau pecah dan biasanya pada keaddaan yang berat disertai keringat dingin dan rasa sesak nafas serta perasaan takut mati. Biasanya bukalah nyeri yang tajam seperti ditusuk-tusuk sembilu . tidak jarang pasien mengatakan bahwa ia hanya merasa tidak enak pada daerah dadanya c. Kuantitas : nyeri dada yang pertama muncul biasanya agak nyaa dari beberapa menit sampai kurang dari 20 menit . bila lebih dari 20 menit dan berat maka harus dipertimbangkan sebagai angina pectoris unstable sehingga dimasukkan dalam sindrom koroner aku yang memerlukan perawatan khusus . Nyeri dapat dihilangkan dengan nitrogliserin sublingual dalam hitungan detik sampai beberapa menit . nyeri tidak terus menerus tetapi hilang timbul dengan intensitatas yang makin berkurang atau makin bertambah hingga akhirnya dapat terkontrol . Nyeri yang berlangsung terus menerus sepanjang hari , bahkan samai hari-hari biasanya bukanlah angina pectoris. Angina pektoris stabil merupakan suatu sindroma klinis berupa rasa tidak nyaman di dada, rahang, bahu, punggung, atau lengan

description

dhhahahdjaaahsbhahasbsahabsahsahsahggh

Transcript of Angina Pectoris Stabil

Page 1: Angina Pectoris Stabil

ANGINA PECTORIS STABIL

Angina pectoris adalah rasa nyeri yang timbul akibat iskemia miokardium , Basanya mempunyai karakteristik antara lain :

a. Lokasinya : biasanya di dasa, subternal, atau sedikit ke kirinya . dengan perjalanan ke leher , rahang , bahu kiri, sampai dengan lengan dan jari-jarin bagian ulnar , punggung/pundak kiri

b. Kualitas nyeri : biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa tertindih atau berat di dada , rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah diafragma , seperti rasa direma-remas atau rasa dada mau pecah dan biasanya pada keaddaan yang berat disertai keringat dingin dan rasa sesak nafas serta perasaan takut mati. Biasanya bukalah nyeri yang tajam seperti ditusuk-tusuk sembilu . tidak jarang pasien mengatakan bahwa ia hanya merasa tidak enak pada daerah dadanya

c. Kuantitas : nyeri dada yang pertama muncul biasanya agak nyaa dari beberapa menit sampai kurang dari 20 menit . bila lebih dari 20 menit dan berat maka harus dipertimbangkan sebagai angina pectoris unstable sehingga dimasukkan dalam sindrom koroner aku yang memerlukan perawatan khusus . Nyeri dapat dihilangkan dengan nitrogliserin sublingual dalam hitungan detik sampai beberapa menit . nyeri tidak terus menerus tetapi hilang timbul dengan intensitatas yang makin berkurang atau makin bertambah hingga akhirnya dapat terkontrol . Nyeri yang berlangsung terus menerus sepanjang hari , bahkan samai hari-hari biasanya bukanlah angina pectoris.

Angina pektoris stabil merupakan suatu sindroma klinis berupa rasa tidak nyaman di dada,

rahang, bahu, punggung, atau lengan yang timbul saat aktifitas atau stress emosional yang

berkurang dengan istirahat atau nitrogliserin.

Adanya stimulasi (hipertensi, hiperkolesterolemia) yang menyebabkan kerusakan endotel

yang berakibat proliferasi makrofag dan migrasi otot polos ke lumen pembuluh darah. Plak

ateromatous ini kemudian menyebabkan stenosis/penyempitan lumen arteri koroner. Pada

aterosklerotik koroner terjadi penurunan kemampuan relaksasi endotel atau tonus pembuluh

darah yang mengakibatkan vasokonstriksi arteri koroner yang sempit. 

Rasa tidak nyaman pada angina pektoris berhubungan dengan oksigenasi miokardium

yang tidak adekuat. Umumnya ini menunjukkan adanya aterosklerotik koroner yang mengenai

setidaknya 50% diameter lumen sehingga mengurangi aliran darah saat beraktivitas. Ketika

Page 2: Angina Pectoris Stabil

beraktivitas terjadi peningkatan denyut jantung, kontraktilitas, dan stres dinding pembuluh darah

untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh yang berakibat peningkatan oksigenasi otot jantung.

Kaskade iskemik ini ditandai dengan kejadian beruntun yakni gangguan metabolik,

ketidakseimbangan perfusi, dan pada akhirnya disfungsi sistolik dan diastolik baik regional

maupun global, perubahan elektrokardiogram, dan angina.

Adenosin yang dihasilkan pada saat iskemik di miokardium dianggap sebagai pencetus

utama timbulnya nyeri dada. Stimulasi adenosin pada reseptor A1 pada ujung-ujung saraf aferen

kemudian disampaikan ke kornu dorsal neuron spinalis. Aferen kardiak tersebar dari neuron

spinal T1 sampai T4 bersama neuron spinalis lainnya menuju thalamus dan kemudian ke korteks

untuk dilakukan penafsiran sesuai faktor fisik, emosi, dan lainnya. Bagian aferen yang terletak

pada pembuluh darah koroner dan miokardium ini sensitif terhadap regangan dan iritasi yang

dipicu oleh stimulus kimia lokal.

Sesak napas yang dikeluhkan pada sebagian besar pasien dengan nyeri dada diakibatkan

disfungsi sistolik ataupun diastolic ventrikel kiri ataupun akibat regurgitasi mitral sementara.

Pada angina stabil, ambang nyeri dapat bervariasi dari hari ke hari dan bahkan pada hari yang

sama. Pasien dengan angina stabil berisiko terkena sindroma koronaria akut yakni angina tak

stabil, infark miokard non elevasi ST, dan infark miokard dengan elevasi ST.

Nyeri dada/angina yang khas memiliki empat gambaran utama (cardinal symptoms) yang

ditentukan oleh lokasi, durasi, karakteristik, dan hubungan timbulnya nyeri dengan aktivitas.

Lokasi nyeri tersering dirasakan didada dekat sternum dan dapat dijumpai dari epigastrium

hingga ke rahang bawah atau gigi, bahu, lengan, sampai pergelangan tangan dan jari-jari. Durasi

nyeri berlangsung singkat dan biasanya kurang dari sepuluh menit. Gambaran klasik angina

berupa eksaserbasi setelah heavy meal dan aktivitas pertama di pagi hari. Rasa yang tidak

nyaman berupa rasa berat, tertekan, tertindih, tercekik, atau rasa panas. Keluhan dapat disertai

sesak napas, mual, kelelahan, dan gelisah. Intensitas nyeri dapat bervariasi dari rasa tidak

nyaman hingga rasa nyeri yang hebat. Angina dapat diprovokasi dengan peningkatan oksigen

selama latihan atau stress dan dengan cepat pulih dengan istirahat. Apabila keluhan timbul pada

saat istirahat, ini menunjukkan adanya perubahan pada irama arteri koroner, aritmia, atau angina

tidak stabil dimana emosi mungkin merupakan faktor provokasi yang potensial.

Page 3: Angina Pectoris Stabil

Klasifikasi angina didasarkan pada klasifikasi CCS (Canadian Cardiovascular Society) yakni:

Kelas I : angina tidak timbul pada aktivitas sehari-hari, seperti berjalan, dan menaiki tangga.

Angina timbul pada saat latihan berat, tergesa-gesa, dan berkepanjangan.

Kelas II : dijumpai pembatasan aktivitas sehari-hari, seperti jalan cepat atau menaiki tangga,

jalan mendaki, aktivitas setelah makan, hawa dingin, dalam keadaan stress emosional,

atau hanya timbul beberapa jam setelah bangun tidur.

Kelas III : adanya tanda-tanda keterbatasan aktivitas fisik sehari-hari, angina timbul jika berjalan

sekitar 100-200 meter, menaiki tangga satu tingkat pada kecepatan dan kondisi yang

normal

Kelas IV : ketidakmampuan melakukan aktivitas fisik apapun tanpa keluhan rasa nyaman atau

angina saat istirahat.

Berdasarkan klinisnya nyeri dada dapat dibedakan menjadi nyeri dada tipikal, nyeri dada

atipikal, dan nyeri dada non kardiak. Nyeri dada tipikal memiliki tiga karakteristik yakni rasa

tidak nyaman di daerah substernal yang sesuai kualitas karakteristik dan durasi, dicetuskan oleh

aktivitas fisik dan stress emosional, dan berkurang dengan aktivitas dan/atau penggunaan

notrogliserin. Angina atipikal apabila hanya memenuhi dua karakteristik tersebut. Nyeri dada

nonkardiak apabila hanya memenuhi satu kriteria atau tidak sama sekali.

Anamnesis

Dari anamnesis dijumpai tanda-tanda nyeri dada tipikal yang seperti dijelaskan sebelumnya dan

memenuhi karakteristik empat tanda utama (four cardinal symptoms).

Pemeriksaan Fisik

Tidak ada tanda-tanda fisik yang spesifik untuk angina dan penemuan tergantung pada penyakit

yang mendasari, seperti adanya stenosis aorta.

Pemeriksaan Non-Invasif

a.       EKG

b.      Ekokardografi

c.       CT (Computed Tomography) Angiografi

Page 4: Angina Pectoris Stabil

d.      Magnetic Resonance Arteriography

Pemeriksaan Invasif

Angiografi koroner memiliki peran fundamental pada pasien dengan angina stabil yang bertujuan

memberi informasi anatomi akurat untuk melihat ada tidaknya lumen yang stenosis, menetukan

strategi pengobatan (terapi medikamentosa atau revaskularisasi) serta menentukan

prognosis. Indikasi dilakukannya angigrafi koroner adalah :

1.      Angina pektoris stabil berat (CCS 3 dan 4) dengan probabilitas tinggi dari pemeriksaan

sebelumnya terutama jika terapi medis tidak adekuat dan meringankan gejala.

2.      Riwayat henti jantung

3.      Pasien dengan aritmia ventrikular yang ganas

4.      Pasien yang sebelumnya pernah dilakukan revaskularisasi (PTCA atau Percutaneus Trans

Coronary Angioplastydan CABG atau Coronary Artery By Pass Grafting) yang mengalami

angina pektoris sedang dan berat yang berulang.

TERAPI

Tujuan terapi pada angina pektoris stabil adalah memperbaiki prognosis dan mencegah infark

miokardium dan kematian serta mengurangi atau menghilangkan gejala. Manajemen umumnya

berupa pengendalian faktor risiko (merokok, hipertensi, diabetes, hiperkolesterolemia, riwayat

keluarga), pengendalian aktivitas fisik, batasi penggunaan alkohol terutama pada pasien

hipertensi dan gagal jantung, serta mengontrol dampak psikologis pasien terhadap penyakitnya.

Medikamentosa

Rekomendasi terapi farmakologis untuk memperbaiki prognosis pasien angina stabil:1,2

1.      Aspirin 75-150 mg perhari pada semua pasien tanpa kontraindikasi spesifik (misalnya

perdarahan aktif traktus gastrointestinal, alergi, atau riwayat intoleransi apirin sebelumnya)

2.      Statin pada semua pasien penyakit jantung koroner dan diberi dosis tinggi pada pasien risiko

tinggi yang terbukti menderita penyakit jantung koroner

Page 5: Angina Pectoris Stabil

3.      Penghambat ACE (Angiotensin Converting Enzyme) pada semua pasien dengan hipertensi,

gagal jantung, disfungsi ventrikel kiri, riwayat infark sebelumnya dengan disfungsi ventrikel kiri

atau diabetes.

4.      Penghambat reseptor beta pada pasien dengan infark dan gagal jantung

5.      Clopidogrel pada pasin kontraindikasi aspirin

Rekomendasi terapi farmakologis untuk mengurangi keluhan dan/atau mengurangi iskemik

pasien angina stabil:

1.      Nitrogliserin mada kerja singkat untuk mengurangi simtom akut dan profilaksis situasional

dengan instruksi penggunaan yang jelas

2.      Penghambat reseptor beta-1 dititrasi hingga dosis penuh

3.      Jika dijumpai intolerasi dnegan penghambat beta atau kurang efikasi, dianjurkan monoterapi

dengan penghambat kanal kalsium

4.      Jika efek monoterapi penghambat reseptor beta tidak sufisien, ditambahkan penghambat kanal

kalsium golongan dihydropyridin

Revaskularisasi miokardium dapat dilakukan dengan dua cara yakni:

-          PCI (Percutaneus Coronary Intervention) atau Angioplasti Koroner/AK

-          CABG (Coronary Artery ByPass Surgery) atau Bedah PIntas Koroner/BPK

Indikasi potensial revaskularisasi:

1.      Terapi medikamentosa gagal mengatasi gejala

2.      Pemeriksaan noninvasisf menunjukkan risiko area substansial miokard

3.      Besar kemungkinan tindakan akan berhasil dengan risiko morbiditas dan mortalitas yang dapat

diterima

4.      Pasien memilih intervensi disbanding medikamentosa dan diberi penjelasan lengkap tentang

risiko sesuai individunya

Pertimbangan pemilihan metode revaskularisasi:

1.      Risiko morbiditas dan mortalitas peri procedural

2.      Kemungkinan tinggi keberhasilannya termasuk secara teknis lesi cocok untuk dilakukan AK

atau BPK

3.      Risiko restenosis atau oklusi graft

Page 6: Angina Pectoris Stabil

4.      Revaskularisasi komplit atau tidak jika mempertimbangkan AK pada multivessel disease

5.      Status diabetikum

6.      Pengalaman lokal rumah sakit terhadap tindakan AK/BPK

7.      Keinginan pasien