Anestesia pada Penderita Kelainan Katup Jantung

25
ANESTESIA PADA PENDERITA KELAINAN KATUP JANTUNG Purwoko A. PENDAHULUAN Evaluasi umum dari pasien dengan kelainan katup tanpa melihat lesi atau penyebabnya, evaluasi pre operatif dititikberatkan pada penentuan beratnya lesi dan signifikansi hemodinamik, fungsi ventrikel dan adanya efek sekunder pada organ–organ lain terutama paru–paru. (1,2) Kita harus memahami respon jantung terhadap penyakit/ gangguan katup jantung, seperti hal–hal dibawah ini (1,2) a. Adanya tekanan dan volume yang abnormal yang dihasilkan karena katup yang abnormal. b. Bagaimana mekanisme kompensasi jantung secara struktural dan fungsional. c. Tanda–tanda kalau kompensasi jantung telah mencapai batas maksimal seperti : aritmia, iskemia jantung dan gagal jantung. d. Kompensasi sekunder seperti endokarditis dan emboli. Hal–hal tersebut diatas akan menyebabkan : a. Gangguan pada fungsi ventrikel, baik fungsi sistoliknya (kontraktilitias ventrikel) maupun fungsi diastoliknya (compliance). b. Hipertrofi ventrikel 1

description

Anestesia pada Penderita Kelainan Katup Jantung

Transcript of Anestesia pada Penderita Kelainan Katup Jantung

Page 1: Anestesia pada Penderita Kelainan Katup Jantung

ANESTESIA PADA PENDERITA KELAINAN KATUP JANTUNG

Purwoko

A. PENDAHULUANEvaluasi umum dari pasien dengan kelainan katup tanpa melihat lesi

atau penyebabnya, evaluasi pre operatif dititikberatkan pada penentuan

beratnya lesi dan signifikansi hemodinamik, fungsi ventrikel dan adanya

efek sekunder pada organ–organ lain terutama paru–paru.(1,2)

Kita harus memahami respon jantung terhadap penyakit/ gangguan

katup jantung, seperti hal–hal dibawah ini (1,2)

a. Adanya tekanan dan volume yang abnormal yang dihasilkan karena

katup yang abnormal.

b. Bagaimana mekanisme kompensasi jantung secara struktural dan

fungsional.

c. Tanda–tanda kalau kompensasi jantung telah mencapai batas maksimal

seperti : aritmia, iskemia jantung dan gagal jantung.

d. Kompensasi sekunder seperti endokarditis dan emboli.

Hal–hal tersebut diatas akan menyebabkan :

a. Gangguan pada fungsi ventrikel, baik fungsi sistoliknya (kontraktilitias

ventrikel) maupun fungsi diastoliknya (compliance).

b. Hipertrofi ventrikel

Akibat chronic volume and pressure load akan menimbulkan respon

ventrikel yang khas. Pressure load mengakibatkan hipertrofi ventrikel

yang konsentris sedangkan volume load menyebabkan hipertrofi yang

eksentris (karena dilatasi).

c. Pressure volume relationship

Bentuk kurva berubah sesuai ventricular load, ventricular compliance

dan ventricular contractility. Masing–masing lesi katup menunjukkan

pengaruh yang khas pada ventrikel kiri (LV) dan ventrikel kanan (RV).

Variasi ini menimbulkan keadaan hemodinamik yang khas yang dapat

membantu kita menentukan prioritas untuk pasien dengan tiap kelainan.(1, 2, 4)

1

Page 2: Anestesia pada Penderita Kelainan Katup Jantung

B. PEMERIKSAAN FISIK UMUMTanda yang paling penting pada pemeriksaan fisik adalah tanda–tanda

gagal jantung kongestif, gallop S3, suara parau, distensi v. jugularis, reflex

hepato juguler, hepato spleno megali, udem tungkai juga mungkin

ditemukan. Temuan dengan auscultasi untuk konfirmasi disfungsi katup, tapi

pemeriksaan ekokardiografi umumnya dapat dipercaya. Defisit neurology

biasanya sekunder dengan fenomena emboli, perlu diperhatikan.(4)

EKG secara umum tak spesifik, adanya gelombang T atau perubahan

segmen ST, aritmia, defiasi QRS yang menunjukkan hipertrofi ventrikel, dan

lain–lain. Foto thorax berguna untuk menilai ukuran jantung dan kongesti

katup pulmonal, hipertrofi ventrikel yang spesifik mungkin terlihat.(1, 4)

C. PEMERIKSAAN KHUSUSEkokardiografi, angiografi nukleotid dan kateterisasi jantung

menunjukkan diagnosis penting dan informasi prognosis mengenai lesi

katup. Lesi lebih dari satu katup mungkin sering ditemukan. Pada

pemeriksaan–pemeriksaan khusus ini umumnya harus bisa menjawab

pertanyaan–pertanyaan sebagai berikut (2, 4)

a. Dimana katup abnormal yang penting secara hemodinamik.

b. Seberapa berat lesi itu.

c. Bagaimana derajat kerusakan ventrikel yang ada.

d. Apa ada abnormalitas hemodinamik yang signifikan.

e. Apa terdapat CAD.

D. ILUSTRASI (5, 11, 12)

1. Heart, section through the middle

2

Page 3: Anestesia pada Penderita Kelainan Katup Jantung

2. Heart, front viem

3. Heart valves, anterior view

4. Heart valves–superior view

5. Heart valve surgery-series

3

Page 4: Anestesia pada Penderita Kelainan Katup Jantung

E. PRINSIP–PRINSIP MANAJAMEN I. Stenosis Aorta

Pasien dengan stenosis aorta (karena rematik) dapat asitomatik

sampai 40 tahun. Kalsifikasi katup Ao terjadi setelah umur 30 tahun,

biasanya setelah dekade 7 atau 8. Trias simtom stenosis Ao

menggambarkan derajad progresinya dan biasanya umur harapan hidup

kurang dari 5 tahun.

a. Angina pectoris, merupakan simtom pertama pada 50 – 70% dengan

AS berat.

b. Syncope

c. Congestive Heart failure, terjadi pada As yang berat, resiko

mengalami kematian mendadak, terjadi bila lubang katup Ao yang

efektif kurang dari 0,7 cm2 (index katup A0 < 0,5 cm2 /m2)

AS tahap I : mild AS–asimptomatik, dengan kompensasi. Index

katup Ao 2 cm2 / m2 (normal).

AS tahap II : moderate AS-mulai timbul simptom,

index katup Ao 0,5 cm2 / m2.

Hipertrofi ventrikel kiri mengakibatkan peningkatan

LVEDV dan LVEDP, sehingga mengakibatkan kerja

miokard dan kebutuhan O2 meningkat.

AS tahap III : critical AS–kegagalan terminal, tahap II berlanjut,

penurunan indeks katup Ao kurang dari 0,5 cm2 /

m2. Kematian mendadak dapat terjadi, jika masih

bertahan hidup peningkatan hipertensi arteri

pulmonal menimbulkan right ventricle failure (RVF).(1)

Pengukuran stenosis Ao Modifikasi Gorlin(1, 2)

Area katup Ao ( cm2 ) =

I : konstanta orifisium

HR : Heart Rate

4

Cardiac output

(periode ejeksi systole) x HR

I x 44,5 x

Page 5: Anestesia pada Penderita Kelainan Katup Jantung

Management Perioperatif1. Profil Hemodinamik(1, 2, 4)

a. LV preload

Terjadi penurunan komplians LV karena peningkatan LVEDP dan

LVEPV, peningkatan preload diperlukan untuk menjaga stroke

volume normal. Hindari penggunaan nitroglicerin, dapat

menurunkan cardiac output dengan berat.

b. Heart rate

Jaga heart rate sinus ritme

HR 50 – 70 / mt lebih disukai

Hindari > 90 / mt penurunan perfusi koroner.

c. Kontraktilitas

Stroke volume dijaga dengan tingkat kontraktilitas yang tinggi.

d. Sistemik vascular resistance

Penggunaan awal adrenergic agonist diindikasikan untuk

mencegah turunnya tekanan darah.

e. Pulmonal vascular resistance

Tekanan arteri pulmonalis relatif tetap, tidak diperlukan intervensi

khusus, kecuali pada Ao stenosis critical.

2. Teknik Anesthesia

a. Premedikasi ringan

Cukup membuat pasien tenang tanpa takikardi, hindari

premedikasi berat yang bisa menurunkan tekanan darah.

Kombinasi morfin 0,05 mg/kg dan scopolamin 0,2 mg I.M.,

Lorazepam 1–2 mg/oral atau midazolam 1–3 mg dapat

digunakan dengan sedikit perubahan hemodinamik.(1, 4)

b. Induksi anestesi dan maintenance

Induksi general anestesi harus dilakukan dengan perlahan

dan lembut. Obat–obatan yang menyebabkan depresi miokard,

penurunan tekanan darah, takikardi atau disritmia lain, harus

digunakan dengan hati–hati. Tiap perubahan fisiologi ini dapat

menyebabkan perburukan keadaan yang cepat. Obat induksi yang

5

Page 6: Anestesia pada Penderita Kelainan Katup Jantung

digunakan diberikan dengan dosis kecil, perlahan–lahan dan

bertahap.

Selama induksi dan maintenance anestesi, agen adrenergic

yang poten (seperti fenilefrin) harus selalu siap untuk mengatasi

turunnya tekanan darah. Jika pasien menunjukkan gejala iskemik,

nitroglicerin harus diberikan hati–hati karena efeknya pada preload

atau tekanan arteri dapat memperburuk keadaan pasien.

Pemilihan agen anestesi didasarkan pada stabilitas

hemodinamik, untuk induksi bisa digunakan propofol (0,5–1,5

mg/kg) atau etomidate (0,1–0,3 mg/kg) atau pentotal (1–2 mg/kg).

Opioid diberikan bersama agen volatil (0,5–1,5 MAC) untuk

maintenance dan mencegah respon simpatis selama

pembedahan. Opioid dapat diberikan bolus kecil intermiten atau

infus kontinyu. Dosis total fentanyl biasanya berkisar 15 c/kg

atau sufenta 5 cgr/kg. Dapat juga diberikan propofol 25–50

mc/kg/min untuk maintenance. Keuntungan utama dari agen

volatil atau infus remifentanyl atau infus propofol adalah

kemampuan merubah konsentrasi dan kedalaman anestesi. Agen

volátil yang sering digunakan adalah isofluran, desfloran, dan

sevofluran. N2O jarang digunakan karena meningkatkan resiko

pembentukan gelembung udara intravaskuler selama pelaksanaan

CPB.(1, 2)

c. Transoseophagal echocardiography (TEE) digunakan untuk

monitoring fungsi ventrikel kiri intra operatif dan deteksi trombus

intrakavitas. Jika dipilih tindakan komisurotomi daripada

penggantian katup, TEE merupakan metode yang sangat efektif

untuk mengukur regurgitasi residual aorta. Pada penggantian

katup total, TEE dapat segera mengidentifikasi kebocoran katup.(1,3)

d. Post Operatif Care

Setelah komisurotomi atau penggantian katup, tekanan kapiler

paru dan LVEDP segera menurun dan stroke volume meningkat.

Fungsi miokardium membaik dengan cepat, walaupun ventrikel

yang hipertrofi masih membutuhkan preload yang tinggi untuk

6

Page 7: Anestesia pada Penderita Kelainan Katup Jantung

berfungsi normal. Setelah beberapa bulan hipertrofi ventrikel kri

berkurang. Harus diingat jika katup buatan digunakan dapat

ditemukan gradien residual sebesar 7–19 mmHg, dan jika

dilakukan komisurotomi dapat ditemukan cuncurrent aortic

regurgitation, kebanyakan pasien berespon baik terhadap

pembedahan untuk stenosis Ao dengan didukung pemeliharaan

miokard intra operatif yang adekwat.(2, 3, 4)

3. Pilihan Anestesi

AS gradient transvaskuler akan secara progresif meningkat

selama kehamilan, hal ini dikarenakan peningkatan volume darah

dan penurunan SVR

Menghindari takikardi dan bradikardi, menjaga volume

intravaskuler dan venous return, menghindari kompresi aortokaval

dan depresi myokard, menjaga denyut jantung seperti keadaan

normal karena penurunan denyut jantung akan menurunkan

cardiac output

GA: kombinasi etomidat dan opioid dengan succinil cholin untuk

RSI. depresi myokard dengan agen anestesi volatil harus

dihindari.

II. Regurgitasi AortaPasien dengan regurgitasi Ao kronis dapat asimtomatis sampai

lebih dari 20 tahun, tetapi sekali simptomnya terdeteksi, keadaan pasien

memburuk dengan cepat. Simtomnya meliputi dispneu, kelelahan dan

palpitasi. Angina biasanya muncul belakangan. Pasien dengan

regurgitasi Ao akut keadaannya dapat memburuk dengan cepat.(1, 2, 4)

a. Patofisiologi

1. Regurgitasi Ao akut

Terjadi karena load volume yang besar pada ventrikel kiri.

Mekanisme kompensasinya adalah peningkatan tonus simpatis,

terjadi takikardi dan peningkatan kontraktilitas. Bila kompensasi

sudah maksimal dapat terjadi perburukan fungsi LV dan perlu

intervensi bedah.

7

Page 8: Anestesia pada Penderita Kelainan Katup Jantung

2. Regurgitasi Ao kronis

Tahap I : regurgitasi Ao ringan–asimtomatis dengan

kompensasi fisiologis

Didapatkan simtom minimal selama fraksi yang terregugirtasi

kurang dari 40% stroke volume.

Tahap II : regurgitasi Ao sedang–gejala impairment.

Jumlah regurgitasi meningkat > 60% stroke volume. Terjadi

disfungsi ventrikel kiri diikuti peningkatan tekanan arteri

pulmonalis dengan gejala dispone dan gagal jantung kongestif.

Tahap III : regurgitasi Ao berat – kegagalan terminal

Disfungsi ventrikel kiri irreversible

.

b. Management Perioperatif(1, 2, 4)

1. Manajemen hemodinamik

LV

preload

HR Status

kontraktilitas

SVR PVR

Reg.

Ao

Maintain Maintain

2. Teknik anestesi

Premedikasi yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah harus

dihindari. Premedikasi ringan direkomendasikan untuk menjaga

kontraktilitas miokard dan heart rate, karena takikardi dapat

berguna untuk pasien ini. Peningkatan SVR yang muncul

karena cemas dapat merugikan.

Agen pilihan untuk induksi dan pemeliharaan anestesi harus

secara langsung menjamin preload pasien, memperbaiki

kontraktilitas dan menjaga HR + 90 x/mt. Penggunaan isofluran

dan pancuronium sebagai kombinasi dapat dilakukan, kecuali

pada pasien stadium akhir penurunan fungsi ventrikel

kombinasi narkotik dan pancuronium ditoleransi lebih baik.

8

Page 9: Anestesia pada Penderita Kelainan Katup Jantung

Penggunaan IABP merupakan kontra indikasi jika terdapat

regurgitasi Ao. Sebelum katup diperbaiki pada penggantian

katup, TEE bermanfaat untuk menilai kebocoran perivalvuler.

Perawatan post operatif segera setelah dilakukan poenggantian

katup Ao, LVEDP dan LVEDV menurun, tetapi hipertrofi dan

dilatasi LV masih tetap ada, mungkin memerlukan inotropik atau

IABP.(1, 4)

3. Pilihan Anestesi

Patofisiologi yang terjadi disebabkan oleh volume over load

pada LV, dengan hipertrofi dan dilatasi, dan peningkatan

volume akhir diastolik pada LV (LVEDV), penurunan fraksi

ejeksi (EF) dan tanda serta gejala dari oedem pulmoner.

Meminimalisir nyeri yang terjadi sebagai upaya mencegah

pelepasan katekolamin yang dapat meningkatkan SVR.

Menghindari bradikardi karena dapat menyebabkan

peningkatan regurgitasi

Epidural anestesi lebih disukai

Induksi menggunakan etomidate, intubasi endotrakheal

menggunakan suksametonium

Remi fentanyl untuk analgesia

III. Mitral Stenosis Pada orang dewasa mitral stenosis hampir selalu sebagai akibat

sekunder setelah penyakit jantung rematik, yang kemudian akan

mengakibatkan terjadinya jaringan parut dan terjadi fibrosis katup mitral.

Angka kejadian pada wanita 2 x lebih sering. Mitral stenosis karena

jantung rematik sering terjadi bersama MR atau AR.(1, 2, 4)

a. Gejala

Biasanya asimtomatik selama 20 tahun setelah episode akut

demam rematik. Memberatnya menimbulkan gejala pada saat

exercise. Tanpa intervensi jelas 50% penderita meninggal kurang dari

10 tahun.

9

Page 10: Anestesia pada Penderita Kelainan Katup Jantung

Perjalanan penyakit lambat dengan episode berulang dari

oedem paru, disponoe, paroxysmal nocturnas dispnoe, kele-lahan,

nyeri dada, palpitasi, hemoptisis, suara parau (LA membesar

menekan n.rekurensi laringeus kiri), nyeri dada terjadi pada 10–20%

penderita.(4)

b. Patofisiologi

1. Perjalanan penyakit

Tahap I : MS ringan–asimtomatik dengan komponen

fisiologis.

Katup mitral (N) : 4–6 cm2 (index katup mitral

4,0–4,5 cm2/m2) pasien asimtomatik sampai 20–

30 tahun. Kedepan sampai stenosis mencapai

1,5–2,5 cm2 (index katup 1,0–2,0 cm2/m2).

Tahap II : MS sedang–timbul gejala.

Besar katup 1,0–1,5 cm2, beratnya gejala timbul

saat latihan ringan–sedang. Gagal jantung

kongestif berat dapat ditimbulkan karena adanya

AF atau hal–hal / penyakit yang menyebabkan

peningkatan cardiac out put.

Tahap III : MS kritis–kegagalan terminal.

Besar katup < 1,0 cm2. Gejala sudah timbul saat

istirahat. Tekanan di atrium kiri pada nilai yang

menyebabkan gagal jantung kongestif, dan

diperberat dengan penurunan CO. Hipertensi

paru kronis menyebabkan dilatasi ventrikel

kanan.1)

2. Hubungan tekanan–volume

Karena restriksi arus dari atrium kiri ke ventrikel, LVEDP dan

LVEDV menurun. Stroke volume juga menurun. Fungsi LV masih

normal. Terbatasnya stroke volume karena tidak adekwatnya

pengisian LV.(1)

3. Penghitungan area katup mitral (1, 3, 5)

10

Page 11: Anestesia pada Penderita Kelainan Katup Jantung

mitral valve area (cm2) =

0,85 adalah konstanta lubang mitral.

Arus katup mitral adalah CO ( ml/mt ).

Waktu pengisian diastole (s/denyut) x HR (denyut / mt).

Takikardi akan memperpendek waktu pengisian diastole, maka

akan mengurangi pengisian LV dan keadaan pasien akan

memburuk.

c. Manajemen Perioperatif(1,2, 4 )

1). Manajemen hemodinamik

MS =

LV preload HR Contractile

state

SVR PVR

maintain maintain

a). Preload LV

Aliran arus ke depan melalui katup mitral yang stenosis

tergantung pada pre load yang adekwat. Pasien dengan MS

tekanan Lanya tinggi, sehingga pemberian cairan yang

berlebihan dapat menyebabkan pasien jatuh ke gagal jantung

kongestif dan oedem paru.

b). HR

Aliran darah melalui katup mitral terjadi saat diastole,

takikardi akan memperpendek waktu diastole.

Bradicardi juga berbahaya, karena stroke volume relatif

tidak berubah, jadi CO akan rendah.

Hindari AF, karena fibrilasi tidak memberikan aliran dari

atrium kiri ke ventrikel kiri.

c). Kontraktilitas

Aliran darah yang adekwat tergantung pada kontrak-tilitas RV

dan LV yang adekwat. Pengisian LV yang kurang dan kronis

dapat menyebabkan kardiomiopati dengan kontraktilitas LV

yang terdepresi. Banyak pasien yang membutuhkan

dukungan inotropik sebelum dan terutama sesudah CPB.

d). SVR

11

Page 12: Anestesia pada Penderita Kelainan Katup Jantung

Pasien dengan MS normalnya SVR akan meningkat, yang

menyebabkan terbatasnya CO adalah stenosis katup mitral.

e). PVR

Pasien dengan MS biasanya PVR nya tinggi dan jika terjadi

hipoksia rentan terjadi vasokonstriksi pada paru. Kita harus

menghindari –N2O, hiperkapnea, dan hipoksemia.

2). Manajemen Anestesi

a). Premedikasi

Premedikasi ringan untuk mencegah penurunan pre load

yang tiba – tiba.

Hindari antikolinergik untuk meminimalisasi takikardi.

b). Lanjutkan pemberian digitalis sampai hari operasi

(pembedahan).

c). Induksi dan maintenance

Prinsipnya adalah hindari obat-obatan, situasi atau tindakan-

tindakan yang menyebabkan takikardi. Jika terjadi AF harus

segera diterapi, harus dijaga tetap sinus ritme jika terjadi AF

segera Cardioversi. Maintenance dengan narkotik dosis

tinggi+O2 lebih terpilih.

d). TEE adalah cara yang sangat membantu untuk monitoring

adekwatnya repair katup mitral. Komisurektomi mitral dapat

menyebabkan regurgitasi mitral yang berat yang segera

dapat diketahui dengan TEE, sehingga tindakan bedah dapat

segera dilakukan.(1, 4)

3). Pilihan Anestesi

Mempertahankan denyut jantung, venous return, dan SVR

tetap rendah.

Menghindari kompresi aorto kaval, menterapi atrial fibrilasi

secara agresif, mempertahankan irama sinus, mencegah

nyeri, hipoksemia, hiperkarbi, dan asidosis oleh karena hal-

hal tersebut di atas dapat meningkatkan SVR

Baik RA atau GA dapat digunakan

12

Page 13: Anestesia pada Penderita Kelainan Katup Jantung

Anestesi epidural merupakan pilihan

GA juga memberikan hemodinamik yang stabil

Etomidat paling baik digunakan sebagai agen induksi

-Blocker seperti esmolol dan opioid dosis moderate

sebaiknya diberikan sebelum induksi

4). Perawatan Post Operasi

Intervensi bedah yang sukses dapat menurunkan PVR, tekanan

arteri paru dan meningkatkan CO pada post operasi. Karena LV

mengalami kardiomiopati dibutuhkan dukungan inotropik pada

pasien ini. PVR akan menurun setelah pembedahan, jika tidak

turun mungkin disebabkan karena hipertensi paru yang

irreversible dan disfungsi LV yang irreversible. Penambahan pre

load dan penurunan alter load harus terjadi segera setelah

bypass. Untuk memper-baiki arus darah maju. Pada pasien AF

kronis agar menjadi SR harus diberikan profilaxis ambdaron 33

mg/min dan pacu atrium dengan denyut 100 x/mt. Obat inotropik

pada masa post bypass dapat berfungsi sebagai :

1). Peningkatan kontraktilitias

2). Penurunan LV dan ketegangan dinding (1, 4)

IV. Mitral RegurgitasiPenyebab kebanyakan adalah prolaps katup mitral dan penyakit

jantung rematik. Mitral regurgitasi karena jantung rematik dapat

asimtomatik sampai 20–40 tahun. Kelelahan dan dispnoe timbul

perlahan–lahan, gejala yang berat (lelah, dispone, orthopneu) diikuti

perburukan KU yang cepat dan biasanya mati < 5 tahun tanpa intervensi

bedah. AF terjadi pada 75% kasus, harapan hidup pasien yang dioperasi

sebelum timbul AF yang irreversible lebih baik.(2, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 12)

a. Patofisiologi

Progresi alami

1). MR akut

Terjadinya MR yang tiba–tiba dapat menyebabkan overload dan

peningkatan tekanan di atrium kiri. Peningkatan yang akut

13

Page 14: Anestesia pada Penderita Kelainan Katup Jantung

tekanan di LA dan tekanan arteri paru dapat menyebabkan

kongesti dan oedem paru.

2). MR kronis

a). Tahap I : MR ringan–asimtomatik.

Dengan kompensasi fisiologi hipertrofi dan

dilatasi LV dapat mengkompensasi untuk

memperbaiki stroke volume.

b). Tahap II : MR sedang–gejala gagal jantung.

Dilatasi LA yang berlanjut dapat memperberat

MR karena anulis mitral meregang. Saat

seperti ini gejala gagal jantung terjadi. Setelah

fraksi regurgitasi lebih dari 60% terjadi gagal

jantung kongestif.

c). Tahap III : MR berat–gejala terminal.

Penurunan CO yang berkepanjangan

menyebabkan peningkatan arteri paru dan

akhirnya gagal RV. Fungsi LV memburuk dan

depresi FS ventrikel yang irreversible

walaupun sudah dilakukan penggantian katup.(2, 4, 6, 7, 9, 10, 11)

b. Manajemen Perioperatif (1, 2, 4)

1) Manajemen Hemodinamik

a). Pre load LV

Penambahan dan menjaga pre load dapat menjamin stroke

volume yang adekwat.

b). HR

Bradikardi berbahaya pada pasien dengan MR karena dapat

menyebabkan peningkatan volume LV, penurunan CO dan

peningkatan fraksi regurgitasi. HR harus diangka normal

sampai sedikit tinggi pada pasien ini.

c). Kontraktilitas

Maintenance stroke volume tergantung fungsi maksimal dari

hipertrofi LV yang eksentris. Depresi kontraktilitas miokard

14

Page 15: Anestesia pada Penderita Kelainan Katup Jantung

dapat mengakibatkan disfungsi LV yang berat dan

memperburuk keadaan klinis. Obat – obat inotropik dapat

meningkatkan kontraktilitas dan menurunkan regurgitasi

karena kontraksi anulus mitral.

d). SVR

Peningkatan afterload menyebabkan peningkatan fraksi

regurgitasi dan penurunan CO karena alasan ini maka

penurunan after load diperlukan. Obat–obat adrenergic

harus dihindari.

e). PVR

Pasien dengan MR akan mengalami peningkatan PVR dan

dapat terjadi gagal jantung. Hindari hiperkapnea, hipoksia, O2

dan obat–obat dan tindakan yang menyebabkan respon

konstriksi paru.

2) Manajemen Anestesi

a). Premedikasi

Hati–hati, hindari over sedasi bisa mengakibatkan

hiperkapnea dan meningkatkan PVR.

b). Induksi dan maintenance

Hindari agen anestesi yang menurunkan kontraktilitas. Paling

sering digunakan adalah relaksan ditambah narkotik dosis

tinggi.

c). IABP sangat membantu pada pasien–pasien dengan

disfungsi m.papilaris.

d). TEE

Evaluasi fraksi regurgitasi dengan TEE. TEE juga dapat

mendeteksi kebocoran perivaskuler setelah bypass.

e). NO

Sebagai dilator a.pulmoner berperan penting dalam

manajemen hipertensi pulmonal.(1, 4)

3) Pilihan Anestesi

15

Page 16: Anestesia pada Penderita Kelainan Katup Jantung

Pada kehamilan akan menginduksi suatu keadaan

hiperkoagulasi dan embolisme sistemik

Epidural anestesi dapat mencegah peningkatan SVR, dan

mencegah kongesti pulmonal

GA : ketamindan pankoronium merupakan agen yang terpilih

Monitor tekanan darah invasif

Antibiotik profilaksis dengan premedikasi direkomendasikan

Pertimbangan utama adalah untuk menjaga sedikit

peningkatan denyut jantung, hal ini untuk mencegah

peningkatan SVR, peningkatan volumen darah, mencegah

hipoksemia, hiperkarbi, asidosis yang akan menyebabkan

peningkatan PVR, menghindari kompresi aortokaval dan

depresi myokard

4) Perawatan Post Anestesi

Setelah penggantian katup, kita harus menjaga kekuatan

kontraksi LV. Setelah katup berada ditempatnya, LV harus

mengeluarkan stroke volume penuh ke aorta. Hasilnya berupa

peningkatan tekanan dinding LV yang mengurangi fraksi ejeksi.

Karena itu periode post bypass kekuatan kontraksi LV sering

diperkuat dengan IABP atau dukungan inotropik sampai LV dapat

menyesuaikan dengan keadaan hemodinamik yang baru.(1, 2, 4)

Setelah weaning CPB pasien dengan AF harus cepat

berubah menjadi sinus ritme, usaha ini dapat menggunakan

overdrive atrial pacing dan amiodaron/procain amide.(4)

F. KESIMPULAN1. Bila kita akan melakukan anestesi pada operasi katup, maka kita harus

memahami dahulu pengaruh kerusakan katup tersebut terhadap fungsi

hemodinamik secara keseluruhan. Komplikasi yang sudah terjadi

16

Page 17: Anestesia pada Penderita Kelainan Katup Jantung

utamanya terhadap fungsi jantung secara fungsional, struktural dan

komplikasi ke paru-paru serta organ-organ lain.

2. Kita juga harus memahami profil hemodinamik pada masing-masing lesi

katup. Hal ini sangat berhubungan dengan tindakan sebagai berikut :

Premedikasi

Induksi

Maintenance

Pemakaian obat-obat inotropik dan vasopresor pre operatif dan post

operatif.

Pemakaian IABP

Perawatan post operatif.

Dimana pada masing–masing katup berbeda.

G. DAFTAR PUSTAKA1. Ghaisas NK, Foley JB. Management patients with valvular Heart disease.

J.Am Coll Cardiol 2006;48:1-148

2. Morgan, G.E., Mikhail, M.S., Murray M.J., Anesthesia for Cardiovascular

Surgery. In : Clinical Anesthesiology, 4th ed., Lange Medical Book,

2006:490 – 536

3. Bluhm Cardiovascular Institute. 2007. Surgical Instructions Heart Valve

Surgery. Northwestern Memorial Hospital

4. Otto CM, Bonow RO. 2012. Valvular heart disease. In RO Bonow et al.,

eds., Braunwald’s Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular

Medicine, 9th ed., vol. 2, pp. 1468–1539. Philadelphia: Saunders

5. Y, Looney, P Quinton. 2005. Mitral Valve Surgery. Continuing Education

in Anaesthesia, Critical Care & Pain. Volume 5. No 6

17